politik dinasti

41
Salah satu materi penting dalam naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilukada yang disiapkan Kemendagri adalah soal pembatasan dinasti politik di daerah. Menurut Juru bicara Kemendagri, Reydonizar Moenek, Pemerintah menilai keberadaan dinasti politik sebagai sesuatu hal yang tidak sehat untuk demokrasi maupun tata kelola pemerintahan Indonesia. Menurutnya, penilaian pemerintah ini berdasarkan fakta di sejumlah daerah di Indonesia. "Ada seorang walikota yang anaknya adalah ketua DPRD. Lalu bagaimana saat membahas anggaran? Kemudian ketika sudah tidak menjabat, mantan kepala daerah ini tetap berkantor di ruangan istrinya yang menjadi kepala daerah. Dia ikut campur menjalankan pemerintahan”. Di Indonesia, dinasti politik sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Hal tersebut terbukti dari anak-anak Soekarno yang meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang politisi, seperti Megawati Soekarno Putri , Guruh Soekarno Putra, dll. Dinasti politik juga terlihat pada diri keluarga mantan Presiden Indonesia Alm K.H. Abdurrahman Wahid, dengan tampilnya saudara-sudara dan anak kandungnya ke dalam dunia perpolitikan Indonesia. Kemudian, dalam keluarga Presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, kecenderungan dinasti politik juga mengemuka dengan kiprah anaknya Eddie Baskoro atau Ibas yang berhasil menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Upload: gunawan

Post on 08-Feb-2016

543 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLITIK DINASTI

Salah satu materi penting dalam naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilukada yang disiapkan Kemendagri adalah soal pembatasan dinasti politik di daerah.  Menurut Juru bicara Kemendagri, Reydonizar Moenek, Pemerintah menilai keberadaan dinasti politik sebagai sesuatu hal yang tidak sehat untuk demokrasi maupun tata kelola pemerintahan Indonesia.  Menurutnya, penilaian pemerintah ini berdasarkan fakta di sejumlah daerah di Indonesia. "Ada seorang walikota yang anaknya adalah ketua DPRD. Lalu bagaimana saat membahas anggaran? Kemudian ketika sudah tidak menjabat, mantan kepala daerah ini tetap berkantor di ruangan istrinya yang menjadi kepala daerah. Dia ikut campur menjalankan pemerintahan”.

Di Indonesia, dinasti politik sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga Presiden pertama Indonesia,  Soekarno. Hal tersebut terbukti dari anak-anak Soekarno yang meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang politisi, seperti Megawati Soekarno Putri , Guruh Soekarno Putra, dll.  Dinasti politik juga terlihat pada diri keluarga mantan Presiden Indonesia Alm K.H. Abdurrahman Wahid, dengan tampilnya saudara-sudara dan anak kandungnya ke dalam dunia perpolitikan Indonesia.  Kemudian, dalam keluarga Presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, kecenderungan dinasti politik juga mengemuka dengan kiprah anaknya Eddie Baskoro atau Ibas yang berhasil menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Fenomena dinasti politik ini sebenarnya bukan khas Indonesia. Fenomena ini terjadi pula di berbagai negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Di India dan Pakistan misalnya, terdapat dinasti politik Gandhi dan Bhutto. Di Thailand dan Filipina terdapat dinasti politik Sinawatra dan Aquino. Di Lebanon-Timur Tengah, terdapat dinasti politik Gemayel dan Hariri. Di Amerika Serikat terdapat dinasti politik Bush, Clinton, dan tentu saja yang paling terkenal adalah dinasti politik Kennedy.

Lalu, mengapa dinasti politik dipermasalahkan di Indonesia? Apa yang salah dengan dinasti politik di Indonesia?  Bukankah mengikuti kontestasi politik untuk menjadi pimpinan jabatan publik, seperti kepala daerah, merupakan hak politik tiap warga negara? 

Itulah kira-kira  beberapa gambaran pertanyaan yang diajukan oleh para penentang pembatasan dinasti politik di Indonesia. Untuk menyikapi isu dinasti politik secara bijak, alangkah lebih baik kalau diperjelas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan dinasti politik.   

Dinasti Politik?

Page 2: POLITIK DINASTI

Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi politik manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya. Itulah pengertian netral dari dinasti politik. Terdapat pula pengertian positif dan negatif tentang dinasti politik. Negatif dan positif tersebut bergantung pada proses dan hasil (outcomes) dari jabatan kekuasaan yang dipegang oleh jaringan dinasti politik bersangkutan. Kalau proses pemilihannya fair dan demokratis serta kepemimpinan yang dijalankannya mendatangkan kebaikan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat maka dinasti politik dapat berarti positif. Akan tetapi, bisa berarti negatif jika yang terjadi sebaliknya. Selain itu, positif dan negatif arti dinasti politik juga ditentukan oleh realitas kondisi sosial masyarakat, sistem hukum dan penegakan hukum, dan pelembagaan politik  bersangkutan.  Dinasti politik yang terdapat pada masyarakat dengan tingkat pendidikan politik yang rendah, sistem hukum dan penegakan hukum yang lemah serta pelembagaan politik yang belum mantap, maka dinasti politik dapat berarti negatif. Dinasti politik tidak bermasalah bila kondisinya berkebalikan dengan yang tersebut di atas, seperti dinasti politik Bush dan Kenndey di Amerika Serikat.       

Istilah lain yang sepadan dengan pengertian dinasti politik adalah tren politik kekerabatan. Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru. "Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural." Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Amich Alhumami, peneliti sosial di University of Sussex, Inggris, menyebut politik kekerabatan itu tidak sesuai dengan prinsip meritokrasi. Sebab, proses rekrutmen didasarkan pada sentimen kekeluargaan, bukan kompetensi.  Menurutnya, jika terus berlanjut, gejala ini bisa kontraproduktif bagi ikhtiar membangun sistem demokrasi modern.

Politik kekerabatan, lazim dijumpai pada masyarakat tribal-pastoral. Garis kekeluargaan merupakan penentu utama sistem kepemimpinan komunal, sekaligus menjadi pola pewarisan kekuasaan politik tradisional. Politik kekerabatan, dibangun di atas basis pemikiran yang bertumpu pada doktrin politik kuno: blood is thicker than water --darah lebih kental daripada air. Doktrin ini menegaskan, kekuasaan --karena dapat mendatangkan kehormatan, kemuliaan, kekayaan, dan aneka social privileges-- harus berputar di antara anggota keluarga dan para kerabat saja.

Kekuasaan tak boleh lepas dari genggaman orang yang punya hubungan persaudaraan, sehingga hanya terdistribusi dan bergerak melingkar di antara pihak-pihak yang memiliki pertalian darah. Merujuk pada dalil blood is thicker than water itu, di era modern, para politikus mewariskan kekuasaan kepada kerabatnya dengan cara memanipulasi sistem politik demokrasi.

Page 3: POLITIK DINASTI

Para kerabat --lantaran pertalian darah-- dianggap lebih dapat dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Maka, para elite politik Indonesia secara massif mengusung anggota keluarga menjadi caleg atau calon kepala daerah. "Ini bentuk manipulasi sistem politik modern melalui mekanisme demokrasi prosedural yang memang mengandung banyak kelemahan.

Mereka menjadi caleg atau calon kepala daerah lebih karena political privileges keluarga, yang hanya memproduksi politisi tiban atau karbitan. Bukan political credentials kreasi mereka sendiri, yang melahirkan politisi sejati nan otentik.

Political credentials bisa diperoleh melalui tiga jalan. Pertama, aktivisme sosial-politik yang mendapat pengakuan publik sehingga melahirkan sosok politisi genuine, kredibel, dan bereputasi cemerlang. Kedua, pendidikan yang mengantarkan seseorang menjadi politikus terpelajar dengan prestasi individual yang secara objektif diakui masyarakat. Ketiga, kombinasi antara aktivisme sosial-politik dan pengalaman pendidikan yang panjang.

Di Indonesia, terdapat pula tokoh politik nasional yang tumbuh, selain karena mewarisi darah aristokrasi politik keluarga, juga memiliki political credentials yang mereka bangun sendiri. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bisa disebut mewakili tokoh politik yang membangun political credentials melalui kombinasi dua jalan tadi. Sedangkan Megawati menempuhnya melalui jalan yang pertama.

Contoh Dinasti Politik di Daerah

Semenjak otonomi daerah diberlakukan di sejumlah daerah bermunculan dinasti-dinasti politik. Beberapa contoh dinasti politik daerah dapat disebut, di antaranya adalah: (1) dinasti keluarga Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, yang menguasai jajaran eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi dan seluruh kabupaten di Banten; (2) di Kabupaten Kutai Kartanegara-Kaltim dimana bupati yang sekarang,  Rita Widyasari, adalah anak dari bupati sebelumnya yang bermasalah secara hukum. Rita Widyasari berhasil mengalahkan Awang Ferdian Hidayat yang merupakan anak dari Awang Farouk, Gubernur Kaltim saat ini; (3) di Bontang-Kaltim,  istri walikota Bontang yang juga menjabat sebagai ketua DPRD Bontang, Neni Moernaeni, maju dalam Pemilukada Bontang 2011; (4) di Lampung, juga disesaki persaingan putra tokoh politik. Rycko Menoza, anak Gubernur Lampung, Sjachroedin, berhasil menjadi Bupati Lampung Selatan. Di Way Kanan, putra bupati setempat, Agung Ilmu Mangkunegara, bersiap meneruskan kekuasaan sang ayah. Anak Bupati Tulang Bawang, Arisandi Dharma Putra, berlaga di Pemilukada kabupaten lain: Pesawaran. Di Kota Bandar Lampung, Heru Sambodo, anak Ketua Golkar Lampung, Alzier Dianis Tabrani, mengincar posisi walikota.

(5) Di Jambi, terjadi persaingan untuk jabatan gubernur mendatang di antara dua orang keluarga dekat Gubernur Zulkifli Nurdin, yang telah menjabat dua periode, yaitu  Hazrin Nurdin, adik gubernur, dan Ratu Munawwaroh, istri gubernur.

(6) Di Tabanan-Bali, Eka Wiryastuti, anak Bupati Tabanan,  Adi Wiryatama, bersikeras maju menggantikan kursi bapaknya. Di Lombok Tengah, NTB, pada Pemilukada Juni 2005, melahirkan pasangan mertua-menantu pertama sebagai

Page 4: POLITIK DINASTI

bupati (Lalu Wiratmaja) dan wakil bupati (Lalu Suprayatno). (7) Di Kalimantan Tengah, muncul dinasti keluarga Narang. Pada saat Teras Narang dilantik menjadi Gubernur Kalteng pada Agustus 2005, ketua DPRD kalteng dijabat oleh kakaknya, Atu Narang. Pasca-Pemilu 2009, pamor dinasti politik Narang makin benderang. Atu Narang terpilih kembali sebagai Ketua DPRD Kalteng. Putra sulung Atu, Aris Narang, menjadi anggota DPRD Kalteng dengan suara terbayak. Adik Aris, Asdy Narang, terpilih jadi anggota DPR-RI.

(8) Di Sulawesi Selatan, terdapat dinasti keluarga Yasin Limpo. Pensiunan Angkatan Darat ini pernah menjadi Bupati Luwuk, Majene, dan Gowa. Yasin telah pensiun. Tapi istri dan anak-anaknya tetap berkiprah di ranah politik. Pada periode 2004-2009, istri Yasin, Nurhayati, menjadi anggota DPR-RI. Putra pertamanya, Tenri Olle, jadi anggota DPRD Gowa. Tenri bertugas mengawasi adiknya, Ichsan Yasin (putra kelima), selaku Bupati Gowa. Putra kedua, Syahrul Yasin, menjadi Wakil Gubernur Sulsel dan sejak April 2008 naik jadi gubernur setempat.

(9) Di Jawa Tengah, terdapat salah satu keluarga legendaris sebagai pemasok pejabat publik setempat yaitu keluarga pasangan R. Sugito Wiryo Hamidjoyo dan R. Rustiawati. Lima dari 11 putra Sugito meramaikan bursa jabatan publik di Jawa Tengah dan Jawa Barat pada periode 2004-2009. Putra kedua, Don Murdono, jadi Bupati Sumedang sejak 2003 dan terpilih untuk kedua kalinya pada 2008. Adiknya, Hendy Boedoro, menjadi Bupati Kendal sejak tahun 2000 dan terpilih untuk kedua kalinya pada 2005. Karier Hendy tersandung. Sejak Desember 2006, ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.  Si bungsu, Murdoko, juga tak mau kalah. Ia melesat jadi Ketua DPRD Jawa Tengah 2004-2009 dan terpilih untuk kedua kalinya pada 2009. Sang ayah, Sugito, dulu adalah Sekretaris PNI Kendal.

(10) Di Kabupaten  Indramayu-Jawa Barat, Bantul-D.I. Yogyakarta  dan Kediri-Jawa Timur, di mana bupati sekarang di 3 kabupaten tersebut adalah istri dari bupati sebelumnya;  dan masih banyak contoh lainnya di berbagai daerah di Indonesia.

Pemilu 2004 dan 2009 serta sejumlah Pemilukada semenjak 2005 telah menghasilkan peta pemimpin daerah yang kental pertalian kerabat.

Urgensi Pembatasan Dinasti Politik

Secara pribadi, penulis setuju dengan gagasan pemerintah untuk membatasi dinasti politik di daerah.  Saya senada dengan apa yang telah dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: “Tidak patut jika kepala daerah yang telah habis masa jabatannya digantikan oleh anak atau isterinya” (Kompas, 24 Agustus 2010). Akan tetapi, lebih jauh penulis mendorong agar terdapat pula regulasi yang membatasi dinasti politik di tingkat nasional. Regulasi tersebut bisa dituangkan dalam UU Pilpres yang akan datang.

Dinasti politik perlu dibatasi karena pertimbangan berikut. Pertama, dinasti politik, terutama di daerah, hanya akan memperkokoh politik oligarkhi yang bernuansa negatif. Bila jabatan-jabatan penting di lembaga eksekutif dan legislatif dikuasai oleh satu keluarga, maka mekanisme checks and balances tidak akan efektif. Akibatnya, rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri dan keluarga.

Page 5: POLITIK DINASTI

Kedua, dinasti politik mengarah pada terbentuknya kekuasaan yang absolut. Bila jabatan kepala daerah misalnya, dipegang oleh satu keluarga dekat yang berlangsung lama secara terus menerus, misalnya setelah 10 tahun menjabat, kemudian digantikan oleh istrinya selama sepuluh tahun lagi, kemudian oleh anaknya dan seterusnya, maka akan muncul fenomena kekuasaan Soeharto ala orde baru. Kekuasaan absolut yang rawan korup akan terbentuk, sebagaimana adagium politik terkenal dari Lord Acton: “Power tends to corrupt, and Absolute Power Tends to Corrupt Absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut akan cenderung korup secara absolut pula).       

Ketiga, dinasti politik pada masyarakat Indonesia yang pendidikan politiknya relatif kurang dan sistem hukum serta penegakan hukum (law enforcement) yang lemah, maka akan menyebabkan proses kontestasi politik menjadi tidak adil.  Keluarga incumbent yang maju dalam kontestasi politik, seperti Pemilukada, akan dengan mudah memanfaatkan fasilitas pemerintah dan jaringan incumbent untuk memenangkan pertarungan seraya menyingkirkan para kompetitornya. Apalagi, bila keluargapun turut berbisnis ikut dalam tender-tender dalam proyek pemerintah di daerah bersangkutan, maka dapat dibayangkan dana-dana pemerintah dalam bentuk proyek mudah menjadi bancakan dengan aneka warna KKNnya. Dana pemerintah seolah milik uang keluarga. 

Keempat, dinasti politik dapat menutup peluang warga negara lainnya di luar keluarga incumbent untuk menjadi pejabat publik. Tentu hal ini, bila terjadi, akan mendegradasi kualitas demokrasi kita. Untuk itu memang perlu diatur agar jabatan kepala pemerintahan puncak, tidak dijabat secara terus menerus oleh satu keluarga inti secara berurutan.

Kelima, pembatasan dinasti politik diarahkan untuk meningkatkan derajat kualitas demokrasi kita dengan cara memperluas kesempatan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam jabatan-jabatan publik dan mereduksi penyalahgunaan jabatan incumbent dalam kontestasi Pemilu maupun Pemilukada.  

Prinsipnya, pembatasan dinasti politik itu untuk mengatur bukan mematikan hak politik seseorang sama sekali. Oleh karenanya, penulis tidak setuju dengan anggapan bahwa pembatasan tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM) seperti yang dilontarkan oleh Sekjend Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Muchtar Sindang.

Usul pengaturan pembatasan dinasti politik di daerah dari kemendagri, dengan misalnya ada jeda satu masa jabatan sebelum keluarga dekat seorang kepala daerah mencalonkan diri. Atau dilarang mencalonkan diri di wilayah provinsi yang sama, patut diapresiasi. Penulis setuju dengan ide itu. 

Page 6: POLITIK DINASTI
Page 7: POLITIK DINASTI

Pengantar Dalam politik dinasti ini merupakan hal yang negative namun sebagian positif, tergantung dari mana kita menyudutkan hal tersebut. Makalah ini cukup representative dalam mengkaji multi perspektif dari kata-kata “politik dinasti”.

Tujuan Makalah lebih menitikberatkan pada posisi sudut pandang netralitas dalam menilai politik dinasti ini.

Pembahasan Politik dinasti, satu kata yang dapat dikaji maknanya melalui kajian etika dalam kehidupan sehari-hari, keakhlak dan budi pekertian, kemultikulturalisme dan identitas kebangsaan, geopolitik dan geostrategi, wilayah kenegaraan, serta hukum, konstitusi, kedaulatan, dan pendidikan demokrasi.Pertama dikaji dalam etika kehidupan sehari-hari; secara garis besar, pengertian etika dapat disederhanakan menjadi suatu hal yang digunakan untuk membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi. Pun demikian dengan etika dalam berpolitik. Berbicara soal moralitas merupakan hal yang cukup pelik. Sebab moralitas bukan sekedar tugas pemberian nasehat yang hanya menyentuh dan berupa himbauan yang bersifat teoretik serta tidak sampai pada upaya pemecahan masalah konkret. Etika sebagai sistem pengkajian terhadap moral pun bukansekedar bertugas menyusun sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerjakanserta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Etika

Page 8: POLITIK DINASTI

justru memiliki sifat dasar kritis, yang mempertanyakan landasan argumentatif dari hak berlakunya norma, hak perorangan, masyarakat, lembaga masyarakat, ketika memberlakukan norma yang harus ditaati oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut wajib taat terhadap norma tersebut. Dengan kata lain etika dapat mengantarkan orang mampu bersikap rasional, sadar dan kritis untuk membentuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan keyakinan dan kebebasannya, sehingga manusia yang otonom secara utuh dengan sungguh-sungguh mempertanggungjawabkan pendapat serta pilihan tindakannyaSaat ini, perkembangan politik di Indonesia seakan-akan mulai meninggalkan etika yang seharusnya perlu untuk dijaga. Etika dalam kehidupan masyarakat dan dunia politik pada dasarnya adalah sama. Keduanya merupakan pembatas bagi tindakan mana yang diperlukan dan tindakan mana yang perlu dijauhi. Sebagai contohnya, adalah semakin kentalnya pemerintahan ini dengan politik dinasti. Sejalan dengan sebutannya, politik dinasti mengarah pada adanya hubungan darah antar pemegang kekuasaan di dalam pemerintahan. Sehingga hal ini tentu menguntungkan bagi anggota keluarga yang memiliki kerabat dalam pemerintahan. Akibatnya, akan terbentuk keluarga politik yang nantinya akan mengarah kembali kepada terjadinya nepotisme, seperti di zaman orde baru. Bahaya, itulah kata yang menggambarkan dampak negatif adanya politik dinasti. Politik dinasti berdampak tumbuhnya sentralisasi kekuasaan yang diikuti dengan adanya kepentingan keluarga dan kroninya dalam pemerintahan. Hal tersebut tentu akan menjadi batu sandungan dalam mewujudkan pemerintahan dari

Page 9: POLITIK DINASTI

rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat yang notabene merupakan bentuk ideal demokrasi.Praktis, laju pemerintahan pun akan kehilangan navigasi yang disebabkan adanya kepentingan keluarga dalam pemerintahan, bukan lagi berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun, tentu tidak pula menutup kemungkinan adanya kemajuan dan perkembangan positif dalam pemerintahan terkait dengan politik dinasti. Perkembangan yang positif dapat timbul jika kepentingan rakyat adalah hal yang selalu diutamakan, bukan kepentingan keluarga dan kroninya. Tentu bukan kesalahan jika anggota keluarga yang mewarisi pengaruh politik pendahulunya, tanpa unsur nepotisme, merupakan tokoh yang berkompeten, memiliki kredibilitas, dan berkapabilitas dalam menjalankan pemerintahan yang bersih. Hal yang diuraikan di atas akan membawa kita kembali pada etika dalam kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini lebih terfokus pada pemerintahan. Seperti yang telah diuraikan, etika akan menjadi pembatas atau regulator tentang tindakan mana yang perlu dilakukan dan perlu dijauhi. Politik dinasti yang berkaitan dengan nepotisme dengan orientasi untuk menjalankan kepentingan keluarga atau kroninya jelas merupakan hal yang dapat merusak suatu pemerintahan yang berdampak pada dikesampingkannya kesejahteraan rakyat. Namun akan lain ceritanya jika politik dinasti tersebut tidak terkait dengan nepotisme serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat, dimana anggota keluarga yang terlibat benar-benar memiliki kompetensi, kredibelitas, dan kapabilitas dalam menjalankan pemerintahan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, etika dalam kehidupan pemerintahan, terkait

Page 10: POLITIK DINASTI

dengan timbulnya politik dinasti, memiliki peran yang sangat vital untuk menjaga tujuan pemerintah dalam mensejahterakan rakyat.Kajian kedua mengenai penerapan akhlak dan budi pekerti ini, politik dinasti ini sangat tidak sesuai dengan hal tersebut. Seharusnya dalam menentukan siapa yang berhak duduk dipemerintahan itu harus berdasarkan kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya bukan berdasarkan siapa yang membawanya kedalam pemerintahan. Peran akhlak dan budi pekerti sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai penyaring budaya – budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Budaya dalam hal ini adalah budaya yang marak terjadi ketika masa pra-reformasi yakni memasukan anggota keluarga kedalam pemerintahan. Akhlak dan budi pekerti dipakai sebagai filter sehingga politik dinasti ini sebaiknya tidak dilakukan di Indonesia karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang notabene Indonesia adalah negara yang demokrasi; negara yang mengizinkan setiap warga negaranya yang kompeten untuk berperan aktif dalam pemerintahan; bukan malah mengizinkan orang yang tidak sama sekali kompeten duduk di pemerintahan menjadi wakil rakyat, yang nantinya harus menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat, hanya karena status penting orang tuanya di pemerintahan.

Kajian ketiga mengenai kemultikulturalismean di negeri ini; belum lama ini, kira-kira satu tahun berselang, Indonesia mengalami keriuhan pesta demokrasi. Pada tahun 2009, secara nasional diadakan Pemilihan Umum untuk anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil

Page 11: POLITIK DINASTI

Presiden, dalam jangka waktu kepemimpinan selama lima tahun, yaitu 2009-2014. Proses ini memang memakan waktu yang cukup panjang dan biaya yang sangat besar, dilihatdari antusiasme media massa yang terus-menerus menampilkan huru-hara kampanye pemilu, profil para bakal calon, debat para kandidat, proses quick count (penghitungan cepat), sampai pada akhirnya terpilihlah para anggota dan presiden/wakil presiden. Salah satu pemberitaan yang didengungkan oleh media massa dan para ahli politik pun turut angkat bicara adalah mengenai dinasti politik. Dalam tulisan (Suparlan 2001a, 2001b), telah saya bahas dan tunjukkan bahwa cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun bertolak dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang menyejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah ‘masyarakat multikultural Indonesia’ yang bercorak ‘masyarakat majemuk’ (plural society). Corak masyarakat Indonesia yang ‘bhinneka tunggal ika’ bukan lagi keanekaragaman sukubangsa dan kebudayaannya, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah

Page 12: POLITIK DINASTI

ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (Fay 1996; Jary dan Jary 1991; Watson 2000). Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik tersebut (Reed 1997). Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, seperti terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi: ‘kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah’.Dinasti politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim kekuasaan politik atau aktor politik yang dijalankan secara turn-temurun atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun kerabat dekat. Rezim politik ini terbentuk dikarenakan concern yang sangat tinggi antara anggota keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti politik ini adalah kekuasaan. ¬ Dinasti politik di Indonesia sebenarnya adalah sebuah hal yang jarang sekali dibicarakan atau menjadi sebuah pembicaraan, padahal pada prakteknya dinasti politik secara sadar maupun tidak sadar sudah menjadi benih dalam perpolitikan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan. Dinasti politik sebenarnya adalah sebuah

Page 13: POLITIK DINASTI

pola yang ada pada masyarakat modern Barat maupun pada masyarakat yang meniru gaya barat. Hal ini dapat terlihat dalam perpolitikan di Amerika dan juga di Filipina. Dinasti politik tidak hanya tumbuh di kalangan masyarakat demokratis-liberal. Dilihat dari segi historis, dinasti kerajaan Hindu -Buddha serta dinasti kerajaan Islam pernah berkembang di Indonesia yang dimulai dari tahun 300M. Munculnya nilai-nilai luhur budaya dan adat istiadat kebiasaan yang berkembang di Indonesia saat ini, juga ditenggarai oleh faktor adanya dinasti-dinasti kerajaan di Indonesia. Pembangunan oligarki kepemimpinan partai politik dengan membangun trah atau dinasti politik sedang marak di Indonesia. Penyusunan calon anggota legislatif periode 2009 – 2014, dijadikan momentum mengukuhkan dinasti politik. Sifat koncoisme yang menjadi jatidiri rezim Orde Baru dan di kecam habis-habisan oleh kelompok kristis kala itu, kini dicontek dan dipraktekkan secara penuh oleh partai politik dalam menetapkan nomor urut jadi. Berdasarkan informasi sejumlah TV dan Koran nasional, banyak anak politikus/tokoh senior partai politik sudah diterjunkan untuk bertarung meraih kursi anggota legislatif periode 2009 – 2014. Ibarat pepatah, buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sebagai contoh, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah menurunkan Edhie Baskoro Yudhoyono untuk Dapil Jawa Timur VI (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi).Dinasti politik yang muncul di Indonesia menunjukkan beberapa asumsi bahwa dengan berkembangnya dinasti politik, maka kemungkinan besar, rakyat hanya akan disuguhkan aktor-aktor politik yang itu-itu saja yang berasal dari satu keluarga dan tidak jarang, kctor-

Page 14: POLITIK DINASTI

aktor tersebut menerapkan pola kelakuan politik yang sama mengingat berasal dari sebuah keluarga yang sama. Dinasti politik itu sendiri tidak sepenuhnya dipenuhi oleh hal-hal yang negative, ada pula dinasti politik yang positif dengan melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan dan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik dari pada generasi dinasti politik yang sebelumnya. Namun pada saat ini, bukankah fenomena dinasti politik bertentangan dengan pelaksanaan nilai-nilai dasar negara yang fundamental, yaitu demokrasi? Bagaimana dengan demokrasi di Indonesia? Bukankah seharusnya demokrasi menjadi jembatan pengikat dan jembatan masyarakat multikultur yang mengakkomodasi perbedaan-perbedaan dalam masyarakat? Ya, satu hal yang penting untuk diingat dan dipahami adalah bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultur. Multikulturalisme merupakan suatu konsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski di dalamnya ada kompleksitas perbedaan. Oleh karena itu, untuk menerapkan multikulturalisme menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk saling mengakui dan menghormati keanekaragaman identitas budaya yang dibalut semangat kerukunan dan perdamaian. Dengan fenomena dinasti politik yang saat ini terus mencuat dan berkembang, aktor-aktor politik yang muncul akan selalu “sama” dalam menerapkan pola kelakuan politiknya ke masyarakat. Dimana kemungkinan besar, dalam menerapkan suatu kebijakan, solusi, atau hal lainnya akan dipandang dari satu sisi saja, yaitu nilai yang diemban penuh oleh aktor-aktor politik tersebut. Padahal, Indonesia merupakan

Page 15: POLITIK DINASTI

bangsa multikultur, dimana semua kebutuhan dan perbedaan-perbedaan yang ada sebaiknya difasilitasi dan diwadahi oleh suatu toleransi yang mencakup keseluruhan, yang idealnya dimulai oleh pemerintah sendiri, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang kondusif, aman, dan sejahtera. Kajian keempat mengenai wilayah kenegaraan, seperti telah kita ketahui, Indonesia merupakan wilayah yang sangat luas dan berbentuk negara kepulauan. Tentunya, faktor negara kepulauan ini juga memiliki banyak sisi positif dan negatif dalam kenyataannya. Dalam upaya pembelaan tanah air, struktur geografis yang berbentuk kepulauan, membuat pemerintah negara sulit mengamati setiap pulau yang ada dalam wilayah kekuasaannya. Sehingga yang terjadi adalah seringkali pulau – pulau yang kita miliki “dicuri” atau diakui oleh negara lain.Ironisnya, negara kepulauan yang ada juga menimbulkan permasalahan lain. Secara etnis, atau kebudayaan, Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam budaya. Di setiap pulau yang berbeda, terdapat beberapa sub-kultur yang berbeda. Indonesia merupakan negara majemuk, namun "kata-kata" semangat persatuan, Indonesia patut diacungi jempol dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika” yang dimilikinya. Namun yang dikhawatirkan adalah semboyan yang ada kini mulai luntur dan "terlupakan" oleh bangsa kita. Perbedaan-perbedaan yang ada justru menimbulkan konflik antar budaya, seperti permasalahan ras, perbedaan agama, golongan, dan lain sebagainya. Jangan sampai tragedi Timor Leste terulang dalam kehidupan bangsa Indonesia ini.Perbedaan ini bukan hanya terjadi dalam kalangan

Page 16: POLITIK DINASTI

masyarakat. Dalam tingkat pemerintahan pun, hal yang serupa juga terjadi. Indonesia, yang menganut sistem multipartai, terdiri atas berbagai partai koalisi untuk mencapai kekuasaan. Idealnya, setelah para aktor politik masuk ke dalam “bangku” pemerintahan, maka setiap aktor politik harus “mencopot baju” partai milik mereka dan “mengenakan baju” nasional mereka. Namun kenyataannya, perbedaan antar partai tersebut memperuncing berbagai permasalahan yang ada, sehingga pemerintah berjalan tidak efektif sebagaimana mestinya.Instabilitas politik, ketidakpercayaan terhadap sesama aparat pemerintah, ikut menambah gejolak politik Indonesia. Pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengatasi permasalahan diferensiasi sosial kini “ikut – ikutan” dalam membeda–bedakan antara satu dengan yang lainnya. Tokoh dari parpol “A” bertentangan pendapatnya dengan tokoh parpol “B", demikian seterusnya. Kesamaan perspektif yang diharapkan semakin sulit ditemukan. Sehingga pemerintah semakin sulit mempertahankan wilayah Indonesia yang suatu waktu terpecah belah ini. Oleh karenanya, muncullah suatu solusi yang sangat “booming” tentang bagaimana menjalankan pemerintahan yang “sejalan”. Pemerintah kembali melakukan praktek politik dinasti, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi konflik daerah. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, dinasti merupakan model perpolitikan yang terjadi pada zaman monarchy (kerajaan) di mana anggota rezim–rezim suatu pemerintahan merupakan anggota keluarga dan kerabat dekat dari sang raja atau kepala pemerintahan pada masa itu. Hal ini pernah diterapkan oleh Indonesia dan

Page 17: POLITIK DINASTI

masih terus menjalar sampai dengan masa orde baru, di mana pengangkatan aparatur pemerintah diangkat langsung oleh kepala pemerintahan. Setelah beberapa waktu, hal yang disinggung sebagai KKN (terutama nepotisme) ini dianggap tidak efektif, walau pun praktik KKN sempat terhapuskan. Munculah era reformasi, di mana aparatur pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat. Nuansa demokrasi kembali lebih terasa, dan KKN dapat diminimalisasi. Namun sekarang, isu KKN kembali melejit kembali, terutama disebabkan karena penyalahgunaan konsep otonomi daerah. Disebutkan dalam UU no. 32 tahun 2004 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, bahwa daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini sering disalahgunakan dengan cara mengangkat kader–kader yang merupakan anggota keluarga atau kerabat dekat.Kasus–kasus dinasti politik ini juga semakin banyak dijumpai, contoh kasus pada masa periode pemilihan anggota legislatif 2009–2014, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah menurunkan Edhie Baskoro Yudhoyono untuk Dapil Jawa Timur VI (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi); Theo L. Sambuaga politikus senior Partai Golkar melepas anaknya Jerry A.K. Sambuaga di Dapil Jakarta III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu), dan masih banyak lagi. Tentunya ada sisi positif dan sisi negatif dari politik dinasti ini. Dikaji secara positif, "konflik interest" terhadap sesama aparatur pemerintah dapat ditekan, karena sama–sama berasal dari satu kalangan, permasalahan di daerah–daerah dapat ditekan dan dapat diselesaikan lebih cepat. Negatifnya, praktik politik

Page 18: POLITIK DINASTI

dinasti ini, disadari atau tidak, menutup kesempatan bagi kader–kader muda non-kerabat ikut berpartisipasi aktif dalam dunia perpolitikan; memberikan kesempatan yang sangat minim bagi anggota masyarakat umum untuk menjadi partisipan yang aktif, sehingga aktor politik menjadi statis; hanya dari kalangan tertentu saja.Kajian kelima ini menitikberatkan pada keempat konsepsi mengenai negara, konstitusi, kedaulatan, dan pendidikan demokrasi; seolah membentuk mata rantai dependensi. Bahwa negara dengan seperangkat sarana penunjang termasuk pemerintahan yang berlandaskan konstitusi kokoh merujuk pada sistem pengaturan kedaulatan terus menerus mereorientasikan pada pendidikan demokrasi menuju kondisi negara-bangsa Indonesia seutuhnya.Umumnya, negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara pun dapat mengintegrasikan dan membimbing penduduk ke arah tujuan bersama dari masyarakat seluruhnya. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum termasuk di dalamnya konstitusi dan dengan perantaraan pemerintah beserta alat kelengkapannya. Negara pun mempunyai sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lain; memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.Constituency is the manner by which the state defines groups of citizens for the purposed electing a political representative (s); is conceptually prior to voting. Konstitusi tidak terlepas dari undang-undang, hanya

Page 19: POLITIK DINASTI

saja konstitusi telah berkembang sebelum undang-undang dasar pertama dirumuskan, dengan ide pokok untuk membatasi kekuasaan pemerintah dalam penyelenggaraan tidak sewenang-wenang. Dengan adanya konstitusi, menurut Walter F Murphy, sangat menjunjung tinggi kehormatan atau harga diri manusia sebagai prinsip utamanya. Konstitusi menjadi instrumen yang sangat penting be dengan tugas peradaban dari demokrasi tersebut (Demokrasi Besi, Donny Gahral Adian).Kedaulatan yang merupakan salah satu unsur negara terdefinisikan sebagai kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara mempunyai kekuasaan tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar menaati undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam-internal sovereignity). Di samping itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignity), untuk itu negara menuntut loyalitas mutlak dari warga negaranya. Kedaulatan merupakan suatu konsep yuridis dan konsep kedaulatan ini tidak selalu sama dengan komposisi dan letak dari kekuasaan politik. Kedaulatan yang bersifat mutlak sebenarnya tidak ada, sebab pemimpin kenegaraan (raja atau diktator) relalu terpengaruh oleh tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi penyelenggaraan kekuasaan secara mutlak. Apalagi dalam menghadapi masalah dalam hubungan internasional; perjanjian-perjanjian internasional pada dasarnya membatasi kedaulatan suatu negara. Kedaulatan umumnya tidak dapat dibagi-

Page 20: POLITIK DINASTI

bagi, tetapi dalam negara federal sebenarnya kekuasaan dibagi antara negara dan negara-negara bagian.Dalam buku lain disimpulkan 4 kritera kedaulatan teritori, yaitu:• Territorial districts would not or should not represent local communities of interest.• Territorial districts would not or should not protect real property interests.• Territorial districts would not or should not foster attachment to the national government.• Territorial districts would not or should not enable citizen to consent to their electoral constituency.Menata demokrasi melalui pendidikan bukanlah pekerjaan gampang, kendati negara-negara AS dan Eropa, pendidikan demokrasi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional negara tersebut, pelajaran berharga bahwa adanya keterkaitan antara sikap-sikap demokratis dengan program pendidikan demokrasi (civic education) melalui jalur formal. John Sibarani, peneliti politik Lembaga Kajian Demokrasi Leksika, Jakarta, menuturkan bahwa bagi negara transisi menuju demokrasi seperti Indonesia, pendidikan kewarganegaraan yang mampu memperkuat barisan masyarakat sipil yang beradab dan demokratis amat penting dilakukan. Pendidikan kewarganegaraan, menurutnya, bukanlah barang baru dalam sejarah pendidikan nasional, sejak era Soekarno dikenal pendidikan civic, era Soeharto dengan berbagai nama dan tingkatan. "Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orba hingga kini adalah fakta gagalnya pendidikan kewarganegaraan

Page 21: POLITIK DINASTI

masa lalu" ujarnya. Adi Nugroho, pengajar komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang, mengatakan upaya reformasi atas Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) nasional sudah saatnya dilakukan secara mendasar meliputi konsep, orientasi, materi, metode, dan evaluasi pembelajarannya. Ke depan PKn diarahkan untuk membamgun daya kreativitas dan inovasi peserta didik melalui pola-pola pendidikan yang demokratis dan partisipatif, serta metode indoktrinatif masa lalu sudah harus dicabut dan diganti dengan metode pembelajaran berorientasi pada peserta didik dan antar peserta didik dengan guru sama-sama mempraktikkan demokrasi berbasis pengembangan berfikir kritis. Ditutup dengan evaluasi pembelajaran yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan orientasi pada sistem pembelajaran yang demokratis, menurut pengamatan Education and Culture Society Foundation, Jakarta.Lalu, mari kita ikut menyiapkan para pemimpin itu melalui pendidikan politik yang sehat, paling kurang melalui sekolah yang bernama "masyarakat".Toh, pada akhirnya masa depan demokrasi ada di tangan masyarakat, bukan partai politik.

Page 22: POLITIK DINASTI

Politik dinasti adalah upaya untuk mengekalkan kekuasaan para penguasa melalui kaderisasi saudara-saudara maupun kerabat-kerabatnya. Hal tersebut menjadi fenomena nyata dalam kehidupan politik di Indonesia sekarang, baik di tingkat daerah maupun nasional. Secara hukum maupun prinsip demokrasi, hal tersebut tidak disalahkan, karena semua warga negara memiliki hak sepadan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin politik, termasuk saudara/kerabat dari penguasa sebelumnya. Akan menjadi hal yang baik apabila calon tersebut adalah benar-benar orang yang kompeten. Namun sebaliknya akan menjadi masalah apabila calon tersebut hanya mendompleng nama kerabat penguasanya untuk mencalonkan diri, tanpa kemampuan yang mumpuni.

Dampak negatif lainnya tentang politik dinasti adalah akan mengurangi kesempatan warga lainnya yang

Page 23: POLITIK DINASTI

‘mungkin’ lebih pantas untuk berpartisipasi dalam kepemimpinan politik. Dan apabila terjadi, dapat dipastikan kolusi dan nepotisme makin tumbuh subur dalam politik dinasti demikian.Tidak ada hukum yang menyalahkan politik dinasti. Demokrasi selalu menyerahkan pilihan kepada rakyat. Mau pemimpin yang berdinasti atau tidak, semua tergantung rakyat. Oleh karena itu, agar dapat terpilih pemimpin yang baik, seharusnya seluruh rakyat Indonesia memiliki kecerdasan politik. Kecerdasan ini sangat tergantung pada pendidikan politik yang ada.

Definisi pendidikan politik mengandung tiga syarat penting, yakni: Pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.

Seluruh komponen bangsa perlu melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat hingga ke pelosok daerah dalam rangka menjaring calon pemimpin nasional (Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, Jakarta, 28/11/08). Pernyataan di atas memang benar. Pendidikan dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, asalkan tepat untuk menciptakan kecerdasan. Pendidikan politik juga selayaknya disampaikan melalui LSM, pemuka agama, tokoh masyarakat, serta pemimipin informal agar lebih efisien dan efektif.

Page 24: POLITIK DINASTI

Namun kenyataan yang ada, pendidikan politik Indonesia masih belum sampai pada pelaksanaan dan implementasi yang ideal. Pihak pertama pendidik politik, partai politik, oleh Antonio Gramsci dikategorikan sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil (Roger Simon, 1999), diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai Instrumen Of Political Education dengan baik dan benar, sesuai amanat yang tertuang dalam pasal 11 huruf A UU No. 2 Tahun 2008, tentang Partai Politik. Akan tetapi, pendidikan politik yang dilakukan parpol sangat berbau kepentingan golongan belaka. Inilah yang membuat rakyat tidak menyadari prinsip demokrasi yang menyeluruh.

Pihak utama pendidik politik lainnya, menurut Ketua DPP PPP Lukman Hakim Syaefuddin mengatakan bahwa pemerintah menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tugas pendidikan politik secara makro karena memiliki dukungan finansial dan infrastruktur yang akan membuat pelaksanaannya lebih efektif. Pendapat tersebut disampaikan di Jakarta (8/9/10). Tapi hal yang sama terjadi, pelaksanaan oleh pemerintah belum konkret. Dibutuhkan komitmen tinggi para petinggi pemerintahan untuk melakukannya.

Selanjutnya, pendidikan politik oleh lembaga pendidikan. Indonesia membutuhkan lembaga independen seperti perguruan tinggi untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat setelah partai politik saat ini gagal menjalankan fungsi tersebut. Namun kondisinya perguruan tinggi dan sekolah saat ini justru mematikan wawasan politik dengan hanya memfokuskan diri hanya kepada pendidikan kognitif.

Page 25: POLITIK DINASTI

Dampaknya tingkat kedewasaan demokrasi warga dan masyarakat politik di Indonesia tidak terjadi (Yudi Latif, Bandung, 18/11/10).

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai salah satu pendidik politik di Indonesia ternyata berperan lebih besar dalam mencerdaskan kesadaran politik masyarakat ketimbang parpol. Sudah banyak berdiri LSM yang berorientasi pada pengawasan kinerja pemerintahan dan pemilihan umum, yang paling tidak sudah dapat menjelaskan definisi demokrasi kepada masyarakat.

Lalu ada sebuah artikel dari internet berjudul: Iwan Fals vs Oom Pasikom, Media Pendidikan Politik Alternatif. Judul tersebut sangat menggelitik. Masyarakat sepertinya sudah mual dengan situasi politik yang ada, sehingga berupaya mengembangkan media alternatif untuk mengajarkan masyarakat luas mengenai politik ideal. Lagu-lagu Iwan Fals dan cerita komik Oom Pasikom mampu tampil menarik dan tajam dalam mengkritisi keadaan yang ada. Dan terbukti, cara mereka lebih efektif daripada cara-cara parpol dan pemerintah untuk mencerdaskan kesadaran politik bangsa.

Politik dinasti memiliki banyak dampak negatif bagi keberlangsungan politik Indonesia. Namun sistem yang ada tidak melarang hal tersebut. Demokrasi sebagai sistem yang ada, menyerahkan pilihannya kepada rakyat. Rakyat yang cerdas pastinya mampu memilih pemimpin yang berkualitas. Pencerdasan ini sudah dirintis oleh berbagai pihak untuk memperbaiki keadaan

Page 26: POLITIK DINASTI

yang ada. Alangkah baiknya jika kita turut serta dalam upaya pendidikan politik, dan tetap optimis untuk politik Indonesia yang madani.

DAFTAR PUSTAKAhttp://www.partaigerindra.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1201&Itemid=28, 27 November 2010.http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=62199, 27 November 2010.http://www.sumbawanews.com/berita/opini/parpol-dan-pelaksanaan-pendidikan-politik.html, 27 November 2010.http://www.pikiran-rakyat.com/node/127549, 27 November 2010.http://umum.kompasiana.com/2009/02/01/pendidikan-politik-rakyat/, 27 November 2010.http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2064423-iwan-fals-vs-oom-pasikom/, 27 November 2010.

Pengarang : Slamet Soemiarno dkkData Publikasi : Soemiarno, Kartono dkk. 2010.Buku Ajar III Bangsa, Budaya, dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI

Page 27: POLITIK DINASTI

Dalam system demokrasi, dimana suara rakyat adalah suara yang menentukan nasib bangsa, apabila dikaitkan dengan dinasti politik, maka secara prinsipil hal tersebut merupakan sebuah hal yang lumrah dan diperbolehkan untuk dilakukan. Dinasti politik secara sederhana memang dapat diartikan sebagai sebuah penggunaan hak-hak politik rakyat dalam “boleh memilih dan dipilih”. Hal itu dibolehkan, karena subjek dari dinasti politik tersebut pastilah warga Negara atau dengan kata lain salah satu dari rakyat yang memenuhi persyaratan dalam penggunaan hak politiknya sehingga ak tersebut dapat digunakan.Tapi dinasti politik disini juga dapat dilihat sebagai sebuah pisau yang bermata dua, dimana hal tersebut merupakan sebuah kemacetan “Bottle neck” dari sebuah penggunaan hak warga Negara lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari asumsi, bahwa dengan berkembangnya dinasti politik, maka kemungkinan besar, rakyat hanya akan disuguhkan actor-aktor politik yang itu-itu saja yang berasal dari satu keluarga dan tidak jarang, actor-aktor tersebut menerapkan pola kelakuan politik yang sama mengingat berasal dari sebuah keluarga yang sama.Yang menjadi permasalahan utama politik dinasti–begitu yang penulis sebut—adalah politik dinasti sebenarnya ditentukan oleh generasi pertama dalam sebuah dnasti tersebut, dimana hal tersebut akan menjadi sebuah tolak ukur bagi rakyat, apakah pada generasi pertama tersebut, dalam menjalankan peran politiknya, mampu untuk mengejawantahkannya secara benardalam menyejahteraakan rakyat dan memberikan pendidikan politik kepada rakyat, ataukah justru generasi pertama tersebut malah merusak tatanan kehidupan bernegara dan berbangsa. Hal itulah yang akan menjadi factor utama penerimaan masyarakat terhadap bentuk dinasti politik atau pilitik dinasti tersebut. Tapi tak jarang juga sebuah politik dinasti justru lahir untuk membetulkan kesalahan-kesalahan dari generasi-generasi sebelumnya yang dianggap gagal. Tapi semua itu akan menjadi hak rakyat dalam sebuah system demokrasi, apakah akan merestui terbentuknya politik dinasti tersebut ataukan malah akan menolak politik dinasti tersebut.Dinasti Politik dan KorupsiDalam melihat aspek penyelewengan kekuasaan yang berorientasi terhadap keuntungan pribadi dalam aspek dinasti politik dalam system demokrasi. Kita seharusnya dapat melihat terlebih dahulu mengenai definsisi korupsi itu sendiri secara baku. Dalam hal ini penulis memperluas cakupan korupsi itu sendiri dengan mendampingkannya terhadap dua aspek penyelewengan lainnya, yaitu kolusi dan nepotisme. Penulis melihat pada dasarnya Korupsi adalah sebuah penyelewengan, sehingga kolusi dan nepotisme merupakan sebuah hal yang merupakan kelanjutan dari korupsi itu tersebut.

Page 28: POLITIK DINASTI

Apabila memakai asumsi tersebut dipakai, maka dinasti poltik adalah sebuah mekanisme yang sangat rentan terhadap korupsi tersebut. Hal ini akan terlihat sangat jelas dengan llogika bahwa seseorang yang duduk dalam bangku kekuasaan akan memprioritaskan kerbat dekatnya atau keluarganya untuk juga bisa mendapatkan kekuasaan atau dalam level terkecil mendapatkan jabatan sebagai aparatur Negara atau lingkup-lingkup dibawahnya.Menilik dari adagium Lord Acton tersebut, dinasti politik yang berpola seperti diatas akan terlihat sebagai sebuah penyalahgunaan wewenang dan otoritas, yang tentu sja hal itu merupakan sebuah bentuk korupsi (KKN). Dalam lingkup sederhana sebenarnya dinasti politik dapat dibenarkan, dengan cara memberikan pembelajaran politik terhadap kerabat terdekat atau bahkan keluarga agar jiwa politik yang didasarkan pada pemahaman tata kehidupan bernegara dan berbangsa dapat tumbuh di kalangan kerabat terdekat maupun keluarga. Sehingga dalam pembahasan dinasti politik dan korupsi tersebut lebih menitik beratkan kepada actor politiknya itu sendiri, apakah mereka membangun sebuah dinasti politik berdasarkan kesadaran untuk menciptakan tata kehidupan bernegara dan berbangsa dengan baik dan benar ataukah membangun sebuah dinasti politik dengan kesadaran untuk mempertahankan kekuasaan yang orientasinya adalah keuntungan pribadi.