porto kematian henti napas henti jantung -dr.khai

Upload: khairachung

Post on 03-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

portofolio kasus kematian internship

TRANSCRIPT

PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN

Nama Peserta: dr. Meirina KhairatNama Wahana: RSUD Padang PanjangTopik : Kasus MedikTanggal (Kasus): 25Juni 2015Nama Pasien: Tn. S/51tahunNo RM : 381408Tanggal Presentasi: 26 Agustus 2015Nama Pendamping: dr. Dessy RahmawatiTempat Presentasi: Ruang Konfrens RSUD Padang PanjangObjektif Presentasi : - Keilmuan DiagnostikBahan Bahasan: KasusCara Membahas: Presentasi dan diskusi

HENTI JANTUNG

Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehinggatidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh. Beberapa penyebab yang dapat memungkinkan terjadinya henti jantung adalah:a. Cardiac cause Acute Myocard Infarction SA Node paralyze AV Block Ventricular Fibrillationb. Non-cardiac cause Excessive Vagal stimulationc. Neurologic cause Toxicity of Digitalisd. Drug cause Toxicity of Beta Blockere. Drug cause Traumaf. Outer environment cause

Pada keadaan ini, jantung tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh sehingga aliran darah sistemik berhenti. Hal ini mengakibatkan kerusakan organ karena suplai darah ke seluruh organ tubuh berhenti atau tidak tercapai. Organ yang paling pertama menerima efek buruk dari keadaan ini adalah otak. Otak terdiri atas banyak sel-sel saraf dan sangat rentan mengenai masalah kekurangan oksigen. Diperkirakan jika dalam 5-10 menit suplai oksigen darah ke otak berhenti, maka otak sudah mengalami kematian atau Brain Death.Henti Jantung dapat dibagi 2, yaitu menurut keadaan jantung itu sendiri dan fungsi jantunga. Keadaan jantungPada keadaan ini, jantung berhenti total, tidak berdenyut, dan tidakmemompakan darah.Keadaan ini sering terjadi pada Acute Myocard Infarction, dimana terjadinya infark atau kematian akut pada sel-sel otot jantung yang mengakibatkan fungsi jantung turun mendadak dan berhenti. Acute Myocard Infarction biasanya diakibatkan oleh oklusi akut pembuluh darah koroner jantung ataupun beberapa ramusnya. Ramus yang paling akut dalam menimbulkan henti jantung mendadak dan kematian mendadak saat terjadi obstruksi pada pambuluh tersebut adalah Ramus Descendens Anterior Sinistra atau biasa dikenal sebagai Artery of Sudden Deathb. Fungsi jantungPada keadaan ini jantung masih dapat berdenyut, namun tidak dapat memompakan darah secara optimal. Sel-sel otot jantung dapat ditemukan dalam keadaan sehat tetapi konduksi listrik jantung terganggu.keadaan ini sering ditemuakn pada Ventricular Fibrillation, dimana konduksi listrik jantung amat sangat tidak beraturan dan jantung hanya tampak seperti bergetar, bukan berdenyut sehingga jantung tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya meskipun keadaan sel-sel otot jantung itu sendiri normal.

MANIFESTASI KLINISKeadaan-keadaan yang mendahului terjadinya henti jantung adalah: Nyeri dada hebat mendadak Sesak nafas berat Bradicardia ataupun tachicardia menetap yang lama Penurunan kesadaran progresif cepat ataupun mendadak

Sedangkan keadaan-keadaan yang biasanya ditemukan saat terjadinya henti jantung adalah: Pingsan mendadak Apnea Otot seluruh tubuh lemas

DIAGNOSISDiagnosis Henti Jantung adalah dengan menilai langsung kondisi pasien saat terjadi serangan, ataupun pada rekaman EKG pada pasien yang dirawat inapTATALAKSANATindakan pertama yang harus dilakukan saat menemukan kasus HentiJantung, adalah resusitasi Jantung Paru untuk mengembalikan fungsijantung.Lakukan cepat dalam batas waktu paling lama 10 menit, sambil menunggu datangnya pertolongan medis lebih lanjut.Jika berhasil, stabilkan vital sign, lalu lakukan observasi pada pasien untuk menemukan sebab Henti Jantungnya, dan tegakkan diagnosis bilaada penyakit penyerta, namun dengan tetap menkonservasi keadaanumum pasien.Perlu diingat bahwa keadaan Henti Jantung bukan merupakan diagnosis pasti dari Kematian.Kematian lebih didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seluruh organ, utamanya Otak, telah mengalami kehilangan fungsinya secara total dan irreversible.

RESUSITASI KARDIO PULMONALDefenisiResusitasi kardiopulmonal adalah suatu tindakan darurat sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.Kematian klinis ditandai dengan terhentinya denyut jantung dan napas.Sedangkan pada kematian biologis terjadi kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi yang terjadi kurang lebih 4 menit setelah kematian klinis.Henti jantung adalah suatu keadaan penghentian mendadak fungsi pompa jantung, yang ditandai dengan menghilangnya tekanan darah arteri.Sedangkan henti napas adalah keadaan tidak terjadinya inhalasi dan ekshalasi pernapasan.Infant adalah manusia yang berusia dibawah 1 tahun.Sedangkan anak adalah manusia yang berusia lebih dari 1 tahun sampai mencapai masa pubersitas. Namun berdasarkan International Consensus Conference on Cardiovascular Care Sciece with Treament Recommendations tahun 2005, kategori anak lebih diutamakan untuk usia 1-8 tahun. Dewasa didefenisikan sebagai manusia yang telah melewati fase pubertas.Dalam penatalaksanaan resusitasi kardiopulmonal, dewasa merupakan manusia yang berusia lebih dari 8 tahun.Indikasi dan Kontraindikasi RKPIndikasi RKP adalah semua pasien henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan kematiannya.Dalam artian pasien yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Contoh pasien yang diindikasikan dilakukan RKP adalah korban tersengat listrik, tenggelam, keracunan, kecelakaan, percobaan bunuh diri, shock anafilaktik, dan operasi.Kontraindikasi RKP adalah pasien berada pada stadium terminal suatu penyakit.Contohnya adalah pasien dengan penyakit DM yang telah berkomplikasi dan keganasan.Teknik Penatalaksanaan Resusitasi KardiopulmonalKeadaan henti napas dan henti jantung dapat terjadi baik tersendiri maupun bersamaan.Pasien yang membutuhkan RKP dapat ditemukan dalam dua keadaan; henti napas namun denyut nadi masih ada, serta dalam keadaan henti napas dan henti jantung. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan apakah breathing support atau circulation support yang akan didahulukan. Prinsip penatalaksanaan resusitasi kardiopulmonal adalah melakukan semua upaya untuk mempertahankan aliran darah mencapai organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan.Ketika menemukan pasien yang tidak sadarkan diri dan dicurigai mengalami napas dan henti jantung, maka yang pertama dilakukan adalah memanggil pertolongan jika penolong sendirian. Setelah itu periksa kesadaran pasien dengan cara memanggil maupun memberikan rangsangan nyeri. Jika pasien tidak merespon rangsangan yang diberikan, periksa keadaan napas dan sirkulasi pasien.RKP pada dasarnya terbagi dalam tiga tahap dan pada setiap tahapan dilakukan tindakan-tindakan pokok, yaitu:1. Bantuan hidup dasar (basic life support)a. Circulation supportb. Airway control dan cervical spine controlc. Breathing support2. Pertolongan lanjut (advanced life support)a. Drugsb. EKGc. Fibrilation treatment3. Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)a. Gaugingb. Hypothermia controlc. Intesive careBantuan hidup dasar merupakan tindakan darurat untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi ke organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan.a. Circulation supportBerdasarkan algoritme American Heart Association terbaru tahun 2010, Circulation support merupakan tindakan resusitasi jantung utama yang dilakukan dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara pijat jantung luar (PJL) dan pijat jantung dalam.Teknik melakukan pijat jantung luar:1. pada pasien dewasa Penolong berada disisi pasien. Tentukan lokasi kompresi dada yaitu pada pertengahan bawah sternum penderita. Letakan tangan yang lain diatas tangan tersebut, kemudian beri tekanan dengan kekuatan badan. Beri tekanan ke bawah minimal sedalam 5 cm. Pijat jantung luar dikombinasikan dengan breathing support dengan perbandingan 30:2 bagi tenaga kesehatan yang berpengalaman, atau kompresi dada saja sebanyak-banyaknya bagi orang awam. Pijat jantung luar dilakukan dengan perkiraan minimal 100 kali permenit.

Gambar 1.Teknik pijat jantung luar pada dewasa.2. Pada pasien anak, teknik pijat jantung luar sama dengan pada dewasa. Kombinasi antara PJL dengan breathing support adalah 15:2. Namun jika hanya ada satu penolong dan dikhawatirkan penolong tidak adekuat dalam memberikan pertolongan, maka dapat dilakukan kombinasi 30:2. Terdapatnya perbedaan kombinasi PJL dengan breathing support antara dewasa dan anak karena tubuh pasien dewasa lebih besar dibandingkan tubuh anak, sehingga dibutuhkan aliran darah yang lebih banyak untuk mencapai organ vital dibandingkan pada anak.Dengan dilakukannya PJL yang lebih banyak maka diharapkan aliran darah meningkat menuju organ vital.3. Pada pasien infant, pijat jantung luar dilakukan dengan menggunakan dua jari. Letakan kedua jari diatas sepertiga distal sternum. Beri tekanan sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior rongga thorax pasien. Kombinasikan PJL dengan breathing support sebanyak 15:2.

Gambar 2.Teknik pijat jantung luar pada infant.Pada pasien yang diyakini berada pada tahap awal henti napas dan henti jantung, dapat dilakukan resusitasi dengan cara hanya melakukan pijat jantung luar saja. Hal ini disebabkan pada fase ini kadar oksigen didalam darah masih cukup tinggi. Namun kombinasi PJL dengan breathing support lebih baik daripada hanya dengan melakukan PJL saja.Resusitasi kardiopulmonal dilakukan sampai: pertolongan medis tingkat lanjut datang pasien dapat bernapas spontan penolong kelelahan sehingga tidak mampu melakukan resusitasi lagi. Pasien tidak menunjukan respon setelah dilakukan resusitasi selama 30 menitb. Airway Control dan Cervical spine controlPada tahap ini dilakukan pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih.Lakukan penilaian apakah jalan napas pasien terbuka atau mengalami obstruksi.Kegagalan pasien untuk merespon rangsangan yang diberikan memberi kesan suatu gangguan tingkat kesadaran atau jalan napas/ventilasi yang mengalami gangguan sehingga otak mengalami hipoksia.Pada pasien trauma terutama yang dicurigai mengalami fraktur cervical, penting untuk menjaga vertebre cervical tetap terfiksasi.Berdasarkan algoritme American Heart Association terbaru tahun 2010, prosedur Look, Listen, and Feel dihapuskan dari algoritme penilaian jalan nafas.Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan cara:1. Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan satu tangan.2. Chin lift : jemari satu tangan diletakan dibawah rahang, kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari yang sama menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat juga diletakan dibelakang gigi seri bawah dan secara bersamaan dagu diangkat. Pada saat melakukan manuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.

Gambar 3. A. Obstruksi jalan napas disebabkan karena jatuhnya lidah dan epiglottis. B. Manuver Head tilt-chin lift.3. Jaw trust : manuver mendorong rahang dilakukan dengan cara memegang angulus mandibulae kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke depan.

Gambar 4. Teknik Jaw trust.4. Pemasangan oropharyngeal airway (OPA). OPA digunakan pada pasien yang mengalami obstruksi jalan napas karena lidah yang jatuh ke orofaring. OPA hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar. Cara pemasangan OPA: bersihkan mulut dan faring dari sekret, darah, atau muntahan pilih ukuran OPA yang tepat dengan cara meletakan OPA disisi wajah pasien. Ukuran yang tepat didapatkan jika ujung OPA berada di sudut mandibula masukan OPA dengan cara terbalik dimana sisi yang cekung menghadap ke arah kranial, kemudian putar 180.

Gambar 5.Teknik pemasangan OPA.5. Pemasangan nasopharyngeal airway (NPA). NPA adalah pipa plastik lunak yang tidak memiliki cuff. NPA digunakan untuk mempertahankan jalan napas yang telah dibuka dengan teknik-teknik sebelumnya. Keuntungan pemasangan NPA adalah NPA lebih kecilnya resiko terjadinya muntah pada pasien. Cara pemasangan NPA: pilih ukuran NPA dengan cara membandingkan diameter lubang hidung dengan diameter NPA. Selain itu juga diukur panjang NPA, yaitu dengan cara meletakan NPA disisi wajah pasien. Panjang NPA yang cocok dengan pasien adalah NPA yang panjangnya sama dengan jarak dari puncak dorsum nasi sampai lubang telinga. beri pelumas pada NPA masukan NPA dengan ujung yang runcing berada di bawah. Masukan NPA menyusuri dasar nasofaring. Jika menemukan tahanan selama pemasangan, putar NPA supaya dapat mempermudah melalui rongga hidung dan nasofaring.

Gambar 6.Teknik pemasangan NPA.6. Advanced airway intervention dilakukan jika terdapat: ketidakmampuan mempertahankan jalan napas dengan teknik sebelumnya kebutuhan melindungi jalan napas bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus. Cedera inhalasiAdvanced airway intervention meliputi pemasangan combitube dan LMA (laryngeal mask airway).7. Cricothyroidotomy adalah suatu prosedur emergensi dimana dilakukan pembuatan saluran pada ligamen krikotiroideum sehingga udara bisa masuk kedalam paru-paru. Krikotiroidotomi dilakukan jika terdapat obstruksi jalan napas dan tidak dapat dibebaskan dengan cara mengorek maupun suction. Ligamen krikotiroideum berada diantara kartilago tiroid dan kartilago krikoid. Krikotiroidotomi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:a. Needle cricothyroidotomyPada needle crycothyroidotomy digunakan syringe dengan needle untuk membuat saluran pada ligamen krikotiroideum. Setelah needle mencapai trakea, sambungkan needle dengan sebuah kateter dan fiksasi ke luka

b. Surgical cricothyroidotomyPada surgical cricothyroidotomy, pembuatan saluran pada ligamen krikotirodeum dilakukan dengan menggunakan pisau bedah.Setelah saluran dibuat, dipasang kateter untuk memfiksasi lubang tersebut.

Gambar 7.Posisi ligamen krikotiroideum.Pada kasus trauma dimana pasien dicurigai mengalami fraktur servikal, leher pasien harus dijaga agar tetap terfiksasi selama melakukan pembebasan jalan napas. Kecurigaan akan fraktur servikal dapat dilihat dengan adanya jejas disekitar leher. Jika penolong tidak yakin apakah pasien mengalami fraktur servikal, maka lakukan tindakan sebagaimana pasien mengalami fraktur servikal sampai dibuktikan sebaliknya.Fiksasi leher dapat dilakukan dengan memakaikan cervical collar, bantal pasir, maupun sepatu yang dipasang pada kedua sisi kepala pasien.c. Breathing supportBreathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi udara tekanan postif . Breathing support dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dengan menggunakan alat seperti bag valve mask.1. Pada pasien dewasa dilakukan breathing support inisial sebanyak 2 kali. Setiap breathing support dilakukan minimal selama 1 detik. Lihat apakah pasien merespon dengan dapat bernapas spontan. Terlihatnya gerakan dada menunjukan jalan napas paten. Jika pasien tidak merespon, maka periksa sirkulasi dengan meraba denyut arteri karotis atau arteri femoralis. Lakukan pemeriksaan dalam waktu 5 sampai 10 detik. Jika sirkulasi ada, maka terus lakukan pemberian bantuan pernapasan sampai pernapasannya kembali normal. Setelah itu posisikan pasien dalam posisi mantap. Namun jika sirkulasi tidak teraba, maka lakukan circulation support.Posisi mantap merupakan posisi yang dapat membuat pasien senyaman mungkin. Cara memposisikan pasien ke posisi mantap: Pasien dalam keadaan tertelentang. Penolong berada disisi pasien. Posisikan tangan pasien yang terdekat dengan penolong menjauhi pasien. Letakan tangan pasien yang lain ke leher kontralateral dan fleksikan kaki pada sisi tubuh yang sama Satu tangan penolong menahan leher pasien sedangkan tangan yang lainnya menarik kaki yang fleksi. Tarik badan pasien yang ke arah penolong.

321

4

Gambar 8. Posisi Mantap2. Pada anak lakukan breathing support initial sebanyak 5 kali. Breathing support dilakukan selama 1-1,5 detik. Nilai apakah terdapat respon berupa kembalinya pernapasan spontan pasien. Circulation support dilakukan jika; tidak teraba denyut nadi denyut nadi lemah dan kurang dari 60 kali permenit.3. Pada infant, penatalaksanaan breathing support sama dengan anak.

1. Pertolongan lanjutan (Advanced life support)A. Drugs.Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mempertahankan aliran darah ke organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan yang adekuat. Obat-obat yang dapat diberikan :(1) EphinephrineIndikasi : henti jantung oleh karena semua penyebabDosis : 0,2-0,3 mg, ulangi setiap 3-5 menitEfek: inotropik positif, konotropik positif, dan vasokonstriksi perifer(2) AmiodaroneIndikasi:fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikelDosis:300 mg dilarutkan dalam 20 ml Dextrose 5%Efek:antiaritmia(3) Atropine Indikasi: sinus bradikardi pada pasien dengan hemodinamik tidak stabilDosis: 3 mg IV bolus, ulangi setiap 3-5 menit, maksimal 3 kali pengulangan.Efek:memblok saraf vagus pada SA node dan AV node, dan meningkatkan konduksi AV node(4) Theophylline (aminophylline)Indikasi:Asistol dan peri-arrest bradikardi yang tidak respon pada atropinDosis:250-500 mg IVEfek:merangsang pengeluaran adrenalin dari medula adrenal.

B. Elektrokardiografi (EKG)Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah henti jantung pasien disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau asistol.Hal ini berpengaruh pada penatalaksaan masing-masingnya yang berbeda.Jika hasil pemeriksaan EKG menunjukan asistol, maka lanjutkan RKP pada pasien.Namun jika didapatkan fibrilasi ventrikel, maka lakukan defibrilation treatment.Gambaran EKG asistol adalah berupa garis lurus tanpa adanya gelombang listrik.Sedangkan gambaran EKG fibrilasi ventrikel berupa irama yang sangat kacau.Bentuk dan ukuran gelombang sangat bervariasi, dan tidak terlihat adanya P, QRS, maupun T.

Gambar 9.Gambaran EKG asistol.

Gambar 10.Gambaran EKG fibrilasi ventrikel.C. Fibrilation treatmentFibrilation treatment dilakukan pada pasien henti jantung yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel (FV).Segera setelah diketahui bahwa pasien mengalami fibrilasi ventrikel, berikan satu kali DC-shock (defibrilasi) 200 joule untuk gelombang biphasic dan 360 joule untuk monophasic.Setelah itu lanjutkan RKP sebanyak 5 siklus kemudian periksa kembali EKG pasien.Jika fibrilasi ventrikel tetap ada, ulangi tahap fibrilation treatment sebelumnya.Berikan ephineprin 1 mg IV dan ulangi setiap 3-5 menit. Jika fibrilasi ventrikel tetap ada setelah tiga kali defibrilasi, pertimbangkan pemberian amiodarone 300 mg IV.2. Pertolongan jangka panjang (Prolonged life support)Pertolongan jangka panjang merupakan tindakan perawatan pasca resusitasi dimana pasien harus diberi pertolongan sampai keadaan pasien stabil atau pertolongan dihentikan setelah dipastikan adanya kematian serebral atau adanya penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan.A. GaugingGauging adalah mengevaluasi dan mengobati penyebab terjadinya henti napas dan henti jantung pada pasien serta menilai kembali apakah usaha pertolongan kepada pasien perlu dilanjutkan. Resusitasi dihentikan jika; setelah resusitasi dilakukan, diketahui bahwa pasien berada dalam stasium akhir suatu penyakit kronis irama dan frekuensi denyut jantung tidak menunjukan perbaikan (kurang dari 60 kali permenit) setelah pemberian atropin telah terjadi kematian otak, ditentukan melalui pemeriksaan klinis terhadap fungsi otak dalam waktu minimal 2 jam. Kematian otak ditunjukan dengan tidak adanya pernapasan spontan, refleks pupil negatif, pupil tetap berdilatasi selama 15-30 menit, atau dengan melakukan pemeriksaan EEG.B. Hypothermia controlHypothermia adalah keadaan dimana suhu tubuh pasien berada dibawah 35C.Suhu tubuh pasien harus selalu dikotrol agar tidak terjadi hypothermia.Hal ini dilakukan dengan menjaga suhu lingkungan pasien agar tetap hangat dan pemberian selimut serta pakaian yang hangat dan kering pada pasien.Dengan demikian suhu tubuh pasien dapat dijaga dalam batas normal (36-37C).C. Intensive careIntensive care merupakan perawatan jangka panjang berupa usaha mempertahankan homeostatis ekstrakranial dan homeostatis intrakranial, antara lain dengan cara mempertahankan fungsi pernapasan, kardiovaskular, metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Praktis Anestesi dari EGC, Buku Skill Lab Semester4 tentang Resusitasi Jantung Paru2. Gray, Huon H, dkk.2002.Lecture Notes On Cardiology edisi ke-4. Jakarta: Erlangga.Hal 188-198.3. European Resuscitation Council.2005.Guidelines for Resuscitation. http://www.erc.org. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ke-4.Halaman 176-180.5. Dorland.2000.Kamus Kedokteran edisi ke-29.Jakarta:EGC.6. UK Resuscitation Council. 2005. Resuscitation Guidelines 2005. http://www.resus.org.uk 7. American College of Surgeon.2005.Advanced Trauma Life Support.Halaman 32-74.8. American Heart Association.2006.Advanced Cardiovascular Life Support.9. http://www.tpub.com/medical. 10. http://www.merck.com/mmpe/sec06/ch064/ch064c.html11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.Hal 283.

Borang Portofolio Kasus Kematian

No. ID dan Nama Peserta dr. Meirina Khairat

No. ID dan Nama WahanaRSUD Kota Padang Panjang

Topik Kasus Kematian

Tanggal (kasus) 25 Juni 2015

Nama Pasien Tn. SNo. RM 381408

Tanggal Presentasi 26 September 2015Pendampingdr. Dessy Rahmawati

Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Kota Padang Panjang

Objektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

DeskripsiSeorang laki-laki, usia 51 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri dan tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran, apnoe, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

TujuanMenegakkan diagnosis dan penatalaksanaan henti nafas dan henti jantung

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos

Data PasienNama : Tn. SNo. Registrasi : 381408

Nama RS : RSUD Kota Padang PanjangTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :Henti nafas dan henti jantung. Pasien dengan penurunan kesadaran, apnea, nadi tidak teraba, TD tidak terukur

2. Riwayat Pengobatan :Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Riwayat hipertensi dan DM disangkal

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang berhubungan

5. Riwayat Pekerjaan : Pedagang

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan

7. Lain-lain : -

Daftar Pustaka : 1. Petunjuk Praktis Anestesi dari EGC, Buku Skill Lab Semester4 tentang Resusitasi Jantung Paru2. Gray, Huon H, dkk.2002.Lecture Notes On Cardiology edisi ke-4. Jakarta: Erlangga.Hal 188-198.3. European Resuscitation Council.2005.Guidelines for Resuscitation. http://www.erc.org. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ke-4.Halaman 176-180.5. Dorland.2000.Kamus Kedokteran edisi ke-29.Jakarta:EGC.6. UK Resuscitation Council. 2005. Resuscitation Guidelines 2005. http://www.resus.org.uk 7. American College of Surgeon.2005.Advanced Trauma Life Support.Halaman 32-74.8. American Heart Association.2006.Advanced Cardiovascular Life Support.9. http://www.tpub.com/medical. 10. http://www.merck.com/mmpe/sec06/ch064/ch064c.html11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.Hal 283.

Hasil Pembelajaran :

1. Mampu mendiagnosis henti nafas dan henti jantung2. Mengetahui penatalaksanaan henti nafas dan henti jantung3. Mengetahui tahap-tahap resusitasi4. Mampu menjelaskan pada keluarga pasien tentang penyakit dan perjalanan penyakit pasien

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio1. Subjektif : (Alloanamnesa) Seorang laki-laki, usia 51 tahun datang ke IGD dengan tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran sesampai di IGD, apnoe, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan nyeri dada menjalar ke lengan kiri sejak 2 jam yang lalu SMRS. Awalnya pasien tidak mau memeriksakan keluhannya, namun karena keluhan tidak menghilang, akhirnya pasien mau dibawa ke rumah sakit dengan keluarganya. Riwayat hipertensi, DM, dan stroke disangkal.

2. Objektif :a. Vital sign0. Keadaan Umum : sakit berat0. Kesadaran : E1M1V1 (GCS 3)0. Tekanan Darah : tidak terukur0. Frekuensi nadi : tidak teraba 0. Frekuensi nafas : nafas spontan tidak ada0. Suhu : tidak diukur0. Sianosis(+), pucat(-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik1. Kepala : tidak ditemukan kelainan1. Kulit : Teraba dingin, sianosis (+) di bagian wajah dan leher1. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil anisokor, diameter 4mm/2mm, refleks cahaya +/+ menurun1. THT: airway paten1. Thoraks :JantungI : iktus tak terlihatPa: iktus tidak terabaPe: tidak dinilaiA: bunyi jantung (-)ParuI : normochest, simetris kiri=kanan, pergerakan dinding dada (-)Pa: tidak dinilaiPe: tidak dinilaiA: suara nafas (-)1. AbdomenI:perut tak tampak membuncitPa:tidak dinilaiPe: tidak dinilaiA:Bising usus tak terdengar1. Ekstremitas : Akral dingin, refilling kapiler buruk

c. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan EKG: PEA

3. Assesment(penalaran klinis) :Telah dilaporkan suatu kasus seorang laki-laki, 51 tahun datang ke IGD pukul 15.10 WIB dengan diagnosis kerja: henti nafas dan henti jantung. Pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran sesampai di IGD, apnoe, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan nyeri dada menjalar ke lengan kiri sejak 2 jam yang lalu SMRS. Awalnya pasien tidak mau memeriksakan keluhannya, namun karena keluhan tidak menghilang, akhirnya pasien mau dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Saat pasien apnea, pasien segera diberikan injeksi epinefrin 1 mg, dan dilakukan resusitasi kardiopulmonal dengan rasio 30:2 sebanyak 5 siklus. Setelah 2 menit, didapatkan EKG dengan kesan PEA. Pemeriksaan fisik dinilai nadi tidak teraba, nafas spontan tidak ada, pupil midriasis diameter 7mm/7mm, reflex cahaya -/-. Kemudian dilakukan kembali resusitasi kardiopulmonal 30:2 sebanyak 5 siklus. Setelah 2 menit, pemeriksaan EKG menunjukkan gambaran asistole. Nadi tidak teraba, nafas spontan tidak ada, kedua pupil midriasis maksimal, reflex cahaya-/-. Pasien dinyatakan meninggal di hadapan perawat dan keluarga.

4. Plan :Diagnosis : Henti Nafas dan Henti jantungPengobatan :Pada pasien ini dilakukan RKP, dan diberikan obat untuk menangani kasus henti nafas dan henti jantung. Pukul 15.10 WIB : GCS 3, nafas spontan (-), nadi tak teraba, tekanan darah tidak terukur, pupil anisokhor 4mm/2mm, RC +/+ menurunPenatalaksanaan : Jaga jalan nafas dengan head tilt-chin lift, RKP 30:2 sebanyak 5 siklus, bolus epinefrin 1 mg iv Pukul 15.15 : GCS 3, nafas spontan (-), nadi tidak teraba, pupil midriasis 7mm/7mm, reflex cahaya -/-EKG : PEA. Penatalaksanaan : Jaga jalan nafas, RKP 30:2 sebanyak 5 siklus Pukul 15.20: Nadi tidak teraba, nafas spontan tidak ada, pupil midriasis maksimal, reflex cahaya -/-EKG :Asistole.RKP dihentikan Pasien dinyatakan meninggal dihadapan perawat dan keluarga.

Pendidikan :Kepada keluarga sebelumnya telah dijelaskan bahwa kondisi pasien berat, dan mohon kerjasamanya untuk mengobati pasien. Saat pasien meninggal keluarga bisa menerima karena sudah diberikan penjelasan sebelumnya.

Konsultasi : Tidak dilakukan konsultasi saat tatalaksana pasien. Konsultasi kepada spesialis penyakit dalam diperlukan untuk tatalaksana selanjutnya jika usaha resusitasi berhasil.