pr seni budaya
TRANSCRIPT
BEBERAPA TARIAN DI NUSANTARA
1. TARI KECAK BERASAL DARI BALI
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif:
Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada
tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh
banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan
irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan
kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun
demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan
berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para
leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.Para
penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan
catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain
yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman,
dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak
digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari
yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman
Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-
bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia
bersama rombongan penari Bali-nya
Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan
tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama
dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan"
seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti
pemujaan, odalan dan upacara lainnya.
Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan
atau masalah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.
Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan
tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak
ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.
Tarian Kecak ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu
adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan dengan
sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang
bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan
bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling
dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tari kecak atau Seni tari Kecak merupakan sebuah seni tari yang berasal dari Bali
Indonesia, Seni Tari Kecak ini dipertunjukkan oleh banyak [puluhan atau lebih] para
penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu dan sambil
menyerukan “cak” serta mengangkat kedua lengan. Para penari yang duduk melingkar
tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang
mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh
Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Tari Kecak menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama
melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi
tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi
dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-
harapannya kepada masyarakat.
Berdasarkan referensi dari wikipedia, meskipun Tari kecak ini seni tari Khas Bali, tapi
tari kecak ini diciptakan bersama dengan seniman luar negeri, iya adalah Walter Spies
yaitu pelukis dari Jerman. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan
pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang
dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
2. TARI SERIMPI DARI YOGYAKARTA
Tarian Serimpi adalah suatu jenis tarian yang diperagakan 4 putri ini masing-
masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan
terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama
peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang
melambangkan tiang Pendopo.
Suatu jenis tari klasik Keraton yang selalu ditarikan oleh 4 penari, karena kata srimpi
adalah sinonim bilangan 4. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata
“impi” atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang ¾ hingga 1 jam itu
sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam mimpi.
Konon, kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat
Sultan Agung memerintah antara 1613-1646. Tarian ini dianggap sakral karena hanya
dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan naik
takhta sultan.
Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan
Surakarta. Perpecahan ini juga berimbas pada tarian Serimpi walaupun inti dari tarian
masih sama. Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi
Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Sedangkan di Kesultanan Surakarta
digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Walaupun sudah
tercipta sejak lama, tarian ini baru dikenal khalayak banyak sejak 1970-an. Karena
sebelumnya terkekang oleh tembok keraton.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat
mata angin atau empat unsur dari dunia, yaitu : (1) Grama (api), (2) Angin (udara), (3)
Toya (air), (4) Bumi (tanah). Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, tari Serimpi
hidup di lingkungan istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta
dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama
dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua
hal yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, antara akal
manusia dan nafsu manusia.
Tema perang dalam tari Serimpi, menurut RM Wisnu Wardhana, merupakan falsafah
hidup ketimuran. Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbolik pertarungan yang
tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam
mengekspresikan gerakan tari perang lebih terlihat jelas karena dilakukan dengan
gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan dibantu
properti tari berupa senjata. Senjata atau properti tari dalam tari putri antara lain
berupa : keris kecil atau cundrik, jebeng, tombak pendek, jemparing dan pistol.
Pakaian tari Serimpi mengalami perkembangan. Jika semula seperti pakaian temanten
putri Kraton gaya Yogyakarta, dengan dodotan dan gelung bokornya sebagai motif
hiasan kepala, maka kemudian beralih ke “kain seredan”, berbaju tanpa lengan, dengan
hiasan kepala khusus yang berjumbai bulu burung kasuari, gelung berhiaskan bunga
ceplok dan jebehan. Karakteristik pada penari Serimpi dikenakannya keris yang
diselipkan di depan silang ke kiri. Penggunaan keris pada tari Serimpi adalah karena
dipergunakan pada adegan perang, yang merupakan motif karakteristik Tari Serimpi.
Disamping keris digunakan pula “jembeng” ialah sebangsa perisak. Bahkan pada
zaman Sri Sultan Hamengku Buwana VII dijumpai pula tari Serimpi dengan alat perang
pistol yang ditembakkan kearah bawah, pada akhir abad ke-19. Pola iringan tari Serimpi
adalah gendhing “sabrangan” untuk perjalanan keluar dan masuknya penari dibarengi
bunyi musik tiup dan genderang dengan pukulan irama khusus. Pada bagian tarinya
mempergunakan gendhing-gendhing tengahan atau gendhing ageng yang
berkelanjutan irama ketuk 4, kemudian masuk ke gendhing ladrang kemudian ayak-
ayak beserta srebegannya khusus untuk iringan perang.
Tari Serimpi Sangopati (karya : Sinuhun Pakubuwono IX)
Tarian Srimpi Sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya
Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820
dengan nama Serimpi sangopati. Kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang
apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja.
Ketika Pakubuwono IX memerintah kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861-
1893, beliau berkenaan merubah nama Sangapati menjadi Sangupati.
Hal ini dilakukan berkaitan dengan suatu peristiwa yang terjadi di masa pemerintahan
beliau yaitu pemerintah Kolonial Belanda memaksa kepada Pakubuwono IX agar mau
menyerahkan tanah pesisir pulau Jawa kepada Belanda. Disaat pertemuan
perundingan masalah tersebut Pakubuwono IX menjamu para tamu Belanda dengan
pertunjukan tarian Serimpi Sangopati.
Sesungguhnya sajian tarian Serimpi tersebut tidak hanya dijadikan sebagai
sebuah hiburan semata, akan tetapi sesungguhnya sajian tersebut dimaksudkan
sebagai bekal bagi kematian Belanda, karena kata sangopati itu berarti bekal untuk
mati. Oleh sebab itu pistol-pistol yang dipakai untuk menari sesungguhnya diisi dengan
peluru yang sebenarnya. Ini dimaksudkan apabila kegagalan, maka para penaripun
telah siap mengorbankan jiwanya.
Maka ini tampak jelas dalam pemakaian “sampir” warna putih yang berarti kesucian dan
ketulusan.Pakubuwono IX terkenal sebagai raja amat berani dalam menentang
pemerintahan Kolonial Belanda sebagai penguasa wilayah Indonesia ketika itu.
Sebetulnya sikap berani menentang Belanda dilandaskan atas peristiwa yang
menyebabkan kematian ayahnya yaitu Pakubuwono VI (pahlawan nasional Indonesia)
yang meninggal akibat hukuman mati ditembak Belanda saat menjalani hukuman
dibuang keluar pulau Jawa saat Pakubuwono VI meninggal Pakubuwono IX yang
seharusnya menggantikan menjadi raja saat itu masih berada didalam kandungan
ibunda prameswari GKR Ageng disebabkan masih dalam kandungan usia 3 bulan.
Maka setelah Pakubuwono ke VI meninggal yang menjadi raja Pakubuwono VII adalah
paman Pakubuwono IX ketika Pakubuwono VII meninggal yang menggantikan
kedudukan sebagai raja adalah paman Pakubuwono IX sebagai Pakubuwono VII. Baru
setelah Pakubuwono VIII meninggal Pakubuwono menuruskan IX meneruskan tahta
kerajaan ayahandanya Pakubuwono VI sebagai raja yang ketika itu beliau berusia 31
tahun.
Setelah Pakubuwono IX meninggal 1893 dalam usia 64 tahun beliau digantikan
putranya Pakubuwono X atas kehendak Pakubuwono X inilah tarian Srimpi Sangupati
yang telah diganti nama oleh ayahanda Pakubuwono IX menjadi srimpi Sangapati ,
dengan maksud agar semua perbuatan maupun tingkah laku manusia hendaknya
selalu ditunjukkan untuk menciptakan dan memelihara keselamatan maupun
kesejahteraan bagi kehidupan. Hal ini nampak tercermin dalam makna simbolis dari
tarian srimpi sangopati yang sesungguhnya menggambarkan dengan jalan
mengalahkan hawa nafsu yang selalu menyertai manusia dan berusaha untuk saling
menang menguasai manusia itu sendiri.
Salah satu kekayaan Keraton kasunanan Surakarta ini tengah diupayakan
konservasinya adalah berbagai jenis tarian yang sering menghiasi dan menjadi hiburan
pada berbagai acara yang digelar di lingkungan keraton. Dari berbagai jenis tarian
tersebut yang terkenal sampai saat ini adalah tari Serimpi Sangupati. Penamaan
Sangupati sendiri ternyata merupakan salah satu bentuk siasat dalam mengalahkan
musuh.
Tarian ini sengaja di tarikan sebagai salah satu bentuk politik untuk menggagalkan
perjanjian yang akan diadakan dengan pihak Belanda pada masa itu. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi agar pihak keraton tidak perlu melepaskan daerah pesisir pantai
utara dan beberapa hutan jati yang ada, jika perjanjian dimaksudkan bisa digagalkan.
Tarian Serimpi Sangaupati sendiri merupakan tarian yang dilakukan 4 penari wanita
dan di tengah-tengah tariannya dengan keempat penari tersebut dengan keahliannya
kemudian memberikan minuman keras kepada pihak Belanda dengan memakai gelek
inuman.
Ternyata taktik yang dipakai sangat efektif, setidaknya bisa mengakibatkan pihak
Belanda tidak menyadari kalau dirinya dikelabui. Karena terlanjur terbuai dengan
keindahan tarian ditambah lagi dengan semakin banyaknya minuman atau arak yang
ditegak maka mereka (Belanda) kemudian mabuk. Buntutnya, perjanjian yang sedianya
akan diadakan akhirnya berhasil digagalkan. Dengan gagalnya perjanjian tersebut
maka beberapa daerah yang disebutkan diatas dapat diselamatkan.
Namun demikian yang perlu digarisbawahi dalam tarian ini adalah keberanian para
prajurit puteri tersebut yang dalam hal ini diwakili oleh penari serimpi itu. Karena jika
siasat itu tercium oleh Belanda, maka yang akan menjadi tumbal pertama adalah
mereka para penari tersebut.
Boleh dibilang mereka adalah prajurit di barisan depan yang menjadi penentu berhasil
dan tidaknya misi menggagalkan perjanjian tersebut. Sehingga untuk mengaburkan
misi sebenarnya yang ada dalam tarian tersebut maka nama tari itu disebut dengan
Serimpi Sangaupati yang diartikan sebagai sangu pati.
Saat ini Serimpi Sangaupati masih sering ditarikan, namun hanya berfungsi sebagai
sebuah tarian hiburan saja. Dan adegan minum arak yang ada dalam tari tersebut
masih ada namun hanya dilakukan secara simbol saja, tidak dengan arak yang
sesungguhnya.
Perjanjian antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan pihak Belanda tersebut yang
terjadi sekitar tahun 1870-an.
MACAM – MACAM TARI SERIMPI YOGYAKARTA
Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada
kekhususan pada tari Serimpi cina, yaitu busana para penari menyesuaikan dengan
pakaian cina.
Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan
Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada properti yang digunakan
yaitu pistol.
Tari Serimpi Padhelori
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan
Hamengku Buwana VI dan VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol
dan cundrik. Membawakan cerita petikan dari “Menak”, ialah perang tanding Dewi Sirtu
Pelaeli dan dewi Sudarawerti, sebagaimana dikisahkan dalam syair vokalianya. Tari
Serimpi Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.
Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan
Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan
jemparing. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir
adalah Gending Merak Kasimpir.
Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil ciptakan Sultan
Hamengku Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti pistol. Gending yang
dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Pramugrari adalah Gending Pramugrari.
Tari Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan
Hamengku Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang. Membawakan
cerita petikan dari “Angling Darmo” yang magis, dengan menggunakan tambahan
properti sebatang pohon dan seekor burung mliwis putih.
Suatu jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh 4 penari,
karena kata srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi Renggowati
penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata “impi”
atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu
sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat
mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama ( api)
2. Angin ( Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi ( Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan istana
Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.
Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari
Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan
antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu
manusia.
Tarian ini dinamakan sangupati atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan bekal
kematian, karena tujuan diciptakan tari serimpi jenis dimaksudkan sebagai bekal
kematian yang ditujukan pada Belanda.
Sehingga pistol yang digunakan dalam tarian ini biasanya diisi dengan peluru yang asli.
Ini menunjukan rasa patriotisme para penarinya yang siap mati jika mengalami
kegagalan dalam membawakan tarian ini.
Beda lagi dengan sejarah tari serimpi renggawati. Kalau biasanya tari serimpi
dibawakan oleh empat orang penari yang masing – masing penari menggambarkan 4
unsur dunia yang terdiri dari api, udara, tanah dan air.
Tari serimpi renggawati biasanya dibwakan oleh lima orang penari. Di mana sosok
gadis yang memerankan Dewi Renggawati haruslah gadis yang belum beranjak
dewasa.
Atau belum pernah mengalami menstuasi. Bahkan pada masa pemerintahan
Hamengku Buwono V, gadis yang memerankan sosok Dewi Renggawati haruslah
keturunan Sultan.
Hal ini disesuaikan dengan makna yang terkandung dalam tari serimpi renggawati yang
banyak mengajarkan anak gadis yang akan beranjak dewasa tentang pentingnya
pengendalian hawa nafsu.
Di mana ketika anak gadis mulai mengenal laki – laki, anak gadis haruslah sudah
paham betul dan sudah dibekali pelajaran seksualitas yang mumpuni.
Selain itu, makna yang terkandung dalam tari serimpi renggawati adalah pengajaran
pada manusia untuk selalu menyeimbangkan sisi duniawi dan spiritualitas dalam
menjalani kehidupan.
3. TARI PIRING DARI SUMATERA BARAT
Tari piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang, adalah salah
satu jenis Seni Tari yang berasal dari Sumatra Barat yaitu masyarakat Minangkabau
disebut dengan tari piring karena para penari saat menari membawa piring.
Pada awalnya dulu kala tari piring diciptakan untuk memberi persembahan kepada para
dewa ketika memasuki masa panen, tapi setelah datangnya agama islam di
Minangkabau tari piring tidak lagi untuk persembahan para dewa tapi ditujukan bagi
majlis-majlis keramaian yang dihadiri oleh para raja atau para pembesar negeri, tari
piring juga dipakai dalam acara keramaian lain misalnya seperti pada acara pesta
perkawinan.
Mengenai waktu kemunculan pertama kali tari piring ini belum diketahui pasti, tapi
dipercaya bahwa tari piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun
yang lalu. Tari piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga
pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang
menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri
melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sri wijaya saat itu.
Urutan Seni Tari Piring
Pada Seni tari piring dapat dilakukan dalam berbagai cara atau versi, hal itu semua
tergantung dimana tempat atau kampung dimana Tarian Piring itu dilakukan. Namun
tidak begitu banyak perbedaan dari Tari Piring yang dilakukan dari satu tempat dengan
tempat yang lainnya, khususnya mengenai konsep, pendekatan dan gaya
persembahan. Secara keseluruhannya, untuk memahami bagaimana sebuah Tari
Piring disajikan, di bawah ini merupakan urutan atau susunan sebuah
persembahannya.
1.Persiapan awal.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa sebuah persembahan kesenian harus dimulakan
dengan persediaan yang rapi. Sebelum sebuah persembahan diadakan, selain latihan
untuk mewujudkan kecakapan, para penari Tari Piring juga harus mempunyai latihan
penafasan yang baik agar tidak kacau sewaktu membuat persembahan.
Menjelang hari atau masa persembahan, para penari Tari Piring harus memastikan
agar piring-piring yang mereka akan gunakan berada dalam keadaan baik. Piring yang
retak atau sumbing harus digantikan dengan yang lain, agar tidak membahayakan diri
sendiri atau orang ramai yang menonton. Ketika ini juga penari telah memutuskan
jumlah piring yang akan digunakan.
Segera setelah berakhir persembahan Silat Pulut di hadapan pasangan pengantin,
piring-piring akan diatur dalam berbagai bentuk dan susunan di hadapan pasangan
pengantin mengikut jumlah yang diperlukan oleh penari Tari Piring dan kesesuaian
kawasan. Dalam masa yang sama, penari Tari Piring telah bersiap sedia dengan
menyarungkan dua bentuk cincin khas, yaitu satu di jari tangan kanan dan satu di jari
tangan kiri. Penari ini kemudian memegang piring atau ceper yang tidak retak atau
sumbing.
2. Mengawali tarian
Tari Piring akan diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan oleh para pemusik.
Penari akan memulai Tari Piring dengan ’sembah pengantin’ sebanyak tiga kali sebagai
tanda hormat kepada pengantin tersebut yaitu; sembah pengantin tangan di hadapan
sembah pengantin tangan di sebelah kiri sembah pengantin tangan di sebelah kanan
3. Saat Menari
Selesai dengan tiga peringkat sembah pengantin, penari Tari Piring akan memulakan
tariannya dengan mencapai piring yang di letakkan di hadapannya serta mengayun-
ayunkan tangan ke kanan dan kiri mengikut rentak muzik yang dimainkan. Penari
kemudian akan berdiri dan mula bertapak atau memijak satu persatu piriring-piring yang
telah disusun lebih awal tadi sambil menuju ke arah pasangan pengantin di
hadapannya. Pada umumnya, penari Tari Piring akan memastikan bahwa semua piring
yang telah diatur tersebut dipijak. Setelah semua piring selesai dipijak, penari Tari
Piring akan mengundurkan langkahnya dengan memijak semula piring yang telah
disusun tadi. Penari tidak boleh membelakangkan pengantin.
Dalam masa yang sama kedua tangan akan berterusan dihayun ke kanan dan ke kiri
sambil menghasilkan bunyi ‘ting ting ting ting …….’ hasil ketukan jari-jari penari yang
telah disarung cincin dangan bagian bawah piring. Sesekali, kedua telapan tangan yang
diletakkan piring akan dipusing-pusingkan ke atas dan ke bawah disamping seolah-olah
memusing-musingkannya di atas kepala
4.Mengakhiri Tarian
Sebuah sajian Tari Piring oleh seseorang penari akan dapat berakhir apabila semua
piring telah dipijak dan penari menutup sajiannya dengan melakukan sembah penutup
atau sembah pengantin sekali lagi. Sembah penutup juga diakhiri dengan tiga sembah
pengantin dengan susunan berikut; sembah pengantin tangan sebelah kanan sembah
pengantin tangan sebelah kiri sembah pengantin tangan sebelah hadapan
Makna dari Prosesi Tari Piring
Tari Piring dikatakan tercipta dari ”wanita-wanita cantik yang berpakaian indah, serta
berjalan dengan lemah lembut penuh kesopanan dan ketertiban ketika membawa piring
berisi makanan yang lezat untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian.
Wanita-wanita ini akan menari sambil berjalan, dan dalam masa yang sama
menunjukan kecakapan mereka membawa piring yang berisi makanan tersebut”.
Kedatangan Islam telah membawa perubahan kepada kepercayaan dan konsep tarian
ini. Tari Piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, tetapi untuk majlis-majlis
keramaian yang dihadiri bersama oleh raja-raja atau pembesar negeri.
Keindahan dan keunikan Tari Piring telah mendorong kepada perluasan
persembahannya dikalangan rakyat jelata, yaitu dimajlis-majlis perkawinan yang
melibatkan persandingan. Dalam hal ini, persamaan konsep masih wujud, yaitu
pasangan pengantin masih dianggap sebagai raja yaitu ‘Raja Sehari’ dan layak
dipersembahkan Tari Piring di hadapannya ketika bersanding.
Seni Tari Piring mempunyai peranan yang besar di dalam adat istiadat perkawinan
masyarakat Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan sesebuah Tari Piring di
majlis-majlis perkawinan adalah untuk tujuan hiburan semata-mata. Namun
persembahan tersebut boleh berperanan lebih dari pada itu. Persembahan Tari Piring di
dalam sesebuah majlis perkawinnan boleh dirasai peranannya oleh empat pihak yaitu;
kepada pasangan pengantin kepada tuan rumah kepada orang ramai kepada penari
sendiri.
Pada umumnya, pakaian yang berwarna-warni dan cantik adalah hal wajib bagi sebuah
tarian. Tetapi pada Tari Piring, sudah cukup dengan berbaju Melayu dan bersamping
saja. Warna baju juga adalah terserah kepada penari sendiri untuk menentukannya.
Namun, warna-warna terang seperti merah dan kuning sering menjadi pilihan kepada
penari Tari Piring kerana ia lebih mudah di lihat oleh penonton.
Di Malaysia , tarian piring dipersembahkan ketika majlis perkahwinan terutama bagi
keluarga berada, bangsawan dan hartawan di sesebuah kampung. Tarian ini biasa
dilihat di kawasan Seremban,Kuala Pilah dan Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada
yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap dan pakaian tarian tidak lengkap.
Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput kumpulan tarian ini mempersembahkan
tarian piring. 10 - 20 minit diperuntukkan untuk persembahan tarian ini.
Tarian piring dan silat dipersembahkan di hadapan mempelai di luar rumah. Majlis
perkahwinan atau sesuatu apa-apa majlis akan lebih meriah jika diadakan tarian piring.
Namun begitu, segelintir masyarakat tidak dapat menerima kehadiran kumpulan tarian
kerana dianggap ada percampuran lelaki dan perempuan. Bagi mengatasi masalah itu,
kumpulan tarian disertai hanya gadis-gadis sahaja.