pltsa

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Limbah padat atau sampah, istilah ini diberikan kepada barang-barang atau bahan-bahan buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak terpakai dalam bentuk padat. Sampah merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sampah dapur (organik) maupun bahan-bahan berbahaya yang banyak dibuang oleh pabrik dan rumah tangga yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang maupun yang tidak dapat didaur ulang. Dampak negatif dari sampah dapat terjadi di tempat penampungan sementara (TPS) yang terdapat di setiap wilayah seperti di setiap RW atau Kelurahan, pasar dan sebagainya maupun di tempat penampungan akhir (TPA). Dampak negatif di TPS biasanya dalam bentuk bau yang kurang sedap karena terjadi penguraian secara anaerob, kumpulan lalat di atas sampah yang dapat menimbulkan berjangkitnya penyakit dan estetika. Tempat penampungan sampah akhir (TPA) dalam bentuk penimbunan sampah terbuka akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar karena selain bau yang tidak sedap yang berasal dari penguraian secara anaerob dari komponen-komponen sampah, seperti gas H2S, NH3, CH4 juga dapat terjadi rembesan dari proses 1

Upload: andika-wicaksono

Post on 24-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PLTSampah

TRANSCRIPT

Page 1: PLTSa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Limbah padat atau sampah, istilah ini diberikan kepada barang-barang  atau

bahan-bahan buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak

terpakai dalam bentuk padat. Sampah merupakan campuran dari berbagai bahan baik

yang tidak berbahaya seperti sampah dapur (organik) maupun bahan-bahan berbahaya

yang banyak dibuang oleh pabrik dan rumah tangga yang dapat digunakan kembali

atau didaur ulang maupun yang tidak dapat didaur ulang.

Dampak negatif dari sampah dapat terjadi di tempat penampungan sementara

(TPS) yang terdapat di setiap wilayah seperti di setiap RW atau Kelurahan, pasar dan

sebagainya maupun di tempat penampungan akhir (TPA). Dampak negatif di TPS

biasanya dalam bentuk bau yang kurang sedap karena terjadi penguraian secara

anaerob, kumpulan lalat di atas sampah yang dapat menimbulkan berjangkitnya

penyakit dan estetika. Tempat penampungan sampah akhir (TPA) dalam bentuk

penimbunan sampah terbuka akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar

karena selain bau yang tidak sedap yang berasal dari penguraian secara anaerob dari

komponen-komponen sampah, seperti gas H2S, NH3, CH4 juga dapat terjadi

rembesan dari proses “leaching” logam-logam berbahaya ke dalam air tanah atau

sumber air.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:

1. Sebagai bahan kajian mengenai dampak pencemaran lingkungan karena sampah.

2. Sebagai cara untuk mencari berbagai cara untuk menanggulangi dampak

pencemaran sampah.

3. Sebagai pedoman untuk mempelajari teknologi PLTSa.

1.3. RUANG LINGKUP

Makalah ini membahas mengenai pencemaran lingkungan karena sampah dan

teknologi PLTSa dalam pengelolaan sampah.

1

Page 2: PLTSa

BAB II

ANALISIS PERMASALAHAN

3.1. PEMBAHASAN

3.1.1. Pengertian Sampah dan Pengelolaan Sampah

Menurut UU Republik Indonesia No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan zaherí-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Sedangkan pengertian pengelolaan sampah berdasarkan UU Republik

Indonesia No. 18 tahun 2008 adalah kegiatan yang sistematis , menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

3.1.2. Pencemaran Lingkungan karena Sampah

Sampah merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya

seperti sampah dapur (organik) maupun bahan-bahan berbahaya yang banyak dibuang

oleh pabrik dan rumah tangga yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang

maupun yang tidak dapat didaur ulang.

Dengan meningkatnya populasi penduduk di setiap daerah/kota maka jumlah

sampah yang dihasilkan setiap rumah tangga makin meningkat. Hal ini menjadi

masalah besar bagi kota-kota besar yang padat penduduknya seperti Jakarta, Surabaya

dan lain-lainnya untuk menangani masalah yang dihasilkan setiap hari.

Secara umum komposisi dari sampah di setiap kota bahkan negara hampir

sama yaitu:

Kertas dan katun±

35 %

Logam±

7 %

Gelas±

5 %

Sampah halaman dan dapur±

37 %

2

Page 3: PLTSa

Kayu±

3 %

Plastik, karet, dan kulit±

7 %

Lain-lain ± 6 %

3.1.3. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Sampah

Dampak negatif dari sampah dapat terjadi di tempat penampungan sementara

(TPS) yang terdapat di setiap wilayah seperti di setiap RW atau Kelurahan, pasar dan

sebagainya maupun di tempat penampungan akhir (TPA). Dampak negatif di TPS

biasanya dalam bentuk bau yang kurang sedap karena terjadi penguraian secara

anaerob, kumpulan lalat di atas sampah yang dapat menimbulkan berjangkitnya

penyakit dan estetika. Tempat penampungan sampah akhir (TPA) dalam bentuk

penimbunan sampah terbuka akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar

karena selain bau yang tidak sedap yang berasal dari penguraian secara anaerob dari

komponen-komponen sampah, seperti gas H2S, NH3, CH4 juga dapat terjadi

rembesan dari proses “leaching” logam-logam berbahaya ke dalam air tanah atau

sumber air.

Dampak terhadap Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah

yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme

dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat

menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah

terjangkitnya penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus

yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air

minum, penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah

yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi

Dampaknya akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi

masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah

bertebaran dimana-mana.

Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan

memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,

drainase, dan lain-lain.

3

Page 4: PLTSa

Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak

memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika

sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung

membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering

dibersihkan dan diperbaiki.

3.2. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Pernah mendengar PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu

yang sedang hangat dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang

beberapa waktu yang lalu pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap

bahkan hingga badan jalan-jalan utamanya. Jangankan jalan utama, saat Anda

memasuki Bandung menuju flyover Pasupati, Anda pasti akan disambut dengan

segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan. Itu dulu.

Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah

yang sedang diperdebatkan.

Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi

energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi,

yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang

menghasilkan panas. PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung

menggunakan proses thermal sebagai proses konversinya. Pada kedua proses tersebut,

hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik.

Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis menghasilkan gas-bio

yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor

yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan

panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan

untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.

3.1. Proses Konversi Thermal

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi,

pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan

organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat

4

Page 5: PLTSa

antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna,

kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas

karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya

seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam

fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah

open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary

kiln, dan fluidized bed incinerator.

Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.

Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan

tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi,

molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik

5

Page 6: PLTSa

yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat,

methanol, padatan char, dan produk gas.

Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi

gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada

temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses

gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000

kJ/Nm3.

3.2. Proses Konversi Biologis

Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik

(biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa

(sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan

gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai

sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos.

Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai

kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

6

Page 7: PLTSa

Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill

modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang

baik.

Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah.

Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam

tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi

dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan

membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain

dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di

dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah.

Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal -

proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas

landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan

gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang

lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem

pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.

3.3. Limbah PLTSa  

Limbah PLTSa terbagi atas lindi (air kotor) dan bau (NH3-N dan H2S) yang

dihasilkan pada awal proses penirisan sampah danabu (bottom ash), debu terbang (fly

ash) dan gas buang yang dihasilkan  selama proses pembakaran. Namun semua

limbah tersebut akan diolah melalui proses yang canggih dan sangat ketat sehingga

baik limbah gas bung, cair dan padatnya, semaksimal mungkin tidak akan merugikan

apalagi membahayakan lingkungan hidup khususnya masyarakat sekitar.

Sedangkan racun dioksin, yang sempat dikhawatirkan akan terbentuk ketika proses

pembakaran sampah berlangsung, ternyata tidak akan pernah terjadi karena dalam

waktu tidak lebih dari 2 detik akan terurai pada temperature 850-900 derajat Celcius.

Dioksin tidak dihasilkan dari prosespembakaran senyawa yang mengandung klorin

dengan hidrikarbon pada temperature rendah sekitar 250 drajat Celcius.

7

Page 8: PLTSa

Ini membuktukan bahwa PLTSa ramah lingkungan. Justru dioksin itu dihasilkan dari

pembakaran sampah yang dilakukan rumah tangga karena temperaturnya kurang dari

850 derajat Celcius.

 

Pengolahan lindi atau bau    

Lindi akan ditampung untuk kamudian diolah sampai pada tingkat tertentu kemudian

disalurkan ke Bojongsoang untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan bau (NH3-N dan

H2S) dan gas methan yang dihasilkan dari proses pembusukan selama sampah

ditiriskan akan disaliurkan ke dalam ruang baker (tungku) sehinga gas terbakar dan

terurai. Dengan begitu, tidak akan ada bau yang dilepaskan ke udara.

 Pengolahan abu, debu terbang dan gas buang    

 Siasa pembakaran berupa abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat atau 5% dari

volume akan diuji kandungan nahan berbahaya dan beracunnya (B3) di laboratorium,

sesuai dengan peraturan Pemerintah No.28 tahun 1999 Tentang Pengolahan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun, untuk ditentukan apakah bisa diolah untuk

dimanfaatkan atau tidak. Jika dari hasil uji diketahui aman dan bisa dimanfaatkan,

maka abu akan digunakan sebagai bahan campuran bagi material bangunan. Misalnya

campuran semen atau batako. Sebaiknya jika dari hasil uji coba laboratorium

diketahui tidak aman untuk dimanfaatkan , maka abu dan debu terbang akan diproses

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  

Direncanakan pada lokasi PLTSa akan dibangun penampungan abu dengan kapasitas

1.400 m3 yang mampu menampung abu yang dihasilkan selama 14 hari beroperasi

dan silo penampungan debu dengan kapasitas 5.500 m3 yang mampu menampungg

debu terbang yang dihasilkan selama 5 tahun beroperasi.

.

8

Page 9: PLTSa

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah

tersebut menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak

lingkungan yang minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah

diperlukan adanya informasi tentang karakter sampah, karakter teknis teknologi

konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan, implikasi lingkungan dan

sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian

9