presentasi tht

35
Tes Pendengaran Oleh : Zahrotun Ni’mah Npm. 09310346 Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung 2013

Upload: riskiamanda13

Post on 28-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tes pendengaran

TRANSCRIPT

Tes Pendengaran

Oleh :

Zahrotun Ni’mah

Npm. 09310346

Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati

Bandar Lampung

2013

Latar Belakang

• Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi telinga sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses belajar pada anak-anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian indra pendengaran dalam menerima suara.

• Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan atau penurunan fungsi.

• Ada beberapa macam tes fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes yang paling sederhana, yaitu Tes Garpu Penala meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach. Tes Berbisik, dan lebih canggih lagi dengan Tes Audiometri, dan kini sudah kita kenal dengan Tes BERA.

Tujuan

• Untuk mengetahui dan mengerti jenis-jenis tes yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran.

Manfaat

• Bagi penulis

Menambah wawasan, keterampilan, serta ilmu yang bermanfaat dari literatur yang dibaca.

• Bagi Bidang Pendidikan

Menjadikan landasan ilmiah mengenai pemeriksaan fungsi pendengaran.

• Bagi Bidang Pelayanan Kesehatan

Memberikan dasar pemeriksaan fungsi pendengaran bagi dokter umum ditempat pelayanan kesehatan.

Tinjauan Pustaka

A. Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran dan sistem keseimbangan, terdiri dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1. Sebagai organ pendengaran (N. Choclearis)

a. Telinga luar

- Auricula

- Meatus Akustikus Eksternus

- Kanalis Audotorius Eksternus

- Membran Timpani

b. Telinga Tengah

- Tuba Auditorius (Eustachius)

- Tulang-tulang Pendengaran (Maleus, Inkus, Stapes)

c. Telinga Dalam

- Koklea

- Kanalis Semisirkularis

2. Sebagai Sistem Keseimbangan (N. Vestibularis)

a. Kanalis Semisirkularis

b. Urtikulus

c. sacculus

B. Fisiologi Pendengaran

Getaran suara telinga membran timpani m. timpani bergetar getaran diteruskan ke tulang-tulang pendengaran stapes menggerakan perilimfe dalam skela vestibuli getaran diteruskan malalui membrana reissner endolimfe terdorong gerka relatif antara membrana basalis dan tektoria.

• Proses ini merupakan rangsangan mekanik atau fisik yang akan diubah menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N. VIII ( VestibuloChoclearis) yang kemudian meneruskan rangsangan ke pusat sensori pendengaran diotak (area 39 – 40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.

Kelainan atau gangguan fisiologi telinga

1. Tuli Konduktifa. Kelainan ditelinga luar : atresia liang telinga,

sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga.

b. Kelainan ditelinga tengah : tuba katar, dislokasi tulang pendengaran.

2. Tuli Perseptif atau Neurosensoriskelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), n.VIII (vestibulochoclearis) .

3. Tuli Campuaran kombinasi tuli konduktif dan tuli neurosensoris.

Tes Fungsi Pendengaran

1. Tes Penala

a. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang (HT) dengan hantara udara (HU) pada telinga yang diperiksa.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien.

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokasi

Positif (+) HU ≥ HTNormal atau gangguan sensorineural

Tak ada atau koklearis-retrokoklearis

Negatif (-) HU ≤ HT Gangguan konduksi Telinga luar atau tengah

b. Tes Weber

Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua pasien.

Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka artinya tidak ada lateralisasi.

Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misalnya: otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus didalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan terdengar disebelah kanan.

c. Tes Schwabach

Tujuan tes schwabach adalah untuk membandingkan daya transport melalui hantaran mastoid antara pemeriksa (normal) dengan pasien.

• Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut schwabach memendek.

• Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan schwabach sama dengan pemeriksa.

d. Tes Bing (tes oklusi)• Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa

ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 db. Penala digetarkan dan diletakan pada pertengahan kepala (seperti pada tes weber).

• Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang di tutup , berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang di tutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

e. Tes Stenger• Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik

(simulasi atau pura-pura tuli).• Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya

pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakan didepan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakan didepan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

2. Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter.

Penilaian (menurut Feldmann) :• Normal : 6-8 meter• Tuli ringan : 4- <6 meter• Tuli sedang : 1- <4 meter• Tuli berat : 25 cm - <1 meter• Tuli total : <25 cm

3. Audiometri • Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan

untuk mengetahui level pendengaran seseorang.

a. Audiometri Nada Murni• untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC,

yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intesitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan, warna merah.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja.

Derajat ketulian ISO :• 0 – 25 dB = normal• > 25 – 40 dB = tuli ringan• > 40 – 55 dB = tuli sedang• > 55 – 70 dB = tuli sedang berat• > 70 – 90 dB = tuli berat• > 90 dB = tuli sangat berat

Jenis ketulian :• Normal :• AC dan BC sama atau < 25 dB, atau AC dan BC berimpit, tidak ada gap • Tuli perseptif (sensorineural)• AC dan BC > 25 dB, atau AC dan BC berimpit (tidak ada gap)• Tuli konduktif• BC normal atau < 25 dB, atau > 25 dB, atau antara AC dan BC terdapat gap• Tuli campur• BC > 25 dB, atau AC > BC, terdapat gap

• Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan ≥ 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.

b. Audiometri Tutur (speech audiometry)• Pemeriksaan ini adalah untuk menilai

kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari dan menilai untuk pemberian alat bantu dengar (hearing aid).

• pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).

• Cara pemeriksaan nya

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan kata “pasar” didengarnya “padar”.

Apabila kata yang betul : speech discrimination score :• 90 – 100% = berarti pendengaran normal• 75 – 90% = tuli ringan• 60 – 75% = tuli sedang• 50 – 60 % = kesukaran mengikuti pembicaraan

sehari-hari• < 50% = tuli berat

Istilah :• SRT (speech resption test) = kemampuan untuk

mengulangi kata-kata yang benar sebanyak 50%, biasanya 20-30 dB diatas ambang pendengaran.

4. Brainstem Evoked Response Ausiometry (BERA) atau Auditory Brainstem Response (ABR)

• merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem auditorik, bersifat obyektif, dan tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, dewasa, bahkan penderita koma.

• BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan oleh nervus VIII, pusat-pusat neural dan traktus didalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.

• Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau tone burst yang diberikan melalui headphone, insert probe (paling efisien) atau bone vibrator.

• Respon terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam melalui elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I – V) yang terjadi sekitar 2 – 12 ms setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang BERA berdasarkan morfologi gelombang, masa laten, dan amplitudo gelombang

• Kombinasi pemeriksaan Oto Acoustic Emission (OAE) dan BERA merupakan baku emas dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak, karena pada OAE kita hanya bisa menilai keadaan atau fungsi, koklea sedangkan untuk fungsi organ-organ pendengaran lain yang lebih dalam (hingga ke otak) bisa digunakan BERA.

Kesimpulan• Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran, yakni:

1. Tes Penala (Tes Rinne, Weber, Schwabach, Bing, Stenger)

Catatan : pada tuli konduktif < 30 db, Rinne masih bisa positif (+)

Tes Diagnosis

Rinne Weber Schwabach

Positif (+) Tidak ada lateralisasi Sama dengan

pemeriksa Normal

Negatif (-)Lateralisasi ke telinga yang

sakit Memanjang Tuli konduktif

Positif (+)Lateralisasi ke telinga yang

sehat Memendek Tuli

sensorineural

• Tes Bing : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang di tutup , berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang di tutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

• Tes Stenger : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

2. Tes Berbisik

Penilaian (menurut Feldmann) :• Normal : 6-8 meter• Tuli ringan : 4- <6 meter• Tuli sedang : 1- <4 meter• Tuli berat : 25 cm - <1 meter• Tuli total : <25 cm

3. Audiometri

Derajat ketulian ISO :• 0 – 25 dB = normal• > 25 – 40 dB = tuli ringan• > 40 – 55 dB = tuli sedang• > 55 – 70 dB = tuli sedang berat• > 70 – 90 dB = tuli berat• > 90 dB = tuli sangat berat

4. BERA

Kombinasi pemeriksaan OAE dan BERA merupakan baku emas dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak, karena OAE bisa menilai keadaan atau fungsi koklea sedangkan BERA untuk menilai fungsi organ-organ pendengaran lain yang lebih dalam (hingga ke otak).

Sekian

Terima kasih