plagiat merupakan tindakan tidak terpuji pelaksanaan standar pelayana n kefarmasian … · 2016. 1....

of 125 /125
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Adhy Kurniawan Soedarsono NIM : 038114036 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Author: others

Post on 09-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

    BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

    DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Farmasi

    Oleh:

    Adhy Kurniawan Soedarsono

    NIM : 038114036

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2007

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

    BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

    DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Farmasi

    Oleh:

    Adhy Kurniawan Soedarsono

    NIM : 038114036

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2007

    i

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Life is hard, so we must STRONG to STRUGGLE and WIN!!!

    (Ps Jonatan Setiawan)

    Kaulah kuatku kebanggaanku, gunung batu dan keselamatanku Kuat tanganMu perlindunganku

    Kaulah Allah sumber kemenanganku (Franky Sihombing)

    Tidak ada keberhasilan yang abadi tanpa kesungguhan (Anthony Robbins)

    Dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur, ku persembahkan hasil karyaku ini

    kepada : Yesus Kristus Tuhan

    Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ibu Theresia Kurniawati dan Benny Kurniawan,

    serta Almamaterku.

    iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PRAKATA

    Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karuniaNya,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar

    Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor

    1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember

    2006”.

    Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar

    Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta.

    Banyak bantuan dan dukungan yang penulis terima selama penyusunan

    skripsi ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku pembimbing I yang telah

    membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku pembimbing II yang juga telah

    membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    v

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku pemberi ide awal pada

    penelitian ini dan juga sebagai dosen penguji. Terima kasih untuk

    masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan.

    5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji dan pembimbing

    akademik. Terima kasih untuk masukan, saran, dan kritik yang telah

    diberikan.

    6. Pemerintah Kabupaten Sleman yang telah memberikan izin sehingga

    penelitian ini dapat terlaksana.

    7. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, yang telah memberikan Data Apotek

    Kabupaten Sleman tahun 2005.

    8. Para Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang telah bersedia

    menjadi responden dalam penelitian ini.

    9. Kedua orang tua serta adikku, Benny Kurniawan. Terima kasih atas doa,

    dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

    10. Ibu Theresia Kurniawati, yang telah memberikan motivasi pada penulis

    untuk selalu pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan.

    11. Teman-teman seperjuangan : Monica, Bambang, Bangun, dan Totok atas

    kerjasama, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

    12. Keluarga Besar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

    angkatan 2003 kelas A, khususnya Eriet, Yohana, Raya, Yeyen, Jevi,

    Sulis, Angger, Ratih, Ningrum, Nanda, Andika, dan Watik Terima kasih

    untuk kebersamaan dan bantuannya selama kuliah dan praktikum.

    vi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13. Komsel “Healing” pimpinan Bapak Robby Kumoro Sugiarto, terima kasih

    untuk doa, sharing, dan dukungan yang telah diberikan.

    14. Teman-teman sharing dan berbagi: Agung, Dwi, Alex, Yudi, Yanuar,

    Budiaji, Andryan; Pradu, Stasia, dan Yuli. Terima kasih untuk doa,

    sharing, dan dukungan yang telah diberikan.

    15. Teman-teman Wisma Manunggal: Kris, Riko, Olzen, Hendrik, Bram,

    Doddy, Happy, Erick, Felix, Yoki, Agung, Ali, Ray, Dewi, Ratna, Yola,

    Ica, Pipin, Nonie, Lina, dan Rani. Terima kasih untuk persahabatan,

    dukungan, dan kebersamaannya.

    16. Teman-teman Kos Mulia, terutama Hartono, Wllliam, Winarto, dan Widi.

    17. Keluarga Eks Kolese Loyola 2003 dan sahabat-sahabatku: Henry, Samuel,

    Aldo, Adji, Yonathan, Faizal, Ellen, Angga, Maria, Helmy, Orlin, Hanny,

    dan Lisa. Terima kasih untuk persahabatan, doa, dan dukungannya.

    18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah

    memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

    Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak

    atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin penulis lakukan dalam penyusunan

    skripsi ini. Maka dengan rendah hati, penulis mengharapkan masukan, saran, dan

    kritik yang membangun.

    Yogyakarta, 10 Oktober 2007

    Penulis

    vii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

    kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 10 Oktober 2007

    Penulis,

    Adhy Kurniawan Soedarsono

    viii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR ISI

    Hal.

    HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i

    HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii

    HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv

    PRAKATA………………………………………………………………… v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... viii

    DAFTAR ISI………………………………………………………………. ix

    DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii

    DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvi

    DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xviii

    INTISARI………………………………………………………………….. xix

    ABSTRACT……………………………………………………………….. xx

    BAB I PENGANTAR

    A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1

    1. Rumusan masalah………………………………………………….. 3

    2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 3

    3. Manfaat penelitian………………………………………………….. 4

    B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 5

    BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Apotek………………………………………………………………….. 6

    B. Apoteker………………………………………………………………… 7

    ix

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • C. Pharmaceutical Care………………………………………………. 11

    D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

    RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004…………………………………. 12

    E. Sumpah apoteker……………………………………………………….. 16

    F. Kode Etik Apoteker……………………………………………………. 17

    G. Etika Bisnis…………………………………………………………….. 17

    H. Keterangan Empiris……………………………………………………. 20

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 21

    B. Definisi Operasional Penelitian……………………………………… 21

    C. Instrumen Penilitian…………………………………………………….. 22

    D. Populasi dan Sampel……………………………………………………. 22

    1. Populasi…………………………………………………………….. 22

    2. Sampel……………………………………………………………… 23

    E. Tata Cara Penelitian………...………………………………………….. 25

    1. Pembuatan kuesioner………………………………………………. 25

    2. Pengujian kuesioner………………..………………………………. 26

    3. Penyebaran kuesioner……………………………………………… 27

    4. Pengumpulan kuesioner……………………………………………. 27

    5. Wawancara………………………………………………………… 28

    F. Tata Cara Analisis Data………………………………………………… 28

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi responden…………………………………………………... 30

    x

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1. Usia responden……………………………………………………. 30

    2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang

    sekarang……………………………………………………………. 30

    3. Posisi responden di apotek…………………………………………. 31

    4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker… ̀ 32

    5. Lama kerja responden dalam sehari……………………………… 33

    B. Pengelolaan Sumber Daya…………………………………………….. 34

    1. Sumber daya manusia……………………………………………… 34

    2. Sarana dan prasarana………………………………………………. 36

    3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya….. 42

    4. Administrasi……………………………………………………….. 49

    C. Pelayanan………………………………………………………………. 56

    1. Skrining resep……………………………………………………… 56

    2. Penyiapan obat…………………………………………………….. 61

    3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi………………………….. 68

    D. Evaluasi Mutu Pelayanan………………………………………………. 71

    1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………….. 71

    2. Dimensi waktu……………………………………………………... 72

    3. Prosedur tetap……………………………………………………… 73

    E. Rangkuman Pembahasan……………………………………………….. 75

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 78

    B. Saran…………………………………………………………………… 78

    xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 80

    LAMPIRAN……………………………………………………………… 83

    BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………… 104

    xii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR TABEL

    Hal.

    Tabel I Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005… 23

    Tabel II Apotek Sampel di Kabupaten Sleman….……………. 25

    Tabel III Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu

    Berdasarkan Persetujuan APA……………………….. 34

    Tabel IV Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek ……..……. 36

    Tabel V Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya.. 37

    Tabel VI Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien………………….. 38

    Tabel VII Ketersediaan brosur / informasi kesehatan di apotek... 38

    Tabel VIII Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi. 39

    Tabel IX Adanya Ruang Racikan di Apotek …………………. 41

    Tabel X Ketersediaaan Keranjang Sampah untuk Staf dan

    Pasien………………………………………………… 41

    Tabel XI Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan

    Farmasi di Apotek……………………………………. 43

    Tabel XII Sumber Perolehan Obat di Apotek…………………… 45

    Tabel XIII Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke

    Wadah Lain…………………………………………... 46

    Tabel XIV Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ………. 47

    Tabel XV Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan

    Khusus……………………………………………….. 48

    xiii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Tabel XVI Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur

    Pembelian…………………………………………….. 50

    Tabel XVII Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang

    Dipesan / Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan………. 50

    Tabel XVIII Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota

    Penjualan…………………………………………….. 51

    Tabel XIX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam

    Buku Penjualan………………………………………. 51

    Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran

    Narkotika dan Psikotropika………………………….. 52

    Tabel XXI Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara

    Berurutan……………………………………………... 53

    Tabel XXII Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep

    berdasarkan Persyaratan Administratif………………. 57

    Tabel XXIII Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik… 58

    Tabel XXIV Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis…… 59

    Tabel XXV Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan

    Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep…….. 60

    Tabel XXVI Apotek yang Pernah Menerima Keluhan Tentang

    Etiket oleh Pasien……………………………………. 62

    Tabel XXVII Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan

    Etiket terhadap Resep Sebelum Obat Diserahkan pada

    Pasien………………………………………………… 62

    xiv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Tabel XXVIII Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung

    Dalam Penyerahan Obat ke Pasien…………………... 63

    Tabel XXIX Informasi Obat yang Diberikan Apoteker…………… 64

    Tabel XXX Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling

    Setiap Hari di Apotek………………………………… 65

    Tabel XXXI Apoteker yang Memberikan Konseling Secara

    Berkelanjutan………………………………………… 66

    Tabel XXXII Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi

    Informasi Kesehatan …................................................ 68

    Tabel XXXIII Apotek yang Pernah Melakukan Survei……………... 72

    Tabel XXXIV Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan………….. 73

    Tabel XXXV Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap 73

    xv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR GAMBAR

    Hal.

    Gambar 1. Diagram Usia Responden………………………………… 30

    Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek yang

    Sekarang…………………………………... 31

    Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek……………………... 31

    Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden…………. 32

    Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari 33

    Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan

    Persetujuan APA…………………………………………… 35

    Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling.................... 40

    Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek…………….. 42

    Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan

    Kesehatan Lainnya…………………………………………. 48

    Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication

    Record……………………………………………………… 54

    Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi ……………………….. 56

    Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep…………………………….…. 61

    Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat………………………………. 67

    Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker…………….… 69

    Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi… 71

    Gambar 16. Bentuk Survei…………………………………………….. 72

    Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan……………………. 74

    xvi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-

    apotek Kabupaten Sleman…………………………….……… 77

    xvii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Hal.

    Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 83

    Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 84

    Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 90

    Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 91

    Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 93

    Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat…………………….............................. 96

    Lampiran 7. Tabulasi Data…………………………………….………… 97

    xviii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • INTISARI

    Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar profesi, kode etika, sumpah profesi masing-masing, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat, telah disusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang bersedia mengisi kuisioner sebagai instrumen dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

    Hasil penelitian menyatakan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Maka perlu peran pemerintah melalui Dinas Kesehatan, ISFI, dan perguruan tinggi farmasi dalam membina, membimbing, dan menyiapkan Apoteker untuk lebih meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek.

    Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, KepMenKes RI Nomor 1027/ MenKes/SK/IX/2004, Apotek

    xix

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ABSTRACT

    The quality of health service will be good if every health profession gives service to the patient based on profession standard, ethic code, profession oath, according to the law and legal regulation. To guarantee the quality of pharmaceutical care which is given to society, it has been arranged The Pharmaceutical Care Standard at dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.

    The aim of this research is to know the description of The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 in Sleman regency. This research includes the kind of non experimental research with descriptive research plan. The respondence is pharmacist at the dispensaries in Sleman regency, which are ready to fill questionnaires as the instrument in this research. The data analysis is done with using descriptive statistics.

    The result of research states that The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 has not been done all yet by pharmacists at the dispensaries in Sleman regency. Therefore, it needs the role of government through Public Health Service, ISFI, and the faculty of pharmacy in guiding, giving direction and preparing pharmacists to increase more their pharmaceutical care at dispensary. Key words: The Pharmaceutical Care Standard, KepMenKes RI Nomor. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Dispensary

    xx

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Apoteker sebagai tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga

    kefarmasian pada khususnya telah diakui secara universal sebagai pekerjaan yang

    tergolong profesi. Apoteker mempunyai kewenangan di bidang kefarmasian

    melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat

    kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberikan otoritas dalam

    berbagai aspek kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.

    Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, Apoteker harus

    menjalankan tugasnya berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian

    (Anonim, 2003a).

    Pada saat ini, pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari obat

    ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan

    kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

    telah bergeser orientasinya menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan

    untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan

    orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan

    ketrampilan untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien

    (Anonim, 2004).

    Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi

    kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien didasarkan pada standar

    1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    profesi, sumpah, dan kode etik masing-masing profesi kesehatan (Anonim, 2003a).

    Dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kefarmasian yang

    berasaskan Pharmaceutical Care, perlu ditetapkan Standar Pelayanan

    Kefarmasian dengan Keputusan Menteri (Anonim, 2004).

    Sebagai upaya agar para Apoteker dapat melaksanakan pelayanan

    kefarmasian dengan baik, telah ditetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di

    Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    1027/MenKes/SK/IX/2004. Standar Pelayanan Kefarmasian ini meliputi

    pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan sebagai

    pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek.

    Menurut PerMenKes Nomor 184 tahun 1995 Pasal 17, Apoteker selama

    menjalankan tugas profesinya wajib menaati semua peraturan perundang-

    undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kode Etik Apoteker

    Indonesia Pasal 8 juga menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus aktif

    mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan

    pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya, dalam hal ini terkait

    dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang tertuang dalam Keputusan

    Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004.

    Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,

    apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Anonim, 2003a). Akan tetapi,

    sampai sekarang masyarakat masih belum begitu mengenal profesi Apoteker dan

    belum merasakan peran yang maksimal dari profesi tersebut. Mereka berpendapat

    bahwa Apoteker adalah sosok yang masih susah ditemui di apotek. Mereka juga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    merasa bahwa standar pelayanan yang diberikan oleh apotek masih kurang

    memuaskan.

    Karena inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah standar pelayanan

    kefarmasian di apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 tersebut telah sepenuhnya

    dilaksanakan oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.

    1. Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

    yang akan diteliti adalah:

    Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

    RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh

    oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman?

    2. Keaslian penelitian

    Sejauh penelusuran penulis di Perputakaan Universitas Sanata Dharma

    Kampus III Paingan, belum pernah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan

    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No

    1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian sejenis yang

    pernah dilakukan sebelumnya yaitu Pelaksanaan Standar Pelayanan

    Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor

    1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta (Sukmajati, 2007). Hasil

    penelitian Sukmajati adalah Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

    KepMenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 secara menyeluruh.

    Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah:

    • Wilayah penelitian Sukmajati (2007) berada pada Kota Yogyakarta

    dengan periode September-November 2006, sedangkan wilayah

    penelitian ini berada pada Kabupaten Sleman dengan periode

    Oktober-Desember 2006.

    • Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan alasan Apoteker

    belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan

    Kefarmasian di Apotek, sedangkan pada penelitian ini dilengkapi

    dengan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam

    melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan

    menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu ruangan tertutup untuk

    konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.

    3. Manfaat penelitian

    a. Manfaat teoritis

    Memberikan gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan

    Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No

    1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    b. Manfaat praktis

    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :

    1) bahan evaluasi bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas

    profesinya di Apotek, khususnya Apoteker Pengelola Apotek.

    2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon Apoteker yang

    tertarik dalam pelayanan perapotekan.

    3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan

    pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek.

    B. Tujuan Penelitian

    Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

    KepMenKes RI Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004 telah dilaksanakan secara

    menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Apotek

    Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan

    bahwa apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

    kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan

    fungsi apotek, yaitu:

    a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,

    b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat

    c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

    Menurut Permenkes RI No. 922 tahun 1993 pasal 10, pengelolaan apotek

    meliputi :

    a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

    b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

    c. pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi

    Menurut KepMenKes No.1332 tahun 2002 maupun KepMenKes No.1027

    tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

    kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

    kepada masyarakat.

    6

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    B. Apoteker

    Menurut peraturan perundang-undangan dengan hirarki tertinggi, yaitu

    Undang-Undang Obat Keras/St.No.419 tanggal 22 Desember 1949 Pasal 1,

    Apoteker adalah mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku

    mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia

    sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah apotek.

    Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 2, Apoteker

    merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang tergabung dalam tenaga kesehatan.

    Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker adalah sarjana farmasi

    yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan

    peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan

    kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

    Mengacu pada definisi apoteker di KepMenKes RI No. 1027/MENKES/

    SK/IX/2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh

    pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang

    pendidikan profesi (Hartini dan Sulasmono, 2006). Setiap profesi harus

    disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya

    keahlian pekerjaan keprofesiannya (Anonim, 2003a). Menurut Peraturan

    Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1,

    pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah

    dan/atau sertifikat kompetensi. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa sertifikat

    kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui

    Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji

    kompetensi.

    Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi, otoritas,

    teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial

    dalam masyarakat. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut

    1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.

    2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.

    3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian.

    4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.

    5. memberlakukan kode etik keprofesian.

    6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.

    7. proses pembelajaran seumur hidup.

    8. mendapat jasa profesi (Anonim, 2003a).

    Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang

    melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing-masing. Untuk apoteker,

    pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperoleh

    nya dari negara sebagai otoritas keahlian, sehingga sebelum melaksanakan

    pekerjaan kefamasian, Apoteker perlu disumpah terlebih dahulu (Anonim, 2003a).

    Pada profesi, melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan

    produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client

    mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya,

    client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi

    yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin

    keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya (Anonim, 2003a).

    Dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian, peran

    Apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh

    tahun terakhir ini. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal

    dengan istilah “Seven Star of Pharmacist” meliputi :

    1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan

    klinis, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam

    memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara

    individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya

    pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan

    apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.

    2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,

    keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan

    sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan,

    prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut

    kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian

    hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang

    diperlukan.

    3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan

    dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus

    mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan

    kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.

    4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

    Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

    yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan

    mengelola hasil keputusan.

    5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,

    fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin

    orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus

    tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi

    informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

    6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan

    semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk

    menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam

    melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar

    yang efektif.

    7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih

    apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai

    ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh

    pengalaman dan peningkatan keterampilan (Anonim, 2003a).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    C. Pharmaceutical Care

    Peran Apoteker kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical Care” atau

    diterjemahkan sebagai “asuhan kefarmasian” (Anonim, 2003a). Pharmaceutical

    care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat yang mengakibatkan

    makin banyaknya drug adverse reaction. (Kisdarjono, 2004). Menurut

    KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Pharmaceutical care adalah bentuk

    pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan

    kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care juga

    merupakan kemampuan dari praktek farmasi yang memerlukan interaksi langsung

    dari Apoteker dengan pasien dengan tujuan kepedulian kepada pasien mengenai

    kebutuhan yang berkaitan dengan obat (Kisdarjono, 2004).

    Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,

    Apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses

    yang harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat menjadi tanggung

    jawab bersama antara Apoteker, tenaga kesehatan lain, dan pasien memperoleh

    keluaran terapi yang optimal. Apoteker memberikan jaminan bahwa obat yang

    diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar,

    dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional

    Apoteker didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek

    ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2003a).

    Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama

    ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas,

    mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    harga yang wajar, serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup

    memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan

    evaluasi (Anonim, 2003a).

    D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

    PENGELOLAAN SUMBER DAYA

    1. Sumber Daya Manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola

    oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

    2. Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

    masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

    Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk

    penempatan brosur / materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi

    dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

    4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

    3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

    dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.

    Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.

    3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.

    3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

    Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

    2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan.

    4. Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1.Administrasi Umum.

    Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    4.2.Administrasi Pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

    PELAYANAN

    1. Pelayanan Resep. 1.1.Skrining resep.

    Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1.Persyaratan administratif :

    - Nama,SIP, dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    - Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.

    1.1.2.Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

    1.1.3.Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

    1.2.Penyiapan obat. 1.2.1.Peracikan.

    Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

    1.2.2.Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

    1.2.3.Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

    1.2.4.Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

    1.2.5.Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

    1.2.6.Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    1.2.7 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.

    2. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus

    berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

    3. Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan

    pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

    EVALUASI MUTU PELAYANAN

    Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket

    atau wawancara langsung. 2. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah

    ditetapkan). 3. Prosedur Tetap: Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang

    telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk: • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan lain

    yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan

    dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan

    dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk

    penerapan standar. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    E. Sumpah Apoteker

    Selain terikat secara horizontal dengan masyarakat termasuk tenaga

    kesehatan yang lain, Profesi Apoteker terikat pula dalam hubungan vertikal

    dengan Tuhan. Hal ini terlihat pada isi PP No. 41 tahun 1990 pada penjelasan

    Pasal 12, menyebutkan Profesi Apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas,

    wewenang, dan tanggung jawab Apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku

    dan sumpah apoteker. Menurut PP No. 20 tahun 1962 Pasal 1, sebelum seorang

    apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut

    cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji

    Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan

    bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau

    pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan

    keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,

    sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan

    membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus

    dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun

    akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada

    lampiran 4.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    F. Kode Etik Apoteker

    Sebagai pekerjaan profesi, terdapat hubungan khusus di antara sesama

    pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta berlakunya

    etika profesi Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu

    boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek

    profesinya (Anonim, 2003a).

    Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-

    rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan

    keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker

    dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184

    tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan

    yang melanggar Kode Etik Apoteker. Oleh sebab itu seorang apoteker perlu

    memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).

    Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi

    Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan

    Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005

    dapat dilihat pada lampiran 5.

    G. Etika Bisnis

    Menurut Miller dan Coady, etika kerja adalah keyakinan, nilai dan prinsip

    yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan pekerjaan

    dan tanggung jawab akan suatu tugas. Etika kerja akan membimbing bagaimana

    berperilaku, terutama ketika menghadapi dilema (Putra, 2005).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    Etika berpengaruh terhadap citra manusia, hasil pekerjaan, dan

    kelangsungan perusahaan. Dalam menjalankan kebijakan perusahaan, etika yang

    baik akan memberikan kejernihan berpikir, khususnya untuk perusahaan yang

    bergerak di bidang pelayanan publik (Putra, 2005).

    Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan

    prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang

    kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul

    konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan

    penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses

    pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap

    tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).

    Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan

    bisnis adalah :

    1. Prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak

    berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil

    keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai

    dengan tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada

    pemilik perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan

    masyarakat yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.

    2. Prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,

    mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).

    Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,

    minimal tidak merugikan orang lain.

    4. Prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan

    sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.

    5. Prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan

    orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi

    lain (Isdaryadi, 2005)

    Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu :

    1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)

    Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai

    dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan

    masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam

    menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai

    penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan

    sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak

    melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus

    mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan

    memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya

    yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang

    ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan

    lainnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)

    Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi

    keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer

    untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan

    bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri

    (Anief, 1995).

    H. Keterangan Empiris

    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI

    nomor 1027 tahun 2004 mempunyai tiga parameter utama, yaitu pengelolaan

    sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan. Dari penelitian ini

    diharapkan diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan

    kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027 tahun 2004 di

    Kabupaten Sleman berdasarkan tiga parameter utama dari KepMenKes RI No

    1027 tahun 2004 tersebut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan

    rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian

    yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa

    adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. (Praktiknya, 2001).

    Rancangan penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

    masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek

    atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat

    sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya

    (Nawawi, 1998).

    B. Definisi Operasional Penelitian

    1. Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan

    farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat, dalam hal ini

    yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.

    2. Standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah patokan apoteker dalam

    menjalankan profesinya terkait bidang perapotekan, dalam hal ini berdasarkan

    pada Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004.

    3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes No.

    1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan telah dilaksanakan apabila

    21

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka

    dikatakan belum dilaksanakan.

    4. Apotek sampel adalah 35 apotek yang disampling dari Data Apotek

    Kabupaten Sleman 2005 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

    5. Responden adalah Apoteker yang menjalankan profesinya di apotek sampel

    serta bersedia mengisi kuesioner.

    C. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang

    1. Deskripsi responden

    2. Deskripsi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

    Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

    D. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Menurut Nawawi (1998), populasi adalah keseluruhan penelitian yang

    terdiri dari manusia, benda-benda, hewan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes

    atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memilikik karakteristik

    tertentu dalam suatu penelitian.

    Populasi dari penelitian ini adalah semua apotek yang berada di wilayah

    Kabupaten Sleman. Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas

    Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2005, jumlah apotek yang terdaftar di

    wilayah Kabupaten Sleman adalah sebanyak 125 apotek.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    Seratus dua puluh lima apotek yang berada di Kabupaten Sleman terbagi

    dalam masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman.

    Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

    Tabel I. Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005

    No. Nama Kecamatan

    Jumlah apotek

    1. Depok 53 2 Ngemplak 1 3 Mlati 9 4 Godean 11 5 Ngaglik 16 6 Prambanan 2 7 Gamping 11 8 Kalasan 7 9 Sleman 6 10 Berbah 2 11 Turi 1 12 Seyegan 2 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 2

    Total 125

    2. Sampel

    Menurut Sevilla dkk (1993), sampel adalah kelompok kecil yang kita

    amati dan populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran

    generalisasi kita. Menurut Gay (1976), karena penelitian ini bersifat deskriptif,

    maka ukuran minimum sampel yang dapat diterima adalah 10 persen dari

    populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen.

    Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu

    pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum

    sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi.

    Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum

    sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil

    penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001).

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menetapkan sampel sebesar

    20 % dari populasi yaitu sebanyak 35 apotek. Untuk menentukan apotek yang

    dipilih, peneliti menggunakan metode proportional cluster non random

    sampling, di mana apotek dikelompokkan berdasarkan kecamatan terlebih

    dahulu baru kemudian dilakukan pengambilan sampel sebesar 20% dari

    jumlah apotek di setiap kecamatan sehingga diperoleh jumlah sampel yang

    berbeda di tiap kecamatan sesuai dengan jumlah apotek yang berada di

    kecamatan tersebut. Perincian dari 35 apotek sampel ini dapat dilihat pada

    tabel II.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    Tabel II. Apotek Sampel di Kabupaten Sleman

    No. Nama Kecamatan

    Jumlah apotek

    1. Depok 11 2 Ngemplak 1 3 Mlati 2 4 Godean 3 5 Ngaglik 4 6 Prambanan 1 7 Gamping 3 8 Kalasan 2 9 Sleman 2 10 Berbah 1 11 Turi 1 12 Seyegan 1 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 1

    Total 35

    E. Tata Cara Penelitian

    1. Pembuatan kuesioner

    Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang berurusan dengan topik

    tunggal atau satu set topik yang saling berkaitan yang harus dijawab oleh

    subyek (Kartono,1990).

    Kuesioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus

    dijawab secara tertulis oleh responden. Kuesioner terbagi menjadi empat

    bagian, meliputi deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan,

    dan evaluasi mutu pelayanan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    2. Pengujian kuesioner

    a. Uji pemahaman bahasa

    Fungsi uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui sejauh mana

    bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner

    dapat dipahami oleh responden. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan

    menyebar kuesioner tersebut kepada lima apotek yang terletak di luar

    populasi penelitian.

    b. Uji validitas isi

    Yang dimaksud dengan validitas adalah sejauh mana ketepatan dan

    kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu

    instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

    apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil

    ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas

    yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas isi

    merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap

    konsep (pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan (Pratiknya, 2001).

    Prosedur validitas isi kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan

    analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi

    validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan

    hanya dengan analisis teoritik. Jadi penilaian setiap orang mengenai sejauh

    mana validitas isi kuesioner telah tercapai adalah belum tentu sama

    (Azwar, 1999).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    c. Uji reliabilitas

    Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena

    pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung

    terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas

    data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden

    menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan

    asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang

    mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi

    reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).

    3. Penyebaran kuesioner

    Peneliti menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden dan

    peneliti akan mendampingi responden selama pengisian kuesioner. Hal ini

    bertujuan untuk mengantisipasi adanya responden yang kurang paham

    terhadap maksud pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Namun, jika

    responden tidak bisa mengisi pada saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan

    ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah

    responden mengisinya. Adapun periode penyebaran kuesioner ini adalah pada

    bulan Oktober – Desember 2006.

    4. Pengumpulan kuesioner

    Peneliti mengumpulkan kuesioner setelah responden selesai mengisi

    semua pertanyaan yang ada pada kuesioner. Jumlah kuesioner yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    dikumpulkan jumlahnya sama dengan jumlah kuesioner yang disebarkan,

    yaitu sebanyak 35 buah.

    5. Wawancara

    Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan

    informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab

    secara lisan pula. Wawancara ini dilakukan setelah peneliti melihat hasil

    penelitian Sukmajati dan hasil penelitian pribadi yang presentasenya di bawah

    50%, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui alasan Apoteker belum/baru

    sebagian kecil dalam melaksanakan Kepmenkes RI No.1027 tahun 2004.

    Secara khusus, wawancara dititikberatkan pada tiga hal, yaitu adanya ruangan

    konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi melalui home care. hal

    tersebut serta bersedia untuk diwawancarai.

    F. Tata Cara Analisis Data

    Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada

    penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik

    (Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif.

    Statistik deskriptif merupakan teknik statistik yang memberikan informasi hanya

    mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Data pada

    umumnya disajikan dalam bentuk tertentu, misalnya tabel dan gambar, sehingga

    dapat dipahami dengan mudah dan cepat (Nurgiyantoro, 2002).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga

    parameter dalam KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kemudian menghitung

    jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Standar Pelaksanaan Kefarmasian di

    Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 dikatakan telah

    dilaksanakan apabila persentasenya lebih dari 50% dan jika persentasenya kurang

    dari 50%, maka dikatakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

    KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 belum dilaksanakan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Responden

    Karakteristik responden yang ditanyakan meliputi usia, pengalaman kerja di

    apotek yang sekarang, posisi di apotek, adanya pekerjaan lain yang dimiliki, dan

    lama kerja dalam sehari.

    1. Usia responden

    Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

    Usia Responden

    69%

    17%

    14%

    21-35 thn

    36-50 thn

    > 50 thn

    Gambar 1. Diagram Usia Responden

    Sebagian besar responden, yaitu enam puluh sembilan persen, ada dalam

    rentang umur 21-35 tahun yang merupakan usia dewasa muda. Tujuh belas

    persen responden ada dalam rentang umur 18-35 tahun yang merupakan usia

    dewasa menengah dan 14% responden ada dalam umur di atas 50 tahun yang

    merupakan usia dewasa tua.

    2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang

    Gambaran mengenai pengalaman kerja responden sebagai Apoteker di

    apotek yang sekarang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

    30

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    Pengalaman Kerja Reponden di apotek

    14%

    52%

    20%

    14%10

    Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek Yang Sekarang

    Lebih dari jumlah separuh responden, yaitu 52%, rresponden memiliki

    rentang pengalaman kerja 1-5 tahun. Dua puluh persennya memiliki rentang

    pengalaman kerja 6-10 tahun dan masing –masing 14% responden mempunyai

    pengalaman kerja di bawah 1 tahun dan di atas 10 tahun.

    3. Posisi responden di apotek

    Sebagian besar responden adalah Apoteker Pengelola Apotek dan yang

    lainnya adalah Apoteker Pendamping.

    Posisi Responden

    77%

    23%

    Apoteker PengelolaApotekApoteker Pendamping

    Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek

    Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993, apoteker di apotek ada yang

    disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan

    Apoteker Pengganti. Menurut PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 18 ayat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    (2) dan KepMenKes RI Nomor 1332 tahun 2002 Pasal 19 ayat (1), apabila

    Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka

    apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.

    4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker

    Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai

    apoteker.

    Adanya Pekerjaan Lain

    40%

    60%

    Ya

    Tidak

    Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden

    Menurut Surat KepMenKes RI Nomor 831/Ph/64/b, apotek-apotek yang

    didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah

    tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja

    penuh (full-time). Responden seharusnya tidak memiliki pekerjaan lain apabila

    telah menjadi Apoteker di suatu apotek. Hal ini bertujuan untuk

    memaksimalkan penuh pelayanan pada profesinya. Sebagai contoh adalah

    apoteker yang bekerja di apotek yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    5. Lama kerja responden dalam sehari

    Gambaran mengenai lama kerja responden dalam sehari dapat dilihat pada

    Gambar 5 berikut.

    Lama kerja dalam sehari

    11%

    55%

    34%< 4

    4 s/d 6

    > 6

    Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari

    Sebagian besar responden bekerja 4-6 jam dalam sehari, di mana hal ini

    belum sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut pasal 77

    ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, waktu

    kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Bila apotek pada

    umumnya buka 13 jam dalam sehari (dari pukul 8.00 sampai 21.00 WIB),

    maka untuk 6 hari kerja dalam seminggu apotek akan buka 78 jam. Undang-

    Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 2 menyebutkan bahwa waktu

    kerja dalam seminggu adalah 40 (empat puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja,

    sehingga setiap apotek minimal harus memiliki 2 orang apoteker.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    B. Pengelolaan Sumber Daya

    1. Sumber daya manusia

    Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Apoteker harus dapat

    mengambil keputusan yang tepat. Jadi, semua keputusan yang diambil dalam

    apotek harus diketahui dan disetujui oleh APA sebagai penanggung jawab

    apotek.

    Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 20 74,1 % 2. Tidak 7 25,9 %

    Total 27 100 %

    Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai

    leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

    Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

    yang empati dan efektif, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan dan

    mengelola hasil keputusan.

    Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 6, disebutkan bahwa seorang

    Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

    Maka pengambilan keputusan tidak boleh berdasarkan kepentingan pribadi

    Apoteker, tapi berdasarkan pada kepentingan apotek tempat Apoteker bekerja.

    Dengan demikian, Apoteker dapat menjadi contoh yang baik di lingkungan

    kerjanya.

    Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan

    tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja apoteker pendamping, asisten

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Apoteker

    Pendamping dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek dalam hal

    pelayanannya, tetapi tidak pada pengambilan keputusan di apotek. Karena

    itulah, pengambilan keputusan di apotek harus berdasarkan persetujuan

    Apoteker Pengelola Apotek.

    Keputusan dalam apotek yang diambil berdasarkan persetujuan APA

    meliputi bidang administrasi obat (pemilihan, pesanan, dan pembayaran obat),

    penatalaksanaan terapi (penggantian obat pasien dan jam konseling pasien),

    pengaturan staf, dan pengelolaan keuangan di apotek.

    Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

    sumber daya manusia dapat dilihat pada gambat I di bawah ini.

    74,10%

    25,90%

    0%

    50%

    100%

    Ya

    Tidak

    Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA

    Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan

    Kefarmasian di Apotek bagian Pengelolaan Sumber Daya Manusia telah

    dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas

    50%, yaitu sebesar 74,1%.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    2. Sarana dan prasarana

    a. Papan petunjuk apotek

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pada

    halaman apotek harus terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis

    kata apotek.

    Tabel IV. Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

    Total 35 100 % Papan yang bertuliskan kata apotek bertujuan untuk menunjukkan

    identitas dari apotek yang telah berdiri dengan sah. KepMenKes RI

    No.278/MENKES/SK/V/1981 Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa setiap

    Apotek harus memasang papan nama pada bagian muka Apotek, yang

    terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai. Dalam lampiran

    Form Apt-3 KepMenKes No.1332 tahun 2002, lebih jelas lagi disebutkan

    ukuran papan nama apotek, yaitu minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm

    dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, tebal

    5 cm.

    b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya

    PerMenKes RI No. 922 tahun 1993 Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa

    sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

    pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, sedangkan ayat 3

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    menyebutkan bahwa apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi

    lainnya di luar sediaan farmasi.

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa

    pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari

    aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini bertujuan untuk

    menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko

    kesalahan penyerahan.

    Tabel V. Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 21 60 % 2. Tidak 14 40 %

    Total 35 100 %

    Dari Tabel V, dapat disimpulkan bahwa pemisahan produk

    kefarmasian dari produk lainnya telah dilaksanakan dengan baik. Adapun

    penjualan produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha

    apotek, di mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan

    bidang kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual di apotek-

    apotek Kabupaten Sleman adalah makanan bayi, susu, dan food

    supplement.

    c. Ruang tunggu bagi pasien

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih

    dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    Tabel VI. Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

    Total 35 100 %

    KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 juga menyebutkan bahwa

    apotek harus memiliki ruang tunggu. Keberadaan ruang tunggu bagi

    pasien sangat penting karena pasien akan merasa nyaman berada di

    ruangan tunggu yang memiliki tempat duduk yang nyaman dengan

    ventilasi udara dan penerangan yang cukup. Sebagai sumber informasi dan

    hiburan, biasanya tersedia koran, majalah, maupun tayangan televisi.

    d. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien

    Salah satu peran Apoteker dalam pelayanannya adalah sebagai

    manager. Artinya Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya

    manusia, fisik, anggaran, dan informasi. Apoteker harus tanggap terhadap

    informasi dan di apoteknya harus tersedia berbagai informasi mengenai

    obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.

    Informasi yang ada di apotek dapat berupa leaflet/brosur dan poster.

    Tabel VII. Ketersediaan Informasi Kesehatan di Apotek

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

    Total 35 100 %

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena

    masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat

    membaca brosur-brosur tersebut.

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk

    penempatan materi informasi tersebut.

    Tabel VIII. Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplai Informasi

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6 %

    Total 35 100 %

    Tempat untuk mendisplai informasi bertujuan untuk menjaga kerapian

    dalam apotek, sehingga staf maupun pengunjung apotek merasa nyaman

    ketika berada di apotek.

    e. Ruangan tertutup untuk konseling pasien

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruangan

    tertutup untuk konseling pasien bertujuan untuk menjaga kerahasiaan

    (privacy) pasien dan kenyamanan pasien maupun Apoteker dalam

    melakukan konseling.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    Adanya ruang konseling

    20%

    80%

    YaTidak

    Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling

    Delapan puluh persen apotek di Kabupaten Sleman belum mempunyai

    ruang konseling. Dari 20 apotek di Kabupaten Sleman yang bersedia

    diwawancarai, semua apotek mengalami keterbatasan ruangan. Salah satu

    penyebabnya adalah pada saat pendirian apotek, belum ada peraturan yang

    mengharuskan setiap apotek mempunyai ruang konseling. Ada juga

    Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan tersebut. Hal ini tidak

    sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8, yang menyatakan

    bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan

    perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang

    farmasi pada khususnya.

    f. Ruang racikan

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur dalam KepMenKes

    Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3

    KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002, yang menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki ruang peracikan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    Tabel IX. Adanya Ruang Racikan di Apotek

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ruang racikan kering dan basah 22 62,9 % 2. Ruang racikan kering 11 31,4 % 3. Tidak punya sama sekali 2 5,7 %

    Total 35 100 %

    Sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman masih menjadikan ruang

    racikan basah dan kering dalam satu ruangan. Hal ini disebabkan karena

    hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah.

    Untuk efisiensi tempat, maka apotek menyatukan ruang racikan basah dan

    kering. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk

    memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga

    mempermudah proses pembersihannya.

    g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

    harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.

    Lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan

    bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi

    persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu

    fasilitas untuk menjaga kebersihan di apotek.

    Tabel X. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Untuk staf dan pasien 33 94,3% 2. Untuk staf 2 5,7 %

    Total 35 100 %

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

    sarana dan prasarana

    100%60%

    100% 91,40%

    20%

    94,30%94,30%

    0%

    50%

    100%

    papan petunjuk apotektempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnyaruang tunggutempat displai informasiruang tertutup untuk konselingruang racikankeranjang sampah untuk staf dan pasien

    Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek

    Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian

    besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan

    sarana dan prasarana telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya

    sudah di atas 50 %. Pengelolaan sarana dan prasarana yang belum

    dilaksanakan yaitu adanya ruang tertutup untuk konseling (20%), sehingga

    perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

    3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa

    pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

    sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,

    penyimpanan dan pelayanan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    a. Perencanaan

    Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan

    harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan

    jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari

    kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006).

    Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, dalam membuat

    perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit,

    kemampuan masyarakat, serta budaya masyarakat.

    Tabel XI. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek

    No.

    Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya

    masyarakat

    25 71,4 %

    2. Pola penyakit 4 11,4 % 3. Pola penyakit dan kemampuan

    masyarakat 2 5,7 %

    4. Tidak berdasarkan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya

    masyarakat

    2 5,7 %

    5. Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.

    1 2,9 %

    6. Kemampuan masyarakat 1 2,9 % Total 35 100 %

    Yang dimaksud dengan memperhatikan pola penyakit adalah

    mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga

    apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk

    penyakit tersebut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    Yang dimaksud dengan memperhatikan kemampuan masyarakat

    adalah mengacu pada tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat

    perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya

    belinya terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat

    perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-

    obatan yang harganya terjangkau, seperti obat generik berlogo. Demikian

    pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian

    menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten,

    maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering

    diresepkan.

    Yang dimaksud dengan memperhatikan budaya masyarakat adalah

    pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat.

    Pandangan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi pemilihan obat-

    obatan, khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya

    masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu

    memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut

    (Hartini dan Sulasmono, 2006).

    b. Pengadaan

    Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah

    dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan

    barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang

    (Hartini dan Sulasmono, 2006).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    Tabel XII. Sumber Perolehan Obat di Apotek

    No.

    Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. PBF, apotek lain, dan toko obat 13 37,1 2. PBF dan apotek lain 8 22,9 3. PBF 6 17,1 4. PBF, apotek lain, toko obat, dan

    swalayan 2 5,7

    5. PBF, apotek lain, dan swalayan 2 5,7 6. PBF dan toko obat 2 5,7 7. PBF, pabrik farmasi, apotek lain,

    toko obat, dan swalayan 1 2,9

    8. PBF, pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat

    1 2,9

    Total 35 100 %

    KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyatakan bahwa untuk

    menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

    farmasi harus melalui jalur resmi. Sumber perolehan obat di apotek pada

    Tabel XII yang melalui jalur resmi adalah menurut Hartini dan Sulasmono

    (2006).

    Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaaan sediaan farmasi

    melalui jalur resmi hanya berasal dari Pedagang Besar Farmasi (Pasal 3

    PerMenKes RI No. 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi),

    pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat untuk golongan obat bebas. Jadi

    perolehan obat melalui swalayan termasuk jalur tidak resmi.

    Menurut Slamet (2001), jalur distribusi obat ke apotek dapat berasal

    dari Pedagang Besar Farmasi/distributor, sub-distributor untuk golongan

    obat keras, dan industri farmasi. Bagan jalur distribusi obat menurut

    Slamet (2001) dapat dilihat pada lampiran 6.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    c. Penyimpanan

    Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, obat/bahan obat

    harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tetapi dalam pengecualian

    atau darurat, isi dapat dipindahkan pada wadah lain sesuai ketentuan yang

    berlaku.

    Tabel XIII. Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain

    No. Jawaban

    Jumlah Persentase

    1. Ya 11 31,4% 2. Tidak 24 68,6%

    Total 35 100 %

    Pada umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam

    jumlah tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan

    dokter meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan

    mempercepat pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari

    wadah baru tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat

    dalam jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat

    dalam wadah asli.

    Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, bila isi dipindahkan

    pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus

    ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya

    memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Gambaran mengenai

    informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada

    Tabel XIV berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    Tabel XIV. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru

    No.

    Jawaban

    Jumlah Persentase

    1 Produsen (pabrik), nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan

    6 54,5 %

    2 Produsen (pabrik), tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara

    penyimpanan

    1 9,1 %

    3 Produsen (pabrik) dan tanggal kadaluwarsa

    1 9,1 %

    4 Tanggal kadaluwarsa dan aturan pakai

    1 9,1 %

    5 Produsen (pabrik) 1 9,1 % 6 Tidak ada informasi 1 9,1 %

    Total 11 100 %

    Menurut KepMenKes RI No. 1332 tahun 2002 Pasal 12, Apoteker

    berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan

    farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Pencantuman

    informasi tersebut bertujuan untuk men