praktik 7 (makalah sifat koligatif larutan)
TRANSCRIPT
LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM KIMIA DASAR
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
MAKALAH
Oleh :
Nama : Firni RismawatiNRP : 113020021Kelompok : ANo. Meja : 11 (sebelas)Tanggal Percobaan : 8 Desember 2011Assisten : Rika Ayustika
LABORATORIUM KIMIA DASARJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2011
LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM KIMIA DASAR
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
MAKALAH
Oleh :
Nama : Firni RismawatiNRP : 113020021Kelompok : ANo. Meja : 11 (sebelas)Tanggal Percobaan : 8 Desember 2011Assisten : Rika Ayustika
LABORATORIUM KIMIA DASARJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2011
LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM KIMIA DASAR
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
MAKALAH
Oleh :
Nama : Firni RismawatiNRP : 113020021Kelompok : ANo. Meja : 11 (sebelas)Tanggal Percobaan : 8 Desember 2011Assisten : Rika Ayustika
LABORATORIUM KIMIA DASARJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2011
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat
terlarut tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan. Sifat
koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan
sifat koligatif larutan nonelektrolit. Sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih
rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit.
Pelarut murni (air) memiliki sifat titik beku, titik didih, dan tekanan uap. Bila
zat non elektrolit seperti gula, urea, dan gliserol dimasukkan kedalam pelarut
murni, maka akan mengubah sifat-sifat larutan tersebut. Perubahan tersebut
meliputi penurunan titik beku, kenaikan titik didih, penurunan tekanan uap, dan
memiliki tekanan osmosis.
Apabila suatu senyawa nonelekrolit terlarut di dalam pelarut. Sifat-sifat
pelarut murni berubah dengan adanya zat terlarut. Sifat-sifat fisika seperti titik
didih, titik beku, tekanan uap berbeda dengan pelarut murni. Adanya perubahan
ini tergantung pada jumlah partikel-partikel pelarut yang terdapat di dalam larutan.
Makin berat larutan, makin rendah titik beku, dan makin tinggi titik didih.
1.2.Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan penurunan
tekanan uap larutan, menentukan titik beku larutan, menetukan titik didih larutan
dan menentukan tekanan osmotik suatu larutan.
1.3.Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini berdasarkan hukum Roult yang menyatakan bahwa
penurunan titik beku larutan, sebanding dengan konsentrasi larutan yang
dinyatakan dengan metode molaritas.
1. penurunan tekanan uap
∆P = XP0
2. penurunan titik beku
∆Tf = Kf . m
3. kenaikan titik didih
∆Td = Kd . m
4. tekanan osmotik
π = M . R . T
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan megenai (1) sifat koligatif larutan, (2) penurunan
tekanan uap, (3) kenaikan titik didih, (4) penurunan titik beku, (5) tekanan
osmosis, (6) kemolaran dan kemolalan, (7) fraksi mol, (8) pelarut naftalena,
(9) gula, dan (10) diagram fase zat.
2.1. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat
terlarut (konsentrasi zat terlarut). Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu
sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit. Hal itu
disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena
terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan nonelektrolit
jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal-
hal tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih rendah daripada sifat
koligatif larutan elektrolit.
Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat berwujud
padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah
larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan
yang sesuai hingga konsentrasi tertentu.
Hukum Roult merupakan dasar dari sifat koligatif larutan. Keempat sifat itu
ialah:
1. Penurunan tekanan uap relatif terhadap tekanan uap pelarut murni.
2. Peningkatan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Gejala tekanan osmotik.
2.2. Penurunan Tekanan Uap
Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat dari cair menjadi gas.
Ada kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan
penguapan dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan
semakin mudah menguap jika suhunya semakin tinggi.
Tekanan uap larutan adalah salah satu sifat fisik yang dipengaruhi oleh
adanya suatu solut. Sedangkan penurunan tekanan uap adalah kecenderungan
molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di
sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut
yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut
saja yang menguap karena sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat
terlarut.Besarnya penurunan ini di selidiki oleh Raoult lalu dirumuskan sebagai
berikut :
∆P= P0 . Xterlarut atau P = P0 . Xpelarut
Keterangan : ∆P = penurunan tekanan uap jenuh larutan
P0 = tekanan uap jenuh pelarut
P = tekanan uap jenuh larutan
Xterlarut = fraksi mol zat terlarut
Xpelarut = fraksi mol zat pelarut
2.3. Kenaikan Titik didih
Titik didih air murni pada tekanan 1 atm adalah 100 0C. Hal itu berarti
tekanan uap air murni akan mencapai 1 atm (sama dengan tekanan udara luar)
pada saat air dipanaskan sampai 100 C. Dengan demikian bila tekanan udara luar
kurang dari 1 atm (misalnya dipuncak gunung) maka titik didih air kurang dari
100 C.Bila kedalam air murni dilarutkan suatu zat yang sukar menguap, maka
pada suhu 100 C tekanan uap air belum mencapai 1 atm dan berarti air itu belum
mendidih. Untuk dapat mendidih (tekanan uap air mencapai 1 atm) maka
diperlukan suhu yang lebih tinggi. Besarnya kenaikan suhu itulah yang disebut
kenaikan titik didih.Titik didih larutan selalu lebih tinggi dibandingkan titik didih
pelarut. Menurut hukum Roult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding
dengan hasil kali molalitas larutan (m) dan kenaikan titik didih molalnya (Kb).
Dapat dirumuskan sebagai:
Δ Tb = Kb . m Jika M = n x 1000P
Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
∆Tb = Kb ( n x 1000 )p
∆Tb = besar penurunan titik beku
Kb = konstanta kenaikan titik didih
m = molalitas dari zat terlarut
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut
Harga Kb bervariasi untuk masing-masing pelarut. Kb diperoleh dengan
mengukur kenaikan titik didih dari larutan encer yang molalitasnya diketahui
(artinya, mengandung zat terlarut yang diketahui jumlah dan massa
molalnya). Titik didih larutan merupakan titik didih pelarut murni ditambah
dengan kenaikan titik didihnya atau Tb = Tb0 + ∆Tb
2.4. Penurunan Titik Beku
Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak
antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik
menarik antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut
akan menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang,
akibatnya untuk mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu yang lebih
rendah. Perbedaan suhu adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan
titik beku. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan
terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan
penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya
peningkatan titik didih,penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali
molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf) dinyatakan
dengan persamaan:
ΔTf = Kf . m atau Tf = Kf (n x 1000)p
Tf = penurunan titik beku
Kf = tetapan ttitik beku molal
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut
2.5. Tekanan Osmosis
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari
larutan hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis
dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang diberikan inilah yang disebut
tekanan osmotik.Besar tekanan osmotik diukur dengan alat osmometer, dengan
memberikan beban pada kenaikan permukaan larutan menjadi sejajar pada
permukaan sebelumnya. Tekanan osmotik dirumuskan :
π = M R T
Keterangan : π = tekanan osmotik
M = konsentrasi molar
R = tetapan gas ideal (0,082 L atm K mol)
T = suhu mutlak (K)
Untuk larutan elektrolit ditemukan penyimpangan oleh Vanit Hoff.
Penyimpangan ini terjadi karena larutan elektrolit terdisosiasi di dalam air
menjadi ion, sehingga zat terlarut jumlahnya menjadi berlipat. Dari sini
dibutuhkan faktor pengali atau lumrah disebut faktor Vanit Hoff. Dirumuskan
sebagai berikut :
π = M R T i i = {1-(n-1)α}
Keterangan : n = jumlah ion
α = derajat ionisasi (0 < α< 1)
2.6. Kemolaran dan Kemolalan
Kemolaran adalah konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol zat
terlarut dalam 1 Liter larutan. Sedangkan kemolalan adalah konsentrasi larutan
yang menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 Kg larutan.
Berdasarkan pengertian diatas maka terdapat kesamaan dan perbedaan antara
Molaritas dan Molalitas. Kesamaan dari keduanya adalah sama – sama
menentukan suatu ukuran konsentrasi larutan, tetapi yang membedakan keduanya
adalah satuan larutan yang berbeda antara molaritas dan molalitas. Pada Molaritas,
konsentrasi suatu larutan diukur dalam 1 liter lautan, sedangkan pada Molalitas,
konsentrasi suatu larutan diukur dalam 1 kg larutan.
Kemolalan = m = jumlah mol zat terlarut / 1 kg pelarut.
Kemolaran = 'M' = jumlah mol zat terlarut / 1 liter larutan.
Maka dapat disimpulkan bahwa Molaritas bergantung pada Volume larutan
sedangkan Molalitas bergantung pada massa Pelarut.
M = g × 1000 m = g × 1000
Mr V Mr p
Keterangan: M = kemolaran (M)
m= kemolalan (m)
Mr=massa molekul relatif zat terlarut
g= massa zat terlarut (g)
V = volume (ml)
p=massa zat pelarut (g)
2.7. Fraksi Mol
Fraksi mol merupakan pernyataan konsentrasi suatu larutan yang menyatakan
perbandingan jumlah mol zat terlarut terhadap jumlah mol zat pelarut.
Xp = np Xt = nt
np+nt np +nt
Keterangan : Xp= fraksi mol zat pelarut
Xt = fraksi mol zat terlarut
np= jumlah mol zat pelarut
nt= jumlah mol zat terlarut
2.8. Pelarut Naftalena
Naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna
putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk dua cincin benzena yang
bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk
padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar.
Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguapwalau dalam bentuk padatan.
Uap yang dihasilkan bersifat mudahterbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan
dari destilasi tar batu bara, dan sedikit darisisa fraksionasi minyak bumi.
Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih dengan bau tersendiri, dan
ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti batu bara danminyak.
Struktur molekul naftalena :
Gambar 1. Struktur Molekul Naftalena
2.9. Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristalsukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel.
Gula sebagai sukrosa (C12H22O11) diperoleh dari niratebu, bit gula, atau aren.
Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa.
Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga
menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses
untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan
pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Struktur molekul sukrosa :
Gambar 2. Struktur Molekul Sukrosa
2.10. Diagram Fase Zat
Wujud zat dibedakan menjadi tiga, yaitu padat, cair, dan gas.Zat padat
memiliki sifat rigid, yaitu mempertahankan volume dan bentuknya seperti
bebatuan dan es. Zat cair mempertahankan volumenya tapi bentuknya berubah-
ubah sesuai dengan wadahnya. Air misalnya, menyerupai bentuk gelas ketika di
dalam gelas. Terakhir gas, baik volume dan bentuknya berubah-ubah sesuai
dengan wadahnya. Udara di dalam balon misalnya, volumenya bertambah ketika
balon membesar, begitu juga bentuknya.
Yang membedakan satu dengan yang lain adalah jarak antarmolekul
penyusun zat tersebut.Pada zat padat, jarak antarmolekul penyusunnya sangat
dekat (rapat) sehingga molekul-molekulnya tidak dapat bebas bepergian. Ini
seperti sebuah orang-orang yang berdesakan di dalam lift sempit, mereka tidak
dapat ke mana-mana kecuali berdiri di tempat. Kalau pun dapat bergerak, hanya
sedikit. Jika sebagian orang tadi keluar dari lift, maka sebagian yang
tinggal merasa lega dan dapat bergerak relatif lebih leluasa. Ini analogi dengan
zat cair, yang jarak antarmolekulnya relatif lebih besar daripada zat padat. Dengan
demikian, sejumlah air dapat berubah-ubah bentuknya menyesuaikan wadah yang
ditempatiny. Terakhir, jika jarak antarmolekul sangat jauh (renggang) sehingga
molekul bebas bergerak, maka wujud zatnya adalah gas seperti udara. Dia tidak
dapat mempertahankan bentuk dan volumenya.
Zat juga dapat berubah wujud dari satu ke yang lain yang disebut
denganperubahan fase zat (phase change). Wujud padat ke cair melewati proses
pencairan (melting) seperti es mencair menjadi air — kebalikannya disebut
pembekuan (freezing). Wujud cair ke gas melewati proses penguapan
(vaporation) seperti air mendidih menjadi uap air — kebalikannya disebut
pengembunan atau kondensasi (condensation). Wujud gas juga dapat menjadi
padat lewat proses deposisi (deposition) — kebalikannya disebut penyubliman
(sublimation) seperti pada kasus kapur barus.
Gambar 3. Diagram Fase Zat
III ALAT, BAHAN, DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini menguraikan mengenai (1) Alat yang digunakan, (2) Bahan yang
digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
3.1. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah gelas kimia, tabung
reaksi, termometer, tali, penjepit tabung reaksi, klem dan statif, neraca, kaki tiga,
kawat kasa, bunsen, dan batang pengaduk.
3.2. Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah aquadest, serbuk
belerang, naftalena, dan gula dapur (sukrosa).
3.3. Metode Percobaan
3.3.1. Percobaan Penentuan Titik Beku Naftalena
Gambar 1. Percobaan Penentuan Titik Beku Naftalen
Timbang 5 gram naftalena, kemudian masukkan naftalena kedalam tabung
reaksi yang bersih dan kering. Masukkan 200 ml aquadest kedalam gelas kimia.
Simpan gelas kimia diatas kaki tiga yang dialasi oleh kawat kasa. Masukkan
termometer kedalam tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi kedalam gelas kimia,
jepit tabung reaksi menggunakan penjepit tabung reaksi, lalu tali penjepit tabung
reaksi ke klem dan statif. Nyalakan pembakar bunsen dan panaskan gelas kimia
hingga semua naftalen mencair. Padamkan bunsen jika semua naftalen sudah
mencair. Catatlah suhu yang menurun hingga suhunya ±700C. Buatlah grafik
mengenai perubahan suhu naftalena sebagai fungsi waktu, dan tentukan titik beku
pelarut naftalen dari grafik tersebut.
3.3.2. Percobaan Penentuan Titik Beku Belerang
Gambar 2. Percobaan Penentuan Titik Beku Belerang
Timbang 1 gram serbuk belerang. Panaskan kembali gelas kimia hingga
semua naftalen mencair. Masukkan serbuk belerang kedalam tabung reaksi yang
berisi naftalena yang sudah mencair, amati hingga belerang larut dalam naftalen.
Padamkan bunsen jika belerang sudah larut. Catatlah suhu yang menurun hingga
suhunya ±700C. Buatlah grafiknya dan tentukan titik beku belerang dalam
naftalena.
3.3.3. Percobaan Penentuan Titik Didih Sukrosa
Gambar 3. Percobaan Penentuan Titik Didih Sukrosa
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku NaftalenaNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 860C2. 2menit 830C3. 3menit 810C4. 4menit 790C5. 5menit 78,50C6. 6menit 780C7. 7menit 760C8. 8menit 740C9. 9menit 720C10. 10 menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
1; 86
7071727374757677787980818283848586
1 2
suhu
(0 C
)
Grafik Penentuan Titik Beku Naftalena
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku NaftalenaNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 860C2. 2menit 830C3. 3menit 810C4. 4menit 790C5. 5menit 78,50C6. 6menit 780C7. 7menit 760C8. 8menit 740C9. 9menit 720C10. 10 menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
1; 86
2; 83
3; 81
4; 795; 78,5
6; 78
7; 76
8; 74
2 3 4 5 6 7 8
waktu (menit)
Grafik Penentuan Titik Beku Naftalena
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku NaftalenaNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 860C2. 2menit 830C3. 3menit 810C4. 4menit 790C5. 5menit 78,50C6. 6menit 780C7. 7menit 760C8. 8menit 740C9. 9menit 720C10. 10 menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
8; 74
9; 72
10; 709 10
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku BelerangNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 950C2. 2menit 930C3. 3menit 900C4. 4menit 870C5. 5menit 840C6. 6menit 810C7. 7menit 780C8. 8menit 760C9. 9menit 740C10. 10menit 730C11. 11menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
1; 95
7071727374757677787980818283848586878889909192939495
1 2
Suhu
(0 C
)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku BelerangNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 950C2. 2menit 930C3. 3menit 900C4. 4menit 870C5. 5menit 840C6. 6menit 810C7. 7menit 780C8. 8menit 760C9. 9menit 740C10. 10menit 730C11. 11menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
1; 95
2; 93
3; 90
4; 87
5; 84
6; 81
7; 78
8; 76
9; 74
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (menit)
Grafik Penentuan Titik Beku Belerang
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Beku BelerangNo. t(menit) T(suhu)
1. 1menit 950C2. 2menit 930C3. 3menit 900C4. 4menit 870C5. 5menit 840C6. 6menit 810C7. 7menit 780C8. 8menit 760C9. 9menit 740C10. 10menit 730C11. 11menit 700C
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
Grafik 1. Penentuan Titik Beku Naftalena
9; 7410; 73
11; 7010 11
Grafik Penentuan Titik Beku Belerang
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Titik Didih SukrosaTawal 920CTakhir 950C∆Tb 30CKb 200C/m
(Sumber : Meja 11, Kelompok A, 2011)
4.2. Pembahasan
Hasil dari pengamatan penentuan titik beku naftalen adala naftalen meleleh
pada suhu 860C dan titik beku naftalen adalah pada suhu - 1, 326 0C.
Hasil dari pengamatan penentuan titik beku belerang adalah belerang larut
dalam naftalen pada suhu 950C dan titik beku belerang pada suhu - 1, 054 0C.
Hasil pengamatan penentuan titik didih sukrosa adalah air mendidih pada
suhu 920C, sukrosa larut dalam air adalah pada suhu 950C.
Fungsi termometer pada percobaan ini adalah untuk mengukur suhu naftalen,
belerang, dan sukrosa. Sedangkan fungsi tabung reaksi adalah sebagai media
tempat menyimpan naftalena dan belerang. Metode penggunaan termometer
adalah dengan cara memasukkan termometer pada tabung reaksi yang berisi
naftalena dan menggantungkan termometer pada klem. Sedangkan metode
penggunaan tabung reaksi adalah dengan cara memasukkan tabung reaksi
kedalam gelas kimia yang berisi air lalu dijepit oleh penjepit tabung reaksi dan
penjepit tabung reaksi ditalikan ke statif.
Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan
penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya
peningkatan titik didih,penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali
molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf).
Kenaikan titik didih merupakan hasil kali molaritas larutan dengan tetapan
kenaikan titik didih (Kb). Titik didih larutan akan lebih tinggi dari titik didih
pelarut murni. Hal ini disebabkan karena kesempatan air untuk menguap
terhalangi oleh adanya zat terlarut, sehingga titik didih larutan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan titik didih air.
Tekanan uap larutan adalah salah satu sifat fisik yang dipengaruhi oleh
adanya suatu solut. Sedangkan penurunan tekanan uap adalah kecenderungan
molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di
sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut
yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut
saja yang menguap karena sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat
terlarut.
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari
larutan hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis
dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang diberikan inilah yang disebut
tekanan osmotik.Besar tekanan osmotik diukur dengan alat osmometer, dengan
memberikan beban pada kenaikan permukaan larutan menjadi sejajar pada
permukaan sebelumnya.
Larutan hipotonik adalah larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih
rendah dibandingkan dengan larutan yang lain. Larutan hipertonik adalah larutan
yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar dibandingkan dengan larutan yang
lain. Sedangkan larutan isotonik adalah larutan yang mempunyai tekanan osmotik
sama dengan larutan yang lain.
Larutan ideal adalah bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan
sama besar dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada
keadaan murni, terbentuklah suatu idealisasi. Larutan ideal mematuhi hukum
Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan
fraksi mol pelarut dalam larutan. Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di
alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas
tertentu. Contoh larutan yang dapat dianggap ideal adalah campuran benzena dan
toluena.Ciri lain larutan ideal adalah bahwa volumenya merupakan penjumlahan
tepat volume komponen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal,
penjumlahan volume zat terlarut murni dan pelarut murni tidaklah sama dengan
volume larutan.
Reverse osmosis adalah suatu proses pembalikan dari proses osmosis.
Osmosis adalah proses perpindahan larutan dari larutan dengan konsentrasi zat
terlarut rendah menuju larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi sampai
terjadi kesetimbangan konsentrasi. Osmosis merupakan suatu fenomena alami,
tetapi aliran larutan dapat diperlambat, dihentikan, dan bahkan dapat dibalikkan
(hal ini dikenal dengan istilah Reverse Osmosis). Reverse osmosis dilakukan
dengan cara memberikan tekanan pada bagian larutan dengan konsentrasi tinggi
menjadi melebihi tekanan pada bagian larutan dengan konsentrasi rendah.
Sehingga larutan akan mengalir dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Proses perpindahan larutan terjadi melalui sebuah membran yang semipermeabel
dan tekanan yang diberikan adalah tekanan hidrostatik. Selaput semipermeabel
adalah selaput pemisah yang dapat dilalui oleh air dan zat terlarut yang ukurannya
lebih kecil dari ukuran selaput. Contoh peristiwa reverse osmosis adalah proses air
laut menjadi air tawar.
Fungsi air pada percobaan penentuan titik leleh naftalen dan belerang adalah
sebagai media pemanas agar naftalen dan belerang bisa mencair. Sedangkan
fungsi air pada percobaan penentuan titik didih sukrosa adalah sebagai pelarut.
Suhu ketika air mendidih kurang dari 1000C. hal ini dikarenakan pendidihan
air dilakukan di dataran tinggi yang mempunyai suhu dingin, sehingga dapat
mempengaruhi titik didih air yang seharusnya 1000C menjadi kurang dari 1000C.
Naftalen dan belerang yang digunakan pada percobaan ini bisa diganti,
misalnya diganti dengan lilin dan bisa juga menggunakan makanan seperti coklat.
Aplikasi sifat koligatif larutan di bidang pangan adalah pada proses
pembuatan telur asin, dan manisan yang merupakan peristiwa osmosis, proses
pembuatan es krim untuk megetahui titik leleh es krim, pada pembuatan coklat
V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan tentang : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan penentuan titik beku naftalena dapat disimpulkan
bahwa naftalena mencair pada suhu 860C dan membaku pada suhu -1,3260C.
Sedangkan penurunan titik beku naftalena adalah 1,326 0C. Berdasarkan
percobaan penentuan titik beku belerang dapat disimpulkan bahwa belerang larut
dalam naftalena pada suhu 950C dan membeku pada -1,0540C. Sedangkan titik
beku campuran belerang dengan naftalena adalah -2,380C dan penurunan titik
beku belerang dalam naftalena adalah 2,380C. Berdasarkan percobaan penentuan
titik didih sukrosa dapat disimpulkan bahwa air mendidih (Tawal) pada suhu 930C,
sukrosa larut dalam air pada suhu 950C. Kenaikan titik didih sukrosa sebesar 30C.
Sedangkan Kb sukrosa adalah 20 0C/m.
5.2. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan adalah teliti ketika melakukan percobaan,
jangan sampai termometer menyentuh dinding tabung reaksi karena akan
mempengaruhi hasil akhirnya. Berhati-hati ketika mengaduk belerang dalam
tabung reaksi agar tabung reaksi tidak pecah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Gula. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula. diakses : 10 Desember2011
Anonim. 2011. Larutan. http://id.wikipedia.org/wiki/Larutan. diakses : 10Desember 2011
Anonim. 2011. Naftalena. http://kimia-master.blogspot.com/2011/11/definisi-naftalena-adalah-hidrokarbon.html. diakses : 3 Desember 2011
Anonim. 2010. Perbedaan Kemolaran dan Kemolalan.http://tendyblackcatdead.blogspot.com/2010/10/perbedaan-kemolaran-dan-kemolalan.html. diakses : 10 Desember 2011
Anonim. 2011. Sifat Koligatif Larutan.http://id.wikipedia.org/wiki/Sifat_koligatif_larutan. diakses : 10 Desember2011
Brady, E. J. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara.Jakarta
Maryphysics. 2011. Sifat Koligatif Larutan.http://profmaryphysics.blogspot.com/2011/03/sifat-koligatif-larutan.html.diakses : 10 Desember 2011
Ratna. 2009. Sifat Koligatif Larutan. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/sifat-koligatif-larutan/. diakses : 3Desember 2011
Rusydi, A. F. 2006. Membran Reverse Osmosis.http://www.geotek.lipi.go.id/?p=262. diakses : 10 Desember 2011
Sutrisno, E. T, dan I. S. Nurminabari. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Dasar.Universitas Pasundan. Bandung
LAMPIRAN
1. Penentuan Titik Beku Nartalena
Dik : g = 5 gram
Mr Naftalena = 128
Kf = 6,8 0C/m
p = 200 ml
Dit : ∆Tf dan Tf = ...?
Jwb : ∆Tf = Kf . m
∆Tf = 6,8 . g × 1000
Mr p
∆Tf = 6,8 . 5 × 1000
128 200
∆Tf = 6.8 . 0,039. 5
∆Tf = 1,326 0C
Tf = Tf pelarut - ∆Tf
Tf = 0 – 1,326
Tf = - 1, 326 0C
2. Penentuan Titik Beku Belerang
Dik : gnaftalen = 5 gram
gbelerang = 1 gram
Mr Naftalena = 128
Ar belerang = 32
Kf = 6,8 0C/m
p = 200 ml
Dit : ∆Tf campuran, Tf campurandan Tf belerang = ...?
Jwb : ∆Tf campuran = [ (mol C10H8 + mol S) × 1000 : p] × Kf naftalena
∆Tf campuran = [ (5 : 128 + 1 : 32) × 1000 : 200] × 6,8
∆Tf campuran = (0,04 + 0,03) 5 × 6,8
∆Tf campuran = 0,07 × 34
∆Tf campuran = 2,38 0C
Tf campuran = ∆Tf pelarut - ∆Tf campuran
Tf campuran = 0 – 2,38
Tf campuran = - 2,38 0C
Tf belerang = Tf campuran - Tf naftalena
Tf belerang = - 2,38 – (-1,326)
Tf belerang = - 1, 054 0C
3. Pennetuan Titik Didih Sukrosa
Dik : Tawal= 92 0C
Takhir = 95 0C
g = 10 gram
p = 200 ml
Mrsukrosa = 342
Dit : ∆Tf, ∆Tb dan Kb = ...?
Jwb : ∆Tf = Takhir - Tawal
∆Tf = 95 – 92 = 3 0C