pola pemanfaatan amed

4
POLA PEMANFAATAN CSRD AMED BERBASIS TERUMBU KARANG I. Pendahuluan Amed terletak di sudut Tenggara Bali, sekitar 2-3 jam dari Denpasar. Pemandangan di Amed adalah tanjung-tanjung yang menghadap teluk, seiring berjajarnya perahu nelayan. Perekonomian lokal sangat didukung oleh ternak, pertanian dan jagung, perikanan, dan industri pariwisata, terutama untuk wisata snorkeling dan menyelam. Ada beberapa operator penyelaman, sekitar 10-20 yang beroperasi di Amed. Jumlah tersebut tidak termasuk operator yang berbasis di kota lain di Bali yang menjadikan Amed sebagai salah satu tujuan mereka dalam mengantar tamu untuk menyelam/snorkeling. Lebih dari 50 hotel/homestay yang ada untuk mendukung industri wisata di Amed. Jauh dari Kuta yang ramai, daerah ini menawarkan pemandangan indah di atas dan bawah air, serta liburan yang menyenangkan bagi pecinta laut. Namun, seperti banyak tempat di Indonesia, belum ada upaya maksimal dalam mengelola terumbu karang yang keberlanjutan dan manfaatnya bagi masyarakat setempat. Belum adanya sistem manajemen pariwisata aktual yang terkait langsung dengan orang-orang berkepentingan dan tentunya lingkungan. Sebagai contoh, masih adanya tali pancing yang tersangkut atau tertinggal di bawah air, dimana membelit karang, dan juga ada beberapa laporan dari penyelam yang terjerat oleh “bekas” tali pancing ini. Kasus ini menunjukkan bahwa kurang ada komunikasi dan pemahaman antar nelayan dan industri pariwisata yang ada. Daerah ini juga harus mulai mengelola limbah padat, dan menghindari untuk membuang sampah di pantai dan air dengan tumpukan sampah plastik atau mengambang. Selain itu, tidak diatur pariwisata dan kegiatan penangkapan ikan berpotensi merusak terumbu. Tidak ada kode etik yang diterapkan, sehingga adanya praktek penurunan jangkar di terumbu adalah umum, khususnya bagi nelayan. Ada juga kekhawatiran bahwa praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak akan menjadi masalah. Bali adalah salah satu sumber terbesar untuk ikan akuarium, salah satunya adalah sebuah desa yang terletak sekitar 40 km Utara Amed. Tanpa kerjasama yang jelas dan pembagian keuntungan antara industri pariwisata dan masyarakat, kondisi terumbu karang; sumber mata pencaharian mereka; akan tidak bertahan lama. Kebutuhan untuk mengurangi dampak di daerah ini bahkan lebih mendesak, seperti terumbu berada dalam proses pemulihan sebelum peristiwa pemutihan masal pada bulan Mei 2009. Dengan prediksi El Nino tahun 2010, ada potensi bahwa terumbu karang mungkin menghadapi ancaman pemutihan kedua. Partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan lokal untuk merawat terumbu adalah kunci tanggap terhadap dampak perubahan iklim. Belum ada angka resmi berapa banyak kunjungan Amed penyelam. Dengan estimasi kasar 4 pengunjung/hari selama sekitar 20 operator selam,

Upload: hv-iqbal-muchammad

Post on 17-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pole

TRANSCRIPT

Page 1: Pola Pemanfaatan Amed

POLA PEMANFAATAN CSRD AMED BERBASIS TERUMBU KARANG

I. Pendahuluan

Amed terletak di sudut Tenggara Bali, sekitar 2-3 jam dari Denpasar. Pemandangan di Amed adalah tanjung-tanjung yang menghadap teluk, seiring berjajarnya perahu nelayan. Perekonomian lokal sangat didukung oleh ternak, pertanian dan jagung, perikanan, dan industri pariwisata, terutama untuk wisata snorkeling dan menyelam. Ada beberapa operator penyelaman, sekitar 10-20 yang beroperasi di Amed. Jumlah tersebut tidak termasuk operator yang berbasis di kota lain di Bali yang menjadikan Amed sebagai salah satu tujuan mereka dalam mengantar tamu untuk menyelam/snorkeling. Lebih dari 50 hotel/homestay yang ada untuk mendukung industri wisata di Amed.

Jauh dari Kuta yang ramai, daerah ini menawarkan pemandangan indah di atas dan bawah air, serta liburan yang menyenangkan bagi pecinta laut. Namun, seperti banyak tempat di Indonesia, belum ada upaya maksimal dalam mengelola terumbu karang yang keberlanjutan dan manfaatnya bagi masyarakat setempat.

Belum adanya sistem manajemen pariwisata aktual yang terkait langsung dengan orang-orang berkepentingan dan tentunya lingkungan. Sebagai contoh, masih adanya tali pancing yang tersangkut atau tertinggal di bawah air, dimana membelit karang, dan juga ada beberapa laporan dari penyelam yang terjerat oleh “bekas” tali pancing ini. Kasus ini menunjukkan bahwa kurang ada komunikasi dan pemahaman antar nelayan dan industri pariwisata yang ada. Daerah ini juga harus mulai mengelola limbah padat, dan menghindari untuk membuang sampah di pantai dan air dengan tumpukan sampah plastik atau mengambang. Selain itu, tidak diatur pariwisata dan kegiatan penangkapan ikan berpotensi merusak terumbu. Tidak ada kode etik yang diterapkan, sehingga adanya praktek penurunan jangkar di terumbu adalah umum, khususnya bagi nelayan. Ada juga kekhawatiran bahwa praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak akan menjadi masalah. Bali adalah salah satu sumber terbesar untuk ikan akuarium, salah satunya adalah sebuah desa yang terletak sekitar 40 km Utara Amed. Tanpa kerjasama yang jelas dan pembagian keuntungan antara industri pariwisata dan masyarakat, kondisi terumbu karang; sumber mata pencaharian mereka; akan tidak bertahan lama.

Kebutuhan untuk mengurangi dampak di daerah ini bahkan lebih mendesak, seperti terumbu berada dalam proses pemulihan sebelum peristiwa pemutihan masal pada bulan Mei 2009. Dengan prediksi El Nino tahun 2010, ada potensi bahwa terumbu karang mungkin menghadapi ancaman pemutihan kedua. Partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan lokal untuk merawat terumbu adalah kunci tanggap terhadap dampak perubahan iklim.

Belum ada angka resmi berapa banyak kunjungan Amed penyelam. Dengan estimasi kasar 4 pengunjung/hari selama sekitar 20 operator selam, kami menghitung bahwa setidaknya 29.000 penyelam mengunjungi daerah tersebut/tahun. Berdasarkan pendekatan CRSD (Coral Reef Sustainable Destination), kita dapat mengajak mereka untuk dapat memberikan manfaat positif bagi terumbu dan masyarakat.

II. Pola Pemanfaatan dan Kegiatan

Aktifitas dalam pengelolaan Pariwisata Amed dan sekitarnya dalam rangka pemanfaatan yang berkelanjutan dapat dibagi dalam beberapa aspek, yaitu Konservasi, Penggalangan Dana dan Publikasi & Media serta Perawatan & Pengawasan. Berikut ini ulasan dari setiap aspek kegiatan:

1. Konservasi

Konservasi merupakan ide awal inisiasi AMED CSRD, dimana telah disebutkan adanya inisiatif dan kesadaran para pengelola pariwisata dan masyarakat untuk melakukan pengelolaan wilayah. Hal tersebut kedepannya dapat diikuti dan ditunjang oleh beberapa kegiatan, antara lain:

1. Reef Resilience Survey

Survey daya lenting terumbu dimana dilakukan untuk mengetahui dan melihat kondisi daya tahan dan kesehatan ekosistem terumbu karang secara rutin. Dari hasil survey ini juga, dapat dilihat beberapa jenis karang yang dapat tahan terhadap ancaman pemanasan global. Karena kemunculan beberapa jenis karang yang bleaching banyak ditemui di Amed.

Terdapat 3 (tiga) titik survey: Jemeluk, Lipah dan Japanese Shipwreck

Diharapkan dengan adanya survey rutin (yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Reef Check), kondisi kesehatan terumbu karang yang menyangkut kehadiran ikan dan biota-biota (hewan-hewan) di dalamnya, dapat dipantau untuk dijaga kelestariannya.

Page 2: Pola Pemanfaatan Amed

2. Underwater & Beach Clean Up

Selain pemantauan melalui monitoring terumbu karang, pengelolaan juga mengarah ke pengelolaan terhadap sampah yang ada di wilayah Amed. Hal itu dikarenakan, sampah adalah masalah dan ancaman yang serius terhadap ekosistem terumbu karang yang sama-sama diketahui bahwa karang sangat rentan dan rapuh terhadap segala masukan dan buangan segala macam sampah ke laut. Oleh karena itu, perlu adanya managemen pengelolaan untuk pelaksanaan Underwater & Beach Clean Up secara rutin, disamping juga diadakannya penyuluhan akan kepedulian masyarakat tentang sampah. Hal ini akan lebih mudah karena sudah ada beberapa tempat sampah di beberapa tempat.

Dengan adakannya kegiatan secara rutin dan terorganisir, diharapkan ekosistem akan dapat berfungsi sebagaimanalayaknya, serta dapat menjadi nilai estetika lebih terhadap perspektif pandangan tamu terhadap pengelolaan sampah di wilayah wisata Amed dan sekitarnya sebagai tempat ekowisata yang bersih dan asri, serta bebas sampah.

2. Penggalangan Dana

Sejauh ini belum ada penggalangan dana yang terorganisir dan transparan. Dengan adanya ide dari beberapa pengelola dive center untuk mulai melaukan penggalangan dana, merupakan hal positif untuk dapat melakukan beberapa ide untuk penggalangan dana. Penjualan kaos, adopsi artificial reef, entrance fee merupakan beberapa contoh untuk penggalangan dana.

a. Merchandise

Salah satu metode, praktik, dan operasi yang digunakan untuk mempromosikan dan mempertahankan kategori dan keistimewaan wisata Amed. Dan dalam arti luas, merchandise juga diharapakan memberikan kontribusi penjualan produk untuk konsumen ritel. Merchandise mengacu pada berbagai produk yang tersedia untuk dijual dan tampilan produk tersebut sedemikian rupa sehingga merangsang minat dan membujuk pengunjung untuk melakukan pembelian.

Dalam pengelolaan CSRD Amed, dapat diterapkan beberapa merchandise seperti: aneka kaos, pin, gantungan kunci, topi, dll

b. Entrance Fee (misal) “The CSRD Amed Entrance Fee”

Diterapakan ke pengunjung/tamu (penyelam dan non-penyelam) yang akan membayar biaya masuk. Dapat dibedakan biaya pengunjung asing dan domestic, dimana Tag Entrance Fee dapat berlaku selama setahun. Perlu disusunnya Peraturan Pemerintah (misal SK Bupati) untuk menetapkan kelegalan Tag Entrance Fee.

Sistem tarif masuk ini diadaptasi dari sistem Taman Laut Bunaken yang terkenal, dan hasil dari penjualan tarif masuk tersebut dikelola oleh Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken (DPTNB), suatu badan gabungan para pemangku kepentingan.

Dukungan dan kerja sama dengan pengunjung dalam bentuk ini yaitu dalam system pembayaran masuk ini seolah menjawab tantangan biaya konservasi habitat Amed yang luar biasa besarnya, dan biaya masuk adalah suatu kontribusi berharga dalam penyelamatan karang-karang Amed.

Contoh di Taman Nasional Bunaken:

c. Adopted Artificial Reef

Pembentukan CSRD Amed dan tim pengelolanya dimotori secara aktif, dan dibiayai oleh penggalangan dana setempat, tanpa dana proyek, dari tahun 2009 sampai 2010. Hal ini membuat tingginya tingkat pemilikan para pemangku kepentingan setempat terhadap Kegiatan CSRD Amed dan pemeliharannya.

Page 3: Pola Pemanfaatan Amed

Namun di lain pihak, keterbatasan dana dan sumber daya juga memberikan keterbatasan terhadap implementasi rencana dan pengembangan ide pengelolaan. Apalagi, sebagian besar penduduk (dan wisatawan) masih membutuhkan upaya penyadaran terhadap lingkungan.

Salah satu upaya yang tengah dilakukan untuk menggalang dana konservasi adalah pengembangan pariwisata berbasis konservasi. Peluang ini ditangkap oleh perkumpulan pengelola pariwisata dan pemerintah desa untuk mengembangkan adopsi terumbu karang sekaligus sebagai alat penggalangan dana konservasi.

Jenis-jensi Artificial yang dapat diterapkan: Hexadome, Roti Buaya dan Rockpale

3. Publikasi & Media

Letak kawasan CSRD Amed sangat strategis yaitu berada antara Tulamben dan Candidasa, dan diharapkan dapat dikelola dengan maksimal sehingga dapat menjadi salah satu tujuan wisata berbasis terumbu karang yang bekelanjutan. Dengan perkembangan teknologi, perlu juga dikembangkan peningkatan publikasi kegiatan CSRD Amed melalui media, yaitu publikasi untuk kegiatan pengelolaan melalui website. Dalam hal ini publikasi dapat “dititipkan” kesetiap website dive center atau pengelola pariwisata yang telah ada. Dalam publikasi juga dapat dilampirkan dan peluang untuk pihak lain melakukan donasi untuk kegiatan CSRD Amed.