plant survey

89
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri, maka terbukalah lapangan kerja bagi masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga turut berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Semua hal ini akan mendorong taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak, kemajuan ekonomi merangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap kualitas fungsi pernafasan bagi para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini 1

Upload: beatricewalter

Post on 02-Jan-2016

362 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan plant survey dalam kedokteran okupasi mengenai paparan hazard fisik terhadap pekerja garment di daerah perindustrian Pulo Gadung, Jakarta TImur.

TRANSCRIPT

Page 1: Plant Survey

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini

sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri, maka terbukalah

lapangan kerja bagi masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga turut berkembang dalam

bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Semua hal ini akan

mendorong taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak, kemajuan ekonomi merangsang

timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas.

Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi

berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah

terhadap kualitas fungsi pernafasan bagi para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah

perindustrian.

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan.

Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan

ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk

hidup secara optimal.

Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu

mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan

Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari

sepuluh program unggulan.

Debu di sekitar tempat kerja yang berasal dari pabrik industri, misalnya, dapat

menyebabkan sesak nafas hingga sakit pernafasan atau penyakit paru yang serius. Penyakit paru

ini termasuk penyakit yang banyak diderita masyarakat kita. Ada beberapa jenis debu yang di

antaranya bisa menyebabkan penyakit pernafasan atau paru. Yakni debu organik dan anorganik.

Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Ini karena kepekaan dari saluran

nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang keluar

masuk paru dan akibatnya sesak nafas.

1

Page 2: Plant Survey

Banyak jenis debu organik dihasilkan oleh industri tekstil mulai dari proses awal yakni

pembuatan biji kapas sampai penenunan. Waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama.

Waktu yang terpendek adalah 5 tahun. Berdasarkan penelitian, angka kesakitan bisa mencapai

60% dan angka tertinggi terjadi pada mereka yang bekerja di bagian pemintalan.

Debu anorganik bila terhirup dalam jumlah banyak dapat menimbulkan gangguan paru

pula. Debu ini banyak menyerang para pekerja di pabrik semen, asbes, keramik, tambang emas

atau besi. Debu ini mengandung partikel-partikel besi, timah putih, asbes dan lainnya.

Kemampuan debu untuk bisa masuk ke dalam paru tergantung dari besar kecilnya partikel

tersebut.

Selain debu fator fisik lainnya yaitu kebisingan yg juga dapat dapat mengganggu

kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai

rangsangn-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala

bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki.

Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

gangguan kesehatan dan pendengaran.

Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu

pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan

dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat

pengangkut dan kegiatan rumah tangga.

Faktor fisik berikutnya adalah penerangan ditempat kerja yang merupakan jumlah

penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif.

Penerangan dapat berasal dai cahaya alami dan buatan. Penerangan adalah penting sebagai suatu

faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan

antara produktivitas dengan penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang cukup

dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi maksimal dan penekanan

biaya. Berdasarkan peraturan pemerintah (1999) tentang persyarataan kesehatan lingkungan

kerja.

2

Page 3: Plant Survey

Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada tenaga kerja, yaitu

peningkatan produksi dan menekan biaya, memperbesar kesempatan dengan hasil kualitas yang

meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan, memudahkan pengamatan dan pengawasan,

mengurangi ketegangan mata, mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang dikerjakan.

Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang waktu kerja, keluhan

pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan indra mata, kelelahan mental dan

menimbulkan terjadinya kecelakaan.

1.2 Permasalahan

Terdapatnya bahaya potensial yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan

pekerja yang bekerja di PT. Bina Busana Internusa.

1.3 Tujuan

1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami kinerja program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3) di PT. Bina Busana Internusa.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui alur produksi di PT. Bina Busana Internusa.

2. Untuk mengetahui bahaya potensial terutama faktor risiko dan risiko kecelakaan kerja

di PT. Bina Busana Internusa.

3. Untuk mengetahui bahaya potensial fisik akibat debu kain, kebisingan dan

pencahayaan di lingkungan kerja PT. Bina Busana Internusa.

4. Untuk mengetahui masalah dalam pelaksanaan program Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3) di PT. Bina Busana Internusa.

5. Untuk mengetahui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam

mengatasi masalah yang ada akibat bahaya potensial debu kain yang didapatkan di

PT. Bina Busana Internusa.

3

Page 4: Plant Survey

BAB II

HASIL KUNJUNGAN

2.1. Informasi Umum

2.1.1. Profil Perusahaan

Berdiri : 10 november 1989

Produk : mens shirt

: hospital uniform

: office uniform

: working uniform

Lokasi : Pabrik I

Kawasan Berikat Nusantara Jl. Madura III Blok D No. 19A

Cakung, Cilincing, Jakarta 14140 Indonesia

: Pabrik II

Jl. Pulo Buaran II blok Q No. 1

Pulogadung, Jakarta 13920, Indonesia

Luas wilayah : Pabrik I : 5.400 m2

Pabrik II : 1.680 m2

Telepon : Pabrik I : 021-440308

: Pabrik II : 021-46820820

Fax : Pabrik I : 021-46820820

: Pabrik II : 021-4626086

Kapasitas / tahun : Pabrik I : 18 lajur = 1.920.000 potong / tahun

: Pabrik II : 8 lajur = 840.000 potong / tahun

Pekerja : Pabrik I : 984 orang

: Pabrik II : 582 orang

: Penjual II : 582 orang

: Penjualan : 399 orang

: Administrasi : 59 orang

Pasar : Jepang

4

Page 5: Plant Survey

: Inggris

: Pasar Lokal

Pembeli : Nagai, Cosalt, departement store, institusi

(Sumber kunjungan lapangan di PT BBI dan Wawancara dengan Manager Human Resource

Departement serta company profile PT BBI)

2.2. Gambaran Umum

1.2.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Pada tanggal 16 oktober 1989 berdiri PT Mitracorp Pasifik Nusantara, yang merupakan

head office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana Internusa dan PT

Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10 november 1989, yang

memproduksi kemeja Valino dan produksi garmen lainnya. PT Kharismitra Sukses berdiri pada

tanggal 6 april 1990 dan bergerak sebagai marketing dan distribution kemeja Valino.

Pada tanggal 2 januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses

digabungkan menjadi PT Bina Busana Internusa, PT Bina Busana Internusa memiliki 2 buah

pabrik.

PT Bina Busana Internusa I

Lokasi : jl. Madura III Blok D No. 19A kawasan berikut Nusantara Cakung Cilincing Jakarta

14140, Indonesia.

Pada saat ini PT Bina Busana Internusa I memproduksi seragam rumah sakit yang di

pesan oleh Nagai Leben Jepang dan pakaian kerja oleh Cosalt Inggris, space yang

dipergunakan untuk lokasi ini adalah 5.400 m2, dengan kapasitas produksi 18 line dan

menghasilkan 1.920.000 pieces pertahun mempekerjakan sebanyak 984 orang untuk bagan

produksi, 3 orang bagian marketing dan 3 orang untuk tenaga administrasi. Untuk sementara

ini PT BBI I hanya menerima pesanan dari Nagai Leben dan Cosalt Inggris serta beberapa

pekerjaan yang bersifat subkontraktor.

PT Bina Busana Internusa II

Lokasi : Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. I Kawasan Industri Pulo Gadung, Pulo Gadung

Jakarta 13920, Indonesia

PT Bina Busana Internusa II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin, Cristian Kent,

Vissuto, Sierra Morena, Compagnon, dan Bergamo. Kemudian di distribusikan ke

5

Page 6: Plant Survey

departement store yang ada di seluruh Indonesia. Untuk sementara ini counter Valino

memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet, Vissuto 12 outlet,

Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet, dan Bergamo 8 outlet. Luas untuk lokasi ini

adalah 1.680 m2. Kapasitas produksi mempunyai 8 line serta dapat memproduksi sekitar

840.000 pieces pertahun. Mempekerjakan sebanyak 582 untuk bagian produksi, 601 orang

bagian marketing, dan 61 orang untuk tenaga administrasi, untuk sementara ini kemeja yang

di produksi oleh PT BBI II hanya didistribusikan ke departement store dan institusional.

1.2.2. Falsafah Perusahaan

Komitmen PT Bina Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Selain itu juga mempunyai visi ke depan sebagai perusahaan yang memimpin produksi kemeja

formal pria di tahun 2015, dengan tekad menjadi yang terbaik dan terbesar sebagai produsen

kemeja yang berstandar internasional. Gabungan antara pelayanan yang handal, profesionalisme,

teknologi serta didukung oleh pengelolaan usaha serta pemasaran yang mengena pada sasaran.

PT Bina Busana Internusa mendukung sepenuhnya pembangunan di Indonesia dengan

memberikan pelayanan terbaik serta menghasilkan produk yang bermutu tinggi, PT Bina Busana

Internusa berusaha meningkatkan citra sebagai perusahaan yang bergerak di bidang garmen yang

terkemuka dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Sesuai dengan motto

perusahaan “Menjadi No. I dengan Memberikan Pelayanan yang Terbaik Kepada Pelanggan dan

Pelanggan Adalah Aset Perusahaan “.

Untuk mewujudkan PT Bina Busana Internusa akan memperbanyak produknya yang

banyak di jual di seluruh Indonesia. Pada saat ini produksi kemeja yang dihasilkan oleh PT Bina

Busana Internusa adalah : Valino, Harry Martin, Christian Kent, Vissuto, Sierra Morena,

Compagnon, dan Bergamo. Banyaknya produk kemeja yang diproduksi oleh PT Bina Busana

Internusa dengan demikian kebutuhan kemeja yang diinginkan oleh konsumen dari seluruh

lapisan masyarakat akan terpenuhi.

6

Page 7: Plant Survey

2.2.3. Alur Poduksi

Adapun alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan Sampel

Alur produksi PT. Bina Busana Interusa dimulai dengan pembuatan sampel. Sampel berupa

model pakaian diajukan ke design product developer. Jika disetujui, sampel tersebut akan

dibuatkan pola dan modelnya.

2. Pemesanan Bahan

Melalui bagian marketing, PT. BBI memesan bahan dalam jumlah yang telah ditentukan ke

host yang selanjutnya bahan yang telah datang disimpan di gudang penyimpanan. Di dalam

gudang terasa panas dengan ventilasi yang kurang.

3. Inspeksi Bahan

Inspeksi dilakukan di gudang penyimpanan. Bahan harus memenuhi 28 persyaratan untuk

memenuhi standar. Jika ditemukan cacat pada bahan maka akan ditandai dengan stiker tanda

panah merah. Petugas pada tahap ini berjumlah tiga orang. Sarana yang digunakan adalah

meja dengan tinggi kurang lebih 1 meter dengan kemiringan 45°. Bahan yang akan diperiksa

ditaruh diatas meja yang secara otomatis bahan akan melewati meja dan tergulung kembali.

Pekerja menginspeksi bahan secara seksama untuk melihat adanya cacat. Hal ini dilakukan

dalam waktu yang singkat dan berulang-ulang sehingga akan terdapat gerakan bola mata

yang repetitif. Pekerja melakukan inspeksi dalam posisi berdiri tegak dengan pencahayaan

bersumber dari lampu neon 40 watt yang ada dibalik meja dan ruangan. Setelah bahan

melewati proses inspeksi, kemudian bahan yang memenuhi syarat akan masuk ke dalam

proses produksi.

Pada bagian ini terdapat berbagai bahaya potensial yang dapat timbul, baik dari segi fisik,

kimia, ergonomi, maupun psikologis. Yang pertama adalah bahaya potensial dari debu, baik

debu yang berada di dalam ruangan maupun debu bahan. Debu yang berasal dari bahan

berupa debu kain alami (bahan katun) dan debu sintetik (polyester). Bahaya fisik lain adalah

cahaya berlebih dari lampu neon TL 40 watt yang dapat menyilau mata. Kondisi gudang

yang kurang ventilasi juga menyebabkan terbatasnya sirkulasi udara bagi para pekerja di

tempat ini.

7

Page 8: Plant Survey

Bahaya potensial kimia berasal dari zat kimia dari bahan baku berupa formaldehid yang

berasal dari bahan baku. Dari segi psikologis didapatkan bahaya stress dan kebosanan karena

jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal (seperti low

back pain), dehidrasi, ISPA, sefalgia, dispepsia, gangguan penglihatan berupa penurunan

visus dan kelelahan otot mata dan varises tungkai. Resiko kecelakaan kerja berupa tangan

terjepit mesin inspeksi atau tersengat listrik mesin. Upaya yang harusnya dilakukan dalam

tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker penutup kepala, meskipun

tidak semua pekerja menggunakannya. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar

operasional mesin. Fasilitas yang tersedia lamp neon TL 40 watt sebanyak 1 buah pada mesin

inspeksi dan 20 buah di langit-langit, serta penyediaan sarana air minum.

Gambar 1. Posisi Pekerja Pada Proses Inspeksi Bahan

4. Proses Pembuatan Pola

Proses pembuatan pola dilakukan oleh 12 pekerja. Enam pekerja membentuk pola

bahan dengan pensil dan penggaris secara manual sesuai model pakaian yang akan

diproduksi. Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri. Enam pekerja lainnya

menggunakan mesin jahit dalam posisi duduk tanpa sandaran. Pada proses ini, dilakukan

pembuatan pola yang telah diinstruksikan oleh desainer. Pembuatan pola dapat dibedakan

dalam dua cara, yaitu manual, atau menggunakan komputer. Untuk cara yang pertama

(manual), dikerjakan dengan posisi berdiri maupun duduk. Dari hasil pengamatan, tampak

8

Page 9: Plant Survey

bahwa kursi pekerja tidak menggunakan sandaran, dan terbuat dari material kayu tampa

bantalan sehingga kurang nyaman dan didapatkan ukuran tinggi meja adalah 75 cm.

Gambar 2. Posisi pekerja bagian Pola (manual)

Proses pembuatan pola yang menggunakan computer Pada bagian ini, pekerja dalam

posisi duduk di atas kursi dengan bantalan cukup nyaman dan memiliki sandaran.

Gambar 3. Posisi pekerja pembuatan pola dengan computer

5. Cutting

Proses selanjutnya adalah cutting dan marker. Area pemotongan ini mengharuskan

seluruh pekerjanya menggunakan masker, namun ada beberapa pekerja yang tidak

memakainya. Proses cutting menggunakan mesin cutting, dimana alat cukup tajam dan

pekerja melakukan proses ini dengan cepat dan repetitif. Pekerja dilengkapi sarung tangan

dari bahan stainless yang digunakan pada tangan kiri. Proses cutting terbagi mejadi dua

macam, yaitu untuk kain polos dan bermotif.

9

Page 10: Plant Survey

a. Bila bahan polos langsung menuju proses numbering

b. Bila bahan bermotif, maka akan melalui proses matching dan numbering

Bagian cutting dapat dikerjakan dalam dua cara, yaitu manual dengan gunting dan

dengan mesin. Pada proses ini pekerja melakukan tugasnya dalam posisi berdiri diikuti

dengan kepala yang menunduk. Selain itu, dari hasil pengukuran, tinggi meja yang juga bisa

diartikan jarak siku ke lantai adalah 95 cm. Ukuran ini terlalu rendah, sehingga membuat

pekerja sedikit membungkuk untuk melakukan kerjanya.

Pada alur produksi ini, bahaya fisik yang dapat terjadi berupa kebisingan dari mesin

pemotong. Suara mesin pemotong dengan frekuensi 84dB dapat menyebabkan gangguan

pendengaran berupa tinnitus maupun tuli perseptif. Bahaya fisik lain berupa debu kain alami

dan sintetik, sirkulasi udara terbatas, vibrasi mesin cutting, dan listrik dari mesin pemotong.

Bahaya kimia berasal dari pelarut benzene yang digunakan sebagai pembersih jika ada noda

pada kain. Bahaya dari ergonomi yaitu posisi berdiri yang lama, posisi kepala yang

menunduk lama, dan gerakan repetitif memotong lkain. Sedangkan dari bahaya psikologis

yang dapat timbul adalah stres dan kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskoloskeletal ( termasuk

upper dan low back pain ), dehidrasi, ISPA, dispepsia, gangguan pendengaran, varises

tungkai, hiperkeratosis tangan dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang

mungkin terjadi adalah tangan terpotong, tangan terjepit gunting atau tangan tersengat listrik

mesin potong.

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa

masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas

angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulais udara, lampu untuk penerangan yang

cukup dan penyediaan sarana air minum.

Hal-hal yang sudah dilakukan di perusahaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri

berupa masker dan sarung tangan yang terbuat dari logam. Semua pekerja menggunakan alat

pelindung diri ini. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin dan

kebijakan menggunakan alas kaki. Fasilitas yang tersedia berupa lampu TL 40 watt sebanyak

96 buah, exhaust fan diameter 30 cm ( 0 buah setiap lantai), kipas angin diameter 30 cm (10

buah setiap lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).

10

Page 11: Plant Survey

Gambar 4. Posisi pekerja pada proses cutting

6. Proses Pembuatan Manset dan Interlining

Pada proses ini, dilakukan pemotongan dengan mesin berat. Kemudian dilakukan

pressing dengan menggunakan mesin yang mengeluarkan panas. Mesin yang berat tersebut

dijalankan oleh pekerja laki-laki dengan posisi berdiri terus menerus, kepala dan badan

menunduk sekitar 20° dengan alat pelindung diri berupa sarung tangan stainless.

Proses interlining adalah proses pembuatan kerah dimana kain yang telah dipotong

ditempelkan dengan bahan yang keras untuk membentuk kerah. Proses selanjutnya adalah

merekatkan kedua bahan tersebut. Proses perekatan pertama dilakukan dengan solder di

beberapa titik kemudian disetrika dan terakhir direkatkan secara permanen dengan pressing

machine yang menggunakan panas yang tinggi.

Gambar 5. Posisi Pekerja pada Proses Manset

11

Page 12: Plant Survey

7. Proses Sewing

Proses sewing dilakukan dengan menggunakan mesin jahit biasa. Pada proses penjahitan

terdapat dua macam proses, yaitu front back dan assembling. Pada proses front back

dilakukan penjahitan untuk keperluan aksesoris seperti pembuatan kantong kemeja.

Kemudian pada proses assembling dilakukan penjahitan untuk menyatukan pakaian dengan

komponen lainnya. Penjahit bekerja dengan posisi duduk membungkuk dengan kursi tanpa

sandaran. Untuk mengatur kesesuaian antara tinggi meja dan kursi agar menghasilkan posisi

yang ergonomis, terdapat alat pengatur ketinggian pada meja jahit dan kursi yang terlalu

pendek disambung dibagian terbawah kaki kursi. Pekerja menggunakan seragam berupa kain

berbahan katun yang cukup menyerap keringat, ditambah penutup kepala, apron dan masker,

mesin jahit juga dilengkapi dengan needle gate untuk melindungi tangan dari tusukan jarum.

Pada proses ini juga dilakukan pembersihan bahan yang terdapat noda dengan menggunakan

etanol dan benzen yang disemprotkan, alat semprot menghasilkan bising, sehingga pekerja

dilengkapi dengan alat penutup telinga.

Gambar 6. Posisi Pekerja bagian proses sewing

8. Proses Finishing dengan Mesin Kebut

Setelah pakaian selesai dijahit, kemudian dilakukan pembersihan baju dari sisa-sisa benang

dengan menggunakan mesin kebut, yaitu berupa boks dengan ukuran 75 x 100 cm. Mesin

tersebut dapat menarik sisa debu dan benang. Pakaian dimasukkan ke dalam mesin dan

12

Page 13: Plant Survey

ditahan oleh kedua tangan pekerja tersebut. Mesin kebut menghasilkan bising sehingga

pekerja dilengkapi dengan alat penutup telinga.

Gambar 7. Pekerja mesin kebut

9. Proses Ironing

Proses ironing dilakukan dengan setrika listrik. Sarana yang digunakan adalah meja

setrika ukuran 60 x 100 cm dengan jarak antar pekerja kurang lebih 1 meter. Proses Ironing

pakaian jadi terdiri dari 8 pekerja. Menggunakan bahan kimia berupa etanol dan pelarut

benzene sebagai pembersih. Pada bagian ini terjadi gerakan repetitif menarik dan mendorong

lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi membungkuk lama, posisi kepala

menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit.

Bahaya potensial fisika adalah suhu panas, sirkulasi udara terbatas, listrik, debu kain

alami dan sintetik, dan kelembapan. Bahaya potensial kimia berupa etanol dan pelarut

benzene sebagai pembersih. Bahaya potensial ergonomi adalah gerakan repetitif menarik dan

mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi membungkuk lama, posisi

kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit. Dari segi psikologi, bahaya potensial

yang ada adalah kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan stres. Gangguan

kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal, dehidrasi, tension typ

headache, dan low back pain. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi adalah tangan

terkena luka bakar akibat setrika listrik.

Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, serta sarung tangan kain dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan

13

Page 14: Plant Survey

penyediaan sarana air minum. Alat pelindung diri yang digunakan adalah sarung tangan dan

masker kain, semua pekerja menggunakan APD ini. Sarana yang disediakan adalah lampu,

exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30

cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap

lantai. Terdapat standar operasional dalam proses ironing.

Gambar 8. Posisi Pekerja pada Proses Ironing

10. Proses Packing

Pakaian yang telah disetrika kemudian dilipat dan dimasukkan kedalam polybag,

kemudia pakaian yang telah dibungkus dimasukkan kedalam kardus besar. Dibagian ini

terjadi gerakan repetitif memasukan pakaian kedalam plastik, gerakan repetitif membungkuk

saat memasukan pakaian yang sudah terkemas ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan

repetitif mengangkat beban hasil produksi dari membungkuk sampai berdiri.

Bahaya potensial fisika meliputi panas dan debu kain sintetik dan alami. Bahaya

potensial ergonomi meliputi gerakan repetitif memasukan pakaian kedalam plastik, gerakan

repetitif membungkuk saat memasukan pakaian yang sudah terkemas ke dalam kardus, posisi

berdiri lama, gerakan repetitif mengangkat beban hasil produksi dari membungkuk sampai

berdiri. Bahaya potensial psikologi yang dapat timbul berupa kebosanan karena jam kerja

yang lama tanpa ganti shift, dan stres sebagai bahaya potensial psikologi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, seperti low

back pain dan upper back pain, dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang

14

Page 15: Plant Survey

dapat timbul adalah terjatuh saat mengangkat dan memindahkan beban. Upaya yang harusnya

dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker kain dan

fasilitas seprti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum.

Alat pelindung diri yang disediakan adalah masker kain. Sarana yang disediakan adalah

lampu, exhaust fan, kipas angin, dan penyediaan sarana air minum. Terdapat aturan pelipatan

dan tampilan produk dan aturan alur barang produksi setelah packing.

Gambar 9. Posisi Pekerja pada saat Proses Packing

11. Quality Control

Sebelum pengiriman beberapa kardus akan diambil secara random untuk dilakukan

pengecekan ulang. Dibagian ini dilakukan gerakan repetitif tangan memegang dan memeriksa

pakaian, posisi berdiri lama, posisi kepala dan punggung membungkuk lama.

Bahaya potensial fisika berupa pencahayaan dan debu kain alami dan sintetik. Bahaya

potensial ergonomi berupa gerakan repetitif tangan memegang dan memeriksa pakaian, posisi

berdiri lama, posisi kepala dan punggung membungkuk lama. Dari segi psikologi, bahaya

potensial yang ada berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift dan stres

yang mungkin timbul. Gangguan kesehatan yang mungkin timbul berupa gangguan

musculoskeletal, dehidrasi, low back pain dan upper back pain, varises tungkai, dan keluhan

otot mata. Tidak ada resiko kecelakaan kerja yang ada pada tahap ini.

15

Page 16: Plant Survey

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa maker, penutup kepala, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk

memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air

minum. Hanya sebagian pekerja yang menggunakan masker dan penutup kepala. Sarana yang

disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin

dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum

sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat checklist untuk menilai dalam proses quality control.

Gambar 10. Posisi Pekerja pada bagian Quality Control pakaian

Diagram 1. Alur Produksi

16

Page 17: Plant Survey

2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT BBI II

2.3.1 Program kesehatan Kerja

Perusahaan memiliki sebuah klinik yang terletak di dalam pabrik. Klinik perusahaan

memberikan pelayanan mulai dari hari senin, rabu dan jumat. Klinik ini melayani pengobatan

biasa dan kecelakaan kerja kepada para pekerja. Pelayanan dilakukan selama jam kerja. Di luar

jam kerja poliklinik, pelayanan kesehatan bagi pekerja hanya berupa penyediaan obat-obatan

simptomatik yang dipegang oleh line manager. Bila diperlukan tatalaksana lanjutan kecelakaan

kerja, pekerjaan dirujuk ke RS dengan surat pengantar. Perusahaan bekerjasama dengan RS

Mediros dan RS St. Carolus sehingga jika pekerja berobat ke kedua rumah sakit tersebut, biaya

pengobatan pekerja akan di tanggung oleh perusahaan sesuai dengan golongan/pangkat.

Sementara jika pasien dibawa ke RS lain seperti RS Persahabatan yang letaknya tidak jauh dari

pabrik maka penggantian biaya diberlakukan melalui sistem reimbursment yaitu biaya di

tanggung dahulu oleh karyawan, yang kemudian diganti oleh perusahaan. Untuk kasus gawat

darurat yang terjadi di pabrik, pertama-tama keadaan umum pasien pasien distabilkan terlebih

dahulu kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Pada saat kunjungan dilakukan, klinik sedang beroperasi. Di klinik terdapat data-data

penyakit dan data jumlah kunjungan pekerja ke poliklinik serta data kecelakaan kerja. Klinik

perusaan dijalankan oleh seorang dokter umum yang datang dua hari sekali dengan jam kerja

08.00-12.00 dan setiap hari ada satu perawat yang bertugas.

Program klinik perusahaan meliputi juga pemeriksaan kesehatan setiap enam bulan

berupa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin dan

kimia darah serta pemeriksaan penunjang lain seperti rontgent thoraks, dan pemeriksaan

elektrokardiografi. Pemeriksaan kesehatan telinga dengan alat khusus (audiometri dan otoskop)

tidak dilakukan.

Kantin perusahaan ada dua buah dengan luas kurang lebih 5x10 meter. Namun untuk

makan siang pekerja perusahaan menggunakan sistem katering yang dibayar oleh perusahaan.

Menu pekerja tergantung pihak katering yang berupa makanan pokok. Untuk pekerja yang

lembur tidak mendapatkan makanan tambahan. Untuk air minum pekerja disediakan dispenser di

beberapa tempat.

Salah satu kekurangan yang ditemukan adalah perusahaan belum memiliki data penyakit

tersering yang terjadi di perusahaan. Di samping itu, tidak terdapat sistem pelaporan kesehatan

17

Page 18: Plant Survey

pekerja, yang ada hanyalah laporan jumlah kunjungan pekerja ke klinik perusahaan. Asuransi

kesehatan juga tidak disediakan oleh pihak perusahaan bagi para pekerjanya. Selain itu, program-

program kesehatan kerja belum dilaksanakan oleh perusahaan.

2.3.2 Sanitasi dan Lingkungan

PT BBI merupakan suatu kompleks bangunan yang terdiri dari 1 bangunan utama, 1

bangunan tempat produksi, dan 1 gudang penyimpanan yang terpisah dari 2 bangunan

sebelumnya (dipisahkan oleh jalan umum). Pada bangunan utama terdapat kantor yang

mengurusi administrasi dan marketing, factory outlet, dan tempat ibadah. Bangunan utama ini

cukup tertata rapi dan bersih serta sebagian besar ruangan menggunakan air conditioner.

Sementara bangunan tempat produksi merupakan bangunan lantai 2 dimana selain terdapat

ruangan tempat berlangsungnya proses produksi, juga terdapat klinik (di lantai 2), dan kantin (di

lantai 1). Kesan kebersihan pada keseluruhan ruangan tempat produksi cukup baik. Alat-alat

produksi di bangunan produksi lantai 1 tertata dengan cukup rapi dengan ruang gerak pekerja

yang cukup leluasa (kurang lebih 1 meter).

Hal ini disebabkan karena jumlah pekerja di ruangan ini relatif lebih sedikit dibandingkan

dengan jumlah pekerja di lantai 2. Sementara itu, alat-alat produksi di lantai 2 walau tersusun

rapi cukup rapi namun jarak antara alat cukup dekat (kurang lebih setengah meter) sehingga

ruang gerak pekerja agak terbatas. Lingkungan di sekitar kompleks bangunan utama dan

bangunan tempat produksi cukup bersih. Pada halaman sekitar terdapat taman kecil yang bersih.

Perusahaan menyediakan fasilitas toilet di kedua lantai produksi, masing-masing terdiri

dari dua toilet besar laki-laki dan dua toilet perempuan. Setiap toilet berukuran 1x 1,5 x 2 m.

Masing-masing toilet besar terdiri dari 3 ruangan. Toilet tersebut terlihat kurang bersih dan

terkesan kurang terurus. Dinding toilet dilapisi keramik. Jumlah kakus dalam toilet laki-laki

adalah tiga jamban, dan di dalam toilet perempuan terdapat tiga jamban. Penerangan dan

pertukaran udara dalam toilet cukup baik. Lantai dan dinding toilet terlihat bersih, pintu jamban

dapat dibuka-tutup dengan mudah. Terdapat satu wastafel di tiap toilet. Data mengenai septic

tank tidak diketahui. Di gudang tempat penyimpanan kain, toilet juga berfungsi sebagai tempat

untuk mencuci kain untuk melihat apakah kain ini lintur atau tidak. Di gudang, tidak terdapat

perbedaan antara toilet laki-laki dan perempuan.

18

Page 19: Plant Survey

Pertukaran udara di dalam bangunan pabrik secara keseluruhan masih kurang. Langit-

langit bangunan pabrik cukup tinggi, namun jumlah exhaust fan masih kurang yaitu 6 buah

setiap lantai (diameter 30 cm) untuk ruangan yang berukuran kurang lebih 60 x 20 m2. Pihak

perusahaan juga menyediakan fasilitas air minum melalui “dispenser” (berisi guci keramik)

yang tersedia di beberapa sudut ruangan yang terdiri dari 2 buah di setiap lantai. Galon tampak

kurang bersih dan gelas minum bersih yang tersedia sedikit.

Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-langit yang

transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu juga disediakan

lampu-lampu meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.

Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak dapat kami

nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.

19

Page 20: Plant Survey

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

3.1.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa

kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga dapat dicapai hasil

yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya.

Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan / kedokteran

beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat

kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social dengan usaha preventif atau

kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan

lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum..

Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di perusahaan,

maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di setiap unit kerja yang ada.

Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 pada BABIII

pasal 4 bahwa perusahaan wajib mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja program

Keselamatan dan Kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

3.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa faktor K3

berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap

efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suau

perusahaan industri sehingga dengan demikian mempengaruhi tingkat pencapaian

produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah untuk melindungi para tenaga kerja

atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang

sehat dan produktif sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari suatu

perusahaan industry dapat lebih terjamin.

20

Page 21: Plant Survey

3.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : ‘’bagian dari system

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,

pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan

kerja guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat kerja dengan

melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat

yang aman, efisien dan produktif.

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan

atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi

yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan

penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3.

Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu kebijakan untuk

menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di perusahaan dan lingkungan

melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan,

proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu

planning, do, check, dan improvement.

3.3 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen kesehatan

kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat menjadi beban

tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai suatu derajat

kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat

ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun

kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

3.3.1. Kapasitas Kerja

21

Page 22: Plant Survey

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari

beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori

protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekuramgan zat besi tanpa anemia. Kondisi

kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas

yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian

besar masih diisi oleh pekerja yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam

melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK

dan kecelakaan kerja.

3.3.2. Beban Kerja

Pola kerja yang berubah – ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat

terjadinya perubahan pada bioritmik ( irama tubuh ). Faktor lain yang turut memperberat beban

kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan social bagi pekerja yang masih relative rendah, hingga

pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secar berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan stress.

3.3.3. Lingkungan Kerja

Lingkunagan Kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja,

dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja ( Occupational Accident), Penyakit A kibat K erja dan

Pernyakit Akibat Hubungan Kerja ( Occupational Disease & Work Related Diseases).

3.3.3.1. Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang Ditimbulkan

Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh

pemajanan dilingkungan kerja.Untuk mengatasi permasalahan ini maka langkah awal yang

penting adalah identifikasi bahaya yang timbul, kemudian dievaluasi, dan dilakukan

pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkunagan kerja

ditempuh tiga langkah utama, yakni :

1. Pengenalan lingkungan kerja .

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (

walk through inspection) , dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama dilakukan

dalam upaya kesehatan kerja.

22

Page 23: Plant Survey

2. Evaluasi lingkungan kerja.

Merupakan tahap penilaian larakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin

timbul sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan.

3. Pengendalian lingkungan kerja.

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang

berbahaya di lingkungan kerja. Ada dua jenis pengendalian lingkungan kerja, yaitu

pengendalian lingkungan ( enviromental Control Measures) berupa penggunan alat

pelindung perorangan, pembatas waktu lamanya pekerja terpajan terhadap bahaya potensial,

serta keberhasilan perorangan dan pakaiannya.

3.4 Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

3.4.1 Pengertian

Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan pada masyarakat

pekerja secra minimal dan paripurna oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.

3.4.2 Tujuan

Tujuan diselenggarakan pelayanan kesehatan kerja dasar pada masyarakat pekerja adalah

untuk menigkatkan produktivitas kerja masyarakat pekerja, dan terciptanya kondisi kerja yang

aman, sehat dan produktif tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya.

3.4.3 Ruang Lingkup

Pelayanan kesehatan kerja dasar mencakup upaya pelayanan paripurna (peningkatan

kesehatan kerja, pencegahan dan penyembuhan PAK & PAHK serta pemulihan PAK & PAHK)

yang meliputi :

1. Pemeriksaan dan seleksi kesehatan calon pekerja

2. Peningkatan mutu dan kondisi tempat kerja

3. Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja

4. Pemeliharaan kesehatan , konseling dan rehabilitasi medis

5. Pembentukan dan pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan

kerja.

3.4.4 Insitusi Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

23

Page 24: Plant Survey

Suatu lembaga yang terlibat dalam memberkan pelayanan kesehatan kerja dasar yang

meliputi : Pos UKK, Poliklinik Perusahaan dan Puskesmas. Poliklinik Perusahaan merupakan

bagian yang sangat penting karena secara structural merupakan bagian dari perusahaan dan

bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan dan Puskesmas.

3.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja

Jenis pelayananan Kesehatan Kerja dan pelayanan minimal yang diberikan dapat dilihat

pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pelayananan minimal kesehatan kerja

Jenis Pelayananan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja

Promotif Konsultasi

Penyuluhan tentang SOP kerja, risiko pekerjaan dan pencegahannya,

hygiene, dan pemakaian APD.

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam bekerja

Inventarisasi pekerjaan agar dapat mengetahui ridiko yang mungkin

timbul

Memberikan masukan tentang kesehatan kerja pada manajemen

Promosi kesehatan umum

Sanitasi industry, good house keeping dan potensi risiko di tempat

kerja

Identifikasi, penillaian dan control terhadap risiko

Pelatihan P3K

Pencatatan dan pelaporan

Jenis Pelayanan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja

Preventif Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat kerja

Merekonebdasikan perbaikan lingkungan kerja

Penyediaan contoh dan penggunaan APD

Pemeriksaan kesehatan : sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan

pemerikasaan khusus

Prosedur tanggap darurat

Pemantauan kondisi tempat kerja

24

Page 25: Plant Survey

Surveilans PAK, PAHK, KK dan penyakit umum

Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan kantin

Pencatatan dan pelaporan

Kuratif Penyakit umum, PAK, PAHK, dan KK

Klinik gawat darurat

Deteksi dini PAK, PAHK, dan KK

Melakukan upaya rujukan

Pencatatan dan pelaporan

Rehabilitatif Melakukan evaluasi tingkat kecacatan pekerja

Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja susai

kemampuannya

Pencatatan dan pelaporan

3.5 Manajemen Risiko

Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya

utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan

meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi dalam aspek

higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan merupakan cara yang

tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja.

Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya

sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi. Berbagai

pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan

misalnya:

a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali

manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak

semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.

b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini merupakan

sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat kerja sampai

tingkat tertentu selalu mengandung risiko.

c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi

sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran

positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.

25

Page 26: Plant Survey

Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko

yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material, mesin,

metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi

bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas :

a. Identifikasi potensi bahaya

b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya

c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian

d. Penerapan teknologi pengendalian

e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya

3.6 Potensi Bahaya dan Risiko

Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai

kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan.

Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan

dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa :

1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.

2. Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat.

3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus.

4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja.

5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan.

6. Listrik dan sumber energi lainnya.

7. Mesin, peralatan kerja, pesawat.

8. Kebakaran, peledakan, kebocoran.

9. Tata rumah tangga (house keeping).

10. Sistem Manajemen peusahaan.

11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi.

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang

mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya,

tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling

berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan

tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.

26

Page 27: Plant Survey

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :

1. Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar

perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan

lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil

penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis

pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam

sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat

umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah

melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian

kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi

pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,

misalnya melalui :

a. Inspeksi/survei tempat kerja rutin.

b. Informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit serta absensi.

c. Laporan dari Panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja(P2K3) atau supervisor

atau keluhan pekerja.

d. Lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet), dan lain sebagainya.

Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk

memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya

tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk

teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko

27

Page 28: Plant Survey

Dalam kegiatan ini, semua jenis risiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,

frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko

tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga

terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat

menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,

dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali

dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

8. Menentukan langkah pengendalian

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan

kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian

yang dipilih dari berbagai cara seperti :

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,

pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan

dengan risiko

c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan

berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai

dengan kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai

bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi

yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

28

Page 29: Plant Survey

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat

perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan

sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

3.7. Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Debu

3.7.1. Definisi Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di

udara (Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

mikron.Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indoor and out

door pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk

menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja.

Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Deposit Particulate Matter

Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini

akan segera mengendap karena daya tarik bumi.

2.Suspended Particulate Matter

Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah

mengendap.(Pudjiastuti, 2002).

Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair.Debu yang terdiri atas partikel-partikel

padat dapat menjadi 3 macam :

a. Dust

Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar.

Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan,

umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru

b. Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk

gas, biasannya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya

disertaidengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal

( Plumbum).

c. Smoke

29

Page 30: Plant Survey

Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan

berukuran sekitar 0,5 mikron.

3.7.2. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan

turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari

bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990). Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :

1. Sifat Pengendapan yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi.

2. Permukaan cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh

lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di

tempat kerja.

3. Sifat Penggumpalan. Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah

maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat

kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu

membentuk gumpalan.

4. Debu Listrik Statik. Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain

yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya

penggumpalan.

5. Sifat Opsis. Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang

dapat terlihat dalam kamar gelap.

Partikel debu melayang (Suspended Particulated Matter) adalah suatu kumpulan

senyawa dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat

kecil, kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang

membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu

tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang

dan dapat masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan

dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel,

sedangkan seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan

ditimbun di dalam jaringan paru (WHO, 1990).

Debu yang berukuran antara 5 – 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada

saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 – 5 mikron tertahan dan tertimbun pada

30

Page 31: Plant Survey

saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 – 3 mikron disebut debu respirabel

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus

terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap

di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 – 0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar

masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun batas debu respirabel

adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 – 10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke

dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila

jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per

milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru (WHO, 1990).

3.7.3. Jenis debu

Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :

1. Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu daun-daunan,

tembakau dan sebagainya).

2. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan

Arsen).

3. Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3, dan

lain-lain).

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah,

batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri,

kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium,

tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain).

3.7.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan.

Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:

1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat

menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat

menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma.

3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

31

Page 32: Plant Survey

Gambar 1 Saluran pernafasan

32

Page 33: Plant Survey

3.7.5. Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan

terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak.

1. Pencegahan Terhadap Sumbernya

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain dengan mengisolasi sumber

agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau dengan

melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

2. Pencegahan Terhadap Transmisi

a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).

b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung

tangan.

3.7.6. Dampak Pencemaran Udara Oleh Debu

Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan

sebagai berikut:

1. Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan

warnabangunan dan pengotoran.

2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori

tumbuhansehingga mengganggu jalannya fotosintesis.

3. Merubah iklim global regional maupun internasional.

4. Menganggu perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosialekonomi

dimasyarakat.

5. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan

pernafasan dan kanker pada paru-paru.

Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: solubity (mudah larut), komposisi

kimia, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu.

33

Page 34: Plant Survey

3.7.7. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

lain :

1. Faktor debu itu sendiri yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama

perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang

menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi

partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu.

2. Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam

waktutertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan

memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang

mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan

saluran pernafasan.

3. Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan

paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan

cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),

mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin

bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil

penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur

dengan gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan

gangguan kesehatan.

4. Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja

terhadapbahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang

dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol

5. Riwayat merokok merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,

karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa

saluran napas. (Antaruddin, 2003).

6. Riwayat penyakit penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetustimbulnya

gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi

kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita

penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem

pernapasan jika terpapar debu.

34

Page 35: Plant Survey

3.7.8 Jenis Penyakit Akibat Kerja

Gejala penyakit akibat masuknya debu ke paru antara lain batuk disertai bersin, pilek dan

berlendir sebagai reaksi tubuh serta sesak nafas. Otot polos sekitar saluran nafas terangsang dan

menimbulkan penyempitan. Semakin lama seorang pekerja pada lingkungan kerja debu, endapan

debu di paru semakin tinggi. Gangguan fungsi paru menjadi lebih tinggi bila pekerja merokok.

Keadaan menjadi lebih buruk bila ventilasi udara kurang baik, disamping daya tahan tubuh dan

gizi yang kurang, tidur kurang dari 8 jam perhari dan adanya penyakit lain.

Pneumoconiosis adalah kondisi pada paru yang merupakan hasil pengumpulan debu

mineral pada paru dan sebagai reaksi jaringan paru terhadap paparan debu. Paparan debu kapas

yang terjadi di perusahaan garmen disebut byssinosis. Sedang bila debu silica maka disebut

silicosis. Bila penyebabnya debu asbes disebut asbestosis. Jadi macam pneumoconiosis

tergantung jenis debu yang terhirup.

Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (Silikosis,

antrakosilikosis, asbestosis) Gejala penyakit ini berupa sakit paru paru, namun berbeda

denganpenyakit TBC paru.

Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan penyakitPneumokonioses.

Penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang terdapat dalam debu yang dihirup waktu bernafas

dan ditimbun dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun.

Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan yang

menghasilkan batu-batu untuk bangunan seperti granit, keramik, tambang timah putih, tambang

besi, tambang batu bara, dan lain lain.Gejala penyakit ini dapat dibedakan pada tingkat ringan

sedang dan berat.

Pada tingkat Ringan ditandai dengan batuk kering, pengembangan paru-paru.Pada tingkat

sedang terjadi sesak nafas tidak jarang bronchial, ronchi terdapat basis paru paru. Pada tingkat

berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung kanan, kegagalan jantung

kanan.

Anthrakosilikosis ialah pneumokomiosis yang disebabkan oleh silika bebas bersama debu

arang batu. Penyakit ini mungkin ditemukan pada tambang batu bara atau karyawan industri

yang menggunakan bahan batu bara jenis lain. Gejala penyakit ini berupa sesak nafas, bronchitis

chronis batuk dengan dahak hitam (Melanophtys).

35

Page 36: Plant Survey

Asbestosis adalah jenis pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes dengan masa

latennya 10-20 tahun. Gejala yang timbul berupa sesak nafas, batuk berdahak/riak terdengan

rhonchi di basis paru, cyanosis terlihat bibir biru. Gambar radiologi menunjukan adanya titik titik

halus yang disebut “Iground glass appearance”, batas jantung dengan diafragma tidak jelas

seperti ada duri duri landak sekitar jantung (Percupine hearth), jika sudah lama terlihat

penumpukan kapur pada jaringan ikat.

Berryliosis, Penyebabnya adalah debu yang mengandung Berrylium, terdapat pada

pekerja pembuat aliasi berrylium tembaga, pada pembuatan tabung radio, pembuatan

tabungFluorescen pengguna sebagai tenaga atom.

Byssinosis disebabkan oleh debu kapas atau sejenisnya dikenal dengan : Monday

Morning Syndroma”atau”Monday Fightnesí” Sebag gejala timbul setelah hari kerja sesudah

libur, terasa demam, lemah badan, sesak nafas, baruk-batuk, “Vital Capacity” jelas menurun

setelah 5-10 tahun bekerja dengan debu.

Stannosis Penyebab debu bijih timah putih (SnO) sedangkan Siderosis disebabkan oleh

debu yang mengandung (Fe202).

3.7.9 Pengendalian/Pencegahan

Untuk mencegahnya, pekerja yang terpapar debu harus memakai masker. Sedang bila

paparan debu bahan kimia berbahaya diperlukan penggunaan respirator dengan atau tanpa

cartridge. Untuk perusahaan garmen, alat pelindung diri yang perlu dipakai adalah masker biasa.

Untuk para pekerja, termasuk yang terpapar debu harus diperiksa kesehatan secara berkala dan

khusus. Untuk pengguna respirator khusus pemeriksaan fungsi paru (spirometri) menjadi

keharusan guna selalu memberikan kesehatan paru yang setinggi-tingginya disamping pekerja

mengelola hidup dengan lifestyle yang baik.

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

a. Isolasi sumber agar tidak mngeluarkan debu di ruang kerja dengan “ Local Exhauster”atau

dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

b. Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.

Pencegahan terhadap transmisi, yaitu :

(a) Memakai metoda basah yaitu, penyiraman lantai, pengeboran basah, (wet drilling).

36

Page 37: Plant Survey

(b) Dengan alat (scrubber, elektropresipitator, ventilasi umum).

Pencegahan terhap tenaga kerjanya antara lain dapat menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) yaitu dengan menggunakan masker.

3.8 Kebisingan

Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritma.

Gambar. Tipe intensitas kebisingan (dBA), Zenz,C.(1994) Occupational medicine (2en ed) p.260

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:

Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit Kebisingan terputus-putus Kebisingan impulsif Kebisingan impulsif berulang

37

Page 38: Plant Survey

Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah soundlevel meter. Alat ini mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz.

Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan kepada indera pendengar, yang menyebabkan ketulian progresif dan akibat ini telah diketahui dan diterima umum untuk berabad lamanya. Dengan kemampuan higiene perusahaan dan kesehatan kerja, akibat buruk ini dapat dicegah. Mula-mula efek kebisingan pada pendengar adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising. Tetapi kerja terus-menerus di tempat bising berakibat kehilangan daya dengar menetap dan tidak pulih kembali. Lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan biasanya tinggi sehingga harus ada batas waktu pajanan kebisingan.

Batasan kebisinganyang diberikan oleh The Workplace and Safety (Noise) ComplianceStandar 1995, SL No 381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanansuara 85 dB (A), dengan refrensi 20 micropascal. (20)Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999tentang kebisingan adalah sebagai berikut :

Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yangdapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut :

a. Gangguan fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbulakibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologisdapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidakdapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguanlain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriaksehingga memerlukann tenaga ekstra dan juga menambahkebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu“Cardiac Out Put” dan tekanan darah.Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparanbunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologisseperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidurdan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi padapermulaan

38

Page 39: Plant Survey

pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali padakeadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadiadaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapatmenimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu:

1). Sistem internal tubuh

Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan. Sebenarnya proses adaptasi sendiri adalah indikasi dariperubahan fungsi tubuh karenanya tidak begitu disukai.Kebisingan yang tinggi juga dapat mengubah ketetapankoordinasi gerakan, memperpanjang waktu reaksi danmenaikkan respon waktu, semuanya ini dapat berkahir denganhuman error.

b. Gangguaan psikologis

Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkangangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitasmental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takutdan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorangnuntuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendakimemang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapatmemperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada.

c. Gangguan patologis organis

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalahpengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapatmenimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen.(1)

Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi

tahap sebagai berikut:

1). Stadium adaptasi

Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaanyang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible.

2). Stadium “temporary threshold shiff”

Disebut juga “audtory fatigue” yang merupakan kehilanganpendengaran “reversible” sesudah 48 jam terhindar dari bisingitu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudahterpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerjakeesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih makaakan terjadi “permanent hearing lose”.

3). Stadium “persistem trehold shiff”

Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama,sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkunganbising, pendengaran masih terganggu.

39

Page 40: Plant Survey

4). Stadium “permanent trehold shiff”

Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetapsifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapatdisembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsiyang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknyasyaraf pendengaran.

Proses terjadinya gangguan pendengaran terjadi secaraberangsur-angsur, yaitu mula-mula tidak terasa adanya gangguanpendengaran, baru setelah penderita sadar bahwa ia memerlukansuara-suara keras untuk sanggup mendengarkan suatu percakapandiketahui adanya gangguan

pendengaran. Pergeseran ambangpendengaran nampak dalam tahun-tahun pertama terpaparkebisingan. Orang yang belum pernah berada dalam kebisinganbiasanya menunjukkan perbaikan yang bagus setelah dipindakan darikebisingan, sedangkan orang yang sudah bertahun-tahun terkenabising dan tuli agak berat sekali kemungkinan untuk pulih.

d. Komunikasi

Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling pentingdisini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap danmengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa:

1). Percakapan langsung (face to face).

2). Percakapan telepon.

3). Melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi danpidato.

Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu olehsuara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusatkomunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan,rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisadimengerti tergantung dari faktor seperti : level suarapembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran,bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan danfaktor-faktor lain.

40

Page 41: Plant Survey

3.9. Cahaya

Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energy cahaya lainnya dalam spectrum elektromagnetisnya (Suhadri, 2008).

Menurut Kepmenkes no. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan  Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

3.9.1    Sistem Pencahayaan

Menurut Prabu dalam Firmansyah (2010), ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu:

1.      Sistem pencahayaan langsung (direct lighting)

Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi.Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan.

2.      Pencahayaan semi langsung (semi direct lighting)

Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan antara 5%-90%.

3.      Sistem pencahayaan difus (general diffuse lighting)

Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas.Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.

4.      Sistem pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting)

Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik.Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.

5.      Sistem pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)

41

Page 42: Plant Survey

Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan.Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.

3.9.2    Jenis-Jenis Sistem Pencahayaan

Beberapa jenis dan komponen sistem pencahayaan adalah (Suhadri, 2008): 

1.      Lampu pijar (GLS)

Lampu pijar bertindak sebagai badan abu-abu yang secara selektif memancarkan radiasi, dan hampir seluruhnya terjadi pada daerah nampak. Bola lampu terdiri dari hampa udara atau berisi gas, yang dapat menghentikan oksidasi dari kawat pijar tungsten, namun tidak akan menghentikan penguapan. Warna gelap bola lampu dikarenakan tungsten yang teruapkan mengembun pada permukaan lampu yang relatif dingin. Dengan adanya gas inert, akan menekan terjadinya penguapan, dan semakin besar berat molekulnya akan makin mudah menekan terjadinya penguapan. Untuk lampu biasa dengan harga yang murah, digunakan campuran argon nitrogen dengan perbandingan 9/1.Kripton atau Xenon hanya digunakan dalam penerapan khusus seperti lampu sepeda dimana bola lampunya berukuran kecil, untuk mengimbangi kenaikan harga, dan jika penampilan merupakan hal yang penting.Gas yang terdapat dalam bola pijar dapat menyalurkan panas dari kawat pijar, sehingga daya hantar yang rendah menjadi penting.Lampu yang berisi gas biasanya memadukan sekering dalam kawat timah.Gangguan kecil dapat menyebabkan pemutusan arus listrik, yang dapat menarik arus yang sangat tinggi.Jika patahnya kawat pijar merupakan akhir dari umur lampu, tetapi untuk kerusakan sekering tidak begitu halnya.

Ciri-cirinya adalah:

a.    Efficacy 12 lumens/watt

b.    indeks perubahan warna – 1 A

c.    Suhu warna hangat (2500K – 2700K)

d.    Umut lampu – 2000 jam

2.      Lampu tungsten – halogen

Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar.Lampu ini memiliki kawat pijar tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan di rumah, tetapi bola lampunya diisi dengan gas halogen.Atom tungsten menguap dari kawat pijar panas dan bergerak naik ke dinding pendingin bola lampu.Atom tungsten, oksigen dan halogen bergabung pada dinding bola lampu membentuk molekul oksihalida tungsten.Suhu dinding bola lampu menjaga molekul oksihalida tungsten

42

Page 43: Plant Survey

dalam keadaan uap.Molekul bergerak kearah kawat pijar panas dimana suhu tinggi memecahnya menjadi terpisah-pisah. Atom tungsten disimpan kembali pada daerah pendinginan dari kawat pijar – bukan ditempat yang sama dimana atom diuapkan. Pemecahan biasanya terjadi dekat sambungan antara kawat pijar tungsten dan kawat timah molibdenum dimana suhu turun secara tajam.

Ciri-cirinya adalah :

a.       Efficacy 18 lumesn/watt

b.      Indeks perubahan warna – 1 A

c.       Suhu warna hangat (3000K – 3200K)

d.      Umur lampu – 4000 jam

Kelebihan dari lampu ini adalah:

a.       Lebih kompak

b.      Umur lebih panjang

c.       Lebih banyak cahaya

d.      Cahaya lebih putih (suhu warna lebih tinggi)

Kekurangan dari lampu ini adalah:

a.       Lebih mahal

b.      IR meningkat

c.       UV meningkat

d.      Masalah handling

3.      Lampu neon

Lampu neon, 3 hingga 5 kali lebih efisien daripada lampu pijar standar dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet. Dengan melewatkan listrik melalui uap gas atau logam akanmenyebabkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan komposisi kimia dan tekanan gasnya. Tabung neon memiliki uap merkuri bertekanan rendah, dan akan memancarkan sejumlah kecil radiasi biru/ hijau, namun kebanyakan akan berupa UV pada 253,7nm dan 185nm.

Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis tipis fospor, hal ini dipilih untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke daerah nampak.Proses ini memiliki efisiensi sekitar 50%.Tabung

43

Page 44: Plant Survey

neon merupakan lampu ‘katode panas’, sebab katode dipanaskan sebagai bagian dari proses awal.Katodenya berupa kawat pijar tungsten dengan sebuah lapisan barium karbonat. Jika dipanaskan, lapisan ini akan mengeluarkan electron tambahan untuk membantu pelepasan. Lapisan ini tidak boleh diberi pemanasan berlebih sebab umur lampu akan berkurang. Lampu menggunakan kaca soda kapur yang merupakan pemancar UV yang buruk. Jumlah merkurinya sangat kecil, biasanya 12 mg. Lampu yang terbaru menggunakan amalgam merkuri, yang kandungannya sekitar 5 mg. Hal ini menyebabkan tekanan merkuri optimum berada pada kisaran suhu yang lebih luas. Lampu ini sangat berguna bagi pencahayaan luar ruangan karena memiliki fitting yang kompak.

3.9.3    Komponen Pencahayaan

Elemen yang paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari lampu, adalah reflector.Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area yang diterangi dan juga pola distribusi cahayanya.Reflektor biasanya menyebar (dilapisi cat atau bubuk putih sebagai penutup) atau specular (dilapis atau seperti kaca).Tingkat pemantulan bahan reflector dan bentuk reflektor berpengaruh langsung terhadap efektifitas dan efisiensi fitting.Tabel berikut menggambarkan reflektan sebagai persentase cahaya.

Tabel Reflektan sebagai Persentase Cahaya

(Sumber : Suhadri, 2008)

Bahan Warna Reflektan (%)

Putih 100

Aluminium, kertas putih 80 - 85

Warna gading, kuning lemon, kuning dalam, hijau muda, biru pastel, pink, pale, krim 60 – 65

Hijau lime, abu-abu plae, pink, orange dalam, bluegrey 30 – 35

Biru langit, kayu pale 40 – 45

Pale oakwood, semen kering 30 – 35

Merah dalam, hijau rumput, kayu, hijau daun, coklat 20 – 25

Biru gelap, merah purple, coklat tua 10 – 15

Hitam 0

44

Page 45: Plant Survey

3. 9.4  Dampak Penerangan

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seorang tenaga kerja melihat pekerjaaannya dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Sifat dari penerangan yang baik ditentukan oleh:

Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan Pencegahan kesilauan Arah sinar Warna Panas penerangan terhadap lingkungan

Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan (Suhadri, 2008):

1.      Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja.

2.      Kelelahan mental.

3.      Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

4.      Kerusakan indra mata dan lain-lain.

Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk (Suhadri, 2008):

1.      Kehilangan produktivitas

2.      Kualitas kerja rendah

3.      Banyak terjadi kesalahan

4.      Kecelakan kerja meningkat

3.9.5      Merancang Sistem Pencahayaan

Menurut Suhadri (2008), setiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan pada permukaannya. Pencahayaan yang baik menjadi penting untuk menampilkan tugas yang bersifat visual. Pencahayaan yang lebih baik akan membuat orang bekerja lebih produktif. Membaca buku dapat dilakukan dengan 100 sampai 200 lux.Hal ini merupakan pertanyaan awal perancang sebelum

45

Page 46: Plant Survey

memilih tingkat pencahayaan yang benar.CIE (Commission International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating Engineers Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan.Nilai nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan.Pertanyaan kedua adalah mengenai kualitas cahaya.Dalam kebanyakan konteks, kualitas dibaca sebagai perubahan warna.Tergantung pada jenis tugasnya, berbagai sumber cahaya dapat dipilih berdasarkan indeks perubahan warna.

Tabel 2.4 Area Kegiatan dan Tingkat Penerangan

Tingkat Penerangan (Lux)

Area Kegiatan

Pencahayaan umum untuk ruangan dan area yang jarang digunakan dan/atau tugas-tugas atau visual sederhana

20 Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan di daerah terbuka, halaman tempat penyimpanan

50 Tempat pejalan kaki dan panggung

70 Ruang boiler

100 Halaman trafo, ruangan tungku

150 Area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpan

Pencahayaan umum untuk interior

200 Layanan penerangan yang minimum tugas

300 Meja dan mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip

450 Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis

Tabel 2.5 Area Kegiatan dan Tingkat Penerangan (Lanjutan)

46

Page 47: Plant Survey

Tingkat Penerangan (Lux)

Area Kegiatan

Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat

1500 Pekerjaan mesin dan di aras meja yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen, komponen elektronik, pengukuran dan pemeriksaan. Bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat)

3000 Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran

(Sumber : Suhadri, 2008)

Sedangkan menurut PMP no. 7 tahun 1964, tingkat penerangan atau NAB (Nilai Ambang Batas) di tempat kerja tercantum dalam tabel 2.4 

Tabel 2.6 Tingkat Penerangan atau NAB (Nilai Ambang Batas)

di Masing-Masing Area Kerja

Area KegiatanTingkat Penerangan Minimal (Lux)

Penerangan darurat 5 lux

Penerangan untuk halaman dan jalan dalam lingkungan perusahaan 20 lux

Pekerjaan yang membedakan barang kasar, seperti:

1.      Mengerjakan bahan-bahan kasar

2.      Mengerjakan arang atau abu

3.      Mengerjakan barang-barang yang besar

4.      Mengerjakan bahan tanah atau batu

5.      Gang-gang, tangga di dalam gedung yang selalu dipakai

6.      Gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang besar dan kasar

50 lux

Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas, seperti: 100 lux

47

Page 48: Plant Survey

1.      Mengerjakan barang-barang besi dan baja yang setengah selesai

2.      Pemasangan yang kasar

3.      Penggilingan padi

4.      Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas

5.      Mengerjakan bahan-bahan pertanian

6.      Kamar mesin dan uap

7.      Alat pengangkut orang dan barang

8.      Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal

9.      Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil

10.  Kakus, tempat mandi dan tempat kencing

Tabel 2.6 Tingkat Penerangan atau NAB (Nilai Ambang Batas)

di Masing-Masing Area Kerja (lanjutan)

Area KegiatanTingkat Penerangan Minimal (Lux)

Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil agak teliti, seperti:

1.        Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak kasar)

2.        Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar

3.        Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang

4.        Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda

5.        Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam kaleng

6.        Pembungkusan daging

200 lux

48

Page 49: Plant Survey

7.        Mengerjakan kayu

8.        Melapis perabot

Pekerjaan perbedaan yang teliti daripada barang-barang kecil, seperti:

1.        Pekerjaan mesin yang teliti

2.        Pemeriksaan yang teliti

3.        Percobaan-percobaan yang teliti dan halus

4.        Pembuatan tepung

5.        Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau wol berwarna muda

6.        Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat

300 lux

Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus dengan kontras sedang dan dalam waktu yang lama, seperti:

1.      Pemasangan yang halus

2.      Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus

3.      Pemeriksaan yang halus

4.      Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca

5.      Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran)

6.      Penjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua

7.      Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau pekerjaan kantor yang lama dan teliti

500-1000 lux

Pekerjaan yang membedakan barang-barang yang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama, seperti:

1.      Pemasangan ekstra halus (arloji, dll)

2.      Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat)

3.      Percobaan alat-alat yang ekstra halus

Paling sedikit 1000 lux

49

Page 50: Plant Survey

4.      Tukang mas dan intan

5.      Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakan

6.      Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam percetakan

7.      Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua

Nilai pantulan (Reflektan) yang dianjurkan menurut Suma’mur dalam Firmansyah (2010) dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.7 Nilai Pantulan (Reflektan)

(Sumber : Suma’mur dalam Firmansyah, 2010)

No

Jenis Permukaan Reflektan (%)

1 Langit-langit 80 -90

2 Dinding 40 – 60

3 Perkakas (mebel) 25 – 45

4 Mesin dan perlengkapannya 30 – 50

5 Lantai 20 – 40

3.9.6  Pendekatan Aplikasi Penerangan di Tempat Kerja

Menurut Suhadri (2008), aplikasi penerangan di tempat kerja, secara umum dapat dilakukan melalui 4 (empat) pendekatan, yaitu:

1.      Desain tempat kerja untuk menghindari masalah penerangan.

Kebutuhan intensitas penerangan bagi pekerja harus selalu dipertimbangkan pada waktu mendesain bangunan, pemasangan mesin-mesin, alat dan sarana kerja. Desain instalasi penerangan harus mampu mengontrol cahaya kesilauan, pantulan dan bayang-bayang serta untuk tujuan kesehatan dan keselamatan kerja

2.      Identifikasi dan penilaian problem dan kesulitan penerangan.

50

Page 51: Plant Survey

Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, faktor-faktor yang harus diperhitungkan adalah: sumber penerangan, pekerja dalam melakukan pekerjaannya, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara keseluruhan.

3.      Penggunaan pencahayaan alami siang hari

Manfaat dari pemakaian cahaya alami pada siang hari sudah dikenal dari pada cahaya listrik, namun cenderung terjadi peningkatan pengabaian terutama pada ruang kantor modern yang berpenyejuk dan perusahaan komersial seperti hotel, plaza perbelanjaan dan sebagainya.

Sebuah rancangan yang bagus yang memadukan kaca atap dengan bahan FRP bersamaan dengan langit-langit transparan dan tembus cahaya dapat memberikan pencahayaan bagus bebas silau; langit-langit juga akan memotong panas yang datang dari cahaya alami.

Pemakaian atrium dengan kubah FRP pada arsitektur dasar dapat menghilangkan penggunaan cahaya listrik pada lintasan gedung-gedung tinggi.

Cahaya alam dari jendela harus juga digunakan.Walau begitu, hal ini harus dirancang dengan baik untuk menghindari silau.Rak cahaya dapat digunakan untuk memberikan cahaya alami tanpa silau.

Menurut Kepmenkes no. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan  Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

1.      Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya.

2.      Kontras sesuai dengan kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.

3.      Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon.

4.      Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan.

5.      Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.

3.9.7    Pengukuran Intensitas Cahaya di Dalam Ruang Kerja

Menurut SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja, pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja menggunakan alat luxmeter.Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala.Untuk alat digital, energy listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor.

51

Page 52: Plant Survey

Prosedur kerja pengukuran intensitas cahaya dalam ruang kerja menurut SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja adalah sebagai berikut:

1.      Luxmeter dikalibrasi oleh laboratorium yang terakreditasi

2.      Menentukan titik pengukuran, penerangan setempat atau penerangan umum

Penerangan setempat adalah penerangan yang mengenai obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan.Bila meja kerja yang digunakan oleh pekerja, maka pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. Denah pengukuran intensitas penerangan setempat seperti berikut:

Penerangan umum adalah titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan luas ruangan sebagai berikut:

a.       Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter.

b.      Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

c.       Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.

(selengkapnya bisa dilihat di SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja)

3.      Syarat-syarat dalam pengukuran:

a.       Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan

52

Page 53: Plant Survey

b.      Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.

4.      Penggunaan luxmeter:

a.       Hidupkan luxmeteryang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor

b.      Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk intensitas penerangan setempat atau umum.

c.       Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil.

d.      Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan setempat

53

Page 54: Plant Survey

BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja dipengaruhi oleh

beberapa factor resiko, meliputi kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai,

proses produksi, cara kerja,limbah perusahaan dan hasil produksi. Ratusan juta tenaga kerja di

seluruh dunia bila bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta

kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000

kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat

kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap

tahunnya

Dari 11 (sebelas) proses pengerjaan industri di PT.BBI, keseluruhannya terpapar dengan

hazard cahaya, dimana 10 diantaranya terpapar dengan hazard debu dan 1 bagian lainnya

terpapar dengan hazard bising diatas NAB.

4.1 Bahaya Potensial Debu

Paparan hazard debu yang berlangsung lama secara terus menerus terhadap para pekerja

diindustri garment ini dapat memicu gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan penurunan

kinerja produktifitas perusahaan. Paparan debu 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran

pernafasan bagian atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah, 1-3

mikron sampai dipermukaan alveoli, 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir

sehingga menyebabkan vibrosis paru, 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli. Depkes

mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron.

Debu yang ditemukan bisa berasal dari serat-serat kain pada saat proses produksi. Hal ini

dibuktikan dengan ditemukannya data dipoliklinik perusahaan dilantai 2 yang menunjukkan

bahwa angka kunjungan tertinggi pada februari 2013 adalah ispa 51 orang dan diikuti oleh sakit

kepala dan alergi masing-masing 26 orang.

Sebagai langkah pengendalian pihak perusahaan telah menerapkan :

a) Eliminasi

Dengan pemakaian sistem ventilasi silang. Untuk lantai 1 ventilasi masih kurang dari

15% luas lantai, sedangkan untuk lantai 2 ventilasi lebih dari 15% luas lantai. (hal ini

54

Page 55: Plant Survey

sesuai dengan Keputusan Menkes RI No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan

kesehatan lingkungan kerjaperkantoran dan industri, syarat untuk ruangan kerja yang

tidak ber AC harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai. Didalam

pabrik PT.BBI dilantai 1 telah terpasang exhause fan sebanyak 3 buah dengan blower 1

buah (tidak hidup) dan kipas angin kecil 2 buah. Sedangkan untuk lantai 2 exhause fan

sebanyak 6 buah, blower 2 dan kipas angin kecil 7 buah. Hal ini masih dirasa kurang

oleh karena pencahayaan dari lampu yang banyak dan kurangnya lubang angin serta

banyaknya tenaga kerja dilantai tersebut.

b) Isolasi

Pembersihan ruangan oleh cleaning servis rutin setiap hari.

c) Alat Pelindung Diri

Perusahaan menganjurkan dan menyediakan masker untuk para karyawan, tetapi masih

ditemukan karyawan yang tidak memakai masker pada saat bekerja, dengan alasan

diantaranya tidak nyaman dengan pemakaian masker.

d) Administrative

Adanya tanda untuk menghindari daerah yang terdapat hazard tanpa alat pelindung diri

dan adanya prosedur cara pemakaian alat pelindung diri yang dibutuhkan untuk area

tersebut mutlak harus dimiliki oleh perusahaan. Untuk hal ini PT. BBI telah membuat

tanda bahaya dan tata cara mengenakan alat pelindung diri tetapi tetap ada pekerja yang

tidak mematuhi peraturan tersebut.

d.2. BAHAYA POTENSIAL BISING

Efek pemaparan bising terhadap tenaga kerja, meliputi ; (i) Kebisingan dapat mengganggu

konsentrasi dimana pada suatu lokasi kerja konsentrasi ini diutamakan terutama untuk pekerjaan -

pekerjaan yang memerlukan banyak berpikir, berperan meningkatkan kelelahan (ii)Berbicara di dalam

suasana bising akan memerlukan energi yang lebih banyak karena harus berteriak – teriak, (ii) Salah

memahami perkataan, perintah, atau peringatan keamanan yang penting menyangkut pekerjaan, sehingga

akibatnya akan terjadi kecelakaan, juga dapat terjadi gangguan pendengaran, gangguan psikologis, cepat

marah,mudah tersinggung, perut mual, kepala pusing, susah tidur, gangguan tubuh lainya:konsentrasi

55

Page 56: Plant Survey

pembuluh darah, perifer, tungkai bawah, penigkatan kadar adrenalin darah, ketegangan otot daerah paha,

peningkatan peristaltik lambung dan usus.

Di pabrik ditemukan nilai bising 99,9 dB di bagian mesin pound yang merupakan nilai

yang jauh diatas NAB. Pada bagian ini tidak ditemukan APD berupa ear muff untuk

pekerja. Sedangkan dibagian lain untuk mengurangi efek kebisingan, perusahaan

menyediakan alat pelindung diri berupa ear muff untuk yang bekerja di mesin kebut,

sedangkan di bagian-bagian yang lain tidak ditemukan. Hal ini seharusnya menjadi

pertimbangan perusahaan bahwa bagian dengan nilai bising tertinggi seharusnya mendapat

ear muff sebagai APD namun kenyataannya tidak demikian.

d.3. BAHAYA POTENSIAL CAHAYA

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seorang tenaga

kerja melihat pekerjaaannya dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta

membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan .

Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indra mata dan lain-lain. Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan dan kecelakan kerja meningkat

Di PT. BBI pencahayaan yang didapat dari hasil pengukuran dengan alat lux meter menunjukkan rata-

rata angka lux meter dibawah 100, sebagai nilai yang dianjurkan dalam Kepmenaker No. 15/Men/1999.

Oleh karena itu perusahaan menambahkan alat penerangan tambahan dibeberapa bagian produksi yang

membutuhkan ketelitian tertentu dalam proses pengerjaannya.

d.4. PELAYANAN KESEHATAN

Untuk pelayanan kesehatan tenaga kerja, PT.BBI mempunyai sebuah poliklinik dilantai dua

pabrik yang dijaga oleh satu orang perawat. Perawat ini bertugas setiap hari kerja tanpa

shift/giliran dari pukul 07.30 s/d 16.30 WIB. Jika lembur diperpanjang sampai pukul 19.30 WIB.

Perawat ini bertugas untuk menangani masalah P3K dan masalah kesehatan yang ringan. Jika

masalah kesehatan yang dihadapi memerlukan penanganan lebih lanjut maka akan dirujuk ke

RS. Mediros dan RS. St. Carolus yang bekerja sama dengan perusahaan.

56

Page 57: Plant Survey

Perusahaan juga menerima reimburstment jika karyawan berobat ke RS lain yang tidak bekerja

sama dengan perusahaan.

Sebaiknya, untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan yang lebih dari 500 orang

minimal harus mempunyai 1 orang dokter perusahaan yang selalu ada setiap hari. Dokter

perusahan tersebut dibantu oleh sedikitnya 2 perawat yang ahrus ada setiap hari dan mempunyai

kader-kader kesehatan yang sudah terlatih di setiap bagian produksi.

Perusahaan juga mengadakan medical check up untuk karyawan 2 kali dalam setahun

bergiliran. Hal ini tidak sesuai dengan undang-undang Permenakertrans no. 02/1980 tentang

pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

Perusahaan hanya menyediakan Jamsostek berupa jaminan masa tua. Padahal menurut

undang-undang seharusnya pekerja ditanggung untuk jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari

tua, dan jaminan kematian.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

57

Page 58: Plant Survey

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kunjungan lapangan kelompok kami di PT. Bina Busana

Internusa (BBI) pada tanggal 25 maret 2013 ditemukan beberapa hal yang belum

sesuai dengan ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Evaluasi faktor fisik dimulai dari bahaya paparan debu. Ditinjau dari alur

produksi pada PT. BBI, risiko tinggi bahaya paparan debu tertinggi terdapat

pada proses cutting bahan, interlining, dan finishing. Menurut penilaian kami

usaha pencegahan yang dilakukan belum optimal , karena penggunaan APD yang

tidak semestinya. Para pekerja seringkali tidak menggunakan APD yang telah

disediakan oleh perusahaan atau tidak menggunakan dengan benar.

Faktor paparan bising terbanyak ditemukan pada proses produksi

interlining yang melibatkan mesin pound. Efek paparan bising yang ditimbulkan

oleh mesin pound tersebut belum mendapat perhatian dari pihak manajemen. Hal

ini dapat dilihat dari tidak adanya APD pada pekerja di posisi ini.

Selanjutnya sebagai evaluasi faktor paparan cahaya, ada beberapa hal yang

perlu menjadi perhatian. Pada sebagian besar proses produksi, ditemukan

pencahayaan yang kurang. Hal ini dapat menjadi risiko bagi pekerja tersebut.

Sistem pelayanan kesehatan yang diberikan kepada karyawan kurang

memadai. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya dokter di perusahaan tersebut.

5.2. SARAN

1. Edukasi dan motivasi karyawan mengenai pentingnya penggunaan APD

dengan benar.

2. Penambahan sumber cahaya terutama pada aktivitas yang memerlukan

ketelitian tinggi.

3. Penambahan ear muff pada posisi interlining yang menggunakan mesin

pound

4. Pemberlakukan sistem rotasi pekerja dalam 8 jam kerja untuk mencegah

kejenuhan.

5. Pengadaan dokter perusahaan tetap.

58

Page 59: Plant Survey

DAFTAR PUSTAKA

59

Page 60: Plant Survey

Kamal K. Penerapan Kesehatan Kerja Praktis Bagi Dokter dan Manajemen Perusahaan. Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia, Jakarta; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011

Sumamur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Edisi ke-1. Jakarta; Gunung Agung, 1980.

Fahmi U. Health Safety and Environment. Jakarta; Bina Diknakes, September 1997.

Jain, R.K., et al, Environmental Impact Analysis, 2 nd Edition, Van Reinhold Co,New York, 1981

Firmansyah, F., 2010.Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja di Bagian Pengepakan PT. Ikapharmindo Putramas Jakarta Timur.Skripsi : Universitas Sebelas Maret

Peraturan Menteri Perburuhan no. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

Soeripto, 2008.Higiene Industri.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Suhadri, B, 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri.Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

60