potensi fikosianin dari mikroalga spirulina...
TRANSCRIPT
12
energi celah semikonduktor TiO2. Hal ini berkaitan erat dengan perubahan ukuran
partikel-partikel TiO2.
Berdasarkan hasil plot kurva (Gambar 7) diketahui bahwa nilai energi celah
menurun terhadap peningkatan suhu kalsinasi. Gao et al. (2003) dan Ge et al.
(2006) menyatakan bahwa perubahan energi celah disebabkan oleh perubahan
ukuran pertikel karena adanya efek ukuran kuantum (quantum size effect). Hal ini
disebabkan oleh perubahan nilai quantum confinement yang menyebabkan
peningkatan energi kinetik pada medan kuantum yang diiluminasi, sehingga
energi celah meningkat seiring dengan penurunan ukuran partikel. Peristiwa
tersebut dikenal sebagai efek ukuran quantum. Beberapa penelitian sebelumnya
dilaporkan bahwa nilai energi celah TiO2 anatase yaitu 3,78 (Karabay et al. 2012),
3,6 eV (Gonz´alez dan Santiago 2007), 3,67 eV (Li et al. 2000), variasi suhu
kalsinasi 400oC sampai 700
oC masing-masing 3,67 eV , 3,40 eV, 3,80 eV, 3,65
eV (Gao et al. 2003), 3,36 eV (Reddy et al. 2002), dan 3,5-3,8 eV (Hasan et al.
2008).
Simpulan
Peningkatan suhu kalsinasi menyebabkan perubahan struktur TiO2, terjadi
transformasi fase serta semakin kristal. Ukuran kristal sangat dipengaruhi oleh
lebar puncak difraksi yang tertinggi dari setiap fase. Selain itu, peningkatan suhu
sangat berpengaruh pada ukuran butir dan keterikatan antar butir TiO2. Semakin
tinggi suhu maka ukuran butir semakin meningkat, demikian halnya dengan
ukuran makin bertambah besar. Sifat optik TiO2 menunjukkan berada pada daerah
UV, dengan koefisien absorpsi yang mengindikasikan terjadinya transisi langsung.
Nilai energi gap sangat bergantung pada jenis transisi elektroniknya. Setiap
perubahan kenaikan suhu menyebabkan energi gap menjadi semakin berkurang.
3 POTENSI FIKOSIANIN DARI MIKROALGA Spirulina
platensis SEBAGAI SENSITISER PADA DSSC
Pendahuluan
Fikosianin dapat dihasilkan dari beberapa jenis mikroalga yang
mengandung pigmen biru yaitu kelas mikroalga Cyanophyceae. Fikosianin dan
allofikosianin terdapat di dalam group Cyanobacteria yang mempertahankan
hidupnya pada lapisan permukaan danau, rawa, kolam dan perairan laut. Lebih
lanjut Hall dan Rao (1992) menyatakan bahwa fikosianin merupakan salah satu
dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang mampu menangkap radiasi yang
tersedia dari matahari paling efisien dan bermanfaat dalam proses fotosintesis.
Fikosianin merupakan kompleks pigmen protein yang saling berhubungan dan
13
terlibat dalam pemanenan cahaya, energi transduksi dan dapat bertindak sebagai
bahan penyimpan nitrogen dan asam amino karena konsentrasi fikosianin tinggi
bila ditumbuhkan dalam kondisi nitrogen yang optimal. Protein kompleks yang
terdapat dalam Spirulina platensis lebih dapat dijadikan sumber kehidupan bagi
makhluk hidup dan merupakan prekursor bagi klorofil dan hemoglobin karena
mengandung magnesium dan besi yang merupakan pigmen biru yang secara
struktural mirip dengan karoten, yang telah diketahui mampu meningkatkan aksi
sistem kekebalan dan berperan aktif melindungi tubuh dari penyakit tertentu.
Pigmen ini mempunyai fungsi sebagai pewarna alami untuk makanan (Yoshida et
al. 1996), kosmetik (Cohen 1986), penelitian biomedis (Glazer 1994) dan obat-
obatan khususnya sebagai pengganti pewarna sintetik dan mampu mengurangi
obesitas (Bhat dan Madyastha 2001).
Fikosianin adalah pigmen yang paling banyak pada Spirulina (alga hijau
biru) dan jumlahnya lebih dari 20% berat kering alga (Vonshack 1997).
Fikosianin mempunyai absorbansi cahaya maksimum pada panjang gelombang
546 nm. Berat bobot molekul fikosianin (C-fikosianin) adalah sebesar 134 kDa,
namun ditemukan bobot molekul yang lebih besar (262 kDa) dari ekstrak
fikosianin segar pada banyak spesies. Bobot molekul yang lebih besar ini diduga
disebabkan oleh keberadaan fragmen fikobilisom (Ó Carra et al. 1976).
Spirulina sp. merupakan organisme multiseluler yang merupakan alga hijau-
biru. Tubuhnya berupa filamen berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan tidak
bercabang dan mengandung protein dalam jumlah yang cukup tinggi. Kandungan
protein Spirulina bervariasi dari 50%, hingga 70% dari berat keringnya. Hasil
analisis asam amino dari Spirulina mexican yang dikeringkan dengan spray dryer
ditemukan 18 asam amino (Oliverira et al. 2009). Spirulina sp. memiliki membran
tilakoid. Pada membran tilakoid terdapat struktur granula berupa fikobilisom yang
terdiri dari fikobiliprotein yang berfungsi untuk menyerap cahaya dan diduga
dapat melindungi pigmen fotosintesis lainnya dari oksidasi pada cahaya
berintensitas tinggi.
Spirulina dapat hidup di perairan tawar (S. fusiformis) maupun di air laut
(S.platensis, S.maxima, dll). Jenis Spirulina tersebut dapat menghasilkan pigmen
klorofil dan fikosianin. Pigmen fikosianin berwarna biru tua yang dapat
memancarkan warna merah tua. Biliprotein atau biasa dikenal dengan
fikobiliprotein adalah kelompok pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga
merah), Cyanophyta (alga hijau-biru) dan Cryptophyta (alga crytomonad). Pigmen
ini berfungsi sebagai penyerap cahaya pada sistem fotosintesis. Fikosianin
termasuk golongan biliprotein. Kelompok pigmen ini diantaranya adalah R-
phycoerythrin, C-phycoerythrin, B-phycoerythrin, allofikosianin, R-phycocyanin
dan C-phycocyanin. Bentuk lain dari fikosianin adalah allofikosianin, yang
merupakan pelengkap biliprotein dalam jumlah sedikit pada mikroalga merah dan
hijau-biru, sebagai penyalur energi di lokasi antara lamella klorofil-a dan
fikobilisom lainnya. Energi cahaya yang diterima fikobilisom siap ditransmisikan
oleh allofikosianin ke pusat reaksi. Allofikosianin dan C-fikosianin terdapat dalam
semua jenis mikroalga yang mengandung fikobiliprotein (Li et al. 2007).
14
Gambar 8 Struktur molekul fikosianin (Kathiravan dan Renganathan 2009)
Keberadaan gugus kromofor dan kemampuan fikosianin dalam menangkap
cahaya matahari yang tinggi serta gugus karboksil fikosianin (-COOH) yang
berperan penting untuk berikatan dengan permukaan semikonduktor tertentu
(misalnya TiO2). Kedua faktor ini mendorong penelitain lebih lanjut untuk
menjadikan fikosianin sebagai salah satu komponen dye sensitiser dalam
pembuatan DSSC.
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses kultivasi dan pemanenan alga Spirulina
platensis adalah air laut, NaOCl (klorin), Na2C2O3 (Natrium thiosulfat), media
Zarrouk teknis modifikasi (MgSO4, CaCl2, FeCl3, EDTA/ Ethylenediaminetetra
acetic, Urea, ZA, NaHPO4, Vitamin B12), larutan bufer sodium fosfat 10 mM
pH7 (Na2HPO4 dan NaH2POH2O), aluminium foil, inokulum kultur Spirulina
platensis, etanol, aquades.
Metode
Proses kultivasi diawali dengan persiapan air meliputi penyaringan air laut
menggunakan filter (50µm), penurunan salinitas air laut menjadi 15 ppt
menggunakan water quality measurement (WQM) sambil ditambahkan air tawar
untuk memperoleh salinitas yang diinginkan. Air laut yang telah diturunkan
salinitasnya diaerasi 24 jam setelah ditambahkan NaOCl 60 ppm. Kemudian
NaOCl dinetralkan kembali dengan menambahkan Na2C2O3 20 ppm sambil tetap
diaerasi selama 24 jam.
Kultivasi Spirulina platensis dilakukan di dalam ruangan (di Laboratorium
Bioteknologi Hasil Perairan II), menggunakan pupuk yang terdiri dari MgSO4,
CaCl2, FeCl3, EDTA, Urea, ZA, NaHPO4,Vitamin B12. Kultivasi dilakukan pada
suhu ruang. Selama kultivasi dilakukan pengukuran rapat optis (optical density
(OD)) kultur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
670 nm. Pengukuran rapat optis dilakukan setiap hari pada jam yang sama untuk
menentukan waktu pemanenan.
15
Pemanenan Spirulina platensis. dilakukan saat kepadatan sel sudah cukup
tinggi (rapat optis kultur >0,5). Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring
biomasa menggunakan kain nylon mesh dengan kerapatan 20 μm. Pengeringan
biomasa S. platensis. dilakukan pada suhu ruang (25-300C).
Fikosianin diekstraksi (metode Lorenz) dari biomassa Spirulina sp.
menggunakan larutan buffer fosfat 10 mM pH 7. Prosedur ekstraksi dilakukan
dengan cara menambahkan larutan buffer fosfat ke dalam biomassa kering S.
platensis. yang akan diekstraksi. Campuran biomassa dan buffer fosfat dengan
perbandingan 0.04 gr/1 ml (Lorenz 1998) dikocok menggunakan vorteks agar
homogen. Sampel disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 10oC selama 24
jam. Selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan fikosianin dari biomasa
Spirulina sp dengan kecepatan minimum 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu
10oC. Kemudian memisahkan supernatan (bagian atas) cairan fikosianin berwarna
biru dan natan (bagian bawah) berupa padatan. Fikosianin dikeringkan dengan
cara freeze drying sampai pada suhu -50oC selama ± 104 jam, bentuk akhir berupa
serbuk kering siap digunakan sebagai dye dalam perakitan sel surya.
Fikosianin hasil ekstraksi dengan massa 0,2 gram diencerkan dalam buffer
posfat 2 ml sebanyak 3 kali pengenceran. Selanjutnya sampel tersebut diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 620 nm,
nilai optical density (OD) yang diperoleh pada masing-masing panjang gelombang
untuk mengetahui konsentrasi fikosianin (PC) dengan menggunakan persamaan
Bennet dan Bogorad (1973), yaitu:
𝑃𝐶 =(𝑂𝐷615 ) − 0,474 𝑂𝐷620
5,34 (4)
PC adalah konsentrasi fikosianin (mg/ml), OD615 adalah nilai absorbansi
pada panjang gelombang 615 nm, dan OD620 adalah nilai absorbansi pada
panjang gelombang 620 nm. Selanjutnya mengukur absorbansi dan emisi
fikosianin menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Diagram alir proses kultivasi
dan ekstrak fikosianin disajikan pada Gambar 9.
Pengukuran fluoresensi menggunakan spektrofotometer (Ocean Optics USB
4000), dirangkai terlebih dulu dengan menghubungkan spektrofotometer ke
komputer yang telah diinstal program SpectraSuite. Setelah itu tempat kuvet
dihubungkan ke spektrofotometer, lalu dihubungkan juga dengan sumber cahaya.
Proses pengukuran ini merupakan lanjutan dari pengukuran absorbansi (Gambar
1), akan tetapi sumber cahaya yang digunakan adalah laser. Laser disinari
langsung terhadap kuvet yang berisi larutan klorofil tersebut, sehingga diperoleh
kurva fluoresensi yang terbentuk pada komputer. Kurva fluoresensi yang
terbentuk ditandai dengan adanya pendaran cahaya merah pada larutan fikosianin
yang terkena laser tersebut. Data yang diperoleh adalah nilai fluoresensi dari
konsentrasi fikosianin yang terukur.
16
Gambar 9 Diagram alir kultivasi dan ekstrak fikosianin mikroalga S. platensis
Inokulum Spirulina
Kultivasi
Pemanenan dan penyaringan
Biomassa basah
Pengeringan (suhu oven=300C; waktu=48 jam)
Penambahan buffer fosfat
(10 mM,0.04 gr/1ml)
Ekstraksi dengan sentrifuse
(12.000 rpm; waktu=15 menit)
Penggerusan
Pengadukan dengan vortex
(waktu=20 menit)
Pengeringan dengan freeze dryer
(suhu= -500C; waktu =104 jam)
Fikosianin (kering)
Karakterisasi (UV-Vis)
17
Hasil dan Pembahasan
Rendemen Fikosianin S. platensis
Kultivasi dilakukan dengan media MT (media teknis modifikasi Hastuti)
dengan pemberian aerasi serta intensitas cahaya 3000 lux. Salinitas air laut yang
digunakan sebesar 15 ppt. Kandungan garam yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan inokulum tidak mampu untuk bertahan hidup. Pertumbuhan kultur
ditandai dengan perubahan nilai optical density (OD) yang meningkat dan
mengindikasikan jumlah sel yang semakin padat. Kandungan nutrien dari media
MT yang digunakan berupa nitrogen (berasal dari urea) merupakan salah satu
faktor yang memicu pertumbuhan sel.
Gambar 10 Sel fikosianin Spirulina platensis
Waktu (Hari)
0 2 4 6 8 10 12
OD
67
0 n
m (a
.u)
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
Gambar 11 Pertumbuhan S.platensis pada media MT
18
Bentuk sel berupa benang yang memanjang, filamen berwarna hijau-biru
berbentuk silinder dan tidak bercabang (Gambar 10). Pengamatan kepadatan sel
dilakukan setiap 24 jam pada jam yang sama dengan menggunakan
spektrofotometer. Kepadatan sel optimum ( fase stasioner) pada hari ke-8 dengan
nilai OD > 0,5. Pada keadaan tersebut, kultur dapat dipanen dengan menggunakan
nylon mesh.
Pemisahan pigmen fikosianin dari biomassa tersebut dilakukan melalui
proses yang disebut ekstraksi. Achmadi (1992) menyatakan bahwa proses
ekstraksi bertujuan untuk memperoleh ekstrak murni atau ekstrak yang hanya
terdiri dari satu komponen tunggal. Ekstraksi dapat dilakukan dengan
menggunakan aquades dan bufer posfat. Pada penelitian ini digunakan bufer
posfat 10 mM dengan pH 7 dengan cara organic phase. Hal ini bertujuan untuk
menentukan konsentrasi fikosianin (PC) dan kemurnian fikosianin (Silveira et al.
2007). Inokulum S.platensis yang dikultur dari 80 liter dihasilkan berat kering
biomassa 10,46 gram dan bobot fikosianin dalam bentuk bubuk kering 5,50 gram.
Berdasarkan jumlah bobot kering yang dihasilkan menunjukkan bahwa metode
MT cukup optimum untuk menghasilkan fikosianin. Bahan yang digunakan
cenderung lebih murah (bahan teknis) serta kultivasi dapat dilakukan di dalam
ruangan.
Sifat Optik Fikosianin
Fikosianin adalah penyimpan cadangan nitrogen dan asam amino serta
merupakan pigmen fotosintetik utama pada Spirulina. Fikosianin merupakan
protein yang bersifat larut air yang dapat dibebaskan secara sederhana yaitu oleh
penghancuran mekanis, seperti perlakuan pembekuan kemudian dicairkan (freeze-
thaw). Fikosianin banyak digunakan sebagai pewarna alami untuk bahan pangan.
Keberadaan pigmen fikosianin ini mampu menyerap cahaya yang datang.
Pigmen fikosianin merupakan kelompok pigmen fikobiliprotein yang
dipisahkan menjadi dua kelompok utama berdasarkan warnanya. Kelompok
pertama adalah fikoeritrin, yaitu pigmen berwarna merah bila terkena cahaya dan
memancarkan cahaya pendar berwarna kuning-oranye. Kelompok kedua adalah
fikosianin, yaitu pigmen berwarna biru dan memancarkan cahaya pendar merah
kuat. Pigmen ini di Spirulina berfungsi sebagai pigmen asesoris yang membantu
klorofil sebagai penyerap cahaya pada sistem fotosintesis (Ó Carra & Ó hEocha
1976).
Serapan merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam
menyerap cahaya. Senyawa organik mampu menyerap cahaya karena
mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Salah satu senyawa organik tersebut adalah fikosianin. Spektrum serapan
yang diperoleh dari hasil ekstrak fikosianin dengan warna biru pekat ditunjukkkan
pada Gambar 12.
19
Panjang gelombang (nm)
400 500 600 700 800 900
Abso
rban
si (
a.u)
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Em
isi (
a.u)
-5000
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000Absorbsi
Emisi619,36
708,55
Gambar 12 Perbandingan spektrum absorpsi dan emisi fikosianin
Ketika fikosianin diiluminasi cahaya maka akan menyerap foton sehingga
terjadi eksitasi elektron ke level LUMO. Elektron kembali ke keadaan dasar
sambil mengemisikan cahaya (fluoresensi). Gambar 12 memperlihatkan serapan
dan emisi sampel larutan pigmen fikosianin yang diukur dari panjang gelombang
400 nm hingga 700 nm. Pada gambar tampak jelas bahwa karakteristik puncak
serapan berada pada wilayah spektrum cahaya tampak (visible). Spektrum serapan
(absorpsi) dan emisi (fluoresens) ekstrak fikosianin ditunjukkan pada Gambar 12.
Soret band fikosianin berada pada panjang gelombang 619,36 nm dan Q band
maksimum pada panjang gelombang 708,55 nm. Soret band merupakan keadaan
fikosianin yang mampu menyerap foton dan bergeser pada panjang gelombang
yang lebih pendek atau energi yang lebih besar. Q band adalah keadaan
maksimum ketika fikosianin bergeser pada panjang gelombang yang lebih besar
atau energi yang lebih kecil. Hal ini disebabkan adanya perbedaan keadaan
elektronik fikosianin ketika diiluminasi cahaya.
Gambar 13 memperlihatkan perbedaan energi relaksasi antara keadaan
absorpsi dan emisi fikosianin. Nilai pergeseran Stokes berdasarkan perbedaan
transisi absorpsi dan emisi fikosianin adalah 0,152 eV. Keadaan absorpsi dengan
energi relaksasi 2,945 eV dan spektrum emisi tertinggi yang bersesuaian dengan
energi relaksasi 2,793 eV. Pergeseran Stokes ini terjadi karena struktur relaksasi
fikosianin pada keadaan dasar (ground state) berbeda jika dibandingkan dengan
struktur relaksasi pada keadaan tereksitasi. Nilai pergeseran panjang gelombang
tersebut menunjukkan bahwa fikosianin mampu memanen cahaya tampak yang
paling banyak dipancarkan oleh sinar matahari. Berbeda dengan dye sintetis yang
mampu menyerap sampai panjang gelombang infra merah, sehingga akumulasi
elektron juga lebih besar.
20
Energi (eV)
2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
Inte
nsi
tas
Flu
ore
sens
(a.u
)
-5000
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000A
bso
rbansi
(a.u
)
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Emisi
Absorbsi
2,793
2,945
Gambar 13 Plot energi (hv) vs absorbansi dan flouresens fikosianin
Transisi elektronik merupakan penyebab terjadinya transisi absorpsi
tersebut. Lebar spektrum ditentukan transisi elektron dari satu keadaan energi ke
keadaan yang lain, serta meliputi beberapa keadaan vibrasi. Peristiwa ini terjadi
karena perbedaan energi antara dua keadaan yang berdekatan karena keadaan
vibrasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan keadaan elektroniknya. Kedua
karakteristik ini menunjukkan bahwa fikosianin mampu menyerap cahaya yang
datang serta memancarkan kembali cahaya yang diterima. Hal ini merupakan
salah satu karakteristik pigmen yang cocok digunakan sebagai sensitiser dalam sel
surya.
Simpulan
Fikosianin yang dikarakterisasi berdasarkan sifat optiknya, diperoleh bahwa
daerah absorpsi dan emisi berada pada daerah cahaya tampak. Jenis fikosianin
tersebut adalah C-fikosianin sehingga menyerap kuat pada panjang gelombang
kuning dan orange serta memancarkan cahaya pendar merah. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa fikosianin merupakan salah satu pigmen yang mampu
dijadikan sebagai dye sensitiser dalam pembuatan sel surya DSSC.