plagiat merupakan tindakan tidak terpuji pelaksanaan standar pelayana n kefarmasian … · 2016. 1....

125
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Adhy Kurniawan Soedarsono NIM : 038114036 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Adhy Kurniawan Soedarsono

NIM : 038114036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Adhy Kurniawan Soedarsono

NIM : 038114036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Life is hard, so we must STRONG to STRUGGLE and WIN!!!

(Ps Jonatan Setiawan)

Kaulah kuatku kebanggaanku, gunung batu dan keselamatanku Kuat tanganMu perlindunganku

Kaulah Allah sumber kemenanganku (Franky Sihombing)

Tidak ada keberhasilan yang abadi tanpa kesungguhan (Anthony Robbins)

Dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur, ku persembahkan hasil karyaku ini

kepada : Yesus Kristus Tuhan

Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ibu Theresia Kurniawati dan Benny Kurniawan,

serta Almamaterku.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karuniaNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor

1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember

2006”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Banyak bantuan dan dukungan yang penulis terima selama penyusunan

skripsi ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku pembimbing I yang telah

membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku pembimbing II yang juga telah

membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku pemberi ide awal pada

penelitian ini dan juga sebagai dosen penguji. Terima kasih untuk

masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan.

5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji dan pembimbing

akademik. Terima kasih untuk masukan, saran, dan kritik yang telah

diberikan.

6. Pemerintah Kabupaten Sleman yang telah memberikan izin sehingga

penelitian ini dapat terlaksana.

7. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, yang telah memberikan Data Apotek

Kabupaten Sleman tahun 2005.

8. Para Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang telah bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Kedua orang tua serta adikku, Benny Kurniawan. Terima kasih atas doa,

dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

10. Ibu Theresia Kurniawati, yang telah memberikan motivasi pada penulis

untuk selalu pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan.

11. Teman-teman seperjuangan : Monica, Bambang, Bangun, dan Totok atas

kerjasama, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

12. Keluarga Besar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

angkatan 2003 kelas A, khususnya Eriet, Yohana, Raya, Yeyen, Jevi,

Sulis, Angger, Ratih, Ningrum, Nanda, Andika, dan Watik Terima kasih

untuk kebersamaan dan bantuannya selama kuliah dan praktikum.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13. Komsel “Healing” pimpinan Bapak Robby Kumoro Sugiarto, terima kasih

untuk doa, sharing, dan dukungan yang telah diberikan.

14. Teman-teman sharing dan berbagi: Agung, Dwi, Alex, Yudi, Yanuar,

Budiaji, Andryan; Pradu, Stasia, dan Yuli. Terima kasih untuk doa,

sharing, dan dukungan yang telah diberikan.

15. Teman-teman Wisma Manunggal: Kris, Riko, Olzen, Hendrik, Bram,

Doddy, Happy, Erick, Felix, Yoki, Agung, Ali, Ray, Dewi, Ratna, Yola,

Ica, Pipin, Nonie, Lina, dan Rani. Terima kasih untuk persahabatan,

dukungan, dan kebersamaannya.

16. Teman-teman Kos Mulia, terutama Hartono, Wllliam, Winarto, dan Widi.

17. Keluarga Eks Kolese Loyola 2003 dan sahabat-sahabatku: Henry, Samuel,

Aldo, Adji, Yonathan, Faizal, Ellen, Angga, Maria, Helmy, Orlin, Hanny,

dan Lisa. Terima kasih untuk persahabatan, doa, dan dukungannya.

18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah

memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak

atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin penulis lakukan dalam penyusunan

skripsi ini. Maka dengan rendah hati, penulis mengharapkan masukan, saran, dan

kritik yang membangun.

Yogyakarta, 10 Oktober 2007

Penulis

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Oktober 2007

Penulis,

Adhy Kurniawan Soedarsono

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv

PRAKATA………………………………………………………………… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... viii

DAFTAR ISI………………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xviii

INTISARI………………………………………………………………….. xix

ABSTRACT……………………………………………………………….. xx

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1

1. Rumusan masalah………………………………………………….. 3

2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 3

3. Manfaat penelitian………………………………………………….. 4

B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Apotek………………………………………………………………….. 6

B. Apoteker………………………………………………………………… 7

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Pharmaceutical Care………………………………………………. 11

D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004…………………………………. 12

E. Sumpah apoteker……………………………………………………….. 16

F. Kode Etik Apoteker……………………………………………………. 17

G. Etika Bisnis…………………………………………………………….. 17

H. Keterangan Empiris……………………………………………………. 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 21

B. Definisi Operasional Penelitian……………………………………… 21

C. Instrumen Penilitian…………………………………………………….. 22

D. Populasi dan Sampel……………………………………………………. 22

1. Populasi…………………………………………………………….. 22

2. Sampel……………………………………………………………… 23

E. Tata Cara Penelitian………...………………………………………….. 25

1. Pembuatan kuesioner………………………………………………. 25

2. Pengujian kuesioner………………..………………………………. 26

3. Penyebaran kuesioner……………………………………………… 27

4. Pengumpulan kuesioner……………………………………………. 27

5. Wawancara………………………………………………………… 28

F. Tata Cara Analisis Data………………………………………………… 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi responden…………………………………………………... 30

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Usia responden……………………………………………………. 30

2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang

sekarang……………………………………………………………. 30

3. Posisi responden di apotek…………………………………………. 31

4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker… ̀ 32

5. Lama kerja responden dalam sehari……………………………… 33

B. Pengelolaan Sumber Daya…………………………………………….. 34

1. Sumber daya manusia……………………………………………… 34

2. Sarana dan prasarana………………………………………………. 36

3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya….. 42

4. Administrasi……………………………………………………….. 49

C. Pelayanan………………………………………………………………. 56

1. Skrining resep……………………………………………………… 56

2. Penyiapan obat…………………………………………………….. 61

3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi………………………….. 68

D. Evaluasi Mutu Pelayanan………………………………………………. 71

1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………….. 71

2. Dimensi waktu……………………………………………………... 72

3. Prosedur tetap……………………………………………………… 73

E. Rangkuman Pembahasan……………………………………………….. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 78

B. Saran…………………………………………………………………… 78

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 80

LAMPIRAN……………………………………………………………… 83

BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………… 104

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel I Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005… 23

Tabel II Apotek Sampel di Kabupaten Sleman….……………. 25

Tabel III Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu

Berdasarkan Persetujuan APA……………………….. 34

Tabel IV Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek ……..……. 36

Tabel V Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya.. 37

Tabel VI Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien………………….. 38

Tabel VII Ketersediaan brosur / informasi kesehatan di apotek... 38

Tabel VIII Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi. 39

Tabel IX Adanya Ruang Racikan di Apotek …………………. 41

Tabel X Ketersediaaan Keranjang Sampah untuk Staf dan

Pasien………………………………………………… 41

Tabel XI Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan

Farmasi di Apotek……………………………………. 43

Tabel XII Sumber Perolehan Obat di Apotek…………………… 45

Tabel XIII Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke

Wadah Lain…………………………………………... 46

Tabel XIV Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ………. 47

Tabel XV Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan

Khusus……………………………………………….. 48

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel XVI Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur

Pembelian…………………………………………….. 50

Tabel XVII Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang

Dipesan / Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan………. 50

Tabel XVIII Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota

Penjualan…………………………………………….. 51

Tabel XIX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam

Buku Penjualan………………………………………. 51

Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran

Narkotika dan Psikotropika………………………….. 52

Tabel XXI Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara

Berurutan……………………………………………... 53

Tabel XXII Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep

berdasarkan Persyaratan Administratif………………. 57

Tabel XXIII Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik… 58

Tabel XXIV Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis…… 59

Tabel XXV Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan

Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep…….. 60

Tabel XXVI Apotek yang Pernah Menerima Keluhan Tentang

Etiket oleh Pasien……………………………………. 62

Tabel XXVII Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan

Etiket terhadap Resep Sebelum Obat Diserahkan pada

Pasien………………………………………………… 62

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel XXVIII Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung

Dalam Penyerahan Obat ke Pasien…………………... 63

Tabel XXIX Informasi Obat yang Diberikan Apoteker…………… 64

Tabel XXX Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling

Setiap Hari di Apotek………………………………… 65

Tabel XXXI Apoteker yang Memberikan Konseling Secara

Berkelanjutan………………………………………… 66

Tabel XXXII Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi

Informasi Kesehatan …................................................ 68

Tabel XXXIII Apotek yang Pernah Melakukan Survei……………... 72

Tabel XXXIV Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan………….. 73

Tabel XXXV Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap 73

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Diagram Usia Responden………………………………… 30

Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek yang

Sekarang…………………………………... 31

Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek……………………... 31

Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden…………. 32

Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari 33

Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan

Persetujuan APA…………………………………………… 35

Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling.................... 40

Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek…………….. 42

Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan

Kesehatan Lainnya…………………………………………. 48

Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication

Record……………………………………………………… 54

Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi ……………………….. 56

Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep…………………………….…. 61

Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat………………………………. 67

Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker…………….… 69

Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi… 71

Gambar 16. Bentuk Survei…………………………………………….. 72

Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan……………………. 74

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-

apotek Kabupaten Sleman…………………………….……… 77

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 83

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 84

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 90

Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 91

Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 93

Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat…………………….............................. 96

Lampiran 7. Tabulasi Data…………………………………….………… 97

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar profesi, kode etika, sumpah profesi masing-masing, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat, telah disusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang bersedia mengisi kuisioner sebagai instrumen dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menyatakan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Maka perlu peran pemerintah melalui Dinas Kesehatan, ISFI, dan perguruan tinggi farmasi dalam membina, membimbing, dan menyiapkan Apoteker untuk lebih meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek.

Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, KepMenKes RI Nomor 1027/ MenKes/SK/IX/2004, Apotek

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

The quality of health service will be good if every health profession gives service to the patient based on profession standard, ethic code, profession oath, according to the law and legal regulation. To guarantee the quality of pharmaceutical care which is given to society, it has been arranged The Pharmaceutical Care Standard at dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.

The aim of this research is to know the description of The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 in Sleman regency. This research includes the kind of non experimental research with descriptive research plan. The respondence is pharmacist at the dispensaries in Sleman regency, which are ready to fill questionnaires as the instrument in this research. The data analysis is done with using descriptive statistics.

The result of research states that The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 has not been done all yet by pharmacists at the dispensaries in Sleman regency. Therefore, it needs the role of government through Public Health Service, ISFI, and the faculty of pharmacy in guiding, giving direction and preparing pharmacists to increase more their pharmaceutical care at dispensary. Key words: The Pharmaceutical Care Standard, KepMenKes RI Nomor. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Dispensary

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apoteker sebagai tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga

kefarmasian pada khususnya telah diakui secara universal sebagai pekerjaan yang

tergolong profesi. Apoteker mempunyai kewenangan di bidang kefarmasian

melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat

kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberikan otoritas dalam

berbagai aspek kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.

Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, Apoteker harus

menjalankan tugasnya berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian

(Anonim, 2003a).

Pada saat ini, pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari obat

ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan

kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

telah bergeser orientasinya menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan

orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien

(Anonim, 2004).

Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi

kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien didasarkan pada standar

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

profesi, sumpah, dan kode etik masing-masing profesi kesehatan (Anonim, 2003a).

Dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kefarmasian yang

berasaskan Pharmaceutical Care, perlu ditetapkan Standar Pelayanan

Kefarmasian dengan Keputusan Menteri (Anonim, 2004).

Sebagai upaya agar para Apoteker dapat melaksanakan pelayanan

kefarmasian dengan baik, telah ditetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/MenKes/SK/IX/2004. Standar Pelayanan Kefarmasian ini meliputi

pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan sebagai

pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek.

Menurut PerMenKes Nomor 184 tahun 1995 Pasal 17, Apoteker selama

menjalankan tugas profesinya wajib menaati semua peraturan perundang-

undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kode Etik Apoteker

Indonesia Pasal 8 juga menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus aktif

mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan

pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya, dalam hal ini terkait

dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang tertuang dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004.

Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,

apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Anonim, 2003a). Akan tetapi,

sampai sekarang masyarakat masih belum begitu mengenal profesi Apoteker dan

belum merasakan peran yang maksimal dari profesi tersebut. Mereka berpendapat

bahwa Apoteker adalah sosok yang masih susah ditemui di apotek. Mereka juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

merasa bahwa standar pelayanan yang diberikan oleh apotek masih kurang

memuaskan.

Karena inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah standar pelayanan

kefarmasian di apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 tersebut telah sepenuhnya

dilaksanakan oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang akan diteliti adalah:

Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh

oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran penulis di Perputakaan Universitas Sanata Dharma

Kampus III Paingan, belum pernah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No

1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian sejenis yang

pernah dilakukan sebelumnya yaitu Pelaksanaan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta (Sukmajati, 2007). Hasil

penelitian Sukmajati adalah Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

KepMenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 secara menyeluruh.

Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah:

• Wilayah penelitian Sukmajati (2007) berada pada Kota Yogyakarta

dengan periode September-November 2006, sedangkan wilayah

penelitian ini berada pada Kabupaten Sleman dengan periode

Oktober-Desember 2006.

• Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan alasan Apoteker

belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, sedangkan pada penelitian ini dilengkapi

dengan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam

melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan

menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu ruangan tertutup untuk

konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No

1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :

1) bahan evaluasi bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas

profesinya di Apotek, khususnya Apoteker Pengelola Apotek.

2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon Apoteker yang

tertarik dalam pelayanan perapotekan.

3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan

pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek.

B. Tujuan Penelitian

Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

KepMenKes RI Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004 telah dilaksanakan secara

menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Apotek

Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan

bahwa apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan

fungsi apotek, yaitu:

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

Menurut Permenkes RI No. 922 tahun 1993 pasal 10, pengelolaan apotek

meliputi :

a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

c. pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi

Menurut KepMenKes No.1332 tahun 2002 maupun KepMenKes No.1027

tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat.

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

B. Apoteker

Menurut peraturan perundang-undangan dengan hirarki tertinggi, yaitu

Undang-Undang Obat Keras/St.No.419 tanggal 22 Desember 1949 Pasal 1,

Apoteker adalah mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku

mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia

sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah apotek.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 2, Apoteker

merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang tergabung dalam tenaga kesehatan.

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker adalah sarjana farmasi

yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan

kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

Mengacu pada definisi apoteker di KepMenKes RI No. 1027/MENKES/

SK/IX/2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh

pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang

pendidikan profesi (Hartini dan Sulasmono, 2006). Setiap profesi harus

disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya

keahlian pekerjaan keprofesiannya (Anonim, 2003a). Menurut Peraturan

Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1,

pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah

dan/atau sertifikat kompetensi. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa sertifikat

kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui

Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji

kompetensi.

Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi, otoritas,

teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial

dalam masyarakat. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut

1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.

2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.

3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian.

4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.

5. memberlakukan kode etik keprofesian.

6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.

7. proses pembelajaran seumur hidup.

8. mendapat jasa profesi (Anonim, 2003a).

Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang

melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing-masing. Untuk apoteker,

pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperoleh

nya dari negara sebagai otoritas keahlian, sehingga sebelum melaksanakan

pekerjaan kefamasian, Apoteker perlu disumpah terlebih dahulu (Anonim, 2003a).

Pada profesi, melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan

produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client

mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya,

client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi

yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin

keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya (Anonim, 2003a).

Dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian, peran

Apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh

tahun terakhir ini. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal

dengan istilah “Seven Star of Pharmacist” meliputi :

1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan

klinis, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam

memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara

individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya

pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan

apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.

2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,

keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan

sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan,

prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut

kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian

hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang

diperlukan.

3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan

dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan

kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.

4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan

mengelola hasil keputusan.

5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,

fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin

orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus

tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi

informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan

semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk

menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam

melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar

yang efektif.

7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih

apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai

ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh

pengalaman dan peningkatan keterampilan (Anonim, 2003a).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

C. Pharmaceutical Care

Peran Apoteker kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical Care” atau

diterjemahkan sebagai “asuhan kefarmasian” (Anonim, 2003a). Pharmaceutical

care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat yang mengakibatkan

makin banyaknya drug adverse reaction. (Kisdarjono, 2004). Menurut

KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Pharmaceutical care adalah bentuk

pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan

kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care juga

merupakan kemampuan dari praktek farmasi yang memerlukan interaksi langsung

dari Apoteker dengan pasien dengan tujuan kepedulian kepada pasien mengenai

kebutuhan yang berkaitan dengan obat (Kisdarjono, 2004).

Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,

Apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses

yang harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat menjadi tanggung

jawab bersama antara Apoteker, tenaga kesehatan lain, dan pasien memperoleh

keluaran terapi yang optimal. Apoteker memberikan jaminan bahwa obat yang

diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar,

dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional

Apoteker didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek

ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2003a).

Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama

ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas,

mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

harga yang wajar, serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup

memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan

evaluasi (Anonim, 2003a).

D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

PENGELOLAAN SUMBER DAYA

1. Sumber Daya Manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola

oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

2. Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk

penempatan brosur / materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi

dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.

3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.

3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan.

4. Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1.Administrasi Umum.

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.2.Administrasi Pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

PELAYANAN

1. Pelayanan Resep. 1.1.Skrining resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1.Persyaratan administratif :

- Nama,SIP, dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.

1.1.2.Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

1.1.3.Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

1.2.Penyiapan obat. 1.2.1.Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

1.2.2.Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

1.2.3.Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

1.2.4.Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

1.2.5.Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

1.2.6.Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

1.2.7 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.

2. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus

berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

3. Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

EVALUASI MUTU PELAYANAN

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket

atau wawancara langsung. 2. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah

ditetapkan). 3. Prosedur Tetap: Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang

telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk: • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan lain

yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan

dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan

dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk

penerapan standar. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

E. Sumpah Apoteker

Selain terikat secara horizontal dengan masyarakat termasuk tenaga

kesehatan yang lain, Profesi Apoteker terikat pula dalam hubungan vertikal

dengan Tuhan. Hal ini terlihat pada isi PP No. 41 tahun 1990 pada penjelasan

Pasal 12, menyebutkan Profesi Apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas,

wewenang, dan tanggung jawab Apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku

dan sumpah apoteker. Menurut PP No. 20 tahun 1962 Pasal 1, sebelum seorang

apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut

cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji

Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan

bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau

pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab

kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan

keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,

sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan

membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus

dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun

akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada

lampiran 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

F. Kode Etik Apoteker

Sebagai pekerjaan profesi, terdapat hubungan khusus di antara sesama

pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta berlakunya

etika profesi Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu

boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek

profesinya (Anonim, 2003a).

Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-

rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan

keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker

dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184

tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan

yang melanggar Kode Etik Apoteker. Oleh sebab itu seorang apoteker perlu

memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).

Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan

Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005

dapat dilihat pada lampiran 5.

G. Etika Bisnis

Menurut Miller dan Coady, etika kerja adalah keyakinan, nilai dan prinsip

yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan pekerjaan

dan tanggung jawab akan suatu tugas. Etika kerja akan membimbing bagaimana

berperilaku, terutama ketika menghadapi dilema (Putra, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Etika berpengaruh terhadap citra manusia, hasil pekerjaan, dan

kelangsungan perusahaan. Dalam menjalankan kebijakan perusahaan, etika yang

baik akan memberikan kejernihan berpikir, khususnya untuk perusahaan yang

bergerak di bidang pelayanan publik (Putra, 2005).

Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan

prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang

kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul

konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan

penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses

pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap

tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).

Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan

bisnis adalah :

1. Prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak

berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil

keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai

dengan tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada

pemilik perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan

masyarakat yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.

2. Prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,

mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).

Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,

minimal tidak merugikan orang lain.

4. Prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan

sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.

5. Prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan

orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi

lain (Isdaryadi, 2005)

Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu :

1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)

Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai

dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan

masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam

menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai

penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan

sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak

melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus

mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan

memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya

yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang

ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan

lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)

Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi

keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer

untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan

bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri

(Anief, 1995).

H. Keterangan Empiris

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI

nomor 1027 tahun 2004 mempunyai tiga parameter utama, yaitu pengelolaan

sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan. Dari penelitian ini

diharapkan diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan

kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027 tahun 2004 di

Kabupaten Sleman berdasarkan tiga parameter utama dari KepMenKes RI No

1027 tahun 2004 tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian

yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa

adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. (Praktiknya, 2001).

Rancangan penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek

atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya

(Nawawi, 1998).

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat, dalam hal ini

yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.

2. Standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah patokan apoteker dalam

menjalankan profesinya terkait bidang perapotekan, dalam hal ini berdasarkan

pada Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004.

3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes No.

1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan telah dilaksanakan apabila

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka

dikatakan belum dilaksanakan.

4. Apotek sampel adalah 35 apotek yang disampling dari Data Apotek

Kabupaten Sleman 2005 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

5. Responden adalah Apoteker yang menjalankan profesinya di apotek sampel

serta bersedia mengisi kuesioner.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang

1. Deskripsi responden

2. Deskripsi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes

Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Nawawi (1998), populasi adalah keseluruhan penelitian yang

terdiri dari manusia, benda-benda, hewan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes

atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memilikik karakteristik

tertentu dalam suatu penelitian.

Populasi dari penelitian ini adalah semua apotek yang berada di wilayah

Kabupaten Sleman. Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2005, jumlah apotek yang terdaftar di

wilayah Kabupaten Sleman adalah sebanyak 125 apotek.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Seratus dua puluh lima apotek yang berada di Kabupaten Sleman terbagi

dalam masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman.

Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel I. Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005

No. Nama Kecamatan

Jumlah apotek

1. Depok 53 2 Ngemplak 1 3 Mlati 9 4 Godean 11 5 Ngaglik 16 6 Prambanan 2 7 Gamping 11 8 Kalasan 7 9 Sleman 6 10 Berbah 2 11 Turi 1 12 Seyegan 2 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 2

Total 125

2. Sampel

Menurut Sevilla dkk (1993), sampel adalah kelompok kecil yang kita

amati dan populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran

generalisasi kita. Menurut Gay (1976), karena penelitian ini bersifat deskriptif,

maka ukuran minimum sampel yang dapat diterima adalah 10 persen dari

populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen.

Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu

pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum

sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi.

Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum

sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil

penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menetapkan sampel sebesar

20 % dari populasi yaitu sebanyak 35 apotek. Untuk menentukan apotek yang

dipilih, peneliti menggunakan metode proportional cluster non random

sampling, di mana apotek dikelompokkan berdasarkan kecamatan terlebih

dahulu baru kemudian dilakukan pengambilan sampel sebesar 20% dari

jumlah apotek di setiap kecamatan sehingga diperoleh jumlah sampel yang

berbeda di tiap kecamatan sesuai dengan jumlah apotek yang berada di

kecamatan tersebut. Perincian dari 35 apotek sampel ini dapat dilihat pada

tabel II.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Tabel II. Apotek Sampel di Kabupaten Sleman

No. Nama Kecamatan

Jumlah apotek

1. Depok 11 2 Ngemplak 1 3 Mlati 2 4 Godean 3 5 Ngaglik 4 6 Prambanan 1 7 Gamping 3 8 Kalasan 2 9 Sleman 2 10 Berbah 1 11 Turi 1 12 Seyegan 1 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 1

Total 35

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan kuesioner

Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang berurusan dengan topik

tunggal atau satu set topik yang saling berkaitan yang harus dijawab oleh

subyek (Kartono,1990).

Kuesioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus

dijawab secara tertulis oleh responden. Kuesioner terbagi menjadi empat

bagian, meliputi deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan,

dan evaluasi mutu pelayanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

2. Pengujian kuesioner

a. Uji pemahaman bahasa

Fungsi uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui sejauh mana

bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner

dapat dipahami oleh responden. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan

menyebar kuesioner tersebut kepada lima apotek yang terletak di luar

populasi penelitian.

b. Uji validitas isi

Yang dimaksud dengan validitas adalah sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu

instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil

ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas

yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas isi

merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap

konsep (pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan (Pratiknya, 2001).

Prosedur validitas isi kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan

analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi

validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan

hanya dengan analisis teoritik. Jadi penilaian setiap orang mengenai sejauh

mana validitas isi kuesioner telah tercapai adalah belum tentu sama

(Azwar, 1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

c. Uji reliabilitas

Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena

pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung

terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas

data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden

menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan

asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang

mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi

reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).

3. Penyebaran kuesioner

Peneliti menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden dan

peneliti akan mendampingi responden selama pengisian kuesioner. Hal ini

bertujuan untuk mengantisipasi adanya responden yang kurang paham

terhadap maksud pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Namun, jika

responden tidak bisa mengisi pada saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan

ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah

responden mengisinya. Adapun periode penyebaran kuesioner ini adalah pada

bulan Oktober – Desember 2006.

4. Pengumpulan kuesioner

Peneliti mengumpulkan kuesioner setelah responden selesai mengisi

semua pertanyaan yang ada pada kuesioner. Jumlah kuesioner yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

dikumpulkan jumlahnya sama dengan jumlah kuesioner yang disebarkan,

yaitu sebanyak 35 buah.

5. Wawancara

Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan

informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab

secara lisan pula. Wawancara ini dilakukan setelah peneliti melihat hasil

penelitian Sukmajati dan hasil penelitian pribadi yang presentasenya di bawah

50%, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui alasan Apoteker belum/baru

sebagian kecil dalam melaksanakan Kepmenkes RI No.1027 tahun 2004.

Secara khusus, wawancara dititikberatkan pada tiga hal, yaitu adanya ruangan

konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi melalui home care. hal

tersebut serta bersedia untuk diwawancarai.

F. Tata Cara Analisis Data

Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada

penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik

(Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif.

Statistik deskriptif merupakan teknik statistik yang memberikan informasi hanya

mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Data pada

umumnya disajikan dalam bentuk tertentu, misalnya tabel dan gambar, sehingga

dapat dipahami dengan mudah dan cepat (Nurgiyantoro, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga

parameter dalam KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kemudian menghitung

jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Standar Pelaksanaan Kefarmasian di

Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 dikatakan telah

dilaksanakan apabila persentasenya lebih dari 50% dan jika persentasenya kurang

dari 50%, maka dikatakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 belum dilaksanakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Responden

Karakteristik responden yang ditanyakan meliputi usia, pengalaman kerja di

apotek yang sekarang, posisi di apotek, adanya pekerjaan lain yang dimiliki, dan

lama kerja dalam sehari.

1. Usia responden

Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Usia Responden

69%

17%

14%

21-35 thn

36-50 thn

> 50 thn

Gambar 1. Diagram Usia Responden

Sebagian besar responden, yaitu enam puluh sembilan persen, ada dalam

rentang umur 21-35 tahun yang merupakan usia dewasa muda. Tujuh belas

persen responden ada dalam rentang umur 18-35 tahun yang merupakan usia

dewasa menengah dan 14% responden ada dalam umur di atas 50 tahun yang

merupakan usia dewasa tua.

2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang

Gambaran mengenai pengalaman kerja responden sebagai Apoteker di

apotek yang sekarang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Pengalaman Kerja Reponden di apotek

14%

52%

20%

14%<1

1 s/d 56 s/d 10

>10

Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek Yang Sekarang

Lebih dari jumlah separuh responden, yaitu 52%, rresponden memiliki

rentang pengalaman kerja 1-5 tahun. Dua puluh persennya memiliki rentang

pengalaman kerja 6-10 tahun dan masing –masing 14% responden mempunyai

pengalaman kerja di bawah 1 tahun dan di atas 10 tahun.

3. Posisi responden di apotek

Sebagian besar responden adalah Apoteker Pengelola Apotek dan yang

lainnya adalah Apoteker Pendamping.

Posisi Responden

77%

23%

Apoteker PengelolaApotekApoteker Pendamping

Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek

Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993, apoteker di apotek ada yang

disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan

Apoteker Pengganti. Menurut PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 18 ayat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

(2) dan KepMenKes RI Nomor 1332 tahun 2002 Pasal 19 ayat (1), apabila

Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka

apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.

4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker

Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai

apoteker.

Adanya Pekerjaan Lain

40%

60%

Ya

Tidak

Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden

Menurut Surat KepMenKes RI Nomor 831/Ph/64/b, apotek-apotek yang

didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah

tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja

penuh (full-time). Responden seharusnya tidak memiliki pekerjaan lain apabila

telah menjadi Apoteker di suatu apotek. Hal ini bertujuan untuk

memaksimalkan penuh pelayanan pada profesinya. Sebagai contoh adalah

apoteker yang bekerja di apotek yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

5. Lama kerja responden dalam sehari

Gambaran mengenai lama kerja responden dalam sehari dapat dilihat pada

Gambar 5 berikut.

Lama kerja dalam sehari

11%

55%

34%< 4

4 s/d 6

> 6

Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari

Sebagian besar responden bekerja 4-6 jam dalam sehari, di mana hal ini

belum sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut pasal 77

ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, waktu

kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Bila apotek pada

umumnya buka 13 jam dalam sehari (dari pukul 8.00 sampai 21.00 WIB),

maka untuk 6 hari kerja dalam seminggu apotek akan buka 78 jam. Undang-

Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 2 menyebutkan bahwa waktu

kerja dalam seminggu adalah 40 (empat puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja,

sehingga setiap apotek minimal harus memiliki 2 orang apoteker.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

B. Pengelolaan Sumber Daya

1. Sumber daya manusia

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Apoteker harus dapat

mengambil keputusan yang tepat. Jadi, semua keputusan yang diambil dalam

apotek harus diketahui dan disetujui oleh APA sebagai penanggung jawab

apotek.

Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 20 74,1 % 2. Tidak 7 25,9 %

Total 27 100 %

Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai

leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

yang empati dan efektif, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan dan

mengelola hasil keputusan.

Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 6, disebutkan bahwa seorang

Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Maka pengambilan keputusan tidak boleh berdasarkan kepentingan pribadi

Apoteker, tapi berdasarkan pada kepentingan apotek tempat Apoteker bekerja.

Dengan demikian, Apoteker dapat menjadi contoh yang baik di lingkungan

kerjanya.

Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan

tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja apoteker pendamping, asisten

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Apoteker

Pendamping dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek dalam hal

pelayanannya, tetapi tidak pada pengambilan keputusan di apotek. Karena

itulah, pengambilan keputusan di apotek harus berdasarkan persetujuan

Apoteker Pengelola Apotek.

Keputusan dalam apotek yang diambil berdasarkan persetujuan APA

meliputi bidang administrasi obat (pemilihan, pesanan, dan pembayaran obat),

penatalaksanaan terapi (penggantian obat pasien dan jam konseling pasien),

pengaturan staf, dan pengelolaan keuangan di apotek.

Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

sumber daya manusia dapat dilihat pada gambat I di bawah ini.

74,10%

25,90%

0%

50%

100%

Ya

Tidak

Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA

Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek bagian Pengelolaan Sumber Daya Manusia telah

dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas

50%, yaitu sebesar 74,1%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

2. Sarana dan prasarana

a. Papan petunjuk apotek

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pada

halaman apotek harus terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis

kata apotek.

Tabel IV. Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 % Papan yang bertuliskan kata apotek bertujuan untuk menunjukkan

identitas dari apotek yang telah berdiri dengan sah. KepMenKes RI

No.278/MENKES/SK/V/1981 Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa setiap

Apotek harus memasang papan nama pada bagian muka Apotek, yang

terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai. Dalam lampiran

Form Apt-3 KepMenKes No.1332 tahun 2002, lebih jelas lagi disebutkan

ukuran papan nama apotek, yaitu minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm

dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, tebal

5 cm.

b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya

PerMenKes RI No. 922 tahun 1993 Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa

sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, sedangkan ayat 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

menyebutkan bahwa apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi

lainnya di luar sediaan farmasi.

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa

pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari

aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini bertujuan untuk

menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko

kesalahan penyerahan.

Tabel V. Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 21 60 % 2. Tidak 14 40 %

Total 35 100 %

Dari Tabel V, dapat disimpulkan bahwa pemisahan produk

kefarmasian dari produk lainnya telah dilaksanakan dengan baik. Adapun

penjualan produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha

apotek, di mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan

bidang kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual di apotek-

apotek Kabupaten Sleman adalah makanan bayi, susu, dan food

supplement.

c. Ruang tunggu bagi pasien

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih

dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Tabel VI. Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 juga menyebutkan bahwa

apotek harus memiliki ruang tunggu. Keberadaan ruang tunggu bagi

pasien sangat penting karena pasien akan merasa nyaman berada di

ruangan tunggu yang memiliki tempat duduk yang nyaman dengan

ventilasi udara dan penerangan yang cukup. Sebagai sumber informasi dan

hiburan, biasanya tersedia koran, majalah, maupun tayangan televisi.

d. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien

Salah satu peran Apoteker dalam pelayanannya adalah sebagai

manager. Artinya Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya

manusia, fisik, anggaran, dan informasi. Apoteker harus tanggap terhadap

informasi dan di apoteknya harus tersedia berbagai informasi mengenai

obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.

Informasi yang ada di apotek dapat berupa leaflet/brosur dan poster.

Tabel VII. Ketersediaan Informasi Kesehatan di Apotek

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena

masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat

membaca brosur-brosur tersebut.

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk

penempatan materi informasi tersebut.

Tabel VIII. Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplai Informasi

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6 %

Total 35 100 %

Tempat untuk mendisplai informasi bertujuan untuk menjaga kerapian

dalam apotek, sehingga staf maupun pengunjung apotek merasa nyaman

ketika berada di apotek.

e. Ruangan tertutup untuk konseling pasien

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruangan

tertutup untuk konseling pasien bertujuan untuk menjaga kerahasiaan

(privacy) pasien dan kenyamanan pasien maupun Apoteker dalam

melakukan konseling.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Adanya ruang konseling

20%

80%

YaTidak

Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling

Delapan puluh persen apotek di Kabupaten Sleman belum mempunyai

ruang konseling. Dari 20 apotek di Kabupaten Sleman yang bersedia

diwawancarai, semua apotek mengalami keterbatasan ruangan. Salah satu

penyebabnya adalah pada saat pendirian apotek, belum ada peraturan yang

mengharuskan setiap apotek mempunyai ruang konseling. Ada juga

Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan tersebut. Hal ini tidak

sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8, yang menyatakan

bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan

perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang

farmasi pada khususnya.

f. Ruang racikan

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur dalam KepMenKes

Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3

KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002, yang menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki ruang peracikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Tabel IX. Adanya Ruang Racikan di Apotek

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ruang racikan kering dan basah 22 62,9 % 2. Ruang racikan kering 11 31,4 % 3. Tidak punya sama sekali 2 5,7 %

Total 35 100 %

Sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman masih menjadikan ruang

racikan basah dan kering dalam satu ruangan. Hal ini disebabkan karena

hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah.

Untuk efisiensi tempat, maka apotek menyatukan ruang racikan basah dan

kering. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk

memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga

mempermudah proses pembersihannya.

g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek

harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.

Lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan

bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi

persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu

fasilitas untuk menjaga kebersihan di apotek.

Tabel X. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Untuk staf dan pasien 33 94,3% 2. Untuk staf 2 5,7 %

Total 35 100 %

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

sarana dan prasarana

100%60%

100% 91,40%

20%

94,30%94,30%

0%

50%

100%

papan petunjuk apotektempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnyaruang tunggutempat displai informasiruang tertutup untuk konselingruang racikankeranjang sampah untuk staf dan pasien

Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan

sarana dan prasarana telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya

sudah di atas 50 %. Pengelolaan sarana dan prasarana yang belum

dilaksanakan yaitu adanya ruang tertutup untuk konseling (20%), sehingga

perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa

pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,

penyimpanan dan pelayanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan

harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari

kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006).

Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, dalam membuat

perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit,

kemampuan masyarakat, serta budaya masyarakat.

Tabel XI. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek

No.

Jawaban

Jumlah Persentase

1. Pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya

masyarakat

25 71,4 %

2. Pola penyakit 4 11,4 % 3. Pola penyakit dan kemampuan

masyarakat 2 5,7 %

4. Tidak berdasarkan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya

masyarakat

2 5,7 %

5. Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.

1 2,9 %

6. Kemampuan masyarakat 1 2,9 % Total 35 100 %

Yang dimaksud dengan memperhatikan pola penyakit adalah

mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga

apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk

penyakit tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Yang dimaksud dengan memperhatikan kemampuan masyarakat

adalah mengacu pada tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat

perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya

belinya terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat

perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-

obatan yang harganya terjangkau, seperti obat generik berlogo. Demikian

pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian

menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten,

maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering

diresepkan.

Yang dimaksud dengan memperhatikan budaya masyarakat adalah

pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat.

Pandangan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi pemilihan obat-

obatan, khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya

masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu

memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut

(Hartini dan Sulasmono, 2006).

b. Pengadaan

Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah

dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan

barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang

(Hartini dan Sulasmono, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Tabel XII. Sumber Perolehan Obat di Apotek

No.

Jawaban

Jumlah Persentase

1. PBF, apotek lain, dan toko obat 13 37,1 2. PBF dan apotek lain 8 22,9 3. PBF 6 17,1 4. PBF, apotek lain, toko obat, dan

swalayan 2 5,7

5. PBF, apotek lain, dan swalayan 2 5,7 6. PBF dan toko obat 2 5,7 7. PBF, pabrik farmasi, apotek lain,

toko obat, dan swalayan 1 2,9

8. PBF, pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat

1 2,9

Total 35 100 %

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyatakan bahwa untuk

menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

farmasi harus melalui jalur resmi. Sumber perolehan obat di apotek pada

Tabel XII yang melalui jalur resmi adalah menurut Hartini dan Sulasmono

(2006).

Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaaan sediaan farmasi

melalui jalur resmi hanya berasal dari Pedagang Besar Farmasi (Pasal 3

PerMenKes RI No. 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi),

pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat untuk golongan obat bebas. Jadi

perolehan obat melalui swalayan termasuk jalur tidak resmi.

Menurut Slamet (2001), jalur distribusi obat ke apotek dapat berasal

dari Pedagang Besar Farmasi/distributor, sub-distributor untuk golongan

obat keras, dan industri farmasi. Bagan jalur distribusi obat menurut

Slamet (2001) dapat dilihat pada lampiran 6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

c. Penyimpanan

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, obat/bahan obat

harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tetapi dalam pengecualian

atau darurat, isi dapat dipindahkan pada wadah lain sesuai ketentuan yang

berlaku.

Tabel XIII. Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 11 31,4% 2. Tidak 24 68,6%

Total 35 100 %

Pada umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam

jumlah tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan

dokter meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan

mempercepat pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari

wadah baru tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat

dalam jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat

dalam wadah asli.

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, bila isi dipindahkan

pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus

ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya

memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Gambaran mengenai

informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada

Tabel XIV berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Tabel XIV. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru

No.

Jawaban

Jumlah Persentase

1 Produsen (pabrik), nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan

6 54,5 %

2 Produsen (pabrik), tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara

penyimpanan

1 9,1 %

3 Produsen (pabrik) dan tanggal kadaluwarsa

1 9,1 %

4 Tanggal kadaluwarsa dan aturan pakai

1 9,1 %

5 Produsen (pabrik) 1 9,1 % 6 Tidak ada informasi 1 9,1 %

Total 11 100 %

Menurut KepMenKes RI No. 1332 tahun 2002 Pasal 12, Apoteker

berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan

farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Pencantuman

informasi tersebut bertujuan untuk menjamin kepercayaan masyarakat

terhadap apoteker, bahwa obat yang dibelinya dari apotek tersebut

bermutu baik, dalam hal ini belum melewati tanggal kadaluwarsanya.

Sedangkan pencantuman nomor batch bertujuan untuk penelusuran obat,

apabila ada obat yang sudah beredar namun tidak memenuhi syarat,

sehingga mempermudah penarikan dari peredaran untuk segera

dimusnahkan.

KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 juga menyebutkan bahwa

semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan

menjamin kestabilan bahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Tabel XV. Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6%

Total 35 100 %

KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 menyatakan bahwa

apotek harus mempunyai ruang penyimpanan obat. Pada pasal 7

disebutkan contoh tempat penyimpanan khusus adalah untuk narkotika

dan pada pasal 9 adalah lemari pendingin yang dipakai untuk menyimpan

obat-obat yang mudah meleleh pada suhu kamar.

d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

71,40%86%

68,60%54,50%

0%

50%

100%

Perencanaan meliputi pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budayamasyarakatpengadaan melalui jalur resmi

penyimpanan dalam wadah asli pabrik

Informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi tanggal kadaluwarsa dannomor batch

Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Berdasarkan Gambar 9, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan

baik karena persentasenya sudah lebih dari 50%.

4. Administrasi

KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 memisahkan administrasi ke dalam

dua bagian, yaitu administrasi umum dan administrasi pelayanan.

1. Administrasi Umum

Administrasi umum ini meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan

narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian

Faktur pembelian harus disertakan pada saat transaksi obat. Hal

ini berfungsi untuk menghindari kemungkinan adanya pemalsuan obat

bila pembelian obat tidak melalui jalur distribusi yang resmi. Faktur

tersebut akan menjamin keaslian obat sehingga khasiat dan keamanan

obat terjamin. Selain itu, adanya faktur pembelian akan mempermudah

proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah

dibelinya. Apabila obat yang sudah diterima tidak sesuai dengan

permintaan apotek, maka dengan adanya faktur pembelian akan

mempermudah komplain dan meretur obat tersebut kembali.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Tabel XVI. Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur Pembelian

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 34 97,1 % 2. Tidak 1 2,9 %

Total 35 100 % KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) menyebutkan

bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.

Buku penerimaan berfungsi untuk kelengkapan administrasi apotek,

jadi apotek mengetahui obat apa saja yang sudah masuk ke dalam

apotek.

Tabel XVII. Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang Dipesan/Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan.

KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 pasal 13(d) menyatakan

bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota

penjualan. KepMenKes RI Nomor 280 tahun 1981 Pasal 12 ayat (2)

menyatakan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota

penjualan. ayat (3) menyatakan bahwa dalam nota penjualan, harus

dicantumkan jenis, jumlah, harga, tanggal penyerahan, dan paraf yang

menyerahkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Tabel XVIII. Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota Penjualan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 22 62,9 % 2. Tidak 13 37,1 %

Total 35 100 % Dari Tabel XVIII, dapat disimpulkan bahwa penyerahan

faktur/nota penjualan tiap kali pasien membeli obat di apotek telah

dilaksanakan dengan baik. Nota penjualan berfungsi sebagai bukti

resmi bahwa obat sudah diterima oleh pasien dan pasien sudah

membayar dengan lunas. Dalam hal pemberian nota tiap penjualan,

masih terdapat apotek yang hanya memberikan nota apabila pasien

memintanya.

KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) juga

menyebutkan bahwa apotek harus tersedia buku penjualan dan

penerimaan.

Tabel XIX. Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6 %

Total 35 100 %

Dari Tabel XIX, dapat disimpulkan bahwa pencatatan setiap

penjualan ke dalam buku penjualan telah dilaksanakan dengan baik.

Pencatatan setiap obat yang keluar dari apotek berguna untuk

kelengkapan administrasi, yaitu untuk mengetahui obat apa saja yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

telah terjual dan untuk melacak kembali apabila ada pihak-pihak yang

berkepentingan membutuhkannya di kemudian hari.

c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika

KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan

bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan

psikotropika.

Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan psikotropika diatur

dalam Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1997 Pasal 33, yang

menyatakan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan

mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan

psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Pasal 11 juga

menyebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai

pengeluaran narkotika. Undang-Undang No. 9 tahun 1976

menyebutkan bahwa pencatatan narkotika dilakukan dengan

menggunakan buku register narkotika (Hartini dan Sulasmono, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

2. Administrasi Pelayanan

Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan

cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan

obat.

a. Pengarsipan resep

Gambaran mengenai pengarsipan resep dapat dilihat pada Tabel

XIX berikut.

Tabel XXI. Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 13 ayat (2) dan

PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 17 ayat (2) menyebutkan

bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik

dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sedangkan Pasal 7 KepMenKes

No. 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek

mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan

nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya

selama tiga tahun.

b. Medication record

Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 medication

record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Pencatatan pengobatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan

informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker

untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care).

Adanya Medication record

40%

60%

Ya

Tidak

Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication Record

Enam puluh persen Apoteker di Kabupaten Sleman belum

melaksanakan pencatatan pengobatan. setiap pasien. Dari 20 Apoteker

di Kabupaten Sleman yang bersedia diwawancarai, ditemukan alasan

bahwa mereka kekurangan waktu dan sumber daya manusia untuk

melakukan pencatatan pengobatan tiap pasien. Selain itu, masih

adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini.

Sampai sekarang, pencatatan pengobatan setiap pasien ini hanya

dilakukan pada pasien tertentu yang biasanya merupakan pasien

langganan apotek yang bersangkutan, penderita cardiovascular,

diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. Pencatatan

pengobatan tidak dilakukan pada setiap pasien karena pasien belum

tentu membeli obat lagi di apotek yang bersangkutan.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaitkan deskripsi

responden dengan pelaksanaan medication record. Dari analisis data,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

ternyata ditemukan ada pengaruh antara pelaksanaan medication

record dengan usia Apoteker, posisi di apotek, dan adanya pekerjaan

lain yang dimiliki oleh Apoteker.

Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan

medication record adalah sebesar 50 % pada Apoteker dengan rentang

usia 21-35 tahun dan 40% pada Apoteker dengan usia di atas 50 tahun,

sedangkan Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun belum ada yang

melaksanakannya. Dapat disimpulkan bahwa dalam semua rentang

usia responden sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan

medication record.

Bila dikaitkan dengan posisi di apotek, persentase pelaksanaan

medication record adalah sebesar 44,4 % pada Apoteker Pengelola

Apotek dan 35 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan

bahwa baik Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker

Pendamping sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan

medication record.

Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki oleh

Apoteker, persentase pelaksanaan medication record adalah sebesar

42,9 % pada Apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain dan 35,7 %

pada Apoteker yang memiliki pekerjaan lain. Dapat disimpulkan

bahwa apoteker yang memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain

sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan medication

record

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

administrasi

97,10% 100%62,90%

91,40% 100% 100%

40%

0%

50%

100%

Penyertaan faktur pembelianPencatatan pembelianpenyertaan faktur/nota penjualanPencatatan penjualanPencatatan narkotika dan psikotropikapengarsipan reseppelaksanaan medication record

Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

administrasi telah dilaksanakan dengan baik karena persentase

pelaksanaannya sudah di atas 50%. Kegiatan administrasi yang belum

dilaksanakan yaitu pelaksanaan medication record (40%) sehingga

perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

C. Pelayanan

1. Skrining resep

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, apoteker harus

melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian

farmasetik, dan pertimbangan klinis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

a. Persyaratan administratif

Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, persyaratan

administratif dalam resep meliputi adanya nama, SIP dan alamat dokter;

tanggal penulisan resep (inscriptio); tanda tangan/paraf dokter penulis

resep (subscriptio); nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan

pasien; nama obat (invocatio), potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara

pemakaian yang jelas (signatura), dan informasi lainnya.

Tabel XXII. Apoteker yang Selalu Melakukan Skrining Resep Berdasarkan Persyaratan Administratif

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 %

b. Kesesuaian farmasetik

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kesesuaian farmasetik

dalam skrining resep meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Tabel XXIII. Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik

No Kesesuaian farmasetik Jumlah Persentase

1.

Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara

pemberian, lama pemberian

15 42,9 %

2. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian, lama

pemberian

3 8,6 %

3. Bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, cara pemberian, lama pemberian

3 8,6 %

4. Bentuk sediaan, dosiscara pemberian, lama pemberian

3 8,6 %

5. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara

pemberian

1 2,9 %

6. Bentuk sediaan, dosis, potensi, inkompatibilitas, cara pemberian, lama

pemberian

1 2,9 %

7. Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian

1 2,9 %

8. Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian, lama pemberian

1 2,9 %

9. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian

1 2,9 %

10. Bentuk sediaan, cara pemberian, lama pemberian

1 2,9 %

11. Bentuk sediaan, inkompatibilitas, cara pemberian

1 2,9 %

12. Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian

1 2,9 %

13. Dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian

1 2,9 %

14. Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian

1 2,9 %

15. Dosis, cara pemberian, lama pemberian 1 2,9 % Total 35 100 %

Tabel XXIII menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di

Kabupaten Sleman belum melaksanakan skrining resep berdasarkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

kesesuaian farmasetik secara menyeluruh, sehingga perlu ditingkatkan lagi

pelaksanaannya.

c. Pertimbangan klinis

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, pertimbangan klinis

yang dilakukan dalam skrining resep harus meliputi alergi, efek samping,

interaksi, dosis, durasi, dan jumlah obat.

Tabel XXIV. Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis No Pertimbangan klinis

Jumlah Persentase

1. Alergi, efek samping, dosis, interaksi, durasi, jumlah obat

23 65,7 %

2. Alergi, efek samping, dosis, durasi, jumlah obat

2 5,7 %

3. Dosis, durasi, jumlah obat 2 5,7 % 4. Alergi, efek samping, interaksi,

dosis, jumlah obat 1 2,9 %

5. Alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi

1 2,9 %

6. Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat

1 2,9 %

7. Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat

1 2,9 %

8. Efek samping, dosis, durasi, jumlah obat

1 2,9 %

9. Alergi, dosis, durasi, jumlah obat 1 2,9 % 10. Efek samping, dosis, jumlah obat 1 2,9 % 11. Dosis, jumlah obat 1 2,9 %

Total 35 100 % Tabel XXIV menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di

Kabupaten Sleman yang sudah melaksanakan skrining resep mengenai

pertimbangan klinis secara menyeluruh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

d. Konsultasi dengan dokter penulis resep

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, jika ada keraguan

terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Pasal 12 ayat (4) PerMenKes RI No.26 tahun 1981 menyatakan bahwa

apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker

wajib menanyakan kepada penulis resep. Dalam Pasal 16 ayat (1)

PerMenKes RI No. 922 tahun 1993, disebutkan bahwa apabila Apoteker

menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep

yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukannya kepada dokter

penulis resep.

Tabel XXV Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 33 94,3 % 2. Tidak 2 5,7 %

Total 35 100 % Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 14, disebutkan bahwa

setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan

yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan

masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. Jadi Apoteker harus

selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada

ketidakjelasan dalam penulisan resep demi keamanan pasien, yaitu untuk

menghindari kesalahan dalam penyediaan obat maupun peracikannya. Bila

terjadi kesalahan tersebut, kepercayaan masyarakat terhadap tenaga

kesehatan bisa berkurang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

skrining resep

100%

42,90%65,70%

94,30%

0%

50%

100%

persyaratan administratif

kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk sediaan, dosisi, potensi, stabilitas,inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberianpertimbangan klinis meliputi: alergi, efek samping, interaksi, durasi, danjumlah obatkonsultasi dengan dokter penulis resep

Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa skrining resep

sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaan

di atas 50%. Skrining resep yang belum dilaksanakan yaitu skrining resep

berdasarkan pertimbangan klinis (42,9%) sehingga perlu ditingkatkan lagi

pelaksanaannya.

2. Penyiapan obat

a. Etiket

KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa etiket harus

jelas dan dapat dibaca. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pasien dalam

pemakaian obat serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan

dalam pemakaian obat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Tabel XXVI. Apotek yang Pernah Menerima Keluhan tentang Etiket oleh Pasien

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 1 2,9 % 2. Tidak 34 97,1 %

Total 35 100 %

b. Penyerahan obat

KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa sebelum

obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir

terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.

Tabel XXVII. Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan Etiket terhadap Resep Sebelum Diserahkan pada Pasien

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %

Total 35 100 % Tabel XXVII menyatakan bahwa semua apotek melakukan

pengecekan kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan

kepada pasien. Menurut UU RI No.8 Tahun 1999 Pasal 7, salah satu

kewajiban pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa yang

diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu

barang dan/atau jasa yang berlaku.

Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, penyerahan obat

harus dilakukan oleh Apoteker. Hal ini bertujuan untuk menghindari

kesalahan dalam pemberian informasi, mengingat ada obat yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

membutuhkan perlakuan khusus, misalnya aturan dan cara pakai

suppositoria. Sikap ini menunjukkan bahwa Apoteker bertanggung jawab

atas obat yang diserahkan kepada pasien. Hal ini akan meningkatkan rasa

kepercayaan masyarakat terhadap profesi Apoteker itu sendiri.

Tabel XXVIII. Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung Dalam Penyerahan Obat kepada Pasien

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 23 65,7 % 2. Tidak 12 34,3 %

Total 35 100 %

Tabel XXVIII menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker sudah

terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien. Sedangkan alasan

Apoteker tidak terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien

adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek, di mana Apoteker

tidak selalu bisa hadir di apotek pada jam buka apotek dan apabila

Apoteker sibuk karena pekerjaan di apotek, maka petugas apotek lain yang

menyerahkan obat kepada pasien.

c. Informasi obat

KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa

informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya

meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari

selama terapi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Dalam PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 15 ayat (4),

disebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan

dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan

obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

Tabel XXIX. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari

21 60

2. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan

7 20

3. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari

2 5,7

4.. Cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan

2 5,7

5. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas yang harus

dihindari

1 2,9

6. Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari

1 2,9

7. Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari

1 2,9

Total 35 100 %

Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyatakan bahwa seorang

Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 juga menyebutkan bahwa

jika apoteker tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak

Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

d. Konseling

Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, Apoteker harus

memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan

perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup

pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau

penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

Tabel XXX. Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 22 62,9 % 2. Tidak 13 37,1 %

Total 35 100 %

Pelayanan konseling dilakukan dengan memberikan waktu bagi

pasien yang ingin bertanya mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan obat, pengobatan/terapi, maupun kesehatan. Konseling biasanya

dilakukan saat pasien menanyakan obat dan saat pasien menerima obat.

Tujuan diadakannya jam konseling pasien adalah untuk meningkatan

kesehatan/kualitas hidup pasien.

Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 9 tentang Kewajiban

Apoteker Terhadap Penderita, disebutkan bahwa seorang Apoteker dalam

melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan

masyarakat dan menghormai hak asasi penderita dan melindungi makhluk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

hidup insani. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal 53 ayat (2) juga

menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya

berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak

pasien. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 22 ayat

(1) disebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya

berkewajiban untuk menghormati hak pasien; menjaga kerahasiaan

identitas dan data kesehatan pribadi pasien; memberikan informasi yang

berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; dan meminta

persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.

Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, untuk penderita

penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan

penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara

berkelanjutan. Untuk penyakit seperti itu dibutuhkan follow-up dalam

terapi, karena pengobatan berjalan secara bertahap. Hal ini berguna untuk

memonitoring terapi yang diberikan, apakah hasil terapi sudah sesuai

dengan apa yang diharapkan, atau perlu dilakukan perubahan terapi

apabila hasil terapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tabel XXXI. Apoteker yang Memberikan Konseling Secara Berkelanjutan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 11 31,4 % 2. Tidak 24 68,6 %

Total 35 100 %

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Tabel XXXI menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker belum

menyediakan jam konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit

tertentu. Adapun alasan Apoteker tidak melakukan konseling secara

berkelanjutan adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek dan

keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker.

e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

penyiapan obat

97,10% 100,00%65,70% 60%

31,40% 31,40%

0%

50%

100%

etiket jelas dan dapat dibaca

pengecekan resep sebelum diserahkan

keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat

jam konseling tiap hari

konseling berkelanjutan

Informasi yang diberikan meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka w aktupengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, dan aktivitas yang harus dihindari

Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki

persentase pelaksanaan di atas 50%. Pelayanan penyiapan obat yang belum

dilaksanakan dengan baik adalah pelaksanaan konseling berkelanjutan

(31,4%) dan kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%), sehingga pelu

ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi

a. Penyebaran informasi kesehatan

Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, dalam rangka

pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif

dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi

informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,

penyuluhan, dan lain-lainnya.

Diseminasi informasi kesehatan ini sangat berguna untuk

meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, di mana masyarakat dapat

mengetahui informasi lebih banyak tentang kesehatan.

Tabel XXXII. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 6 17,1 % 2. Tidak 29 82,9 %

Total 35 100 %

Sebagian besar Apoteker belum pernah melakukan penyebaran

informasi kesehatan karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.

b. Tindak lanjut terapi

Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, Apoteker sebagai

care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang

bersifat kunjungan rumah (home care), khususnya untuk kelompok lansia

dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Menurut WHO, salah satu peran Apoteker dalam pelayanan

kesehatan adalah care-giver, yaitu Apoteker bertindak sebagai pemberi

pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analisis, dan teknis. Dalam

memberikan pelayanan, Apoteker harus berinteraksi langsung dengan

pasien secara individu maupun kelompok (Hartini dan Sulasmono, 2006).

Adanya tindak lanjut terapi

17%

83%

Ya

Tidak

Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker

Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum melakukan

tindak lanjut terapi. Dari 20 Apoteker di Kabupaten Sleman yang bersedia

diwawancarai, didapatkan alasan keterbatasan sumber daya manusia di

apotek dan keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker. Selain itu, masih

adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini.

Apabila pasien bukan pasien langganan, maka Apoteker susah untuk

melakukan tindak lanjut terapi. Hal ini dikarenakan pasien tidak selalu

menggunakan jasa di apotek yang bersangkutan. Tetapi untuk pasien

langganan umumnya termonitoring secara tidak langsung. Dengan mereka

sering menggunakan jasa apotek yang bersangkutan maka sering terjadi

komunikasi yang sekaligus dapat menjadi sarana untuk memonitoring

hasil terapi pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan home

care adalah sebesar 20,8 % pada Apoteker dengan rentang usia 21-35

tahun dan 16,7 % pada Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun,

sedangkan belum terlaksana sama sekali pada Apoteker dengan usia di

atas 50 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada semua rentang usia apoteker

sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care.

Bila dikaitkan dengan posisi Apoteker di apotek, persentase

pelaksanaan home care adalah sebesar 18,5 % pada Apoteker Pengelola

Apotek dan 12,5 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan bahwa

baik Apoteker Pengelola Apotek maupun apoteker pendamping sama-

sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care.

Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki Apoteker,

persentase pelaksanaan home care adalah sebesar 19 % pada Apoteker

yang tidak mempunyai pekerjaan lain dan 14,3 % pada Apoteker yang

mempunyai pekerjaan lain. Dapat disimpulkan bahwa Apoteker yang

memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain sama-sama baru sebagian

kecil dalam melaksanakan home care.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian

promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi

17,10% 17%

0%

50%

100%

diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi

Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut

terapi belum dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh karena persentase

pelaksanaannya belum mencapai 50%. Diseminasi informasi kesehatan

(17,1%) dan tindak lanjut terapi (17%) perlu ditingkatkan pelaksanaannya.

D. Evaluasi Mutu Pelayanan

Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, indikator yang digunakan

untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah :

1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket atau

wawancara langsung.

Survei mengenai tingkat kepuasan konsumen perlu dilakukan untuk

mengevaluasi sampai di mana tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen

terhadap pelayanan di apotek. Melalui evaluasi tersebut, diharapkan mutu

pelayanan apotek dapat ditingkatkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Tabel XXXIII. Apotek yang Pernah Melakukan Survei

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 7 20 % 2. Tidak 28 80%

Total 35 100 %

Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum pernah

melakukan survei mengenai tingkat kepuasan konsumen dengan alasan

mereka kekurangan waktu untuk melaksanakan hal tersebut.

Persentase survei dalam bentuk angket dan wawanara dapat dilihat

pada Gambar 16 di bawah ini.

29%

71%

Angket

Waw ancara

Gambar 16. Bentuk Survei

Persentase survei dalam bentuk angket lebih sedikit daripada

wawancara karena dilihat dari sisi kepraktisannya. Wawancara dapat

dilakukan saat pasien datang ke apotek, sedangkan apabila survei dilakukan

dalam bentuk angket, maka Apoteker perlu membuat angket, menyebarkan,

dan mengumpulkannya kembali.

2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu

Penetapan lama pelayanan berguna untuk membatasi waktu yang

digunakan untuk melayani tiap pasien. Penetapan lama pelayanan bertujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

untuk kepuasan pelanggan, dalam hal kecepatan melayani pasien sehingga

pasien tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat

Tabel XXXIV. Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 6 17,1 % 2. Tidak 29 82,9 %

Total 35 100 %

Sebagian besar Apoteker belum menetapkan lama pelayanan di apotek

karena pelaksanaan penetapan lama pelayanan tidak bisa mutlak dilakukan.

3. Prosedur Tetap : Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah

ditetapkan.

Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, prosedur tetap antara

lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai

setiap saat dan adanya pembagian tugas dan wewenang di apotek.

Tabel XXXV. Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap

No. Jawaban

Jumlah Persentase

1. Ya 11 31,4 % 2. Tidak 24 68,6 %

Total 35 100 % Sebagian besar apotek masih belum mempunyai prosedur yang tertulis

dan tetap dalam pelayanan pasien dengan alasan mereka merasa sudah terbiasa

melakukan pelayanan sehari-hari tanpa suatu prosedur yang tertulis dan tetap.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Prosedur tetap yang dimaksudkan oleh KepMenKes RI Nomor 1027

tahun 2004 bisa berbeda menurut pemahaman Apoteker. Hal ini disebabkan

oleh pertanyaan yang tidak mengeksplorasi isi protap, sehingga jawaban bisa

tidak sesuai dengan maksud pertanyaan.

4. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi

mutu pelayanan

20% 17,10%31,40%

0%

50%

100%

survey tingkat kepuasan konsumen

lama pelayanan tiap pasien

prosedur tertulis dan tetap

Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum

dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaannya belum mencapai

50%. Survei tingkat kepuasan konsumen (20%), penetapan lama pelayanan

tiap pasien (17,1%), dan penetapan prosedur tertulis dan tetap (31,43%) perlu

ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

E. Rangkuman Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004

belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten

Sleman karena masih terdapatnya persentase pelaksanaan di bawah 50%.

Pelaksanaan pengelolaan sumber daya yang masih di bawah 50% yaitu ruang

tertutup untuk konseling (20%) dan pelaksanaan medication record (40%).

Pelaksanaan pelayanan yang masih di bawah 50% yaitu pelaksanaan skrining

resep berdasarkan kesesuaian farmasetik (42,9%), pelaksanaan konseling

berkelanjutan (31,4%), kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%),

diseminasi informasi kesehatan (17,1%), dan pelaksanaan tindak lanjut terapi

(17%). Semua aspek dalam pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan masih memiliki

presentase di bawah 50%, yaitu pelaksanaan survei tingkat kepuasan konsumen

(20%), penetapan lama pelayanan tiap pasien (17,1%), dan adanya prosedur

tertulis dan tetap (31,4%). Urutan presentase pelaksanaan standar pelayanan

kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 dari

presentase terbesar ke presentase terkecil yaitu pelaksanaan pengelolaan sumber

daya, pelaksanaan pelayanan, dan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan.

Presentase terbesar dimiliki oleh pengelolaan sumber daya sedangkan presentase

terkecil dimiliki oleh evaluasi mutu pelayanan, sehingga evaluasi mutu pelayanan

perlu diberi perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

Dari pelaksanaan medication record dan home care di apotek-apotek

Kabupaten Sleman, ditemukan permasalahan dari pihak apoteker, perguruan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

tinggi farmasi, pasien, dan pemerintah. Permasalahan dari apoteker adalah

keterbatasan sumber daya manusia dan waktu. Hal ini berkaitan dengan

pembahasan pada lama kerja Apoteker, di mana seharusnya 1 apotek memiliki

minimal 2 orang apoteker sehingga dapat lebih memaksimalkan pelayanannya.

Sedangkan permasalahan dari pihak perguruan tinggi farmasi adalah kurangnya

pengetahuan dan pemahaman yang diberikan kepada mahasiswa tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di apotek. Sementara itu, permasalahan dari pasien adalah

pasien belum merasa berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah

tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peran pemerintah

dalam melatih dan membimbing profesi tenaga kesehatan khususnya Apoteker

juga perlu ditingkatkan lagi. Dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal

6, disebutkan bahwa Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini ditegaskan lagi pada Peraturan

Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa

setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti

pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya dan Pasal 31 ayat

(1) yang menyebutkan bahwa Menteri melakukan pembinaan teknis profesi

tenaga kesehatan. Sedangkan pada Pasal 31 ayat (2), disebutkan bahwa

pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilaksanakan melalui (a)bimbingan, (b)pelatihan di bidang kesehatan, dan

(c)penetapan standar profesi tenaga kesehatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

0%

50%

100%

Pengelolaan sumber daya Pelayanan Evaluasi mutu pelayanan

pengambilan keputusan di apotek (74,1%) papan petunjuk apotek (100%)penempatan produk yang terpisah (60 %) ruang tunggu (100%)tempat displai informasi (91,4%) ruang tertutup untuk konseling (20%)ruang racikan (94,3%) keranjang sampah (94,3%)Perencanaan (71,4%) pengadaan (86%)penyimpanan (68,6%) Informasi pada w adah baru (54,5%)Penyertaan faktur pembelian (97,1%) Pencatatan pembelian (100%)penyertaan faktur/nota penjualan (62,9%) Pencatatan penjualan (91,4%)Pencatatan narkotika dan psikotropika (100%) pengarsipan resep (100%)pelaksanaan medication record (40%) persyaratan administratif (100%)kesesuaian farmasetik (42,9%) pertimbangan klinis (65,7%)konsultasi dengan dokter (94,3%) etiket jelas dan dapat dibaca (97,1%)pengecekan resep sebelum diserahkan (100%) keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (65,7%)jam konseling setiap hari (60%) konseling berkelanjutan (31,4%)Informasi yang diberikan pada pasien (31,4%) diseminasi informasi kesehatan (17,1%)tindak lanjut terapi (17%) survei tingkat kepuasan konsumen (20%)lama pelayanan tiap pasien (17,1%) prosedur tertulis dan tetap (31,4%)

Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-apotek Kabupaten Sleman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan

secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Hal ini

dikarenakan masih terdapatnya persentase pelaksanaan yang kurang dari 50%

B. Saran

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY bekerja sama

dengan ISFI untuk mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004

dengan mengadakan pelatihan, bimbingan, penyuluhan, dan seminar

sehingga Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman mendapatkan

persepsi dan pemahaman yang sama dengan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan)

dan Juknis (Petunjuk Teknis) dari instansi yang terkait.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY melakukan

pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004

dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi.

78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

3. Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman perlu meningkatkan

kesadaran akan pentingnya memahami dan melaksanakan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek guna meningkatan mutu pelayanan kefarmasian di

apotek.

4. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar

sehingga dapat diketahui pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di

apotek secara global, seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

5. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan responden adalah pengguna jasa

apotek, misalnya pasien atau pengunjung apotek.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta

Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal

Sumpah/Janji Apoteker, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1964, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

831/Ph/64/b, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

26/MENKES/ PER/I/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993

Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996

Tentang Tenaga Kesehatan, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika, DepKes RI, Jakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002

tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 2003a, Kompetensi Farmasis Indonesia Tahun 2003, Ikatan Sarjana

Farmasi Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, Depnaker RI, Jakarta Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar

Nasional Pendidikan, Depdiknas RI, Jakarta Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola

Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, APOTEK: Ulasan Beserta Naskah Peraturan

Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Isdaryadi, F. W., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11 Kartono, K., 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, edisi kedua, Mandar Maju,

Bandung Kisdarjono, H., 2004, Materi Pelatihan Sistem Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

(Pharmaceutical Care), Magister Manajemen Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105,

PPM, Yogyakarta Nawawi, H., 1998, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki, 2002, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Putra, I.S. dan Pratiwi, 2005, Sukses Dengan Soft Skills, Direktorat Pendidikan

ITB, Bandung Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalon, T.E., Regala, B.P., and Uriartc, G.G., 1993,

An Introduction to Research Method, diterjemahkan oleh Towu, A, edisi pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Slamet, L.S., 2001, Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Farmasi untuk

Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, Seminar Sehari Kebijakan Obat Nasional dalam Otonomi Daerah, Magister Manajemen dan Kebijakan Obat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sukmajati, M.A., Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta

Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis

SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Kepada Yth

Apoteker Pengelola Apotek

Kabupaten Sleman

Dengan hormat,

Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud

mengadakan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman”.

Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk

menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi

yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga

kerahasiannya demi kepentingan ilmiah.

Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Adhy Kurniawan Soedarsono

NIM: 038114036

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

DI KABUPATEN SLEMAN

I. Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar

No Pertanyaan Jawaban

1. Berapakah umur Anda? a. 21-35 tahun

b. 36-50 tahun

c. >50 tahun

2. Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA

b. Apoteker Pendamping

c. Apoteker Pengganti

3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai

Apoteker di apotek yang sekarang?

a. <1 tahun

b. 1-5 tahun

c. 6-10 tahun

d. >10 tahun

4. Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya

b. Tidak

5. Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek

dalam seminggu?

a. <3 hari

b. 3-5 hari

c. 6-7 hari

6. Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek

dalam satu hari?

a. <4 jam

b. 4-6 jam

c. >6 jam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya

Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai

No Pertanyaan YA TIDAK

1 Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat

papan yang tertulis kata apotek?

2 Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi

pasien?

a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa

brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan

(misalnya obat-obat baru)?

3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk

mendisplay informasi tersebut (misalnya

penempatan brosur dalam suatu wadah)?

4 Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk

konseling bagi pasien?

Apakah apotek Anda memiliki :

a. ruang racikan kering? 5

b. ruang racikan basah?

6 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang

tersedia untuk staf?

7 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang

tersedia untuk pasien?

Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan

farmasi Anda memperhatikan :

a. pola penyakit?

b. kemampuan masyarakat?

8

c. budaya masyarakat?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan?

a. PBF

b. Pabrik farmasi

c. Apotek lain

d. Toko obat

e. Swalayan

2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu

disertai bukti/faktur pembelian?

9

3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu

dicatat dalam buku penerimaan?

10

Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari

pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan

psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum,

vaksin)?

1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat

dari wadah asli ke wadah lain?

2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan

pada wadah baru tersebut?

a.Produsen (pabrik)

b.Nomor batch

c.Tanggal kadaluarsa

d.Aturan pakai

11

e.Cara penyimpanan

12

Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya

obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang

terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan

produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

kontrasepsi, popok bayi)?

13 Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan

faktur atau nota penjualan?

14 Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku

penjualan?

15

Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika

selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan

psikotropika?

16 Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan

tanggal dan nomor urut resep?

17 Apakah Anda selalu melakukan medication record?

III. Kuesioner Tentang Pelayanan

Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai

No Pertanyaan YA TIDAK

Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi :

1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF

2. KESESUAIAN FARMASETIK :

a. Bentuk sediaan

b. Dosis

c. Potensi

d. Stabilitas

e. Inkompatibilitas

f. Cara pemberian

g. Lama pemberian

3. PERTIMBANGAN KLINIS :

18

a. Alergi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

b. Efek samping

c. Interaksi

e. Durasi

f. Jumlah obat

19

Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan

dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam

penulisan resep?

20

Apakah anda selalu melakukan pengecekan

kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep

sebelum diserahkan kepada pasien?

21 Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam

penyerahan obat kepada pasien?

Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai:

a. Cara pemakaian obat

b. Cara penyimpanan obat

c. Jangka waktu pengobatan

d. Makanan dan minuman yang harus dihindari

22

e. Aktivitas yang harus dihindari

23 Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai

etiket (tidak jelas/sulit dibaca)?

24

Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup

perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu

berdasarkan persetujuan APA ?

25 Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari

bagi pasien?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

26

Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara

berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit

tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,

asthma, dan penyakit kronis lainnya?

27

Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya

melalui komunikasi telepon dengan pasien atau

mengunjungi pasien)?

28

Apakah Anda pernah melakukan diseminasi

(penyebaran) informasi kesehatan (misalnya

penyebaran brosur dan poster, melakukan

penyuluhan)?

IV. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan

Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai

No Pertanyaan YA TIDAK

29 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat

kepuasan konsumen?

2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa:

a.Angket

b.Wawancara

30 Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu

pelayanan maksimal per pasien)?

31 Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam

pelayanan pasien?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker

Lafal Sumpah/Janji Apoteker berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun

1962 pasal 1 :

(1) Sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus

mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau

mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah”

bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian

kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-

masing.

(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut :

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,

terutama dalam bidang kesehatan;

2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan

saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;

3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan

kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum

perikemanusiaan;

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-

sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,

kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;

6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh

keinsyafan.

(Anonim, 1962)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

Mukadimah

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.

Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.

Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

BAB I

Kewajiban Umum

Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.

Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.

Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.

BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita

Pasal 9

Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani.

BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat

Pasal 10

Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.

Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan

Lainnya

Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

BAB V Penutup

Pasal 15

Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat

INDUSTRI FARMASI

PBF / DISTRIBUTOR

SUB-DISTRIBUTOR

APOTEK INSTALASI FARMASI RS

TOKO OBAT BERIJIN

RS TANPA INSTALASI FARMASI

OBAT KERAS OBAT BEBAS

(Slamet, 2001)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Lampiran 7. Tabulasi Data

Karakteristik Responden

RESPONDEN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ %

I 1 A v v v v v v v v v v v v v v v v v v 6 v v v v v v 24 68, B v v v 1 v v v 6 17, C v v v v v 3 5 14,2 A v v v v v 3 5 14, B v v v v v v v v v v v v v v 4 v v v v 18 51, C v v v v v v 7 2 0 D v v v v 3v 5 14,3 A v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 1v v v v v v 27 77, B v v v v v v v v 9 8 22,4 A v v v v v v v v v v v v v v 14 4 0 B v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 5 A v v v 6 3 8, B v v v v v 1v 6 17, C v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 26 74,36 A v v v v 4 4 11, B v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 19 54,3 C v v v v v v v v v v 3 v 12 34,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Pelayanan, dan Evaluasi Mutu Pelayanan

RESPONDEN NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

%

II 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 2 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 3 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 b Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6 4 Ya v v v v v v v 7 2 0 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 28 80 5 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,16 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 7 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 8 a Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v v 4 4 11, b Ya v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9 Tidak v v v v v v 1 6 17,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 8 c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 26 74,3 Tidak v v v v v v v v v 7 9 25,9 1 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 b Ya v v v 3 8,6 Tidak v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 27 77,1 Tidak v v v v v v v v 9 8 22, d Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 19 54,3 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v 16 45,7 e Ya v v v v v 1 v 6 17, Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9 2 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9 3 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0

10 Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6

11 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 2 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6 3 a Ya v v v v v v v v v 9 81,8 Tidak v v 1 2 18, b Ya v v v v v v 5 6 54, Tidak v v v v 5 v 5 45,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 11 3 c Ya v v v v v v v v v 9 81,8

Tidak v 1 v 2 18, d Ya v v v v v v v v 8 72,7 Tidak v v 3 v 3 27, e Ya v v v v v v v 6 7 63, Tidak v v v 4 v 4 36,

12 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 Tidak v v v v v v v v v v v v v v 14 40

13 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v V v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v 1 v 13 37,

14 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0

15 Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6

16 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0

17 Ya v v v v v v v v v v v v v v 14 40 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60

III 0 18 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100

Tidak 0 0 2 a Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 c Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v 24 68,6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 18 2 Tidak v v v v v v v v v v v 11 31,4

d Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,1 e Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 Tidak v v v v v v v v v v v v v v 14 40 f Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 g Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v 3 v 5 14, 3 a Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v v 3 5 14, b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v v 4 4 11, c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 25 71,4 Tidak v v v v v v v v v v 10 28,6 d Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 e Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v 3 v 5 14, f Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9

19 Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7

20 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0

21 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 23 65,7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 21 Tidak v v v v v v v v v v v v 12 34,322 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100

Tidak 0 0 b Ya v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v 4 v 4 11, c Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9 d Ya v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v 25 71,4 Tidak v v v v v v v v v v 10 28,6 e Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 23 65,7 Tidak v v v v v v v v v v v v 12 34,3

23 Ya v 1 2,9 Tidak v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1

24 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 20 74,1 Tidak v v v v v v v 9 7 25,

25 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,1

26 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6

27 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9

28 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9

IV 0 29 1 Ya v v v v v v v 7 20

Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 28 80

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 29 2 a Ya v v 2 5,7

Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 b Ya v v v v v 3 5 14, Tidak v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7

30 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9

31 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

BIOGRAFI PENULIS

Adhy Kurniawan Soedarsono, lahir di Semarang

pada tanggal 2 Oktober 1985. Penulis merupakan

anak pertama dari pasangan Setijo Santoso

Soedarsono dan Patricia. Penulis telah menempuh

pendidikan di TK – SD Cor Jesu Semarang, SLTP

PL Domenico Savio Semarang, SMU Kolese

Loyola Semarang, dan melanjutkan di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah, penulis pernah

mengiringi Paduan Suara Fakultas “Veronica” dan menjadi panitia Pengucapan

Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI