ponpes mamba'ul 'ulum by aryan kholid shofi
DESCRIPTION
this is ITRANSCRIPT
PONPES MAMB'AUL ULUMSempu-Sukorejo-udanawu-Blitar
Pengasuh:
Al ustadz1 .AGUS MACHMUD AL-ATHO'
2 .ZAINAL 'ARIFIN
Pondok Pesantren Mamba'ul Ulum terletak di dusun sempu yang sampai sekarang lebih mashur dengan sebutan pondok sempu.
PENAFSIRAN SURAT SHAAD AYAT 26 DAN SURAT AR-RAAD AYAT 18
“PROSES TERJADINYA HISAB DI AKHIRAT”
A. Pendahuluan
Penngertian Hisab menurut aslinya dalam bahasa Arab berarti “Hitungan”
atau perhitungan. Atas dasar itu ia dipakai dalam beberapa pengertian yang pada
pokoknya berdasarkan pada perhitungan atau hitungan. Sekuranganya ada tiga
pengertian popular lagi pemakaian kata tersebut, yaitu :
1. Ilmu perhitungan; mengenai soal-soal angka dan segala
perhitungan yang di dasarkan atas angka.
2. Perhitungan dihadapan Allah di hari khiyamat (Yaumul-Hisab).
3. Ilmu hisab; mengenai perhitungan jalan bumi dan bulan
disekeliling matahari, untuk mengetahui pengertian bulan dan tahun. 1
A. Pembahasan
1. Surat Shaad Ayat: 26
�ن�أ د�إ عل�نك يداو� ة� ج ل�ي�ف ف�ى خ ض� ا�أل ك�م� ر� اح� الن�ا�س بي�ن ف
ق% ال ب�ال�ح وى تت�ب�ع� و ل�ك ال�ه ي�ض� ب�يل� عن� ف � س ال�ذ�ين ن الله�, إ
1 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 218.
1
ل9ون ب�يل� عن� يض� م� الله� س د� ب: عذا له� ا يد� ش م ب�م وايو� نس�
. اب� ال�ح�س
Artinya:
“Hai Dawud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah dimuka bumi,
maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan .”
Ini adalah pesan dari Allah SWT kepada para penguasa agar memberikan
keputuasan di antara manusia dengan kebenaran yang telah diturunkan dari sisi-
Nya, tidak menyimpang dari kebenaran itu. Jika menyimapang, mereka sesat dari
jalan Allah. Sesungguhnya, Allah telah menyediakan bagi orang yang sesat dan
melupakan hari perhitungan suatu siksaan yang amat pedih. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Ibrahim Abu Zur’ah, dia seorang yang dalam pengetahuannya
tentang Al-Kitab bahwa sesungguhnya Walid bin Abdil Malik telah mengatakan
kepadanya, “Apakah seorang khalifah itu akan dihisab? Sabab, engkau telah
membaca kitab. Perjanjian lama dan Al-Qur’an, dan engkau adalah seorang faqih.
“Aku menjawab, Wahai Amirul Mukminin, haruskah aku katakan?” Katakanlah
demi amanat Allah.” Aku menjawab, Wahai Amirul Mukminin, engkau yang
lebih mulia disisi Allah ataukah Dawud a.s.? Sesungguhnya, Allah telah
menyatakan baginya kenabian dan kekhalifahan, kemudian Allah mengancam dia
didalam kitab-Nya, ‘Hai Dawud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah
di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena dia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah! Dan firman Allah SWT, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena ia melupakan hari
perhitungan’. As-Sidi berkata, ‘Maksudnya, bagi mereka adalah siksa yang hebat
lantaran mereka telah meninggalkan amal untuk hari perhitungan’”. 2Makna yang
dekat dengan Khalifah ialah pengganti atau pelaksana.
Adapun sebaigai Bapak pertama dari manusi dapatlah di anggap sebagai
Khalifah Allah di muka bumi, untuk dengan akal budi pekerti yang dianugrahkan
Allah kepadanya, atau kepada manusia memperlihatkan bagaimana kekuasaan
2 Muhammad Nasir Ar-Ripai, Tafsir Ibnu Kasir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 69.
2
Ilahi melalui wahyu-Nya kepada Nabi-Nabi dan ilham-Nya kepada manusia yang
fakir, sehingga maka bumi ini menjadi makmur karena perbuatan manusia.
Adapun Dawud sekarang ini, bolehlah dia diartikan menyambut tugas Adam jadi
Khalifah dari Allah, atau Khalifah dari generasi yang terdahulu dari dia. Sebab
Dawud adalah keturunan dari Ibrahim, dari Ishak dan dari Ya’kub melalui Bani
Israil. Menilik kepada keduanya sebagai raja dari Bani Israil, keduanya jadi
khalifah itu bukan senata-mata menjadi Rasul dan Nabi lagi, bahkan juga
pemegang kekuasaan. Maka supaya jabatan menjadi khalifah itu berjalan dengan
baik, mengisi fungsinya diberikan beberapa pesan oleh Tuhan. Pertama: “Maka
hukumlah di antara manusia dengan benar”. Hukum yang benar adalah hukum
yang adil. Di antara kebenaran dengan keadilan adalah satu hal yang memakai
nama dua. Yang benar itu juga dan yang adil itu juga. Kalau sudah benar pastilah
adail. Kalau sudah adil pastilah benar. “Dan janganlah engkau perturutkan
hawa”; Hawa ialah kehendak hati sendiri yang terpengaruh oleh rasa marah atau
kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci. Dalam bahasa asiang yang telah
dipakai rata dalam bahasa kita bahwa hawa itu adalah emosi atau sentiment. Lalu
dilanjutkan bahaya yang akan mengancam jika seorang penguasa menjatuhkan
hukuman dipengatruhi oleh hawa-nya; “niscaya dia akan menyesatkan engkau
dari jalan Allah”. Artinya, kalau seseorang penguasa, atau dia bergelar raja, atau
sultan, atau khalifah, atau presiden atau yang lainnya tidaklah lagi menghukum
dengan benar atau adil, malahan sudah hawa yang menjadi hakim, putuslah
harapan orang banyak akan mendapat perlindngan hukum dari yang berkuasa dan
hilanglah keamanan jiwa dan Negara. “Sesungguhnya orang-orang yang tersesat
dari jalan Allah, untuk mereka azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan”. (Ujung ayat 26) .
Sungguh-sungguh kekuasan itu suatu ujian yang berat. Kekuasan bisa saja
menyebabkan orang lupa dari mana dia menerima kekuasan itu, lalu di berbuat
sewenag-wenag berkehendak hati. Sebab itu disalagunakannya kekuasaan. Dalam
hukum masyarakat di dunia ini batinnya akan disiksa oleh kekuasaan itu sendiri.
Diktator-diktator yang besar-besar ada yang jadi gila karena kekuasaan. Di akhirat
mereka akan di azab.3
3 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya: Yayasan Latimojong 1984), h. 243-244.
3
Dari ayat-ayat diatas di pahami juga bahwa kekhalifahan mengandung tiga
unsur pokok yaitu: Pertama, manusia yakni sang khalifah; kedua, wilayah yaitu
yang ditunjuk oleh ayat diatas dengan Al-ardh; dan ketiga adalah hubungan
antara kedua unsur tersebut. Di luar ketiganya terdapat yang menganuggrahkan
tugas khalifahan, dalam hal ini adalah Allah swt yang pada kasus Adam
dilukiskan dengan kalimat:
خليفة رض األ في جاعل Sesungguhnya Aku akan menjadikan di“إني
bumi seorang khlifah” (QS.al-Baqarah 2: 30), Sedang pada kasus Dawud as,
dinyatakan dengan kalimat: رض األ في “إنBاجاعل sesungguhnya kami telah
menjadikan khalifah di bumi”.
Yang ditugasi atau dengan kata lain sang khalifah harus menyesuaikan
semua tindakannya dengan apa yang diamanatkan oleh pemberi tugas itu.4
2. Surat ar-Ra’ad ayat 18
, , اله� ب�و� تج� يس� لم� ال�ذ�ي�ن و نى ال�ح�س� م� ب%ه� ال�ر اب�و� تج اس� ي�ن ل�ل�ذ�
, , , اب�ه� و� تد ف� ال عه� م ث�له� م� ي�ع�او م� ج ض� ر� األ� اف�ى �Bم م� له� �Bنأ لو�
اد� ه ال�م� ء�س وب� ، ن�م� ه ج وه�م�أ� وم اب� وء�ال�ح�س س� م� له� و�آلء�ك
. أ�
Artinya:
Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya adalah kebaikan. Dan
orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka memiliki
seruan yang ada di bumi dan sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya
mereka akan menebus dirinya dengan kekeyaan itu. Orang-0rang itu
disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah
Jahannam dan itulah seburuk-buruk kediaman.
Allah Ta’ala memberitahukan kejadian akhir kaum yang bahagia dan
kaum yang celaka. Maka Allah ta’ala berfirman, “Bagi orang-orang yang
memenuhi seruan Tuhannya”, yaitu bagi mereka yang takut kepada Allah dan
raul-Nya “adalah kebaikan”. Ia berupa balasan kebaikan. Penggalan ini seperti
firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal Saleh,
maka baginya amal baik”. Firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang tidak
memenuhi seruan Tuhan”, yaitu orang yang tidak menaati Allah dan rasul-Nya,
4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 133-134.
4
“sekiranya mereka memiliki semua yang ada di bumi”, yaitu ketika ia di Akhirat,
andaikan mereka dapat menebus dirinya dari azab Allah dengan emas sepenuh
bumi dan sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus
dirinya dengannya. Namun, Allah tidak menerima tebusan mereka sebab Allah
Ta’ala tidak akan menerima dari mereka, pada hari kiamat, sebab sedekah wajib
dan sunnat (karena sudah bukan waktunya). “Orang-orang itu disediakan hidab
yang buruk” di negri akhirat. Mereka melepas yang sedikit (di bumi) atas yang
banyak (tebusan); yang mulia atas yang hina. Barang siapa yang mengurangi
hisab, maka di azab. Oleh karenaitu Allah berfirman, “Dan tempat kediaman
mereka adalah Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.”5
Jika yang menyambut ajakan Ilahi akan memperoleh kesudahan yang baik,
tentukah yang tidak menyambutnya akan memperolek kesudahan yang buruk. Jika
yang tidak menyambutnya bersedia menukar segala apa yang dimilikinya di dunia
dengan kesudahan yang buruk itu, maka yang menyambutnya tidak akan bersedia
menukar kesudahan baik yang diraihnya itu dengan apa yang dimilikinya di dunia
ini, betapapun banyaknya yang mereka miliki, walau sebanyak dunia dan
ditambah lagi sebanyak itu.
Agaknya kata) استجابوا (istajabu/menyambut yang digunakan oleh ayat
ini sebagai ganti dari kata yang mukmin, bertujuan menyerasikannya dengan kata
awdiyah/lembah-lembah yang disebut oleh ayat yang lalu yang juga menyambut
dan menerima hujan yang tercurah dari langit.
Kata) المهاد (al-mihad terambil dari kata) مهد (mahd yang antaralain
berarti buaian. Penggunaan kata tersebut mengandung ejaan. Kata ini pada
mulanya digunakan pada arti sesuatu yang dihamparkan untuk menjadi tempat
duduk. Jika anda duduk atau berbaring di kasur, Anda akan merasa nyaman,
berbeda jika Anda dudukdi tanah. Duduk di tanah relatif lebih nyaman dari pada
duduk di batu-batu karang. Ini pun relatif lebih nyaman dari pada diatas yang
panas. Tetapi pernahkah anda bayangkan betapa “nyamannya” duduk di atas api
yang membakar? Lebih-lebih lagi jika tempat duduk atau berbaring itu, sempit
dan tidak ada ruang gerak cukup, serupa dengan anak yang diletakan di atas
buaian.6
5 Muhammad Nasir Ar-Ripai, Tafsir Ibnu Kasir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 915.6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 576-577.
5
B. KESIMPULAN
Dalam surat Shaad ayat 26 Allah SWT berpesan kepada para penguasa
agar memberikan keputusan diantara manusia dengan keberanian yang telah
diturunkan dari sisinya, tidak menyimpang dari kebenaran itu. Jika menyimpang,
mereka sesat dari jalan Allah dan Allah menyediakan bagi orang dan melupakan
hari perhitungan suatu siksaan yang amat pedih.
Kemudian dalam surat Ar-Raad ayat 18 Allah akan memberikan balasa
n kebaikan kepada orang yang memenuhi seruan Tuhan-Nya, beriman dan
beramal shaleh and Allah akan menghisab kepada orang yang tidak melaksanakan
hal tersebut dan jahannam tempat kediaman mereka .
6
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Ar-Ripai, Muhammad Nasir. Tafsir Ibnu Kasir, Jakarta: Gema Insani, 2000.
Abdul Karim Amrullah, Abdul Malik. Tafsir Al-Azhar, Surabaya: Yayasan
Latimojong 1984.
Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
7
PENAFSIRAN SURAT SHAAD AYAT 26 DAN SURAT
AR-RAAD AYAT 18
“PROSES TERJADINYA HISAB DI AKHIRAT”
Dosen Pengampu: M. Zaenal Arifin. M HI
Imam Ghozali : 9333 008 06
Kholid Shofi : 9333 016 06
Foto akhirus sanah MISMADA 2009 PONPES MANBA'UL 'ULUM
8
9