presentasi laporan kasus kel 1

37
0 PRESENTASI LAPORAN PEMBIMBING dr. H. Nano Sukarno, Sp. An dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes dr. Andika Chandra Putri, Sp. An Oleh : Faizal Akbar F.M. 09310093

Upload: risa-meisalia

Post on 18-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jskHDUIQEHFNJADKNFUJEWF

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

0

PRESENTASI LAPORAN

PEMBIMBING

dr. H. Nano Sukarno, Sp. An

dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes

dr. Andika Chandra Putri, Sp. An

Oleh :

Faizal Akbar F.M.

09310093

Risa Meisalia

09310108

Page 2: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

1

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : By.Akbar R

Usia : 10 Hari

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Tanggal Masuk RS : 05 Agustus 2014

No. CM : 13961533

Dokter Anestesi : dr. Teguh Santoso E., Sp. AN-KIC., M. Kes

Dokter Bedah : dr. Yarie, Sp. B

B. PERSIAPAN PRE-OPERASI

1. Anamnesa

a. A (Alergy)

Tidak ada riwayat alergi

b. M (Medication)

Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu

c. P (Past Medical History)

Tidak ditemukan sakit yang sama dan riwayat operasi (-)

d. L (Last Meal)

Pasien terakhir makan 4 jam pre-operasi

e. E (Elicit History)

Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 05 Agustus 2014,

pukul

2. Pemeriksaan Fisik

Tanggal Periksa :

Waktu pemeriksaan :

Dirawat di : Ruang 3A kamar/bed 3

Page 3: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

2

Vital sign

a. KU : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos mentis

c. Nadi : 130 X/ menit

d. Respirasi : 40 X/ menit

e. Suhu : 37,80 C

Status Genealisata

Berat badan : 2,9 Kg

Kepala

o Mata

Palpebra : Tidak bengkak dan cekung

Konjungtiva : anemis ( - ) / ( - )

Sklera : ikterik ( - ) / ( - )

Pupil : refleks cahaya ( + ) / ( + ), pupil

Isokor dextra = sinistra

o Hidung

Pernapasa cuping hidung : ( - )

Sekret ` : ( - )

Mukosa hiperemis : ( - )

o Telinga

Nyeri tekan ragus : ( - ) / ( - )

Auricula : tidak tampak kelainan

Meatus akustikus eksternus : ( DBN ) / ( DBN )

o Mulut

Bibir : mukosa bibir tenang, sianosis ( - )

Tonsil : T1 / T1

o Leher

Page 4: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

3

KGB : pembesaran ( - ) / ( - )

o Thoraks

Inspeksi : Bentuk gerak simetris dextra = sinistra,

rektraksi supraclavicula ( - ) / ( - ), retraksi

intercostalis ( - ) / ( - ), retraksi subcostalis

( - ) / ( - ) dan retraksi epigastrium ( - )

Palpasi : iktus kordis teraba, tapi tidak terlihat

Massa (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : Vesiculer breathing sound (+) / (+),

Weezhing (-) / (-), Ronki (-) / (-), Bunyi

Jantung I, II regular, Gallop (-), Mur-Mur (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (+)

Auskulasi : Bising usus ( + ) normal

Palpasi : defans muscular (-)

Perkusi : Timpani

Hepar dan Lien

Palpasi : Tidak teraba

Ekstremitas

Edema : Ekstremitas atas dan bawah ( - )

Warna : Kemerahan tidak ada pada ekstremitas

Jari-jari : Normal, akral sianosis ( - )

Capilari Refill Time : < 2 detik

Akral hangat pada semua ekstremitas

Mallampati Score:

Graduasi 2 (uvula dan palatum mole terlihat)

3. Pemeriksaan Penunjang

Page 5: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

4

- Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal Agustus 2014

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode

Hematologi

C28 Waktu Perdarahan (BT) 1-3 Menit Duke

C27 Waktu Pembekuan (CT) 1-7 Menit Slide Test

G28 Golongan Darah O Slide Test

G29 Rhesus + Slide Test

H01 Hemoglobin 14,0 P: 12-16; L: 14-18 g/dl Auto Analyzer

H14 Hematokrit 42 P: 35-45; L: 40-50 % Auto Analyzer

H15 Jml Leukosit 18000 5.000-10.000 /mm3 Auto Analyzer

H22 Jml Trombosit 131000 150.000-350.000 /mm3 Auto Analyzer

E48 Laju Endap Darah P= < 20; L= <15 mm/jam Ves Matic

KARBOHIDRAT

K01 Glukosa Sewaktu 76-110 mg/dl GOD – POD

FAAL GINJAL

K04 Ureum 15-45 mg/dl Urease Klinetik UV

K05 Keratini P: 0.5-0.9; L: 0.7-1.12 mg/dl Kinetic Jaffe

FAAL HATI/JANTUNG

K11 SGOT (ASAT) P: 10-31; L: 10-38 U/L/37^ Klinek UV-IFCC

K12 SGPT (ALAT) P: 9-32; L: 9-40 U/L/37^ Klinek UV-IFCC

ELEKTROLIT

K27 Natrium 147 135-145 mmol/L ISE

K28 Kalium 3,0 3.5-5.0 mmol/L ISE

K29 Kalsium 1,13 0.80-1.10 mmol/L ISE

- Hasil Radiologi

Pemeriksaan BNO tampak kesan distensi dan dilatasi usus di abdomen

Kesimpulan : Hisprung disease

4. Diagnosa Klinis

HISPRUNG DISEASE

5. Kesimpulan

Page 6: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

5

Status ASA (III)

C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)

- Diagnosis pra-bedah : Hisprung Disease

Jenis Pembedahan : Colostomi

Jenis Anestesi : Anestesi umum

Premedikasi : -

Medikasi Induksi : Fentanyl 5 mcg

Atracurium 0,4 mg

Inhalasi Sevofluran 2Vol%

Maitenance : Sulfas Atrofin 0,05 mg

Dexa 2,5 mg

O2 (3 L/menit)

N2O (3 L/menit)

Sevofluran mAc 2%

Teknik Intubasi : ETT

Respirasi : Kontrol

Posisi : Supine

Cairan Perioperatif

Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1

Kebutuhan Basal (4x2,9)

Total= 11,6 cc

Defisit Cairan Puasa = Puasa jam x maintenance cairan

= 4 x 11,6

= 46,4 cc

Insensible Water Loss= Jenis Operasi x Berat Badan

= 6 x 2,9

= 17,4 cc

Page 7: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

6

Kebutuhan cairan 1 jam pertama

= (½ x puasa) + IWL + maintenance

= (½ x 46,4)+17,4+11,6

= 52,2 cc

Perdarahan = Suction + Kasa (kecil 3)

= 10 + (5x10)

= 60 cc

EBV = BB x Konstanta Bayi

= 2,9 x 85

= 246,5 cc

ΔBL = ΔHT x 3% x EBV

= ( Ht target-Ht awal) x 3% x EBV

= (45-42)x 3% x 246,5

= 22,185 cc

- Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi

Pasien diposisikan pada posisi supine

Memasang sensor finger pada tangan kanan pasien untuk

monitoring SpO2 dan SPO2 Rate.

Obat berikut diberikan secara intravena:

Fentanyl 5 mg

Atracurium 0,4 mg

Pemberian gas anestesi dengan O2 dan N2O perbandingan : (O2

3L/menit dan N2O 3L/menit) serta volatile Sevoflurane 2 Vol%.

Dipastikan airway pasien paten dan terkontrol

Dipastikan pasien sudah dalam kondisi tidak sadar dan stabil

untuk dilakukan intubasi ETT dengan nomor 2,5.

Pemasangan ETT dibantu dengan Laringoskop

Page 8: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

7

Setelah intubasi ETT cek suara nafas pada apek paru kanan dan

paru kiri, basis paru kanan dan paru kiri serta lambung dengan

stetoskop, pastikan suara nafas dan dada mengembang simetris

Fiksasi ETT dan sambungkan ke conector Jackson-Rees

Maintenance dengan inhalasi O2 3liter/menit, N2O 3liter/menit,

Volatil Sevoflurane 2 vol%

Monitor tanda – tanda vital pasien (nadi), saturasi oksigen,

tanda–tanda komplikasi (perdarahan, alergi obat, obstruksi jalan

nafas, nyeri)

Cek Vital Sign Setiap 15 menit

TIME SATURASI HEART RATE

10.30 98 130

10.45 97 145

11.00 88 152

11.15 87 138

11.30 89 140

Pada saat operasi dipasang selimut penghangat dan blood warmer untuk

mengjaga suhu tubuh pasien agar tidak hipotermi. Setelah operasi selesai gas

anestesi yang di pakai hanya Oksigen sebanyak 4 liter/menit. Selanjutnya

dilakukan ekstubasi tidur/bangun (deep/awake extubation), sebelumnya

dilakukan suction untuk membersihkan jalan napas. Oksigenisasi setelah

ekstubasi dengan cara di cuff sampai pasien memberikan respon gerak tangan

sebagai tanda bahwa pasien telah bangun dan jalan napas pasien telah aman.

Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan operasi) bila Aldrete

Score ≥ 8

Page 9: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

8

D. POST-OPERASI

Setelah pasien dinilai dengan Aldrete Score dan didapatkan nilai Aldrete

Score ≤ 6, maka pasien dipindah ke HCU.

Infuse : Asering 20 gtt/menit

Antibiotik : sesuai TS bedah

Oksigenasi : 1-2 liter/menit

Puasa : 4 jam Post OP

Monitoring Post-operasi :

Nadi : 140 x/menit

Page 10: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

9

E. FOLLOW UP PASCA OPERASI

1. Hari Pertama Beberapa Jam Post-Operasi (23 Desember 2013)

Pasien dirawat di ruang 3B kamar/bed 3

Pasien masih dipuasakan 4-6 jam/BU +

Pasien diberikan cairan infus asering 20 gtt/menit

Analgetik ketorolac 60 mg dan tramadol 100 mg diberikan perinfus dengan

cara didrip

Pasien diberikan antibiotik cefotaxim 1 gr (1x1) yang sebelumnya dilakukan

tes alergi dengan hasil (-)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : TD = 170/83 mmHg

N = 86 x/menit

S = 36,3o C

R = 18 x/menit

F. PEMBAHASAN

1. Pre-Operatif

a. Anamnesa

b. Pemeriksaan Fisik

Berat badan : 47 kg

Nadi : 88 x/menit

Nafas : 16 x/menit

Suhu : 35,50 C

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kepala : DBN

Leher : DBN

Page 11: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

10

Thoraks : DBN

Abdomen : DBN

Ekstremitas : DBN

Mallampati Score : gradasi II

Malampati score adalah suatu klasifikasi untuk menilai tampakan faring

pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal

Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle

1 terlihat terlihat terlihat

2 Tidak terlihat terlihat terlihat

3 Tidak terlihat Tidak terlihat terlihat

4 Tidak terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat

c. Pemeriksaan Penunjang

Data tanggal 12 Desember 2013

- BT, CT : 2.00/4.00

- HB : 12,4 gr%

- HT, Trombosit, Leukosit : 30, 338.000, 7800

- Gula darah sewaktu : 114 mg/dl

- Ureum, kreatinin : 33/0,67

- SGOT, SGPT : 17 dan 10

- Na, K, Ca : 142, 49, 1,13

Kesimpulan : DBN

2. Anestesi : Ternilai ASA III

Page 12: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

11

ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu klasifikasi

untuk menilai kebugaran fisik seseorang.

3. Rencana Anestesi : Anestesi umum

Premedikasi dengan midazolam, ondansetron, dexametason

Loading cairan dengan asering untuk mengganti cairan puasa 6

jam pre-operasi, agar komposisi cairan pasien yang berkurang saat puasa

terpenuhi.

2. Durante Operatif

Teknik Anestesi : Anestesi umum

Obat Anestesi : Propofol, rokuronium, pethidin

Maitenance : Isoflurane, N2O, O2

Kebutuhan Cairan : 1 jam pertama : 623 cc

1 jam kedua : 449 cc

1 jam ketiga : 449 cc

Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi

umum yang dikarenakan pasien tegang dan merasa takut. Selain itu

pembedahan yang akan dilakukan di area kepala. Pada anestesi umum trias

anestesi dilakukan untuk menginduksi pasien dengan obat hipnotik sedasi,

analgetik dan pelemas otot. Disini pada obat hipnotik sedasi menggunakan

propofol.

Tinjauan Pustaka

ANESTESI UMUM

A. Definisi

Page 13: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

12

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat

dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa

Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara

umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. (1,7). Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). (2)

B. Keuntungan Anestesi Umum

Membuat pasien lebih tenang

Untuk operasi yang lama

Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia

lokal

Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine

(terlentang)

Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah

pada waktu-waktu yang tidak terprediksi

C. Kerugian Anestesi Umum

Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung

Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap

Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian,

infark myokard, dan stroke

Dapat menimbulkan komplikasi ringan seperti : mual, muntah, sakit

tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan

anestesi umum adalah kecil, bergantung beratnya kormobit penyakit

pasiennya.

D. Indikasi Anestesi Umum

Page 14: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

13

1. Infant & anak usia muda

2. Dewasa yang memilih anestesi ummum

3. Pembedahannya luas / eskstensif

4. Penderita sakit mental

5. Pembedahan lama

6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan

7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi local

8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia

E. Komplikasi Anestesi

1. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi antara lain:

pembuluh darah, dan intubasi

a. Pembuluh Darah

Benzodiazepin dan kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan

tromboflebitis dan infeksi.

b. Intubasi

Kerusakan pada bibir, gusi, dan gigi geligi dapat terjadi pada intubasi trachea.

2. Pernapasan

Yang paling ditakuti adalah obstruksi saluran pernapasan akut selama atau

segera setelah induksi anestesi. Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit

dibedakan serta dapat timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan,

terutama jika saluran pernapasan dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi

asing yang mencakup sekresi dan kandungan asam lambung.

3. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,

aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah

Page 15: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

14

systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya.

Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan,

overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia,

hipertensi, dan reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi

transfusi.

Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesi.

Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesia dan hipnosis yang tidak adekuat,

batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat.

Sementara faktor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia,

tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan pengaruh beberapa obat tertentu.

4. Hati

Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan. Zat anestesi

mengurangi susunan kekebalan tubuh dan membuat pasien lebih mudah terkena

infeksi yang mencakup hepatitis virus. Anestesi Halotan berulang dalam interval

6 minggu mungkin harus dihalangi.

5. Suhu tubuh

Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan

penurunan suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama, bisa timbul hipotermi

yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan

dan perfusi perifer tidak adekuat.

F. Komponen Anestesia

Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : (1,2)

(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,

isofluran, sevofluran).

(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu

Page 16: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

15

(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus

otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

G. Stadium Anestesia

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:

a) Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai

hilangnya kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah

dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan

seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.

b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran

dan refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini

terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien

tertawa, berteriak, menangis, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne

dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi dan

muntah. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan

kematian.

c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai

pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya

ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum

tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.

Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak

menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah,

pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan

refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.

Page 17: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

16

Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum

tidak ada, relaksaai otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan

kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat

menurun).

d) Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya

pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan

darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi

kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi

dengan pernapasan buatan.

H. Persiapan Pre-anestesia :

I. Persiapan mental dan fisik pasien

1. Anamnesis

- Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan

- Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat

menjadi penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus,

penyakit paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan

penyakit ginjal.

- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat

menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.

- Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang

waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.

- Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi

misalnya merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.

2. Pemeriksaan fisik

Page 18: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

17

- Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan

yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.

- Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi

nadi, pola dan frekuensi pernafasan.

- Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-

tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian

temporo mandibula.

- Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu,

sianosis, hipertensi

- Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat

tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

- Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa

perdarahan, hitung jenis leukosit

- Urine : protein, reduksi, sedimen

- Foto thoraks

- EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya

iskemia miokard

- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru

- Fungsi hati pada pasien ikterus

- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi

- Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif

II. Perencanaan anastesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar

pasien dalam keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu

harus dihindari.

III. Merencanakan prognosis

Page 19: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

18

Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari

The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut :

ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia

ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang

ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas

ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakit merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan hidupnya

tidak akan lebih dari 24 jam

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

IV. Persiapan pada hari operasi

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama

puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam

(stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan

pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

2. Pengosongan kandung kemih

3. Informed consent ( Surat izin operasi dan anestesi).

4. Pemeriksaan fisik ulang

5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.

6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau

secaraintravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi

I. Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam

Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin

Page 20: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

19

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan

hiosin

Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin

Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron

Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam

Mengurangi isi lambung

Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine

Obat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini : (3)

1. Narkotik analgesic, misalnya morfin pethidin

2. Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan

midazolam. Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam

sebelum induksi anesthesia

3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital

4. Antikolinergik, misal atropine dan hiosin

5. Antihistamin, misal prometazine

6. Antasida, misal gelusil

7. H2 reseptor antagonis misalnya cimetidine dan ranitidine. Ranitidine

diberikan 150 mg 1-2 jam sebelum operasi

J. Persiapan Induksi Anestesi

Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :

S : Scope (stetoskop, laringoskop),

- Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

- Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas

serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita

suara dan trakea.

Ada dua jenis laringoskop, yaitu:

Page 21: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

20

a. Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan pada laringoskopi

dewasa.

b. Blade lurus.

T : Tube (pipa endotraceal, LMA),

- Pipa Endotrakeal

Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.

Endotracheal tube dikerjakan pada pasien yang memiliki kemungkinan

kontaminasi pada jalan nafas, posisi pembedahan yang sulit, pembedahan

di mulut atau muka dan pembedahan yang lama. (6)

- Laringeal mask airway (LMA)

Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask

atau intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien

dengan resiko aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan

dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.

LMA terdiri dari 2 macam : :

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan

lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan

esofagus

A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing),

- Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)

Page 22: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

21

Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding

belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas

spontan, alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan

mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT) (7)

- Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)

Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas

orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu

jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera

berat daerah mulut).

- Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas

anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.

T : Tape (plaster), Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi

I : Inducer (stilet/ forceps Magill),

Stilet (mandren) digunakah untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal

sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan

untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui

orofaring.

C : Connection. Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi

dengan sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,

S : Suction

Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir,

ludah, dan lain-lainnya.

K. Induksi Anestesi

Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya

stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan

anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Cara pemberian anestesi umum:

Page 23: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

22

a. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau

induksi anestesi. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan

dengan cara lain.

- Anestesi intravena (4,5)

1. Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak dengan jepekatan 1 % (1ml = 10

mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga sebelumnya dapat

diberikan lidokain 1-2 mg/kg IV. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis

rumatan 4-2 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif

0,2mg/kg.Propofol dapat menurunkan tekanan darah selama induksi anestesi

karena menurunnya resistensi arteri perifer dan venodilatasi.

2. Ketamin

Ketamin mempunyai sifat analgesic dan anestetik. Ketamin sering

menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersaliva, nyeri kepala, dan mual muntah.

Dosis bolus iuntuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3 –

10 mg.

3. Tiopental

Tiopental hanya dapat digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kg.

Larutan ini sangat berifat alkalis sehinga dapat menyebabkan nekrosis jaringan

bila keluar dari vena.

4. Opioid (morfin, fentanil, petidin, sufentanil)

Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga digunakan untuk induksi

pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi digunakan fentanil dosis induksi

20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/ menit

- Anestesi intramuscular

Page 24: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

23

Hanya ketamin yang dapat diberikan secara intramuscular.

b. Per rektal

Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Yang

termasuk induksi per rektal adalah tiopental atau midazolam. Midazolam

memiliki kontraindikasi dengan glaukoma sudut sempit akut, miastenia gravis,

syok atau koma, intoksikasi alkohol akut dengan depresi tanda- tanda vital, bayi

prematur. Efek samping dapat menyebabkan kejadian- kejadian kardiorespirasi,

fluktuasi pada tanda- tanda vital.

c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi

yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara

pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan

konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan

parsial dalam jaringan otak akan menentuka kekuatan daya anestesi. Zat anestetik

disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat member

anestesi yang adekuat.

- N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah,. Pemberian anestesi

dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 % untuk menghindari hipoksia

difusi.

- Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas spontan

rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada afas kendali sekitar 0,5 – 1 vol %.

Kontraindikasi pemakaian halotan adalah penderita gangguan hepar, pernah

dapat halotan dalam waktu kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.

- Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih

iritatik dibanding halotan.

- Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan tekanan

intracranial, serta efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal.

Page 25: Presentasi Laporan Kasus Kel 1

24

- Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil

dan jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihhentikan sevofluran

cepat dikeluarkan oleh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.

2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian

Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI

3. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan

S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.

4. Handoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi

4. Jakarta : Gaya Baru. 1995.

5. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran

FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.

6. Desai, A. General Considerations.

http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall. Accesed in

June 24, 2012

7. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-

HillCompanies. 2006