presentasi kasus diabetes melitus puskesmas dr. hafsha rizki

29
BAB I PENDAHULUAN Diabetes merupakan penyakit yang progresif, jika tidak dikelola dengan baik maka cepat jatuh pada komplikasi khususnya penyakit pembuluh darah. Secara garis besar ada 2 tipe diabetes yang utama, yaitu diabetes melitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. diabetes melitus tipe I merupakan diabetes yg disebabkan oleh kerusakan sel beta, sehingga terjadi kegagalan fungsi sel beta dalam mensekresikan insulin secara mutlak. Pasien seperti ini umumnya memerlukan insulin seumur hidupnya. Sedangkan mekanisme diabetes melitus tipe II umumnya didahului oleh resistensi insulin dan akhirnya akan terjadi disfungsi sel beta untuk mencukupi kebutuhan insulin endogen. Diabetes melitus tipe II tingkat prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun. Dilaporkan di USA terdapat 10 juta kasus diabetes setiap tahunnya, 600.000 kasus baru serta 75 % penderita diabetes melitus akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3:2, Hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan. Selain itu, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2012 telah mencapai lebih dari 371 juta orang di dunia (IDF, 2012). Sedangkan di Indonesia, WHO memprediksikan peningkatan jumlah penyandang diabetes melitus tipe II dari 8,4 juta orang di tahun 2003 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. 1

Upload: ernila-rizar

Post on 01-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PRESENTASI kASUS DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS PANGKALAN BALAI KAB BANYUASIN SUMATERA SELATAN OLEH Dr. HAFSHA RIZKI

TRANSCRIPT

Page 1: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes merupakan penyakit yang progresif, jika tidak dikelola dengan baik maka

cepat jatuh pada komplikasi khususnya penyakit pembuluh darah. Secara garis besar ada 2

tipe diabetes yang utama, yaitu diabetes melitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. diabetes

melitus tipe I merupakan diabetes yg disebabkan oleh kerusakan sel beta, sehingga terjadi

kegagalan fungsi sel beta dalam mensekresikan insulin secara mutlak. Pasien seperti ini

umumnya memerlukan insulin seumur hidupnya. Sedangkan mekanisme diabetes melitus tipe

II umumnya didahului oleh resistensi insulin dan akhirnya akan terjadi disfungsi sel beta

untuk mencukupi kebutuhan insulin endogen.

Diabetes melitus tipe II tingkat prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun.

Dilaporkan di USA terdapat 10 juta kasus diabetes setiap tahunnya, 600.000 kasus baru serta

75 % penderita diabetes melitus akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Perbandingan

antara wanita dan pria yaitu 3:2, Hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan.

Selain itu, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa Diabetes Melitus

(DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global

menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2012 telah mencapai

lebih dari 371 juta orang di dunia (IDF, 2012). Sedangkan di Indonesia, WHO

memprediksikan peningkatan jumlah penyandang diabetes melitus tipe II dari 8,4 juta orang

di tahun 2003 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.

Diabetes melitus tipe II lebih sering pada middle-aged dan orang yang lebih tua

dengan puncak onset terjadi pada usia 60 tahun. Faktor resiko pada diabetes mellitus tipe II

adalah 80% terjadi pada obesitas, memliki kebiasaan fisik yang tidak aktif, diet, hiperensi,

factor keluarga dengan diabetes melitus dan resistensi insulin. Komplikasi berat yang dapat

terjadi pada penyandang diabetes melitus berupa neuropati diabetik, komplikasi pada ginjal

dan komplikasi pada kardiovaskular.

Oleh karena itu, tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui langkah-

langkah menegakkan diagnosis diabetes melitus terutama diabetes metitus tipe II serta untuk

mengetahui pilar utama dalam penatalaksanaannya.

1

Page 2: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diabetes Melitus (DM) juga didefinisikan sebagai penyakit kronik yang terjadi ketika

pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau dapat juga

disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk merespon kerja insulin secara

efektif.

Insulin adalah hormon yang berfungsi untuk meregulasi kadar gula darah.

Peningkatan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia merupakan gejala umum yang terjadi

pada diabetes dan seringkali mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang cukup serius pada

tubuh, terutama pada sel saraf dan pembuluh darah (WHO, 2008).

A. Jenis-jenis DM

1. Diabetes Melitus Tipe I

DM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun yang

menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaan ini akan mengakibatkan

pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuh untuk meregulasi kadar

gula darah (Brunner & Suddarth, 2001).

Defisiensi insulin yang terjadi akan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam

darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia yang terjadi ditandai dengan terdapatnya sejumlah

glukosa dalam urin (glukosuria). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk

menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar. Ketika glukosa yang berlebihan

diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran sejumlah cairan dan

elektrolit (diuresis osmotik).

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien DM tipe I akan

mengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan timbul rasa haus yang cukup

sering (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolism protein dan lemak

2

Page 3: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

yang menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini akan mengakibatkan

berkurangnya jumlah simpanan kalori sehingga akan menambah selera makan (polifagia)

(Brunner & Suddarth, 2001).

2. Diabetes Melitus Tipe II

DM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam merespon kerja insulin

secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama yang terkait dengan hal ini yaitu, resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin. Untuk mengatasi resistensi dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

pasien DM, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa

dalam darah akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001).

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe II,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan badan keton. Karena itu, ketoasidosis metabolic tidak terjadi pada DM tipe II

(Brunner & Suddarth, 2001).

3

Page 4: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

B. Gejala-gejala DM

1. Gejala Akut DM

Gejala penyakit DM pada setiap pasien tidak selalu sama. Gejala-gejala di bawah ini

adalah gejala yang timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain.

Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan yaitu

polifagia,

polidipsia,

poliuria,

dan peningkatan berat badan.

Bila keadaan tersebut tidak segera ditangani, akan timbul gejala yang disebabkan oleh

kurangnya jumlah insulin yaitu polidipsia dan poliuria dengan beberapa keluhan lainnya

seperti nafsu makan berkurang, banyak minum, banyak berkemih, penurunan berat badan

yang signifikan, mudah lelah, timbul rasa mual dan jika tidak segera diatasi akan

mengakibatkan koma yang disebut dengan istilah koma diabetes. Koma diabetes adalah koma

pada pasien DM akibat kadar gula darah yang melebihi 600 mg/dl (Tjokroprawiro, 2006).

2. Gejala Kronik DM

Kadang-kadang pasien DM tidak menunjukkan gejala akut, tetapi baru akan

menunjukkan gejala setelah beberapa bulan atau tahun menderita DM.

Gejala kronik yang sering timbul yaitu:

kesemutan,

kulit terasa panas,

kram,

lelah,

mudah mengantuk,

mata mengabur,

gigi mudah patah,

kemampuan seksual menurun, dan lain-lain (Tjokroprawiro, 2006).

C. Diagnosis

4

Page 5: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Diagnosis klinis DM umumnya bila terlebih dahulu dari anamnesis terdapat keluhan

khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan,

gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.

Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan luka yang sulit sembuh atau biasa dikenal dengan

gangren diabetikum.

Kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu

kali saja abnormal belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan

pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagiangka abnormal, baik kadar glukosa

darah puasa (GDP), kadar glukosa darah sewaktu (GDS) pada hari yang lain, atau dari hasil

tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus:

Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)200 mg/dl  , atau

Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)126 mg/dl (Puasa berarti tidak ada

masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau

Kadar glukosa plasma200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram

pada TTGO

HbA1c adalah metode yang objekyif untuk mengetauhi pengontrolan dari

glukosa dalam jangka yang panjang. Nilai normal HbA1c berkisar 4,0-4,5

sampai 6,0-6,4%

Pemeriksaan serologi khusus pada DM tipe I yaitu marker imunologis : ICA

(Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody), Anti GAD (Glutamic

decarboxylase auto-antibody).

D. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetaes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup,

sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada suatu saat akan menimbulkan

komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai

berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.

1. Komplikasi Akut DM

5

Page 6: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar gula darah jangka pendek;

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan dan gejala

hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada

hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak

mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek

samping hormon lain yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Tandra,

2007).

b. Ketoasidosis Diabetes

Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar

insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi.

Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan

lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan

ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut

dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis

Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis

diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena

terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan

kesadaran menurun hingga koma (Nabyl, 2009).

c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)

Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada

sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif.

Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi

kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan

berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi,

6

Page 7: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan

utama antar HHNK dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis

pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini

dianggap penyebab parsial perbedaan di atas.

Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat,

takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (Brunner & Suddarth, 2001).

2. Komplikasi Kronis DM

a. Komplikasi Makrovaskular

Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM

adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh

darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya

menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl, 2009).

Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh

darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi makrovaskular atau

makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih

sering, dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian

akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang

normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar

gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian akibat

hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana

peninggian kadar insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar

insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5

kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai factor aterogenik dan diduga berperan

penting dalam menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular (UNPAD, 2000 ).

b. Komplikasi Neuropati

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam jangka

waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah

kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan

7

Page 8: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan

pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain (Tandra, 2007).

Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses

terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabutserabut

saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan (UNPAD,

2000).

c. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM.

Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati

ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana

gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal, atau dikenal dengan

istilah nefropati diabetikum dan retinopati diabetikum, disebabkan oleh perubahan pada

pembuluh-pembuluh darah kecil di retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil

di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat

menjadi penyebab utama kebutaan (Brunner & Suddarth, 2001).

8

Page 9: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

BAB III

PENATALAKSANAAN DM TIPE II

Penatalaksanaan DM tipe II harus dilakukan secara holistik yaitu dengan

mengendalikan glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid.

Pilar penatalaksanaan DM tipe II dapat dilakukan dengan melakukan dua pendekatan,

yaitu:

1. Pendekatan non farmokologi, yaitu dengan pemberian edukasi, perencanaan

makanan atau terapi nutrisi medis, penurunan berate badan dan kegiatan

jasmani.

2. Pendekatan farmakologi, yaitu pemilihan yang digunakan apabila kadar

glukosa darah belum mencapai sasaran, maka dilakukan intervensi

farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

suntikan insulin. Penggunaan intervensi farmakologi sangat tergantung pada

fase diagnosis diabetes yang ditegakkan sesuai dengan kelainan yang terjadi,

seperti resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati, kenaikan produksi

glukosa oleh hati, dan kekurangan sekresi insulin oleh pankreas.

A. Pendekatan Non Farmakologi

1. Edukasi

Edukasi merupakan dasar utama untuk pengobatan diabetes bagi pasien dan juga

pencegahan diabetes bagi keluarga pasien serta masyarakat didalam komunitas tertentu. Pada

dasarnya edukasi yang diberikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap

penyakit yang dideritanya sehinga pasien dapat mengendalikan penyakitnya dan mengontrol

gula darah dalam keadaan mendekati normal dan dapat mencegah komplikasi.

Edukasi untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang

maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan

ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan prilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai

keadaan sehat optimal, dan menyesuaikan keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih

baik

9

Page 10: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

2. Terapi Nutrisi Medis

Diabetes tipe II merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga

tidak ada satu  cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan inisecara umum.

Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang

dimaksud dengan karbohidrat adalah gula,tepung dan serat, sedang istilah gula

sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi.

Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan

perlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yangberasal dari

padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menumakanan orang dengan

diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh padarespons glikemik makanan, termasuk di

dalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose,

amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk

makanan serta komponen makanan lainnya (lemak, protein). Pada diabetes tipe I dan tipe II,

pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung

maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik,bila

jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlahtotal kalori dari

makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

Karbohidrat      60-70%

Protein             10-15%

Lemak              20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan

kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh

(IMT).

10

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Page 11: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Keterangan:

BB Kurang      <18,5  

BB Normal       18,5-22,9

BB Lebih         >23,0   :

-        Dengan risiko : 23,0-24,9

-        Obes I             : 25,0-29,9

-        Obes II            : ≥ 30

3. Latihan jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetes sama dengan latihan fisik jasmani lainnya, yaitu

dengan memenuhi beberapa hal, seperti,

Frekuensi yaitu jumlah olahraga atau latihan fisik per minggu yang dilakukan

teratur 3-5 kali per minggunya.

Intensitias yang dilakukan berupa ringan atau sedangnya latihan fisik (60-70%

Maximum Heart Rate). Untuk menentukan (Maximum Heart Rate (MHR) yaitu

200-umur. Kemudian menentukan Target Heart Rate (THR). Misalnya; seorang

diabetes yang berusia 45 tahun disasarkan sebesar 80%, maka THR 80% x (220-

45) = 124. Dengan demikian sasaran denyut nadinya adalah 124 x/menit.

Durasi latihan fisik ini berkisar 30-60 meit setiap latihannya, dan Jenis dari

latihan jasmani atau fisik ini berupa aerobik yaitu untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

B. Pendekatan Farmakologi

1. OHO (Obat Hipoglikemik Oral)

Ketika diet dan olahraga gagal untuk mencapai kontrol glikemik, maka dibutuhkan

terapi obat-obatan yang diperlukan, tetapi hal ini merupakan tambahan, bukan sebagai

pengganti, manajemen gaya hidup penderita. Obat hipoglikemik oral merupakan untuk

mengurangi glukosa darah yang rendah, yaitu berupa salah satu dari tiga kategori : peningkat

sensitivitas terhadap insulin, pemicu sekresi insulin, atau reterdants of glucose absorption

11

Page 12: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

from the gastro-intestinal lumen. Dari ketiga kategori kelompok obat tersebut dapat

digunakan dalam kombinasi sebagai sekresi dari glukosa yang erlangsung dalam waktu

cepat.Namun salah satu kelemahan dari obat ini adalah tidak untuk meningkatkan kecepatan

dalam mencapai kontrol glikemik yang optimal dari waktu ke waktu. Hal ini juga penting

untuk mengetahui kapan harus bergerak dari terapi tablet terhadap insulin.

Indikasi pemakaian OHO :

Diabetes sesudah umur 40 tahun

Diabetes kurang dari 5 tahun

Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unti sehari

DM tipe 2, berat normal atau lebih.

GOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

a. Golongan Pemicu Sekresi Insulin

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh

sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih. Golongan obat ini bekerja merangsang sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfat pada pasien yang

masih mampu mensekresikan insulin.Dosis yang digunakan tergantung pada

beratnya hiperglikemia. Jika gula darah <200 mg/dl pemberian dosis kocil dan

titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu. Jika >200 mg/dl maka diberikan dosis

awal yang lebih besar.

Efek samping pemberia SU adalah hipoglikemia. Untuk menghindari

hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan

faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan

penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

12

Page 13: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

b. Penghambat glukoneogenesis

Metformin (golongan Biguanid)

Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati tidak

dimetabolisme tetapi dekieluarkan secara cepat melalui ginjal. Efek utama

metformin adalah mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk.

Metformin disekresi oleh ginjal secara cepat oleh karena itu diberikan 2-3 kali

sehari kecuali dalam bentuk extended release. Metformin dapat memberikan efek

samping mual. Metformin tidak memberikan efek stimulasi pada sel beta pancreas

sehingga tidak mengakibatkan hipoglikemik. Pada pemberian tunggal metformin

dapat menurunkan 20% glukosa darah dan konsentrasi insulin plasma pada

keadaan basal juga turun.

Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

(serum kreatinin >1,3 mg/dL pada laki-laki dan >1,5 mg/dl pada perempuan) dan

hati. Efek pada gastrointestinal didapat kan 50% pada pemakaian awal, serta dapat

mengganggu absorbs vitamin B12.

c. Golongan Insulin Sensitizing

Glitazone (Thiazolidine)

Tiazolidindion (pioglitazon) merupakan Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak yang

sangat selektif dan poten.. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

13

Page 14: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

e. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada Diabetes Mellitus tipe 2, dengan waktu paruh

yang sangat pendek (<1 menit).2 Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai

dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat

DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1

agonis).

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru

untuk pengobatan Diabetes Mellitus. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai

perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun

peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin

ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan.

Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang

diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Efek samping yang timbul pada

pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

2. Insulin

Insulin adalah suatu hormon polipeptida diproduksi oleh kelenjar pankreas yang

berfungsi mengatur metabolisme karohidrat. Insulin menyebabkan sel pada otot menyerap

glukosa dari sirkulasi darah melalui transpor gluokosa dan menyimpannya sebagai glikogen

di dalam hati dan otot sebagai sumber energi.

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan

respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Terapi

insulin ini diperlukan pada keadaan, seperti :

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

14

Page 15: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:

a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Rapid acting insulin adalah jenis insulin yang bekerja sangat cepat yang

dikonsumsi sebelum atau sesudah makan dan dapat digunakan bersamaan dengan

insulin kerja lambat (longer acting). Rapid acting insulin merupakan satu-satunya

insulin diergunakan secara intra vena dengan onset kerja dari insulin kerja cepat

yaitu sekitar 15 menit – 30 menit dengan puncaknya pada 30 menit sampai 90

menit dan mampu berkerja selama 1-5 jam. Contoh insulin kerja cepat adalah

Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin)

b. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja pendek merupakan insulin yang digunakan untuk memenuhi

insulin saat makan atau bersamaan, yaitu dikonsumsi 30 – 1 jam sebelum makan,

dengan onset kerjanya sekitar 30 menit sampai 1 jam, puncaknya setelah 2 sampai

4 jam dan efeknya cenderung berakhir sekitar 2 sampai 8 jam keuntungan dari

insulin kerja pendek atau shirt acting insulin adalah bisa digunakan saat sarapan

atau makan malam dan masih memiliki control yang baik karena berlangsung

lama.

c. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Intermediate acting insulin merupakan insulin yang mampu mengontrol gula

darah selama setengah atau sepanjang malam. Jenis insulin ini dapat dikombinasi

dengan insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek.Insulin ini mulai bekerja

dalam waktu 1 sampai 2 ½ jam, puncak antara 3 sampai 12 jam dan durasinya

15

Page 16: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

mencapai 18-24 jam. Contoh insulin kerja menengah adalah Insulatard, Monotard,

Humulin N, NPH (Neutral Protamin Hagedom) dan Insulin Lente.

d. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin kerja panjang merupakan jenis insulin yang digunakan untuk

mencukupi insulin seharian. Jenis ini biasanya dikombinasi dengan insulin kerja

cepat dan insulin kerja lambat dengan onset kerja ½ sampai 3 jam, puncak 6

sampai 20 jam dan durasinya mencapai 20 sampai 36 jam.

e. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Jenis insulin campuran adalah insulin dengan kombinasi antara insulin kerja

pendek dan insulin kerja menengah yang biasanya digunakan dua kali sehari

sebelum makan.Onset kerja insulin campuran adalah 10 sampai 30 menit dengan

puncak ½ sampai 12 jam dan durasinya mencapai 14-24 jam lebih.

Algoritme Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2

16

Page 17: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Tabel. Perbandingan Pemberian Terapi Golongan OHO dan Insulin

17

Page 18: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

C. Kriteria Pengendalian Hasil Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2

18

Page 19: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

Kriteria pengendalian diabetes mellitus ini bertujuan untuk mencegah komplikasi

kronis sehingga diabetes dapat terkendali baik, kadar glukosa darah dalam batas normal, serta

kadar lipid dan A1c juga mencapai kadar yang diharapkan.

Tabel Target Pengendalian Penyandang Diabetes Mellitus

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

19

Page 20: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

A. Kesimpulan

Diabetes Mellitus tipe II adalah Diabetes yang dihasilkan dari resistensi insulin dan

kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai. Faktor resiko diabetes mellitus tipe II adalah

obesitas dengan BMI >35kg, latihan fisik yang kurang, genetik, resistensi dan disfungsi sel

beta dan sindroma metabolik. Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus tipe II dapat ditegakkan

apabila terdapat gejala atau keluhan dan hasil pemeriksaan glukosa darah, yaitu seperti

dibawah ini ;

Gejala klasik (poliuria, polidipsia, polifagia) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200

mg/dL

Gejala klasik (poliuria, polidipsia, polifagia) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200

mg/dL

Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL; TTGO yang dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g

glukosa yang dilarutkan ke dalam air.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 bertujuan untuk menghilangkan keluhan,

mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi berupa mikroangiopati, dan neuropati,

serta menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes mellitus.

Penatalaksanaan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan non farmokologi yaitu memberi

edukasi, terapi nutrisi medis, dan kegiatan jasmani serta pendekatan farmakologi, dengan

pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.

B. Saran

Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM, yang seharusnya

diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum sangat penting.

Kasus DM yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter

umum. Apalagi kalau kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan

pengelolaan di tingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya

tindak lanjut  jangka panjang pada para pasien tersebut.

Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secara periodik

dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM pada tingkat

lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada dokter

20

Page 21: PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Puskesmas Dr. Hafsha Rizki

yang biasa mengelolanya.

Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya, pasien DM

dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi

yang lebih mampu dengan peralatan yanglebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas

Kedokteran/Rumah Sakit Pendidikan/RS Rujukan Utama. Untuk mendapatkan hasil

pengelolaan yang tepat dan berhasil bagi pasien DM dan untuk menekan angka penyulit,

diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penderita DM.

Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup,

sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi,

tetapi lebih penting lagi keikutsertaan  pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan  kepada

pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam

usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

21