plika vocalis

28
PEMBAHASAN 1. PLIKA VOCALIS Plika vokalis adalah dua pita elastis jaringan otot yang berada pada laring yang secara langsung berada diatas trakea. Kedua sisinya berdekatan dengan Adam’s apple. Plika vokalis menghasilkan suara ketika udara dari paru-paru dilepaskan dan terjadi penutupan dari plika vokalis, menyebabkan plika vokalis mengalami vibrasi. Apabila seseorang tidak sedang berbicara, plika vokalis terbuka agar terjadi proses pernafasan Paralisis plika vokalis berarti bahwa plika vokalis terpaku di tempatnya pada posisi tertentu atau terjadi gangguan apabila satu atau dua plika vokalis tidak terbuka atau tertutup karena impuls saraf dari otak ke laring terputus sehingga tidak terjadi pergerakan otot. Paralisis plika vokalis dapat terjadi pada semua umur, dan gejalanya dari yang ringan sampai mengancam jiwa. Paralisis plika vokalis unilateral atau bilateral terjadi sekitar 10% dari semua kelainan kongenital pada laring. Paralisis plika vokalis unilateral biasanya tidak terdiagnosa pada beberapa bayi, karena berfungsinya kembali laring sehingga jarang dilaporkan. Cedera dapat berada pada sepanjang penghantaran saraf mulai dari nukleus ambigus pada batang otak ke neuromuscular junction di laring, termasuk nervus vagus

Upload: dokyungso

Post on 26-Oct-2015

169 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

nb vcxzxdsfg

TRANSCRIPT

Page 1: PLIKA VOCALIS

PEMBAHASAN

1. PLIKA VOCALIS

Plika vokalis adalah dua pita elastis jaringan otot yang berada pada laring

yang secara langsung berada diatas trakea. Kedua sisinya berdekatan dengan

Adam’s apple. Plika vokalis menghasilkan suara ketika udara dari paru-paru

dilepaskan dan terjadi penutupan dari plika vokalis, menyebabkan plika vokalis

mengalami vibrasi. Apabila seseorang tidak sedang berbicara, plika vokalis

terbuka agar terjadi proses pernafasan

Paralisis plika vokalis berarti bahwa plika vokalis terpaku di tempatnya

pada posisi tertentu atau terjadi gangguan apabila satu atau dua plika vokalis tidak

terbuka atau tertutup karena impuls saraf dari otak ke laring terputus sehingga

tidak terjadi pergerakan otot. Paralisis plika vokalis dapat terjadi pada semua

umur, dan gejalanya dari yang ringan sampai mengancam jiwa.

Paralisis plika vokalis unilateral atau bilateral terjadi sekitar 10% dari

semua kelainan kongenital pada laring. Paralisis plika vokalis unilateral biasanya

tidak terdiagnosa pada beberapa bayi, karena berfungsinya kembali laring

sehingga jarang dilaporkan. Cedera dapat berada pada sepanjang penghantaran

saraf mulai dari nukleus ambigus pada batang otak ke neuromuscular junction di

laring, termasuk nervus vagus dan serat rekuren. Oleh karena itu, setiap kasus

harus didiagnosis hati-hati untuk mengetahui letak lesi dan menentukan terapi.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.

Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar

dari bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring dan batas bawahnya

adalah kartilago krikoid.

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid dan

beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang

permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak. Tulang

rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid,

Page 2: PLIKA VOCALIS

kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiforme, dan kartilago

tiroid. Kartilago tiroid dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamentum

krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran yang membentuk susunan

laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, posterior), ligamentum

krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum

kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hioepiglotik,

ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago

aritenoid dak kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.

Batas atas rongga laring adalah aditus laring, batas bawahnya adalah

bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya adalah

permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik,

sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas

lateralnya adalah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus,

dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah aritenoid

transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan muksa dari

ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis

dan plika ventrikularis. Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima

glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika

vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu

vestibulum laring, glotik, dan subglotik.

Rima glotis terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Bagian intermembran

Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis dan terletak

dibagian anterior

2. Bagian interkartilago

Bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan

terletak dibagian posterior.

a. laring normal saat inspirasi

b. Laring normal saat fonasi

Hirano pada tahun 1974 mendemonstrasikan anatomi laring dan membagi

plika vokalis menjadi beberapa lapisan. Lapisan paling luar atau lapisan

Page 3: PLIKA VOCALIS

mukosa mengandung epitel squamous pseudostratified superior dan inferior

pada lapisan kontak pita. Lapisan kontak merupakan epitel squamous

nonkeratinisasi. Jaringan superfisial mengandung tiga lapisan lamina propria

diatas otot tiroaritenoid. Lapisan superfisial lamina propria, Reinke’s space,

mengandung sedikit fibroblas dan mempunyai serat kolagen dan elastin.

Lapisan intermediate diisi dengan serat elastin utama dan fibroblas dalam

jumlah sedang, kesemuanya membentuk ligamentum vokale. Jumlah

fibroblas adalah penting karena fibroblas sangat responsibel terhadap

pembentukan skar selama manipulasi bedah. Lapisan terdalam dibentuk oleh

serat kolagen membentuk ligamentum vokale. Lapisan superfisial dan

epitelial diperlukan untuk vibrasi plika vokalis.8

Persarafan

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, saraf ini merupakan

campuran saraf motorik dan sensorik. Pergerakan plika vokalis terjadi karena

koordinasi kontraksi dari berbagai macam otot yang dikontrol oleh otak melalui

hantaran sinyal pada saraf laring. Persarafan laring adalah :

1. Nervus laringeus superior

Nervus laringeus superior berlokasi diantara kartilago tiroid dan

krikoid. Nervus laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat

dibawah ganglion nodosum, melengkung ke anterior dan medial dibawah

arteri karotis eksterna dan interna. Saraf ini mula-mula terletak diatas

muskulus konstriktor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan

eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah

menerima hubungan dari ganglion servikal superior, dan bercabang dua

menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang

interna tertutup oleh m. tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior

menembus membran tirohioid dan bersama-sama dengan a.laringeus superior

menuju ke mukosa laring, mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis,

sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas plika

vokalis sejati. Cabang eksterna berjalan pada permukaan luar m.konstriktor

Page 4: PLIKA VOCALIS

faring inferior dan menuju ke m.krikotiroideus, merupakan suplai motorik

untuk m.krikotiroideus.

Persarafan Laring : Tampak persarafan nervus laringeus rekuren kiri

lebih panjang sampai ke aorta sedangkan yang kanan sampai a.subklavia

2. Nervus laringeus rekuren

Nervus laringeus rekuren bertugas untuk membuka plika vokalis

(seperti bernafas, dan batuk), penutupan plika vokalis untuk menggetarkan

plika vokalis selama suara digunakan, dan penutupan plika vokalis selama

menelan. Nervus laringeus rekuren berjalan kedalam kavum thoraks dan

berputar kembali kebelakang sampai keleher dan mencapai laring, mengurus

persarafan motorik semua otot intrinsik laring. Karena saraf ini relatif panjang

sampai pada laring, maka mempunyai resiko besar untuk mengalami cedera.

Oleh karena itu nervus laringeus rekuren adalah kasus utama pada paralisis

plika vokalis.

Otot-otot laring

Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

1. Otot-otot ekstrinsik

Otot-otot ini terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,. Otot ekstrinsik

dapat dibagi menurut fungsinya :

a. Otot depresor atau otot-otot leher

m.omohioideus, m.sternotiroideus, m.sternohioideus yang berasal dari

bagian inferior.

b. Otot-otot elevator

m.milohioideus, m.geniohioideus, m.genioglosus, m.hioglosus,

m.digastrikus, dan m.stilohioideus

2. Otot-otot intrinsik

Otot intrinsik menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri

laring sehingga paling baik dimengerti dengan mengaitkan fungsinya.

Untuk laringeal inlet

a. Membuka laringeal inlet

- m.tiroepiglotik

Page 5: PLIKA VOCALIS

b. Menutup laringeal inlet

- m. Interaritenoid

Untuk plika vokalis

a. Abduktor

- Otot-otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior

lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam prosesus muskularis

aritenoidea, otot ini menyebabkan rotasi aritenoid kearah luar dan

mengabduksi plika vokalis

b. Adduktor

- Serat-serat otot interariteniodeus transversus dan oblikus meluas

diantara kedua kartilago aritenoidea, bila berkontraksi, kartilago

aritenoidea akan bergeser kearah garis tengah, mengaduksi plika vokalis.

- Otot krikoaritenoideus lateralis merupakan antagonis utama otot

krikoaritenoideus posterior, berorigo pada arkus krikoidea lateralis,

insersinya juga pada prosesus muskularis dan menyebabkan rotasi

aritenoid ke medial menimbulkan adduksi

c. Tensor

- Otot vokalis dan otot tiroaritenoideus, membentuk tonjolan plika

vokalis, kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk tegangan plika

vokalis

- Otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus

krikoidea disebelah anterior berinsersi pada permukaan lateral ala tiroid

yang luas.

Kontraksi otot ini menarik kartilago tiroid kedepan, meregang, dan

menegangkan plika vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga memutar aritenoid ke

medial, sehingga otot ini juga dianggap sebagai otot adduktor

Otot-tot laring : a. M.krikotiroideus, b. Otot laring tampak lateral

Otot otot laring dari belakang : tampak m.aritenoideus transversus dan oblikus,

dan m.krikoaritenoideus posterior .Aksi dari otot-otot laring

Secara umum terdapat lima posisi dari plika vokalis sesuai derajat dari

ostium laringis yaitu median, paramedian, intermedia, sedikit abduksi, dan

abduksi penuh. Jika paralisis terjadi bilateral. Maka pengamat pertama-tama harus

Page 6: PLIKA VOCALIS

mengamati posisi garis tengah sebenarnya dan kemudian menghubungkannya

dengan posisi plika vokalis.

Fisiologi laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta

fonasi.

1. Fungsi laring uintuk proteksi adalah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk kedalam trakea, dengan jalan nafas menutup aditus laring adalah

karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.

Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi

m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai

sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika. Kartilago

aritenoiod kiri dan kanan mendekat karena adduksi otot-otot intrinsik.

2. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk kedalam trakea

dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang

berasal dari paru dapat dikeluarkan.

3. Fungsi respirasi dan laring adalah dengan mengatur besar kecilnya rima

glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan

prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak kelateral, sehingga rima glotis

terbuka.

4. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial

akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga

sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

5. Fungsi laring dalam membantu proses menelan adalah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringeus dan

mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk

kedalam laring.

6. Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.

7. Fungsi laring yang lain adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh

Page 7: PLIKA VOCALIS

peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam adduksi, maka

m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan,

menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid

posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoiod kebelakang. Plika

vokalis ini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya

kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid kedepan,

sehingga plika vokalis akan mengendur. Kontraksi serta mengendornya plika

vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada

C. ETIOLOGI

Penyebab dari paralisis plika vokalis adalah sebagai berikut :

1. Cedera pada plika vokalis selama prosedur bedah

Pembedahan pada daerah dekat leher atau di atas dada dapat menimbulkan

kerusakan pada saraf-saraf yang menghantarkan impuls ke voice box.

Pembedahan yang dapat membawa resiko kerusakan adalah operasi tiroid,

esofagus, leher, dan dada

2. Cedera pada daerah leher dan dada

Trauma pada daerah leher dan dada dapat menyebabkan perlukaan saraf

yang melayani plika vokalis

3. Stroke

Stroke dapat menyebabkan putusnya aliran darah ke otak dan dapat

menimbulkan kerusakan pada bagian otak yang mengirim impuls ke laring

4. Tumor

Tumor baik kanker maupun nonkanker dapat tumbuh disekitar otot dan

kartílago plika vokalis sehingga menimbulkan paralisis

5. Inflamasi dan infeksi

Beberapa infeksi virus dapat menyebabkan paralisis, collagen vascular

disease, lyme disease, mononucleosis, sarcoidosis

6. Kondisi neurologik

Parkinson’s disease, Multiple sklerosis, Arnold-Chiari malformation yang

dikarakteristikkan dengan herniasi cerebellum dan kinking dari medulla

oblongata kedalam foramen magnum

Page 8: PLIKA VOCALIS

7. Trauma lahir

Trauma lahir dapat menimbulkan cedera di intrakranial, leher, dan dada

yang merupakan perjalanan dari saraf yang melayani plika vokalis

8. Obat-obatan

Vinkristin dan fenitoin dilaporkan dapat menyebabkan paralisis plika

vokalis

9. Kasus metabolik dan toksik

Diabetes mellitus dapat menimbulkan neuropati diabetik, pajanan logam

berat (arsen, merkuri)

10. Anomali kardiovaskuler

Ventricular septal defect, Tetralogy of fallot, abnormalitas vena besar,

Patent ductus arteriosus

11. Komplikasi pemasangan intubasi

D. PATOFISIOLOGI

Nervus laringeus rekuren responsibel untuk adduksi dan abduksi plika

vokalis. Nervus laringeus rekuren berasal dari nervus vagus, dimana berasal

dari batang otak (nukleus ambigus pada medulla) dan berjalan sepanjang

carotid sheath. Nervus laringeus rekuren kiri berjalan sampai ke aorta

sedangkan yang kanan sampai pada arteri subklavia.

Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus vagus dapat menimbulkan

paralisis plika vokalis. Bila terjadi paralisis nervus laringeus rekurens maka

plika vokalis berada pada posisi adduksi dekat garis tengah. Suara dengan

pernafasan yang berbunyi karena rima glotis tidak dapat menutup rapat

( stridor inspiratoar). Lebih dekat plika vokalis yang paralisis ke garis tengah

maka suara lebih mendekati normal. Kebanyakan pasien paralisis plika

vokalis unilateral asimptomatik.

Paralisis plika vokalis harus dianggap suatu gejala, yang

menggambarkan penyakit sepanjang perjalanan nervus laringeus rekuren.

Page 9: PLIKA VOCALIS

E. KLASIFIKASI

1. Paralisis nervus laringeus rekuren

Semua otot-otot intrinsik laring mengalami paralisis, tergantung pada sisi

yang terkena kecuali otot krikotiroid. Otot krikotiroid mendapat suplai dari

serat ekstrinsik dari nervus laringeus superior sehingga terjadi paralisis

plika vokalis dengan ketegangan plika vokalis yang masih baik. Posisi

plika vokalis adalah paramedian. Pada paralisis adduktor inkomplit, otot

abduktor tunggal (otot krikoaritenoid posterior) berfungsi predominan.

Terdapat bentuk paralisis unilateral atau bilateral

a. Paralisis unilateral

Paralisis plika vokalis unilateral terjadi karena adanya disfungsi

inervasi nervus laringeus rekuren. Terjadi karena ketidakmampuan

salah satu plika vokalis untuk adduksi ataupun abduksi. Hal ini

umumnya menyebabkan suara serak neurogenik.

Paralisis plika vokalis unilateral lebih sering pada bagian kiri

daripada bagian kanan. Hal ini disebabkan karena perjalanan nervus

laringeus rekuren pada sisi kiri lebih panjang, yaitu sampai pada aorta

sedangkan yang kanan hanya sampai pada arteri subklavia.

Kebanyakan anak dengan paralisis plika vokalis unilateral mempunyai

jalan nafas yang adekuat. Pada awalnya mungkin menunjukkan

aspirasi minimal atau suara yang lemah, tetapi kebanyakan mengalami

kompensasi dan jarang yang memerlukan tindakan intervensi jalan

nafas. Paralisis plika vokalis pada anak memiliki ciri tambahan, karena

ukuran glotis yang kecil, maka paralisis unilateral dapat

membahayakan jalan nafas sehingga secara klinis menimbulkan

stridor. Pada anak-anak perbedaan antara kongenital dan dapatan

paralisis plika vokalis harus diperhatikan karena penanganan pada

kedua kasus ini berbeda. Laringomalacia adalah penyebab tersering

anomali kongenital pada laring, dan hal ini harus dibedakan dengan

paralisis plika vokalis dimana juga menimbulkan stridor. Paralisis

plika vokalis adalah penyebab kedua stridor pada anak. Stridor adalah

Page 10: PLIKA VOCALIS

gejala utama yang muncul pada paralisis plika vokalis pada anak.

Onset paralisis pada anak mulai dari lahir sampai umur 6-8 minggu.

Paralisis unilateral lebih banyak daripada paralisis bilateral.

Banyak pasien kembali mendapat fungsi plika vokalis yang

normal baik karena saraf yang memulih dan dapat menggerakkan plika

vokalis ataupun karena kompensasi plika vokalis satunya, yang

menyeberangi garis tengah untuk menempel dengan polika vokalis

yang lumpuh. Hal ini dimungkinkan apabila posisi plika vokalis yang

lumpuh berada pada paramedian. Sebelum restorasi dilakukan, maka

hal ini dibiarkan selama 6 bulan sampai 12 bulan agar terjadi

kompensasi. Penyembuhan kembali dapat terjadi pada sekitar 20%

pasien dari semua kasus. Secara kilinis, paralisis unilateral dapat

digolongakan :

- Paralisis unilateral midline

Paralisis ini juga paralisis nervus laringeus rekuren

merupakan paralisis dari otot abduktor pada satu sisi. Pada paralisis

ini gejala yang timbul adalah disfonia, tidak ada gangguan

respirasi.

- Paralisis unilateral inkomplit

Terjadi jika semua otot laring sepihak lumpuh kecuali otot

aritenoideus, karena otot ini innervasinya bilateral

b. Paralisis bilateral

Paralisis plika vokalis bilateral menampilkan masalah yang

berbeda dengan unilateral. Karena kedua plika vokalis biasanya dalam

posisi paramedian, maka suara tidak terlalu terpengaruh, akan tetapi

rima glotis tidak cukup lebar untuk kegiatan yang menggerakkan

tenaga. Pasien bahkan mengalami sesak nafas pada waktu istirahat.

Paralisis plika vokalis bilateral berhubungan dengan kegawatdaruratan

jalan nafas. Penyakit-penyakit seperti artritis rheumatoid sehingga

plika vokalis terfiksir karena adanya artritis pada sendi cricoaritenoid

harus dibedakan dengan paralisis plika vokalis bilateral.

Page 11: PLIKA VOCALIS

- Paralisis bilateral midline

Paralisis dari otot abduktor pada dua sisi. Gejala yang timbul

adalah sesak dengan kemungkinan untuk asfiksia oleh karena

penyempitan dari glotis. Pernafasan stridor cenderung terjadi

selama tidur atau pada saat melakukan aktivitas.

- Paralisis bilateral inkomplit

Semua otot laring lumpuh kecuali otot aritenoideus. Kedudukan

plika vokalis di tengah-tengah antara kedudukan respirasi dalam

dan fonasi

- Paralisis komplit

Semua otot nintrinsik mengalami kelumpuhan sehingga suara

sangat serak dan gangguan respirasi

- Paralisis adduktor

Terjadi karena paralisis otot-otot penutup glotis. Otot-otot penutup

glotis dibagi atas pars intermembranacea dan pars

intercartilagineus. Pada paralisis adduktor komplit Paralisis

adduktor komplit, jika semua otot penutup glotis mengalami

kelumpuhan. Apabila pars intercartilagineus tidak lumpuh, maka

glotis tetap pars intermembranecea tetap terbuka. Apabila hanya

pars cartilagineus yang lumpuh, maka hanya pars kartilagineus

yang terbuka.

2. Paralisis nervus laringeus superior

a. Paralisis unilateral

Cedera pada nervus laringeus superior jarang, biasanya adalah paralisis

kombinasi. Paralisis dari nervus laringeus superior menyebabkan

paralisis otot krikotiroid dan anestesi ipsilateral laring diatas plika

vokalis. Paralisis dari otot krikotiroid sehingga ketegangan plika

vokalis terganggu. Gejala temasuk aspirasi dari makanan dan

minuman, kehilangan volume suara, dan anestesi laring pada satu sisi.

Page 12: PLIKA VOCALIS

b. Paralisis bilateral

Hal ini adalah kondisi yang jarang terjadi. Kedua otot krikotiroid

mengalami paralisis dengan anestesi pada laring bagian atas. Gejala

klinik berupa anestesi yang menyebabkan inhalasi makanan dan

sekresi faring yang merangsang batuk dan tersedak. Suara menjadi

lemah.

3. Paralisis Kombinasi

a. Paralisis unilateral

Hal ini menyebabkan paralisis pada semua otot laring satu sisi

kecuali otot interaritenoid yang juga menerima persarafan pada sisi

yang berlawanan

b. Paralisis bilateral

Kedua saraf mengalami paralisis pada kedua sisi. Hal ini adalah

kondisi yang jarang terjadi. Juga terjadi total anestesi pada laring

MEKANISME SUARA

Suara merupakan alat komunikasi verbal yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari, terlebih lagi sangat penting pada bidang-bidang pekerjaan

tertentu seperti guru, penyanyi, penyiar, aktor dan sebagainya. Kelelahan bersuara

(Voice fatigue) merupakan adaptasi negatif pembentukan suara yang timbul pada

orang-orang yang sering menggunakan suara dalam jangka waktu lama tanpa

adanya kelainan patologis pada laring. Kelelahan bersuara biasanya

bermanifestasi sebagai turunnya volume suara dan tinggi nada, rasa nyeri saat

bersuara bahkan dapat terjadi suara serak.

Proses pembentukan suara sendiri dimulai dari adanya tekanan udara yang

adekuat dari dalam paru-paru (kekuatan aerodinamis), kemudian dialirkan melalui

pita suara untuk menggetarkannya (kekuatan mioelastis), di artikulasikan dan

resonansikan di dalam traktus vokalis supraglotis, serta dikoordinasi dan dikontrol

oleh sistem syaraf pusat dan tepi melalui sistem umpan balik. Besarnya tekanan

udara dari dalam paru-paru akan menentukan intensitas suara yang dihasilkan.

Page 13: PLIKA VOCALIS

Misalnya, bila ingin berteriak maka dibutuhkan tekanan intratorakal yang lebih

besar dibandingkan pada saat berbicara normal.

Beberapa mekanisme fisiologis dan biomekanis yang mungkin berperan

dalam timbulnya kelelahan bersuara, antara lain kelelahan neuromuskuler,

perubahan viskoelastisitas plika vokalis, gangguan aliran darah, regangan non-

neuromuskuler, dan kelelahan otot-otot pernapasan. Kelelahan neuromuskuler

didefinisikan sebagai menurunnya kapasitas regangan otot bila dilakukan

stimulasi berulang. Pada proses pembentukan suara, kelelahan otot-otot intrinsik

dan atau ekstrinsik laring berpotensi untuk mengurangi kapasitas untuk

meregangkan dan menjaga stabilitas plika vokalis.

Bersuara dalam jangka panjang dapat mengubah komposisi cairan di

dalam pita suara, berupa meningkatnya viskositas dan kekakuan (perubahan

viskoelastisitas). Hal ini terjadi karena pada saat bersuara akan terjadi penguapan

cairan dari dalam jaringan akibat peningkatan suhu lokal karena pelepasan energi.

Berkurangnya sirkulasi darah terjadi karena vasokonstriksi pembuluh darah akibat

meningkatnya tekanan intramuskuler selama kontraksi. Pengaruh penurunan

aliran darah terhadap kelelahan bersuara diduga melalui 2 mekanisme, pertama

akibat menurunnya jumlah suplai oksigen dan kalori serta terhambatnya

pembuangan asam laktat yang menimbulkan penurunan kemampuan kontraksi

otot. Kedua, penurunan aliran darah akan berakibat pada menurunnya kemampuan

untuk membuang panas dari plika vokalis. Jika panas ini tetap berada di laring,

maka terjadi peningkatan suhu yang berisiko mengakibatkan kerusakan jaringan

laring.

Penggunaan suara yang berlebihan merupakan faktor yang paling sering

mengakibatkan kelalahan bersuara, sehingga diperlukan kesadaran dari individu

yang bersangkutan terhadap pengaturan penggunaan suaranya sendiri. Beberapa

peneliti menyarankan untuk meminum air pada setiap beberapa saat setelah

berbicara (hydrations precautions), seseorang yang meminum air akan dapat

membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang lebih lama

dibandingkan orang yang tidak diberi minum air. Istirahat bersuara merupakan

salah satu teknik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara. Penyanyi

yang diberi istirahat 1 menit setiap selesai menyanyikan satu lagu,  mampu

Page 14: PLIKA VOCALIS

bernyanyi rata-rata selama 101 menit sedangkan yang tidak diberi istirahat hanya

mampu bernyanyi selama 86 menit.

Kelainan suara yang persisten seringkali diawali dengan kesalahan

penggunaan suara. Walaupun faktor-faktor lain seperti kurangnya minum, adanya

refluks gastroesofageal, peningkatan umur juga dapat mempengaruhi kualitas

suara, namun dari beberapa penelitian, kesalahan penggunaan suara merupakan

faktor utama. Pada tahap awal kesalahan penggunaan suara akan mengakibatkan

timbulnya kelelahan bersuara. Keadaan ini dapat timbul berulang-ulang tanpa

disadari oleh penderitanya sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

kelainan permanen pada laring. Hal terpenting dalam mengurangi risiko tersebut

adalah dengan mengenali dan mengetahui patofisiologi bagaimana timbulnya

kelelahan bersuara tersebut. Apabila telah dapat mengenali dan mengetahui

kelainan tersebut, maka selanjutnya diharapkan kelainan tersebut dapat dicegah

dan ditangani sesuai dengan patofisiologinya

PROSES FISIOLOGI BICARA 

Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk

berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang

serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara.

Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem

pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat

respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta

rongga hidung.

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris.

Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk

memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur

laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung

jawab untuk pengeluaran suara.

Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat

pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif

area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu

mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan

Page 15: PLIKA VOCALIS

bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman  adalah pusat persepsi visuo-leksik yang

mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan

bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat

tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan

masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran

timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga

tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris

untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea

maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak

diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan 

dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol

gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita

suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk

oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara

diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ

pendengaran sangat penting.

 

PROSES RESEPTIF – PROSES DEKODE    

Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang

otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang

mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan

selanjutnya diteruskan ke area  korteks auditori pada girus Heschls, dimana

sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang

berlawanan.

Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang

masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus

temporal kiri untuk diproses. Sementara  masukan paralinguistik  berupa intonasi,

tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik

dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan

supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta

perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa

Page 16: PLIKA VOCALIS

penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika.

Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang

disampaikan lewat pengkodean tersebut.

 

PROSES EKSPRESIF – PROSES ENCODE

Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk

pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui

fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi

pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan

otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif

pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode

semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode

fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.

Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu

pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini

terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode

diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan

bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus

berkembang  dengan baik.

Tunarungu   dan Tunawicara

Menurut Pernamari Somad dan Tati Herawati (1996, hal. 27) menyatakan

bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang

diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagaian atau seluruh alat pendenganran,

sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendegarannya dalam kehidupan

sehari-hari yang memabawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.

Sedangkan menurut Sardjono (1997, hal. 7) mengatakan bahwa: “Anak

tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau

kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara karena suatu

gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah-olah hilang”.

Page 17: PLIKA VOCALIS

Lebih lanjut, Moories (1991) menjabarkan bahwa, “A deaf person is one’s

hearing disabled to an extend usually 70 dB ISO or greater that precludes the

understanding of speech through the ear alone, with or without the use of hearing

disabled to an extend (usually 35-69 dB ISO) that make difficult but he does the

understanding a speech through the ear alone, without or with a hearing aid.”

Sedangkan sebagian tunawicara adalah mereka yang menderita tuna rungu

sejak bayi/lahir, yang karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain,

sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak

mengalami ganguan pada alat suaranya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak penyandang tunarungu dan

tunawicara adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik

sebagaian maupun seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk

menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupannya sehari-hari dan juga

tidak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya.

Penyebab Tunawicara

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan tunawicara, diantaranya:

1.      Hipertensi

2.      Faktor genetik /turunan dari orang tua.

3.      Keracunan makanan

4.      Tetanus Neonatorum (Penyakit yang menyerang bayi saat baru lahir.

Biasanya disebabkan oleh pertolongan persalinan yang tidak memadai)

5.   Difteri (Penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas)