portofolio asma
DESCRIPTION
Kedokteran KeluargaTRANSCRIPT
BAB ILAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tuan Makmun
Nomor Kartu Berobat : 116
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Lorong Manggar 2 No. 1323 RT. 14
RW.04, Kelurahan Lawang Kidul, Kec. Ilir
Timur II, Palembang
Pekerjaan : Buruh
Tanggal kunjungan ke Puskesmas: 25 September 2015
1.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 25 September 2015)
Keluhan utama : Sesak nafas disertai mengi
Keluhan tambahan : Batuk berdahak
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien mengeluh mengalami sesak nafas yang disertai mengi sejak 1
hari yang lalu. Sesak muncul jika pasien terhirup debu dan asap. Sesak juga
dapat muncul saat cuaca dingin atau pada malam hari. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas. Saat sesak, pasien masih dapat berbicara dengan
ucapan kata yang jelas.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 3 hari yang lalu. Batuk disertai dahak
berwarna putih kental. Pasien tidak mengalami demam. BAK dan BAB tidak
ada keluhan.
Pasien sering mengalami sesak sejak usia remaja, sesak setelah terhirup
asap dan debu, pada cuaca dingin terutama pada malam hari. Frekuensi
serangan kurang dari 2 kali sebulan. Namun, sekitar 1 bulan terakhir,
1
frekuensi sesak menjadi lebih sering akibat kabut asap yang tebal di daerah
Palembang. Sesak berkurang bila pasien minum obat.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Keluhan Serupa : Pasien memiliki keluhan sesak nafas disertai
mengi sejak remaja, terutama saat terpapar asap dan debu atau pada saat
cuaca dingin. Keluhan sesak menghilang setelah minum obat.
Riwayat Kencing Manis : disangkal
Riwayat Darah Tinggi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Alergi Obat dan Makanan : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Ibu kandung pasien memiliki riwayat penyakit asma (+)
Istri pasien memiliki alergi makanan laut (ikan laut, udang, cumi) yang akan
menimbulkan keluhan bentol-bentol merah disertai gatal
Anak laki-laki pasien juga memiliki keluhan sesak disertai mengi yang sama
dengan pasien
Kesan: Riwayat keluarga penyakit atopi (+)
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang suami dari 1 istri dan 3 orang anak. Anak pertama dan
kedua sudah menikah. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan 1 orang anak
laki-laki. Sehari-hari pasien bekerja sebagai buruh di Pelabuhan Boom Baru.
2
1.3. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 25 September 2015)
Status Generalikus
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 36,7C
Berat Badan : 62 kg
Tinggi : 172 cm
Keadaan gizi : 20,95 (normoweight)
Keadaan Spesifik
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpebrae anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, deviasi septum tidak ada,
sekret tidak ada
Mulut : bibir tidak sianosis
Tenggorokan : Faring dan tonsil tenang (tidak hiperemis)
Telinga : Meatus akustikus eksternus dextra et sinistra lapang, sekret
(-/-), membran timpani intak
Leher : JVP (5,-2) cmH2O, pembesaran KGB (-).
Thoraks :
Pulmo : I: Bentuk simetris, pergerakan dada kanan sama dengan dada
kiri, retraksi dinding dada (-)
P: Stemfemitus hemithoraks kanan=kiri
P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), rhonkhi (-/-)
Cor : Bunyi jantung I dan II (+) normal, HR = 92 x/menit, regular,
murmur (-), gallop (-)
3
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
timpani, bising usus (+) normal.
Ekstemitas : Deformitas (-), akral hangat, akral pucat (-), edema pretibial
(-)
Genitalian : tidak dilakukan pemeriksaan
1.4. RESUME
Tuan Makmun, 56 tahun, datang ke Puskesmas Boom Baru dengan keluhan
utama sesak disertai mengi sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh
mengeluh batuk berdahak putih kental. Pasien sering mengalami sesak sejak
usia remaja, sesak setelah terhirup asap dan debu, pada cuaca dingin terutama
pada malam hari. Frekuensi serangan kurang dari 2 kali sebulan. Namun,
sekitar 1 bulan terakhir, frekuensi sesak menjadi lebih sering akibat kabut
asap yang tebal di daerah Palembang. Sesak berkurang bila pasien minum
obat.
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan takipnea (RR=
30x/menit), sedangkan tanda vital lainnya dalam batas normal. Dari
pemeriksaan spesifik pada paru, didapatkan ekspirasi memanjang dan
wheezing pada kedua lapang paru.
1.5. DIAGNOSIS BANDING
Asma Bronkial
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
1.6. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
1.7. DIAGNOSIS KERJA
Asma Bronkial
4
1.8. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
Komunikasi, Informasi dan Edukasi:
1. Informasikan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita adalah asma
yang muncul akibat paparan alergen (faktor pencetus).
2. Hindari faktor pencetus sebisa mungkin, seperti:
Asap dan debu: yang harus dilakukan adalah menjaga rumah dalam
keadaan bersih dari debu, sering menjemur selimut, sering mengganti
sprei dan sarung bantal, tidak menggunakan obat nyamuk bakar, pasien
tidak boleh merokok dan jangan berdekatan dengan orang yang sedang
merokok.
Saat cuaca dingin: sebaiknya pasien menggunakan pakaian yang hangat
dan tidak menghidupkan pendingin ruangan, seperti kipas angin.
3. Mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari paparan kabut
asap.
4. Menggunakan masker untuk mengurangi paparan kabut asap jika
beraktivitas di luar rumah.
5. Menjelaskan kepada pasien cara minum obat yang benar.
6. Pasien harus mengetahui tanda gejala dini serangan asma. Jika sesak
terasa semakin berat, pasien harus segera ke IGD rumah sakit terdekat.
7. Pasien harus rajin kontrol ke puskesmas
2. Farmakologis
Aminofilin tab 2x150 mg (p.o)
Prednison tab 3x5 mg (p.o)
Ambroxol tab 3x30 mg (p.o)
Vitamin B kompleks 1x1 tab (p.o)
1.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Asma Bronkial
3.1.1. Definisi
Asma merupakan salah satu penyakit paru obstruktif yang ditandai
dengan bronkospasme episodik reversible akibat respon bronkokonstriksi
berlebihan terhadap rangsangan tertentu.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
3.1.2. Epidemiologi
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai
penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun
1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.
Insiden asma dewasa ini di Indonesia kira-kira 5-7% dan
diperkirakan akan semakin meningkat dalam waktu yang akan datang,
oleh karena negara Indonesia saat ini berubah menjadi negara industri.
Perbandingan asma pada anak laki-laki dan wanita sebesar 1,5 : 1 dan
6
perbandingan ini cenderung menurun pada usia yang lebih tua. Pada orang
dewasa, asma lebih sering dialami oleh wanita daripada pria.
3.1.3. Faktor Risiko Terjadinya Asma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala
asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan
(virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor
genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
7
Faktor pejamu
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai
penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan
bakat/ kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan
dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif
(hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.
Faktor lingkungan
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan
adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan
tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan
kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau
menyebabkan menetapnya gejala.
3.1.4. Etiologi
Pada asma, gangguan aliran udara terjadi akibat faktor pencetus
berupa:
Penyempitan jalan nafas
Hiperresponsivitas bronkokonstriksi
Peningkatan jumlah sel inflamasi pada bronkus
Hipersekresi mukus blokade jalan nafas
Kebocoran vascular edema mukosa
Kerusakan epitel permeabilitas terhadap allergen meningkat
Remodeling struktur jaringan dinding jalan nafas (asma berat kronik)
8
9
3.1.5. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel
inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada
berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja
dan asma yang dicetuskan aspirin.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus
diikuti reaksi asma tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
10
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan
makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel
tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel,
fibroblast dan otot polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-
5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme
terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi
plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-
cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.
EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi
tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita
asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor
dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF,
TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3,
11
IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein
ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP),
eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN)
yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator
seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara
lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik
pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan
seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai
mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan
dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway
remodeling. Peran tersebut melalui sekresi growth-promoting factors
untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-α.
3.1.6. Manifestasi Klinis
Sesak napas mendadak, disertai fase ekspirasi yang memanjang
Wheezing
Batuk yang diserati serangan sesak napas yang intermittent
Rasa tidak nyaman di daerah retrosternal
Tachypnea
Orthopnea
Gelisah
Diaphorosis
Nyeri di abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernapasan.
12
Fatigue
Tidak toleran terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara
Sianosis sekunder
Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia
dan pelebaran tekanan nadi
Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan
dapat hilang secara spontan
3.1.7. Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
2) Pemeriksaan fisik
a) Perkusi dada : sonor sampai hipersonor
13
b) Auskultasi :
Vesikuler meningkat, disertai ekspirasi memanjang
Jika ada sekret, terdengar ronki kasar saat inspirasi dan
tumpang tindih dengan wheezing waktu inspirasi
Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan, sinus paranasalis,
kulit, perut dan anggota gerak infeksi di daerah ini dapat
merangsang serangan asma.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Pemeriksaan darah : leukositosis, eosinofilia, IgE total, IgE
spesifik
Sputum
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinofil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi
dan kadang terdapat mucus plug.
b) Spirometri
c) Allergy testing
d) Radiologi
Asma ringan : normal
Menunjukkan komplikasi. Pada asma dengan obstruksi berat
didapatkan gambaran hyperlucent, dengan pelebaran sela iga,
diafragma rendah, penumpukkan udara di daerah refrosternal
tapi jantung masih dalam batas normal
EKG : sinus takikardia
3.1.8. Tatalaksana
14
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma
terkontrol).
Tujuan :
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
Mencegah kematian karena asma
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik
antara dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat
tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia
mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci
keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam
penatalaksanaan asma, yaitu:
KIE dan hubungan dokter-pasien
Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko
Penilaian, pengobatan dan monitor asma
Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut
Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dan
lain-lain
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan dan 2) Penatalaksanaan asma
jangka panjang
15
1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang
harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya
dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila tidak ada
perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus
cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya
serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya
diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-
obat yang digunakan adalah :
bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis
kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat
diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan
dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan
kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium
bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum
diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen,
cairan IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi,
kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2
agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin
subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam
16
bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat
menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
2) Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk
mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka
panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip
pengobatan jangka panjang meliputi:
Edukasi, mencakup :
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Obat asma, terdiri dari obat pelega dan pengontrol.
Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat
pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma
digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol
lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
β2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
17
Pengontrol(Antiinflamasi)
Pelega(Bronkodilator)
Steroid inhalasi
Antileukokotrin
Kortikosteroid sistemik
Agonis beta-2kerjalama
kombinasi steroid dan Agonis beta-2kerjalama
Agonis beta-2 kerja cepat
Antikolinergik
Metilsantin
Kortikosteroid sistemik
Flutikason propionatBudesonide
Zafirlukast
MetilprednisolonPrednison
ProkaterolFormoterolSalmeterol
Flutikason + Salmeterol.Budesonide + formoterol
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
FenoterolIpratropium bromide
TeofilinAminofilinTeofilin lepas lambat
MetilprednisolonPrednison
IDTIDT, turbuhaler
Oral(tablet)
Oral(injeksi)Oral
OralTurbuhalerIDT
IDTTurbuhaler
Oral, IDT, rotacap solution
Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi)
IDT
IDT, solutionIDT, solution
OralOral, injeksiOral
Oral, inhalerOral
18
BAB IV
PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN
4.1 Genogram Keluarga Tn. Makmun
Tn. Makmun, 56 tahun Ny. Suarni, 50 tahun
4.2 Analisis hasil home visit (9 Fungsi Keluarga)
4.2.1. Fungsi holistik
Fungsi holistik merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi
biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.
a. Fungsi Biologis
Keluarga Tn. Makmun mengaku memiliki riwayat keluarga
menderita asma. Ibu kandung Tn. Makmun menderita asma. Anak
laki-laki bungsu pasien juga menderita keluhan sesak yang sama. Istri
Tn. Makmun memiliki riwayat alergi makanan laut, berupa timbul
bentol-bentol merah gatal di seluruh tubuh. Sedangkan anak pertama
dan kedua, menurut Tn. Makmun dan istrinya tidak menunjukkan
adanya keluhan seperti asma, alergi kulit, alergi makanan maupun
keluhan sering bersin di pagi hari. Keluarga Tn. Makmun menyangkal
adanya riwayat hipertensi, kencing manis, maupun penyakit keturunan
lain, selain asma dan alergi makanan. Walaupun begitu, dapat
dikatakan bahwa fungsi biologis keluarga Tn. Makmun dan Ny. Suarni
cukup baik.
19
Laila, 32 tahun Fauzi, 26 tahunHasan, 28 tahun
b. Fungsi Psikologis
Keluarga Tn. Makmun menyatakan bahwa terdapat kerjasama
yang baik di dalam anggota keluarga. Apabila terdapat masalah, maka
akan diselesaikan dengan cara musyawarah. Meskipun anak pertama
dan kedua telah berkeluarga dan tinggal di rumah yang berbeda,
namun jika terdapat masalah kelurga, keluarga Tn. Makmun akan tetap
saling berhubungan via telepon untuk berdiskusi dan mencari
pemecahan masalah bersama. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi psikologis keluarga ini berjalan dengan baik.
c. Fungsi Sosial-Ekonomi
Tn. Makmun bekerja sebagai buruh di Pelabuhan Boom Baru dan
Ny. Suarni adalah seorang ibu rumah tangga. Anak ketiga yaitu Tn.
Fauzi bekerja sebagai karyawan di perusahaan telekomuniksi. Dari
sudut pandang ekonomi, keluarga Tn. Makmun merupakan kelurga
dengan ekonomi menengah.
Tn. Makmun dan istri mengaku tidak pernah mengalami konflik
dengan tetangga sekitar dan sering ikut berpartisipasi di dalam
kegiatan di sekitar rumahnya. Dari sudut pandang sosial, keluarga Tn.
makmun memiliki sosialisasi yang baik dengan lingkungan sekitar.
4.2.2. Fungsi fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau
dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
a. Adaptation
Keluarga ini mampu beradaptasi antar sesama anggota keluarga,
saling mendukung, saling menerima, dan memberikan saran satu sama
yang lainnya serta mengambil keputusan secara musyawarah.
.
20
b. Partnership
Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling berbagi
informasi meskipun anak pertama dan kedua telah berkeluarga yang
tinggal di luar kota, saling mengisi antar anggota keluarga dalam setiap
masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan dan memotivasi
antar anggota keluarga akan hal-hal yang baru dan bermanfaat yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
d. Affection
Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini
sudah terjalin dengan cukup baik.
e. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup baik dan
selalu memanfaatkan waktu bersama sebaik-baiknya dengan anggota
keluarga lainnya saat semua anggota keluarga dapat berkumpul.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 8,5 dengan interpretasi Baik.
(Data terlampir).
4.2.3. Fungsi patologis
Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score, dengan rincian
sebagai berikut.
a. Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup baik.
b. Culture, keluarga ini memberikan respon yang baik terhadap budaya,
tata karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
c. Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
d. Economic, status ekonomi keluarga ini cukup.
e. Educational, tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup. Tn.
Makmun tamatan SLTP, Ny. Suarni tamatan SD dan Tn. Fauzi
tamatan SLTA.
21
f. Medical, keluarga ini tergolong cukup mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai dan segera mencari pengobatan ke puskesmas bila
mengalami penurunan kondisi kesehatan.
4.2.4. Fungsi hubungan antarmanusia
Hubungan interaksi antar anggota keluarga maupun antar keluarga
dengan masyarakat sekitar sudah terjalin dengan baik dibuktikan dengan
seringnya keluarga Tn. Makmun aktif berpartisipasi di dalam kegiatan
sosial di lingkungan tempat tinggal.
4.2.5. Fungsi Keturunan (genogram)
Keluarga Tn. Makmun dan Ny. Suarni mempunyai 3 anak, 2 laki-
laki dan 1 perempuan. Anak pertama dan kedua sudah berkeluarga dan
telah memiliki anak masing-masing. Fungsi keturunan ini dalam keadaan
baik.
4.2.6. Fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan)
Fungsi perilaku keluarga, cukup baik. Namun demikian, masih
terdapat tindakan yang kurang tepat di dalam menghadapi penyakitnya.
Tn. Makmun jarang menggunakan masker saat bekerja, masih sering
berkumpul dengan orang-orang yang merokok dan kurang menjaga pola
hidupnya seperti olahraga ringan teratur untuk menjaga kesehatannya.
4.2.7. Fungsi Nonperilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan)
Lingkungan kerja Tn. Makmun kurang sehat. Namun, dengan
sesama pekerja dan para tetangga keluarga ini menjalin kerjasama dengan
baik. Keluarga ini juga aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan, jarak rumah dengan puskesmas/rumah sakit tidak terlalu jauh.
22
4.2.8. Fungsi indoor
Gambaran lingkungan di dalam rumah sudah memenuhi syarat-
syarat kesehatan, lantai dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi,
sirkulasi udara dan pencahayaan baik, sumber air bersih terjamin, jamban
ada di dalam rumah, pengelolaan sampah dan limbah sudah cukup baik.
4.2.9. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan di luar rumah cukup, jarak rumah keluarga
Tn. Makmun dengan rumah tetangganya agak rapat, perumahan di dekat
sungai Boom Baru, sehingga warga sering membuang sampah ke sungai.
Jarak rumah dengan jalan raya cukup jauh sehingga tidak ada kebisingan
di sekitar rumah. Namun, kebersihan di sekitar perumahan bersih dan jalan
menuju perumahan ini juga baik.
4.3. Upaya Pencegahan dan Pembinaan
Upaya pencegahan dan pembinaan yang saya ajukan selaku pembina
kesehatan keluarga Tn. Makmun dapat ditinjau dari beberapa aspek.
a. Diseased-oriented point of view
Dalam rangka tatalaksana penyakit Tn. Makmun berupa asma
bronkial, saya membagi penatalaksanaan menjadi dua bagian utama, yaitu
penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis. Pada
penatalaksanaan non farmakologis, saya menekan pada konsep
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Penjelasan mengenai penyakit
yang diderita, penyebab penyakit, dan faktor pencetus yang memperparah
penyakit. Saya juga menekankan pentingnya kepatuhan di dalam
penatalaksanaan dan kontrol penyakit. Penatalaksanaan farmakologis
yang saya berikan pada Tn. Makmun berupa Aminifilin 150 mg dan
Prednison 5 mg karena Tn. Makmun sudah memakai obat tersebut 2
tahun. Diberikan juga ambroxol 30 mg untuk keluhan batuk dan vitamin
B kompleks.
23
DAFTAR PUSTAKA
Davey, P. 2005. Medicine at a glance. Jakarta:Erlangga
Fajar, A. N. 2009. Cuaca Dingin Picu Timbulnya Asma. (h ttp /:/www.fajar.co.idkoran1260979218FAJAR.OLG_17_28.pdf , Diakses pada tanggal 29 September 2015)
Guyton, A. C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit. Jakarta:EGC
Ikawati, Z. 2009. Lecture Note: Asma.ppt. (http :// zulliesikawati.staff.ugm.ac.idwp-contentuploadsasthma.pdf , Diakses pada tanggal 29 September 2015).
Kumar, R. 2004. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol 1. Jakarta : EGC.
PDPI. 2012. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia . Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta
Price A., Sylvia, M. Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
24
LAMPIRAN 1
DENAH RUMAH
25
KAMAR 2
KAMAR 1
RUANG MAKAN
WCDAPUR
TERAS
RUANG TAMU
LAMPIRAN 2
APGAR SCORE
Skor untuk masing-masing kategori adalah :
0 = Jarang/tidak sama sekali
1 = Kadang-kadang
2 = Sering/selalu
Tiga kategori penilaian yaitu :
≤ 5 = Kurang
6-7 = Cukup
8-10 = Baik
Rata-rata APGAR score pada keluarga ini = 8,5 (Baik)
26
Variabel
Penilaian
APGAR
Ayah
APGAR
Ibu
Adaptation 2 2
Partnership 2 2
Growth 2 2
Affection 1 2
Resolve 1 1
Total 8 9
LAMPIRAN 3
SCREEM SCORE
Variabel Penilaian Penilaian
Social Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup
baik.
Culture Keluarga ini memberikan respon yang baik terhadap
budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan
santun.
Religious Keluarga ini taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
Economic Status ekonomi keluarga ini cukup.
Educational Tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup.
Tn.Makmun tamtan SLTP, Ny. Suarni adalah
tamatan SD dan Tn. Fauzi adalah tamatan SLTA.
Medical Keluarga ini tergolong cukup mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai.
27