plato dan sejarahnya

Upload: ari-aquarius

Post on 12-Jul-2015

741 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

FILOSOFI MATEMATIKA PLATO

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu: Drs. Gatut Iswahyudi, M.Si.

Oleh: Kelompok I 1.

Anisatul (S851108002) Buchari Ignatius Muhammad (S851108044) Rita (S851108029)

Farida (S851108007) D. Arianto Gazali Kusumawardani

2.

3. 4. 5.

(S851108062)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 PENDAHULUAN Seorang filosof besar dari Yunani kuno Plato, menegaskan hubungan yang amat erat antara matematika dan filsafat. Ia menegaskan bahwa geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato, geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal abstrak seperi garis lurus, segitiga atau lingkaran. Bagi plato yang penting adalah tugas akal untuk membedakan tampilan (penampakan) dari realita (kenyataan) yang sebenar-benarnya. Menurutnya ketetapan abadi, bebas untuk dipahami adalah hanya merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Plato yakin bahwa terdapat objek-objek yang permanen, tertentu bebas dari pikir yang anda sebut satu, dua, tiga dan sebagainya. Bagi Plato Matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek tertentu yang bersifat empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian realitanya. Matematika memiliki dua peranan dalam komunikasi pemikiran keilmuwan, yaitu sebagai raja dan pelayan. Sebagai raja, matematika adalah bentuk dari cara berpikir deduktif yang memperlakukan obyek pemikiran yang abstrak. Matematika merupakan bentuk komunikasi yang hampir mendekati kesempurnaan dari segenap bentuk komunikasi yang ada. Objek matematika berada dalam pikiran manusia. Untuk dapat mempelajarinya, seseorang tidak harus berinteraksi dengan alam sekitar. Karena dalam kenyataan di sekitar tidak

ada objek matematika yang sempurna. Objek matematika yang sempurna hanya bisa diihat oleh mata pikiran. Menurut Plato, kebenaran dalam matematika merupakan sesuatu yang pasti. Kebenaran matematika tidak tergantung pada apa yang kita katakan. Ini diikuti oleh kebenaran obyektifitas matematika bahwa kesatuan matematika adalah bagian dari pengetahuan. Beberapa ahli filsafat telah mengembangkan berbagai keberatan terhadap argumen-argumen Plato. Pernyataan-pernyataan plato banyak mendapatkan kritikan. Namun begitu, tidak sedikit ahli yang mengikuti jalan pikiran Plato. Akhir-akhir ini, platonisme dalam matematika telah menjadi perdebatan hangat oleh para ahli.

1. Meno Pythagoras merupakan orang yang memulai filsafat matematika dimana dia percaya bahwa matematika memberikan kunci untuk memahami kenyataan, tetapi orang yang pertama kali memberikan bentuk artikulasi adalah Plato. Dalam Meno, Plato membuktikan bahwa dalam matematika dikenal sebuah priori, yaitu tanpa menarik arti dari pengalaman. Dia berbicara dengan seorang anak budak, kemudian dengan serangkaian pertanyaan darinya, anak tersebut mendapatkan suatu metode untuk menentukan sebuah garis sepanjang2

jika diberikan garis sepanjang satu dengan menggunakan

teorema Pythagoras. Dalam Meno Plato mengungkapkan bahwa masalah segitiga siku-siku sama kaki dapat diselesaikan oleh seseorang yang belum pernah sekalipun melakukan pengukuran geometri dalam hidupnya dengan

cara membangun sebuah persegi dengan luas dua kali lipat dari persegi yang diberikan. Argumen Plato tersebut banyak mendapatkan kritikan, karena Socrates menggunakan pertanyaan utama. Meskipun menggunakan pertanyaan utama, tetapi ia berhati-hati untuk tidak memberitahu setiap fakta empiris tertentu kepada anak budak. Hal inilah yang menyebabkan anak budak mengalami kesalahan sepanjang hidupnya. Anak tersebut berpendapat bahwa untuk mendapatkan persegi dua kali dari luas yang diberikan, harus diambil persegi dengan sisi dua kali lebih panjang dari persegi sebelumnya. Namun, Socrates menolak penapat tersebut dan menunjukkan dengan sangat jelas dengan gambar seperti berikut:D C

Gambar 1.1 Bagaimana menggambar persegi B dengan dua kali luas persegi A ABCD yang diberikan?L J M

D

C

H

A

Gambar 1.2 Pendapat pertama anak laki-laki: Persegi di AK dua kali lipat pada AB

B

K

Jika AK dua kali AB, maka persegi AKML tidak akan dua kali tapi empat kali luas ABCD (Gambar 1.2). Kemudian anak tersebut mencoba dengan sisi satu setengah kali panjang sisi asli. Dari pendapat tersebut didapat kesimpulan bahwa (1,5) 2 tidak sama dengan 2 (Gambar 1.3).G D C F

A

N

B

E

Gambar 1.3 Saran kedua: 2 = 1,5. Tapi menurut Socrates, persegi di AE adalah sembilan kali pada AN, sedangkan persegi yang memiliki dua kali daerah ABCD harus delapan kali AN. Jadi, setelah dua kesalahan tersebut, kita sampai pada solusi, yaitu dibuat sebuah persegi dari diagonal persegi asli, dan Socrates menunjukkan mengapa persegi harus memiliki luas setengah dari persegi besar, AKML empat kali lipat dari ABCD. Anak tersebut meyakini pendapat ini, dan yang lebih penting semua orang meyakininya.L J M

D

C

H

B Gambar 1.4 Solusi Nyata: Persegi dengan sisi DB adalah dua kali persegi dengan sisi AB. Sedangkan persegi DBHJ adalah jumlah dari empat segitiga DBC, CBH, HJC, dan CJD, dan masing-masing adalah bagian dari persegi

A

K

yang bersesuaian, ABCD, BKHC, CHMJ dan JLDC, dan setengah empat adalah dua. 2. Matematika Adalah A Priori Plato menyimpulkan bahwa pengetahuan matematika adalah a priori, yaitu bahwa hal tersebut tidak didasarkan pada bukti dari pengertian. Matematika berbeda dari mata pelajaran yang lain. Kecuali logika dan mungkin filsafat, kebanyakan mata pelajaran bergantung pada suatu bukti empiris yang terdiri dari beberapa tahap berdasarkan pada apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan. Sebagai contoh, dalam laboratorium ilmiah terdapat keseimbangan dan spektrometer, dan instrumen yang rumit untuk mendeteksi partikel dasar, seperti muon. Kami tidak bisa mendeteksi muon kecuali kita telah melihat sesuatu di layar, jejak pada pelat fotografi, lubang kecil dalam gelembung ruang atau mendengar sesuatu, atau beberapa pengalaman indrawi lainnya. Sama seperti, mempelajari humaniora, meskipun mereka tidak pergi ke laboratorium, datanglah ke perpustakaan, di mana dapat membaca laporan tentang apa yang manusia lakukan di masa lalu. Tetapi matematika berbeda, seseorang dapat memahami matematika dengan kemampuannya sendiri. Anak-anak autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain, dan memiliki karakter yang buruk dalam hubungan sosial, tapi bisa baik di matematika. Seseorang tidak harus tahu dan menyukai orang lain untuk menjadi matematikawan, sedangkan sangat sulit untuk mempelajari humaniora tanpa menyukai beberapa orang. Jadi matematika adalah sesuatu yang dapat dikerjakan, meskipun sulit, oleh seseorang yang buta, tuli dan memiliki kekurangan dari semua sensasi taktil, apalagi dalam keterbatasan mental.

3. Relevansi (Keterkaitan)

Apa hubungan antara matematika yang murni dengan kenyataan yang relevan? Jika kebenaran matematis berlaku bagi kenyataan empiris, seperti yang dilakukan, mereka harus peka terhadap sangkalan empiris. Protagoras, salah satu pemimpin ahli tasauf Yunani dan pelopor teori empirisme modern, yang membantah bahwa tidak benar geometri adalah a priori.

Geometri mengajarkan bahwa garis menyinggung lingkaran hanya pada satu titik. Tetapi jika kita mengamati roda di jalan, kita melihat bahwa garis tidak hanya menyinggung lingkaran di satu titik saja, tetapi jelas menyentuh beberapa titik dalam jarak yang terbatas. Ini adalah suatu observasi sederhana. Protagoras berkesimpulan bahwa dalil matematika bukanlah a priori, tapi merupakan sebuah dalil sintetik sederhana dan pada kasus itu sebenarnya dinyatakan salah oleh ahli matematika. Plato cemas oleh argumen ini. Ia mengungkapkan bahwa lingkaran yang ideal berada dalam pikiran, sedangkan contoh lingkaran di dunia sekitar merupakan lingkaran yang tidak sempurna. Tidak ada roda sepeda yang merupakan satu lingkaran sempurna. Pernyataan geometri a priori kebenaran tentang membentuk materi ideal hanya untuk mendekati ketidaksempurnaan. Protagoras belum memperoleh suatu contoh balasan untuk kebenaran geometri, tetapi hanya suatu contoh

ketidaksempurnaan material. Perbedaan antara konsep dan objek bahan materiil yang diterapkan adalah penting tetapi sering tidak terlihat. Plato memberikan contoh lain, yaitu

dua tongkat yang panjangnya sama. Jika diperhatikan sungguh-sungguh, kedua tongkat tersebut tidak persis sama. Tentu saja ini merupakan suatu pekiraan bahwa tidak ada dua objek materi yang sama persis panjangnya. Meskipun demikian, kita memiliki konsep kesamaan di dalam panjang. Kita tahu kalau A sama dengan B dan B sama dengan C, maka A sama dengan C. Kita mungkin berhadapan dengan suatu rangkaian objek, masing-masing terlihat persis sama dengan yang lainnya, tetapi yang satu secara nyata lebih kecil dibandingkan yang lain. Kita tidak mengira bahwa kita sudah menyangkal dengan percobaan tes yang mengatakan bahwa kesamaan adalah suatu kata kerja hubungan transitif, kita tidak mungkin mengatakan A sama dengan B dan B sama dengan C, tetapi A tidak sama dengan C. Sebagai ganti, kita menyalahkan aplikasi dari konsep, dan mengatakan walaupun kita tidak dapat melihatnya, beberapa objek tidak persis sama dengan yang lain. FILOSOFI MATEMATIKA SEKOLAH Pemimpin eksponen Empirisme Protagoras Mill Gillieas Kitcher Dengan pengamatan Platonisme Early Plato Hardy Godel Dengan berpikir

Bagaimana kita tahu?

Apa yang Plato lakukan adalah untuk memutuskan kebenaran matematis dengan kenyataan empiris. Bukan merupakan sesuatu yang ganjil bagi Plato untuk membatasi kebenaran terhadap balasan yang kurang baik. Ini merupakan penjelasan dari kesalahan percobaan, sering digunakan oleh ilmuwan ketika teori mereka berbenturan dengan bukti. Tetapi Plato

mendorongnya lebih lanjut dibanding yang ilmuwan modern lakukan. Ilmuwan modern pada akhirnya meninggalkan teori dambaan karena bukti empiris yang kurang baik, sedangkan Plato tidak menggunakan bukti empiris sebagai bukti awal karena sangat tidak relevan. Dia mengambil pandangan yang sangat rendah dari kebenaran empiris tentang objek material. Objek material, karena sifat alami dan tidak sempurna, tidak dapat dijadikan pokok dari ilmu pengetahuan. Jika terdapat sebuah pertentangan di antara mereka semata-mata karena pengamatan empiris. Dia menertawakan ahli astronomi yang tidak menggunakan penghitungan matematis dan hanya melakukan pengamatan langit pada malam hari. "Jangan menjadi bodoh", dia mengatakan "seperti membuang waktumu dengan berbaring melihat pemandangan pada langit malam: coba pikirkan, "bergerak itu lebih efektif walaupun mahal. Ini menawarkan jaminan kebenaran matematis terhadap sangkalan empiris, tapi membutuhkan biaya untuk memutuskan hubungan antara matematika dan kenyataan empiris. Berhadapan dengan kenyataan pertentangan antara rasionalitas matematis dan kenyataan empiris, dia menyelamatkan keterkaitan matematika dengan menurunkan pangkat kenyataan empiris sehingga menjadi lebih sedikit nyata dibandingkan beberapa kenyataan lain, seperti dikenal sebuah priori, yang mana kebenaran matematis adalah satu contoh paradigma. Bagi Plato, matematika adalah a priori dan relevansi, hanya karena jenis kenyataannya kebenaran matematika yang diungkapkan dan dibukukan pada dasarnya nyata dan relevan.

4. Apa Yang Dibicarakan Dalam Obyek Matematika?

Plato menghindari sangkalan Protagoras dengan mengakui bahwa obyek dari matematika bukanlah obyek materi yang sederhana. Apa yang dibicarakan dalam obyek matematika? Plato menggunakan dua kata untuk menjelaskannya, yaitu eide (dalam bahasa Latin berrti species), dan ideai (berasal dari kata idea, tetapi dalam bahasa inggris modern kata idea terlalu psikologis untuk menyatakan apa yang Plato maksudkan). Dalam filosofi teknis, kata universal adalah padanan yang terbaik, tapi tidak berhasil mengekspresikan arti tambahan visual yang kuat dari kata Yunani tersebut, yang sebagian dinyatakan dalam terjemahan baku forms, tapi mungkin lebih baik dikatakan aspek, corak, bentuk, atau pola karena teori Plato sangat banyak dipengaruhi oleh pemikirannya tentang geometri. Plato mengatakan bahwa apa yang dibicarakan dalam geometri dan matematika umumnya adalah kesatuan abstrak yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Ketika berbicara tentang diagonal suatu persegi, sembilan titik lingkaran, atau garis Euler, Plato tidak sering membicarakan itu melalui sebuah gambar tidak sempurna di papan tulis, tetapi sebagai sesuatu yang mendasari contoh tentang persegi dan diagonalnya, sembilan titik lingkaran, atau garis Euler dan tidak terikat pada salah satunya. Faktanya kita menggunakan kata tertentu, yang menyatakan persegi, sembilan titik lingkaran, dsb. Itu akan mustahil untuk bertanya darimana asal persegi, atau untuk bertanya kapan sembilan titik lingkaran menjadi garis Euler, atau untuk menyatakan bahwa dalil Pythagoras

mungkin dipegang olehmu bukan olehku. Plato menjawab pertanyaan "Apa itu matematika?" itu adalah sesuatu yang obyektif yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Plato telah banyak dikritik, tapi juga banyak ditiru. Susah untuk menyangkal matematika yang dalam beberapa pengertian, dapat diterima oleh orang yang berpikir rasional dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dan Plato mengatakan hal tersebut. Plato sendiri memegang konsekuensi besar karena keberadaan forms, dan banyak ahli filsafat menyetujuinya, beberapa setuju dengan Plato jika forms itu ada dan sesuatu hal ada bukanlah hanya karena keberadaannya. Dalam matematika, keberadaan objek abstrak matematika umumnya telah diperhitungkan untuk mengikat kita lebih dari kekuasaan yang menggunakan matematika seperti biasanya. Realisme Plato menuntut tentang kebenaran obyektif. Kita menemukan matematika dibandingkan menciptakannya. Kebenaran matematika tidak tergantung pada apa yang kita katakan. Ini diikuti oleh kebenaran obyektifitas matematika bahwa kesatuan matematika adalah bagian dari pengetahuan. Realisme Plato pada saat itu mempertentangkan intuisi. Klaim yang ketiga serupa, dan berhubungan dengan acuan. Jika angka dan kesatuan lain matematika ada dan bebas, mereka disebut sukses tanpa spesifikasi yang tepat, sedangkan jika mereka hanya perkakas kuno dari pemikiran kita sendiri, itu akan kembali pada kita untuk mengatakan dengan jelas apa yang kita punya dalam pikiran kita sebelum mengharapkan seseorang untuk mengetahui apa yang kita bicarakan. Ini penting tentang prinsip lingkaran setan. Dalam analisa dan di tempat

lain kita kadang-kadang mengagambarkan suatu angka sebagai dadekind yang memotong angka tersebut untuk memenuhi beberapa kondisi. Tidak ada masalah jika angka ada dengan bebas bagi kami. Dalam kasus itu yang kita semua lakukan adalah memberi suatu tongkat penunjuk ke arah angka yang kita bicarakan dalam kaitan dengan sesuatu yang dipahami sebagai spesifikasi umum. Tetapi jika angka tidak ada dengan bebas, dan hanya disebut untuk membangun mental pemikiran kita sendiri, kemudian dikritik dalam membangun angka tertentu dengan acuan semua angka memenuhi kondisi tertentu, kita sudah membangunnya dalam kaitan dengan dirinya sendiri. Di sini realisme Plato bertentangan dengan konstruktivisme. Kenyataan akan keberadaan kesatuan matematika mengarahkan kita mengacu padanya tanpa sepenuhnya menandai mereka, dan oleh karena itu dapat diukur (selanjutnya disebut terukur) daripada tidak terprediksi, dalam proses untuk

mendefinisikannya. Realisme Plato memiliki banyak atraksi. Tidak hanya melegitimasi matematika yang biasanya dibicarakan, tetapi melisensi format tertentu kesimpulan para ahli yang sering digunakan. Meskipun kebanyakan ahli filsafat bingung tentang Platonisme, kebanyakan para ahli matematika adalah Platonist, sepanjang mereka mengartikulasikan apapun filsafat dari matematika. Platonisme tidak untuk dibubarkan hanya pada saat banyak ahli filsafat diingatkan pada pertunjukan ontological dari realisme Plato. Tetapi keberatannya bukan untuk membubarkannya juga. Lebih sedikit yang mengatakan, dibanding ontological keberadaan kesatuan matematika adalah masalah epistemologis, seputar perkataan "Bagaimana kita mengetahui

kebenaran matematika?". W.D.Hart mengatakan "Platonisme tampak jelas nyata ketika kita sedang berpikir tentang kebenaran matematika", tetapi mustahil ketika kita sedang memikirkan pengetahuan matematika.

5. Bagaimana Mengetahui Obyek Matematika?

Ahli filsafat menemukan bahwa a priori pengetahuan itu sulit. Banyak penganut aliran empirisme menganut bahwa semua pengetahuan ditemukan berdasarkan pengalaman meskipun jelas bahwa banyak pengetahuan yang ditemukan bukan berdasarkan pengalaman. Kita mengetahui dimana kita akan makan siang besok bukan berdasarkan ramalan atau pengalaman, tetapi karena keputusan yang kita buat. Bahkan penganut aliran non empirisme susah untuk membebaskan diri dari persepsi kiasan dengan arti tambahan yang berbahaya dan menyesatkan. Plato dalam pemikiran pertamanya tentang matematika mengatakan kita mengenali kebenaran matematika dengan mata pikiran. Filosofi Matematika Sekolah Pemimpin eksponen Empirisme Protagoras Mill Gillieas Bagaimana kita tahu? Apa yang kita bicarakan? Kitcher Dengan pengamatan Fenomena empiris Platonisme Early Plato Hardy Godel Dengan berpikir Forms atau pola

Itu adalah jawaban yang dapat dimengerti tentang pengalaman Meno. Kemudian Whewell seorang ahli tritunggal dari Cambridge mengatakan melihat khayalan. Itu sesuai dengan pengalaman kami. Ketika seseorang sedang berusaha membuktikan sesuatu membutuhkan konsentrasi yang

banyak sehingga seluruh badan menjadi tegang sama seperti ketika sedang berusaha melihat sesuatu yang jauh. Perasaan satu adalah berusaha memusatkan satu pikiran yang hampir sama ketika memusatkan satu tatapan mata meskipun satu matanya tertutup. Persepsi kiasan adalah salah satunya sangat alami. Terus terang itu merupakan suatu kiasan tetapi itu adalah salah satu komentar tentang dirinya sendiri sebagai ahli matematika seperti bagaimana itu nampak ketika mereka sedang berusaha mengerjakan matematika. Untuk memberi contoh yang lebih modern, G.A Hardy dalam suatu artikel di dalam pikirannya menulis: Aku selalu mengingat diriku sebagai seorang ahli matematika seperti pada kejadian pertama seorang pengamat yang mengamati sesuatu yang jauh di sekitar pegunungan dan menuliskan pengamatannya. Obyek hanya untuk menggambarkan dengan jelas dan memberitahu ke orang lain berapa banyak puncak yang berbeda yang diketahuinya. Dimana ia dapat menggambarkannya dengan mudah meskipun bagi orang lain kurang jelas. Ia melihat A melihat dengan jelas sedang B hanya memandang sekilas sehingga fana. Pada akhirnya ia membuat punggung bukit yang bermula dari A dan diikutinya sampai akhir dan ia menemukan bahwa itu memuncak di B. B kini ditetapkan untuk memperbaiki visinya dan dari titik ini ia dapat memulai penemuan lebih lanjut. Dalam kasus lain barangkali ia dapat menggambarkan punggung bukit lenyap di kejauhan dan menduga bahwa itu menuju ke suatu puncak di awan atau di bawah kaki langit. Tetapi ketika ia melihat suatu puncak ia percaya bahwa puncak itu disana sebab ia melihatnya. Jika ia mengharapkan orang lain melihatnya ia menunjuknya secara langsung atau melalui suatu rantai sampai ke puncak yang membimbingnya untuk mengenalinya sendiri. Ketika matanya juga melihat itu, riset, argumentasi dan bukti sudah selesai. Analoginya adalah sesuatu itu keras tetapi aku merasa tidak atau keduanya menyesatkan. Jika kita mendorongnya ke arah yang ekstrim kita harus membimbingnya ke suatu kesimpulan yang berlawanan bahwa ada dengan keras tidak seperti bukti matematika. Bahwa dalam analisa yang terakhir kita dapat melakukan sesuatu tetapi intinya bukti adalah littlewood dan disebut gas. Tulisan retorika dirancang untuk mempengaruhi psikologi, gambar pada papan pada perkuliahan adalah alat untuk merangsang imajinasi murid. Ini sederhana, bukan kebenaran seutuhnya tetapi ada suatu perjanjian yang baik di dalamnya.

Hardy adalah salah satu dari para ahli matematika yang menyatakan untuk mendapatkan manfaat tentang filsafat yang dipikirkannya tentang kebenaran matematika dan penemuan matematika. Ia adalah Platonist yang keras kepala. Pertanyaan: Apa yang kita bicarakan? ia menjawab kita berbicara tentang berbagai hal, mereka adalah benda nyata meskipun bukan obyek yang terlihat. Pertanyaan: Bagaimana cara kita mengetahuinya? ia menjawab kita mengetahui dengan melihat dengan mata pikiran kita dengan benar-benar melihat. Ini merupakan suatu forms realisme dimana dengan bebas obyek dapat dilihat dengan mata pikiran dan kebenaran sasaran yang ditemukan di sekitarnya. Di samping kebaikan yang telah dicatat bagaimana membuat matematika tidak terikat pada keterangan empiris, yang tidak terbatas oleh ruang atau waktu, dan pengamanan obyektifitas kebenaran matematika. Kesatuan abstrak oleh para ahli matematika (barisan, universal, sets, bentuk, pola, konsep, atau apa yang akan dilakukan) sedikit susah untuk dimengerti. Sekali dimengerti ketika mereka memberi sesuatu yang sederhana dan memuaskan dan menjawab pertanyaan tentang apa yang para ahli matematika bicarakan dan juga pertanyaan apa yang membuat dalil matematika benar. Para ahli matematika membicarakan tentang angka, hampir sama ketika seniman membicarakan tentang warna dan mengatakan bahwa enam terletak antara lima dan tujuh dan menganggap adanya hubungan antara lima, enam dan tujuh, hampir sama seperti mengatakan bahwa kuning terletak antara hijau dan oranye atau warna ungu antara biru dan merah menganggap berasal dari hubungan serupa tentang warna. Pada setiap kasus, dalil

melaporkan fakta, bukan fakta yang tidak pasti tetapi fakta yang pasti, dan apa yang dikatakan itu benar. Untuk memastikannya diperlukan perhatian yang terpusat. Matematika pada prinsipnya dapat diberikan kepada semua yang ingin belajar. Mungkin dalam prakteknya itu sulit, tetapi dalam ideologinya secara keseluruhan bukan rahasia. Walaupun beberapa ahli matematika telah mengartikulasikan seperti Hardy, kebanyakan masih bersandar pada ajaran Plato. Untuk mengemukakan pandangan kepada seseorang yang tidak tegas selalu beresiko. Timbul banyak kerancuan mengenai ajaran Plato tentang matematika. Seiring waktu kita harus menyaringnya. Itu berguna untuk memberikan bimbingan umum meskipun perlu dimodifikasi secara detail. Di samping Hardy, Frege, Godel, dan Bernays adalah para ahli matematika yang sudah menyatakan doktrin yang sejalan dengan ajaran Plato. Kebanyakan dalam pekerjaannya para ahli matematika menundukkan ke arah pandangan Plato bukannya kepada saingannya. Godel menggambarkan hubungan spesifik yang paralel antara pengertian kebenaran matematika dan persepsi rasa: Tetapi di samping ketrasingan mereka dari pengalaman, kita melakukan sesuatu seperti persepsi juga obyek teori pasti seperti dilihat dari fakta bahwa kekuatan aksioma diri mereka atas kami sebagai hal yang benar. Aku tidak melihat alasan apapun mengapa kita perlu mempunyai sedikit kepercayaan dalam persepsi seperti ini contoh: dalam intuisi matematika, dibanding perasaan yang mempengaruhi kami untuk membangun teori fisika dan untuk mengharapkan perasaan di masa depan akan menyetujuinya dan lebih dari itu dan untuk percaya bahwa suatu pertanyaan tidak dapat diputuskan sekarang dan berarti mungkin diputuskan di masa yang akan datang. Teori himpunan paradoks yang sulit bagi para ahli matematika dibanding penipuan pikiran sehat dalam ilmu fisika.

Banyak para ahli matematika lain berbicara tentang hal yang sama. Kesaksian mereka seperti Hardy dan Godel harus diambil dengan serius tetapi tidak dapat diputuskan. Keberatan terhadap ontologi Plato oleh karena asalnya yang terlalu banyak, keberatan kepada filsafat matematikanya adalah oleh karena asalnya terlalu sederhana. Analoginya persepsi tidak membawa beban apapun. Tidak ada tanggung jawab yang menawarkan bagaimana mengetahui kebenaran matematika. Apa hubungan sesuatu yang terbatas dan time bound mortal seperti aku memiliki kesatuan yang tidak penting dan terus menerus tentang bayangan Plato? Terutama sekali di tahun terakhir ketika teori dan pengetahuan yang menyebabkan acuan telah menjadi mode, konsekuensi epistemologi dari teori barisan Plato telah diambil sebagai argumentasi yang kuat melawannya. Ontologi dan keberatan epistemologi, ia membantah subyektivisme moral di situ bahwa satu-satunya alternatif adalah ajaran Plato. Nilai mungkin adalah sejenis obyek, seperti juga bilangan khayal, sembilan titik lingkaran, dan kelompok alternatif pasangan duabelas, tetapi quarks, elektron, partikel alfa dan pion. Dunia penuh dengan obyek aneh. Keanehan tidak menghalangi keberadaan. Garis besarnya, akal sehat para ahli filsafat memelihara bahwa baik matematika, etika, metafisika, maupun ilmu pengetahuan dapat memaksa kita untuk mengakui adanya keberadaan apapun. Walaupun kita boleh mengalikan kesatuan tanpa diperlukan, kita tidak bisa mengesampingkan Plato bahwa kesatuan abstrak pada alasan itu sendiri. Suatu kesulitan tersendiri menghinggapi para ahli filsafat modern yang percaya akan suatu teori pengetahuan menyebabkan mereka tidak melihat bagaimana

mungkin pengetahuan meliputi obyek yang tidak penting di dalam teori pengetahuan yang menyebabkan pembatasannya. Tetapi teori yang

menyebabkan pengetahuan hampir bukan merupakan teori keseluruhannya. Pada bagian itu adalah suatu usaha untuk menghalangi suatu lubang kecil di dinding dalam tanggung jawab pengetahuan sebagai kebenaran sejati. Tidak cukup bahwa suatu kebenaran sejati adalah benar. Itu harus dibenarkan dengan cara yang benar, dan teori yang menyebabkan mengakui jalan yang benar adalah cara yang menyebabkannya. Tetapi pembenaran suatu kebenaran sejati bisa disebabkan oleh cara yang salah, otak dalam suatu wadah mungkin dirangsang untuk menjaga suatu kepercayaan yang mana adalah benar dengan pertimbangan yang cukup. Alasan mengapa kita setuju bahwa 257 adalah suatu bilangan prima bukan karena kita memiliki hubungan misterius dengan kesatuan abstrak, tetapi bahwa menjadi masuk seperti suatu kebenaran. Kita percaya yang benar dan itu adalah benar, bahwa 257 adalah suatu bilangan prima. Hanya jika kita berada pada suatu pengetahuan dasar sederhana maka pengetahuan kesatuan abstrak nampak meragukan, dan kemudian

kesalahannya terletak pada tanggung jawab pengetahuan bukan pada matematikanya. Keberatan pada teori acuan yang menyebabkan sama dengan tidak membujuk. Teori ini didasarkan pada suatu paradigma acuan untuk obyek materiil, dan telah menjadi kemungkinan yang terlalu sempit dari suatu dasar. Kita harus berhati-hati menerima teori modern. Teori tersebut mungkin saja salah. Ahli filsafat boleh jadi tidak memahami bagaimana dapat memahami

kebenaran matematika, sebab mereka memiliki pengalaman yang kurang bagus dalam memahami apapun. Pada pertengahan abad keduapuluh, ahli filsafat mengutarakan ketidakmampuan mereka untuk melihat mengetahui segalanya tentang masa lalu, tetapi itu tidak membuat para sejarawan untuk keluar walaupun memiliki ketidakmampuan untuk memecahkan persoalan pada lain pikiran yang mendorong ke arah autism nyata. Ketidakmampuan zaman ini melihat bagaimana pengetahuan matematika mungkin harus dilihat dalam konteks ketidakmampuan abad pertengahan untuk memiliki

pengetahuan masa lalu, atau untuk melihat bagaimana seseorang bisa mengetahui apa yang telah dirasakan oleh orang lain. Ini merupakan kesulitan bagi yang belajar filosofi matematika untuk menunjuk dirinya sendiri, tetapi tidak ada keraguan yang menghalanginya untuk mengadopsi bahwa tanggung jawab yang nampak untuk membuat suatu keputusan tentang suatu gejala.

6. Modality Kritikus yang paling menonjol dari Platonisme adalah Plato. Meskipun ia tidak pernah sepenuhnya dikalahkan oleh teori forms, ia sadar dengan berbagai kesulitan yang ditimbulkan, tetap mengkritiknya dan meninjau ulang pemikirannya. Tidak hanya tentang forms tetapi sifat dasar matematika secara umum. Kebenaran matematika tidak hanya dikenal sebagai sebuah priori, tetapi sebuah keperluan. Ada sesuatu yang memaksa tentang itu. Kita melihat buktinya dalam Meno. Itu tidak hanya sah, tetapi tidak dapat bertahan. Itu melompat keluar dari sekitar kita. Sekali kita melihatnya, kita wajib menerima

itu. Keistimewaan tersebut yang memandu Plato, dan mayoritas ahli matematika lain serta ahli filsafat matematika dalam pemikiran mereka tentang sifat dasar matematika. Kebenaran matematika memiliki beberapa macam kepentingan yang kontras dengan ketidakpastian yang kita percayai tentang pengalaman duniawi kita. Kebenaran matematika tidak hanya selalu benar tetapi pasti benar sebab kebal terhadap perubahan dan kemungkinan gejala fenomena dari dunia yang cepat berlalu. Sulit membuat penafsiran visual karena keterpaksaan. Biasanya kita ingin merasakan kekuatan dengan percobaan dan kegagalan. Seorang anak mencoba dan menemukan itu

tidak sama dengan 2. Jika bukti matematika ditolak, kita secara alami bertanya apa yang akan terjadi jika kita mencoba untuk membalasnya. Kita tidak hanya bertanya Bagaimana cara kita untuk mengetahui matematika? dan Apa yang dibicarakan dalam matematika?, tetapi pertanyaan lebih lanjut Apa yang akan terjadi jika kita keberatan untuk mengakui kesimpulan suatu bukti?. Menurut teori tentang forms, jika kita tidak melihat itu hanya menunjukkan kekurangan visi matematika. Ini adalah hal kecil seperti buta warna. Matematika dihubungkan menjadi lebih dekat dengan mereka untuk memahami ketidakmampuan matematika dalam buta warna sama seperti memahami ketidakpekaan moral dalam buta warna. Meskipun Plato telah bahagia mengakui bahwa kemampuan matematika yang besar adalah suatu pemberian alami yang beberapa orang miliki dan kebanyakan orang tidak, ia tidak bisa melanjutkan untuk memegang bahwa itu hanya sekedar forms.

Sekali kita memegang bukti suatu teorema matematika, kita merasa yakin, keyakinan yang sangat besar tentang argumentasi itu. Kita diharuskan untuk mengakui bahwa bukti teorema matematika harus demikian. Keyakinan argumentasi matematika sangat berbeda dari keyakinan tentang fakta empiris. Kemudian kita harus mengakui bahwa argumentasi matematika itu begitu dengan terlebih dahulu mengakui argumentasi matematika harus begitu. Matematika memiliki kerumitan kata pengandaian yang tidak dimiliki oleh ilmu geografi. Analogi Plato, antara obyek matematika dengan pengalaman sehari-hari begitu luas ketidaksamaannya. Plato mulai mengembangkan suatu argumentasi teori matematika untuk mendapatkan nilai tentang kekuatan keyakinan dan perlunya kesimpulan dari teori matematika.

7. Keyakinan Plato berusaha untuk memberikan penjelasan tentang mengapa kebenaran matematika sepenuhnya harus benar. Penjelasan muncul dari pernyataan awal. Saat ia mengembangkan tentang pernyataan teorinya, dia terdorong untuk membuat alasan yang baik yang tak terbantahkan karena telah melekat sebagai dasarnya, dan menerima hanya penjelasan yang sah, mereka tidak dapat menyangkal penjelasan secara logis. Kebanyakan pernyataan tidak seperti itu. Kita sering berdebat dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan, kita berdebat untuk menerima maksud yang sama, dan kadang-kadang kita berhasil, selain itu kita harus meninggalkan semua kegiatan. Tetapi meskipun penjelasan dapat membawa keyakinan, pada sebagian kasus mereka tidak

sepenuhnya menerimanya. Penjelasan adalah suatu faktor yang beragam dan rumit, dan tidak semuanya mudah untuk dibuat bagan/pola. Tapi untuk tujuan kita sekarang ini cukup untuk berkomentar bahwa biasanya perkembangan pernyataan tergantung pada keduanya yaitu pendukung dan responden. Pernyataan sebagian besar bersifat holistik dan kumulatif. Sebuah kasus kumulatif holistik mungkin meyakinkan, namun selalu ada ruang yang logis untuk beberapa pertimbangan lebih lanjut. Jika penjelasan matematika dapat diterima, di sini harus ada

kelanjutannya. Kita perlu mengetahui dengan siapa seorang ahli matematika berbeda pendapat, dan pastikan bahwa dia tidak lemah dalam memberikan pernyataan apapun. Ahli matematika sering berbeda pendapat dengan ahli matematika yang lain, siapa yang sudah siap untuk mengikuti dengan lambaian tangan, dan melihat apapun, untuk menunjukan bukti yang dimaksud. Tetapi Plato memiliki kesempatan untuk berdebat dengan orang yang tersesat pandangannya, yang tidak mau mengakui apapun. Ia harus menggunakan alasan yang harus dapat diterima oleh yang paling keras kepala dari mereka. Ironisnya, matematika bertujuan untuk mengatasi pernyataan yang tidak dimengerti. Banyak kesulitan yang terjadi pada kita, pemahaman yang tepat tentang sifat matematika.

8. Deduktif Bukti yang mematahkan suatu argumentasi dalam angka yang terbatas dan langkah yang terpisah, akan menjadi sah secara keseluruhan jika menyajikan semua langkah-langkahnya. Hal ini menurut Plato, akan bersifat

tidak dapat dipertentangkan jika dilengkapi dengan kesimpulan. Plato menemukan deduktif. Dalam perselisihan dengan orang yang tersesat pandangannya, ia menemukan disana hampir tidak ada posisi sehingga tidak masuk akal seseorang tidak menerimanya. Satu-satunya cara mengusirnya adalah dengan menunjukkan bahwa posisi mereka sepenuhnya kontradiksi dengan dirinya sendiri. Dalam bukunya yang pertama, Republic, kita melihat dia mengarahkan Thrasymachus ke dalam kontradiksi dengan dirinya sendiri secara formal, dan ini persis sama dengan resep yang ia berikan dalam Phaedo. Di sana ia memberikan ujian tenability dari sebuah tesis filsafat "untuk melihat apakah konsekuensi setuju atau tidak setuju di antara mereka sendiri". Ini jelas menjadi suatu tes yang negatif jika konsekuensi suatu thesis tidak sependapat antara diri mereka sendiri, jika mereka dan ketika diambil bersama-sama kontradiksi dengan diri mereka sendiri, atau ketika ahli logika mengatakan satu sama lain inkonsistensi, kemudian thesis harus ditolak. Tetapi jika konsekuensinya konsisten, tidak menunjukkan thesisnya benar, banyak posisi yang konsisten meskipun salah. Plato juga mengusulkan suatu tes yang positif. Suatu thesis diharapkan untuk diterima jika itu diperoleh dari thesis lain dimana dirinya sendiri bisa diterima oleh kedua-duanya. Dan ini harus benar, bahkan untuk Thrasymachus, jika derivatif (turunan) adalah suatu deduktif itu akan menjadi kontradiksi dengan dirinya sendiri untuk menyetujui pendapat tersebut dan menyangkal kesimpulan tersebut. Kita sering menggambarkan argumentasi deduktif

dengan mengatakan bahwa argumentasi deduktif yang sah adalah jika dimana konjungsi dari suatu premis dengan negasi kesimpulan tidak konsisten, sama seperti kita mendefinisikan suatu dalil analisis sebagai suatu negasi terhadap dirinya sendiri tidak konsisten. Suatu pertanyaan, mengapa Thrasymachus harus merasa cemas untuk menghindari inkonsistensi, banyak orang

melepaskan diri dari inkonsistensi, Thrasymachus dan temantemannya hanya berkonsentrasi pada apa yang harus mereka lakukan untuk melepaskan diri dari inkonsistensi. Athens, seperti Inggris adalah negara yang bebas, disana tidak ada hukum yang kontradiksi dengan dirinya sendiri. Jika aku mengingat untuk berdiri pada sudut taman Hyde, dan menyatakan bahwa panjang sisi miring sebuah segitiga tidak sama dengan penjumlahan panjang kedua sisi lainnya, maka tidak akan terjadi hal yang mengerikan pada saya. Lalu apa sanksinya? jawabannya. Dimana Ia keperluannya? hukum Plato menemukan Ia dan

menemukan dalam buku

non-kontradiksi. Republic,

merumuskannya

keempat,

membuat penggunaan yang pantas dipertimbangkan dalam membantah argumentasinya sendiri. Bahkan orang yang

paling tersesat pandangannya, Thrasymachus, tidak dapat diusahakan untuk dibawa keluar dari kontradiksi dengan

dirinya sendiri, sebab mereka membantah diri mereka sendiri, dengan demikian dan memandang diri mereka Yunani tidak yang dapat dapat

dipahami,

berhenti

berbicara

dimengerti, dan melulu berlatih dengan tali suara mereka dan bukan bercakap-cakap. Dengan begitu ada beberapa batasan pada apa yang bisa dengan penuh arti dikatakan, dan beberapa sanksi ketika bertentangan dengan sikap skeptis yang mendominasi. Keperluan menghindari inkonsistensi

disana mengikuti aturan tentang keyakinan argumentasi. Empirisme Pemimpin eksponen Protagoras Mill Gillieas Kitcher Dengan pengamatan Fenomena empiris Logisisme Formal Early Late Plato Plato Hardy Frege Godel Russel Dengan berpikir Deduktif Forms atau pola Mengganti subyek Proposisi Kita tidak akan mengerti Platonisme

Bagaimana kita tahu? Apa yang kita bicarakan? Apa yang terjadi jika Membatalkan kita tidak melihat? Thesis

Jika aku tidak bisa mengelola, dengan harapan dapat memahami suatu inkonsistensi bagian dari teorema, kemudian jika aku mengakui semua kecuali salah satu dari bagian teorema menjadi benar, aku tidak dapat menyangkal diriku sendiri bahwa negasi tentang proposisi/teorema sisa dalam mulutku sendiri atau menyangkal bahwa negasinya dari seseorang. Itulah, aku tidak bisa, hukuman terakhir untuk inkonsistensi, keberatan untuk menyetujui

negasi dari proposisi, setelah diakui orang lain itu menjadi benar. Ini adalah apa yang menjadi argumentasi deduktif, dalam lambang, jikaP, Q, R

MakaP, Q,

R

Jika P, Q, R inkonsistensi, maka P, Q memerlukan R Plato terkesan oleh argumentasi deduktif. Banyak

argumentasi matematika sederhana dapat diletakkan pada format deduktif, dan kemudian memiliki pengertian dengan keperluan bahwa secara sederhana melihat adalah tidak mampu untuk menyampaikan. Kemudian kita membantah bahwa inkonsistensi bukanlah satu-satunya sanksi yang

masuk akal bagi seseorang yang sensitif, dan bahwa Plato memiliki konsekuensi menerangkan argumentasi matematika juga sedikit. Tetapi hampir semua ahli filsafat mengikuti Plato dalam menggunakan argumentasi deduktif sebagai

paradigma argumentasi yang sah, dan untuk menjelaskan secara utuh semua alasan dalam matematika dalam kaitan dengan dirinya sendiri.

9. Asal Premis Meskipun mudah untuk merumuskan dan menerapkan kriteria negatif untuk menolak sebuah thesis, sebuah thesis akan ditolak jika memiliki inkonsistensi, lebih sulit untuk menerapkan kriteria positif. Kriteria positif,

suatu thesis diharapkan untuk diterima jika secara deduktif mengikuti premis yang diakui untuk menjadi benar, dapat diterapkan berasal dari beberapa premis yang diakui untuk menjadi benar. Tetapi pertanyaan yang sama kemudian muncul tentang mereka. kapan saja kita mencoba untuk membenarkan matematika dalam kaitan dengan logika deduktif, kita berhadapan dengan permasalahan dimana kita akan memperoleh premis awalnya. Ada tiga kemungkinan, premis mungkin adalah terbukti dan harus diwarisi tanpa protes, mereka mungkin terbentuk ketika mengikuti pembentukan premis lain, atau beberapa dari mereka mungkin hanya didalilkan, mungkin diwariskan demi kepentingan argumentasi, tetapi tanpa pertimbangan menawarkan untuk kebenaran. Beberapa kemungkinan ini telah diadopsi oleh beberapa pemikir, dan memberi peningkatan pada perbedaan filosofi matematika. Status Aksioma Pendekatan Aksioma dapat dikembangkan dalam tiga cara : 1. Aksioma adalah terbukti: epistemologi Platonisme dan geometri tradisional. 2. Aksioma adalah logika kebenaran dan dapat dibuktikan: Logisisme. 3. Aksioma adalah benar maupun salah: Formalisme. Beberapa proposisi tidaklah terbukti secara mutlak. Pernyataan kemerdekaan Amerika tidaklah untuk ditertawakan di luar pengadilan, meskipun tidak jelas bagaimana kita mengetahui kebenaran adalah terbukti. Khususnya Dalil Euclids biasanya diambil untuk menyatakan kebenaran telah terbukti. Tetapi Plato gelisah, ia merasa terdorong untuk mencoba dan memberi suatu tanggung jawab (logon didonai) tentang perkiraan (hypothesis)

untuk membebaskan mereka dari status hipotesis dan menunjukkan bahwa mereka sungguh dipercaya. Ini adalah aksioma, berbagai hal yang pantas untuk dipercaya. Bagi Plato, mereka adalah kebenaran untuk dibentuk, tetapi pada waktunya untuk mempertahankan diri. Itu bisa dilakukan. Kita dapat membenarkan aksioma untuk suatu sistem dengan menunjukkan mereka menjadi dalil bagi yang lainnya, kelihatan lebih sedikit terbuka untuk bertanya. Disini Plato menunjukkan dirinya sebagai Proto-Logisisme. Penganut Logisisme berharap memperoleh keseluruhan matematika dari logika dasar, yang secara masuk akal dihormati sebagai titik awal yang tidak perlu diharapkan, tetapi dapat dibenarkan tanpa pertanyaan lebih lanjut. Program penganut Logisisme telah sangat berpengaruh meskipun tidak sepenuhnya sukses pada penetapan kondisi awal. Tetapi Plato masih gelisah. Bagaimanapun jauh kita kembali, selalu akan terjadi beberapa sistem fundamental pada aksioma membutuhkan pertimbangan tanpa disana terdapat sistem fundamental di dalamnya dimana mereka dapat dibentuk seperti suatu dalil. Ada suatu kesan tentang usahanya untuk melaksanakan suatu versi logis dari trik tali orang Indian. (arche anupothetos) akan selalu berkelit dari kita, jika satu-satunya metode menetapkan kebenaran adalah suatu bukti deduktif dari premis. Jika suatu premis tidak terbukti dan tidak bisa dibenarkan, satusatunya kesulitan adalah untuk mendalilkannya. Itu tidak terbantahkan, sekali dalil telah diwariskan, karena keseluruhan argumentasi telah diwariskan, tidak ada bantahan lebih lanjut yang muncul pada saat itu. Penganut Formalisme, dengan penurunan penglihatannya dari apa yang dituduhkan untuk menjadi

benar untuk apa yang benar-benar telah disetujui, mencapai suatu tingkat kepastian yang lebih besar. Plato sendiri merasakan ini, dan ahli geometri yang membawa program aksiomatisasinya melihat kecenderungan yang sama untuk tidak mencoba membenarkan hipotesis tersebut, tetapi hanya menuntut asumsi tertentu yang diwariskan, dan kita berangkat dari sana. Kata dalam bahasa Yunani, aitema, seperti kata dalil/postulat membawa pengertian yang sangat mendesak (lisan), dibanding cara menunjukkan, lebih bagus daripada kata axioma. Pendekatan secara aksioma adalah sejauh aksioma adalah terkait fiatory dibanding pembenaran. Ini masuk akal, kemudian untuk menanyakan apakah mengingat dalam berbagai kesulitan menemukan pembenaran untuk prinsip pertama, kita mestinya tidak mengadopsi filosofi matematika penganut Formalis. Pengganti Plato telah mendalilkan aksioma dan menetapkan beberapa definisi, dan mengajukan pertanyaan mengapa Plato sendiri tidak mengadopsi dengan tegas pendekatan formalisme. Jawabannya dapat dibaca pada dua lintasan gelap dalam Republic, dimana Plato mengkritik metodologi ahli geometri dan dimana ia hampir mengantisipasi kritik tersebut mungkin sudah dibuat oleh Hilberts dalam program matematikanya tahun 1920 dan 1930. Ia mengatakan: Kita mengetahui dengan jelas bagaimana belajar geometri dan aritmatika dimulai dengan mengusulkan fakta bahkan angka atau berbagai jenis figur ketiga penjuru pada setiap subyek. Data ini mereka ambil untuk diketahui dan diasopsi sebagai asumsi, mereka tidak memiliki alasan memberi tanggung jawab pada mereka, atau pada orang lain tetapi mengatakan mereka terbukti. Kemudian, berawal dari asumsi ini, mereka teruskan sampai mereka tiba, dengan serangkaian langkah yang konsisten, sebuah kesimpulan yang ditetapkan dari sebuah penyelidikan.

Geometri dan hal lain yang dipelajari berhadapan dengan kenyataan yang maha luas, tetapi tidak dapat menghasilkan sesuatu yang lebih jelas dibanding suatu mimpi yang seperti kenyataan, sepanjang mereka meninggalkan dalil tersebut dan tidak goyah menggunakannya dan tidak memberi dasar pemikiran bagi mereka.jika premismu adalah sesuatu yang tidak diketahui, dan kesimpulanmu serta di tengah langkah-langkahmu terdapat sesuatu yang tidak diketahui, dengan mekanisme apa ini yang hanya sebuah konsistensi formal dapat menjadi kenyataan ilmiah. Plato tidak sepenuhnya benar. Itu bukan sebuah konsistensi, tetapi validitas. Itu sendiri berasal dari inkonsistensi yang merupakan ciri-ciri pendekatan formal. Meskipun demikian, kritiknya secara mengejutkan dapat meramal, mungkin telah ditulis pada abad ke-20 setelah Masehi bukannya pada abad ke-4 sebelum Masehi. Itu membedakan antara kebenaran dan kekosongan. Jika kita meminta dengan lebih keras aturan kebenaran yang meyakinkan, kita akan memilikinya, dan memastikan bahwa apa yang kita nyatakan tidak dapat diperoleh oleh orang lain, meskipun itu tidak masuk akal. Tetapi kita mencapainya dengan mengevakuasi semua apa yang kita katakan. Seperti mengatakan bahwa 3, 4, 5 adalah sisi sebuah segitiga siku-siku. Aku mengatakan bahwa jika kamu mewarisi aksioma Euclids tetapi kamu tidak bisa menghilangkan inkonsistensi, maka kamu menyangkal dalil phytagoras. Dengan demikian kamu harus mengakui bahwa 3, 4 dan 5 adalah sisi sebuah segitiga siku-siku. Tetapi mengapa aksioma Euclids harus diwariskan? Plato merasa ia harus memberikan suatu alasan meskipun tidak dapat memuaskan. Penganut Formalisme dengan sangat kontras, memperhitungkan bahwa tidak ada alasan atau bahkan pertanyaan yang dapat diberikan, aksioma Euclids

hanyalah sebuah jalan yang digunakan dalam sebuah proses. Mereka mengikuti aturan Geometry Euclidean. Tidak ada alasan mengapa kamu

mengikuti Geometry Euclidean, tetapi jika kamu mengikutinya, maka kamu harus menerima aksioma Euclids. Dan untuk mengikuti Geometry Euclidean sama seperti mengakui aksioma Euclids. Tidak ada yang salah menurut hukum atau moral, dala melakukan Geometry Euclidean apalagi bermain rounder atau Baseball Amerika. Semua penganut Formalisme mengatakan bahwa Geometry non-Euclidean bukanlah Geometry Euclidean, dan jika kamu tidak mengakui aksioma Geometry Euclidean kamu tidak memainkan permainan Euclidean. Tetapi matematika tidak hanya tampak seperti sebuah permainan. Dalil matematika hadir sebagai sesuatu yang memiliki arti dan menjadi benar. Meskipun dalil dapat dibangun berdasarkan definisi implisit dari terminologi yang dihasilkan, kesalahan pada ciri-cirinya adalah unik, dan akan tidak berhasil mendefinisikannya secara jelas. Dan dengan sungguh-sungguh, argumentasi deduktif dapat mematikan kebenaran sebuah kesimpulan hanya jika kebenaran sebuah premis dapat diperlihatkan bukan hanya sebuah asumsi. Inilah mengapa Plato, meskipun menuju ke arah pendekatan Formalisme, tidak menuju ke arah tersebut sepenuhnya. Ia ingin memberi isi pada matematika, dan oleh karena itu tidak dapat diisi hanya oleh dalil dari aksiomanya, tetapi harus mencari untuk menetapkannya pada suatu basis logika, yang akan membuatnya berarti dan benar. Meskipun Plato banyak tertarik oleh rigour pendekatan Formalisme, dan jawaban yang diberikan memuaskan terhadap pertanyaan: Apa yang akan terjadi jika kamu tidak melihat argumentasi matematika? dijawab secara serentak dengan

kekosongan dalil matematika. Jawaban yang diberikan tidak memuaskan terhadap pertanyaan: Apa yang kita Bicarakan?. Itu adalah kenyataan dan menyatakan keberatan pada Formalisme. Pendekatan Aksiomatisasi Plato tidak dapat diadopsi bersamaan dengan alasan dirinya sendiri belum sadar sepenuhnya. Tetapi kita dapat memilih pilihannya seperti dilakukan Plato. Pada bab selanjutnya, kita tetap mempertimbangkan aturan pada alternatif pertama, katakan bahwa aksioma kenyataannya merupakan sebuah dalil, bukan diturunkan, tetapi itu merupakan kontoversi dengan yang kita percayai, terlihat masuk akal dalam geometri. Dengan penelitian yang teliti, pengakuan bukti kebenaran berkurang, dan banyak ahli geometri menciptakan format dari Formalisme untuk melepaskan beban Plato. Itu akan didiskusikan pada bab tiga. Pada bab empat, lima dan enam, kita akan mempelajari Logisisme dasar dimana kita menekankan pada asumsi, (tas hupotheseis anairousa), tidak lagi hanya berbicara tentang aksioma untuk diwariskan atau didalilkan, tetapi mepelajari untuk

membenarkan mereka, jika bukan dengan deduksi, kemudian pada cara lain membuat mereka masuk akal untuk diterima, meskipun bukan benar-benar inkonsistensi untuk menyangkalnya.

KESIMPULAN Plato membagi dalam dua pandangan tentang dunia yaitu dunia ide dan dunia materi. Menurut Plato metode untuk mencari kebenaran dalam matematika dilakukan dengan cara a priori yaitu tanpa melalui pengalaman indrawi yang

disebut juga sebagai sifat pengetahuan deduktif. Menurut Plato kita harus meyakini kebenaran matematika, karena dalam matematika itu sudah tentu benar apabila kita tidak meyakini kebenaran matematika berarti imajinasi kita tidak sampai untuk memaksimalkan ide pikiran karena objek matematika yang sempurna hanya bisa diihat oleh mata pikiran. Terdapat beberapa aliran filsafat matematika yaitu aliran Empirisme, aliran Platonisme, aliran Logisime Formal. Ketiga aliran tersebut memiliki banyak perbedaan. Aliran Empirisme dilakukan dengan cara pengamatan untuk mendapatkan objek matematika dan berdasarkan fenomena empiris yang menganut paham ini antara lain Mill, Gillies, dan Kitcher. Aliran Platonisme dilakukan dengan cara berpikir untuk mendapatkan objek matematika dan berdasarkan Format atau pola, yang menganut paham ini antara lain Plato, Hardy, dan Godel. Aliran Logisisme Formal dilakukan dengan cara deduktif untuk mendapatkan objek matematika dan berdasarkan proposisi, yang menganut paham ini antara lain Plato, Frege, dan Russel. Plato menjelaskan tentang pendekatan aksioma yang dianut oleh tiga aliran filsafat dalam bukunya Republik. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa pendekatan aksioma dikembangkan dalam tiga cara yaitu (1) Aksioma adalah terbukti, ini menurut aliran epistemologi Platonisme dan geometri tradisional (2) Aksioma adalah logika kebenaran dan dapat dibuktikan, ini menurut aliran Logisisme (3) Aksioma adalah benar dan salah, ini menurut aliran Formalisme. Plato juga menyimpulkan adalah sebuah apriori(tidak didasarkan pada bukti dan kenyataan). Platonisme berpendapat matematika diperoleh dengan

berfikir deduktif. Kaitan platonisme, empirisme dan logisisme adalah empirisme tidak menyentuh matematika setelah plato. Formalisme mempelajari tentang manipulasi karakter-karakter, symbol-simbol dan atura-aturan, bagian dari matematika yang menganut faham formalism adalah Aljabar Abstrak. Logisisme berkembang setelah platonisme dan berhubungan dengan logika. Dalam empirisme pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan.