presentasi kasus koas dalam

64
PRESENTASI KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh : Santo Juliansyah 20100310044 Diajukan Kepada : dr. H. Suprapto, Sp.PD BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Upload: santo-juliansyah

Post on 03-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

ckd

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUSCHRONIC KIDNEY DISEASEDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :Santo Juliansyah20100310044

Diajukan Kepada :dr. H. Suprapto, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMRSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUSKARDIOMIOPATI PERIPARTUM

Telah dipresentasikan pada tanggal :10 Januari 2015

Oleh :Santo Juliansyah20100310044

Disetujui oleh :Dosen Pembimbing Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Penyakit DalamRSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Suprapto, Sp.PD

BAB ILAPORAN KASUSA. IDENTITASNo Rekam Medis: 595145Tanggal Masuk RS: 17 februari 2015Tanggal Keluar RS: 20 februari 2015 Nama Penderita: Tn. K. A.K Umur: 55 th Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat: Wonosobo Agama: Islam Suku: Jawa Status: Menikah Pekerjaan: TaniB. ANAMNESISKeluhan Utama: Sesak napasKeluhan Tambahan: Pusing, BAB cair > 5x sehari, BAK tidak lancar, mual, kedua kaki bengkakRiwayat Penyakit SekarangSejak 2 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan sesak napas. Keluhan dirasakan semakin lama bertambah berat terutama saat pasien beraktivitas dan saat istirahat sekalipun pasien masih merasakan sesak sehingga pasien sulit untuk tidur. Pasien lebih nyaman menggunakan ganjal 2 bantal saat tidur. Keluhan sesak napas disertai dengan kondisinya yang mudah lelah, pusing, diare, BAK tidak lancar dan mual, serta kedua kaki yang membengkak. Keluhan nyeri dada, demam, dan muntah disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu 3 bulan yang lalu pasien pernah di diagnosis dengan gagal ginjal kronik. 4 tahun yang lalu pernah operasi operasi batu ginjal di jogja. Pasien juga mengaku mempunyai riwayat Hipertensi. Riwayat DM, alergi, Batuk lama di sangkal.Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat tekanan darah tinggi: disangkalRiwayat penyakit gula: disangkalRiwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat penyakit ginjal : terdapat adik dari istrinya menderita hal serupa.Riwayat asma: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat batuk/sakit paru lama: disangkalRiwayat KebiasaanRiwayat merokok: pernah merokok tetapi sudah lama berhenti Riwayat minum minuman keras: disangkalRiwayat minum obat-obatan: disangkalRiwayat minum jamu: disangkalRiwayat olahraga teratur: disangkal

Riwayat Perkawinan dan Sosial EkonomiPasien merupakan seorang ayah, memiliki 2 anak, pasien sebelumnya adalah petani tetapi sejak di diagnosis ginjal pasien sudah tidak bekerja. pasien berasal dari keluarga menengah kebawah.Anamnesis sistemKeluhan utama: sesak napasKepala: pusing (+), nggliyer (-), jejas (-)Mata: pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan dobel (-), berkunang kunang (-), mata bengkak (-/-)Hidung: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)Telinga: pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-)Mulut: mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), bibir pecah pecah (-)Tenggorokan: sakit telan (-), serak (-), gatal (-)Respirasi: sesak (+), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)Cardiovaskuler: nyeri dada (-), ampeg (+), pingsan (-), kaki bengkak (+), keringat dingin (-), berdebar debar (-), mudah lelah (+)Gastrointestinal: mual (+), muntah (-), perut terasa panas (-), kembung (-), sebah (-), perut terasa penuh (-), nafsu makan menurun (+), perut membesar (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB darah lendir (-), BAB cair (+), BAB tidak lancar (+), warna merah (-)Muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), kesemutan (-)Extremitas: atas: pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), dingin (-/-) bawah: pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (+/+), luka (-/-), dingin (-/-)Kulit: kering (+), gatal (-), luka (-), kuning (-), pucat (-), kebiruan (-)

C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: tampak sesakKesadaran: compos mentisVital Vital Sign : Nadi :109 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teraturTekanan darah: 208/122 mmHgRespiratory rate: 30 x/menit. torakoabdominal Suhu : 36,60C per aksiler Saturasi O2: 91% GCS: E4V5M6Status Gizi: BB: 64 kgTB: 168 cmBMI: 22.68 kg/m2 Kesan: normoweightKulit: warna sawo matang, ikterik (-), petechie (-), kemerahan (-), kering (+)Kepala: mesocephal, luka (-), rambut warna hitam, sedikit beruban dan tidak mudah dicabutMata: cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-)Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)Hidung : sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-)Mulut: bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-)Tenggorokan: tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)Leher: simetris, JVP R+3 , KGB servikal membesar (-), nyeri tekan (-)Thorax: simetris (+/+), retraksi (-/-), pernapasan tipe thorakoabdominalJantung Inspeksi: Ictus cordis tampak di SIC V linea axilaris anteriorPalpasi: Ictus cordis kuat angkat dan teraba di SIC VIPerkusiBatas jantung kanan atas: SIC II sebelah kanan linea parasternalis dekstraBatas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstraBatas jantung kiri atas : SIC III linea prasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah: SIC VI linea prasternalis sinistraKesan : batas jantung melebar ke kaudolateralAuskultasi: BJ I-II ireguler, bising (+), gallop (+)ParuDepan :Inspeksi: simetris (+/+)Palpasi: fremitus raba kanan = kiriPerkusi: sonor (+/+)Auskultasi: SDV (+/+), RBH (+/+)Belakang :Inspeksi: simetris (+/+)Palpasi: fremitus raba kanan = kiriPerkusi: sonor (+/+)Auskultasi: SDV (+/+), RBH (+/+)AbdomenInspeksi: distensi (-), Auskultasi: peristaltik usus (+) normal Perkusi: hepar dalam batas normal, pekak alih (+), undulasi (+)Palpasi: nyeri tekan (-), hepar teraba 5 jari BAC, lien tidak terabaEkstremitasAtas: simetris (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-)Bawah: simetris (+/+), edema (+/+) pitting, sianosis (-/-), akral dingin (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Darah Rutin (28 November 2014) jam 11.48Jenis PemeriksaanHasilUnit / satuanInterpretasi Nilai rujukan

HbALEosinofil BasofilNetrofilLimfositMonositHematokritEritrositTrombositMCVMCHMCHCGDSSGOTSGPTUreumCreatininCholesterol totalTrigliserida7.48.00.500.3079.5015.004.70212.810077273110715.010.0289.024.34176

236

gr/Dl103/L%%%%106/L103/L106/L103/LfLpgg/dLmg/dLU/LU/Lmg/dLmg/dLmg/dL

mg/dL

LowNormalLow NormalHighLowNormalLow LowLowLowNormalNormalNormalNormalNormalHighHighNormal

High

(13.2-17.3)(3.8-10.6)2,00-4,000-150-7025-402-840-524.40-5.90150 -40080-10026-3432-3670-1500-500-50< 500.60 - 1.10< 220

70.0 - 140.0

Pemeriksaan Ro Thorax PA (18 Februari 2015)

Cor: Kesan membesarPulmo: Corakan bronkovaskuler bertambah dengan bercak-bercak kesuramanTampak kesruaman homogeny pada basal paru Dx diaphragm dan sinus dbn

Kesan: Cor : Cardiomegali Pulmo : Gbr. bronchopneumoniaDDx TB paruEfusi pleura DxEKG (17 Februari 2015)

Kesan : Irama sinus takikardi, LVH, E. RESUMEPasien laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan utama Sejak 2 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan sesak napas. Keluhan dirasakan semakin lama bertambah berat terutama saat pasien beraktivitas dan saat istirahat sekalipun pasien masih merasakan sesak sehingga pasien sulit untuk tidur. Pasien lebih nyaman menggunakan ganjal 2 bantal saat tidur. Keluhan sesak napas disertai dengan kondisinya yang mudah lelah, pusing, diare, BAK tidak lancar dan mual, serta kedua kaki yang membengkak. Keluhan nyeri dada, demam, dan muntah disangkal oleh pasien.Sejak 3 bulan yang lalu pasien pernah di diagnosis dengan gagal ginjal kronik. 4 tahun yang lalu pernah operasi operasi batu ginjal di jogja. Pasien juga mengaku mempunyai riwayat Hipertensi. Riwayat DM, alergi, Batuk lama di sangkal. Pasien pernah merokok tetapi sudah lama berhenti, pasien tidak memiliki kebiasaan minum-minuman keras, ataupun minum jamu dan pasien terbilang jarang olahraga. pasien berasal dari keluarga menengah kebawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 208/122 mmHg, nadi 109x/menit, RR 30 x/menit, suhu 36,60C per aksiler, JVP R+3, batas jantung kesan melebar, didapatkan gallop, terdapat ronkhi basah halus dikedua lapang paru, abdomen supel, tidak didapatkan nyeri tekan, didapatkan oedem pitting di ekstremitas bawah.Pemeriksaan darah rutin menunjukan Hb, Hmt, Trombosit, MCV, menurun dan Ureum, Kreatinin, asam urat, TG meningkat. Foto rontgen thorax menggambarkan jantung membesar dan terdapat corakan bronchovaskuler. EKG menunjukan adanya irama sinus takikardi dan LVH.F. DIAGNOSISDiagnosis anatomi : dilatasi LVDiagnosis fungsional : dekompensatio cordis NYHA IVDiagnosis etiologi : Chronic Kidney Disease disertai CHF.G. TERAPI1. NON MEDIKAMENTOSAa) O2 2-3 L/menitb) Tirah baringc) diet rendah garam (90 mL/min/1.73m2)2. Derajat 2 : Reduksi minimal GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)3. Derajat 3 : Reduksi moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)4. Derajat 4 : Reduksi berat GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)5. Derajat 5 : Gagal ginjal (GFR < 15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)Pada derajat 1 dan 2, nilai GFR saja tidak cukup untuk memastikan diagnosis. Pemeriksaan lain yang menandakan kerusakan ginjal harus dilakukan, seperti komposisi abnormal darah dan urin serta abnormalitas dalam pemeriksaan radiologi. Pasien dengan gagal ginjal derajat 1 sampai 3 umumnya asimtomatis, manifestasi klinik umumnya baru akan muncul pada derajat 4 dan 5.

Tabel. Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)DerajatPrimer (LFG)Sekunder = Kreatinin (mg%)

ANormalNormal

B50-80 % NormalNormal - 2,4

C20-50 % Normal2,5 4,9

D10-20 % Normal5,0 7,9

E510 % Normal8,0 12,0

F< 5 % NormalLebih dari 12,0

Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik sebagai berikut :1. Penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40-75%)Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intac nephron hypothesis. Kelompok pasien ini sering ditemukan pada pemeriksaan lab rutin secara tidak sengaja 4.2. Insufisiensi ginjal (LFG = 20-50 %)Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah memperlihatkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hhiperurikemia. Pasien pada tahhap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure artinya gambaran klinik gagal ginjal akut (GGA) pada seorang pasien gagal ginjal kronik (GGK), dengan trigger yang memperburuk faal ginjal (LFG). Sindrom ini sering berhubungan dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG) 4.Sindrom acute on chronic renal failure : Oliguria Tanda-tanda overhidrasi (edema paru, bendungan hepar, kardiomegali) Edema perifer (ekstremitas dan otak) Asidosis, hiperkalemia Anemia Hipertensi beratKlinik sering dikacaukan dengan penyakit jantung hipertensif.3. Gagal ginjal (LFG = 5-25 %)Gambaran klinik di laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhidrasi atau dehidrasi, kelainan lab, seperti penurunan HCT, hiperurisemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia, kalium serum biasanya masih normal 4.4. Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5 %)Sindrom azotemia dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan banyak organ (multi organ).B. EtiologiEtiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain 4.

C. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth ,factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap, berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibroisis glomerulus maupun tubulointerstitial 4.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kernudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisms fosfor dan kalsium, pruritus. mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cema. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natriurn dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan Sampai pada stadium gagal ginjal 4.D. Gambaran KlinisGambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: a). Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya. b). Sindrom uremia (azotemia), yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (vohinie overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. c). Gejala koniplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) 3.1. Kelainan hemopoeisisAnemia normokrom normositer sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg % atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Dalam penentuan hematokrit akan lebih penting dari pada penentuan jumlah hemoglobin (Hb) karena : Penurunan hematokrit akan terlihat lebih dulu daripada jumlah Hb Hematokrit dapat dipakai untuk menuntun selama transfusi darahAnmia pada GGK bersifat kompleks, mungkin berhubungan dengan anemia normokrom normositer, anemia hemolisis, anemia akibat defisiensi besi.Beberapa hipotesa mekanisme anemia adalah sebagai berikut : Azotemia-related anemiaFaktor utama kontribusi anemia terkait azotemia yaitu defisiensi eritropoietin oleh sel peritubuler sebagai respon hipokia lokal akibat pengurangan parenkim ginjal fungsional (mass of functional paenchyma). Penurunan masa hidup eritrosit Defisiensi Fe Defisiensi vitamin B12 dan asam folat menyebabkan anemia hipokrom makrositer Perdarahan saluran cerna dan uterus 3.

2. Kelainan saluran cernaMual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien. 3. Kelainan mataGangguan dapat berupa penurunan visus. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, seperti hemodialisa. Retinopati dapat disebabkan oleh hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien GGK 4.4. Kelainan sistem kardiopulmonum4.1 KardiovaskulerBeberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi di sistem vaskuler,, sering dijjumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal, dapat meyebabkan gagal faal jantung. Umumnya gagal jantung yang terdapat gagal ginjal sangat resisten terhadap obat konvensional dan dinamakan gagal jantung refrakter 4.4.2 HipertensiPatogenesis hipertensi ginjal sangat komplek, melibatkan peranan keseimbangan natrium, aktivitas renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medula ginjal, akitivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lain seperti cardiac output dan hipoklasemia. Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraseluler. Ekspansi volume plasma akan mempertinggi tekanan pengisian jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output. Kenaikan COP mempertinggi tonus arteriol dan meningkatkan tahanan perifer. Kenaikan tonus vaskuler arteriol akan menimbulkan mekanisme umpan balik sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal kenaikan tekanan darah (hipertensi) masih dipertahankan. Pada gagal ginjal, sistem buffer tekanan darah yang diatur oleh sinus karotikus tidak lagi berfungsi secara adekuat karena telah terjadi perubahan mangenai volume dan tonus pembuluh darah arteriol 4.

4.3 Kalsifikasi pembuluh darah periferKalsifikasi sering ditemukan pada pasien gagal gginjal terminal terutama yang menjalani hemodialisa intermitten. Kalsifikasi yang berat dapat menyebabkan gangren ekstremitas 3.4.4 Paru uremic (edema paru)Gambaran radiologis paru azotemia sangat khas dan dinamakan butterflyy attau bat-wing distribution. Mekanisme diduga berhubungan dengan kenaikan permeabilitas kapiler paru akibat toksin azotemia. Pada azotemia merupakan indikasi mutlak untuk melakukan dialisis 4.

Gambar. Sindrom azotemia

E. Pemeriksaan PenunjangGambaran LaboratorisGambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureurn dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum Baja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asarn urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.d) Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi: a). Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b). Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c). Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi. d). Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e). Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi 4.Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi GinjalBiopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gaga) napas, dan obesitas 4.F. PenatalaksanaanTujuan terapi konservatif pada gagal ginjal kronik, yaitu :1. Mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif2. Meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia3. Mempertahnkan dan memperbaiki metabolisme secara optimum4. Memlihara keseimbangan cairan dan elektrolit 7.

Gambar. Algoritma program terapi gagal ginjal kronik

1. Terapi KonservatifPeranan dietTerapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. DRP bertujuan : mempertahankan keadaan nutrisi optimal, mengurangi akumalasi toksin azotemia, mencegah perburukan faal ginjal akibat glomerulosklerosis 3.2. Terapi FarmakologisTerapi Farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertenasi, di samping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik 4.Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Converting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.1. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit KardiovaskularPencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45 % kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah, pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan 4.2. Pencegahan dan Terapi Terhadap KomplikasiPenyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.3. AnemiaAnemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum/ serum iron, kapasitas ikat besi Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 12g/dl 3,4.4. Osteodistrofi RenalOsteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cema. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia 4.5. Mengatasi Hiperfosfatemiaa) Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori. rendah protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya malnutrisi 4.b) Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate 4. c) Pemberian bahan kalsium mimetik (calcium mimetic agent). Akhir-akhir ini dipertimbangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik serta efek sarnping yang minimal 4.3. Pembatasan Cairan dan ElektrolitPembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible water loss antara 500 -800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditarnbah jumlah urin 4,7.Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natriurn dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/ mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

G. Tinjauan Tentang Farmakologis1. Ringer Laktat (RL)Ringer laktat (RL) merupakan cairan yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. Keunggulan terpenting dari larutan RL adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan. Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya ketosis.Komposisi dan sediaan: Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+(130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), K+ dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaan yang tersedia adalah 500 ml dan 1.000 ml 5,2.Indikasi: mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik 2.Kontraindikasi: hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat 2.Efek samping: edema jaringan pada penggunaan dengan volume yang besar, biasanya pada paru-paru. RL juga dapat menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob 6.

2. NaCl 0,9% 2Kandungan: sodium chloride 0,9%Indikasi: Pengganti cairan plasma isotonik yang hilang, pengganti cairan pada kondisi alkalosis hipokloremia.Kontraindikasi: Hipernatremia, asidosis, hipokalemia.Perhatian: Gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal, hipoproteinemia, edema perifer atau paru, hipertensi, toxemia pada kehamilan, anak, lanjut usia. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.Efek samping: Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi, trombosis atau flebitis yang meluas dari tempat injeksi, ekstravasasi.Kemasan: Larutan infus NaCl 0,9% x 500 mL.Dosis: Dosis bersifat individual. Dosis lazim: 1000 mL/70 kg berat badan/hari dengan kecepatan infus sampai dengan 7,7 mL/kg berat badan/jam.

3. Spirolonakton 2,6Merupakan penghambat aldosteron berupa steroida. Mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari setelah pengobatan. Daya diuretisnya agak lemah, maka khusus digunakan terkombinasikan dengan antidiuretik lainnya. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa spironolakton pada gagal jantung berat berdaya mengurangi resiko kematian sampai 30%.Farmakokinetik : A : bioavailibility 70%, D : Vd 0,05 l/kg Ikatan protein plasma > 98% M : menjadi cantreonat yang aktif dan metabolit lain di hepar.Indikasi : Hipertensi, edema.Efek samping obat : Hiperkalemi (pada fungsi ginjal terganggu), Hiponatremi, dehidrasi, hiperkalsiuri, eskresi magnesium berkurang, asidosis hiperkloremik pada sirosis hepatis, dekompensata, Libido , impoten, ginekomasti, gangguan menstruasi (efek anti androgen), Gangguan GIT, Sakit kepala, mengantuk, kebingungan, jarang: ataksia, urtikariaBentuk dan sediaan: Tablet 25 mg, 100 mg, PO 100-200 mg/hari, Anak 3 mg/kg/hari.Interaksi obat: efek diuretik bila bersamaan dengan asam asetilsalisilat, bahaya hiperkalemi bersama kaptopril litium-clearence renal, Mengurangi reaksi jaringan thd noradrenalin, konsentrasi digoksin karena hambatan sekresi tubuler pada ginjal, efek carbenoxolon. (Ganiswarna, S.G., dkk. 1995)

4. Bisoprolol 2,6Anti hipertensi yg memblok adrenerguk reseptor 1 pada jaringan jantung Efek: memperlambat denyut jantung sinus dan menurunkan tekanan darah.Dosis dan sediaan: Film-co tab.2,5, 5 mg Dosis: Hipertensi Dewasa Awal 5 mg/hr dapat ditingkatkan 20 mg/hr Org tua Awal 2.5-5 mg/hr dapat ditingkatkan 2,5-5 mg/hr Max. 20 mg/hr .Farmakokinetik. A: baik diserap dari GIT D: protein binding 25-33% M: di hepar E: melalui urine T1/2 9-12 jam (meningkat pd gagal ginjal).Indikasi: Hipertensi.Perhatian: Gangguan ginjal dan hati, bronkospasme, DM.Efek samping obat: Sering: hipotensi-pusing, mual, sakit kepala, akral dingin, lemas, konstipasi atau diare. Jarang: insomnia, Flatulence, sering kencing, impotensi atau penurunan libido Jarang Rash, nyeri sendi dan otot, hilang nafsu makan.Interaksi obat: Adenosin: bradikardi 1 adrenergik reseptor: membatasi potensi dosis pertama Amiodarone: meningkatkan efek bradikardi bisoprolol Antidiabetik: mengurangi efek hipoglikemi Barbiturat: membatasi metabolisme bisoprolol Cimetidin: meningkatkan level plasma bloker Clonidin: rebound hipertensi Cocaine: Vasokonstriksi koroner Digoxin, digitoxin: bradikardia potensiasi, perpanjangan waktu konduksi atriventricular Dypiridamol: additive bradikardi NSAID: menurunkan efek antihipertensi (Ganiswarna, S.G., dkk. 1995).

5. Furosemid Merupakan diuretik kuat yang menghambat reabsorbsi NaCl ansa Henle asendens.a. FarmakokinetikDiuretik kuat diabsorbsi dan dieliminasi melalui sekresi ginjal dan filtrasi glomerulus. Respon kerja obatnya bervariasi antara 2 3 jam. Furosemide bekerja pada bagian luminal tubulus yang responnya berhubungan positif dengan sekresinya di urin. Gangguan kerja obat ini biasanya jika diberikan bersama indometasin dan probenesid sehingga clearancenya terhambat.Ketersediaan oral 61 %, eksresi melalui urin 66 %, berikatan dalam plasma 99 %, waktu paruh 1 jam. Konsentrasi toksik 25 mg/L.b. FarmakodinamikObat ini menghambat sistem transpor pasangan Na+/K+/2Cl- di membran luminal bagian tebal ansa henle asendens. Penghambatan ini, menurunkan reabsorbsi NaCl dan mengurangi potensial positif lumen. Hilangnya potensial positif menyebabkan peningkatan ekskresi Mg2+ dan Ca2+ sehingga terjadi hipomagnesium sedangkan hipokalsemia tidak terjadi karena adanya reabsorbsi kembali kalsium di tubulus kontortus distal. Indikasi: Furosemide dapat mengurangi kongesti paru dan menurunkan tekanan ventrikel kiri pada CHF, sirosis hepar, sindrom nefrotik, hiperkalemia, gagal ginjal akut toksik bromida, fluorida, dan yodida. Terapi tunggal atau kombinasi untuk hipertensi ringan s/d sedang. Terapi cepat edema paru akut biasanya melalui parenteral. Edema pada eklampsi dan kehamilan.Dosis: oral = edema dewasa: awal 20 80 mg dosis tunggal ulangi 6 8 jam jika diperlukan. Dapat ditingkatkan 20 40 mg tiap 6 8 jam. Edema akut: dosis maksimal 600 mg/hari. Anak: awal 1 2 mg/kgBB dapat ditingkatkan dalam 6 8 jam. Dosis maksimal 6 mg/kgBB. Maintenance: turunkan hingga dosis minimal efektif. Hipertensi dewasa: 40 mg 2x/hari. Parenteral: Edema dewasa: 20 40 mg IV/IM (IV diberikan perlahan 1 2 menit). Setelah 2 jam tingkatkan sebanyak 20 mg. Edema paru 40 mg IV, dapat diulang 1 jam kemudian. Dosis maksimal 80 mg. Anak: 1 mg/kgBB IM/IV dapat ditingkatkan 2 jam kemudian. Dosis maksimal 6 mg/kgBB.Kontraindikasi: hipersensitif sulfonamid, anuria, koma hepatica, hipokalemia, awal kehamilan, dalam terapi litium.Perhatian: defisiensi elektrolit, hamil, laktasi, geriatric, gangguan fungsi ginjal, gangguan hepar, hipertrofi prostat, gangguan miksi, pengguna digitalis.Efek samping: gangguan GI, hipersensitivitas, reaksi SSP, reaksi kulit, hiperglikemia, glikosuria, hiperurisemia, reaksi hematologik, vertigo, sakit kepala.Interaksi obat: induksi kerja antihipertensi d-tubokurarin, Toksik aminoglikosida, sefalosporin, litium, salisilat, glikosida jantung, penurunan aktivitas diuretik jika dengan probenesid, meningkatkan hipotensi ortostatik dengan alkohol, narkotik, barbiturat, meningkatkan sensitifitas digitalis. Furosemide menurunkan metabolism propanolol sehingga efeknya meningkat. Jika dengan NSAID menyebabkan penurunan diuretik, natriuretik dan respon antihipertensinya.Toksisitasa. Alkalosis metabolik hipokalemia: furosemide meningkatkan sekresi ion kalium dan hidrogen.b. Ototoksik: bersifat reversibel, kembali normal jika obat dihentikan. Biasanya terjadi dengan penderita gangguan fungsi ginjal dan pengguna antibiotic aminoglikosida.c. Hiperurisemia: hipovolemia menyebabkan reabsorbsi asam urat pada tubulus proksimal. Hal ini bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah furosemide.d. Hipomagnesemia: terjadi jika penggunaan kronik diuretik kuat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian magnesium oral.e. Alergi: hal ini segera menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.Sediaan: Tab 40 mg 10 x 10, Tab 20, 40, 80 mg. Larutan 8, 10 mg/ml. Amp 10 mg/ml x 2 ml x 5.Keadaan khusus: tipe C: pada manusia belum ada penelitian atau tidak ditemukan ancaman terhadap janin tetapi pada hewan coba ada gangguan.

6. Amlodipin 2,6Farmakodinamik: Bekerja dengan menghambat influk ca mengakibatkan vasodilatasi dan penurunan kontraksi jantung.Farmakokinetik:A: lambat diabsorbsi di GID: protein binding 93%M: di heparE: melalui urineT 30-50 jamIndikasi: Hipertensi Chronic, angina pectoris, Renal impairement. Dosis : Dws awal 5 mg/hr single dose. Max 10 mg/hr Lansia 2,5 mg/hr.Efek samping: Edema perifer, sakit kepala, flushing, palpitasi, mual, bradikardia, & hipotensi. Cara Pemakaian: diberikan secara oral.

7. Asam Folat 2,6Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. PmGA bersama-sama dengan konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamat, membentuk suatu kelompok zat yang dikenal sebagai folat. Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan (pemasakan) makanan. PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzim yang berfungsi pada transfer unit karbon tunggal. Berbagai reaksi penting yang menggunakan unit karbon adalah : (1) sintesis purin melalui pembentukan asam inosiat; (2) sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat; (3) interkonversi beberapa asam amino misalnya antara serin dengan glisin, histidin dengan asam glutamat, homosistein dengan metionin. Kebutuhann tubuh akan folat rata-rata 50g sehari, dalam bentuk PmGA, tetapi jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan laju malih sel (cell turn-over) setiap harinya. Komposisi dan sediaan: Asam folat tersedia dalam bentuk tablet yang mengandung 0,4; 0,8 dan 1 mg asam pteroilglutamat dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/mL. Selain itu, asam folat terdapat dalam berbagai sediaan multivitamin atau digabung dengan antianemia lainnya. Asam folat injeksi biasanya hanya digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi antifolat (antikanker).Indikasi: penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobatan defisiensi folat.Kontraindikasi: -Efek samping: jarang terjadi dan berupa reaksi alergi, juga gangguan lambung-usus dan sukar tidur.

8. Kalsium Karbonat 2,6Formula kimia kalsium karbonat adalah CaCO3. Umumnya secara medis digunakan sebagai antasida. Kalsium karbonat akan bereaksi dengan air dan tersaturasi dengan karbondioksida untuk membentuk kalsium bikarbonatCaCO3 + CO2 + H2O Ca(HCO3)2Indikasi : hiperfosfatemia pada gagal ginjal kronis, diare.Dosis : 2,5 gr/hari hingga 17 gr/hari dengan dosis terpisahSediaan : tablet 600 dan 1000 mg. 1 mg dapat menetralkan 21 mEq asam.Efek samping : konstipasi, flatus, hiperkalsemia, alkalosis metabolik, kalsifikasi jaringan, hipersekresi gaster.Kontraindikasi : Pasien dengan riwayat kalkuli renal, hiperkalsemia, dan hipopospatemia.Interaksi obat : Penggunaan Ca karbonat dengan tiazid diuretik atau vitamin D dapat menyebabkan milk alkali syndrome. hiperkalsemia. Penurunan absorbsi terjadi jika digunakan bersama kortikoseroid, tetrasiklin, quinolon, atenolol, Zn, dan kalsium channel blocker. Penggunaan bersama digitalis dapat memicu intoksikasi digitalis.

9. Captopril 2,6Merupakan golongan ACE inhibitor yang menekan sistem angiotensi-aldosteron dan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, menurunkan kadar angiotensin II, meningkatkan aktivitas renin, dan menurunkan sekresi aldosteron, serta menurunkan tahanan perifer.Farmakokinetik : golongan obat ini cepat diabsorbsi di GIT. Untuk proses distribusinya total protein binding 25-30%, dimetabolisme di hepar dan akan dieksresikan melalui urine dengan waktu paruh < 3 jam.Indikasi: Hipertensi, CHF, Post MI, impaired liver function, Diabetic nephropathy, dan prevention of kidney failure.Kontraindikasi : angioedema, laktasi, hamil, stenosis aorta dan hipersensitif.Dosis : Dosis: Awal 12,5-25 mg/2-3x/hr dapat ditingkatkan 50 mg/2-3x/hr Maintenance 25-150 mg/2-3x/hr.Efek Samping : batuk kering, stomatitis, ruam, pruritus, demam, anemia, iritasi GIT, hipotensi, angioedema, takikardia, proteinuria, peningkatan ureum dan kreatinin.

10. Nifedipin 2,6Sebagai agen antiangina dan antihipertensi yang menghambat pergerakan ion kalsium melewati membran sel, menekan kontraksi jantung dan otot polos vaskuler. Efek: meningkatkan denyut jantung dan cardiac output, menurunkan resistensi vaskuler dan tekanan darah.Farmakokinetik : Di absorpsi lengkap di saluran cerna dengan kadar protein binding 92-98%. Obat ini akan dimetabolisme di hepar dan akan di ekskresikan melalui urine dengan waktu paruh 2-5 jam.Indikasi: Hipertensi esensial dan angina stabil.Kontraindikasi : hipertemsi parah dan diabetes mellitus.Dosis : Dosis: untuk Angina, per oral Dewasa, org tua, 10 mg 3 kali sehari, ditingkatkan 7- 14 hari interval. Maintenace 10 mg 3 kali sehari sampai 30 mg 4 kali sehari per oral (extended release). Awal 30-60 mg/hr. Maintenance sampai 20 mg/hari. Untuk Hipertensi essensial, PO (extended release) Dewasa, org tua Awal 30-60 mg/hr. Maintenance sampai 20 mg/hariEfek Samping : edema perifer, sakit kepala, pusing, mual, gemetar, kram otot, nyeri, mengantuk, palpitasi, kongesti nasal, batuk, sesak, dan whezzing.

11. Allopurinol 2,6Allupurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Allopurinol termasuk dalam golongan NSAID yang berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Selain itu juga dapat digunakan untuk gangguan fungsi ginjal.Farmakokinetik : Allupurinol memiliki masa paruh yang pendek 1-2 jam sehingga cukup diberikan satu kali sehari.Indikasi : Obat ini terutama berguna mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal atau adanya batu urat pada ginjal juga berguna mengobati penyakit pirai sekunder akibat penyakit lain seperti polisitemia vera,leukimia dan psoriasis.Kontraindikasi : Hamil, laktasi, dan serangan gout akut.Dosis : untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang lebih berat. Untuk pasien gangguan fungsi ginjal dosis cukup 100-200 mg sehari. Dosis untuk hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak 6-10 tahun 300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun 150 mg sehari.Efek Samping : Reaksi kulit dan obat harus dihentikan sebelum reaksi menjadi lebih berat. Allupurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga pada awal terapi penggunaan bersama kolkisin juga diperlukan sampai kadar asam urat dalam serum mencapai normal atau berkurang hingga 6 mg/dLH. Hubungan CKD Dengan CHFChronic Kidney Diseases (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis dan Congestive Heart Failure (CHF) atau Gagal Jantung Kongestif dapat dialami bersamaan pada seorang individu dan memberikan beberapa masalah dalam penanganannya. Penyebab tersering munculnya CKD pada seseorang adalah adanya penyakit diabetes, hipertensi, glomerulonephritis dan polycystic kidney disease. Panyakit kardiovaskuler menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang memerlukan renal replacement therapy (terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis atau peritoneal dialysis) hingga mencapai lebih dari 50% kematian. Faktor resiko standar munculnya penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, diabetes, merokok, dislipidemia dan adanya atherosklerosisi pembuluh darah juga merupakan factor resiko terjadinya disfungsi organ ginjal. Selain factor resiko diatas, kejadian gagal ginjal sendiri dapat mempercepat perkembangan penyakit kardiovaskuler dan memperburuk prognosis Gagal Jantung. Disfungsi miokard merupakan hal yang paling sering terjadi dengan adanya disfungsi ginjal yang progresif hingga 80% pasien yang memiliki ekokardiogram abnormal sebelum dilakukannya dialysis dan hampIr 30% pasien memiliki bukti menderita CHF saat onset dialysis. CKD diketahui berhubungan dengan kejadian hipertensi, anemia dan overload volume, hyperparathyroidism dan metabolism kalsium fosfat yang abnormal. Faktor faktor tersebut telah dihubungkan dengan perkembangan terjadinya left ventricular hypertrophy (LVH), left ventricular dilatation, myocardial fibrosis dan kalsfikasi pembuluh darah serta katup jantung. Selain itu gangguan kondisi lingkungan alamiah tubuh yang berhubungan dengan status uremia memicu terjadinya peningkatan stress oksidatif, kolesterol LDL dan hiperhomosisteinemia yang akan menjadi faktor resiko atherosclerosis pada populasi secara umum. Akumulasi advanced glycosylation end-products (AGEs) dan asymmetric dimethyl arginine (ADMA), dan endogenous inhibitor of nitric oxide synthase, merupakan faktor resiko terjadinya disfungsi endotel pada pasien gagal ginjal.1. Patofisiologi CHF pada CKDFungsi Ginjal dan Tekanan DarahCKD merupakan penyebab paling sering terjadinya hipertensi sekunder dan terdapat korelasi langsung antara peningkatan tekanan darah dan resiko menjadi Gagal Ginjal Kronis. Walaupun terdapat fakta yang kontroversi terhadap hubungan hipertensi dan outcome pada pasien dengan dialysis. Hal ini terjadi karena efek hipertensi berkepanjangan pada pasien CKD yang menghasilkan ikutan berupa gagal jantung dengan efek penurunan tekanan darah. Namun, pada studi prospektif terdaoat hubungan yang jelas antara peningkatan tekanan darah rata-rata dan progresif LVH, gagal jantung de novo dan kematian akibat kardiovaskular.

2. Fungsi Jantung dan AnemiaPada penyakit CKD, anemia terjadi karena adanya defisiensi erythropoietin relaitf yang juga merupakan penentu penting terjadinya LVH. Kompensasi sirkulasi hiperdinamik oleh jantung akan muncul pada pasien dengan penurunan kapasitas transport oksigen ke jaringan akibat adanya anemia pada CKD. Pola pelebaran geometri ventrikel kiri dengan tipe konsentrik ditemukan biasanya pada pasien ini yang berhubungan dengan efek dari overload tekanan karena Hipertensi serta tipe eksentrik bisa berhubungan dengan overload volume yang berhubungan dengan anemia. Bukti LVH terinduksi anemia diketahui dari temuan pola eksentrik pada LVH dua kali lebih sering dibandingkan temuan tipe konsentrik pada pasien dengan CKD. Proporsi ini akan meningkat sesuai dengan keparahan penyakit dan penurunan fungsi ginjal dimana 20% berada pada grade II menurut klasifikasi NYHA dan 80% pada grade IV. Prognosis yang buruk berkaitan dengan kondisi LVH dan gagal ginjal dapat ditingkatkan dengan cara kontrol yang optimal terhadap tekanan darah dan koreksi anemia dengan rekombinan erythropoietin (EPO). Perbaikan parsial ataupun komplit dari LVH dengan terapi EPO telah dilaporkan terjadi dengan mekanisme peningkatan suplai oksigen miokardial dan menimbulkan reduksi dari cardiac output dan beban kerja jantung. Efek samping utama pemberian EPO adalah peningkatan tekanan darah yang akan meningkatkan cardiac afterload dan melawan keseimbangan dari manfaat koreksi anemia. Koreksi anemia juga diketahui akan mengkoreksi disfungsi platelet akibat status uremik dalam darah dan meningkatkan viskositas darah.Target hemoglobin atau hematrokit pada pasien dengan disfungsi ginjal yang progresif sampai saat ini masih belum ditetapkan. Suatu studi besar tentang terapi anemia pada pasien dengan homodialisis resiko tinggi (pasien CKD dengan CHF dan Penyakit Jantung Koroner) dihentikan dilakukan karena saat perjalanan studi ditemukan analisa yang menujukkan peningkatan jumlah kematian dan infark miokard pada grup dengan target hematokrit yang lebih tinggi. Namun, suatu studi lainnya pada pasien dengan CHF menunjukkan suatu manfaat dari manajemen menjaga kadah hemoglobin 12,5g/dL menggunakan EPO dan zat besi. Fraksi ejeksi ventrikel kiri mengalami peningkatan pada grup dengan terapi anemia aktif dan ditemukan waktu perawatan di rumah sakit berkurang.3. Perubahan MetabolitSeperti ditampilkan diatas, pada CHF terdapat aktivasi reflek dari RAAS untuk mengembalikan volume sentral. Efek dari respon ini adalah timbulnya abnormalitas elektrolit yang biasanya bermakna dan bisa juga tersamarkan pada penggunaan diuretic. Kadar sirkulasi pada plasma dari peptide natriuretik ANP dan BNP meningkat pada respon terhadap ekspansi volume darah. Pada CHF derajat berat terdapat pula cachexia akibat peningkatan penggunaan energy istirahat dan aktivasi sitokin. Oleh karena itu bisa terjadi pengaturan ulang terhadap mekanisme homeostasis tanpa adanya perburukan dari fungsi ginjal. CKD juga berhubungan dengan abnormalitas metabolism kalsium dan fosfat yang dapat memperngaruhi morbiditas kardiovaskuler. Terdapat hubungan langsung antara status hiperphosphataemia dengan mortalits pasien pada CKD. Hiperparatiroid sekunder dan peningkatan kalsium beserta kadar phosphate telah mampu dihubungkan dengan percepatan kalsifikasi arteri koroner dan katup jantung. Sel endotel vaskuler miokard mampu mengekspresikan reseptor dari hormone paratiroid dan sudah dijelaskan bawha hiperparatiroid berperan terhadap disfungsi miokard dengan mekanisme Forforilasi oksidatif tak berpasangan, penurunan konsentrasi ATP di tingkat selular dan mempengaruhui pengeluaran kalsium dan mengarah kepada overload kalsium pada intrasel kardiomiosit. Sebagai tambahan pada penelitian hewan telah mampu ditunjukkan bahwa peningkatan hormone paratiroid berhubungan dengan firbosis intra-miokard. Namun penelitian klinis belum mampu secara pasti menunjukk hiperparatiroid dengan outcome kardiovaskuler. Walaupun masih belum ada data yang jelas, usaha manajemen hiperphosphatemia sebaiknya dipertimbangkan dengan menggunakan pengikat phosphate yang tidak menggunakan kalsiu, karena akan mampu untuk memperlambat kalsifikasi katup jantung dan arteri.4. Diagnosis CHFDiagnosis CHF sebaiknya ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien. Klinisi harus mampu untuk menentukan secara cepat dan akurat mengenai 1. Status volume sirkulasi pasien, 2. Perfusi atau penunjang sirkulasi yang adekuat, dan 3. Peran atau keberadaan faktor presipitasi dan atau komorbiditas pada pasien.Apabila diagnosis CHF tidak bisa ditegakkan melalui tanda dan gejala yang khas maka penentuan kadar BNP plasma dapat dipikirkan selanjutnya pada pasien dengan dyspnea untuk mengetahui lebih pasti sumber kelainan organiknya.Berikut ini adalah gejala serta tanda pada pasien dengan CHF yang dapat dibagi menjadi tanda kongesti serta tanda penurunan cardiac output:Tanda dan Gejala Kongesti:DyspneaBengkak pada kaki

OrthopneaPeningkatan berat badan tiba tiba

Paroxysmal nocturnal dyspneaGangguan tidur (cemas atau lapar udara)

Batuk (recumbent atau exertional)Rasa tidak nyaman pada dada

Rasa tidak nyaman pada perut atau ulu hatiKebingungan yang tidak bisa dijelaskan, gangguan status mental atau kelemahan

AscitesMual atau anoreksia

Mudah kenyangEdema tanpa sebab yang jelas

Batuk berdarah atau dahak kotor

Tanda dan Gejala Penurunan Cardiac Output:Mudah lelahRasa tidak enak badan

Energi yang burukGangguan konsentrasi atau memori

Penurunan toleransi aktivitasGangguan tidur

CachexiaSomnolence atau kebingungan

Kelemahan atau Penurunan massa ototTakikardia saat istirahat

Mual atau Penurunan nafsu makanOligouria sepanjang hari, nocturia berbaring

Mudah kenyangEkstremitas dingin atau vasokonstriksi

Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskanNafas Cheyne stoke (dengan atau tanpa periode apneua)

Berdasarkan gejala dan tanda yang dapat ditemukan diatas, ditetapkan suatu kriteria diagnosis menurut system Framingham untuk memudahkan dalam menegakkan diagnosis pasien dengan kecurigaan menderita CHF. Gejala dan tanda diatas akan dikelompokkan menjadi kriteria mayor dan kriteria minor, dimana selanjutnya diagnosis CHF dapat ditegakkan apabila memenuhi:a. 2 Kriteria Mayor terpenuhi, ataub. 1 Kriteria Mayor dan 2 Kriteria Minor terpenuhi secara bersamaan, dengan syarat kriteria minor berlaku apabila gejala yang muncul bukan akibat kondisi medis lainnya.Kriteria Diagnosis CHF menurut FraminghamKriteria MayorKriteria Minor

Paroxysmal nocturnal dyspneaBatuk pada malam hari

Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari sesuai respon terhadap terapi Sesak pada aktivitas sehari - hari

Distensi vena pada leherPenurunan kapasitas vital 1/3 dari kapasitas maksimal yang tercatat

Rhonki pada paruEfusi pleura

Edema paru akutTakikardi (120 kali/menit)

Refluks hepatojugularHepatomegali

S3 gallopEdema ankle bilateral

Tekanan vena sentral >16 cmH2O

Waktu sirkulasi selama 25 detik

Kardiomegali pada radiografi

Temuan edema paru, kongesti organ visceral atau kardiomegal pada otopsi

Setelah diagnosis CHF ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah menetapkan staging dari CHF tersebut. Staging CHF yang dapat digunakan hingga saat ini tersedia 2 kriteria yaitu menurut ACC/AHA (American College of Cardiology/American Heart Association) dan menurut NYHA (New York Heart Association) dimana pada ACC/AHA lebih menggolongkan berdasarkan perkembangan kelainan structural pada jantung dan gejalanya. Berikut ini disajikan pembagian staging menurut klasifikasi yang berbeda:NYHA Functional Classification of Heart FailureKelasFunctional Capacity (Kapasitas Fungsional)

IPasien tampa keterbatasan pada aktifitas fisik

IIPasien dengan keterbatasan ringan pada aktivitas fisik dimana dengan aktivitas sehari-hari, pasien mengeluh kelelahan, palpitasi, sesak atau nyeri dada, pasien merasakan lebih nyaman saat istirahat.

IIIPasien dengan keterbatasan yang lebih nyata pada aktivitas fisik, dimana dengan aktivitas yang lebih ringan dibandingkan aktivitas sehari-hari, pasien mengeluh kelelahan, palpitasi, sesak atau nyeri dada, pasien merasakan lebih nyaman saat istirahat.

IVPasien yang tidak mampu untuk melakukan aktivitas apapun tanpa adanya rasa tidak nyaman namun masih juga merasakan keluhan gagal jantung atau nyeri dada (angina) walaupun dalam kondisi istirahat. Rasa tidak nyaman akan meningkat apabila pasien melakukan suatu aktivitas fisik.

ACC/AHA Stages of Heart Failure DevelopmentTingkatDeskripsiContoh

ABerada dalam resiko tinggi mengalami gagal jantung namun tanpa kelainan jantung structural atau tanpa gejala gagal jantungPasien dengan penyakit jantung koroner, hipertensi atau diabetes mellitus tanpa adanya kelainan fungsi ventrikel kiri, hipertrofi atau distorsi geometric chamber

BAdanya kelainan jantung structural tanpa gejala dan tanda gagal jantungPasien asimptomatis namun memiliki LVH atau gangguan fungsi LV

CKelainan jantung structural dengan gejala gagal jantung yang dialami saat ini atau terdahuluPasien dengan gangguan stuktur jantung dan adanya sesak, badan lemas serta penurunan toleransi aktivitas

DGagal jantung yang susah disembuhkan dan memerlukan intervensi khususPasien dengan gejala yang bermakna saat istirahat walaupun dengan terapi medis yang maksimal

BAB IIIPEMBAHASAN

Dari identitas Pasien laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan utama Sejak 2 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan sesak napas. Keluhan dirasakan semakin lama bertambah berat terutama saat pasien beraktivitas dan saat istirahat sekalipun pasien masih merasakan sesak sehingga pasien sulit untuk tidur. Hal ini disebabkan oleh timbunan cairan di interstisiel. Pasien juga mengaku cepat lelah, hal ini merupakan tanda-tanda gagal jantung karena transportasi oksigen ke jaringan berkurang akibat jantung gagal memompa. Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda gagal jantung kanan yaitu edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena jugularis. Terdapat pula tanda-tanda gagal jantung kiri yaitu dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang terdapat kardiomegali, ronkhi basah halus pada basal baru, cepat lelah, suara gallop, ortopnoe, sesak apabila beralktifitas. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda dekompensasi kordis atau gagal jantung kongestif. Hal ini terjadi karena efek hipertensi berkepanjangan pada pasien CKD yang menghasilkan ikutan berupa gagal jantung dengan efek penurunan tekanan darah. Namun, pada studi prospektif terdaoat hubungan yang jelas antara peningkatan tekanan darah rata-rata dan progresif LVH, gagal jantung de novo dan kematian akibat kardiovaskular.Dimana Jantung gagal untuk memompa darah keseluruh tubuh menyebabkan gangguan perfusi oksigen sehingga tubuh melakukan beberapa kompensasi yaitu sistem RAA bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang memiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung yang akan menyebabkan edema, sistem saraf simpatis juga akan teraktivasi menyebabkan pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat secara maksimal untuk mempertahankan curah jantung. Gejala Sesak yang dirasakan pasien disebabkan kongesti vena pulmonalis menyebabkan berkurangnya kadar oksigen yang seharusnya ditrasportasikan keseluruh tubuh hal ini menyebabkan terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran udara.Vena pulmonalis yang kongestif dapat teregang dan dinding bronkus akna terjepit dan mengalami edema menyebabkan batuk non produktif dan mengi menyebabkan peningkatan kerja otot pernafasan untuk mengembangkan paru dan timbul dispnu. Asites dan edema tungkai disebabkan karena terganggunya hemodinamik tubuh ketika ventrikel kanan gagal untuk memompa darah ke arteri pulmonalis, tekanan vena cava superior akan meningkat dan menyebabkan peningkatan vena porta hepatika apabila tekanan melebihi tekanan onkotik plasma akan menyebabkan edema pada cavum peritonitis menyebabkan asites dan juga edema perifer. Edema perifer lebih mudah dilihat pada tungkai karena gaya gravitasi. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energy untuk kontaksi otot berkurang. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Author : Pradeep Arora. http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview (19 agustus 2011-08-23 MedScape Reference).2. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta. PT. Infomaster Lisensi dari CMP Medica. 2009/2010.3. Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RSUD Hasan Sadikin.4. Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.5. Tjay,Tan Hoan., Rahadja, Kirana. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT alex Media computindo.6. Ganiswarna, S.G., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.7. Siregar, P. 2007. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik. Jakarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.8. McFadden Jr. ER. In : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, (Eds.). 2001. Harrisons. Principles of Internal Medicine. Volume 2. 15Th Edition. USA: McGraw-Hill. p.1456-14629. Mansjoer A, Dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001: 51810. Trisnohadi, H. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1606-160811. Tjay,Tan Hoan., Rahadja, Kirana. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT alex Media computindo12. Ganiswarna, S.G., dkk. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. 200713. Katzung B.G (Editor). Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. EGC : Jakarta. 1998.14. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta. PT. Infomaster Lisensi dari CMP Medica. 2009/201015. Sweetman, S. C. 2005. Martindale The Complete Drug Reference 34th Edition. USA: Pharmaceutical Press