praktikum kta

25
EROSI Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.

Upload: arnhy-anhy-chupceek

Post on 05-Dec-2015

250 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

EROSI

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya)

akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di

bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam

hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan

proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan

keduanya.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan

menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah

menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan

meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan

mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan

pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya

sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran

jalur pelayaran.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk

ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan

air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi,

kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan

intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin,

frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan

permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk

yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi,

frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen

yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih

mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan

permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah

tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan

yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung

banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam

atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

TINGKAT EROSI/JENIS-JENIS EROSI

Erosi tanah terjadi secara bertingkat dimulai dari erosi yang paling ringan hingga erosi yang

paling berat. Adapun tingkatan erosi adalah sebagai berikut:

Pelarutan

Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di

bawah tanah.

Erosi percikan (splash erosion)

Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1

meter ke udara. Di daerah yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke

lereng di bawahnya.

Erosi lembar (sheet erosion)

Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling

atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi

dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis.

Erosi alur (rill erosion)

Dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air

dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu

mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.

Erosi gully (gully erosion)

Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena alur yang terus menerus

digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut

menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang

dengan pengolahan tanah biasa.

Erosi parit (channel erosion)

Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam

parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air,

sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya

dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.

Streambank Erosion

Streambank erosion pada umumnya terjadi pada sungai yang berbelokan tergantung pada

derasnya arus sungai. Sungai yang mempunyai belokan yang banyak, menyebabkan arus sungai

terhadap erosi tebing akan terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu:

a) Terjadinya suatu belokan disebabkan oleh tanah disekitar belokan tersebut resistensinya

kurang kuat, sehingga arus yang melaju yang biasanya pada tiap belokan ada dipinggir

akan makin mengikis tanah pada sisi yang daya tahanya kurang kuat itu, sehingga

menjadikan makin membelok sungai tersebut.

b) Makin berliku-likunya belokan tersebut, arus sungai pada mulut belokan terpaksa

mencari arah lain yaitu dengan mengikis sisi yang lain pada belokan, pengikisan akan 

berlangsung terus sehingga resistensi tanah kurang kuat maka akan tercipta arus sungai

yang baru ( Kartasapoetra, 1985).

METODE USLE

Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat

ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal

dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil

Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :

A = R x K x L x S x C x P

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EROSI BERDASARKAN RUMUS

USLE

a.    Faktor Erosivitas Hujan (R)

Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 15 tahun

terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas hujan ( R) melalui

persamaan Lenvain ( 1975 dalam Hardjowigeno dan Sukmana, 1995 ) :

RM = 2,21 ( Rain )1,36

Dimana

RM = Erosivitas hujan bulanan

Rain = curah hujan bulanan ( cm )

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Renard

et,al., (1997) :

K = {2,1 ( 10 )-4 ( 12-OM ) M1,14 + 3,25 ( s – 2 ) + 2,5 ( p – 3 ) / 100 }

Dimana :

K : Faktor erodibilitas tanah

M : Parameter ukuran partikel yang ditentukan oleh ( % pasir sangat halus + % debu ) x (

100 - % liat )

OM : Bahan organik tanah (% C x 1,72)

s : Harkat struktur tanah

p : Harkat permeabilitas tanah

c. Faktor Topografi (LS)

Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah

rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng

eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang

diusulkan oleh Renard et al., ( 1997 ) dapat digunakan untuk menghitung LS :

LSi = ( X/ 22,13 )m ( 10,8 sin Ɵ + 0,03 ) { i(m+1)- ( i-1)m+1 }/ Nm s < 9 %

LSi = ( X/ 22,13 )m ( sin Ɵ / 0,0896 )0,6 { i(m+1)- ( i-1)m+1 }/ Nm s ≥ 9 %

Dimana :

Lsi = nilai faktor LS segmen efektif

Xi = panjang lereng lapangan ( m ) tiap segman

Ɵ = kecuraman lereng

i = nomor urut segmen

m = eksponensial panjang lereng

untuk kecuraman lereng < 1% nilai m = 0,2

1-3 % nilai m = 0,3

3-5 % nilai m = 0,4

5 % nilai m = 0,5

N = jumlah segmen lereng

d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)

Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan

tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa

pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara

pengelolaan pertanian dapat menggunakan tabel 5 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman

penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil

pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada

kondisi yang identik.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum konservasi tanah dan air ini dilakukan pada hari sabtu, 11 juli 2015 pukul 09.30 sampai dengan

selesai. Praktikum ini berlangsung di Desa Wailela. Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan

praktikum ini yaitu :

Abneylevel

Roll Meter

Alat tulis

Kamera

Masing – masing alat ini memiliki peranan penting dalam mendukung suksesnya kegiatan ini. Misalnya

dalam mengetahui tingkat kemiringan lereng maka dapat digunakan abneylevel. Sedangkan untuk

mengetahui panjang lereng maka dapat digunakan roll meter.

Di dalam kegiatan praktikum ini, ada 3 hal yang difokuskan yaitu pada system penggunaan lahannya,

persoalan atau faktor pembatas pada lahan tersebut, dan juga dampak yang diakibatkan. Untuk

mempermudah kegiatan praktikum maka kondisi topografi lahan tersebut dibagi menjadi dua (2) segmen

sebagai berikut:

Segmen Pertama (1)

Pada segmen I ini dapat diketahui bahwa system penggunaan lahannya sangat padat dalam artian bahwa

semua terpenuhi oleh tanaman – tanaman baik tanaman perkebunan, tanaman pangan dan lain sebagainya

yang dapat berfungsi sebagai tanaman penutup tanah misalnya seperti ubi kayu, kelapa, pisang, papaya,

nenas, dan alang – alang. Namun demikian, meskipun banyak dipenuhi oleh berbagai jenis tanaman,dapat

diketahui bahwa pada segmen I ini lebih didominasi dengan tanaman Ubi Kayu. Selain diketahui

bagaimana system penggunaan lahannya, diketahui juga bahwa system teknologi konservasi yang telah

diterapkan pada lahan ini yaitu dengan system teras. Namun jika dilihat dari kondisi teras tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa erosi pasti akan terjadi pada lahan tersebut, karena teras yang diterapkan

merupakan teras dengan konstruksi kurang baik. Pada segmen I ini, yang menjadi faktor pembatas utama

yaitu kemiringan lereng. Sebagaimana diketahui setelah diukur dengan menggunakan abneylevel maka

kemiringan lereng tersebut mencapai 60% sedangkan panjang lereng tersebut mencapai 32,3 meter. Itu

berarti bahwa tingkat kelerangan lahan segmen I ini termasuk ke dalam kelas topografi curam.

Segmen Kedua (II)

Pada segmen II ini dapat diketahui bahwa sistem penggunaan lahannya jarang dalam artian bahwa tidak

semua terpenuhi oleh tanaman – tanaman misalnya tanaman Ubi kayu dan tanaman kelapa. Namun

demikian, tanaman yang paling dominan pada lahan segmen kedua ini yaitu adalah tanaman ubi kayu.

Selain diketahui bagaimana sistem penggunaan lahannya, diketahui juga bahwa sistem teknologi

konservasi yang telah diterapkan pada lahan ini yaitu dengan sistem teras. Namun jika dilihat dari kondisi

teras tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa erosi pasti akan terjadi pada lahan tersebut, karena teras

yang diterapkan merupakan teras dengan konstruksi kurang baik. Pada segmen II ini, yang menjadi faktor

pembatas utama yaitu kemiringan lereng. Sebagaimana diketahui setelah diukur dengan menggunakan

abneylevel maka kemiringan lereng tersebut mencapai 70% sedangkan panjang lereng tersebut mencapai

27,3 meter. Itu berarti bahwa tingkat kelerangan lahan segmen I ini termasuk ke dalam kelas topografi

sangat curam.

Karakteristik eksternal

1. segmen pertama

Penggunaan lahan : kebun campuran

Vegetasi : singkong, kelapa, pisang

Kemiringan lereng : 60 %

Panajang lereng : 32,3 meter

Klasifikasi tanah

PPT : Kambisol

Taxonomi : Inceptisol

Faktor pembatas : kemiringan lereng

Teknologi konservasi : ada pembuatan teras

1. segmen kedua

Penggunaan lahan : kebun campuran

Vegetasi : singkong, kelapa, pisang

Kemiringan lereng : 70 %

Panajang lereng : 27,3 meter

Klasifikasi tanah

PPT : Kambisol

Taxonomi : Inceptisol

Faktor pembatas : kemiringan leren

PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN

Lokasi praktikum atau lokasi pengamatan ini terletak di bukit sekitar DAS Waelela, dan pada

lokasi tersebut terdapat lahan pertanian seorang petani dan ada beberapa jenis tanaman yang di

yang diusahakan oleh petani tersebut, namun juga ada beberapa pohon-pohon besar asli hutan

tersebut dan juga tetlihat ada beberapa anak-anak sungai yang tidak mengalir lagi ( kali mati ).

Keadaan pada lahan tersebut dapat dilihat bahwa lahan tersebut terdapat berbagai jenis tanaman baik itu tanaman-tanaman tahunan maupun jenis tanaman hortikultura. Kondisi lahan tersebut yaitu lahan miring sehingga lahan untuk bercocok tanam dibuat suatu bentuk terasering yakni pola bercocok tanam dengan sistem berteras-teras (bertingkat untuk mencegah terjadinya erosi tanah.

Sistem penanaman di lahannya itu adalah sistem tumpang sari. Ada berbagai jenis tanaman yang ditanam antara lain tanaman pala, cengkih, rambutan, kecapi, ubi kayu,nenas, kelapa, pisang, dan lain sebagainya. Tapi diantara tanaman-tanaman tersebut yang paling banyak ditanam atau yag paling dominan ditanam adalah tanaman ubi kayu. Yang lahan penananna ditanam digunakan suatu bentuk terasering.

PERSOALAN/PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA LAHAN TERSEBUT

Ada beberapa faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhna maupun produkivitas tanaman di lahan penanaman. Faktor Topografi

Unsur topografi yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu panjang dan kemiringan lereng. Selain meingkatkan kecepatan aliran permukaan, dengan demikian memperbesar energi angkut air. Lahan dengan gradien kemiringan lereng yang besar, jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumpukan butir hujan semakin banyak.

Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Faktor Tindakan Pengendalian Erosi (P)

Faktor C merupakan nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman.Faktor P merupakan nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan pengendalian erosi tertentu seperti pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

Permasalahan yang terjadi pada lahan pertanian di waylela, antara lain :

Pembakaran areal pertanamanHal ini jika dilakukan terus-menerus akan berpengaruh pada keadaan unsur hara yang ada didalam tanadh maupun mikroorgnisme yang berperan penting didalam tanah.

Erosi akibat curah hujan yang tinggi Keadaan tanah

Penggunaan lahan untuk penanaman berbagai jenis tanaaman di lahan tersebut memang sudah sesuai tetapi harus diperhatikan pola-pola tanam yang baik, keadaan tanah yang sesuai untuk jenis-jenis tanaman dan faktor iklim juga berpengaruh dalam pertumbuhan maupun perkembangan suatu tanaman.

DAMPAK DARI PERMASALAHAN YANG TERJADI

Pembakaran hutan / pembakaran lahan penanaman memberikan dampak langsung terhadap lingkungan yang diantaranya adalah sebagai berikut :

Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai  tumbuhan maupun hewan terancam punah akibat pembakaran hutan.

Erosi; Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.

Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan.

Pemanasan global (global warming); Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan global.

Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.

Berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan dan data curah hujan dari BMKG Lanud Pattimura

Laha, Ambon maka dapat diketahui hasil perhitungan erosi yang terjadi pada kedua segmen tersebut

adalah sebagai berikut:

DATA CURAH HUJAN (1989-2013)

No.Bulan

Curah Hujan Rata-rata (mm)( 1989-2013 )

1 Januari 152.02 Februari 123.83 Maret 133.24 April 214.95 Mei 446.26 Juni 584.37 Juli 596.28 Agustus 389.29 September 192.610 Oktober 115.511 November 76.712 Desember 140.9

Dengan menggunakan Rumus Lenvain (1975) : RM = 2,21 (Rain)1,36 maka diperoleh perhitungan sebagai

berikut:

Januari : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (152,0 mm)1,36

= 2,21 (15,20 cm)1,36

= 2,21 (40,49 cm)

= 89,47 cm

Februari: RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (123,8 mm)1,36

= 2,21 (12,38cm)1,36

= 67,68 cm

Maret : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (133,2 mm)1,36

= 2,21 (13,32 cm)1,36

= 74,76 cm

April : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (214,9 mm)1,36

= 2,21 (21,49cm)1,36

= 143,29 cm

Mei : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (446,2 mm)1,36

= 2,21 (44,62 cm)1,36

= 387,03cm

Juni : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (584,3 mm)1,36

= 2,21 (58,43 cm)1,36

= 558,49 cm

Juli : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (596,2 mm)1,36

= 2,21 (59,62 cm)1,36

= 574,01 cm

Agustus : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (389,2 mm)1,36

= 2,21 (38,92 cm)1,36

= 321,38 cm

September : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (192,6 mm)1,36

= 2,21 (19,26cm)1,36

= 123,45 cm

Oktober : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (115,5 mm)1,36

= 2,21 (11,55 cm)1,36

= 61,58 cm

November : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (76,7 mm)1,36

= 2,21 (76,7 cm)1,36

= 35,29 cm

Desember : RM = 2,21(Rain)1,36

= 2,21 (140,9 mm)1,36

= 2,21 (14,09cm)1,36

= 80,70 cm

∑ RM = 89,47 cm + 67,68 cm + 74,76 cm + 143,29 cm + 387,03 cm + 558,49 cm + 574,01 cm

+ 321,38 cm + 123,45 cm + 61,58 cm + 35,29 cm + 80,70 cm

= 2517,13 cm

Dengan diketahui nilai erosivitas hujan bulanan, maka dapat ditentukan nilai erodibilitas tanah sebagai

berikut:

No. Parameter nilai K Nilai1. Pasir sangat halus 5,1 %2. Debu 16,4 &3. Liat 62,0 %4. C-organik 4,28 %5. Struktur tanah Kubus membulat6. Permeabilitas profil tanah 0,2 cm/jam7. Permeabilitas sub soil untuk nilai T 0,1 cm/jam8. Bobot isi tanah 1,1 g/cm3

M = (% Pasir sangat halus + % debu) x (100 - % Liat)

= (5,1% + 16,4%) x (100 – 62,0%)

= (21,5%) x (38%)

= 817

OM = 4,28% X 1,72

= 7,36%

K = [ 2,1 (10-4) (12 – OM) M1,41 + 3,25 (S – 2) + 2,5 (p – 3) ] / 100

= [ 2,1 (10-4) (12 – 7,36) 8171,41 + 3,25 ( 4 – 2) + 2,5 ( 5 – 3 ) ] / 100

= [2,035 + 11,5]/ 100

= 0,13535

Kemudian selain menentukan nilai erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, ditentukan juga faktor

topografi. Namun, karena kelerengan pada kedua segmen > 9% maka digunakan rumus berikut:

LSi = ( X/22,13)m (Sin θ/0,0896)0,6 [ i (m+1) – ( i – 1) (m+1) ] / Nm

Segmen I

LSi = ( X/22,13)m (Sin θ/0,0896)0,6 [ i (m+1) – ( i – 1) (m+1) ] / Nm

= ( 32,3/22,13)0,5 (Sin 36,86o/0,0896)0,6 [1( 0,5 + 1 ) - (1-1) ( 0,5 + 1 ) ] / 20.,5

= (1,459)0,5 (0,59/0,0896)0,6 [ 1(1,5) – 0(1,5) ] / 20.,5

= ( 1,208 ) (6,69)0,6 (1 – 0) / 20.,5

= ( 1,208 ) (3,129) (1 – 0) / 20.,5

= 3,7791,414

= 2,673

Segmen II

LSi = ( X/22,13)m (Sin θ/0,0896)0,6 [ i (m+1) – ( i – 1) (m+1) ] / Nm

= (27,3/22,13)0,5 (Sin 44,42o/0,0896)0,6 [2( 0,5 + 1 ) - (2-1) ( 0,5 + 1 ) ] / 20.,5

= (1,233)0,5 (0,699/0,0896)0,6 [ 2(1,5) – 1(1,5) ] / 20.,5

= ( 1,110 ) (7,801)0,6 (2,83 – 1) / 20.,5

= (1,110 ) (3,429) (1,83) / 20.,5

= 6,96

1,414

= 4,926

∑ Segmen I dan Segmen II = 2,673 + 4,926

= 7,599

Nilai indeks pengelolaan tanaman (Faktor C) yang diketahui pada lahan tersebut yaitu : Ubi kayu (0,8).

Sedangkan untuk nilai indeks faktor tindakan konservasi (Faktor P) yang diketahui pada lahan tersebut

yaitu: Teras bangku konstruksi kurang baik (0,35). Maka prediksi besarnya erosi yang terjadi pada

lahan tersebut adalah sebagai berikut:

A = R x K x LS x C x P

= 2517,13 x 0,13535 x 7,599 x 0,8 x 0,35

= 724,90 ton/ha/thn

Kesimpulan : Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor pembatas pada lahan tersebut yaitu kemiringan lereng. Semakin curam lereng maka kemungkinan

terjadi erosi akan semakin besar. Selain itu erosi juga mudah terjadi karena system pengelolan teknologi

yang kurang baik sehingga menyebabkan tanah mudah tererosi.

PENENTUAN TINDAKAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH AKIBAT EROSI

Erosi potensial

Ap = R x K x LS

= 2517,13 x0,13535 x 7,599

= 2588,93

T = mm x bobot isi x 10

= 1 x 1,1 x 10

= 11 mm/thn

CPmax = T/ Ap

= 11/2588,93

= 0,004

Jadi untuk menurunkan erosi tersebut, menurut saya tindakan pengelolaan tanaman ( faktoe C ),

dan faktor tindakan pengendalian erosi ( faktor P ) yang sesuai yaiti :

pengelolaan tanaman ( faktor C ) yang sesuai yaitu hutan alam serasah banyak = 0,001

tindakan konservasi ( faktor P ) yang sesuai yaitu penanaman rumput dalam strip standar

desain dan pertumbuhan buruk = 0,4

CPyang sesuai = 0,001 x 0,4

= 0,0004

Erosi setelah CP diaplikasikan = Ap x CPyang sesuai

= 2588,93 x 0,0004

= 1,035 ton/ha/thn

Jadi, setelah CP diaplikasikan erosi dapat di tekan dari 724,90 ton/ha/thn menjadi 1,035

ton/ha/thn.

LAMPIRAN

Alat

Abneylevel Roll Meter

Vegetasi (Kebun Campuran)

Sistem Teknologi Konservasi Yang Diterapkan

Teras Bangku Konstruksi Kurang Baik

Kegiatan Praktikum

Pengukuran Panjang Lereng Pengukuran Kemiringan Lereng

Lahan Yang Tererosi

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI TANAH DAN AIR

“ MENGUKUR TINGKAT EROSI PADA DAS WAELELA“

Oleh :

NAMA : ARNI BUTON

NIM : 2012-82-104

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2015