platform km itb 2009 2010
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jkjkTRANSCRIPT

Sebuah Gagasan Keluarga Mahasiswa ITB untuk Membangun Kemandirian Indonesia
Mari Kita Buat Indonesia Tersenyum
Kabinet KM ITB 2009-2010
GERAKAN KEMANDIRIAN NASIONAL
[Type text]

Sejarah Indonesia Masa Depan
Apa yang kita lakukan sekarang merupakan bagian dari sejarah bagi Indonesia di masa depan,
sejarah yang berisi kebanggaan dan catatan emas keberhasilan bangsa Indonesia yang ditorehkan
dengan pena perjuangan oleh para pengisi kemerdekaan Indonesia. Apa yang akan kita lihat pada saat
itu adalah Indonesia yang makmur, dimana hasil bumi Indonesia berlimpah ruah, padi – padi menguning
ditangkainya membentuk hamparan karpet berwarna keemasan di nusantara, air mengalir dengan indah
di sisi rumah, rakyat mengambil haknya tanpa takut, pembangunan yang berlangsung di segala penjuru
daerah, hutan – hutan hijau kembali merimbun dengan cantik menutupi pegunungan dan lembah.
Pada masa itu, kita dipimpin oleh seorang pemimpin dari kaum kita sendiri, dimana ia bersikap
keras terhadap kejatahan dan penindasan, namun lemah lembut terhadap rakyatnya. Keadilan
merupakan kata – kata yang lumrah kita dengar dan kita lihat pelaksanaannya dalam setiap bidang
kehidupan; baik itu dari segi pelaksanaan hukum hingga pemenuhan hak – hak pokok. Korupsi adalah
masa lalu Indonesia, yang telah diberantas dengan sempurna dengan kombinasi dari pendidikan
karakter, pemanfaatan teknologi pranala dan telekomunikasi yang canggih, dan penegakan hukum yang
adil tanpa pandang bulu. Tidak pernah lagi terdengar berita tentang kematian bayi akibat kurang gizi
ataupun manula yang tidak bisa mendapatkan makanan dan tempat yang layak, karena para petani
telah makmur dan dipenuhi semua kebutuhan pokoknya; harga pupuk yang murah dan mudah
dijangkau, perubahan pola tanam tanaman sumber karbohidrat dan protein alternatif, serta
peningkatan kepercayaan diri mereka di era persaingan global dengan pendidikan dan pencerdasan
teknologi terpadu.
Mahasiswa telah bergerak dengan bentuknya sendiri, dimana demonstrasi diadakan tidak untuk
menjatuhkan partai politik ataupun sebagai underbow salah satu partai politik, melainkan sebagai
wadah ekspresi untuk mengkoreksi kebijakan pemerintah dan penyuaraan aspirasi akar rumput.
Gerakan mahasiswa merupakan koreksi dan aksi pengawalan semata atas aspek kemanusiaan para
penguasa, dimana kesalahan merupakan salah satu bagian dimana kita harus bisa hidup dengannya.
Dialog intelektual merupakan bahan yang biasa dibicarakan dan terlihat di berbagai sudut kota, baik itu
di café, restoran, ataupun di warung kaki lima. Tidak ada anggota kehormatan yang malu untuk
bersandingan dengan para rakyat yang bekerja sebagai pemulung sampah, duduk berjam – jam di
warung soto hanya untuk mendengarkan aspirasi para pedagang. Mahasiswa sendiri membiasakan

dirinya dalam ruang ide, ruang laboratorium, dan ruang diskusi public sehingga membentuk karakternya
sebagai insan akademis yang utuh. Kaderisasi merupakan hal yang wajib terjadi dalam kegiatan institusi,
baik itu dalam ranah kemahasiswaan serta ranah akademik di ITB. Sanksi diturunkan jika suatu lembaga
tidak melakukan kaderisasi dengan optimal, ataupun melaksanakan kaderisasi yang tidak memiliki suatu
landasan pembinaan karakter yang optimal. Rektor bidang kemahasiswaan merupakan “ayah angkat”
dari gerakan mahasiswa, dan tempat biasanya rektor dan mahasiswa bertemu adalah campus center
ITB, pusat aktivitas kemahasiswaan yang kuat dan dinamis. Canda tawa, gurauan, maupun pernyataan
intelek lahir dari sini, membantu tumbuhnya semangat persatuan dan intelektualitas kampus ITB. Di
depan kampus, spanduk besar bertuliskan “Selamat Datang Putra – Putri Bangsa Indonesia, Selamat
Datang Di Kampus Inspiratif Indonesia”, di bagian yang baligo depan, terpampang jenis kegiatan
mahasiswa yang akan terjadi selama setahun, dan disebelahnya ada balligo besar bertuliskan selamat
kepada para pemenang lomba Imagine Cup dimana para pemenangnya diberikan tugas tambahan
selama sebulan penuh untuk menginspirasi kampus dengan karya mereka, dan mengaplikasikannya di
lingkungan terdekat. Berita dalam koran yang terbit tidak lagi menimbulkan kecemasan, tapi berisi
berita motivasi, kejayaan dan kebesaran bangsa Indonesia, bukan bagian dari doktrinasi pemerintah
melainkan sebagai refleksi keberhasilan bangsa ini atas perjuangan yang tidak pernah berhenti.
Indonesia adalah negara yang sangat disegani, dimana setiap jengkal wilayahnya telah dilindungi
dengan keperkasaan TNI, ribuan kapal laut dan arsenal pelindung kedaulatan Indonesia di berbagai
lapisan bumi. Kontribusi pada dunia internasional juga sangat tinggi, ribuan kali pasukan garuda
Indonesia dikirimkan untuk membantu pemulihan negara negara berkembang dan menjaga pelaksanaan
keadilan di muka bumi. Indonesia juga bukan negara yang takut untuk mengatakan “Tidak!” pada
penjajahan kemanusiaan dunia, terutama pada penjahat dunia kelas kakap yang telah menyengsarakan
kehidupan manusia.
Dalam bukunya, “Fortune at The Bottom of The Pyramid”, Professor C.K. Prahalad memberikan
suatu pandangan tentang bagaimana suatu Negara disebut Negara yang bangkit, yaitu saat
semua warga masyarakat bisa mendapatkan harga diri, mendapatkan akses globalisasi dan
bersaing secara proporsional. Komponen pendukung seperti Pemerintah, perusahaan swasta, dan
LSM, ketiganya berada dalam satu lingkungan dimana orientasi dari ketiganya adalah untuk
mensejahterakan masyarakat di daerah tempat dia berada, namun masing – masing tetap akan
mendapatkan keuntungan untuk diri mereka sendiri : Pemerintah akan mendapatkan kepercayaan dari
masyarakatnya, Perusahaan Swasta akan mendapatkan pasar yang kondisi ekonominya meningkat,
dan LSM akan mendapatkan tujuan yang dicitakannya sebagai suatu katalisator perubahan. Inilah yang

menjadi landasan pergerakan sinergis Indonesia untuk membangun berbagai sektor dengan pertemuan
berbagai bidang tersebut di Indonesia, yang disertai dengan perlindungan Undang – Undang dan
penegakan keadilan yang menjadi hakimnya. Perdagangan global bukan merupakan ancaman lagi, tapi
suatu tantangan untuk berubah, dan tidak ada lagi ketakutan untuk berubah karena pada masa ini
kepercayaan sudah didapatkan dan diikuti dengan kekayaan intelektual yang banyak dan beragam serta
perlindungan yang pasti oleh pemerintah, karena Indonesia telah menguasai penuh seluruh cabang
industry yang menguasai hajat hidup masyarakat; energy, air, tanah-mineral, dan udara.
Setiap kejadian ini bermula pada suatu titik, suatu momen sejarah yang akan selalu dikenang
oleh para pemimpin sebagai “Titik Awal Transformasi Sejarah Indonesia”. Dan titik yang dikenang itu
adalah sekarang; bersama Kabinet KM ITB 2009-2010 beserta dukungan semua anggota Keluarga
Mahaisiswa ITB.
Sebelum menyusun narasi visi kemandirian Indonesia, diperlukan tinjauan dari berbagai aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Trisakti, Bung Karno menuangkan tujuan berbangsa dan
bernegara ke dalam Trisakti yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Berdaulat dalam Politik;
2. Berdikari dalam Ekonomi;
3. Berkepribadian dalam Budaya;
Untuk itu, akan kami bawakan satu tema untuk membangun narasi besar, suatu landasan juang
bersama bangsa Indonesia yang diemban oleh mahasiswa; “Kecerdasan dan Kepemimpinan untuk
Indonesia yang Mandiri”

Platform Bidang Eksternal
Tinjauan Bidang Ekonomi
Kemandirian EkonomiMenurut buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Economist, USA, prestasi
kekayaan Indonesia adalah sebagai berikut:
+ Penghasil biji-bijian terbesar nomor 6
+ Penghasil teh terbesar nomor 6
+ Penghasil kopi nomor 4
+ Penghasil cokelat nomor 3
+ Penghasil minyak sawit (CPO) nomor 2
+ Penghasil lada putih nomor 1 dan lada hitam nomor 2
+ Penghasil puli dari buah pala nomor 1
+ Penghasil karet alam nomor 2 dan karet sintetik nomor 4
+ Penghasil kayu lapis nomor 1
+ Penghasil ikan nomor 6
+ Penghasil timah nomor 2
+ Penghasil batu bara nomor 9
+ Penghasil tembaga nomor 3
+ Penghasil minyak bumi nomor 11
+ Penghasil gas alam nomor 6 dan LNG nomor 1
+ Penghasil emas nomor 8 dan bahan tambang lainnya
Selain itu, analisa Visi Indonesia 2030 yang disusun oleh Yayasan Indonesia Forum menyatakan
bahwa Indonesia juga memiliki keunggulan posisi geografis. Posisi Indonesia terletak di jantung kawasan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yang mencakup Asia Timur, Asia Selatan, dan Australia-
Selandia Baru. Bentang daratan dan lautan yang luas di daerah tropis, fluktuasi musim yang rendah,
serta kesuburan tanah dan keragaman hayati yang dimiliki, merupakan potensi kekayaan alam Indonesia
yang besar.

Dengan potensi yang demikian besarnya, sudah sepatutnya Indonesia menjadi bangsa yang
berdaya saing tinggi. Segala aset yang ada hendaknya dikelola secara optimal dan berkesinambungan.
Efisiensi pengelolaan tersebut bergantung pada ketersediaan sumber daya manusia yang unggul serta
pemanfaatan teknologi tepat guna. Setelah kedua aspek tersebut terpenuhi Indonesia sudah dapat
menyandang gelar bangsa yang mandiri.
Indonesia yang mandiri tidak lagi bergantung pada bangsa asing untuk mengelola asetnya.
Dengan demikian, Indonesia terbebaskan dari penjajahan ekonomi dari bangsa manapun. Setiap aset
yang Indonesia miliki dinasionalisasikan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
secara merata, sebagaimana salah satu tujuan nasional Indonesia yang tertera dalam preambule UUD
1945 maupun pasal 33 UUD 1945 mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Kesejahteraan sosial dikatakan sudah tercapai jika setiap masyakarat sudah terbebas dari
kemiskinan dengan parameter apapun. Kemudian setiap masyarakat tersebut dapat menikmati standar
kualitas hidup yang layak. Aspek minimal kualitas hidup yang layak tersebut adalah aksesibilitas
masyarakat terhadap layanan pendidikan dan kesehatan.
Dalam kerangka mewujudkan kemandirian ekonomi dan memajukan kesejahteraan umum, baik
pemerintah maupun masyarakat saling menyinergikan perannya. Pemerintah berperan dalam
menjalankan mandat dan memenuhi amanat konstitusi melalui pengadaan dan penyaluran kebutuhan
primer masyarakat serta penyediaan infrastruktur operasional maupun regulasi yang dapat membentuk
iklim usaha yang kondusif. Adapun peran masyarakat adalah berinisiatif dan berpartisipasi dalam
mengisi berbagai sektor-sektor ekonomi yang tersedia secara kreatif dan bertanggung jawab.
Keterpurukan EkonomiBangsa Indonesia ibarat tikus mati di lumbung padi. Di tengah limpahan nikmat yang sedemikian
besarnya, sebagian besar bangsa Indonesia hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Beberapa
masalah yang menerpa adalah kesenjangan ekonomi yang melebar, tingkat kemiskinan dan
pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti dengan pemerataan, serta neo-
kolonialisme.
Kesenjangan EkonomiRiset terbaru Globe Asia (Mei 2008) menobatkan Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat Kabinet Indonesia Bersatu, sebagai manusia terkaya di Indonesia dengan nilai
kekayaan US$ 9,2 miliar (Rp.84,6 Triliun) dari total aset 150 orang terkaya di Indonesia sebesar US$ 69,3
miliar (Rp.637,3 triliun). Bandingkanlah nilai kekayaan mereka dengan APBN 2008 sebesar Rp854,6

triliun, maupun anggaran penanggulangan kemiskinan 2008 sebesar Rp 32 Triliun. Nilai kekayaan
seorang Aburizal Bakrie bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi anggaran penanggulangan kemiskinan
di Indonesia. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan kesenjangan antara si kaya dan si miskin
semakin melebar. Yang menikmati kue besar ekonomi hanya komunitas kecil tertentu, sedangkan
komunitas sosial yang lebih besar (rakyat kecil) sekadar menjadi penonton dan obyek penderita tiada
akhir.
Tingkat Kemiskinan dan PengangguranBerdasarkan data BPS jumlah penduduk miskin sampai dengan Maret 2008 mencapai 15,42
persen atau 34,52 juta orang. Penentuan standar miskin didasarkan pada ukuran pendapatan (ukuran
finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan
untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan makanan
digunakan patokan 2100 kalori perhari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan
meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Pengeluaran bukan
makanan ini dibedakan antara perkotaan dan pedesaan.
Sekitar 70 persen penduduk miskin di daerah pedesaan bekerja di sektor pertanian. Menurut
Menteri Pertanian Anton Apriyantono, salah satu penyebab tingginya tingkat kemiskinan di sektor
pertanian karena kepemilikan lahan petani Indonesia rata-rata di bawah satu hektar sehingga
keuntungan dari usaha tani mereka sangat kecil. Sektor pertanian seakan tidak mendapat perhatian
dalam pembangunan ekonomi nasional, padahal sektor tersebut merupakan salah satu sektor strategis
dan potensial bagi Indonesia. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat disparitas penghasilan antara
produsen barang kebutuhan primer dengan produsen barang kebutuhan tersier.
Adapun tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 8,46 persen
atau 9,43 juta orang. Definisi penangguran terbuka menurut BPS adalah bagian dari angkatan kerja yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali
maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
34,52 juta orang miskin maupun 9,43 juta orang pengangguran bukanlah angka yang kecil.
Angka tersebut tidaklah presisi dan belum tentu menggambarkan realita sebenarnya. Terlebih lagi
dinamika perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi global yang saat ini

mencapai titik kritisnya. Boleh jadi jumlah orang miskin ataupun pengangguran lebih besar dari angka
tersebut.
Pertumbuhan versus PemerataanPertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi itu tecermin dari peningkatan produk domestik bruto
(PDB). Tahun 2007, PDB Indonesia sudah mencapai Rp 3.957 triliun. Angka sebesar ini membuat
Indonesia masuk dalam daftar 20 negara dengan PDB terbesar di dunia. Membesarnya PDB berjalan
selaras dengan kenaikan pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Namun pada kenyataannya, angka
pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Yang justru terjadi
adalah meningkatnya kesengsaraan rakyat. Apalagi, pertumbuhan selama ini lebih banyak ditopang
konsumsi, bukan investasi.
Pendapatan per kapita tidak mutlak dapat menggambarkan bahwa suatu masyakarat
memiliki kesjahteraan yang sama dan merata, karena faktanya hingga saat ini disparitas kesejahteraan
antara mereka yang sangat berkecukupan dengan masyarakat miskin sangatlah lebar. Sehingga
sebenarnya, berdasarkan data, mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan tertopang oleh mereka
yang mempunyai tingkat kekayaan sangat besar. Namun dalam kesehariannya, hidup mereka
tidaklah ikut berubah sebagaimana hitungan matematika per kapita yang telah ditentukan.
Pinjaman Luar Negeri Pada tahun 2007, pemerintah dipastikan akan menarik komitmen pinjaman luar negeri dari
Bank Dunia, ADB (Asian Development Bank), dan JBIC (Japan Bank for International Cooperation)
sebesar US$ 1,75 miliar seperti terdapat dalam APBN 2007.Pinjaman dari Bank Dunia akan mencapai
sekitar US$ 600 juta, dari ADB senilai sekitar US$ 1 miliar, dan sisanya akan berasal dari JBIC
Makalah bertajuk Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme Indonesia yang disusun oleh
Revrisond Baswir, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM, Jogjakarta, merumuskan
beberapa kritik mengenai pinjaman luar negeri yang tidak hanya muncul sehubungan dengan
efektifitasnya, tetapi meluas hingga mencakup sisi kelembagaan, sisi ideologi, serta implikasi sosial dan
politiknya.
Pada sisi efektifitasnya, secara internal, utang luar negeri tidak hanya dipandang menjadi
penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara Dunia Ketiga. Ia diyakini menjadi pemicu
terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan
(Pearson, 1969, Kindleberger dan Herrick 1977). Sedangkan secara eksternal, utang luar negeri diyakini
menjadi pemicu meningkatnya ketergantungan negara-negara Dunia Ketiga pada pasar luar negeri,

modal asing, dan pada pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan (payer, 1974, Gelinas,
1998).
Pada sisi kelembagaannya, lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti IMF, Bank Dunia,
dan ADB, tidak hanya dipandang telah bersikap tidak transparan dan tidak akuntabel. Keduanya diyakini
telah bekerja sebagai kepanjangan tangan negara-negara Dunia Pertama pemegang saham utama
mereka, untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman (Rich, 1999; Stiglitz, 2002; Pincus dan
Winetrs, 2004).
Pada sisi ideologinya, utang luar negeri diyakini telah dipakai oleh negara-negara pemberi
pinjaman, terutama Amerika, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal ke seluruh
penjuru dunia. Dengan dipakainya utang luar negeri sebagai sarana untuk menyebarluaskan
kapitaliseme neoliberal, berarti utang luar negeri telah dengan sengaja dipakai oleh negara-negara
pemberi pinjaman untuk menguras dunia (Erler, 1989).
Sedangkan pada sisi implikasi sosial dan politiknya, utang luar negeri tidak hanya dipandang
sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk
mengintervensi negara-negara penerima pinjaman. Secara tidak langsung ia diyakini turut
bertanggungjawab terhadap munculnya rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatkan tekanan
migrasi dan perdagangan obat-obat terlarang, serta terhadap terjadinya konflik dan peperangan (Gilpin,
1987; George, 1992; Hanlon, 2000).
Neo-KolonialismeSekalipun Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya 63 tahun yang lalu, akan tetapi
hegemoni bangsa asing terhadap Indonesia masih terasa saat ini melalui neo-kolonialisme di bidang
ekonomi. Bentuk penjajahan tersebut dapat dilihat dari giatnya pemerintah dalam melakukan privatisasi
aset strategis Indonesia maupun penyusunan kebijakan yang berpihak pada asing. Ketidakmampuan
Indonesia dalam mengelola asetnya merupakan akar masalah privatisasi. Disamping itu, kebijakan liberal
dibuat dengan dalih meningkatkan inventasi asing di Indonesia.
Penguasa sumber daya alam, minyak, gas, dan tambang saat ini sudah dikuasai asing 80 persen,
di mana 70 persen di antaranya adalah pengusaha Amerika Serikat (AS). Perusahaan asing tersebut
antara lain: Freeport di Papua (Freeport McMoran), Blok Cepu di Jawa Timur (ExxonMobil), Blok Gas
Tangguh di Papua Barat (British Petroleum), Blok Mahakam di Kalimantan Timur (Total E&P Indonesie,
Perancis), Blok Natuna di Kepulauan Riau (ExxonMobil); juga migas di Riau yang dikuasai Chevron Pacific,

Newmont Minahasa dan Nusa Tenggara, Kelian Equatorial Mining (Aurora Gold Australia), dan lain-lain.
Adapula Indosat yang dikuasai Temasek Holding dan Qatar Telecom.
Pihak asing berhasil mencampuri pembuatan/pengesahan sejumlah undang-undang, bahkan
dari mulai pembuatan draft (rancangan)-nya. Akibatnya, sejumlah UU diindikasi semakin kapitalistik dan
liberal, yang ujung-ujungnya lebih memihak asing. Sebut saja UU Migas (UU No. 22 Th. 2001), UU BUMN
(UU No. 19 Th. 2003), UU PMA (UU No. 25 Th. 2007), UU SDA (UU No. 7 Th. 2004), UU Kelistrikan (UU
No. 20 Th. 2002), UU Tenaga Kerja (UU No. 13 Th. 2003), UU Pelayaran (UU No. 17 Th. 2008), UU
Pengalihan Hutan Lindung menjadi Pertambangan (UU No. 19 Th. 2004), dan lainnya.

Analisis Masalah dan Peran Keluarga Mahasiswa ITB
[Type text]

Tinjauan Bidang Politik
Kemandirian PolitikPada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia merupakan salah satu negara yang
diperhitungkan sebagai macan asia, suatu state entity yang tidak hanya disegani oleh negara
tetangganya tapi juga ditakuti oleh Amerika Serikat. Kemampuan militer yang sangat ditakuti, kekuatan
massa dengan jumlah yang banyak, kekuatan angkatan laut yang dahsyat, ditopang dengan sumberdaya
alam yang melimpah dan kondisi geologis yang sangat strategis, menjadikan posisi tawar Indonesia di
mata dunia menjadi setara dengan bangsa – bangsa maju lainnya. Ketika pada masa itu Indonesia
mendeklarasikan NaSaKom (Nasionalisme, Sosialisme, dan Komunisme) sebagai dasar negaranya, dan
mengarahkan politik bebas aktif Indonesia menjadi berkiblat ke China dan Rusia, maka saat itulah dunia
terguncang. Indonesia pernah menjadi negara yang melakukan swasembada pangan, bahkan juga
menjadi eksportir minyak yang besar, menjadi negara yang “memberi makan” India dan China hingga
saat ini menjadi negara industri karena minyak dari Indonesia.
Sejarah telah menjadi bukti bahwa Indonesia pernah menjadi negara yang bermartabat dan
sejajar di mata bangsa yang lain, serta mampu mensejahterakan masyarakatnya dengan potensi yang
kita miliki. Semua itu didukung oleh seluruh instrumen politik di Indonesia ; sistem politik, pelaku
politik, dan kebijakan politik. Kemandirian Indonesia tidak hanya dicapai dengan memberdayakan satu
bidang saja, namun harus mengoptimalkan seluruh bidang mulai dari IPTEK hingga sosial – budaya, dan
itu bisa didekati dengan melakukan perbaikan pada bidang politik Indonesia.
Kapankah Indonesia disebut mandiri di bidang politik? Inilah yang menjadi pertanyaan dalam benak
mahasiswa dalam pembangunan seluruh gerakannya. Dalam spectrum negara, maka indikator ini bisa
menjadi panduan untuk mengetahui kemandirian Indonesia :
Kestabilan politik dalam dan luar negeri
Indonesia sering kali berubah sikap dan pendapatnya dalam bidang politik, terutama
bidang pendidikan dan ekonomi. Hal ini selain disebabkan lemahnya political will dari elit politik,
juga disebabkan karena partai yang terlalu banyak sehingga sering terjadi koalisi yang belum
tentu mensejahterakan rakyat, tapi mencari optimasi dari setiap hubungan antara partai untuk
mencapai tujuannya. Ditambah lagi, ongkos politik dalam melaksanakan kegiatan politik ini
sangat tinggi dan membuat masyarakat menjadi tidak sejahtera.
[Type text]

Indonesia akan memiliki kestabilan politik saat partai politiknya sedikit sehingga
tercipta konsistensi setiap elit untuk membangun bangsa yang tidak dipengaruhi partai politik
lain dan kekuatan asing, serta ongkos politik yang menjadi murah sehingga kesejahteraan
masyarakat menjadi lebih baik.
Terciptanya pemimpin yang tidak terikat dengan partainya, tapi terikat dengan rakyat
Pemimpin yang terpilih sekarang ini tidak memperjuangkan kepentingan bangsa, tapi
lebih memperjuangkan kepentingan partai yang mengusungnya, padahal jelas sekali bahwa
kebutuhan masyarakatlah yang seharusnya diperjuangkan oleh sang pemimpin. Kecenderungan
inilah yang akhirnya membuat Undang – Undang BHP disetujui pada bulan Desember 2008,
Harga minyak dinaikkan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang menyengsarakan masyarakat,
serta berbagai produk kebijakan publik lainnya yang melenceng dari kebutuhannya semula.
Untuk itu, kestabilan Indonesia akan tercapai jika Indonesia memiliki cadangan
pemimpin masa depan yang cukup untuk mengisi kevakuman kepemimpinan saat ini , yang
siap mengemban amanah rakyat Indonesia untuk mengantarkannya menjadi lebih baik.
Terbentuknya produk politik dan kebijakan politik yang memakmurkan masyarakat
Produk politik yang dibentuk saat ini merupakan produk kepentingan partai dan
kepentingan asing ataupun korporatokrasi raksasa dunia. Kontrak kerja dengan perusahaan
tambang di Indonesia yang sangat lama dan merugikan masyarakat, koruptor BLBI yang tidak
ditindak dengan semestinya, merupakan sekian masalah dari banyaknya permasalahan di
Indonesia. Produk politik yang dihasilkan bisa membuat yang salah menjadi benar, dan
kebijakan yang dibentuk bisa membuat penindakan koruptor BLBI menjadi terhambat, bahkan
cenderung untuk diampuni dengan syarat mereka mengembalikan seluruh uang yang mereka
dapatkan melalui bantuan BLBI tersebut. Hal ini merupakan penistaan yang nyata di depan
kekuasaan hukum republik Indonesia, dan ini menjadi “halal” ketika dilindungi dalam produk
politik yang ditafsirkan serampangan, serta kebijakan politik yang memaksa lembaga dan aparat
untuk mengklasifikasikannya “tidak bersalah”.
Kemandirian merupakan harga mutlak dalam hal ini, dan indikatornya dalah ketika
Indonesia memiliki produk dan kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat,
penegakan hukum yang adil, dan bangkitnya modal sosial berupa kepercayaan masyarakat
kepada elit politik dalam mengemban amanahnya sebagai pemimpin bangsa Indonesia.

Keterpurukan PolitikBeberapa masalah yang Indonesia hadapi di bidang politik, antara lain:
Krisis Kepemimpinan dan Ketidak Percayaan public
Sistem perpoitikan yang terlalu dinamis
Kebijakan public yang tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat
Kondisi birokrasi yang membunuh potensi

Analisis Masalah dan Peran Keluarga Mahasiswa ITB
[Type text]

TINJAUAN BIDANG SOSIAL DAN BUDAYA
Kemandirian Sosial Budaya
Kemajemukan BudayaIndonesia merupakan bangsa yang besar. Kebesaran bangsa Indonesia tidak hanya dilihat dari
jumlah penduduknya yang mencapai 250 juta jiwa - yang membuat Indonesia menempati peringkat
jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia - tetapi juga kemajemukan budayanya. Kemajemukan
budaya tersebut diperlihatkan antara lain dengan terdapatnya 495 suku / etnis dan 567 bahasa lokal /
dialek yang tersebar di Indonesia [KBRI Beijing].
Kemajemukan budaya yang ada merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia, namun dapat
pula memicu konflik apabila tidak disikapi dengan bijak. Untuk menghindari potensi konflik yang
terkandung dalam kemajemukan budaya diperlukan modal sosial untuk membangun kohesivitas
(persatuan) bangsa. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai norma informal yang dapat mendorong
kerjasama antar anggota masyarakat [Francis Fukuyama]. Dalam kehidupan sehari-hari, modal sosial
juga tampak dari suasana saling percaya antar warga masyarakat. Gotong royong merupakan salah satu
modal sosial yang menjadi corak kepribadian Indonesia [Soekarno].
Pembangunan Karakter BangsaSejarah telah menuliskan bagaimana bangsa yang heterogen ini pada akhirnya muwujudkan
persatuan untuk berjuang dalam menghadapi musuh bersama (penjajah) dan mencapai cita-cita
bersama (kemerdekaan). Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan buah
perjuangan yang diperoleh dengan persatuan. Dengan demikian momen tersebut telah menutup fase
liberation serta membuka fase berikutnya, yaitu fase nation and character building [Soekarno]. Namun,
tantangan yang dihadapi pada fase kedua jauh lebih sulit daripada fase pertama. Untuk menghadapi
tantangan tersebut bangsa Indonesia dituntut untuk tetap membangun dan menjaga kohesivitas serta
tanggap terhadap perubahan yang terjadi di dunia [Prof. I Dewa Gede Raka].
Pada fase nation dan character building, pembangunan tidak semata-mata berorientasi pada
pembangunan fisik melalui pertumbuhan ekonomi, namun juga pembangunan karakter. Pembangunan
karakter tersebut menempatkan manusia sebagai subyek utama dan penggerak pembangunan bangsa.
Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan,
[Type text]

menentukan tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa tersebut [Hatta Radjasa], Sehingga pada
akhirnya terwujudlah Indonesia yang berdaulat dan bermartabat.
PendidikanPembangunan karakter dapat dilakukan melalui pendidikan. Sebagai bangsa dengan
kemajemukan budaya, pendidikan di Indonesia hendaknya mengacu pada kearifan lokal yang
bersumber dari aneka kebudayaan yang dimilikinya. Untuk itulah pendidikan jangan hanya berfokus
untuk memenuhi aspek kognitif peserta didik, namun juga aspek afektifnya, karena pengetahuan dapat
dipelajari namun akhlak, sikap, atau perilaku sulit untuk dibentuk. Kemampuan afektif berhubungan
dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk kerja keras, tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Paradigma pendidikan harus dikembalikan kepada filosofi pendidikan yang menjabarkan bahwa
sesungguhnya pendidikan harus mampu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi segala
perubahan, mampu mencerdaskan, serta memanusiakan peserta didik. Dengan demikian, pendidikan
akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat memaknai hakikatnya sebagai hamba Tuhan dan
makhluk sosial.
Pendidikan tidak terlepas dari peran pendidik. Ki Hajar Dewantara merumuskan peran pendidik
sebagai seorang yang mampu memberi teladan (ing ngarso sung tuladha), mampu memberi motivasi
(ing madyo mangun karsa), dan mampu memberi dorongan (tut wuri handayani). Peran ini tidak hanya
harus dilakoni oleh guru di sekolah, namun juga komponen bangsa lainnya, terutama orang tua.
Lingkungan pendidikan harus dibentuk dari komunitas terkecil, yaitu keluarga, dan baru kemudian
beranjak ke komunitas yang lebih besar, sehingga terbentuklah learning society yang kondusif.
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan berbangsa dan bernegara Indonesia. Oleh
karenanya, negara memiliki kewajiban untuk memajukan pendidikan nasional. Negara bertanggung
jawab untuk memenuhi amanat konstitusi, baik itu menyediakan alokasi anggaran, menjamin
aksesibilitas fasilitas pendidikan oleh seluruh elemen masyarakat, maupun menyusun mekanisme
instutisional yang efektif, efisien, serta bermutu. Mekanisme instutisional yang ada harus mampu
dievaluasi setiap saat untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Adapun tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang 20 tahun 2003 mengenai
Sistem Pendidikan Nasional adalah:
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Kualitas Hidup Kehidupan sosial yang harmonis dari suatu bangsa atau negara sangat bergantung pada kualitas
hidup manusia dan kualitas hidup masyarakat. Salah satu bentuk kualitas manusia dan kualitas
masyarakat adalah kualitas hidup. Kualitas hidup pada awalnya adalah keluaran dari kualitas manusia.
Secara teoritis, manusia yang berkualitas akan selalu meningkatkan kualitasnya dan sekaligus sebagai
anggota masyarakat akan ikut membantu meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat.
Dalam sebuah seminar, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengenalkan terminologi perbedaan horizontal
dan perbedaan vertikal dalam memahami konteks kemajemukan suatu bangsa. Perbedaan horizontal
dapat dikenal sebagai perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Sementara beberapa
indikator kualitas hidup - strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan
kondisi permukiman - merupakan perbedaan vertikal. Tingginya perbedaan vertikal inilah yang diindikasi
lebih berpotensi menjadi sumber konflik daripada perbedaan horizontal. Oleh karena itu, kualitas hidup
suatu bangsa sangat menentukan bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi di antara komponen
bangsa.
Beberapa lembaga dan ahli telah merumuskan indikator kualitas hidup. World Bank
menyatakan kualitas hidup suatu negara berdasarkan pendapatan per kapita, UNDP berdasarkan
pendapatan per kapita, usia harapan hidup, angka melek huruf, dan daya beli masyarakat, OECD
berdasarkan pendapatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan
kesempatan kerja, Morris berdasarkan tingkat kematian bayi (IMR), harapan hidup saat usia satu
tahun, dan angka melek huruf, Williamson berdasarkan tingkat kematian bayi (IMR), harapan hidup saat
usia satu tahun, konsumsi kalori per kapita per hari, dan konsumsi protein per kapita per hari, dan
Sajogyo berdasarkan TFR (total fertility rate). Adapula beberapa ahli lainnya yang mengusung indikator
non-fisik, seperti: kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain [Faturochman. Kualitas Manusia:
Sumber Utama Pembangunan. Yogya Post, 7 Agustus 1990]. Sebagian besar indikator tersebut berbicara
mengenai pemenuhan standar kesehatan dan pendidikan.
Sebagaimana yang tertera di dalam pasal 34 mengenai kesejahteraan sosial, Negara memiliki kewajiban
untuk memenuhi standar kualitas hidup melalui pengembangan sistem jaminan sosial maupun
penyediaan fasilitas atau infrastruktur yang memadai.

Keterpurukan Sosial Budaya
Anggaran PendidikanAlokasi anggaran pendidikan Indonesia tergolong yang paling sedikit bila dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN lainnya. Malaysia mengalokasikan 5% Gross Domestic Product (GDP), Thailand 4% GDP,
Singapura 4% GDP. Sementara Indonesia pada APBN 2005 baru mengalokasikan 1,1% GDP atau 9,1%
APBN untuk pendidikan. Namun demikian, semoga saja komitmen pemerintah untuk memenuhi 20%
APBN 2009 dapat direalisasikan secara tepat sasaran.
Human Development IndexUnited Nation Development Programe (UNDP) melaporkan bahwa HDI Indonesia pada tahun 2007
berada pada urutan ke-107 dengan indeks sebesar 0,728 dari 177 negara yang dipulikasikan. Di
kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN yang dipublikasikan.
Peringkat teratas di ASEAN diraih oleh Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam 0,894,
Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan Kamboja 0,598 dan
Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.
Konflik Etnis dan AgamaKonflik Poso merupakan salah satu contoh konflik yang menghasilkan banyak korban jiwa. Deklarasi
Malino untuk perdamaian Poso, 21 Desember 2001, yang ditandatangani 58 pemuka masyarakat serta
tokoh agama asal Kabupaten Poso dan Provinsi Sulawesi Tengah pun tak mampu menghentikan konflik.
Satu per satu kekerasan kembali muncul. 29 Oktober 2005, tiga tubuh siswi berseragam sekolah
menengah umum (SMU) ditemukan tanpa kepala di sebuah kawasan bernama Bukit Bambu. Bahkan
sampai saat ini pun konflik masih belum teredam sepenuhnya.
Disintegrasi BangsaBeberapa bentuk gerakan yang sempat merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) antara
lain: Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua
Merdeka (OPM).
Rendahnya Apresiasi BudayaRendahnya apresisasi budaya bangsa Indonesia dapat diketemukan melalui klaim negara lain terhadap
budaya Indonesia. Malaysia telah mengklaim beberapa produk budaya bangsa Indonesia, antara lain:
batik motif perang asli Yogyakarta, angkulung asli Jawa Barat, bahkan baru-baru ini lagu daerah Maluku

"Rasa Sayange" dan Reokponorogo dari Ponorogo Jawa Timur juga diakui oleh Malaysia sebagai
kesenian asli asal Malaysia. Selain itu masih banyak pula pencurian artefak yang memiliki nilai sejarah
atas kualitas seni yang tinggi untuk dijual di pasar internasional. Dan lebih parahnya lagi banyak cagar
budaya yang seringkali dirusak oleh anak bangsa sendiri.
Lainnya
Meningkatnya jumlah orang gila di Indonesia secara umum.
Generasi pemuda millenium dan merebaknya budaya populer.
Kebebasan pers yang disertai tidak bertanggung jawab.

Analisis Masalah dan Peran Keluarga Mahasiswa ITB
[Type text]

TINJAUAN BIDANG PENGEMBANGAN IPTEK
Kemandirian IPTEKIndonesia selama lebih dari 32 tahun telah mengalami berbagai era, dan disaat era tinggal landas pada
awal tahun 90-an tampaknya Indonsia tetap tertinggal dilandasan.
Era tinggal landas adalah era dimana Indonesia tidak hanya saja menjadi penikmat atau konsumen
teknologi, era tinggal landas adalah era dimana kita mencapai kemandirian di bidang teknologi, era
dimana kita memiliki kepercayaan diri untuk menggunakan dan memberikan teknologi buatan anak
bangsa kepada masyarakat kita dan masyarakat dunia.
Pemerintah saat ini telah menetapkan mimpi nasional dibidang Iptek, Visi Iptek 2025 sebagai berikut:
“Terwujudnya iptek sebagai kekuatan utama kesejahteraan berkelanjutan dan peradaban bangsa”
Indonesia mencapai kemandirian Iptek saat Indonesia telah menggunakan hasil karya nasionalnya, saat
dimana Iptek karya anak bangsa telah tumbuh untuk meningkatkan nilai tambah potensi kekayaan
alam dan kompetensi insani Indonesia. Indikator lain dari majunya Iptek, khususnya yang bersifat ke–
Indonesiaan ialah tumbuhnya Industri Hilir yang meningkatkan nilai tambah kekayaan alam Indonesia.
Untuk itu Indonesia perlu menumbuhkan budaya riset inovasi dan memperbaiki sinergisasi kebijakan
Iptek nasional.
Keterpurukan IPTEK
Rendahnya Indikator Daya Saing TeknologiBerdasarkan data High Tech Indicator Value tahun 2003 yang dilaporkan pada Indicators of Technology-
Based Competitiveness of 33 Nations oleh Technology Polcy Assessment Center, Georgia Institute of
Technology, USA, Indonesia memiliki indikator keluaran teknologi sebesar 24,8 dibandingkan dengan
amerika yang sebesar 93,9, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand yang sebesar 20,0 namun
dalam hal produktivitas dan infrastruktur teknologi kita tertinggal dari Thailand.
Kebanjiran Produk ImporSampai saat ini Indonesia kebanjiran produk-produk impor khususnya produk-produk teknologi, melihat
produk teknologi tampaknya masih belum ada yang bisa dibanggakan saat ini, PTDI yang dahulu
bernama IPTN yang dibanggakan dengan produk pesawat nasional CN-250 pada pertengahan tahun 90-
an kini tengah kehilangan tajinya.
[Type text]

Hambatan Pembangun IPTEKBerikut masalah utama pembangunan Iptek di Indonesia yang diuraikan oleh Kementrian Riset dan
Teknologi pada Seminar Sinergisasi Pengembangan Teknologi dan Industri dalam rangka Akselerasi
Pembangunan Nasional Bandung, 26 Maret 2007, adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan sumberdaya iptek
2. Belum berkembangnya budaya iptek
3. Belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek
4. Lemahnya sinergi kebijakan iptek
5. Belum maksimalnya kelembagaan litbang
6. Belum terkaitnya riset dan kebutuhan nyata
7. Rendahnya aktivitas riset di perguruan tinggi
8. Kelemahan aktivitas riset
Rendahnya Indeks Pencapaian Teknologi IndonesiaPada tahun 2001, UNDP melaporkan bahwa dari empat kelompok Technology Achievement Index -
Technology Inovator Countries, Technology Implementator, Technology Adaptor Countries, dan
Marginalized Countries - Indonesia berada pada kelompok ketiga.
Rendahnya Alokasi Anggaran RisetAnggaran penelitian di Indonesia dinilai masih jauh dari cukup, yakni hanya 0, 5 persen dari produk
domestik bruto (PDB) nasional per tahun. Seharusnya anggaran riset di Indonesia antara 1-2 persen PDB.
Menteri Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa alokasi anggaran untuk penelitian pada RAPBN 2009
diperkirakan akan mencapai Rp 8,3 triliun atau sebesar 0,157 persen dari GDP. Padahal anggaran riset
negara Malaysia dan Singapura telah mencapai di atas satu persen dari PDB. Bahkan, di Jepang hingga
tujuh persen PDB nasional dan Inggris mengalokasikan dana hingga US$ 15 Miliar untuk kegiatan
penelitiannya.
Lainnya
a. Rendahnya kemunculan inovasi baru dari lingkungan kampus – industri – masyarakat
b. Aplikasi teknologi dan pengawasan yang minim dalam memajukan bidang industri Primer
c. Kemajuan teknologi yang tidak didukung dengan pertumbuhan industri hilir
d. Orientasi pengembangan IPTEK berbasis modal, bukan karakter
e. Minimnya apresiasi terhadap prestasi
f. Kurangnya fokus pada pengembangan IPTEK

> perbandingan alokasi anggaran riset
> link and match hasil kegiatan litbang dan kebutuhan industri masih belum terwujud

Analisis Masalah dan Peran Keluarga Mahasiswa ITB
[Type text]

Memahami Gerakan Mahasiswa ITBITB sebagai institusi merupakan bagian dari Indonesia, terutama menjadi lokomotif pencerdasan
massa untuk mencapai masyarakat yang madani dan berpengetahuan. Dalam Rencana Induk
Pengembangan (RIP) ITB hingga tahun 2025, ITB telah memposisikan dirinya dengan prinsip kebenaran,
keadilan, kebebasan, keterbukaan, kemitraan dan kesederajatan dalam membangun Indonesia dari riset
dan pengembangan teknologi, dan dari sana diharapkan tercipta Indonesia yang mandiri demi
mewujudkan keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan hukum, dan kedaulatan bangsa Indonesia.
Hanya saja, seluruh keadilan tersebut tidak akan terjadi sebagai akibat dari kemajuan teknologi saja, tapi
juga melalui tataran hukum dan undang-undang juga. Inilah fungsi mahasiswa sebagai penggerak
bangsa untuk melengkapi gerakan yang tidak bisa dilakukan oleh institusi.
Posisi mahasiswa sebagai middle class menyatakan peran mahasiswa untuk menjembatani
antara pemerintah dengan rakyat. Mahasiswa merupakan komunitas terpelajar yang atas segala
kelebihan kapasitas intelektualnya membuatnya memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat. Dengan
segala kemampuan berpikir kritisnya mahasiswa seharusnya dapat menjawab kebutuhan praktis
masyarakat berdasarkan realita yang ada.
Gerakan mahasiswa pada bidang ekstraparlemen merupakan ciri khas yang dimiliki oleh mahasiswa
dimana dengan suaranya dia bisa mempengaruhi pemutusan kebijakan di berbagai bidang, dengan
mengintervensi pengambilan kebijakan melalui lembaga tertinggi bangsa Indonesia, maupun dengan
penyampaian aspirasi kepada pihak yang terkait. Gerakan ini dibentuk dengan beberapa langkah :
a. Pengkajian Isu dengan mendapatkan pandangan utuh dari seluruh lembaga terkait dan dengan
pembentukan bangunan logika yang baik
b. Pencerdasan massa kampus sebagai stakeholder, dan sebagai bagian dari penyadaran tentang
permasalahan yang terjadi di lingkungan ekstrakampus
c. Memberikan pencerdasan kepada masyarakat tentang hasil kajian dari isu tersebut dan
membangun kekuatan basis massa untuk bisa digerakkan nantinya
d. Menyampaikan hasil pengkajian kepada lembaga atau institusi, dengan menggunakan metode
audiensi dan monitoring
e. Jika seluruh usaha tersebut tidak mendapatkan hasil yang signifikan dari bidang pelaksanaan
maupun payung hukum, maka dilakukan gerakan aksi massa untuk bisa menjadi kekuatan
[Type text]

control sosial dalam menjaga keberlangsungan hidup berbangsa menujua bangsa yang cerdas
dan mandiri
Namun, pada dasarnya, tidak semua gerakan perlu dikaji dengan mendalam, harus dilihat dulu seberapa
penting isu tersebut, dekat atau jauhnya dari pusat isu, kapan eskalasi terjadinya isu tersebut, dan
seberapa besar dampaknya. Jika indikator di atas menghasilkan kesimpulan yang mendesak, maka
gerakan mahasiswa mengautorisasi dirinya untuk bergerak dengan cepat, namun pengkajian harus tetap
dilakukan secara parallel.
Momentum GerakanIsu yang telah dikaji hendaknya disampaikan pada momentum tertentu, sehingga gerakan yang
dibangun dapat lebih masif dan memperoleh perhatian yang lebih dari berbagai pihak, utamanya
masyarakat dan pemerintah. Beberapa momentum yang dapat KM ITB gunakan untuk mengajukan
gerakan antara lain:
Pemberlakuan AFTA 2010
Pemilu Legislatif dan Presiden-Wakil Presiden RI 2009
Pemilihan Rektor ITB 2009
Hari Anti Korupsi
Hari HAM
Hari Sumpah Pemuda
Hari Kebangkita Nasional
Hari Pendidikan
Dan sebagainya
Ajuan Gagasan
Pembentukan pasukan khusus eksternal
Audit Himpunan dan Unit untuk pencerdasan tentang korupsi, dengan bekerja sama dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Audit ITB bersama KPK
Pendokumentasian alur sejarah hasil kajian ITB tentang berbagai Isu
Mimbar bebas terkait berbagai isu
Gerakan technopreneur muda
Pemberdayaan potensi lokal desa mitra melalui keilmuan mahasiswa ITB

Kajian Ekonomi Kerakyatan
Pendampingan rakyat dalam menuntut pemerintah untuk memenuhi kesejahteraannya (aksi,
advokasi, dsb)
Dan sebagainya

Platform Bidang InternalPlatform bidang internal dibangun dengan menggunakan analogi penyakit dan
penyembuhannya. Pertama adalah identifikasi penyakitnya dulu, kemudian menggunakan terapi
penyembuhan, terakhir adalah melakukan kegiatan kontemplatif untuk memastikan arah gerak KM ITB
kedepan selalu pada tujuannya untuk membentuk insan akademis dan berkontribusi untuk Indonesia.
Permasalahan Keluarga Mahasiswa adalah Obesitas Kemahasiswaan, yaitu adanya potensi dari semua
lembaga kemahasiswaan kampus yang tidak terberdayakan dengan baik yang pada akhirnya justru
menghambat kemajuan sistem kemahasiswaan untuk kemashlahatan masyarakat ; boro – boro
ngomongin rakyat, sendiri aja sering kelahi. Penyakit ini disebabkan oleh : Input yang terlalu banyak tapi
tidak termanfaatkan dengan baik, Outputnya tidak bervariasi dan kuantitasnya sedikit, kurangnya variasi
kegiatan dan sedikitnya partisipasi mahasiswa.
Untuk menyelesaikan masalah ini, maka dibutuhkan adanya perbaikan orientasi keluarga mahasiswa
menuju sistem yang lebih baik; trans-evolusi [trans dari kata latin yang berarti perubahan tempat,
sedangkan evolusi adalah perubahan wujud.
1. Sistem yang berjalan rapih dengan adanya fungsi yudikatif oleh kabinet
Kultur kemahasiswaan kita sekarang adalah egalitarian ( kesamaan di bidang hukum ),
sehingga tidak ada suatu alur komando antara kabinet dengan lembaga nya. Selain itu, apakah
ada kesepakatan bersama dengan legitimasi konsepsi kemahasiswaan KM ITB, sehingga hak dan
kewajiban setiap anggota keluarga bisa dijalankan dengan baik. Aturan yang ada tidak bisa
diterima dengan baik sehingga seringkali membuat ada konflik internal kampus.
Apresiasi hak dan kewajiban
Penjaminan peran lembaga
Advokasi konflik internal dengan kesepakatan bersama
Mengimplementasikan konsepsi
Kontrol sanksi dan pengembalian power
2. Memandu transformasi ITB yang telah ditetapkan dalam RIP 2025
RIP merupakan arahan pengembangan institusi yang dibentuk oleh MWA dalam jangka
waktu tertentu, dalam kasus ITB adalah 20 tahun. RIP ini mencoba membawa kampus ITB
menuju Research University, dimana reseach tersebut merupakan suatu identitas universitas ITB

sebagai universitas world class. Namun, sayangnya ada beberapa kekurangan yang fatal dalam
keberadaan RIP ini:
a. Pengabdian Masyarakat
RIP ITB mengidentifikasikan salah satu kunci suksesnya suatu world class university
adalah tanggung jawabnya yang besar untuk mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia.
Untuk itu, kedepannya, riset dan pengembangan harus dikelompokkan kembali; riset
industry, riset science dan riset sosial masyarakat. Setiap bidang riset ini juga harusnya
mendapatkan apresiasi yang cukup untuk membentuk kultur pengabdian masyarakat
tersebut. Hal ini belum dipetakan secara baik oleh RIP ITB.
b. Sosial Humaniora
RIP belum membicarakan kualitas lain suatu institusi yang layak disebut sebagai world
class university, yaitu kemanfaatan terhadap lingkungan. Adalah suatu hal yang naif untuk
mengatakan ITB sebagai WCU dengan memparameterisasi tingkat aktivitas mahasiswa dan
jumlah karya yang dihasilkan, jika pada waktu yang bersamaan masih banyak masyarakat di
sekitar ITB yang tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan ITB tersebut.
c. Mahasiswa sebagai subjek pendidikan
Mahasiswa memiliki potensinya sendiri dalam menentukan arah perubahan ITB, dimana
potensi setiap mahasiswa calon S1 tersebut terkumpul dalam organisasi mahasiswa. Potensi
yang ingin dikembangkan adalah mahasiswa yang memiliki nalar riset sebagai hasil dari
pembentukan budaya akademik. Namun, hal itu tidak terjadi dengan sendirinya; inovasi
tidak akan terjadi jika mahasiswa tidak pernah terlatih untuk menemukan masalah dalam
masyarakat. Ini adalah karakter utama mahasiswa S1 yang bisa terjadi jika dia diletakkan
sebagai subjek pendidikan, sedangkan nalar riset merupakan efek tambahan yang bisa
dipetik dari karakter mahasiswa ini.
d. Mematikan potensi gerakan eksternal kampus
RIP tidak membicarakan potensi lain dari mahasiswa yaitu potensi eksternal dan
pencerdasan politik pada masyarakat. Padahal, jika ini bisa dipetakan dengan baik dan
antara rektor dan dosen terjadi suatu komunikasi yang baik, maka tidak mustahil lingkungan
di sekitar ITB bisa menjadi terberdayakan dengan baik dan meningkat daya juang hidupnya.
Selain itu, juga bisa membantu rektorat untuk melaksanakan fungsi pengabdiannya pada
bidang non akademik.

Kegiatan yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini, ternyata mirip sekali dengan
kegiatan yang dilakukan oleh kepengurusan sebelumnya, seperti seminari teknopreneur dan
pembentukan IEC . Namun, setelah beberapa pengurus setelah kegiatan ini dilangsungkan
( Presiden Zulkaida ) akhirnya kegiatan ini diapresiasi oleh rektorat, padahal kegiatan yang
serupa juga pernah dilakukan dulu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang efektif
antara mahasiswa dan rektorat sebagai bagian dari keluarga besar ITB.
3. Pemberdayaan Potensi kampus : potensi, minat dan bakat
Himpunan bisa berpartisipasi secara aktif. Interaksi antar himpunan bisa terbangun dengan
adanya fasilitas yang bisa diberikan, maupun dengan advokasi kegiatan potensi tersebut. Jika ini
berjalan dengan baik, maka akan terbentuk kultur baru yang akan membangun potensi yang ada
pada setiap lini menjadi tidak terkerdilkan; budaya kolaborasi.
Permasalahan preferensial: bentuk gerakan dan membangun kembali komunikasi yang
belum efektif
Unit yang belum terberdayakan diberdayakan lagi sesuai potensi: dilakukan pendataan
ulang dan pengambilan aspirasi serta membangun konten kreatif
Pemacu dan sinergisasi konten kreatif kampus ITB untuk menjawab tantangan kedepannya
serta membangun konten kreatif
Fungsi litbang harus diperbaiki sehingga setiap orang mampu kita bisa mengetahui potensi
dari setiap lembaga dan sinergisasi antara satu program dengan program yang lainnya.
Peningkatan angka partisipasi dan mengkondisikan massa kampus agar bersemangat untuk
beraktualisasi, menginduksikan semangat inovasi Perbanyak event, cluster
Ada beberapa keprofesian yang memang belum bisa dilaksanakan secara langsung untuk
PM, keprofesian kurang tepat guna. Bagaimana caranya kita mengintegralkan potensi-
potensi keprofesian tersebut.
Taktik untuk memacu kegiatan sinergisasi harus terkoordinasi dengan baik, yaitu dengan :
- Memacu perubahan kurikulum untuk menjaga transfer nilai kontribusi pada masyarakat.
Transformasi nilai mahasiswa pada masa ini bukan sebagai inovator, tapi sebagai orang
yang mampu menemukan masalahnya dalam tatanan kehidupan masyarakat. Inovasi
adalah dampak yang didapatkan dari ineraksi mereka dengan masyarakat.
- Untuk membentuk kultur inovasi dan sinergisasi, harus dibentuk tahapan pencapaian
yang dibagi menjadi :

Pacu Pameran, Karya ITB, Tulisan dan Wacana kemahasiswaan
Jaga Intervensi kurikulum, Pewarisan nilai dan sistem di kaderisasi
Wadah Komunitas, kompetisi, kolaborasi
Keren Propaganda, sinergisasi media, apresiasi
4. Independensi mahasiswa untuk kemashlahatan Masyarakat
Kabinet KM ITB merupakan lembaga pemerintahan mini mahasiswa ITB, yang di dalamnya
terdapat juga fungsi politik luar negeri. Fungsi ini akan mempengaruhi aspek internal
( kaderisasi, pengambilan kebijakan, penjalanan fungsi yudikatif, dsb ) serta aspek eksternal
( aksi, sikap terhadap kebijakan, pembentukan / pemutusan aliansi, dsb ). Hal ini disebabkan
karena masih belum berjalan dengan baik nya sistem pola hubungan yang termaktub dalam
konspesi kemahasiswaan. Definisi dari independen adalah ketika kemahasiswaan mampu
bergerak dengan mengusung nilai kebenaran ilmiah untuk kemakmuran masyarakat. Definisi
yang benar dicapai ketika kemahasiswaan menjaga sifatnya sebagai guardian of value.
Koridor gerakan eksternal berkaitan dengan organisasi ekstra kampus : Validitas kontennya
dan MomennyaTidak ada masalah ketika ada partai yang memberikan bantuan kepada
gerakan kemahasiswaan bahkan dalam bentuk uang, tapi harus dilihat dulu integritas
partainya, platform pengembangan bidang yang terkait (SosBud-Ekonomi-IPTEK-Politik). Ada
beberapa nilai strategis yang ingin dicapai dengan bentuk sikap ini :
o Dengan ini, kemahasiswaan diharapkan berorientasi kembali kepada kemashlahatan
masyarakat, dengan menumbuhkan kembali kepercayaan kepada sistem politik di
Indonesia ini, karena sistem inilah yang akan menentukan keberjalanan pemerintah di
Indonesia.
o Diharapkan kondisi kemahsiswaan kita mampu menjaga keberjalanan dunia perpolitikan
di Indonesia dengan menjaga integritas dan memilih yang terbaik dari yang terburuk.
Membuka keran diskusi terkait kondisi politik ( POLEKSOSBUDHANKAM dan kebijakannya)
dan instrumen politik ( demokrasi dan partai ) untuk menciptakan kultur diskusi yang
terbuka untuk mencapai kebenaran ilmiah Mahasiswa tidak tabu membicarakan partai
politik Kultur diskusi yang positif.
Koridor kebenaran ilmiah harus dikembalikan pada alur yang sebenarnya ; mengatakan
yang benar adalah benar dan sebaliknya, sehingga kemahasiswaan saat ini bergerak dengan
pilihan yang rasional, tetapi tidak emosional.

5. Pelayanan mahasiswa
Pelayanan merupakan dimensi kepemimpinan yang lain sebagai paduan unik antara
pemimpin dan pelayan. Belajar dari kabinet Dwi Arianto : kurang orang – orang yang
berkecimpung di internal sebagai pelayanan. Belajar dari kabinet Shana Fatina : Pengurusan
internal sudah mendapatkan proporsi yang banyak, tapi belum efisien. Untuk itu, diperlukan
adanya peningkatan daya serap aspirasi dan advokasi dengan meningkatkan jumlah partisipasi
dalam bidang pelayanan mahasiswa.
Bentuk pelayanan yang stretegis dan dipercaya oleh massa kampus untuk membangun daya
tawar ( contoh : Bundel soal, advokasi S2, pelayanan kartu diskon, tutorial TPB, dsb )
Meningkatkan apresiasi terhadap sumber daya manusia kabinet dengan memberikan
identitas legal formal kabinet kepada staff dari himpunan.
Budaya mendengarkan perlu ditingkatkan
6. Kaderisasi : Partisipasi aktif mahasiswa kampus
Tidak tersadarkannya lembaga tentang urgensi kemahasiswaan dan tujuan kemahasiswaan
terpusat. Hal ini terjadi karena ada permasalahan dari skala mikro dari tiap lembaga mahasiswa,
yaitu sedikitnya jumlah aktivis yang tercetak dalam kaderisasi lembaga. Inisiai keluarga
mahasiswa, Iklim kondusif, diklat aktivis terpusat, Diklat Pasca Kampus. Bagaimana
pembentukan karakter dan pemenuhan kebutuhan ini juga bisa dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan dari masing – masing lembaga dan dilaksanakan oleh lembaga tersebut juga. Untuk
bisa melaksanakan hal ini, dibutuhkan lembaga konsultan kaderisasi himpunan sehingga
kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan bisa lebih banyak, aktif dan sinergis. Pemahaman urgensi
aktivitas di kemahasiswaan dibentuk dengan membangun pemahaman kegiatan
kemahasiswaan.
Membangun komunitas
Kultur kekeluargaan
Komunikasi yang efektif
Pembagian peran dan amanah
Penanaman nilai di setiap kegiatan

Kegiatan kemahasiswaan akan sangat dinamis dan cepat tanggap memenuhi berbagai
kebutuhan internal dan eksternal kampus dengan variabel masalah yang beragam. Ada kalanya, kabinet
KM ITB harus memperlambat tempo kegiatannya untuk melakukan berbagai aktivitas kontemplatif.
Kontemplasi artinya adalah proses merenung dan berfikir untuk pencarian makna, dimana bagian dari
pencarian makna ini adalah pengolahan informasi, merasakan dengan hati, dan berakhir dengan
penentuan definisi. Definisi ini didapatkan dari karakter yang khas yang membedakan suatu hal dari
yang lain, dan karakter ini hanya bisa diketahui ketika tubuh menggunakan seluruh pengindraannya
dengan maksimal. Tujuan aktivitas kontemplatif ini adalah membangun kultur kekeluargaan yang kuat,
komunikasi yang baik, dan karakter kepemimpinan kolektif, sehingga seluruh terapi yang diberikan bisa
diterima dengan baik oleh seluruh bagian keluarga mahasiswa ITB. Hal ini bisa dibangun dengan
komunikasi positif dan persuasif