praktik perkawinan siri dan akibat hukum...

72
PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK SERTA HARTA KEKAYAANNYA (Analisis Perbandingan Fikih dan Hukum Positif) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: M. Mashud Ali NIM 107043203400 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M

Upload: phungkhanh

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP

KEDUDUKAN ISTRI, ANAK SERTA HARTA KEKAYAANNYA

(Analisis Perbandingan Fikih dan Hukum Positif)

SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:M. Mashud Ali

NIM 107043203400

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUMPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1436 H / 2014 M

Page 2: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak
Page 3: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak
Page 4: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak
Page 5: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

ABSTRAK

M. Mashud Ali. NIM 107043203400. PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DANAKIBAT HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK SERTA HARTAKEKAYAANNYA (ANALISIS PERBANDINGAN FIKIH DAN HUKUMPOSITIF). Konsentrasi Perbandingan Hukum, Program Studi Perbandingan Mazhabdan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta, 1436 H / 2014 M. IX + 63 halaman.

Masalah utama dari penelitian ini adalah tentang akibat perkawinan siri. Darihasil penelitian, perkawinan siri memiliki banyak akibat negatif, misalnya bagi statusistri, istri tidak dianggap sebagai istri yang sah di mata hukum yang berakibat padahak-hak istri tidak terjamin secara hukum. Begitu juga dengan anak, di mata hukumanak yang dilahirkan dari perkawinan siri dianggap sebagai anak tidak sah atau anakluar kawin, sehingga anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dankeluarga ibu, artinya si anak tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya.

Adapun tujuan yang diharapkan dapat dijangkau dan dihasilkan dari penelitianini adalah untuk mengetahui pandangan fikih atau hukum Islam terhadap statusperkawinan siri, pandangan hukum positif yang berlaku di Indonesia terhadap statusperkawinan siri dan akibat hukum dari perkawinan siri terhadap kedudukan istri,anak, serta harta kekayaannya.

Sedangkan penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum kualitatif danpenelitian hukum normatif. Penelitian ini secara spesifik adalah penelitian deskriptifanalitis yang berusaha menggambarkan masalah hukum yang ada, sistem hukum dankemudian mengkajinya secara sistematis. Sumber-sumber yang digunakan dalampenelitian ini adalah kitab-kitab fikih, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan, KUHPerdata, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi HukumIslam, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.

Kata Kunci : Perkawinan Siri, Akibat Hukum, Istri, Anak, Harta Kekayaan.

Pembimbing : Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA.Daftar Pustaka: Tahun 1980 sampai dengan Tahun 2011.

Page 6: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi al-‘Alamin, penulis mengucapkan rasa syukur yang

tiada terhingga kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala bentuk kenikmatan

dan membukakan hati serta pikiran penulis untuk menyelesaikan setiap proses dalam

penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW,

berkat perjuangan beliau hingga saat ini kita dapat merasakan indahnya Islam, iman

dan ihsan. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di akhirat kelak. Amin.

Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir dari penyusunan skripsi ini,

banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Oleh

karena itu, dalam tulisan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih dan

penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku mantan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. JM Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. dan Bapak Fahmi Ahmadi, M.Si.

selaku mantan Ketua dan Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

4. Bapak Dr. Khamami Zada, MA. dan Ibu Siti Hanna, S.Ag., Lc., MA. selaku

Ketua dan Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

5. Bapak Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA. selaku Dosen Pembimbing

skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan

memberikan arahan hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu,

pengalaman dan mencurahkan tenaga serta pikirannya untuk mendidik kami.

Page 7: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

ii

7. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

8. Ayahanda H. Ali Muhsin Zaini dan Ibunda tercinta Hj. Sufiyah sebagai tonggak

semangat penulis, mereka yang tak kenal lelah terus memberikan doa, dukungan,

nasehat, bimbingan serta motivasinya hingga penulis berhasil menyelesaikan

studi di perkuliahan ini dari awal hingga akhir.

9. Buat kakak-kakak yang selalu penulis banggakan, yaitu; Nur Azizah Ali beserta

Ali Mahfud, Agus Abdillah Ali beserta Ida Fitri Royani, Malik Afan Ali beserta

Diyah Sholihah, dan semua keponakan yang cantik-cantik dan lucu-lucu.

10. Buat para senior yang banyak mengajarkan tentang makna kehidupan (ngaji urip),

antara lain; Uray Mashuri Abdurrahman, Uday Mashudi Abdurrahman, Nanang

Syaiful Ghozi, Haji Silahuddin, Abdul Wahab, Zafar Sodik, Fuad Hadziq, dan

Anang Lukman Afandi.

11. Buat teman-teman yang sempat hadir dalam kehidupan penulis yang penuh suka

cita dan kebahagiaan, antara lain; Abd. Muktadir, Heri Sofyan Saury, Annisul

Muttaqin, Akmaludin Siddiq, Ahmad Farhan, Abdul Rozak, Muhammad Masrur,

Rofik Hidayat, Qiraatu Taslimah, Riyan Hidayat, Shofika Nurul Laili, Iza Zulfa

Nuraini, Shohifatus Syifa, dan Salmi Hayati Alizar.

12. Buat teman-teman KAMAWANGI (Keluarga Besar Mahasiswa Banyuwangi),

PMII Ciputat, Kelas PH 2007, KKN 80 2010, Keluarga Besar Mahasiswa PMH,

Eljalabiyya Club dan semua teman yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT sebagai

bentuk amal kebaikan. Amin.

Jakarta, 30 Desember 2014 M8 Rabiul Awwal 1436 H

Penulis

Page 8: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6

D. Studi Review Terdahulu ................................................................... 7

E. Metode Penelitian ............................................................................. 8

F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 9

BAB II : PERKAWINAN DALAM PANDANGAN FIKIH ......................... 11

A. Perkawinan Menurut Fikih ............................................................. 11

B. Hukum Perkawinan Menurut Fikih ................................................ 14

C. Rukun dan Syarat Perkawinan dalam Fikih ................................... 17

D. Pencatatan Perkawinan dalam Pandangan Fikih ............................ 21

BAB III : PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF

INDONESIA ....................................................................................... 25

A. Perkawinan Menurut Hukum Positif .............................................. 25

B. Syarat dan Sahnya Perkawinan dalam Hukum Positif ................... 26

1. Syarat Perkawinan .................................................................... 26

2. Sahnya Perkawinan ................................................................... 28

Page 9: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

iv

C. Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Positif ............................... 29

BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN AKIBAT HUKUM PERKAWINAN

SIRI TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN HARTA

KEKAYAANNYA .............................................................................. 38

A. Status Perkawinan Siri Menurut Fikih ........................................... 38

B. Status Perkawinan Siri Menurut Hukum Positif ............................ 40

C. Akibat Hukum Perkawinan Siri Terhadap Kedudukan Istri, Anak

dan Harta kekayaannya Menurut Fikih dan Hukum Positif ........... 42

1. Kedudukan Istri .......................................................................... 42

2. Kedudukan Anak ....................................................................... 45

3. Kedudukan Harta Kekayaan ...................................................... 51

BAB V : KESIMPULAN ................................................................................. 58

A. Kesimpulan .................................................................................... 58

B. Saran ............................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 61

Page 10: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk perbuatan yang suci adalah perkawinan, karena dalam

perkawinan terdapat hubungan yang tidak hanya didasarkan pada ikatan

lahiriyah semata, melainkan juga ikatan bathiniyah. Perkawinan merupakan hal

yang penting dalam realita kehidupan manusia. Perkawinan adalah salah satu

sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia,

hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.1

Perkawinan adalah suatu ikatan hukum antara pria dan wanita untuk

bersama-sama menjadikan kehidupan rumah tangga secara teratur. Di dalam

hukum Islam, suatu perkawinan sudah dianggap sah yaitu apabila perkawinan

tersebut telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat nikah sebagaimana

ditetapkan di dalam syariat Islam. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan diisyaratkan supaya manusia

mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di

dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Illahi. Sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang menyatakan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

1 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshari Az, Problematika Hukum IslamKontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 56.

Page 11: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

2

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”.2

Tujuan utama dari perkawinan adalah membina kehidupan rumah tangga

yang kekal dan bahagia di antara suami istri dengan maksud melanjutkan

keturunan. Mengingat perkawinan itu merupakan tuntutan naluriah manusia

untuk berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan memperoleh kedamaian

hidup serta menumbuhkan dan memupuk kasih sayang insani. Keharmonisan

yang ada di antara dua jiwa akan membuat mereka terpadu dalam dunia cinta

dan kebersamaan.3

Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran bahwa hidup berpasang-

pasangan, hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala mahluk Allah, termasuk

manusia. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat Adz-Dzariyat, ayat 49:

Artinya:“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 49)

Dari mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT, dengan berpasang-

pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak dan

berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana tercantum dalam

Surat An-Nisa’, ayat 1:

2 Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Perspektif Perikatan Nikah (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 40.

3 Sayyid Mujtaba Musavi Lari, Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral GenerasiMuda (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), hlm. 15.

Page 12: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

3

Artinya:“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telahmenciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allahmenciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepadaAllah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling memintasatu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. SesungguhnyaAllah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)

Islam berpandangan bahwa perkawinan mempunyai nilai-nilai

keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT dan mengikuti sunnah

Rasulullah SAW, di samping mempunyai nilai-nilai kemanusiaan untuk

memenuhi naluri hidup manusia guna melestarikan keturunan, mewujudkan

ketentraman hidup dan menumbuhkan kasih sayang dalam hidup

bermasyarakat.4

Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan

mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan

agama. Orang yang melangsungkan sebuah pernikahan bukan semata-mata

untuk memuaskan nafsu birahi yang bertengger dalam jiwanya, melainkan untuk

meraih ketenangan, ketentraman dan sikap saling mengayomi di antara suami

istri dengan dilandasi cinta dan kasih sayang yang dalam. Di samping itu untuk

4 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.13.

Page 13: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

4

menjalin tali persaudaraan di antara dua keluarga dari pihak suami dan pihak istri

dengan berlandaskan pada etika dan estetika yang bernuansa ukhuwah

basyariyah dan Islamiyah.5 Akan tetapi, kadang sesuatu yang sakral tersebut

dijadikan sebuah permainan bagi segilintir orang sehingga mengkaburkan makna

pernikahan itu sendiri sebagai suatu yang agung, indah dan suci.

Di Indonesia perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan

menurut perundang-undangan yang berlaku. Bagi orang Islam perkawinan yang

sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum Islam seperti yang

disebutkan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta

dicatat menurut ayat 2 pada pasal yang sama. Setelah itu sesuai dengan sunnah

Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang

banyak. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih banyak dijumpainya pernikahan

yang dilakukan dengan tidak mengikuti yang telah ditetapkan dalam undang-

undang tersebut, seperti pernikahan yang dilakukan di bawah tangan atau yang

lebih kita kenal dengan sebutan perkawinan siri.

Nikah siri atau perkawinan yang dilakukan di bawah tangan maksudnya

ialah bahwa perkawinan itu tetap dilakukan dengan memenuhi baik rukun-rukun

maupun syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum Islam. Namun,

pelaksanaannya tidak dilakukan melalui pendaftaran atau pencatatan di Kantor

Urusan Agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal mereka. Tidak sahnya

5 Muhammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan (Yogyakarta:Darussalam, 2004), hlm. 114.

Page 14: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

5

nikah siri atau perkawinan di bawah tangan menurut hukum negara juga

memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni

anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak yang tidak sah.6 Sehingga anak

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya

bahwa si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya. Di dalam

akta kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga

hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan sebagai anak luar

nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam

secara sosial dan psikologis bagi si anak.

Bagi suami perkawinan siri juga dapat merugikan dirinya sendiri, yaitu

ketika istri meninggal lebih dahulu maka ia tidak berhak atas harta gono-gini dan

juga tidak mendapat warisan. Bagi umat Islam Indonesia, aturan Allah SWT

tentang kewarisan telah menjadi hukum positif yang dipergunakan dalam

Peradilan Agama dalam memutuskan kasus pembagian maupun persengketaan

berkenaan dengan harta warisan tersebut.

Perkawinan siri merupakan bentuk perkawinan di Indonesia yang masih

kontroversial, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini. Sehingga

penulis berinisiatif menulis skripsi dengan judul “Praktik Perkawinan Siri

serta Akibat Hukum terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Harta

Kekayaannya (Analisis Perbandingan Fikih dan Hukum Positif)”.

6 Idris Ramulyo, Hukum Pernikahan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara PeradilanAgama dan Zakat Menurut Hukum Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 71.

Page 15: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat begitu luasnya masalah perkawinan siri tersebut, penulis

membatasi dengan pokok permasalahan, yaitu tentang perkawinan siri serta

akibat yang terjadi terhadap kedudukan istri, anak dan harta kekayaannya.

Adapun perumusan masalah berdasarkan pembatasan masalah di atas,

penulis rinci dalam bentuk pertanyaan, antara lain:

1. Bagaimana pandangan fikih terhadap perkawinan siri?

2. Bagaimana pandangan hukum positif terhadap perkawinan siri?

3. Bagaimana akibat hukum perkawinan siri terhadap kedudukan istri, anak dan

harta kekayaannya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini, antara lain:

1. Mengetahui pandangan fikih terhadap perkawinan siri.

2. Mengetahui pandangan hukum positif terhadap perkawinan siri.

3. Mengetahui bagaimana akibat hukum perkawinan siri terhadap kedudukan

istri, anak dan harta kekayaannya.

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari skripsi

ini antara lain:

1. Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang

fikih dan hukum positif dalam hal perkawinan siri serta dampak hukumnya

terhadap terhadap kedudukan istri, anak dan harta kekayaannya.

Page 16: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

7

2. Dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan sebagai bahan bacaan dan

literatur serta dapat dijadikan rujukan terhadap masalah-masalah yang

berkaitan.

3. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang ingin melakukan

perkawinan siri.

D. Studi Review Terdahulu

1. Tindakan Perkawinan Siri di Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang,

sebuah skripsi yang disusun oleh Achmad Husairi pada tahun 2010. Skripsi

ini meneliti tentang perkawinan siri yang terjadi di Kecamatan Karang

Tengah, berisi tentang faktor-faktor terjadinya perkawinan siri, dampaknya

bagi keluarga serta tindakan dan argumentasi masyarakat terhadap

perkawinan siri.

2. Dampak Poligami Melalui Nikah Siri terhadap Keharmonisan Keluarga

(Studi Kasus di Kelurahan Sarua Indah Ciputat), disusun oleh Mirzan

Ghulammahmad pada tahun 2009. Sebagaimana yang tercatat dalam judul,

penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sarua Indah Ciputat, yang meneliti dan

mengkaji masalah poligami yang dilakukan dengan perkawinan siri serta

dampaknya terhadap keharmonisan rumah tangga.

3. Pengaruh Nikah Siri terhadap Kewarisan “Analisis Putusan Pengadilan

Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 921/Pdt. G/2007/PAJT”, yang

disusun oleh Elluyah Al’aros pada tahun 2010. Skripsi ini mengkaji secara

Page 17: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

8

detail Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor Perkara 921/Pdt.

G/2007/PAJT tentang Sengketa Waris.

Ketiga skripsi di atas, meskipun bertema serupa akan tetapi berbeda

secara prinsip dan pembahasan dengan skripsi yang akan penulis bahas.

Pertama, skripsi ini membahas tentang perkawinan siri dari segi fikih sekaligus

hukum positif Indonesia. Kedua, analisis perbandingan perkawinan siri antara

fikih dan hukum positif Indonesia.

E. Metode Penelitian

Untuk mengkaji pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan penelitian hukum kualitatif dan penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka.7

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bahan hukum primer (bahan-bahan hukum yang mengikat), yaitu terdiri dari

Al-Quran, Hadis, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (dalam

hal ini adalah segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

masalah dalam skripsi ini).

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, antara lain; tafsir, buku-buku umum, jurnal,

dokumen dan referensi-referensi lain yang berhubungan dengan skripsi ini.

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 13.

Page 18: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

9

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

kamus dan ensiklopedia.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan

library research atau studi kepustakaan, sedangkan teknik analisis data yang

digunakan adalah teknik komperatif secara kualitatif yaitu membandingkan

tinjauan fikih dan hukum positif terhadap permasalahan yang ada.

Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini sesuai dengan buku pedoman

penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang ditertibkan oleh UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Press.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai

sub-sub bab. Secara sistematis bab-bab itu terdiri dari:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

studi review terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Perkawinan dalam Pandangan Fikih

Bab ini menguraikan tentang perkawinan menurut fikih, hukum

perkawinan menurut fikih, rukun dan syarat perkawinan dalam fikih,

serta pencatatan perkawinan dalam pandangan fikih.

Page 19: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

10

BAB III Perkawinan dalam Pandangan Hukum Positif

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang perkawinan menurut

hukum positif, syarat dan sahnya perkawinan dalam hukum positif,

dan pencatatan perkawinan dalam hukum positif.

BAB IV Analisis Perbandingan Akibat Hukum Perkawinan Siri terhadap

Kedudukan Istri, Anak dan Harta Kekayaannya

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang status perkawinan siri

menurut fikih, status perkawinan siri menurut hukum positif, dan

akibat hukum terhadap kedudukan istri, kedudukan anak serta

kedudukan harta kekayaan menurut fikih dan hukum positif.

BAB V Penutup

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran-saran.

Page 20: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

11

BAB II

PERKAWINAN DALAM PANDANGAN FIKIH

A. Perkawinan Menurut Fikih

Perkawinan atau pernikahan asal dari kata nikah, secara bahasa berarti

himpunan (adh-dhamm), kumpulan (al-jam’u), atau hubungan intim (al-wath’u).

Secara denotatif kata nikah digunakan untuk merujuk makna akad, sedangkan

secara konotatif kata nikah merujuk pada makna hubungan intim. Adapun nikah

secara syar’i adalah akad yang membolehkan adanya hubungan intim dengan

menggunakan kata menikahkan, mengawinkan, atau terjemah dari kedua kata

tersebut.1

Sulaiman Rasjid menuturkan bahwa dalam hukum Islam khususnya yang

diatur dalam Ilmu Fikih, pengertian perkawinan atau akad nikah adalah "ikatan

yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta

bertolong-tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara

keduanya bukan merupakan muhrim”.2

Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan

bagi kedua belah pihak (suami atau istri), sehingga status kepemilikan akibat

akad tersebut bagi suami berhak memperoleh kenikmatan biologis dan yang

terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh yang

lainnya, yang dalam term fikih disebut milku al-intifa’, yakni hak memiliki

1 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, terj. Muhammad Afifi (Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2010), hlm. 449.

2 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Jakarta: Attahiriyah, 1993), hlm. 355.

Page 21: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

12

penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda (dalam hal ini adalah istri),

yang digunakan untuk dirinya sendiri.

Bagi perempuan (istri), sebagaimana suami, ia pun berhak memperoleh

kenikmatan biologis yang sama. Akan tetapi, tidak bersifat khusus untuk dirinya

sendiri, dalam hal ini istri boleh menikmati secara biologis atas diri sang suami

bersama perempuan lainnya (istri yang lain). Sehingga kepemilikan di sini hak

berserikat antara para istri. Lebih jelasnya, poliandri tidak dipermasalahkan lagi

hukumnya, yakni haram, dan sebaliknya poligami masih ada celah

diperbolehkan secara syar’i.3

Dalam pandangan umat Islam, perkawinan merupakan asas pokok

kehidupan dalam pergaulan, sebagai perbuatan yang sangat mulia dalam

mengatur kehidupan berumah tangga. Pertalian nikah atau perkawinan, juga

merupakan pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan umat

manusia.4

Dalam Pasal 2 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam, pengertian pernikahan dinyatakan sebagai berikut:

“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yangsangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk menaati perintah Allah SWTdan melaksanakannya merupakan ibadah”.

Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari: perkawinan merupakan salah

satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia,

3 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan AntarMadzhab (Jakarta: Prima Heza Lestari, 2006), hlm. 1.

4 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, hlm. 356.

Page 22: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

13

hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan merupakan cara yang dipilih

Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang-biak,

dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan

perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Allah SWT tidak

menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti

nalurinya dan berhubungan secara anarkis tanpa aturan. Demi menjaga

kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah SWT mengadakan hukum

sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan

itu telah saling terikat. Bentuk pernikahan ini telah memberi jalan yang aman

pada naluri seks, memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum

perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak

dengan seenaknya. Pergaulan suami isteri menurut ajaran Islam diletakkan di

bawah naluri keibuan dan kebapakan sebagaimana ladang yang baik yang

nantinya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah

yang baik pula.5

Oleh karena itu, perkawinan menurut hukum Islam merupakan sebuah

ikatan lahir batin yang suci dan mulia antara pasangan pria dan wanita yang

bertujuan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, yakni

keluarga yang penuh ketenangan, penuh cinta kasih dan selalu mengharapkan

limpahan rahmat dari Allah SWT. Selain itu perkawinan merupakan sebuah

ibadah dalam rangka mentaati perintah Allah SWT.

5 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), jilid 2, hlm. 5.

Page 23: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

14

B. Hukum Perkawinan Menurut Fikih

Segolongan fuqaha, yakni Jumhur ulama, berpendapat bahwa nikah itu

sunah hukumnya. Golongan Zhahiriy berpendapat bahwa nikah itu wajib.

Sedang para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib

untuk sebagian orang, sunah bagi sebagian lainnya, dan mubah untuk segolongan

lainnya lagi. Silang pendapat ini disebabkan, apakah bentuk kalimat perintah

dalam ayat dan hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah ini harus diartikan

wajib, sunah ataupun mubah.6

Perkawinan dalam kaitannya dengan pelaksanaan syariat, hukumnya

termasuk anjuran (mustahab) bagi orang yang membutuhkan atau ingin

berhubungan seksual dengan syarat mempunyai biaya nikah dan bertujuan demi

menjaga agama, melanggengkan keturunan dan melestarikan nasab serta

mewujudkan kemaslahatan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang

berbunyi:7

یا معشرالّشباب من استطع منكم الباءة فلیتزّوج فاءنّھ اغّض

للبصر واحصن للفرج ومن لم یستطع فعلیھ بالصوم فاءنّھ لھ

)متّفق علیھ(وجاء

Artinya:“Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampuserta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karenasesungguhnya pernikahan itu dapat menundukan pandangan mata dan

6 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam TinjauanAntar Madzhab (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 222.

7 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, hlm. 452.

Page 24: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

15

memelihara kemaluan. Dan barang siapa di antara kalian yang belummampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa itu dapat mengekangsyahwat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Substansi dari hadis di atas secara nyata telah dilakukan oleh Nabi

Muhammad SAW, beliau menikah dan menjaganya. Demikian pula, para

sahabat mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dengan melakukan pernikahan

dan menjaganya, dan kebiasaan itu diikuti pula oleh umat beliau. Meneladani

atas semua perbuatan yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW

menunjukkan bahwa perkawinan menempati posisi hukum sunah.

Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin,

tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunah pula dia

kawin. Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena

menjalani hidup sebagai pendeta sedikit pun tidak dibenarkan Islam. Al-

Thabarani meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah SAW

bersabda:8

) رواه الطبرانى(الّرھبانیّة الحنفیّة الّسمحة ان هللا ابدلنا ب

Artinya:“Sesungguhnya Allah SWT menggantikan cara kependetaan dengancara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada kita”. (HR. At-Thabarani)

Adapun jika seseorang tidak butuh menikah, tapi mempunyai biaya yang

tidak bermasalah, sementara dia juga tidak serius dalam beribadah, nikah

baginya lebih utama daripada tidak. Tujuannya agar waktu kosong tidak

8 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, hlm. 7.

Page 25: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

16

membuatnya terjerumus dalam perbuatan keji (al-fawahisy). Akan tetapi nikah

tidak dianjurkan bagi orang yang tidak punya biaya, justru orang tersebut

dianjurkan tidak menikah dahulu.9 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-

Quran Surat An-Nur ayat 33:

Artinya:”Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga

kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengankarunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkanperjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamumengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada merekasebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu danjanganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukanpelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamuhendak mencari keuntungan duniawi dan barangsiapa yang memaksamereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang sesudah mereka dipaksa itu.” (QS. An-Nur: 33)

Dengan demikian, hukum perkawinan dalam Islam adalah sunah, tapi

jika dikaitkan dengan kondisi seseorang maka hukum sunah tersebut dapat

berubah sesuai dengan kondisi orang tersebut. Sebagaimana pandangan para

9 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, hlm. 453.

Page 26: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

17

ulama mutaakhkhirin (belakangan) dari mazhab Maliki yang berpendapat bahwa

nikah itu untuk sebagian orang hukumnya wajib, untuk sebagian yang lain

sunah, dan untuk sebagian yang lain lagi mubah. Pendapat ini juga diikuti oleh

pengikut Imam Syafi’i dan pengikut Imam Ahmad bin Hambal.10

C. Rukun dan Syarat Perkawinan dalam Fikih

Suatu perkawinan atau pernikahan dalam Islam mempunyai rukun dan

syarat yang jelas. Rukun merupakan sesuatu yang harus ada yang menentukan

sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu bermaksud dalam

rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka dalam wudhu dan takbiratul

ihram untuk shalat. Syarat adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah

dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam

rangkaian pekerjaan itu sendiri, seperti menutup aurat untuk sholat. Adapun

rukunnya nikah ada 5 (lima), yaitu shighat, calon suami, calon istri, dua orang

saksi, dan wali.11

1. Shighat Akad Nikah

Shighat akad nikah adalah perkataan yang diucapkan pihak calon

suami dan pihak calon istri pada waktu melakukan akad nikah. Shighat akad

nikah terdiri dari ijab dan qabul. Ijab ialah pernyataan pihak calon istri

bahwa ia bersedia dinikahkan dengan calon suaminya, sedangkan qabul ialah

10 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, jilid 2, terj. Abu Usamah Fakhtur (Jakarta: PustakaAzzam, 2011), hlm. 1.

11 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, hlm. 453.

Page 27: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

18

pernyataan atau jawaban pihak calon suami bahwa ia menerima kesediaan

calon istrinya untuk menjadi calon istrinya.12

Shighat akad nikah harus diucapkan secara jelas (sharih), lengkap

dengan ijab dan qabul sebagaimana akad yang lainnya. Shighat yang

diucapkan wali misalnya adalah “aku kawinkan kamu dengan putriku” atau

“aku nikahkan kamu dengannya”. Sedangkan shighat yang diucapkan suami

adalah “aku kawini”, “aku nikahi”, atau “aku terima nikahnya atau

kawinnya”.13

2. Calon Suami

Adapun syarat-syarat calon suami antara lain:

a. Beragama Islam.

b. Bukan mahram dari calon istri dan calon suami tersebut jelas halal kawin

dengan calon istri.

c. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.

d. Orangnya diketahui dan tertentu.

e. Calon mempelai laki-laki tahu pada calon istri serta tahu betul calon

istrinya halal baginya.

f. Calon suami rela (tidak dipaksa atau terpaksa) untuk melakukan

perkawinan itu dan atas kemauan sendiri.

12 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: BulanBintang, 1974), hlm. 76.

13 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, hlm. 454.

Page 28: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

19

g. Tidak sedang melakukan Ihram.

h. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

i. Tidak sedang mempunyai istri empat.

3. Calon Istri

Adapun syarat-syarat calon istri antara lain:14

a. Beragama Islam.

b. Tidak ada halangan syar’i, yakni tidak bersuami, bukan mahram, tidak

sedang dalam masa iddah.

c. Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci).

d. Wanita itu tentu atau jelas orangnya.

e. Tidak dipaksa (merdeka dan atas kemauan sendiri).

f. Tidak sedang ihram haji atau umrah.

4. Dua Orang Saksi

Syarat untuk dua orang saksi adalah merdeka, laki-laki, adil meski

hanya dari segi dzahir, bisa mendengar, dan bisa melihat. Persaksian budak,

wanita, orang fasik, orang tuli, maupun orang buta itu tidak sah, sebab

pernyataan hanya bisa ditangkap dengan adanya fungsi penglihatan dan

pendengaran yang normal. Syarat adil di atas sudah mencangkup syarat

beragama Islam.15

14 Muhammad Abdul Tihami, Fiqh Munakahat; Kajian Fiqh Nikah Lengkap (Jakarta:Rajawali Press, 2009) hlm. 33.

15 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, hlm. 458.

Page 29: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

20

Kewajiban adanya saksi ini tidak lain untuk kemaslahatan kedua

belah pihak dan masyarakat pada umumnya. Misalnya, salah seorang

mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga

misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi

dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang

suami istri. Di samping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang

lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut. Dan di sinilah saksi itu

dapat memberikan kesaksiannya.

5. Wali

Keberadaan wali dalam suatu pernikahan merupakan perkara

khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan para ulama mazhab, artinya

seorang muslim boleh dan tidak tercela mengambil atau berpegang kepada

salah satu dari beberapa pendapat tersebut tanpa harus saling menyalahkan

antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana yang telah diuraikan oleh

Ibnu Rusyd:16

a. Malik berpendapat bahwa nikah tidak sah kecuali dengan wali dan itu

merupakan syarat sah, dalam riwayat Asyhab darinya dan Syafi’i juga

menyatakan demikian.

b. Abu Hanifah, Zufar, Sya’bi dan Az-Zuhri mengatakan bahwa jika

seorang wanita melakukan akad nikah tanpa walinya, sedangkan calon

suaminya setara dengannya, maka dibolehkan.

16 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, hlm. 14-15.

Page 30: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

21

c. Sedangkan Daud membedakan antara gadis dan janda. Ia berkata,

disyaratkan adanya wali pada gadis dan tidak disyaratkan adanya wali

pada janda.

d. Berdasarkan riwayat Ibnu Al-Qasim dari Malik tentang perwalian

terdapat pendapat ke empat, yaitu bahwa disyaratkannya wali dalam

nikah adalah sunah bukan wajib. Hal itu karena diriwayatkan darinya,

bahwa dia berpendapat adanya hak warisan antara suami istri tanpa wali,

dan boleh bagi wanita yang tidak memiliki kemuliaan untuk mewakilkan

kepada seorang laki-laki dalam menikahkannya. Dia juga mensunahkan

agar seorang janda mengajukan kepada walinya untuk menikahkannya.

Seolah-olah menurutnya wali itu termasuk syarat kesempurnaan bukan

syarat sah. Berbeda dengan ungkapan ulama Baghdad yang termasuk

pengikut Malik (yaitu mereka mengatakan bahwa wali termasuk syarat

sah bukan termasuk syarat kesempurnaan dalam nikah).

D. Pencatatan Perkawinan dalam Pandangan Fikih

Salah satu tujuan dari syariat Islam (maqashidu syari’ah) adalah

mendatangkan maslahat dan menghindarkan bahaya, karena perkawinan yang

tidak dicatat pemerintah menimbulkan mudharat kepada istri, anak, dan harta

bersama, maka pencatatan perkawinan oleh pemerintah menurut sebagian orang

dipandang sebagai masalah dharurat karena tidak disebutkan secara rinci dalam

Al-Quran dan Hadis. Hukum yang diterapkan berdasarkan ijtihad ini dapat

Page 31: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

22

berubah sesuai kondisi, selama perubahan hukum itu untuk kemaslahatan dan

tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis atau maqashidu syari’ah, dengan

berdasarkan kaidah fiqhiyah:17

تغیراالحكام بتغیراالحوال واألزمنةArtinya:“Hukum dapat berubah disebabkan perubahan keadaan dan zaman.”

Menurut Abdul Manan, ada beberapa faktor yang menjadi alat atau faktor

pengubah hukum, yaitu faktor arus globalisasi, faktor sosial budaya, faktor

politik, faktor ekonomi, faktor iptek, pendidikan, hukum, dan supremasi

hukum.18 Di samping itu ada pula yang menjadikan maslahah mursalah sebagai

landasan berpendapat. Teori ini mengajarkan bahwa apa yang tidak

diperintahkan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadis dapat dibuat aturan

yang mengharuskan berdasarkan kemaslahatan dan sekaligus menghindari

mudharat.

Berdasarkan cara berfikir tersebut, pencatatan perkawinan sangat

dianjurkan demi menjaga kemaslahatan suami, istri, dan anak-anaknya, karena

dinilai bahwa perkawinan yang tidak tercatat lebih banyak mendatangkan

mudharat dari pada manfaatnya. Para perancang ordonansi perkawinan di

Pakistan mendasarkan fikiran mereka pada ayat Al-Quran yang menyatakan

bahwa dalam melakukan transaksi penting seperti utang piutang saja hendaknya

17 Huzaemah Tahido Yanggo, Perkawinan Yang Tidak Dicatat Pemerintah: PandanganHukum Islam (Jakarta: GT2 dan GG Pas), hlm. 22.

18 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm.57.

Page 32: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

23

selalu dicatatkan, apalagi perkawinan yang bahkan lebih penting dari utang

piutang.19 Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 282,

yang berbunyi:

...

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidaksecara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamumenuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamumenuliskannya dengan benar dan janganlah penulis engganmenuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah iamenulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apayang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada AllahTuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripadahutangnya.” (QS. Al-Baqarah: 282)

Akad nikah bukanlah muamalah biasa, akan tetapi merupakan perjanjian

yang sangat kuat, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat An-

Nisa’ ayat 21, yang berbunyi:

19 Fathurrahman Djamil, Perkawinan Bawah Tangan dan Konsekuennya terhadap Anakdan harta (Jakarta: GT2 dan GG Pas, Mei 2007), hlm. 38.

Page 33: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

24

Artinya:”Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagiankamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri.dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yangkuat.” (QS. An-Nisa: 21)

Setidaknya terdapat 2 (dua) manfaat dari pencatatan perkawinan, yaitu

manfaat represif dan manfaat preventif. Manfaat represif dari pencatatan

perkawinan adalah terbentuknya kesempatan itsbat nikah (penetapan nikah) bagi

suami istri yang karena suatu hal perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan

akta nikah. Sedangkan manfaat preventif dari pencatatan nikah adalah untuk

menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan dan penyimpangan rukun dan

syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun hukum

perundang-undangan, dengan ini dapat dihindari pelanggar terhadap kompilasi

relatif pegawai pencatat perkawinan atau menghindari terjadinya pemalsuan

(penyimpangan hukum), seperti identitas calon mempelai, status perkawinan,

perbedaan agama dan usia calon mempelai tersebut.20

20 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),hlm. 111.

Page 34: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

25

BAB III

PERKAWINAN DALAM PANDANGAN

HUKUM POSITIF INDONESIA

A. Perkawinan Menurut Hukum Positif

Perkawinan yang dilakukan antara pasangan seorang pria dengan seorang

wanita, pada hakekatnya merupakan naluri atau fitrah manusia sebagai makhluk

sosial guna melanjutkan keturunannya. Oleh karenanya, dilihat dari aspek fitrah

manusia tersebut, pengaturan perkawinan tidak hanya didasarkan pada norma

hukum yang dibuat oleh manusia saja, melainkan juga bersumber dari hukum

Tuhan yang tertuang dalam hukum agama. Selanjutnya, menurut ketentuan

dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

pengertian perkawinan ialah: “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Perkawinan yang merupakan perbuatan mulia tersebut pada prinsipnya,

dimaksudkan untuk menjalin ikatan lahir batin yang sifatnya abadi dan bukan

hanya untuk sementara waktu, yang kemudian diputuskan lagi. Atas dasar sifat

ikatan perkawinan tersebut, maka dimungkinkan dapat didirikan sebuah rumah

tangga yang damai, teratur, penuh cinta kasih serta memperoleh keturunan yang

baik dalam masyarakat.1

1 Mahmuda Junus, Hukum Perkawinan Islam Menurut Mazhad: Syafi’i, Hanafi, Malikidan Hambali (Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1989), hlm. 110.

Page 35: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

26

Pengertian perkawinan di atas menggambarkan bahwa perkawinan

merupakan suatu perjanjian atau akad antara seorang laki-laki dengan seorang

wanita untuk hidup berumah tangga, yang di dalamnya termasuk adanya

pengaturan hak dan kewajiban serta saling tolong menolong dari kedua belah

pihak. Perkawinan merupakan asas pokok kehidupan dalam pergaulan umat

manusia, sebagai perbuatan yang sangat mulia dalam mengatur kehidupan

manusia dalam berumah tangga.

Dengan demikian perkawinan merupakan pertalian yang seteguh-

teguhnya dalam hidup dan kehidupan umat manusia. Hal ini tidak saja terbatas

pada pergaulan antara suami dan istri, melainkan juga ikatan saling kasih-

mengasihi pasangan hidup tersebut, yang natinya akan berpindah kebaikannya

kepada semua keluarga dari kedua belah pihak. Kedua keluarga dari masing-

masing pihak menjadi satu dalam segala urusan tolong menolong, menjalankan

kebaikan, serta menjaga dari segala kejahatan, di samping itu dengan

melangsungkan perkawinan seorang dapat terpelihara terhadap keganasan dan

kebinasaan hawa nafsunya.

B. Syarat dan Sahnya Perkawinan dalam Hukum Positif

1. Syarat Perkawinan

Tujuan dari perkawinan yaitu menciptakan keluarga yang bahagia

dan kekal, maka perkawinan dilakukan dengan syarat yang ketat. Apabila

memperhatikan syarat perkawinan yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11,

Page 36: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

27

dan 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka

syarat perkawinan terbagi atas:

a. Syarat formil yaitu meliputi;

1) Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai

(Pasal 6 ayat (1));

2) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

tahun dan wanita telah mencapai umur 16 tahun. (Pasal 7 ayat (1));

3) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal

yang diijinkan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 (Pasal 9).

b. Syarat materiil yang berlaku khusus, yaitu bagi perkawinan tertentu saja,

antara lain;

1) Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana diatur dalam

Pasal 8, 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan;

2) Izin dari orang tua bagi mereka yang belum mencapai umur 21 tahun

(Pasal 6 ayat 2).

Apabila telah dipenuhi syarat-syarat tersebut di atas, baik syarat

materiil maupun syarat formil, maka kedua calon mempelai telah resmi

menjadi suami istri. Akan tetapi, bila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi,

maka menimbulkan ketidakabsahan perkawinan yang berakibat batalnya

suatu perkawinan. Kemudian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Page 37: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

28

tentang Perkawinan mengatur tentang larangan perkawinan yang

menentukan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun lurus

ke atas;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang

dengan saudara neneknya;

c. Berhubungan semenda, yakni mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau

bapak tiri;

d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara

susuan dan bibi atau paman susuan;

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari

istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

berlaku, dilarang kawin.

2. Sahnya Perkawinan

Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, karena itu mempunyai

akibat hukum. Adanya akibat hukum, penting sekali kaitannya dengan sah

tidaknya perbuatan hukum. Oleh karena itu, sah tidaknya suatu perkawinan

ditentukan oleh hukum yang berlaku (hukum positif), yaitu berdasarkan

ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Page 38: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

29

Perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamnya dan kepercayaanya itu”.

Sedangkan menurut Pasal 2 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam, bahwa: ”Perkawinan menurut hukum Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk

menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.2

Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) yang menentukan,

bahwa: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dari ketentuan tersebut dapat

diketahui bahwa Undang-Undang Perkawinan menitikberatkan sahnya

perkawinan pada dua unsur, yakni perkawinan harus dilaksanakan sesuai

dengan syarat dan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang (hukum

negara) dan hukum agama.3 Artinya jika perkawinan hanya dilangsungkan

menurut ketentuan undang-undang negara tanpa memperhatikan ketentuan-

ketentuan agama, maka perkawinan tidak sah, demikian juga sebaliknya.

C. Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Positif

Keikutsertaan pemerintah dalam kegiatan perkawinan adalah dalam hal

yang menyangkut proses administratif, sehingga perkawinan harus dicatatkan

2 M Ridwan Indra, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: CV. Haji Masagung,1994), hlm. 1.

3 Wahyono Darmabrata, Tinjauan UU No. 1 Tahun 1974 (Jakarta: Gitama Jaya, 2003),hlm. 101.

Page 39: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

30

sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan menentukan; “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dengan adanya pencatatan ini,

akan memberikan perlindungan bagi suami istri dan anak-anaknya termasuk

untuk kepentingan harta kekayaan yang terdapat dalam perkawinan tersebut.

Pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam dilakukan oleh

Pegawai Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang

Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang

Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura.

Bagi mereka yang beragama selain Islam pencatatan dilakukan di Kantor Catatan

Sipil. Pencatatan tersebut tidak menentukan sahnya suatu peristiwa hukum suatu

perkawinan, tetapi hanya memberikan pembuktian bahwa peristiwa hukum itu

telah terjadi dan dilakukan, sehingga hanya bersifat administratif, karena sahnya

perkawinan sendiri ditentukan oleh masing-masing agama dan kepercayaannya.

Adapun tahapan atau proses pencatatan perkawinan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 antara lain;

1. Memberitahukan kehendak dilangsungkannya perkawinan secara lisan

maupun tulisan oleh calon mempelai atau orang tua atau walinya.

Pemberitahuan memuat identitas dan disampaikan 10 (sepuluh hari) sebelum

Page 40: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

31

perkawinan dilangsungkan. (Pasal 4 dan 5, Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974);

2. Setelah semua persyaratan dipenuhi dan tidak ada halangan untuk

melangsungkan perkawinan menurut Undang-undang, maka perkawinan

tersebut dimasukkan dalam buku daftar dan diumumkan. (Pasal 6, 7, 8 dan 9

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974);

3. Setelah perkawinan dilangsungkan kedua mempelai harus menandatangani

Akta Perkawinan yang dihadiri dua saksi dan pegawai pencatat perkawinan.

Sedangkan yang beragama Islam akta tersebut juga ditanda tangani oleh wali

nikah. (Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974);

4. Untuk memberikan kepastian hukum kepada kedua mempelai masing-

masing diserahkan kutipan akta perkawinan sebagai alat bukti.

Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun

nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur

telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka perkawinan tersebut

adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya

perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi

oleh negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2

Undang-Undang Perkawinan, tentang pencatatan perkawinan.

Page 41: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

32

Mengenai pencatatan perkawinan, dijelaskan pada Bab II Pasal 2

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pencatatan Perkawinan. Bagi

mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan

dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan untuk mencatatkan

perkawinan dari mereka yang beragama dan kepercayaan selain Islam, cukup

menggunakan dasar hukum Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Perkawinan dicatatkan kepada pejabat pencatat yang ditunjuk negara

(pemerintah). Pemerintah berkewajiban mencatat, dan sebagai alat bukti sah

ikatan perkawinan diberikan akta perkawinan. Akta perkawinan tersebut

bertujuan mengatur hubungan hukum masing-masing menjadi suami istri yang

sah. Dengan demikian, hukum perkawinan dan akta perkawinan merupakan

peristiwa hukum yang dilindungi oleh hukum serta mempunyai akibat hukum

yang sah. Kelembagaan pencatat perkawinan di Indonesia dibedakan ke dalam 2

(dua) kelompok, berdasarkan agama Islam dan agama non Islam.

Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan agama Islam dicatat oleh

petugas Kantor Urusan Agama (KUA), sedangkan bagi perkawinan di luar

agama Islam melibatkan 2 (dua) lembaga yang berbeda yaitu lembaga agama

(yang berwenang menikahkan) dan lembaga pencatatan sipil (yang akan

mencatat perkawinan yang telah dilaksanakan di hadapan pemuka agama).

Page 42: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

33

Berdasarkan pencatatan sipil tersebut kemudian dikeluarkan kutipan akta

perkawinan.4

Catatan Sipil merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan

hukum seseorang. Bahwa untuk dapat dijadikan dasar kepastian hukum

seseorang maka data atau catatan peristiwa penting seseorang, seperti

perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak dan pengesahan

anak, perlu didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil, oleh karena Kantor Catatan Sipil

adalah suatu lembaga resmi Pemerintah yang menangani hal-hal seperti di atas

yang sengaja diadakan oleh Pemerintah, dan bertugas untuk mencatat,

mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin setiap peristiwa penting

bagi status keperdataan seseorang.

Seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang memiliki

aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang

bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang

otentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan

hukum seseorang menjadi tegas dan jelas. Dalam rangka memperoleh atau

mendapatkan kepastian kedudukan hukum seseorang, perlu adanya bukti-bukti

otentik yang sifat bukti itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang

kedudukan hukumnya. Bukti-bukti otentik yang dapat digunakan untuk

mendukung kepastian tentang kedudukan seseorang itu ialah adanya akta yang

4 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980),hlm. 16.

Page 43: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

34

dikeluarkan oleh suatu lembaga. Lembaga inilah yang berwenang untuk

mengeluarkan akta-akta mengenai kedudukan hukum tersebut.

Tata cara pencatatan perkawinan dilaksanakan sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini, antara lain

setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan secara lisan

atau tertulis rencana perkawinannya kepada pegawai pencatat di tempat

perkawinan akan dilangsungkan, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja

sebelum perkawinan dilangsungkan. Kemudian pegawai pencatat meneliti

apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat

halangan perkawinan menurut Undang-Undang.

Penghulu adalah orang yang bertanggung jawab untuk mencatat, bukan

menikahkan. Terkadang ada salah tafsir bahwa penghulu itu menikahkan. Tapi,

dia juga bisa bertindak menjadi naibul wali ketika wali menyerahkan untuk

memimpin kewaliannya itu. Namun itu harus ada serah terima dari wali yang

sesungguhnya. Tidak bisa dia mengangkat dirinya menjadi wali. Apalagi pihak

lain yang mencoba untuk memposisikan dirinya sebagai penghulu, yang tidak

ada surat keputusannya sebagai penghulu.

Perkawinan siri merupakan perkawinan yang sah menurut agama karena

terpenuhinya rukun nikah, tetapi tidak di hadapan hukum dan negara.

Sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) harus dibaca sebagai satu

Page 44: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

35

kesatuan, artinya perkawinan yang sah adalah yang dilakukan berdasarkan

agama dan kepercayaan itu dan harus dicatatkan dan akta perkawinan merupakan

bukti satu-satunya adanya suatu perkawinan.

Ketentuan dari Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal yang berkaitan dengan tata cara perkawinan dan pencatatannya, antara lain

Pasal 10, 11, 12, dan 13.

Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa tata cara perkawinan dilakukan

menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, selanjutnya dengan

mengindahkan tata cara perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaannya

itu perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua

orang saksi.

Pencatatan perkawinan sebagai salah satu komponen administrasi

kependudukan berada pada fungsi pencatatan sipil yang secara struktural berada

di bawah pembinaan Direktorat Pencatatan Sipil Depdagri. Peran yang diberikan

dalam kerangka SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) antara

lain berupa penyajian data perkawinan sesuai dengan komposisi yang

diperlukan, yakni melalui pemberian input data secara proporsional terhadap

Page 45: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

36

sistem yang ada. Melalui input yang lengkap dan benar akan dapat disajikan data

perkawinan sesuai dengan kebutuhan. Adapun manfaat data perkawinan tersebut

antara lain:

1. Untuk mengetahui jumlah penambahan keluarga yang dapat digunakan

sebagai acuan penyusunan program pembinaan kesejahteraan keluarga dan

dijadikan komponen lembaga terkecil bagi pembentukan SDM berkualitas;

2. Untuk pengelolaan data berkaitan dengan rencana program pembinaan rumah

tangga dan advokasi penduduk pra nikah;

3. Untuk mengetahui banyaknya pasangan yang telah memiliki akta perkawinan

sebagai tolok ukur tingkat kesadaran masyarakat dalam aspek administrasi

kependudukan.

Dengan melihat pada fungsi data perkawinan tersebut di atas, maka

sudah selayaknya apabila penyelenggaraan pencatatan perkawinan

diselenggarakan secara terpadu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 2007 tentang Administrasi Kependudukan. Ketentuan Pasal 34

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

menyebutkan bahwa perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana

di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak

tanggal perkawinan.

Page 46: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

37

Selanjutnya berdasarkan laporan tersebut, pejabat pencatatan sipil

mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta

perkawinan. Bagi penduduk yang beragama Islam pelaporan tersebut

disampaikan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) yang selanjutnya Kantor

Urusan Agama (KUA) berkewajiban menyampaikan laporan tersebut kepada

pejabat pencatatan sipil.

Page 47: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

38

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI

TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN

HARTA KEKAYAANNYA

A. Status Perkawinan Siri Menurut Fikih

Perkawinan merupakan perbuatan mulia yang pada prinsipnya

dimaksudkan untuk menjalin ikatan lahir batin yang sifatnya abadi dan bukan

hanya untuk sementara waktu yang kemudian diputuskan lagi. Atas dasar sifat

ikatan perkawinan tersebut, maka dimungkinkan dapat didirikan rumah tangga

yang sakinah, mawaddah, rahmah, damai dan teratur, serta memperoleh

keturunan yang baik dalam sosial kemasyarakatan.

Mengenai perkawinan siri, Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam

Syafi’i sepakat bahwa tidak boleh melakukan perkawinan secara rahasia (sirri).

Mereka berbeda pendapat jika mendatangkan saksi 2 (dua) orang, lalu keduanya

diwasiatkan untuk merahasiakannya, apakah perkawinan tersebut termasuk

perkawinan siri atau bukan, Imam Malik mengatakan bahwa itu adalah nikah

secara rahasia dan harus dibatalkan, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan

bahwa itu bukan termasuk nikah secara rahasia.1

Perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka terletak pada

kesaksian, apakah kesaksian dalam hal ini merupakan hukum syar’i atau maksud

1 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, jilid 2, terj. Abu Usamah Fakhtur (Jakarta: PustakaAzzam, 2011), hlm. 31.

Page 48: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

39

dari kesaksian tersebut adalah menutup jalan perselisihan atau pengingkaran.

Ulama yang menyatakan bahwa itu adalah hukum syar’i mengatakan bahwa

kesaksian adalah salah satu syarat sah, sedangkan ulama yang berpendapat

bahwa persaksian itu hanya untuk pembuktian mengatakan bahwa kesaksian

termasuk syarat kesempurnaan.2

Adapun dalam perkembangannya, perkawinan siri yang terjadi di

Indonesia saat ini merupakan perkawinan yang memenuhi syarat-syarat dan

rukun-rukun perkawinan sehingga dipandang sah menurut hukum Islam. Namun

apabila perkawinan dilaksanakan tanpa adanya wali dan saksi maka perkawinan

tersebut tidak sah.3 Perkawinan siri juga dapat diartikan sebagai perkawinan

yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, ada yang dicatat tapi disembunyikan

dari masyarakat dan ada pula yang tidak dicatatkan pada Petugas Pencatat Nikah

(PPN) dan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA).4

Sementara dalam pandangan KH. Ma’ruf Amin, Forum Ijtima’ Ulama

Komisi Fatwa, sengaja memakai istilah nikah bawah tangan. Selain untuk

membedakan perkawinan siri yang sudah dikenal oleh masyarakat, istilah ini

lebih sesuai dengan ketentuan agama Islam. Menurutnya penyebutan dengan

istilah nikah bawah tangan untuk membedakan dengan perkawinan siri yang

berkonotasi lain. Kalau nikah siri dalam pengertian nikah yang dilakukan hanya

2 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, hlm. 32.3 Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah (Surabaya: Terbit Terang, 2006), hlm

65.4 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern (Yogjakarta: Graha Ilmu,

2011), hlm. 17.

Page 49: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

40

berdua saja, tidak memakai syarat dan rukun nikah lainnya, bisa dipastikan

perkawinan semacam ini tidak sah.5

Dengan demikian, status hukum dari perkawinan siri menurut fikih atau

hukum Islam adalah sah sebagaimana perkawinan pada umumnya, selama

memenuhi syarat dan rukun perkawinan dalam Islam, yakni adanya akad, calon

suami, calon istri, dua orang saksi dan adanya wali. Hanya saja dalam

pelaksanaannya perkawinan siri tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang.

B. Status Perkawinan Siri Menurut Hukum Positif

Perkawinan siri merupakan akad nikah antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan yang pelaksanaannya hanya didasarkan pada ketentuan-

ketentuan agama Islam semata tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan siri

adalah perkawinan yang tidak didaftarkan di Kantor Pencatatan Nikah.

Perkawinan siri ini nantinya akan membawa akibat hukum bagi pasangan suami

istri, anak yang dilahirkan dan harta benda dalam perkawinan, karena

perkawinan siri yang mereka lakukan tersebut tidak memiliki alat bukti yang

otentik sehingga tidak memiliki kekuatan hukum.6

Pemerintah secara tegas telah mewajibkan pencatatan perkawinan

sebagaimana yang tertera dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

5 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga (Jakarta:Elsas, 2008), hlm. 147.

6 Ali Uraidy, Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya, (Jurnal Ilmiah Fenomena,November 2012), hlm. 982.

Page 50: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

41

tentang Perkawinan. Dalam aturan tersebut jelas dikatakan bahwa tiap-tiap

perkawinan harus dicatatkan menurut perundangan yang berlaku. Adapun

prosedur lebih detailnya termuat dalam Pasal 10, 11, 12 dan 13 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Apabila perkawinan dilaksanakan hanya secara agama saja dan tidak

dicatatkan pada instansi yang berwenang dalam hal ini Kantor Urusan Agama

(KUA) Kecamatan, maka suami dapat saja mengingkari perkawinan tersebut.

Untuk itu Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai syarat

sahnya suatu perkawinan.

Pada asasnya tiap peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah berporos

pada kemaslahatan bersama (mashlahah ‘ammah). Ada banyak hal yang

melatarbelakangi pembentukan peraturan tersebut. Termasuk aturan perkawinan

yang mulai diperhatikan jauh setelah kemerdekaan Indonesia dicapai. Jadi di

balik semua itu tersirat manfaat besar yang diharapkan akan tercapai tatkala

masing-masing individu melaksanakannya.

Oleh karena itu, status perkawinan siri menurut hukum positif yang

berlaku di Indonesia dianggap tidak sah karena tidak terpenuhinya syarat sahnya

perkawinan, yakni setiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan

yang berlaku.

Page 51: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

42

C. Akibat Hukum Perkawinan Siri Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan

Harta Kekayaan Menurut Fikih dan Hukum Positif

1. Kedudukan Istri

a. Menurut Fikih

Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya,

bahwasanya perkawinan siri yang memenuhi setiap syarat dan rukun

yang ada dalam hukum Islam merupakan perkawinan sah. Kedudukan

istri dalam perkawinan adalah seimbang dengan suami, begitu pula

dengan akibat hukumnya, tidak berbeda dengan perkawinan yang pada

umumnya terjadi di dalam Islam. Allah SWT berfirman:

Artinya:“...Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengankewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi para suamimempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri-isterinya,dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Para ulama sepakat bahwa akibat dari sebuah perkawinan adalah

timbulnya hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh suaminya, yaitu nafkah

dan pakaian.7 Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran:

...7 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, hlm. 106.

Page 52: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

43

Artinya:”dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaiankepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (baik)...“ (QS. Al-Baqarah: 233)

Kemudian akibat hukum dari perkawinan yang sah menurut

hukum Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:8

1. Menjadi halal melakukan hubungan seksual dan bersenang-senang

antara suami istri tersebut.

2. Mahar atau mas kawin yang diberikan menjadi milik sang istri.

3. Timbulnya hak-hak dan kewajiban antara suami istri, suami menjadi

kepala rumah tangga dan istri menjadi ibu rumah tangga.

4. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menjadi anak-anak

yang sah.

5. Timbul kewajiban dari suami untuk mendidik anak-anak dan istrinya

serta mengusahakan tempat tinggal bersama.

6. Berhak saling waris-mewarisi antara suami istri dan anak-anak dengan

orang tua.

7. Timbulnya larangan perkawinan karena hubungan semenda.

8. Bapak berhak menjadi wali nikah bagi anak perempuannya.

9. Bila di antara suami istri ada yang meninggal salah satunya, maka

yang lainnya berhak menjadi wali pengawas terhadap anak-anak dan

hartanya.

8 Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum AcaraPeradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 49.

Page 53: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

44

b. Menurut Hukum Positif

Mengenai kedudukan istri di dalam perkawinan siri menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi

Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, bahwa

karena perkawinan siri tidak dikenal dan tidak diakui dalam hukum

negara, maka perkawinan tersebut tidak mempunyai hak perlindungan

hukum. Hak istri maupun suami dapat dilindungi oleh Undang-Undang

setelah memiliki alat bukti yang otentik tentang perkawinannya.

Pasal 6 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan siri tidak

memiliki kekuatan hukum. Perkawinan siri bahkan dianggap sebagai

suatu pelanggaran, sebagaimana terdapat dalam Pasal 45 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Persoalan akan muncul ketika perkawinan yang telah sah

(memenuhi syarat dan rukun menurut agama Islam), tetapi tidak

dicatatkan pada lembaga pencatatan negara, biasanya akan timbul banyak

masalah setelah perkawinan. Tidak dapat dipungkiri perkawinan siri

menjadikan kesenangan di depan, membawa petaka di belakang dan

berdampak negatif karena hak hukumnya tidak terpenuhi.9

9 Nurul Huda Haem, Awas Illegal Wedding, dari Penghulu Liar hingga Perselingkuhan(Jakarta: Penerbit Hikmah, 2007), hlm 104.

Page 54: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

45

Akibat negatif yang muncul dari perkawinan siri merupakan

benturan dua kepentingan antara pelaku kawin siri yang tidak mau

mencatatkan perkawinannya di satu pihak dan kepentingan negara untuk

menertibkan administrasi kependudukan di pihak lain, sehingga

perkawinan yang tidak dicatatkan tidak diakui oleh negara. Salah satu

bentuk pengakuan ini adalah adanya akta nikah sebagai bukti otentik

terjadinya perkawinan. Dengan akta nikah perkawinan mempunyai

kekuatan hukum dan haknya dilindungi oleh undang-undang.

Dengan demikian, perkawinan siri berakibat fatal pada kedudukan

wanita sebagai istri. Secara hukum, wanita yang menikah siri tidak

dianggap sebagai istri yang sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan

dari suami jika suami meninggal dunia, dan tidak berhak atas harta

bersama atau harta gono gini jika terjadi perceraian.

2. Kedudukan Anak

a. Menurut Fikih

Kedudukan anak sebagai hasil dari perkawinan merupakan bagian

yang penting dalam suatu keluarga menurut hukum Islam. Anak yang

lahir dari perkawinan siri adalah anak sah. Seorang anak sah ialah, anak

yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya.

Dan sahnya seorang anak di dalam Islam adalah menentukan apakah ada

atau tidak hubungan kebapakan (nasab) dengan seorang laki-laki. Dalam

Page 55: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

46

hal hubungan nasab dengan bapaknya tidak ditentukan oleh kehendak

atau kerelaan manusia, namun ditentukan oleh perkawinan atas nama

Allah SWT yang syarat dan rukunnya terpenuhi.

Para ulama sepakat bahwa anak yang terlahir kurang dari 6

(enam) bulan tidak digolongkan ke dalam nasab bapaknya, baik terlahir

pada waktu akad, maupun pada waktu dukhul (setelah senggama).

Meskipun begitu, para ulama berbeda pendapat dalam penetapan nasab

karena keputusan qafah (ahli nasab), yaitu dua orang yang melakukan

persetubuhan dalam satu masa suci, baik karena sebab perbudakan atau

karena sebab pernikahan.

Gambaran hukum qafah ini terdapat pada anak pungut yang

diakui oleh dua orang atau tiga orang. Qafah menurut bangsa Arab

adalah suatu kaum yang memiliki pengetahuan tentang garis keturunan

yang mirip antara sesama manusia, untuk saat ini seperti dibuktikan

dengan tes DNA. Para ulama yang berpegang pada putusan qafah

tersebut adalah Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan Al-Auza’i,

sedangkan para ulama Kufah dan mayoritas ulama Irak menolak putusan

qafah.10

Perkawinan siri dikatakan sah karena syarat dan rukunnya

terpenuhi. Sehingga anak yang dilahirkan dari perkawinan siri juga

dianggap sah dan berhak mendapatkan pengakuan dari ayah dan keluarga

10 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, hlm. 718-719.

Page 56: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

47

ayahnya serta mendapatkan hak waris dan nafkah dari orang tuanya.

Selain itu, anak juga berhak mendapatkan pemeliharaan, pengasuhan,

pendidikan, penjagaan dan perlindungan dari orang tuanya. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam Al-Quran:

Artinya:“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama duatahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada paraibu dengan cara ma'ruf, seseorang tidak dibebani melainkanmenurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibumenderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayahkarena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabilakeduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaankeduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa ataskeduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh oranglain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikanpembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allahdan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamukerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Page 57: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

48

Kemudian, anak hasil dari perkawinan siri sebagai anak yang sah

dalam hukum Islam juga harus terpenuhi semua hak-haknya dalam hal

kedudukannya sebagai anak, sebagaimana yang telah disebutkan oleh

Abdur Rozak di dalam bukunya “Hak Anak dalam Islam”, bahwa hak-

hak anak antara lain:11

a. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan.

b. Hak anak dalam kesucian keturunannya.

c. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik.

d. Hak anak dalam menerima susuan.

e. Hak anak dalam mendapatkan pengasuhan yang layak, perawatan dan

pemeliharaan.

f. Hak anak dalam kepemilikan harta benda atau hak warisan demi

kelangsungan hidupnya.

g. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

Oleh karena itu, Islam tidak membedakan kedudukan anak dalam

perkawinan siri. Selama perkawinan memenuhi semua rukun dan syarat

yang telah ditetapkan dalam hukum Islam, maka perkawinan tersebut

hukumnya adalah sah dan begitupun dengan anak hasil perkawinan

tersebut berkedudukan sama dan harus mendapatkan hak-haknya sebagai

anak yang sah.

11 Abdur Rozak Husein, Hak Anak dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 1992), hlm.21.

Page 58: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

49

b. Menurut Hukum Positif

Hukum positif di Indonesia membedakan antara keturunan yang

sah dan keturunan yang tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas

adanya perkawinan yang sah, dalam arti bahwa yang satu adalah

keturunan yang lain berdasarkan kelahiran dalam atau sebagai akibat dari

perkawinan yang sah, anak-anak yang demikian disebut sebagai anak

sah. Sedangkan keturunan yang tidak sah adalah keturunan yang tidak

didasarkan atas suatu perkawinan yang sah, anak yang demikian disebut

anak luar kawin.12

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan

dalam atau akibat perkawinan yang sah, meskipun anak tersebut lahir

dari perkawinan wanita hamil yang usia kandungannya kurang dari 6

(enam) bulan lamanya sejak ia menikah resmi.

Mengenai anak sah maupun anak luar kawin, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah mengaturnya dalam

Pasal 42, 43 dan 44, yaitu:

Pasal 42Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibatperkawinan yang sah.

12 J. Satrio, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-Undang(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 5.

Page 59: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

50

Pasal 43(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 44(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang

dilahirkan oleh istrinya bilamana ia dapat membuktikanbahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripadaperzinaan tersebut.

(2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anakatas permintaan pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-

VIII/2010 Tanggal 13 Februari 2012, dalam Pasal 43 ayat (1) di atas

harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan

laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum

mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan

keluarga ayahnya”.13

Anak luar kawin yang diakui secara sah adalah salah satu ahli

waris menurut undang-undang yang diatur dalam KUHPerdata

berdasarkan Pasal 280 jo Pasal 863 KUHPerdata. Anak luar kawin yang

berhak mewaris tersebut merupakan anak luar kawin dalam arti sempit,

mengingat doktrin mengelompokkan anak tidak sah dalam 3 (tiga)

13 Syafran Sofyan, Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin(www.jimlyschool.com)

Page 60: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

51

kelompok, yaitu anak luar kawin, anak zina, dan anak sumbang, sesuai

dengan penyebutan di dalam Pasal 272 jo Pasal 283 KUHPerdata

(tentang anak zina dan sumbang). Anak luar kawin yang berhak

mendapatkan waris adalah sesuai dengan pengaturannya dalam Pasal 280

KUHPerdata.

Dengan demikian, bagi anak yang lahir dari perkawinan siri atau

anak luar kawin bisa mendapatkan pengakuan sebagai anak yang sah dan

mendapatkan hubungan perdata bukan hanya dengan ibunya saja, tapi

dengan ayah dan keluarga ayahnya, apabila hubungan darahnya dapat

dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau bukti-bukti

yang lain. Sehingga hubungan perdata dengan ayah atau ibunya

dilindungi dan terjamin secara hukum.

3. Kedudukan Harta Kekayaan

a. Menurut Fikih

Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya bagi diri

mereka yang melangsungkan perkawinan, hak dan kewajiban yang

mengikat pribadi suami istri, tetapi lebih dari itu mempunyai akibat

hukum pula terhadap harta suami istri tersebut. Hubungan hukum

kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin sedemikian

eratnya, sehingga keduanya memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat

dipisahkan. Hubungan hukum kekeluargaan menentukan hubungan

Page 61: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

52

hukum kekayaannya dan hukum harta perkawinan tidak lain merupakan

hukum kekayaan keluarga.14

Harta benda yang timbul karena perkawinan ada dua jenis, yaitu

harta benda yang dibawa dari luar perkawinan yang telah ada pada saat

perkawinan dilaksanakan atau harta bawaan dan harta benda yang

diperoleh secara bersama-sama atau sendiri-sendiri selama dalam ikatan

perkawinan atau disebut sebagai harta bersama.

Secara umum, hukum Islam (Al-Quran, Hadis dan fikih) tidak

melihat adanya harta bersama. Hukum Islam lebih memandang

adanya keterpisahan antara harta suami dan istri. Apa yang dihasilkan

oleh suami adalah harta miliknya, begitu pula sebaliknya, apa yang

dihasilkan istri, merupakan harta miliknya. Sebagai kewajibannya, suami

memberikan sebagian hartanya itu kepada istrinya atas nama nafkah,

yang untuk selanjutnya digunakan istri bagi keperluan rumah tangganya.

Tidak ada penggabungan harta, kecuali dalam bentuk syirkah, yang untuk

itu dilakukan dalam suatu akad khusus untuk syirkah. Tanpa akad

tersebut harta tetap terpisah.15

Di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 32, menerangkan tentang

hak milik pria atau wanita secara terpisah yang keduanya memiliki harta

bendanya sendiri-sendiri, yaitu:

14 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 5.15 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007),

hlm. 175.

Page 62: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

53

Artinya:“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan

Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yanglain, (karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yangmereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dariapa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allahsebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 32)

Ayat tersebut bersifat umum, tidak ditujukan terhadap suami atau

istri saja, tetapi semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha dalam

kehidupannya, maka usaha mereka itu merupakan harta pribadi yang

dimiliki dan dikuasai oleh masing-masing. Sedangkan dalam hukum

waris, ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap pria atau

wanita punya hak untuk mendapatkan bagian harta warisan yang

ditinggalkan oleh orang tua.16

Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwasanya hukum Islam

memberikan pada masing-masing pasangan, baik suami atau istri, untuk

memiliki harta benda secara perorangan yang tidak bisa diganggu oleh

masing-masing pihak. Suami yang menerima pemberian, warisan dan

sebagainya berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu

16 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 1990),hlm. 126-127.

Page 63: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

54

tanpa adanya campur tangan istri. Hal tersebut berlaku pula sebaliknya.

Dengan demikian harta bawaan yang mereka miliki sebelum terjadinya

perkawinan menjadi hak milik masing-masing pasangan suami istri.17

Hal senada disampaikan pula oleh Khoiruddin Nasution, bahwa

hukum Islam mengatur sistem terpisahnya harta suami istri sepanjang

yang bersangkutan tidak menentukan lain, yakni tidak ditentukan dalam

perjanjian perkawinan. Hukum Islam memberikan kelonggaran kepada

pasangan suami istri untuk membuat perjanjian perkawinan yang pada

akhirnya akan mengikat secara hukum.18

Kemudian apabila dalam majelis akad perkawinan dibuat

perjanjian untuk penggabungan harta, apa yang diperoleh suami atau istri

menjadi harta bersama, baru terdapat harta bersama dalam perkawinan.

Dengan demikian telah terjadinya akad nikah tidak dengan sendirinya

terjadi harta bersama. Akan tetapi harta bersama dalam perkawinan dapat

terjadi dan hanya mungkin terjadi dalam dua bentuk, yaitu: Pertama,

adanya akad syirkah antara suami istri, baik dibuat saat berlangsungnya

akad nikah atau sesudahnya. Kedua, adanya perjanjian yang dibuat untuk

itu pada waktu berlangsungnya akad nikah.19

17 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.101.

18 Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan 1 (Yogyakarta: Academia dan Tazaffa,2005), hal 192.

19 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hlm. 176.

Page 64: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

55

Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya masalah harta bersama

dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara lebih terperinci, sehingga

masih terbuka bagi ahli hukum Islam untuk melakukan penggalian

hukum dengan metode qiyas. Dengan demikian, dari beberapa pandangan

pakar tersebut dapat diketahui bahwa ketentuan Islam memisahkan harta

kekayaan suami istri tersebut sebenarnya akan memudahkan pasangan

suami istri sendiri apabila terjadi proses perceraian, karena prosesnya

menjadi lebih mudah dan tidak rumit.

b. Menurut Hukum Positif

Salah satu akibat hukum dari sebuah perkawinan adalah adanya

harta benda dalam perkawinan. Sebagaimana telah diuraikan dalam

pembahasan sebelumnya bahwa setelah terjadinya perkawinan maka

harta benda yang dihasilkan selama perkawinan tersebut menjadi harta

bersama suami istri.

Mengenai harta bersama atau harta kekayaan dalam perkawinan,

Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

mengaturnya dalam Bab XIII, Pasal 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94,

95, 96 dan 97. Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak

menutup kemungkinan adanya harta milik suami atau istri (Pasal 85).

Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan

harta istri karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan

Page 65: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

56

dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak

suami dan dikuasai penuh olehnya (Pasal 86). Apabila terjadi perselisihan

antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan

itu diajukan kepada Pengadilan Agama (Pasal 89). Adapun jika terjadi

perceraian, bagian masing-masing mantan suami istri berhak seperdua

dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan (Pasal 97).

Berkaitan dengan harta bersama atau harta gono-gini ini diatur

dalam perundangan di Indonesia, yaitu menurut Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di mana harta bersama diatur dalam

satu bab, yaitu Bab VII tentang Harta Benda dalam Perkawinan, yang

terdiri dari tiga pasal, Pasal 35, 36 dan 37, sebagai berikut:

Pasal 35(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama.(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atauwarisan, adalah di bawah penguasaan masing-masingsepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36(1) Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas

persetujuan kedua belah pihak.(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami istri

mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatanhukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diaturmenurut hukumnya masing-masing.

Page 66: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

57

Jika dilihat dari uraian di atas, penyelesaian pembagian harta

bersama ketika terjadi perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan

Indonesia selain dengan jalan musyawarah juga bisa ditempuh dengan

cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, apabila tidak dapat

dicapai kesepakatan di luar pengadilan. Dengan demikian, harta bersama

yang dihasilkan dari perkawinan siri tidak dapat diajukan ke pengadilan,

kecuali sebelumnya telah dilakukan itsbat nikah (penetapan nikah).

Page 67: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

58

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,

maka penulis akhirnya membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Perkawinan siri menurut fikih atau hukum Islam adalah sah selama telah

memenuhi rukun dan syarat perkawinan dalam Islam, meskipun perkawinan

tersebut tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang.

2. Perkawinan siri menurut hukum positif yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan siri tidak dikenal,

hanya disebutkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum

agama dan kepercayaannya masing-masing serta dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Akibat hukum perkawinan siri terhadap kedudukan istri, anak dan harta

kekayaan, antara lain:

a. Kedudukan istri dalam hukum Islam sama dengan perkawinan yang

dicatatkan, akan tetapi negara tidak mengakuinya. Pengakuan ini penting

bagi pasangan suami istri untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Tanpa adanya pengakuan negara dan tanpa adanya akta nikah

menjadikan posisi istri sangat lemah dalam hal melakukan tindakan

hukum, yakni berupa tuntutan pemenuhan hak-hak sebagai istri dan hak-

Page 68: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

59

hak lain bila ditinggalkan suami, diceraikan suami atau suami meninggal.

Penegak hukum termasuk pengadilan hanya berpegang pada bukti yang

sah (akta nikah) untuk memproses setiap tuntutan, gugatan atau

perselisihan suami istri tersebut.

b. Kedudukan anak di dalam hukum Islam tetap memperoleh pengakuan

yang sama seperti halnya dalam perkawinan yang dicatatkan. Sedangkan

dalam pandangan hukum positif, dengan tidak adanya akta nikah orang

tua, akta kelahiran anak tersebut hanya tercantum nama ibu yang

melahirkan tapi tidak tercantum nama ayah. Anak tersebut dianggap

sebagai anak luar kawin yang hanya mempunyai hubungan keperdataan

dengan ibu dan keluarga ibunya tetapi tidak bisa melakukan hubungan

hukum keperdataan dengan ayah biologisnya, sehingga hak-haknya tidak

didapatkan sebagaimana anak-anak yang lain.

c. Kedudukan harta di dalam perkawinan siri menurut hukum Islam

diperhitungkan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Akan tetapi jika

dihadapkan dengan hukum negara, biasanya istri yang akan menjadi

korban apabila suami dengan itikad tidak baik melakukan pengingkaran

dan mengklaim bahwa harta bersama dalam perkawinan tersebut milik

dirinya sendiri. Istri tidak akan bisa menuntutnya di pengadilan, hanya

mediasi dan musyawarah untuk mufakat di luar pengadilan adalah jalan

satu-satunya.

Page 69: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

60

B. Saran

1. Melihat akibat hukum dari perkawinan siri yang begitu luas, hendaknya

harus ada upaya-upaya dari berbagai pihak, seperti pemerintah, para tokoh

agama, tokoh masyarakat, para praktisi hukum, penegak hukum, dan lain-

lain untuk lebih aktif mensosialisasikan arti penting dari perkawinan yang

sah secara agama dan diakui oleh negara.

2. Pemerintah dalam hal ini adalah aparat penegak hukum seharusnya membuat

kebijakan yang lebih tegas dengan mendata dan mengitsbatkan setiap

perkawinan yang diketahui telah dilakukan secara siri, agar supremasi hukum

di negara ini dapat lebih ditegakkan.

Page 70: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

61

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Kariim

Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan AntarMadzhab, Jakarta: Prima Heza Lestari, 2006.

Abdullah, Abdul Ghani. Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan PeradilanAgama, Jakarta: Intermasa: 1991.

Ali Uraidy, Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya, Jurnal Ilmiah Fenomena,November 2012.

Anwar, Moch. Dasar-Dasar Hukum Islam dalam Menetapkan Keputusan diPengadilan, Bandung: CV Diponegoro, 1991.

Asmawi, Muhammad, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta:Darussalam, 2004.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Darmabrata, Wahyono. Tinjauan UU No. 1 Tahun 1974. Jakarta: Gitama Jaya, 2003.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1995.

Djamil, Fathurrahman. Perkawinan Bawah Tangan dan Konsekuensinya terhadapAnak dan Harta, Jakarta: GT2 dan GG Pas, Mei 2007.

Fachruddin, Fuad Mohd. Masalah Anak dalam Islam: Anak Kandung, Anak Tiri,Anak Angkat dan Anak Zina, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1990.

Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding, dari Penghulu Liar hinggaPerselingkuhan, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2007.

Hazairin. Tinjauan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Jakarta:Tinta Mas, 1985

Husein, Abdur Rozak. Hak Anak dalam Islam. Jakarta: Fikahati Aneska, 1992.

Page 71: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

62

Indra, M Ridwan. Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: CV. Haji Masagung,1994.

Junus, Mahmuda. Hukum Perkawinan Islam Menurut Mazhab: Syafi’i, Hanafi,Maliki dan Hambali. Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1989.

Lari, Sayyid Mujtaba Musavi. Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral GenerasiMuda. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993.

Mahkamah Agung RI. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan,Buku II Teknisi Administrasi dan Teknisi di Lingkungan Peradilan Agama,Jakarta: 4 April , 2006.

Manan, Abdul. Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogjakarta: Graha Ilmu,2011.

Muhdlor, A. Zuhdi. Memahami Hukum Pernikahan. Bandung: Al-Bayan, 1994.

Mukhtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: BulanBintang, 1974.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Progresif, 1997.

Nasution, Khoiruddin. Hukum Perkawinan 1, Yogyakarta: Academia dan Tazaffa,2005.

Prawirohamidjojo, Soetojo. Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan diIndonesia, Surabaya: Airlangga University Press, 1986.

Ramulyo, Idris. Hukum Pernikahan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara PeradilanAgama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam, Jakarta: Attahiriyah, 1993.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Rusyd, Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, jilid 2, terj. Abu Usamah Fakhtur. Jakarta:Pustaka Azzam, 2011.

Page 72: PRAKTIK PERKAWINAN SIRI DAN AKIBAT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27947/1/M... · Nabi Muhammad SAW diumumkan melalui walimah supaya diketahui orang banyak

63

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, jilid 2, Beirut: Dar al-Fikr, 1983.

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980.

Satrio, J. Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-Undang,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Hukum-Hukum Fiqh Islam TinjauanAntar Madzhab. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta:Elsas, 2008.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Sofyan, Syafran. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin,www.jimlyschool.com.

Subekti. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2002.

Sudarsono. Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005

Tihami, Muhammad Abdul. Fiqh Munakahat; Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Jakarta:Rajawali Press, 2009.

Tutik, Titik Triwulan dan Trianto. Poligami Perspektif Perikatan Nikah, Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007.

Yanggo, Chuzaimah Tahido dan Hafiz Anshari Az, Problematika Hukum IslamKontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

Yasin, Fatihuddin Abul. Risalah Hukum Nikah, Surabaya: Terbit Terang, 2006.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Quran dan Hadits, terj. Muhammad Afifi, Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2010.