ppt case report

50
Nidya febrina NPM : 1102010206 Tutor : dr. Zakiyah PERAN PENDAMPING DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT)

Upload: unidya-febrina

Post on 20-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ppt case

TRANSCRIPT

PERAN PENDAMPING DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT)

Nidya febrina NPM : 1102010206Tutor : dr. ZakiyahPERAN PENDAMPING DALAM PENANGANAN KASUSKEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT)

ABSTRACTKekerasan rumah tangga merupakan suatu pelanggaran hak azazi manusia yang kian hari kian meningkat. Terjadi pada kehidupan berumah tangga, terutama pada wanita , yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Dalam pelaksanaannnya, proses pemulihan psikologis menjadi hal yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas hidup yang tidak baik sebelumnya. Dalam proses ini, pendamping mengambil peran yang sangat penting untuk pemulihan korban KDRT. IntroductionWanita yang melapor kepada LBH APIK atas tuduhan KDRT oleh suaminya yang selingkuh, dimana sang suami sengaja membuat keadaan semakin keruh agar dapat menjerumuskan istri ke dalam kasus KDRT. Case ReportKDRT tidak hanya terjadiantara suami dan istri, tetapi juga dapat teerjadi kepada seluruh anggota yang tinggal di dalam sebuah rumah tangga, termasuk anak dan PRT. Selain fisik, dampak psikologis juga terjadi pada korban KDRT. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pemulihan untuk para korban agar kondisi fisik maupun psikologis terjaga dan dapat melanjutkan kehidupan dengan baik. Discussion

KDRT terjadi karena banyak faktor dan memberikan dampak buruk terhadap fisik ataupun psikologis seseorang. Untuk itu, proses pemulihan berupa pendampingan dan konseling sangatlah penting. Proses pemulihan korban KDRT, sudah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.

ConclusionPENDAHULUANSegala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Definisi KDRT

Case ReportPada awalnya, Ny.H 39 th (Istri) datang ke LBH APIK untuk meminta bantuan karena Tn.D 38 th (suami) telah melaporkan Ny.H kepada kepolisian atas tindakan KDRT dan dikenakan wajib lapor oleh kepolisian selama 3bulan.Dalam keterangannya kepada LBH APIK, Ny.H menyatakan bahwa keributan dalam rumah tangganya sudah lama terjadi, 3 tahun terakir yang disebabkan oleh perselingkuhan Tn. D dengan Ny. M.

Tn.D dan Ny.H menikah pada tahun 2001 dan dikaruniai 3 orang anak yang saat ini ketiganya bersekolah di sekolah dasar. Tn.D bekerja sebagai accounting dengan penghasilan 4 juta/bulan dan Ny.H bekerja sebagai notaris dengan penghasilan 5 juta /bulan. Rumah tangga berjalan rukun dan damai sampai tiba saatnya pada tahun 2010, rumah tangga hoyah dikarenakan Tn.D selingkuh dengan Ny.M, janda beranak 1 yang bekerja sebagai manager accountant di sebuah perusahaan asuransi swasta di jakarta yang diketahui memiliki penghasilan yang lebih besar, yaitu 15 juta/bulanPertengkaran yang dimulai pada tahun 2010 semakin tak terkendali pada tahun 2011 dan 2012. Hal ini dipicu oleh beberapa hal. Muali dengan diperkenalkannya Ny.M kepada anak pertama Ny.H (Mawar), diajak makan bersama dan diberi selimut dan baju. Pada saat itu Tn.D mengatakan kepada Ny.H jika mereka cerai, Mawar akan ikut dengan Tn.D sedangkan anak yang lainnya akan ikut bersama Ny.H. Selain itu, Tn.D juga mengirim kue ulang tahun untuk Ny.M dan sengaja meletakkan bukti pembayaran di meja kamar tidur agar Ny.H melihatnya. Foto Ny.M pun ditemukan di laptop Tn.D dengan ukuran 10R. Selain melakukan kekerasan Psikis, Tn.D juga melakukan kekerasan fisik, seperti meludahi, memeukuli, bahkan mengetok kepala Ny.H dan berkata Kok tidak ada isinya , yang berarti mengatakan bahwa istrinya tersebut bodoh. Tn.D hampir setiap malam pulang pukul 03.00 pagi (2010) dan pukul 05.00 subuh (2011 dan 2012). Tiga hari sebelum lebaran 2011, Tn.D tidak pulang kerumah, beliau mengatakan ingin mengambil uang keluar tetapi setelah itu tidak kembali lagi. Ternyata, setelah itu, diketahui bahwa Tn.D pergi bersama selingkuhannya Ny.M ke kediri, kampung halaman Ny.M.

Diakhir tahun 2011, Tn.D mengusir istrinya dari rumah. Ny.H pergi ke rumah orang tuanya. Tn.D marah kepada Ny.H karena ketiga anaknya dibawa dan meminta agar ketiga anaknya dikembalikan ke rumah, tetapi Ny.H tidak boleh ikut. Ny.H mengingkari hal itu karena berpikir tidak mungkin meninggalkan anaknya begitu saja. Setelah kejadian tersebut, pertengkaran semakin memanas. Sampai pada puncaknya, Tn.D tidak pulang ke rumah karena pergi berlibur bersama Ny.M. Sewaktu Tn.D pulang, Ny.H emosi dan membanting pintu, tetapi ditangkis oleh Tn.D. Ny.H memukul dan melempar Tn.D. Tn.D membalas memukul dan menonjok ulu hati Ny.H sehingga membuat Ny.H sulit bernafas. Sebagai pertahanan diri, Ny.H mengambil obeng yang berada di dekatnya untuk mengancam,dan tidak untuk melukai Tn.D.

Setelah ditelusuri, ternyata Tn.D sengaja menciptakan suasana seperti ini dan memancing Ny.H agar emosi sehingga dapat dijadikan alasan agar Ny.H terjerat hukum dan cerai. Sebelumnya, diketahui juga dari orang tua Ny.H bahwa Tn.D pernah menyuruh orang tuanya untuk pergi ke rumah orang tua Ny.H menyatakan bahwa Ny.H ingin cerai dengan Tn.D, dan orang tua Ny.H mengatakan bahwa Tn.D lah yang ingin cerai dan sengaja menciptakan situasi dan memprovokasi orang tuanya sehingga membuat Ny.H menjadi terganggu psikologis nya sampai stress.

Kemudian, LBH APIK mengambil langkah selanjutnya, yaitu meminta bantuan kepada badan hukum untuk memberikan tenaga pendamping dan psikologi untuk Ny.H sehubungan dengan tindakan KDRT yang tak hanya fisik, tetapi juga psikis yang dilakukan oleh Tn.D.Pada akhirnya, Mei 2013 Tn.D menikah dengan Ny.M tanpa persetujuan dan pemberitahuan kepada Ny.H. Ny.H datang kepernikahan tersebut, menyalami dan berfoto dengan kedua mempelai beserta keluarganya. Dan pada Oktober 2013, gugatan Tn.D terhadap Ny.H dicabut.

DiscussionPengertian KekerasanPasal 2 (UUPKDRT) yang termasuk lingkup rumah tangga meliputi :1) Suami, istri, dan anak termasuk anak angkat dan anak tiri.2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan.3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, seperti Pembantu rumah tangga.

Lingkup Kekerasan Dalam Rumah TanggaBentuk-Bentuk Tindakan Kekerasan Dalam Rumah TanggaPasal 5 Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga maka Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat berwujud :(Zastrow & Browker , 1984)Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya KDRTDampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UU PKDRT, yang menjadi hak-hak korban terdapat dalam Pasal 10 :1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lain, baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5. Pelayanan bimbingan rohani.Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah TanggaPendekatan PreventifPendekatan KuratifUpaya penanganan KDRT

Upaya pemerintah dalam pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah dengan adanya pendampingan korban. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, salah satu hak korban adalah mendapat pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Menurut Peraturan Pemerintah RI no 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban KDRT pasal 4, yang dapat melakukan pendampingan korban adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dengan cara memberikan konseling, terapi bimbingan rohani dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban.

Peran Pendamping Korban dalam meminimalkan KDRTPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 4 TAHUN 2006TENTANGPENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMAPEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA1. Dalam memberikan pelayanan kepada korban, tenaga kesehatan melakukan upaya :anamnesis kepada korban;pemeriksaan kepada korban;pengobatan penyakit;pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis;konseling; dan/ataumerujuk ke sarana kesehatan yang lebih memadai bila diperlukan.

2. Selain upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kasus tertentu, tenaga kesehatan dapat melakukan :pelayanan keluarga berencana darurat untuk korban perkosaan; danpelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan medis.

Pasal 83. Dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tenaga kesehatan harus membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Untuk setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan harus ada persetujuan tindakan medis (informed consent) dari korban atau keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Untuk keperluan penyidikan, tenaga kesehatan yang berwenang harus membuat visum et repertum dan/atau visum et repertum psichiatricum atau membuat surat keterangan medis.

5. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

Cont ...Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada korban, dapat dilakukan di rumah aman, pusat pelayanan atau tempat tinggal alternatif milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.Dalam hal diperlukan dan atas persetujuan korban, korban dapat ditempatkan oleh pekerja sosial di rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat tinggal alternatif yang aman untuk melindungi korban dari ancaman.Pengadaan rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat tinggal alternatif yang dilakukan masyarakat dapat difasilitasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan pelayanan pada rumah aman, atau tempat tinggal alternatif milik pemerintah, diatur dengan Peraturan Menteri Sosial.

Pasal 9Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pekerja sosial melakukan upaya :Menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalahnya;Memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial;Melakukan rujukan ke rumah sakit atau rumah aman atau pusat pelayanan atau tempat alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan korban;Mendampingi korban dalam upaya pemulihan melalui pendampingan dan konseling; dan/atauMelakukan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.

Pasal 11Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, relawan pendamping melakukan upaya :Membangun hubungan yang setara dengan korban agar bersedia membuka diri dalam mengemukakan persoalannya;Berempati dan tidak menyalahkan korban mengenai atau yang terkait dengan permasalahannya;Meyakinkan korban bahwa tidak seorang pun boleh melakukan tindakan kekerasan;Menanyakan apa yang ingin dilakukan dan bantuan apa yang diperlukan;Memberikan informasi dan menghubungkan dengan lembaga atau perorangan yang dapat membantu mengatasi persoalannya; dan/atauMembantu memberikan informasi tentang layanan konsultasi hukum.

Pasal 12Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pembimbing rohani melakukan upaya :Menggali informasi dan mendengarkan keluh kesah dari korban;Mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong untuk menjalankan ibadat menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.Menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.Memberikan pemahaman mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Pasal 13Pendamping korban dan organisasi perempuan melakukan konseling dan pendampingan serta penguatan bagi perempuan korban sejak korban melaporkan sampai kasus mereka disidangkan. Selain itu, organisasi perempuan dan pendamping merujuk perempuan korban kekerasan ke lembaga layanan yang lebih tepat untuk memberikan bantuan dan dukungan.Dalam banyak kasus, selain pendamping, keluarga berperan untuk membantu mendorong agar kasus dilaporkan ke Kepolisian atau mendesak aparat Kepolisian untuk menindaklanjuti penanganan kasus yang dilaporkan. (Merry, 2006).Peranan Pendamping, Organisasi Perempuan, dan LBHPeran PsikologiKonselingKonselor yang enak diajak curhat. Kriteria ini menciptakan kepercayaan (trust).Empatik terhadap problematika perempuan korban KDRT. Konselor mampu memunculkan hubungan yang setara.Konselor dapat memberikan rasa aman bagi konseli. Bersedia mendengarkan secara aktif..Memahami jalur legal.

Kriteria konselor yang cocol bagi korban KDRT adalah sebagai berikut :

"Tolonglah saudaramu yang menzalimi dan yang dizalimi, Lalu seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kami memahami tentang menolong orang yang dizalimi, bagaimana menolongnya kalau dia seorang yang zalim?Nabi berkata (bermaksud): "Kamu menghalang dan mencegahnya dari berbuat kezaliman. Itulah cara menolongnya". (HR. Bukhari)Tolong Menolong dalam IslamSabda nabi saw lagi (bermaksud):

"Orang mukminyang bergaul dengan orang dan bersabar di atas penyiksaan mereka memperolehi pahala yang lebih besar daripada orang yang tidak bergaul dengan orang dan tidak sabar dengan penyiksaan mereka". (HR.Tirmidzi).

Seseorang muslim adalah saudara kepada muslim yang lain. Dia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh membiarkannya dizalimi oleh orang lain. Barangsiapa yang memenuhi keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barangsiapa yang melepakan sesuatu kesulitan saudaranya, maka allah akan melepaskan salah satu kesulitan di hari kiamat dan barangsiapa yang menyembunyikan keaiban seorang muslim lain, maka allah akan menyembunyikan keaibannya di hari kiamat". (Muttafaq Alaih)

KESIMPULANKekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat dikatakan sebagai kekerasan terhadap hak azazi manusia yang plaing sering terjadi pada wanita. Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya KDRT, baik internal ataupun eksternal keluarga yang menimbulkan banyak efek negatif terhadap kondisi fisik, psikis, ataupun sosial seseorang. Proses pemulihan korban sangat penting pada kasus KDRT, dimana pemerintah juga sudah mengaturnya pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yang meliputi pendampingan dan tindakan pelayanan pada korban KDRT.

SARANDiadakannya pendidikan atau seminar tentang pernikahan sehingga apabila seseorang menikah, dia sudah bisa memegang tanggung jawab baik sebagai seorang istri ataupun sebagai kepala keluarga.Memberikan edukasi tentang pentingnya menghormati dan memahami kedudukan dan hak hak perempuan di dalam rumah tangga.Istri ataupun setiap korban KDRT harus lebih berwawasan dan terbuka terhadap hukum ataupun kepada pihak pihak yang terkait apabila mengalami KDRT.Peranan Media massa. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.UCAPAN TERIMA KASIHAlhamdulillahhirabbilalamin, dengan mengucap syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan segala berkah dan rahmatnya kepada saya, sehingga case report yang berjudul Peran Pendamping Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat selesai tepat waktu. Dengan selesainya Case Report ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan, petunjuk, serta bimbingannya , terutama kepada Ibu dr.Zakiyah selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu sehingga Case Report ini dapat terselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih ini saya sampaikan khususnya kepada :Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan (LBH APIK), yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung, mengumpulkan data, serta berbagi ilmu dan cerita dalam pembuatan Case Report ini.dr. Hj. Susilowati, M.kes dan DR. Drh.Hj Titiek Djannatun Koordinator Pelaksana dan Koordinator Penyusun Blok Elektif.dr. Ferryal Basbeth, Sp.F sebagai dosen pengampu Domestic Violence.Kepada seluruh anggota kelompok V, atas waktu dan kerjasamanya.Saya sadar bahwa dalam Case Report ini masih terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu, kritik dan saran membangun dari segala pihak sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya yang lebih baik.Wassalam.

Anonym 2004. Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Jakarta : Departemen Hukum dan HAM.Anonym. Tolong Menolong dalam Islam. viewed 17November 2013. from http://www.ikhwanonline.com/new/Article.aspx?SecID=363&ArtID=84836Baquandi., Karian Wisnu ., Fakul Hidayah., Asmaul Khusnah., et al 2009. Konseling Psikologi Program Studi Psikologi. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.Corey, G 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7th ed.)Belmont. Brooks/Cole: Thompson Learning, Inc.Edwards 2008. Violence against Women as Sex Discrimination: Evaluating the Policy and Practice of the UN Human Rights Treaty Bodies.Komnas Perempuan 2011 . Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan , viewed 15 November 2013, from http://komnas perempuan.comMerry SE 2006. Human Rights and Gender Violence: Translating International Law into Local Justice. Chicago: University of Chicago Press.Moeljanto 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.p. 36 . Jakarta : Bumi Aksara.Marta, Aroma Elmina 2003. Perempuan, Kekerasan dan Hukum . p 21 . Yogyakarta : UII Press.

DAFTAR PUSTAKAPangemaran, Diana Ribka 1998. Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga. pp.13-14. Jakarta: Universitas Indonesia.Prasetyo Eko., Suparman Marzuki 1997. Perempuan dalam wacana Perkosaan dan kekerasan dalam perspektif analisa Gender PKBI. p.7. Yogyakarta.Ratna Batara Munti (ed.) 2000. Advokasi Legislatif Untuk Perempuan : dalam Sosialisasi Masalah dan Draft Rancangan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. p.15. Jakarta : LBH APIK.Santoso, Thomas 2002. Teori-teori kekerasan. p.11. Jakarta : Ghalia Indonesia.Tim Kalyanamitra 1999. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. p.4. Jakarta : Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan.Weiner, I. B & Hess, A. K. 2006. Handbook of Forensic Psychology. New York: A Wile-Interscience Publication.Wrightsman 2001. Forensik Psychology. US: Wadsworth-Thomson Learning.Zastrow, Charles and Bowker, Lee 1984. Social Problems: Issues and Solutions, Chicago: Nelson Hall.