potensi sukuk negara (sbsn) sebagai instrumen … · pembangunan di banyak negara berkembang telah...
TRANSCRIPT
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Lokot Zein Nasution Peneliti pada Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan RI Email: [email protected] Abstrak
Pemerintah mempunyai tiga fungsi penting, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi, dimana ketiga fungsi tersebut akan berjalan optimal jika diimbangi dengan kesesuaian pendanaan fiskal yang memadai. Namun, keterbatasan pembiayaan pembangunan seringkali menjadi hambatan utama dalam menjalankan fungsi pemerintah, sehingga berimplikasi pada derajat kualitas pembangunan yang seringkali belum optimal. Persoalan utama terletak pada keterbatasan inovasi akibat terbatasnya instrumen pembiayaan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana potensi sukuk negara (SBSN) dapat menjadi instrumen alternatif bagi pembiayaan pembangunan. Dengan metode review literatur kritis (critical literature), didapatkan bahwa kebutuhan anggaran pemerintah pusat untuk kasus di Indonesia sangat tinggi. Rata-rata pemerintah selalu mengalami defisit fiskal, sehingga peningkatan ruang fiskal sangat diperlukan dalam rangka memenuhi belanja pemerintah bagi pembiayaan pembangunan. Pengembangan instrumen SBSN merupakan strategi kebijakan municipal bonds, yang sangat bermanfaat bagi pemerintah agar bisa memiliki perencanaan detail jangka panjang. Dibandingkan Utang Luar Negeri (ULN), risiko yang ditimbulkan SBSN relatif lebih rendah. Dibandingkan obligasi konvensional, SBSN sebagai sumber pembiayaan dinilai lebih unggul karena tidak mengandung unsur spekulasi, judi (maysir), riba, dan ketidakjelasan (gharar). Sukuk dinilai lebih memperhatikan prinsip keadilan dan kesetaraan, terutama yang terletak pada konsep bagi hasil/margin. Banyak studi mengungkapkan bahwa selama masa krisis keuangan global pada tahun 2008, penerbitan sukuk di Indonesia pasca dikeluarkannya Undang-Undang SBSN mampu menunjukkan lebih sedikit risiko, kinerja yang lebih baik, dan stabilitas yang lebih tinggi daripada obligasi konvensional. Dengan demikian, SBSN dapat menyediakan alternatif pendanaan bagi sektor publik yang lebih baik, yang secara otomatis akan berimplikasi pada penyediaan pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan penguatan nilai strategis SBSN, yang dapat dilakukan melalui dukungan kebijakan dan komitmen berbagai pemangku kepentingan, terutama dari OJK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kata Kunci : Fungsi Pemerintah, Sukuk Negara (SBSN), Defisit Anggaran,
Pembiayaan Pembangunan
1. Latar Belakang
Menurut Krishnamohan (2016),
terdapat tiga fungsi pokok
pemerintah, yaitu: (i) fungsi alokasi,
yakni pemerintah berfungsi dalam
mengalokasikan sumberdaya
39
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
ekonomi yang ada dalam
perekonomian kepada seluruh
masyarakat; (ii) fungsi distribusi,
yakni pemerintah berfungsi dalam
menjamin distribusi sumberdaya
ekonomi kepada seluruh
masyarakat secara adil dan merata,
sehingga masyarakat mendapatkan
tingkat penghasilan yang layak; dan
(iii) fungsi stabilisasi, yakni
pemerintah harus dapat menjamin
dan menjaga stabilitas
perekonomian nasional. Untuk
melaksanakan ketiga fungsi
tersebut, pemerintah mutlak
memerlukan pembiayaan dalam
rangka mewujudkan pembangunan
yang berkualitas, yaitu
pembangunan yang mampu
mensejahterakan masyarakat secara
merata. Dalam konteks
desentralisasi, pembiayaan
pembangunan mencakup
pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (Faguet & Pöschl, 2015).
Pembiayaan pembangunan adalah
pengalokasian dana yang digunakan
untuk keperluan pembangunan di
suatu negara atau daerah, terutama
pada sektor infrastruktur, ekonomi
dan sosial (Ong & Fritzen, 2007).
Namun, beragam kasus empiris
membuktikan bahwa untuk
mengoptimalkan tiga fungsi
pemerintah di atas, seringkali
terkendala oleh keterbatasan
pembiayaan pembangunan.
Pemerintah kerapkali dihadapkan
pada keterbatasan ruang fiskal
akibat keterbatasan dalam
melakukan inovasi pendapatan.
Dalam skala nasional, keterbatasan
APBN mampu berdampak signifikan
terhadap target pembangunan yang
tidak tercapai. Kendala tersebut
terutama banyak dihadapi oleh
mayoritas negara berkembang
akibat keterbatasan daya saing
komparatif dan kompetitif, sehingga
pemasukan negara menjadi
terbatas, terutama dari sektor pajak.
Penelitian dari Abdulkareem et al.,
(2019) menemukan bahwa
keterbatasan pemasukan negara
berdampak pada tereduksinya fungsi
distribusi, yang berdampak pada
keterbatasan program subsidi dan
pengentasan kemiskinan. Hasil
penelitian serupa juga telah lama
dikemukakan oleh Brealey et al.
(1996), bahwa pembiayaan
pembangunan di banyak negara
berkembang telah menjadi
penghambat paling signifikan bagi
percepatan laju pertumbuhan
ekonomi.
Ragam keterbatasan
pembiayaan pembangunan telah
menghadirkan berbagai inovasi
dalam rangka memperlebar ruang
fiskal agar pemerintah lebih leluasa
dalam menjalan peran dan
fungsinya. Kasus di Indonesia, salah
satu inovasi yang saat ini sedang
gencar dilakukan adalah
pengembangan instrumen keuangan
syariah (Islamic Finance) yang
dipercaya mampu menjadi solusi
untuk memperdalam sektor
keuangan. Menurut Azis et al.,
(2016) pendalaman sektor keuangan
bukan hanya berfungsi bagi
optimalisasi siklus ekonomi antara
permintaan dan penawaran uang,
namun juga bagi pembiayaan
pemerintah seperti penerbitan surat
utang. Dalam kasus tersebut, salah
satu yang ditekankan dalam rangka
pembiayaan defisit fiskal adalah
penerbitan obligasi syariah (sukuk)
yang dalam banyak kasus di tingkat
global mampu menjadi solusi terbaik
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
bagi pembiayaan pemerintah. Jenis
sukuk yang dimaksud adalah sukuk
negara atau SBSN (Surat Berharga
Syariah Negara).
Namun demikian, pemanfaatan
SBSN sebagai alternatif pembiayaan
pembangunan akan dapat optimal
jika pemerintah mampu menangkap
beragam potensi yang melekat
dalam sebuah perekonomian
domestik. Kasus di tingkat global
akan tidak sama dengan kasus di
Indonesia, yakni apakah instrumen
SBSN mempunyai probabilitas yang
tinggi bagi alternatif pembiayaan
pembangunan dalam rangka
memperlebar ruang fiskal. Dalam
beberapa kasus, keterlambatan
pengembangan sektor keuangan
syariah ternyata mampu menjadi
penghambat bagi laju pertumbuhan
sukuk, sehingga opportnuity cost
yang dilakukan begitu tinggi (Fadian,
2016). Hasil penelitian dari Syed et
al., (2014) juga menunjukkan hasil
yang serupa, yaitu pengembangan
sukuk masih terlalu lambat dalam
menghasilkan percepatan
pembiayaan pembangunan.
Beberapa kasus tersebut rata-rata
disebabkan oleh tata kelola yang
sukuk yang kurang optimal,
sehingga potensi domestik kurang
mampu dioptimalkan.
Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka tulisan ini bertujuan
untuk mengeksplorasi bagaimana
potensi sukuk dapat menjadi
alternatif pembiayaan
pembangunan, dimana sukuk yang
dimaksud adalah jenis SBSN.
Potensi sukuk dapat dilihat dari
konsep dan karakter sukuk,
kelebihan dan kekurangan, sehingga
mampu membuka ruang potensi
bagi pembiayaan fiskal pemerintah.
Selain itu, tulisan ini membatasi
kasus pembiayaan fiskal pada level
nasional (APBN), bukan pada level
daerah (APBD). Potensi sukuk
sebagai instrumen alternatif
pembiayaan pembangunan sangat
penting bagi pengkayaan literatur
terkait peran dan fungsi sukuk, dan
manfaat bagi pemerintah sebagai
pihak yang berkepentingan dalam
memperlebar pembiayaan fiskal
untuk menyukseskan pembangunan.
2. Metodologi
Untuk menjawab tujuan tulisan,
maka metodologi yang dipakai
adalah dengan pendekatan review
literatur kritis (critical literature) yang
dipadukan dengan metode evaluatif.
Metode evaluatif adalah sebuah
metode penulisan atau penelitian
untuk mengevaluasi konsep maupun
kasus empiris dalam rangka
menghasilkan argumen dan strategi
kebijakan yang sesuai dengan teori
atau hipotesis (Haryati, 2012).
Dalam penulisan ini, evaluasi yang
dilakukan adalah untuk melihat
konsep sukuk yang selama ini
sebenarnya mampu menjadi
instrumen alternatif bagi pembiayaan
pembangunan dalam rangka
memperlebar ruang fiskal. Namun
selama ini, pemanfaatan sukuk
masih jarang dilakukan, padahal
potensinya sangat tinggi. oleh
karena itu, evaluasi dalam tataran
konsep dan kebijakan menyangkut
pemanfaatan sukuk mutlak
dilakukan.
Untuk mengoperasionalisasikan
metode tersebut, maka terdapat
beberapa aspek analisis yang
dilakukan, yaitu: (i) pertama adalah
analisis kebijakan, yaitu membahas
kebijakan apa saja yang dianggap
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
tepat terkait rencana strategis
pembiayaan pembangunan melalui
instrumen sukuk; (ii) kedua adalah
analisis pemangku kepentingan atau
stakeholders, yaitu pihak-pihak
mana saja yang harus terlibat dalam
mempercepat kebijakan
pengembangan sukuk sebagai
alternatif pembiayaan
pembangunan; (iii) ketiga adalah
analisis kebutuhan dan
permasalahan serta peluang dalam
rangka menjadi sukuk sebagai
instrumen alternatif pembiayaan
pembangunan; dan (iv) keempat
adalah analisis potensi sukuk, yaitu
potensi-potensi apa saja yang dapat
dikembangkan dalam rangka
menempatkan sukuk sebagai
instrumen alternatif pembiayaan
pembangunan, sehingga ruang fiskal
pemerintah lebih besar. Keempat
aspek analisa tersebut menjadi satu
kesatuan sehingga menghasilkan
analisis yang mendalam dalam
menjawab tujuan tulisan.
3. Kondisi Pembiayaan
Pembangunan di Indonesia
Secara umum, pembiayaan
pembangunan dapat diperoleh dari
tiga sumber, yaitu dari pemerintah,
swasta, kerjasama antara
pemerintah dengan swasta, dan
termasuk melalui BUMN. Bila
pembiayaan pembangunan
bersumber dari pemerintah, maka
sumber pembiayaan tersebut dikenal
sebagai sumber pembiayaan
konvensional. Contoh sumber
pembiayaan konvensional adalah
dari sektor pajak dan retribusi. Jika
pembiayaan pembangunan
bersumber dari pihak swasta atau
kerjasama antara pemerintah
dengan swasta, maka sumber
pembiayaan tersebut dikenal
sebagai sumber pembiayaan non-
konvensional. Contoh sumber
pembiayaan non-konvensioal adalah
melalui skema penerbitan surat
hutang (bonds) dan melalui skema
Public Private Partnership (PPP).
Menurut Onagun (2016), jika
pemerintah masih menggantungkan
pembiayaan pembangunan dari
sumber konvensional, maka kondisi
tersebut dinilai kurang kreatif dalam
mencari sumber-sumber
pembiayaan. Sebaliknya,
ketercapaian sumber pembiayaan
pembangunan yang bersumber dari
non-konvensional mencerminkan
bahwa pemerintah dinilai kreatif dan
inovatif dalam mencukupi kebutuhan
anggaran. Perpaduan antara sumber
pembiayaan konvensional dan non-
konvensional mampu menjadi
sumber pendapatan negara, dan
keberhasilannya dapat dilihat dari
indikator apakah sumber
pendapatan lebih tinggi dari belanja,
atau sebaliknya.
Gambar 01. Selisih antara Pendapatan dan Belanja Negara (Rp. Trilliun)
1,555.901,666.40
1,903.00
2,165.101,864.30
2,007.402,217.30
2,461.10
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
2016 2017 2018 2019
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Gambar 01 memperlihatkan
bahwa selama kurun waktu tahun
2016-2019, selalu terjadi defisit
APBN, yang menandakan belanja
pemerintah selalu lebih tinggi dari
pendapatan. Hal ini mencerminkan
bahwa pemerintah masih
menghadapi tantangan dalam
rangka mendiversifikasi sumber
pembiayaan yang selama ini selalu
ditekankan dari sektor pajak. Dalam
konteks pembiayaan konvensional,
maka yang harus dilakukan adalah
meningkatkan sifat kepatuhan pajak
agar bisa menghindari desifit
anggaran. Rasio pajak (tax ratio)
menjadi prioritas utama dalam
rangka mempersempit ruang defisit.
Dalam konteks pembiayaan non-
konvensional, penekanan yang
hanya mengandalkan dari sektor
pajak dinilai kurang optimal.
Gambar 02. Komposisi Pendapatan Negara
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Gambar 02 menjelaskan bahwa
determinasi sektor pajak bagi
pendapatan negara sangat
mendominasi. Pada tahun 2016,
sumbangan sektor pajak terhadap
pendapatan negara sebesar Rp.
1.546,9 Trilliun atau sebesar 85,09
persen. Sementara pada tahun 2019
sebesar Rp. 2.164,70 Trilliun atau
sebesar 85,11 persen. Selama kurun
waktu tahun 2016-2019, rata-rata
kontribusi sektor pajak bagi
penerimaan negara sebesar 84,53
persen. Perkembangan tersebut
menandakan bahwa kontribusi
perpajakan bagi penerimaan negara
mempunyai kinerja yang stabil dan
cenderung meningkat. Bandingkan
dengan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang selama kurun
waktu tersebut rata-rata
kontribusinya hanya sebesar 15,13
85.09 83.68 84.26 85.11
14.41 15.74 15.50 14.87
0.50 0.59 0.24 0.02
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2016 2017 2018 2019
Penerimaan Perpajakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan Hibah
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
persen. Meski dalam konteks fiskal
sektor perpajakan sangat penting,
namun dalam konteks pembiayaan
non-konvensional masih diperlukan
peningkatan inovasi PNBP sebagai
representasi kreativitas pemerintah
selaku pengendali pembiayaan.
Gambar 03. Perkembangan Defisit Anggaran
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Peningkatan sektor perpajakan
dalam rangka menghindari defisit
anggaran selama ini kurang berjalan
optimal. Gambar 02 memperlihatkan
bahwa kontribusi sektor pajak
mampu konsisten dan cenderung
meningkat. Namun Gambar 03
memperlihatkan bahwa defisit
anggaran masih terjadi, meskipun
trennya terus mengecil. Pada tahun
2012, rasio defisit APBN sebesar
Rp. 153,3 Trilliun, namun tahun
2019 sudah turun menjadi Rp. 296,0
Trilliun. Meski tidak signifikan,
namun kinerja tersebut patut
diapresiasi. Defisit terhadap PDB
juga mengalami penurunan, meski
juga tidak signfiikan. Pada tahun
2012, defisit terhadap PDB sebesar
1,86 persen, dan tahun 2019
menjadi 1,84 persen. Data tersebut
mempertegas dari pernyataan
sebelumnya, bahwa pentingnya
untuk meningkatkan sektor PNBP
dalam rangka meningkatkan kinerja
pendapatan untuk memperlebar
ruang fiskal.
Peningkatan ruang fiskal sangat
diperlukan dalam rangka memenuhi
belanja pemerintah bagi pembiayaan
pembangunan. Pada tahun 2019,
total belanja pemerintah sebesar Rp.
1.634,3 Trilliun, yang pembagiannya
didominasi oleh tujuh fungsi, yaitu:
(i) komposisi terbesar adalah bagi
fungsi pelayanan umum, yakni
sebesar Rp. 517,3 Trilliun; (ii) kedua
adalah fungsi ekonomi sebesar Rp.
389,6 Trilliun; (iii) ketiga adalah
fungsi perlindungan sosial sebesar
Rp. 200,8 Trilliun; (iv) keempat
adalah fungsi pendidikan sebesar
Rp. 152,7 Trilliun; (v) kelima adalah
fungsi ketertiban dan keamanan
sebesar Rp. 143,0 Trilliun; (vi)
keenam adalah fungsi pertahanan
sebesar Rp. 108,4 Trilliun; dan (vii)
ketujuh adalah fungsi kesehatan
sebesar 62,7 Trilliun. Selain ketujuh
fungsi tersebut, alokasi belanja
pemerintah juga disalurkan pada
fungsi-fungsi yang lain, seperti
fungsi agama, pariwisata,
perumahan dan fasilitas umum, dan
perlindungan lingkungan hidup.
-153.3
-211.7
-226.7
-298.5 -308.3-341
-341.2
-296.1
-1.86
-2.33
-2.25
-2.59 -2.49-2.51
-2.12
-1.84
-3
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
-400
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Defisit Anggaran Defisit Terhadap PDB (%)
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
Gambar 04. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsinya
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Dari beberapa fungsi di atas,
salah satu yang saat ini sedang
digencarkan pemerintah pusat
adalah pembiayaan infrastruktur,
yang dapat masuk dalam kategori
fungsi pelayanan umum, ekonomi,
perumahan dan fasilitas umum,dan
fungsi lain yang terkait dengan
penyediaan infrastruktur. Selama
beberapa tahun terakhir, kebutuhan
pembiayaan infrastruktur selalu
tumbuh secara signifikan. Pada
tahun 2014, kebutuhan anggaran
infrastruktur sebesar Rp. 157,4
Trilliun, kemudian tahun 2017
sebesar Rp. 379,7 Trilliun,dan tahun
2019 meningkat menjadi 415,0
Trilliun. Fakta ini mempertegas
betapa pentingnya strategi alternatif
pembiayaan pembangunan yang
harus dilakukan pemerintah. Dalam
beberapa kasus, alokasi terbesar
pada strategi alternatif pembiayaan
lebih banyak diperlukan bagi
pembiayaan infrastruktur.
Gambar 05. Perkembangan Anggaran Infrastruktur
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
4. Keunggulan Sukuk Negara
(SBSN) bagi Pembiayaan
Pembangunan
Penjelasan sebelumnya telah
menguraikan bahwa kondisi fiskal di
Indonesia membutuhkan inovasi
sumber pendapatan negara dalam
32%
24%
12%
9%
9%
7%4%
2%
1%
0% 0% Pelayanan Umum
Ekonomi
Perlindungan Sosial
Pendidikan
Ketertiban dan Keamanan
Pertahanan
Kesehatan
Perumahan dan Fasilitas Umum
Perlindungan Lingkungan Hidup
Agama
Pariwisata
157.4
256.1269.1
379.7410.4 415
65.6
5.1
41.1
8.1
1.1
0
10
20
30
40
50
60
70
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Anggaran Infrastruktur Pertumbuhan (%)
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
rangka meningkatkan diversifikasi
pembiayaan pembangunan. Dalam
konteks ini, diperlukan berbagai
instrumen pembiayaan, yang dapat
dilakukan dari pendalaman
keuangan melalui pengembangan
keuangan syariah, yang salah
satunya berasal dari sukuk negara
atau SBSN (Surat Berharga Syariah
Negara). Pengembangan sukuk
sebagai instrumen pembiayaan
sejalan dengan peningkatan
keuangan syariah yang semakin
besar bagi perekonomian. Hasil
penelitian dari Radzi (2018)
menunjukkan bahwa tingkat
permintaan dan penawaran sukuk
semakin berkembang dan berperan
bagi pendiversifikasian instrumen
pembiayaan. Hasil serupa juga
dikemukakan oleh Hassan (2017),
bahwa sukuk merupakan bagian
penting dari keuangan syariah yang
semakin penting bagi pendalaman
dan diversifikasi keuangan.
Secara umum, sukuk
didefinisikan sebagai surat berharga
jangka penjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten membayar
pendapatan kepada pemegang
sukuk berupa bagi hasil margin atau
fee, serta membayar dana sukuk
saat jatuh tempo (Fitrianto, 2019).
Sementara menurut Fadian (2016),
sukuk adalah sertifikat yang
menunjukkan nilai yang sama
setelah penutupan subscription,
penerimaaan dari nilai atas sertifikat
dan digunakan sebagaimana
rencana, pemilikan saham dan hak
atas asset yang nampak, pengunaan
dan jasa, dan equity atas proyek
yang disebutkan atau atas aktivitas
investasi tertentu. Sukuk setidaknya
mempunyai lima karakteristik, yaitu:
(i) sukuk merupakan bukti
kepemilikan suatu aset atau hak
manfaat; (ii) sukuk merupakan
pendapatan dalam bentuk imbalan,
margin atau bagi hasil sesuai
dengan akadnya; (iii) sukuk terbebas
dari unsur riba, gharar
(ketidakjelasan), dan maysir (judi);
(iv) sebagian jenis sukuk terdapat
underlying asset tau aset penjamin
sebagai syarat melakukan transaksi;
dan (v) penggunaannya harus
sesuai dengan prinsip syariah.
Dari pengertian tersebut, sukuk
pada dasarnya adalah surat utang
yang menerapkan prinsip syariah.
Dibandingkan obligasi konvensional,
sukuk negara (SBSN) sebagai
sumber pembiayaan pembangunan
dinilai lebih unggul karena tidak
mengandung unsur spekulasi, judi
(maysir), riba, dan ketidakjelasan
(gharar). Sukuk dinilai lebih
memperhatikan prinsip keadilan dan
kesetaraan, terutama yang terletak
pada konsep bagi hasil/margin.
Sukuk terbukti mempunyai trade
record yang sangat baik untuk
memobilisasi sumberdaya dan
instrumen kunci bagi pengembangan
sektor keuangan (Khatimah, 2017).
Selain itu, sukuk juga mampu
memberikan likuiditas karena bisa
diperdagangkan di pasar sekunder
(Hossain et al., 2018).
Kelebihan tersebut menjadikan
sukuk sebagai instrumen alternatif
atau pengganti dan juga sebagai
komplementer dari obligasi
konvensional. Sukuk mampu
memberikan alternatif yang lebih
beragam bagi penerbit maupun bagi
masyarakat selaku investor dalam
memberikan sumber-sumber
investasi serta pendanaan. Secara
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
empiris, sukuk terbukti mampu
bertahan pada saat terjadi krisis
keuangan konvensional, yang
menandakan bahwa sukuk memang
terbukti mempunyai beberapa fitur
keunggulan dibandingkan obligasi
konvensional (Labolo & Achyari,
2018). Bagi negara yang mayoritas
penduduknya muslim, sukuk
merupakan instrumen dalam
menyalurkan kesadaran pentingnya
berinvestasi dalam prinsip-prinsip
syariah. Sementara bagi yang non-
muslim, sukuk merupakan instrumen
yang memang menguntungkan
(Abdulkareem et al., 2019).
Dalam kasus kebijakan fiskal,
kunggulan sukuk negara (SBSN)
berasal dari kemampuan untuk
menyediakan struktur permodalan
yang lebih luas bagi pemerintah
yang berusaha melakukan ekspansi
pembangunan (Labolo & Achyari,
2018). SBSN yang dikeluarkan oleh
pemerintah diterbitkan dalam rangka
mengisi pendapatan negara,
khususnya banyak diperuntukkan
bagi pendanaan pembiayaan
pembangunan. Sementara pada
sektor swasta (sukuk korporasi),
sukuk diterbitkan dalam rangka
pembiayaan investasi. Dalam
konteks kebijakan fiskal, anggaran
pembiayaan yang semakin tinggi
mengharuskan pemerintah menjadi
kreatif mencari beragam aternatif
pembiayaan yang bersifat
konvensional. Dengan kelebihan
yang dimiliki oleh sukuk (SBSN),
maka percepatan pengembangan
sukuk dapat menjadi solusi terbaik
bagi peningkatan pembiayaan
pembangunan.
5. Tantangan Pengembangan
Sukuk Negara (SBSN) dalam
Konstelasi Pembiayaan
Anggaran
Secara konsepsional, sukuk
negara (SBSN) mampu menawarkan
beberapa kelebihan yang dapat
dijadikan sebagai instrumen
potensial bagi penutupan defisit
anggaran. Untuk mengurangi defisit
anggaran, pemerintah pada
dasarnya telah mengeluarkan arah
kebijakan pembiayaan, yang
mencakup lima orientasi, yaitu
(Kementerian Keuangan Republik
Indonesia, 2019): (i) meningkatkan
efisiensi pembiayaan utang; (ii)
mengoptimalkan peran serta
masyarakat dalam pasar obligasi
domestik; (iii) mengelola pinjaman
luar negeri secara selektif; (iv)
meningkatkan peran Indonesia
dalam dunia internasional; dan (v)
mendorong program ekspor. Lima
orientasi tersebut diimplementasikan
melalui upaya pembiayaan
anggaran, dimana selama kurun
waktu tahun 2014-2019 selalu
meningkat, meski cenderung
fluktuatif. Dalam konteks
perkembangan pembiayaan
anggaran, maka penerbitan sukuk
(SBSN) harus dilakukan secara
efisien dan harus benar-benar
mampu dilakukan secara selektif.
Gambar 06. Perkembangan Pembiayaan Anggaran
249.9 323.1 334.5 366.6
314.2 296.1
4.8
29.8
3.5
9.6
-14.3
-6.8
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
50
100
150
200
250
300
350
400
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Salah satu atensi dalam
kebijakan pembiayaan anggaran
adalah strategi pembiayaan utang.
Secara konsepsional, pembiayaan
utang harus dikelola secara hati-hati
dan produktif sehingga dapat
berkontribusi secara optimal bagi
perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat. Gambar 07
memperlihatkan bahwa
perkembangan pembiayaan utang
cenderung meningkat, meski sejak
tahun 2018 sudah relatif menurun.
Gambar 07. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Setidaknya terdapat empat
prinsip tata kelola utang sebagai
syarat keberhasilan pengelolaan,
yaitu: (i) kehati-hatian, yaitu menjaga
rasio utang terhadap PDB; (ii)
efisiensi biaya utang, yaitu
mendorong efisiensi biaya utang
pada tingkat risiko yang terkendali;
(iii) produktivitas, yaitu mendorong
pemanfaatan utang untuk kegiatan
produktif; dan (iv) keseimbangan,
yaitu menjaga komposisi utang
dalam batas terkendali. Dalam
konteks pembiayaan utang, maka
sukuk adalah salah satu jenis
instrumen utang namun dengan
karakteristik yang berbeda dengan
Utang Luar Negeri (ULN) dan
obligasi konvensional.
Berdasarkan perkembangan
pembiayaan anggaran dan
pembiayaan utang pemerintah,
maka strategi alternatif pembiayaan
yang bersifat non-konvensional
memang benar-benar dibutuhkan.
Hal ini mempertegas dari analisa
155.7
380.9
403
429.1
387.4
29614.6
49
5.8 6.5-9.7
-23.6
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pembiayaan Utang Pertumbuhan (%)
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
sebelumnya, bahwa kebutuhan
belanja pemerintah sangat besar,
khususnya bagi pembiayaan
infrastruktur. Pada sisi yang lain,
pembiayaan yang hanya
mengandalkan sektor pajak masih
sulit menutupi konsistensi defisit
anggaran. Dalam strategi
pembiayaan non-konvensional,
maka sukuk (SBSN) masuk di
dalamnya, yang dikategorikan
sebagai Municipal Bonds.
Gambar 08. Komposisi Instrumen Utang dalam Outstanding Utang
Pemerintah
Sumber: (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Pemerintah bisa mengeluarkan
surat utang dalam jumlah besar, dan
kemudian dibeli oleh masyarakat,
dan dari dana masyarakat tersebut
pemerintah memiliki kemampuan
anggaran untuk membiayai
pembangunan. Model Municipal
Bonds sangat bermanfaat bagi
pemerintah agar bisa memiliki
perencanaan detail jangka panjang,
karena dengan rencana tersebut
yang didukung dengan analisis
keuangan yang tajam, pemerintah
bisa mengeluarkan Surat Utang.
Dibandingkan Utang Luar Negeri
(ULN), risiko yang ditimbulkan
melalui sukuk (SBSN) relatif lebih
rendah. Risiko ULN lebih tinggi
karena harus dibayarkan berikut
dengan bunga dalam mata uang
dolar. Sukuk (SBSN) lebih
menguntungkan karena lebih
akuntabel yang dilakukan melalui
public offering tanpa proses
negosiasi yang lama dan eksklusif
serta lebih murah karena struktur
biaya sukuk (SBSN) lebih sederhana
dibandingkan dengan ULN. Gambar
08 menunjukkan bahwa komposisi
SBN, termasuk di dalamnya SBSN
semakin tahun komposisinya sudah
semakin besar, berbeda dengan
ULN yang komposisinya semakin
mengecil. Hal ini mengindikasikan
bahwa sukuk (SBSN) sebagai
instrumen utang yang relatif aman
dan unggul sudah semakin potensial
untuk dikembangkan.
Gambar 09. Skor Daya Saing Infrastruktur Negara-Negara ASEAN Tahun
2018
68.8
69.9
74
76.1
79.1
81.3
81.4
31.1
30
25.8
23.7
20.8
18.5
18.4
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0% 20% 40% 60% 80% 100%
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
SBN ULN Pinjaman Dalam Negeri
59.42
65.44
66.83
69.66
71.31
77.89
95.7
Filipina
Vietnam
Indonesia
Thailand
Brunei D
Malaysia
Singapura
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
Sumber: (Scwab, 2018)
Meski demikian, kebutuhan
sukuk bagi pembiayaan
pembangunan membutuhkan upaya
yang ekstra, mengingat kebutuhan
pembiayaan pembangunan di
Indonesia begitu tinggi. Hal ini
diperparah dengan skor daya saing
infrastruktur Indonesia yang masih
relatif rendah, khususnya
dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Gambar 09 menunjukkan
bahwa skor daya saing infrastruktur
Indonesia masih sebesar 66,83, jauh
di bawah Singapura (95,70),
Malaysia (77,89), Brunei (71,31),
dan Thailand (69,66). Fakta ini
menjadi trigger bahwa
pembangunan infrstruktur masih
membutuhkan pembiayaan yang
semakin besar. Tantangan di
Indonesia adalah bagaimana sukuk
(SBSN) yang dikeluarkan benar-
benar digunakan secara efisien dan
efektif untuk pembangunan
infrastruktur atau pembangunan
produktif lainnya, bukan untuk
keperluan rutin dan konsumtif.
Dalam konstelasi pembiayaan
anggaran, penggunaan sukuk
(SBSN) bagi pembiayaan
pembangunan membutuhkan upaya
yang tidak mudah dan
membutuhkan model tata kelola
kelembagaan yang optimal agar
mampu memanfaatkan potensi
pasar sehingga benar-benar optimal
sebagai instrumen alternatif untuk
pembiayaan pembangunan.
6. Mengoptimalkan Nilai
Strategis Sukuk Negara
(SBSN) bagi Pembiayaan
Pembangunan
Dalam rangka untuk menutup
defisit anggaran, maka pemanfatan
sukuk negara (SBSN) sebagai
instrumen pembiayaan dipandang
mempunyai kelebihan dengan risiko
yang relatif rendah dibandingkan
obligasi konvensional. Meski
demikian, tantangan pengoptimalan
sukuk negara (SBSN) bagi
pembiayaan pembangunan di
Indonesia cukup berat, mengingat
kebutuhan pendanaan pemerintah
begitu besar, sementara SBSN
selama ini masih belum terlalu
optimal jika dikomparasikan dengan
potensi pasar yang sebenarnya
sangat besar. Dalam konteks
pengembangan, maka diperlukan
percepatan pertumbuhan sukuk
negara (SBSN) yang berdasarkan
beragam hasil penelitian mampu
menjadi instrumen terbaik bagi
pendiversifkasian sumber-sumber
pendanaan pembangunan. Bagi
sektor publik, keunggulan dari sifat
sukuk ini terbukti mampu
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
menyediakan jalur pendanaan
alternatif dan basis investor yang
lebih luas. Terlepas dari karakteristik
tersebut, sukuk diakui merupakan
salah satu produk yang paling
inovatif dalam pengembangan
sistem keuangan syariah
kontemporer (Fitrianto, 2019).
Banyak tuntutan
mengemukakan bahwa sudah
seharusnya pemerintah pandai
mencari sumber-sumber
pembiayaan pembangunan dari
pendekatan non-konvensional.
Dalam konteks pembangunan,
sumber pembiayaan non-
konvensional seperti sukuk negara
(SBSN) sangat dibutuhkan karena
dapat menjadi strategi akselerasi
percepatan pembangunan. Sumber
pembiayaan non-konvensional juga
dibutuhkan karena adanya
keterbatasan APBN dalam
pembiayaan pembangunan
sehingga menyebabkan adanya
selisih pendanaan (funding gap)
yang harus dipenuhi.
Sejak dikeluarkannya undang-
Undang SBSN, sukuk telah menjadi
alternatif sumber pembiayaan defisit
APBN, sehingga menjadi alternatif
terbaik dibandingkan menerbitkan
instrumen obligasi negara yang
berbasis bunga. Kasus di tingkat
global, hasil penelitian dari Onagun
(2016) telah membuktikan bahwa
penggunaan instrumen sukuk di
negara-negara Afrika, Timur
Tengah, dan sebagian negara Asia
Selatan mampu menutupi defisit
anggaran dibandingkan obligasi
konvensional.
Berdasarkan beragam kasus
empiris, diperlukan upaya untuk
mengoptimalkan nilai strategis sukuk
bagi kepentingan kinerja fiskal.
Sukuk dapat menyediakan alternatif
pendanaan bagi sektor publik, yang
secara otomatis akan berimplikasi
pada penyediaan layanan publik
yang lebih baik. Sukuk juga menjadi
instrumen pembiayaan dan investasi
syariah yang turut berperan dalam
pembangunan infrastruktur. Banyak
studi mengungkapkan bahwa
selama masa krisis keuangan global
pada tahun 2008, penerbitan sukuk
di Indonesia pasca dikeluarkannya
Undang-Undang SBSN mampu
menunjukkan lebih sedikit risiko,
kinerja yang lebih baik, dan stabilitas
yang lebih tinggi daripada obligasi
konvensional (Azwar, 2014). Selain
itu, menurut Azwar (2014),
penerbitan sukuk yang telah
diterbitkan di Indonesia terbukti
mampu memperkuat kondisi
ekonomi dan menahan buble
ekonomi karena akan
memperbanyak portofolio mata uang
asing selain dolar. Beberapa peneliti
seperti Labolo & Achyari (2018)
mengemukakan bahwa keunggulan
sukuk terletak pada fitur unik dari
kontrak syariah dan sekuritas
investasi. Sebagian besar terdapat
ekspansi yang didorong oleh
penerbitan sukuk yang ekstensif,
sertifikat investasi yang sesuai
dengan prinsip syariah, dan mampu
dijadikan sebagai alternatif
penerbitan surat berharga dari
pendapatan tetap atau obligasi
berbasis bunga.
Dari beberapa penjelasan
tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa sukuk negara (SBSN)
merupakan alternatif sumber
pembiayaan yang mempunyai
potensi yang besar, terutama bagi
pemerintah dalam rangka
pembiayaan pembangunan. Sifat
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
dan perkembangan sukuk di
Indonesia turut serta mendorong
lingkungan yang mendukung bagi
percepatan produk keuangan
syariah, seperti keragaman produk
yang meningkat, infrastruktur yang
mendukung, institusi yang kapabel,
dan pertumbuhan perantara serta
investor yang terjun dalam pasar
sukuk. Pernyataan ini mendukung
dari apa yang dikemukakan oleh
Sudarsono (2008), yang mengklaim
bahwa pasar keuangan Islam,
termasuk didalamnya sukuk telah
mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi dengan merangsang
akumulasi modal dan
mempromosikan alokasi sumber
daya dan inovasi teknologi yang
efisien.
7. Penutup dan Kontribusinya
bagi Arah Kebijakan
Daya kreasi pemerintah dalam
menghasilkan beragam sumber
pendanaan fiskal merupakan aspek
yang sangat krusial bagi penentu
keberhasilan pembangunan.
Pembiayaan pembangunan adalah
pengalokasian dana yang digunakan
untuk keperluan pembangunan,
terutama untuk kasus di Indonesia
diprioritaskan bagi sektor
infrastruktur, ekonomi dan sosial.
Akan tetapi, pembangunan dengan
kebutuhan pembiayaan yang besar
tentunya membutuhkan sumberdaya
modal yang juga sangat besar.
Pemerintah kerapkali dihadapkan
pada keterbatasan ruang fiskal
akibat masih lemahnya upaya
inovasi dalam mendiversifikasi
pendapatan. Rata-rata selama ini
selalu terjadi defisit APBN, yang
menandakan belanja pemerintah
selalu lebih tinggi dari pendapatan.
Dalam skala nasional, keterbatasan
APBN mampu berdampak signifikan
terhadap target pembangunan yang
sulit tercapai.
Salah satu inovasi yang harus
dilakukan pemerintah adalah dengan
melakukan pendalaman sektor
keuangan yang berfungsi
menawarkan beragam skema
pembiayaan. Salah satu jenis
pendalaman sektor keuangan
adalah dengan memanfaatkan
momentum percepatan
pengembangan sektor keuangan
syariah, dimana salah satu jenis
instrumennya adalah sukuk. Bagi
kebijakan sektor publik, kepentingan
pemerintah terletak pada
pemanfaatan sukuk negara (SBSN)
bagi pendiversifikasian sumber
pembiayaan pembangunan yang
selama ini dideterminasi oleh sektor
pajak.
Dibandingkan obligasi
konvensional, sukuk sebagai sumber
pembiayaan dinilai lebih unggul
karena tidak mengandung unsur
spekulasi, judi (maysir), riba, dan
ketidakjelasan (gharar). Selain itu,
sukuk juga mempunyai tingkat risiko
yang lebih rendah dari ULN. Risiko
ULN lebih tinggi karena harus
dibayarkan berikut dengan bunga.
Keunggulan lain dari sukuk adalah
tingkat akuntabilitas yang lebih tinggi
karena prosesnya dilakukan melalui
public offering. Potensi sukuk pada
dasarnya juga sangat tinggi,
mengingat terdapat tendensi
bergesernya preferensi masyarakat
terhadap instrumen kauangan
syariah.
Berdasarkan keunggulan yang
melekat pada sukuk, yang dalam
kasus ini dalah SBSN, maka
diperlukan penguatan nilai strategis
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
SBSN bagi pembiayaan
pembangunan. Penguatan tersebut
dapat dilakukan melalui beberapa
langkah strategis, seperti pembuatan
dukungan kebijakan yang
komprehensif dalam rangka
mempercepat laju pertumbuhan
SBSN bagi pembiayaan
pembangunan. Selain itu yang perlu
dicermati adalah menjaga komitmen
pemerintah pentingnya
mengoptimalkan peran dan fungsi
sukuk. Hal ini dapat dilakukan
melalui penguatan kelembagaan dari
pihak-pihak yang terlibat dengan
kebutuhan pengembangan sukuk.
Pihak-pihak yng dimaksud terutama
dari OJK, Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, dan Majelis
Ulama Indonesia (MUI).
Referensi
Aziz, H., Idriss, U., & Echchabi, A. (2016). Does Sukuk Financing Promote Economic Growth an Emphasis on the Major Issuing Countries. Turkish Journal of Islamic Economics, 3(2), 63–63.
https://doi.org/10.15238/tujise.2016.3.2.63-73
Abdulkareem, I. A., Sadad, M., & Mahmud, B. (2019). Infrastructure Project Financing Through Sukuk as an Alternative to Conventional Bond Financing. Journal of Management and Operation Research, 1(19), 1.
Azwar. (2014). Pengaruh Penerbitan Sukuk Negara Sebagai Pembiayaan Defisit Fiskal dan Kondisi Ekonomi Makro terhadap Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal of Info Artha Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, 2(12), 1–21.
Brealey, R. A., Cooper, I. A., & Habib, M. A. (1996). Using
Project Finance To Fund Infrastructure Investments. Journal of Applied Corporate Finance, 9(3), 25–39.
https://doi.org/10.1111/j.1745-6622.1996.tb00296.x
Fadian, B. N. (2016). Analisis Peran Sukuk Bagi Pembangunan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 2(1),
536–548. Faguet, J.-P., & Pöschl, C. (2015). Is
decentralization good for development ? Perspectives from academics and policy makers. Is Decentralization Good for Development? Perspectives from Academics and Policy Makers., October, 1–29.
Fitrianto. (2019). Sukuk Instrumen Pembiayaan Pemerintah untuk Pembangunan Negara. X(April).
Haryati, S. (2012). Penelitian Evaluatif Sebagai Salah Satu Model Penelitian Dalam Bidang Pendidikan. Majalah Ilmiah Dinamika, 37(1), 15.
Hassan, M. (2017). Islamic Social Finance. Handbook of Empirical Research on Islam and Economic Life, 91–92.
https://doi.org/10.4337/9781784710736.00011
Hossain, M. S., Uddin, M. H., & Kabir, S. H. (2018). Sukuk as a financial asset: A review. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, 22(Specialissue), 1–18.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Apbn 2019. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 64.
https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019
Khatimah, H. (2017). Sukuk Dan Kontribusinya Dalam Pembiayaan Pembangunan. Optimal: Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan, 11(1), 83–103.
https://doi.org/10.33558/optimal.v11i1.211
POTENSI SUKUK NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
JUMANJI (JURNAL MANAJEMEN JAMBI)
VOL 2 NO 2 DESEMBER 2019
Krishnamohan, T. (2016). Government Decentralization : Conceptualisation and Measurement. October.
Labolo, M., & Achyari, M. F. (2018). The Potential of Sukuk Issuance as an Alternative Financing Instrument in Aceh Province. KnE Social Sciences, 3(8), 297.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i8.2515
Onagun, A. I. (2016). The Impact of Sukuk investment in Developing UAE Economy. Journal of Islamic Banking & Finance, 33(4), 38–54.
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=bth&AN=120588199&site=ehost-live
Ong, P., & Fritzen, S. (2007). Decentralization in Developing Countries. In Encyclopedia of Public Administration and Public Policy, Second Edition (Print Version) (Issue 581). https://doi.org/10.1201/noe1420052756.ch96
Radzi, R. M. (2018). Evolution in the Sukuk (Islamic Bonds) Structure: How do Market Demands and Shariah (Islamic Law) Solutions Shape Them? Journal of Islamic Banking and Finance, 6(1), 16–28.
https://doi.org/10.15640/jibf.v6n1a2
Scwab, K. (2018). The Global Competitiveness Index Report 2017-2018. In World Economic Forum (Issue 31).
http://ci.nii.ac.jp/naid/110008131965/
Sudarsono, H. (2008). Peran Obligasi Syariah (Sukuk) Bagi Pembanguan Nasional. Jurnal Aplikasi Bisnis, 7(12), 1053–
1072. https://doi.org/10.20885/jabis.vol7.iss12.art4
Syed, L. A. M., Rao, N. V., & Chazi, A. (2014). Tapping Funds for Development : A Case for
Sukuk Financing. Journal of Islamic Economics Banking and Finance, 10(3), 171–198.
https://doi.org/10.12816/0025959