plasenta previa lily

32
LAPORAN KASUS PLASENTA PREVIA Lili Suriani 07.06.0018 PEMBIMBING : dr. Punarbawa, SpOG. DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN 1

Upload: lili-suriani

Post on 12-Aug-2015

76 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Plasenta Previa Lily

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Lili Suriani

07.06.0018

PEMBIMBING :

dr. Punarbawa, SpOG.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

MATARAM

2011

1

Page 2: Plasenta Previa Lily

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus yang berjudul “Plasenta Previa” ini disusun dalam rangka mengikuti

Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Genikologi Rumah Sakit Umum

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. Dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG., selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan

Kandungan RSU Mataram.

2. Dr. Agus Thoriq, SpOG., selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan

dan Kandungan RSU Mataram.

3. Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K)., selaku supervisor.

4. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG., selaku supervisor.

5. Dr. Made Punarbawa, SpOG., selaku pembimbing.

6. Dr. I M. W. Mahayasa, SpOG., selaku supervisor.

7. Dr. I M. P. Juliawan, SpOG., selaku supervisor.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan

khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari

sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, September 2011

Penulis

2

Page 3: Plasenta Previa Lily

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar (60-80%) kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sebagiannya

lagi disebabkan oleh persalinan macet, sepsis, tekanan darah tinggi saat kehamilan, dan

komplikasi dari aborsi yang tidak aman. Setiap perdarahan pada kehamilan harus selalu

dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut

sebagai abortus, sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut sebagai perdarahan

antepartum atau Antepartum Bleeding (APB). Dahulu batas teoritis kehamilan tua adalah

umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Namun seiring dengan kemajuan di bidang perawatan

intensif, WHO mengubah batasan kehamilan tua menjadi umur kehamilan diatas 22 minggu,

mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus saat ini lebih tinggi (Konje & Walley,

2000).

Plasenta previa merupakan salah satu penyebab utama perdarahan antepartum pada

trimester ketiga. Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada

multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya plasenta previa

meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Pada wanita

dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, multipara, riwayat dilatasi dan

kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa (Miller,2004).

Di negara yang sedang berkembang, perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh

plasenta previa, hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun

penolongnya karena dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada

janinnya. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated

Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena

komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif

dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion. Terhadap janin, plasenta previa

meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi

yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu

yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi

dengan plasenta previa.

3

Page 4: Plasenta Previa Lily

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPIDEMIOLOGI

Secara umum, di seluruh dunia insiden plasenta previa berkisar antara 1 dalam

200 hingga 1 dalam 390 kehamilan pada umur kehamilan diatas 28 minggu. Di

Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan

disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Di Indonesia, pada

beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta previa

berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Insiden meningkat 20 kali pada grande

multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan

penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum,

kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu (Miller,2004)

Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun

kira – kira 2 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur

kurang dari 25 tahun, pada para 3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira

– kira 3 kali lebih sering dibandingkan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari

25 tahun (Sarwono, 2002).

Perolehan data ibu yang mengalami plasenta previa di RSU Propinsi NTB

yang rujukan periode Januari – Desember pada tahun 2009 sebanyak 104 orang

atau ( 3,57% ) dari 2911 orang ibu bersalin (data register RSUP NTB).

2.2 DEFINISI

Plasenta previa adalah keadaan plasenta berimplantasi rendah pada segmen

bawah rahim, meutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum pada usia

kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin mampu hidup diluar rahim. Implantasi

plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di

daerah fundus uteri (Sumapraja dan Rachimhadi, 2007).

4

Page 5: Plasenta Previa Lily

Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta

2.3 ETIOLOGI

Belum diketahui pasti, namun diyakini plasenta previa meningkat pada

multipara, primigravida tua, bekas seksio secarea, bekas aborsi, kelainan janin,

dan mioma uteri (Mansjoer, 2001).

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah

diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa

desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain mungkin. Teori

lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua

yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atrofi. Paritas

tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi,

dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di

endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko terjadinya

plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden sampai 3

kali. Pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali

lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok

menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta

yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa

menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga

menutupi sebagai atau seluruh osteum uteri internum (Wiknjosastro, 2008).

2.4 FAKTOR RESIKO

Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum

diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang

berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:

5

Page 6: Plasenta Previa Lily

1. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan

plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.

2. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau

jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau

aborsi). Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai

tiga kali.

3. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima

hasil konsepsi.

5. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit

permukaan bagi penempelan plasenta, seperti mioma uteri, polip

endometrium.

6. Plasenta terbentuk secara tidak normal.

7. Multiparitas. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita

multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan

vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat

persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan

memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir

(Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).

8. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih

besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di

bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana (2007)

menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat

dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Plasenta

previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang

kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba,

2008). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu

merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah

arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke

endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan

luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang

adekuat.

6

Page 7: Plasenta Previa Lily

9. Ibu merokok. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa

lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil

pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya

kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau

menutupi ostium uteri internum. (Winknjosastro H., dkk, 2007)

10. Kehamilan ganda. Plasenta yang terlalu besar bisa menyebabkan

pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi

sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Winknjosastro H., dkk, 2007)

11. Malnutrisi ibu hamil (Winknjosastro H., dkk, 2007)

2.5 KLASIFIKASI

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah

rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim. Ostium

uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa

mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini

berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan

dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal. Menurut De

Snoo, plasenta previa dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Cunningham FG et

al. 2003):

1 Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh

ostium uteri internum.

2 Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium

uteri internum.

3 Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada

pinggir ostium uteri internum

4 Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak

lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

7

Page 8: Plasenta Previa Lily

Gambar 2 : A. Implantasi plasenta normal. B. Plasenta letak rendah C. Plasenta previa partialis D.Plasenta

Previa totalis

Terdapat juga literatur yang membagi plasenta previa dengan menggunakan

pembagian grade, yaitu grade I sampai grade IV, setiap grade berperan

menentukan beratnya plasenta previa dan juga penatalaksanaan yang tepat. Grade

I dan II termasuk kriteria minor dan masih memungkinkan persalinan pervaginam.

Sementara itu Grade III dan IV termasuk kriteria major yang tidak memungkinkan

untuk persalinan pervaginam sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Pembagian

plasenta previa berdasarkan berdasarkan grade ini yaitu sebagai berikut

(Hamilton-Fairley D. 2004) :

Tabel 1. Pembagian plasenta previa :

Grade Deskripsi

Minor I Plasenta berada pada segmen bawah rahim tetapi tepi

terbawah tidak mencapai ostium uteri internum

II Tepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium

uteri internum tetapi tidak menutupinya

Mayor III Plasenta menutupi ostium uteri internum tetapi asimteris

IV Plasenta menutupi ostium uteri internum secara simetris

8

Page 9: Plasenta Previa Lily

Gambar 3. Kiri Klasifikasi Plasenta Previa ; Kanan Gambaran Ultrasonografi yang

menunjukkan plasenta previa grade I pada kehamilan 32 minggu.

2.6 GAMBARAN KLINIK

Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala apapun. Dalam

kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG dilakukan untuk

alasan lain (Kay, 2003). Pada sebagian besar kasus akan tampak gejala-gejala

sebagai berikut (FK UNRAM, 2008):

1. Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang

sifatnya tidak nyeri dan darah segar.

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan

pertama dari Plasenta Previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita

tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak,

sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu

banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan

pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus,

pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti

oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai

terjadi perdarahan darah berwarna segar. Sumber perdarahan ialah sinus

uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus

9

Page 10: Plasenta Previa Lily

perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot

segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, makin

rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu

perdarahan pada Plasenta Previa Totalis akan terjadi lebih dini dari pada

plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan

mulai. (Winkonjosastro, 2005)

2. Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.

3. Sering disertai dengan kelainan letak janin.

4. Bagian terendah janin masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul

5. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina

2.7 PATOFISIOLOGI

Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,

agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan

bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk

berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-

vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di

beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah

yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang mengalir di seluruh

plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu

sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan

terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24

minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan

sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-

kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit,

dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan

tropoblast (Kay, 2003).

Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi

pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami

perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan. Menurut Manuaba (2008)

Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :

1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi

10

Page 11: Plasenta Previa Lily

2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk

mampu memberikan nutrisi janin

3. Villi korealis pada korion leave yang persisten

Menurut Davood (2008) Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga,

plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit.

Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen

bawah uterus pada trimester ketiga.

Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih

melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen

bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat

diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari

dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna

merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang

berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang

terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus

marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena

ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi

menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus

menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.

Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,

perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta

letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).

2.8 DIAGNOSIS

Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa

penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah

(Winknjosastro H., dkk 2007).

1. Anamnesis

Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan

perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,

apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi

serta banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah

22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada

multigravida (Wiknjosastro H, dkk 2007).

11

Page 12: Plasenta Previa Lily

2. Pemeriksaan luar

Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau

sedikit, darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak

maka ibu kelihatan anemis.

Palpasi

Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,

sering dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum

turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau

terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul

(Sheiner, 2001).

3. Ultrasonografi

Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan

pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini

ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan

janinnya, dan tidak rasa nyeri (Wiknjosastro, 2007).

USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan

plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat

mencapai 100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal

ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson, 2003).

Gambar 4: USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis,

Ket : P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ;

Cx = Cervix

12

Page 13: Plasenta Previa Lily

Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta

terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak

rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan

inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).

4. Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal

dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila

perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa

harus dicurigai (Johnson, 2003).

5. Penentuan letak plasenta secara langsung

Pemeriksaannya dilakukan dengan meraba plasenta melalui kanalis

servikalis secara langsung. Hal ini dilakukan apabila penanganan

konservatif tidak dapat dilakukan, dan ditempuh penanganan aktif.

Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap operasi (Winknjosastro

H., dkk, 2007).

2.9 KOMPLIKASI

Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa oleh Usta (2005) :

1. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi

2. Anemia janin

3. Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen

4. Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan

5. Infeksi dan pembentukan bekuan darah

6. Kehilangan darah yang membutuhkan transfusi

7. Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya

menimbulkan risiko terbesar pada janin (Cunningham, 2006).

8. Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang

dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.

Penyebab saat ini tidak diketahui (Cunningham, 2006).

2.10 PENATALAKSANAAN

Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan

dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa

13

Page 14: Plasenta Previa Lily

solusio plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB

yang tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2,

yaitu (1 Doddy, A. K., et al. 2001) :

1. Perawatan konserpatif

2. Perawatan aktif

2.10.1 Perawatan Konserpatif

Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ < 2500 gram atau umur

kehamilan < 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan

perdarahan sedikit atau berhenti.

Cara perawatan :

a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam

b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC

(Packed Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%

c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan

perawatan konservatif gagal) dengan injeksi

Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan <

35 minggu atau TBJ < 2000 gram

d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang

perawatan dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan

dapat mobilisasi.

e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6

jam.

f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif

g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi

penderita dipulangkan dengan nasehat :

Istirahat

Dilarang koitus

Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi

Kontrol tiap minggu

14

Page 15: Plasenta Previa Lily

2.10.2 Perawatan aktif

Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan

> 500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera

dilakukan seksio sesarea dengan memperhatikan keadaan umum ibu.

Perawatan aktif dilakukan apabila :

Perdarahan aktif

Perkiraan berat bayi > 2000 gram

Gawat janin

Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000

gram

2.11 PROGNOSIS

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika

dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak

invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah

ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut

berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau

bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil

dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga

berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian

banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum

terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun

karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum

sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu

penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan

(1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47% (Winknjosastro H., dkk 2007)

Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan

karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena

trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan

maka dilakukan histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri

15

Page 16: Plasenta Previa Lily

yang baik dan tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit

(Cunningham, 2006 dan Jones, 2002).

16

Page 17: Plasenta Previa Lily

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal/jam masuk RSUP NTB : 29 September 2011/09.50 WITA

No. RM :

Nama Dokter Muda/NIM : Lili Suriani/07.06.0018

I. IDENTITAS

Nama : Ny. Fitria

Usia : 35 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Ampenan

II. ANAMNESA

Keluhan utama : pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien rujukan dari dokter spesialis obgyn dengan

G4P3A1H2 38 T/H/IU presentasi kepala dengan plasenta previa totalis datang ke poli

hamil pada jam 09.50 (29-09-2011), keluar darah dari jalan lahir (-), bloody slim (-),

riwayat keluar air (+) sejak 2 minggu yang lalu, pergerakan janin (+), riwayat DM,

asma dan hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku mengaku mempunyai maag kronis sampai di rawat di Rumah sakit

selama 5 hari, Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien mengaku tidak memiliki penyakit keturunan. Menurut pasien di keluarga

pasien tidak ada yang mengidap asma, hipertensi dan diabetes mellitus.

Riwayat haid:

Pasien pertama kali haid umur 14 tahun. Siklus haid 28 hari, lama haid ± 7 hari,

pasien mengaku merasakan nyeri ketika haid. Ketika haid biasanya banyak, 2-3

pembalut sehari.

17

Page 18: Plasenta Previa Lily

Riwayat Pernikahan :

Pasien telah menikah ± 20 tahun, dan ini merupakan pernikahan pertamanya.

Riwayat Kontrasepsi:

Selama ini pasien menggunakan pil KB sebagai alat kontrasepsi dan pasien berencana

untuk menggunakan alat kontrasepsi spiral setelah melahirkan. Kehamilan ini

merupakan kehamilan ke empat bagi pasien

Riwayat Obstetri :

1. Aterm, spontan, dokter, 3200 gram, laki-laki, 9 tahun

2. 2 bulan, Abortus

3. Aterm, SC, dokter, 3800 gram, laki-laki, 2 tahun lalu

4. Ini

HPHT : 05 Januari 2011

HTP : 12 Oktober 2011

History of USG : 1 x (28 September 2011)

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 84 x/menit

Frekuensi napas : 22 x/menit

Suhu : 36,9 ⁰C

Mata : An -/-, Ikterus -/-

Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : luka bekas operasi (+), striae gravidarum (+)

Extremity : edema (+), akral hangat (+)

IV. STATUS OBSTETRI

a. Leopold I : bokong

b. Leopold II : punggung kiri

c. Leopold III : kepala

d. Leopold IV : belum masuk PAP

18

Page 19: Plasenta Previa Lily

- TFU : 25 cm

- TBJ : 2015 gram

- His : (-)

- DJJ : (+), 11-11-12 (136 x/menit)

Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)

Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pasien pernah USG tanggal 28 september 2011 di sebuah klinik swasta,

namun pada saat ke poli pasien lupa membawa hasil USGnya, yang pasien

inget hanya kata-kata dokter spesialisnya yang menyatakan kalau kesan

yang terlihat dari hasil USGnya adalah plasenta dari kehamilannya yang

keempat ini menutupi seluruh jalan lahirnya,

Pemeriksaan darah lengkap dan tes HbSAg (29 September2011)

HGB : 13,9

RBC : 4,58

HCT : 45,2

MCV : 98,6

MCH : 30,3

WBC : 11,8

PLT : 260

HbSAg : -

BT : 2’ 30”

CT : 6’ 00”

VI. DIAGNOSIS

G4P3A1H2 38 minggu/S/L/IU presentasi kepala dengan plasenta previa

totalis

VII. RENCANA TINDAKAN

1. Penanganan aktif plasenta previa

2. Observasi keadaan ibu dan janin

3. Observasi tanda-tanda vital

19

Page 20: Plasenta Previa Lily

4. Observasi perdarahan

5. Memberikan Ampicillin 1 gram/8 jam

6. KIE :

- Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergizi

- Menganjurkan ibu istirahat total

20

Page 21: Plasenta Previa Lily

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yaitu USG yaitu G4P3A1H2 38 minggu/S/L/IU presentasi

kepala dengan plasenta previa totalis

2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi aktif plasenta

previa

3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah multiparitas, selain itu pasien juga mempunyai

riwayat kuret dan seksio secaria adapun kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu

merokok

21

Page 22: Plasenta Previa Lily

DAFTAR PUSTAKA

1. Konje JC and Walley RJ. 2000. Bleeding in Late Pregnancy, in High Risk Pregnancy:

Management Option. London: WB Saunders Co.Ltd.

2. World Health Organization (WHO). 1996. Revised 1990 estimates of maternal

mortality: A new approach by WHO and UNICEF. Geneva, WHO.

3. Miller, D.A. (2004). Obstetric Hemorrhage. Available from: http://www.obfocus.com

(Accessed: August, 18 2011).

4. Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2007. Tumor Jinak pada Alat Genital.

Dalam: Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

5. Ohio State University. (2003). Placenta Previa. Available from:

http://medicalcenter.osu.edu (Accessed: August, 18 2011)

6. Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of

America: The McGraw-Hill Companies inc.

7. Peatkin J, Peattie AB and Magowan BA. 2003. Obstetrics and Gynecology: an

Illustrated Colour Text. Philadelphia, USA: Churchull Livingstone.

8. Hamilton-Fairley D. 2004. Lecture Notes of Obstetrics and Gynaecology. Australia:

Blackwell Science Ltd.

9. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of

Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott Williams &

Wilkins.

10. Gunawan, Abadi. 2004. Perdarahan pada Hamil Tua. Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin : Makasar

11. Doddy, A. K., et al. 2001. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU

Mataram : Mataram

22