pidato pengukuhan prof. ir. suryo purwono masc phd

23
 PERANAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS FOSIL BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN CARA MENGATASI KEKURANGANNYA DENGAN  ENHANCED OIL RECOVERY  UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Oleh: Prof. Ir. Suryo Purwono, MASc, PhD

Upload: borntobescientist

Post on 30-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 1/23

 

PERANAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS

FOSIL BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN CARA

MENGATASI KEKURANGANNYA DENGAN

 ENHANCED OIL RECOVERY  

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

pada Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

Oleh:

Prof. Ir. Suryo Purwono, MASc, PhD

Page 2: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 2/23

2

PERANAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS

FOSIL BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN CARA

MENGATASI KEKURANGANNYA DENGAN

 ENHANCED OIL RECOVERY  

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

pada Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar

Universitas Gadjah Mada

pada tanggal 9 Oktober 2008

di Yogyakarta

Oleh:

Prof. Ir. Suryo Purwono, MASc, PhD

Page 3: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 3/23

3

PERANAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS FOSIL

BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

DAN CARA MENGATASI KEKURANGANNYA 

DENGAN ENHANCED OIL RECOVERY  

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam

terbesar di dunia. Berbagai laporan menunjukkan bahwa potensi

kekayaan bahan alam seperti batubara, gas dan minyak bumi diIndonesia sangat besar. Sampai saat ini, batubara, gas dan minyak 

 bumi (termasuk aspal alam) merupakan sumber daya alam terbesar 

dan paling banyak digunakan baik di Indonesia maupun di dunia

internasional. Pertumbuhan dan perkembangan teknologi dan industri

di Indonesia tidak terlepas dari peranan batubara, gas dan minyak 

 bumi sebagai bahan baku industri maupun sebagai sumber daya

energi. Batubara, gas dan minyak bumi banyak digunakan karena

selain mudah ditangani, juga karena memiliki nilai kalor tinggi dan

dapat diproses menjadi sumber daya energi dalam berbagai bentuk.

Berdasarkan strategi yang sudah digariskan oleh Pemerintah bahwa

dalam kurun waktu Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II)dari April 1994 s/d Maret 2019, peranan minyak dan gas bumi sebagai

sumber energi dan sebagai bahan baku industri petrokimia masih akan

 besar.

Batubara, gas dan minyak bumi merupakan bahan galian

(tambang) yang terdapat pada lapisan bumi dengan kedalaman

 berpuluh-puluh sampai beribu-ribu meter. Batubara, gas dan minyak 

 bumi merupakan campuran sangat kompleks dari senyawa-senyawa

hidrokarbon dan unsur lain dalam jumlah kecil seperti : belerang (S),

nitrogen (N), oksigen (O), vanadium (V), nikel (Ni), besi (Fe),

tembaga (Cu), air, dan garam-garam terdispersi. Senyawa-senyawa

lain ini umumnya menurunkan kualitas produk batubara, gas danminyak bumi yang diinginkan.

Walaupun batubara, gas dan minyak bumi telah lama sekali

dikenal orang, namun industri minyak bumi baru muncul setelah

Drake berhasil mengeluarkan minyak bumi dari dalam bumi dengan

 bor tumbuknya pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania

(Hardjono, 2001). Sejak minyak bumi ditemukan, teknologi proses

 pengolahannya selalu dikembangkan sesuai kebutuhan konsumen

Page 4: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 4/23

4

khususnya dalam rangka mengimbangi pesatnya kenaikan kebutuhan

akan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk motor-motor pembakaran

(combustion engine).

Batubara

Batubara adalah padatan yang berwarna hitam atau coklat

kehitaman yang ada dalam berbagai ukuran. Warna, tekstur dankomposisi penyusunnya bervariasi. Batubara merupakan senyawa

hidrokarbon dengan struktur kimia sangat komplek. Elemen dasar 

yang membangunnya antara lain elemen karbon (C), hidrogen (H),

oksigen (O), nitrogen (N) dan sulfur (S) (Elliot, 1981). Elemen-

elemen lain mungkin ada tetapi yang umumnya dilaporkan adalah

adalah elemen-elemen tersebut ini. Komponen dan komposisi

 pembentuk batubara atau biomassa dinyatakan oleh hasil analisis

 proksimat dan analisis ultimat. Hasil analisis proksimat melaporkan

 besarnya fraksi massa volatile matter (VM), fraksi massa fixed carbon 

(FC), fraksi massa abu (A) dan fraksi massa air (M). Analisis ultimat

untuk batubara yang sama tanpa air memberikan fraksi massa elemen-elemen C, H, O, N, S dan abu (A). Kedua analisis ini diperlukan untuk 

 pernyataan kualitas batubara. Rumusan secara strukur kimia menurut

Kirk dan Othmer (1979) terdiri dari (i) matrik dari kluster aromatik,

(ii) alifatik dan karbonil yang melekat pada kluster aromatik, (iii)

komponen dengan ikatan lemah dan disebut dengan mobile phase, dan

(iv) senyawa penyambung (bridges) antara kluster aromatik berupa

kelompok fungsional alifatik yang mungkin mengandung elemen

oksigen (O) atau sulfur (S).

Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif yang

dapat dipersiapkan untuk menggantikan peran dari minyak bumi,

karena cadangan minyak bumi Indonesia semakin menipis. Cadanganyang telah diketahui lebih dari 36,6 milyar ton dan sebanyak 71,6 %

diantaranya berada di Sumatera dan 27,8 % di Kalimantan, sehingga

dapat disimpulkan bahwa batubara merupakan sumber daya energi

yang besar potensinya di Indonesia. Namun demikian, kesadaran

terhadap kelestarian lingkungan yang dirasakan mulai meningkat di

Indonesia mendorong kita untuk mempertimbangkan pengaruh negatif 

dari penggunaan batubara. Dengan kata lain teknologi batubara bersih

Page 5: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 5/23

5

(clean coal technology) perlu segera diterapkan, baik dengan sistem

 pembakaran yang lebih efisien dan bersih maupun dengan proses

konversi batubara menjadi bahan bakar yang lebih bersih yaitu bahan

 bakar cair dan gas. Selain itu kecendrungan kenaikan harga minyak 

mengharuskan kita mencari bahan bakar alternatif setara dengan

minyak dalam penanganannya.

Salah satu proses yang dikembangkan untuk sumber daya energi

alternatif adalah mengubah batubara menjadi bahan bakar cair.Beberapa peneliti telah mengembangkan proses pencairan ini, dengan

model kinetika berdasar variabel konsentrasi. Proses pencairan

 batubara dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain waktu, suhu,

tekanan, kecepatan pemanasan, sifat pelarut, kualitas batubara, ukuran

 butir batubara, katalisator, dan bahan aditif. Pada penelitian tentang

 batubara ini umumnya dibahas mengenai pengaruh dari berat

katalisator, dan jenis solven terhadap konversi hasil pencairan

 batubara.

Gas alamGas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa,

adalah bahan bakar fosil berbentuk gas utamanya terdiri dari metanaa 

(Katz and Lee, 2001). Gas alam adalah sejenis gas yang dapat terbakar 

dan ditemukan di dalam batu-batuan berpori pada lapisan kerak bumi

(reservoir gas terpisah dari reservoir minyak); atau ditemukan dekat

deposit minyak mentah di dalam perut bumi (timbunan gas yang

terperangkap di antara reservoir minyak dan lapisan batuan di

atasnya). Pada tekanan yang sangat tinggi, gas tercampur atau terlarut

di dalam minyak. Komposisi senyawa penyusun gas alam berbeda

antara satu lokasi penambangan dengan lokasi penambangan yang

lain. Pada zaman dulu, satu-satunya cara untuk menemukan lokasideposit gas alam dan minyak bumi adalah dari bukti-bukti yang

tampak pada permukaan bumi, seperti rembesan minyak atau gas.

Cara yang lebih modern adalah dengan pengamatan bentuk 

 permukaan tanah. Lipatan pada permukaan tanah, membentuk 

semacam bentuk kubah (dome) menunjukkan kemungkinan adanya

deposit minyak bumi dan gas alam. Pengamatan terhadap lapisan ba-

Page 6: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 6/23

6

tuan akan memberikan informasi mengenai kandungan fluida,

 porositas, permeabilitas, umur, dan urutan proses terbentuknya

lapisan-lapisan batuan itu.

Proses pembentukan gas alam dibedakan menjadi Proses

Thermogenic, Proses Biogenic dan Proses Abiogenic. Proses

Thermogenic yaitu proses pembentukan gas alam dari sisa-sisa

tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme pada suhu dan tekanan yang

sangat tinggi di dalam perut bumi. Makin tinggi suhu dan tekanan,makin sempurna proses peruraian bahan organiknya. Oleh karena itu,

 pada deposit gas alam yang tidak terlalu dalam (sampai kedalaman 1 – 

2 mil di bawah permukaan tanah), ditemukan juga minyak bumi

dalam jumlah yang banyak. Makin dalam deposit, kandungan gas

alam semakin banyak. Pada deposit yang sangat jauh di dalam perut

 bumi, deposit mengandung hampir seluruhnya gas alam. Proses

Biogenic yaitu proses pembentukan gas alam dari dekomposisi bahan-

 bahan organik oleh mikroorganisme yang disebut methanogen.

Mikroorganisme ini ditemukan pada lapisan kulit bumi dekat dengan

 permukaan bumi, yang tidak mengandung oksigen. Gas metana yang

terbentuk biasanya hilang ke atmosfer, meskipun ada kemungkinanterperangkap di bawah tanah, sehingga dapat ditambang sebagai gas

alam. Contoh metana hasil proses biogenic adalah gas sampah

(landfill gas). Proses Abiogenic adalah proses pembentukan metana

dari reaksi antara gas H2 dan C jauh di dalam perut bumi dengan

katalis mineral yang ada di perut bumi. Karena gas alam berdensitas

rendah, begitu gas ini terbentuk, gas akan bergerak ke permukaan

 bumi melalui lapisan kulit bumi yang berpori-pori. Meskipun sebagian

metana ini dapat lolos sampai keluar ke atmosfer, beberapa

terperangkap di bawah lapisan batuan yang tidak berpori dan

membentuk semacam dome (kubah).

Minyak bumi

Minyak bumi merupakan bahan galian (tambang) yang terdapat

 pada lapisan bumi dengan kedalaman berpuluh-puluh sampai beribu-

ribu meter. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat kompleks

dari senyawa-senyawa hidrokarbon (97 – 98%) dan unsur lain dalam

 jumlah kecil seperti : belerang (S), nitrogen (N), oksigen (O),

Page 7: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 7/23

7

vanadium (V), nikel (Ni), besi (Fe), tembaga (Cu), air, dan garam-

garam terdispersi (Bradley, 1989). Senyawa-senyawa lain ini

umumnya menurunkan kualitas produk minyak bumi yang diinginkan.

Bahan bukan hidrokarbon biasanya dianggap sebagai kotoran

sehingga memberi gangguan dalam pengolahan minyak bumi didalam

kilang. Baik senyawa hidrokarbon maupun bukan akan berpengaruh

dalam menentukan cara pengolahan yang dilakukan dalam kilang

minyak (Jones, 1995). Senyawa hidrokarbon dalam minyak bumidibagi menjadi tiga golongan yaitu: senyawa hidrokarbon parafin,

naften dan aromatis. Disamping itu juga terdapat senyawa

hidrokarbon olefin dan diolefin yang terjadi karena proses

 perengkahan pada proses pengolahan minyak bumi dalam kilang

(Hardjono, 2001; Nelson, 1958). Senyawa hidrokarbon parafin

sampai dengan empat buah atom karbon, pada suhu kamar dan

tekanan atmosfir berupa gas. Senyawa hidrokarbon parafin dengan 5

sampai 15 buah atom karbon pada suhu kamar dan tekanan atmosferis

 berupa cairan dan terdapat dalam fraksi naphta, bensin, kerosin, bahan

 bakar diesel dan minyak bakar. Senyawa hidrokarbon parafin dengan

lebih dari 15 buah atom karbon pada suhu kamar dan tekananatmosfer berupa zat padat (Hardjono, 2001).

Minyak mentah yang diperoleh di alam memiliki sifat yang

 bermacam-macam, sehingga produk yang dapat diperoleh dari

 pengolahan minyak mentahpun bermacam-macam, karena itu operasi

dan proses yang digunakan di kilangpun bermacam-macam pula.

Pengolahan yang umum dilakukan adalah distilasi minyak bumi

menjadi fraksi-fraksinya dan didasarkan pada daerah didihnya dan

 produk yang diinginkan.

Aspal alamAspal alam adalah bagian dari minyak bumi yang terbentuk 

karena reservoirnya mengalami pergeseran ke permukaan bumi

sehingga sebagian gas dan minyak ringannya menguap ke udara

(Abraham, 1968). Di Indonesia aspal alam yang paling banyak 

dijumpai ada di Pulau Buton. Asbuton (aspal batu Buton) adalah suatu

 jenis aspal alam yang diperoleh dari tanah / batuan di Pulau Buton

Sulawesi Tenggara. Kandungan bahan aspal di daerah ini sangat

Page 8: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 8/23

8

 bervariasi, antara 10 % sampai dengan 70 %, tersebar di lima daerah

utama yaitu : Kabungka, Winto, Wariti, Wasiu dan Lawele. Luasan

daerah yang potensial mengandung aspal meliputi daerah dengan

 panjang 75 km, lebar 25 km dan kedalaman 30 m. Menurut perkiraan

 banyaknya cadangan deposit batuan aspal di Kabungka sendiri sekitar 

80 juta ton, sedangkan untuk kelima daerah lainnya diperkirakan

sebesar 160 juta ton. Pemanfaatan asbuton hingga saat ini masih

relatif kecil. Kecilnya pemanfaatan asbuton ini diduga berasal dari beberapa hal, yaitu (1) kandungan aspal dalam deposit tanah sangat

heterogen, (2) sifat fisis asbuton untuk jalan yang masih heterogen dan

 belum memenuhi persyaratan standar kualitas, dan (3) biaya proses

dan biaya transportasi yang relatif masih mahal. Ketiga kendala

tersebut harus diatasi untuk dapat memanfaatkan asbuton menjadi

 barang yang nilai ekonominya lebih tinggi.

Salah satu cara pemanfaatan asbuton adalah mengolah menjadi

 binder pada pembuatan aspal untuk high performance road dan proses

 perengkahan menjadi fraksi ringan dengan bantuan katalisator padat.

Katalisator logam dengan beberapa jenis penyangga dapat dibuat

untuk membantu proses perengkahan tersebut.Sampai dengan masa berakhirnya Perang Dunia I pada tahun

1918, sebagian besar produk kimia organik diperoleh melalui tiga

 jalur pengolahan yaitu fermentasi bahan-bahan organik, ekstraksi

senyawa yang terdapat dialam seperti batubara dan transformasi dari

minyak nabati. Sejak awal tahun 1920 an, yaitu sejak alkohol berhasil

dibuat dari gas kilang, maka pembuatan sebagian besar produk kimia

organik telah mampu disubstitusikan pembuatannya dengan jalur 

 proses petrokimia, sehingga industri petrokimia mulai berkembang

(Pandjaitan, 2006). Dengan teknologi yang tersedia, maka bahan baku

 petrokimia yang berasal dari batubara, gas bumi dan minyak bumi

dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Dari Batubara

Batubara dengan kadar zat terbang 18 – 32 % digunakan untuk 

memproduksi hard metallurgical coke, sedangkan batubara yang

mempunyai kualitas lebih rendah dengan kadar zat terbang sampai 40

% dan mempunyai kadar air, abu serta belerang cukup tinggi banyak 

Page 9: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 9/23

9

dimanfaatkan di industri gas, sebagai bahan bakar di Pusat Listrik 

Tenaga Uap dan pabrik semen. Disamping itu batubara dimanfaatkan

oleh masyarakat dalam bentuk briket untuk keperluan rumah tangga

dan dapat direngkah menjadi bahan bakar cair dikenal dengan coal 

liquefaction process. Istilah liquefaction yang dimaksud adalah

konversi batubara menjadi produk cair, tetapi mungkin juga produk 

tersebut berupa padatan pada suhu kamar dan tekanan atmosferik.

Dari gas bumi

Komponen – komponen gas bumi dapat digunakan sebagai

 bahan baku petrokimia, antara lain : gas metanaa dapat digunakan

sebagai bahan baku gas sintesis, CO dan H2, selanjutnya dapat

dipergunakan untuk pembuatan amonia / urea, metanaol, carbon

black , dll. Gas etana dapat dijadikan bahan baku untuk industri olefin

untuk menghasilkan bahan-bahan sintetik seperti plastik, sabun

deterjen, bahan kosmetik, dll. Gas propana dalam industri olefin dapat

dijadikan bahan baku untuk menghasilkan polipropilena yaitu suatu

 bahan plastik sintetik. Butana merupakan bahan baku untuk  pembuatan karet sintetik butadiena.

Dari minyak bumi

Melalui proses dalam kilang minyak yang didahului dengan

distilasi minyak bumi pada tekanan atmosferik akan didapat hasil – 

hasil pengilangan minyak yang disebut minyak intermediate. Produk – 

 produk ini sangat sesuai untuk dipakai sebagai bahan baku petrokimia,

namun pemanfaatannya lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan

 bahan bakar minyak seperti : fuel gas (bahan bakar kilang), gas

 propana dan butana sebagai gas penyusun utama bahan bakar LPG,mogas sebagai bahan bensin / premium, nafta sebagai bahan baku

 petrokimia untuk industri olefin dan aromatik, kerosin atau minyak 

tanah yang kalau diekstraksi dapat menghasilkan n-parafin sebagai

 bahan baku sabun deterjen, gas oil untuk bahan bakar minyak solar,

 fuel oil untuk minyak bakar dan short residue / waxy residue untuk 

 bahan bakar minyak residu lain dan juga untuk bahan baku industri

 petrokimia coke dan carbon black atau untuk industri olefin.

Page 10: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 10/23

10

Berbicara mengenai industri kimia dan petrokimia di Indonesia

 pada saat ini tidak akan terlepas dari pasokan bahan baku yang

tersedia. Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral (2007), Indonesia mempunyai cadangan dan produksi

 batubara, gas dan minyak bumi sebagai berikut : potensi batubara di

Indonesia sebesar 57 miliar ton, cadangan terbukti sebesar 19,3 miliar 

ton dan produksinya sebesar 130 juta ton per tahun; gas alam di

Indonesia potensinya sebesar 384,7 trilyun kaki kubik, cadanganterbuktinya sebesar 182 trilyun kaki kubik dan produksi pertahunya

sebesar 3,0 trilyun kaki kubik; untuk minyak bumi potensinya sebesar 

86,9 miliar barrel dan cadangan terbuktinya sebesar 9 miliar barrel

sementara produksinya sudah sebesar 500 juta barrel per tahun; untuk 

aspal alam cadangan terbukti sampai saat ini sebesar 600 juta ton dan

 belum diproduksi secara masal.

Dalam laporan yang lain produksi minyak di Indonesia menurun

dari tahun ketahun. Data tahun 1995 menunjukkan bahwa produksi

minyak di Indonesia sekitar 1,434 juta barrel per hari, sementara pada

tahun 2007 hanya sekitar 1 juta barrel per hari yang tersebar dalam 60

oil basins. Dari 60 oil basins tersebut, 22 belum ter-explorasi,sedangkan 38 sudah dieksplorasi secara extensive, dimana sebagian

 besar berada di belahan barat Indonesia. Diantara 38 oil basins tadi, 15

sudah berproduksi gas dan minyak bumi, 11 belum berproduksi dan

12 belum terbukti. Produksi minyak (crude oil) Indonesia, yang

memang kebanyakan berasal dari sumur-sumur tua, mengalami

 penurunan secara alami dari tahun ke tahun sebanyak 15 % dari total

 produksi. Namun dengan berbagai metode dalam upaya

mengoptimalkan lapangan-lapangan yang ada seperti  Enhanced Oil

 Recovery, Steam Flood  dan pengembangan lapangan-lapangan baru,

maka penurunan tersebut dapat ditahan pada level 6,7 % per tahun.

Kebanyakan cadangan minyak Indonesia berada di daratan SumateraTengah, Jawa Barat dan perairan Kalimantan Timur. Cadangan

minyak Indonesia lainnya banyak berada di perairan Kepulauan

 Natuna, dan selat Makasar di Timur Kalimantan. Sumatera Tengah

adalah daerah dengan cadangan minyak paling besar dimana Duri dan

Minas adalah lapangan minyak terbesar di Indonesia. Di Duri dan

Minas saja diperkirakan saat ini masih tersedia minyak untuk di

 produksi sebanyak 1 milliar barrel, disamping potensial recoverable

Page 11: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 11/23

11

volume diperkirakan sebesar 200 juta barrel of crude oil. Daerah-

daerah tersebut saat ini dikuasai oleh PT. Caltex Pacific Indonesia,

dimana saat ini sudah berganti nama menjadi PT. Chevron Pacific

Indonesia (CPI). Pada masa jayanya, CPI pernah memproduksi

minyak hampir 700 ribu barrel per hari, namun sejak kehilangan CPP

Blok yang dialihkan kepada Pemerintah Daerah Riau dan juga karena

mulai menuanya lapangan Duri dan Minas, maka tahun 2007

 produksinya menurun hanya 483.000 barrel per hari saja. Meskipundemikian, Indonesia masih bisa meng-ekspor hasil minyak nya

sebanyak 431.500 barrel per hari (ESDM, 2007), walaupun kemudian

harus pula meng-import sebanyak 345.700 barrel per hari, sehingga

Indonesia masih bisa disebut Net-Exporter sebanyak 85.800 barrel per 

hari atau total 31,3 juta barrel per tahun. Kondisi ini jelas menunjukan

kecenderungan penurunan jika dibandingkan pada tahun 1999, dimana

volume Net-Export Indonesia adalah 177,3 juta barrel, tahun 2000

sebanyak 120,6 juta barrel, 69 juta barrel pada tahun 2001, dan 41,7

 juta barrel di tahun 2002. Dengan melihat kecenderungan

export/import  diatas, maka para ahli berpendapat bahwa Indonesia

 bisa saja akan menjadi Net Importer, bukan lagi Net Exporter, dalamwaktu kurang dari 10 tahun. Disamping itu mesti diingat, saat ini saja,

tingkat konsumsi minyak kita per hari sudah sangat tinggi yaitu

1.044.000 barrel per hari, lebih tinggi dari produksi minyak bumi kita.

Sekitar 70 % dari Produksi Minyak Indonesia diolah untuk menjadi

Produk Bahan Bakar Minyak (BBM). Total konsumsi Bahan Bakar 

Minyak yang digunakan untuk transportasi, listrik, industri dan rumah

tangga untuk tahun 2007 mencapai 54,7 juta kiloliter. Dengan

demikian, jika tetap berproduksi sebanyak itu, maka dapatlah dihitung

dalam waktu kurang dari 20 tahun saja cadangan minyak terbukti kita

akan habis.

Di Indonesia pengolahan minyak dilakukan di delapan lokasidengan kapasitas total sebesar 1,044 juta barrel per hari dengan

 perincian UP-I Pangkalan Brandan 5.000 barrel, UP-II Dumai dan S

Pakning 170.000 barrel, UP-III Musi 133.700 barrel, UP-IV Cilacap

348.000 barrel, UP-V Balikpapan 253.500 BPSD, UP-VI Balongan

125.000 barrel, UP-VII Kasim10.000 barrel (Pertamina, 2007).

Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Bahan Bakar Minyak 

inilah yang akan membuat makin cepat habisnya cadangan minyak 

Page 12: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 12/23

12

Indonesia. Sehingga, disamping terus meningkatkan upaya penemuan

minyak baru serta pengoptimalkan sumur tua, diperlukan kesadaran

untuk menggunakan gas alam untuk mengurangi ketergantungan pada

minyak bumi.

Selain gas alam dan minyak bumi, batubara merupakan salah

satu sumber energi alternatif yang dapat disiapkan untuk pengganti

 peran dari minyak bumi. Batubara merupakan hasil tambang yang

 besar potensinya di Indonesia. Cadangan batubara Indonesia yangtelah diketahui mencapai lebih dari 19 milyar ton, sebanyak 71,6 %

diantaranya terletak di Sumatera dan 27,8 % terletak di Kalimantan.

Situasi perbatubaraan di Indonesia kini berkembang positif dengan

ditandainya kenaikan produksi, konsumsi dan ekspor yang tajam.

Produksi batubara yang pada tahun 1970 an hanya kurang dari 300

ribu ton telah meningkat menjadi sekitar 140 juta ton di tahun 2007.

Konsumsi batubara juga meningkat mencapai 70 juta ton yaitu sebagai

 bahan bakar langsung terutama pada pembangkit listrik dan pabrik 

semen disamping untuk ekspor dan keperluan industri kecil.

Dengan situasi bahan baku industri kimia dan petrokimia saat

ini, khusus dalam penyediaan minyak bumi diperkirakan Indonesiaakan mengalami peningkatan ketergantungan import bersih minyak 

 bumi secara signifikan hingga 58 % pada tahun 2020. Mengingat

minyak mentah digunakan untuk memproduksi bahan bakar serta

 bahan lainnya untuk berbagai jenis industri lanjutan, maka perlu

dilakukan cara baru untuk menaikkan produksi minyak mentah di

Indonesia. Mengingat kondisi sumur di Indonesia sudah banyak yang

tua dan sebagian lagi di daerah yang sulit dijangkau, dan dengan

 perbandingan antara  Risk  dan  Reward  yang dipandang tidak cukup

menarik untuk mengundang investasi skala besar, maka

dikeluarkanlah Peraturan Menteri ESDM No. 8 tahun 2005 pada bulan

April 2005, yang memberikan insentif bagi perusahaan minyak yangmeng-eksplorasi didaerah marginal dengan tambahan 20 %

reimbursment  dalam Cost-Recovery. Bahkan, konsep bagi hasilnya

 pun sekarang diganti menjadi 70/30 bagi Pemerintah dan Kontraktor 

untuk bidang minyak, dan 60/40 untuk Gas.

Teknologi kimia berpengaruh besar untuk memberikan

kontribusi dalam penyediaan bahan bakar minyak di masa depan.

Mengingat pengambilan minyak secara fisis sudah sulit ditingkatkan

Page 13: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 13/23

13

lagi, penggunaan bahan kimia dalam pengambilan minyak tersisa di

reservoir berpeluang besar untuk bisa meningkatkan produksi minyak 

( Enhanced Oil Recovery).

 Enhanced Oil Recovery

Seiring dengan perkembangan industri yang sangat pesat,

dibutuhkan energi dalam jumlah yang sangat besar. Saat ini kebutuhanenergi sebagian besar disuplai dari minyak bumi yang diperkirakan

akan habis pada tahun 2020 bila tidak ada upaya lain. Banyak energi

alternatif yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi

saat ini. Ada yang telah beroperasi secara komersial, namun ada pula

yang masih dalam tahap penelitian, dimana aplikasi dan kelayakannya

 perlu dicari terlebih dahulu. Batu bara dan gas bumi adalah energi

alternatif pengganti yang telah dioperasikan secara komersial untuk 

saat ini. Dalam kurun waktu terbatas (40 hingga 60 tahun) bahan

energi tersebut akan habis di gunakan karena seperti halnya minyak 

 bumi, bahan tersebut adalah bahan fosil yang tidak dapat diperbaharui

(non renewable). Energi nuklir telah dimanfaatkan oleh berbagainegara maju seperti Amerika, Jepang, Eropa (Perancis) dan lain-lain,

namun kendala pada akibat yang ditimbulkan jika terjadi kecelakaan

saat ini masih menjadi trauma masyarakat luas termasuk Indonesia.

Energi dari panas bumi, bio massa, mikrohidro, ombak, angin dan

lain-lain yang merupakan energi terbarukan (renewable) telah banyak 

dikembangkan dan beberapa negara telah melaksanakan secara

komersial dengan kapasitas bervariasi sesuai peruntukan dan potensi

sumbernya. Namun demikian dilihat dari kapasitas produksi energi

yang dihasilkan hanya memberikan kontribusi sekitar 5 % dari

kebutuhan total energi.

Melihat berbagai potensi dan kendala diatas, maka pemungutankembali sisa minyak atau  Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk 

minyak mentah yang masih tersisa disumur tua yang tersebar dalam

 jumlah banyak diseluruh Indonesia ini perlu dikaji dan dimanfaatkan

untuk memberikan kontribusi pemenuhan kebutuhan energi nasional

yang semakin meningkat dari tahun ketahun, padahal produksi energi

dalam negeri makin merosot.

Page 14: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 14/23

14

Dewasa ini cadangan minyak bumi Indonesia sekitar 9 milyar 

 barrel, dengan tingkat produksi 1,3 juta barrel per hari. Sementara itu

masih banyak sisa minyak mentah di ladang minyak yang belum

terambil (35 - 70 %) karena beberapa faktor. Menurut Lake (1989)

dan Pinczweski (1993) mekanisme recovery minyak bumi dalam

reservoir dapat digolongkan menjadi tiga.  Primary recovery yaitu

 produksi minyak bumi hanya menggunakan tenaga yang sudah ada

dalam reservoir (pergerakan air alam, ekspansi gas sumbat, pergerakan gas terlarut, dan perubahan tekanan). Secondary

 recovery yaitu produksi minyak bumi dengan memberikan injeksi

gas atau air untuk mendorong minyak keluar. Tertiary recovery 

atau proses  Enhanced Oil Recovery (EOR), yaitu setiap proses yang

dapat mengambil minyak dari dalam reservoir dengan kerja yang

lebih baik daripada teknologi konvensional ( primary dan secondary

recovery), dan umumnya menggunakan fluida-fluida yang lebih

efektif, dan disebut dengan recovery agent. 

Saat ini pelaksanaan EOR dapat diprioritaskan menjadi salah

satu solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi dimasa

datang. Alasan utama solusi ini adalah adanya ribuan sumur tua yangtidak dioperasikan lagi sejak zaman Belanda hingga saat ini karena

dipandang tidak layak lagi untuk diteruskan. Dari berbagai

 pengamatan menunjukkan sumur tua masih mengandung minyak 

mentah sekitar 30 % hingga 60 % dari kandungan asalnya. Alasan

kedua adalah proses EOR tidak memerlukan pengeboran lagi seperti

saat eksplorasi dan pembukaan sumur baru. Kegiatan yang dilakukan

adalah melanjutkan eksploitasi minyak mentah di lokasi yang telah

ada, namun dengan metoda yang berbeda, diantaranya dengan

menginjeksikan bahan yang dapat merubah sifat minyak mentah dan

air formasi dalam campurannya.

Ada tiga sebab utama mengapa masih begitu banyak minyak yang tersisa setelah perolehan dengan proses-proses konvensional.

Pertama, karena heterogenitas batuan reservoir dan masalah yang

timbul olehnya. Hanya sebagian saja dari reservoir yang dapat

dikontak atau disapu oleh fluida pendesak, sedang sebagian yang

lainnya terlampaui, tak terkontak dan tersapu. Kedua, pada bagian

reservoir yang dapat dikontak oleh fluida pendesak, tidak semua

minyak dapat tersapu, sebagian, antara 10 % - 40 % pore volume tetap

Page 15: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 15/23

15

tertahan didalam pori-pori karena tekanan kapiler (Pc) dan tegangan

antar muka (IFT) yang terlalu besar. Ketiga, kekentalan minyak yang

terlalu besar juga akan menghambat laju aliran untuk dapat diproduksi

secara ekonomis. Jadi ada tiga faktor fisik penyebab tingginya

 prosentase minyak sisa : hetrogenitas batuan reservoir, tekanan kapiler 

(Pc) dan tegangan antar muka (IFT), dan kekentalan minyak yang

tinggi.

Berbagai metoda untuk menaikkan perolehan minyak kinitengah digalakkan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Minyak yang tertinggal merupakan sasaran yang menarik untuk 

metoda EOR. EOR adalah suatu usaha untuk meningkatkan

 perolehan minyak mentah dengan cara menginjeksikan berbagai

 jenis bahan terpilih yang dapat mengubah sifat-sifat fisis dan kimia

fluida (air dan minyak) di dalam batuan reservoir. Pada dasarnya

 bahan-bahan injeksi dapat berupa bahan kimia, bahan panas, bahan

terlarut (Lake, 1989; Pinczewski, 1993; Ershagi,1994). Menurut

Pinczewski (1993) dan Ershagi (1994), proses-proses dalam EOR 

dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori utama. Chemical: 1)

Surfactant flooding, 2) Micellar Polymer Flooding, 3) Polymer Flooding, dan 4) Alkaline atau Caustic Flooding.  Thermal: 1)

Steam Flooding dan 2) Fire Flooding.   Miscible: 1) Carbon

 Dioxides Flooding, 2) Nitrogen and Flue Gas Flooding, dan 3)

 Enriched Hydrocarbon Gas Flooding. 

Untuk pelaksanaan EOR kimia diperlukan suatu pengetahuan

yang mendalam tentang bahan-bahan kimia EOR dan transport 

 phenomena, khususnya aliran dua fase dalam media berpori. EOR 

kimia meliputi semua proses yang menggunakan injeksi air yang

mengandung bahan-bahan kimia untuk meningkatkan produksi dan

 perolehan minyak. Metode ini merupakan salah satu dari tiga kategori

EOR selain thermal dan miscible process (Herbeck dkk., 1980;Barakat dkk., 1983; Gogarty, 1983, Ershagi,1994). Salah satu metoda

EOR adalah injeksi menggunakan bahan kimia yang disebut dengan

micellar-polymer flooding dimana surfaktan digunakan untuk 

menurunkan tegangan antar muka antara fluida yang diinjeksikan dan

minyak di dalam reservoir. Surfaktan mempunyai sifat – sifat berikut :

Page 16: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 16/23

16

1. Sifat paling mendasar yang dimiliki surfaktan adalah mempunyai

dua gugus berbeda, satu gugus mempunyai sifat lipophilik dan

yang lainnya hidrophilik 

2. Mempunyai struktur amphifatis dimana molekul-molekul

surfaktan terurai menjadi gugus yang mempunyai kecenderungan

 pelarutan yang berlebihan

3. Surfaktan dapat larut dalam satu fase atau lebih dalam cairan

4. Pada saat keseimbangan, kensentrasi surfaktan yang larut pada

interface lebih besar daripada konsentrasi bulk 

5. Molekul dan ion surfaktan cenderung membentuk lapisan pada

interface

Setelah minyak terlepas dari batuan, campuran minyak-air 

disapu menggunakan bahan polimer. Namun dalam pelaksanaan di

lapangan ada kendala dari bahan surfaktan dan polimer yaitu harganya

mahal dan jumlahnya terbatas, sehingga perlu dikembangkan

surfaktan dan polimer yang harganya murah dan jumlahnya banyak.

Walaupun penelitian tersebut telah banyak dilakukan orang, namunaplikasinya sendiri sering menemui kegagalan, karena selain biayanya

mahal, juga proses yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Masih terbuka cukup banyak permasalahan yang memerlukan

 penelitian di bidang riset dasar EOR yang dapat diaplikasikan di

lapangan dalam upaya EOR. Apalagi suhu dan kandungan lempung

yang relatif tinggi pada reservoir-reservoir di Indonesia lebih

mempersulit penggunaan metode kimiawi untuk usaha EOR.

Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses EOR 

dengan chemical flooding antara lain adalah: batuan reservoir,

struktur dan sifat-sifat fisis dan kimia media berpori, permeabilitas

atau distribusi ukuran pori batuan, keadaan fluida dalam media berpori, mekanisme recovery, klasifikasi proses EOR, mobilisasi

minyak sisa/residual, dan proses adsorpsi. Dalam batuan reservoir 

kadang-kadang terdapat lempung, yang umumnya mempunyai daya

adsorpsi yang kuat. Oleh karena itu, adsorpsi surfaktan oleh lempung

 perlu dipertimbangkan dalam pendesakan minyak dengan larutan

surfaktan.

Page 17: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 17/23

17

Di pasaran terdapat berbagai bahan surfaktan dan umumnya

 produk impor. Selain itu surfaktan yang ada umumnya dari turunan

minyak bumi ( petroleum base) sehingga pada waktu harga minyak 

 bumi tinggi, maka harga surfaktan juga naik. Oleh karenanya

dibutuhkan surfaktan yang bukan merupakan turunan minyak bumi,

 berharga murah dan mudah didapat. Beberapa bahan jenis bahan

 bahan kimia termasuk surfaktan sudah diuji kemampuannya dalam

 proses pendesakan minyak di Laboratorium Teknologi Minyak Bumi,Gas dan batubara, Jurusan Teknik Kimia FT-UGM. Diantara bahan

yang diuji adalah sodium ligno sulfonat (SLS). Bahan surfaktan ini

 berasal dari tumbuhan. Bahan kimia SLS adalah sejenis surfaktan

yang mempunyai kemampuan menurunkan tegangan antar muka fasa

minyak dan fasa cair dengan timbulnya fasa ketiga diantara kedua fasa

yang disebut dengan “mikro – emulsi”. Besar serta posisi fasa mikro-

emulsi menentukan kemampuan surfaktan tersebut mengangkat

minyak bumi dari reservoir. Berdasarkan data yang ada SLS

mempunyai kelarutan yang cukup besar, baik di dalam air maupun di

dalam minyak. Disamping itu lignin juga mempunyai kemampuan

sebagai emulsifying sehingga SLS dapat digolongkan surfaktan.Parameter yang dapat mempengaruhi cukup kompleks, antara lain

 jenis minyak mentah, salinitas air formasi, suhu proses, jenis batuan

reservoir serta konsentrasi surfaktan. Bahan utama untuk pembuatan

SLS adalah lignin yang banyak terdapat pada tanaman pohon. Lignin

merupakan polimer komplek yang tersusun dari unit monomer  phenyl

 propane. Lignin alam mempunyai berat molekul besar dan tidak 

mudah larut dalam air. Molekul lignin dapat dipecah dengan cara

reaksi kimia menjadi molekul yang lebih kecil dan bersifat mudah

larut dalam air sehingga dapat terpisah dari selulosa. Pemecahan

molekul lignin dan pelarutannya dikenal dengan nama pulping. Lignin

yang diperoleh dari proses pulping yang berbeda mempunyai sifat danstruktur yang berbeda pula. Ada beberapa proses yang dapat

digunakan untuk memisahkan dan melarutkan lignin dari selulosa.

Berkaitan dengan proses pembentukan SLS maka ada 2 proses yang

dimungkinkan yaitu Proses Kraft Pulping dan Proses Sulfit

Mengingat keterbatasan bahan baku, dimungkinkan mencari

alternatif lignin dari tanaman kayu yang banyak terdapat di Indonesia,

salah satunya adalah dari serabut dan tandan Kelapa Sawit. Kelapa

Page 18: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 18/23

18

sawit telah dicanangkan pemerintah sebagai primadona komoditi non

migas di subsektor perkebunan. Industri kelapa sawit terus meningkat

dari tahun ke tahun. Berdasarkan data produksi minyak sawit dunia,

saat ini Indonesia menduduki urutan kedua setelah Malaysia. Limbah

industri minyak kelapa sawit yang sebagian berupa cangkang, serabut

dan tandan buah kelapa sawit hanya terkumpul berupa onggokan

sampah yang tidak berharga. Sisa-sisa pabrik kelapa sawit ini

merupakan zat organik yang dapat mengalami pembusukan danmengakibatkan pencemaran bagi lingkungan. Menurut data statistik,

kapasitas pabrik minyak kelapa sawit di Indonesia sebanyak 2.358 ton

tandan buah segar (TBS) / jam atau sekitar 8,5 juta ton TBS/tahun.

Randemen minyak sawit berkisar 18 – 24 %, sehingga limbahnya

akan terkumpul sebanyak kira-kira 13,9 juta ton/tahun. Karena

 jumlahnya sangat melimpah dan penggunaannya yang terbatas, maka

 pemanfaatan sabut dan tandan kelapa sawit dari limbah industri kelapa

sawit merupakan alternatif yang baik untuk mengembangkan

teknologi lignin menjadi bahan surfaktan (SLS)

Polimer

Tujuan dari proses EOR sendiri adalah untuk memobilisasi sisa

minyak setelah perolehan pertama dan kedua. Hal ini dapat dicapai

apabila ada peningkatan pada proses pendesakan minyak dan

 peningkatan pada efisiensi penyapuan volumetrik. Efisiensi

 pendesakan minyak dapat dicapai dengan cara menurunkan

viskositasnya seperti pada proses EOR termal, atau menaikkan nilai

kapilernya (Nc) dengan cara menurunkan tegangan antar muka (IFT).

Sedangkan efisiensi penyapuan valumetrik dapat ditingkatkan dengan

mengontrol rasio mobilitas antara air yang mendesak dengan minyak 

yang didesak. Misalnya pemakaian bahan polimer yang dapat larutdalam air. Bahan polimer ini dapat menaikkan viskositas air, sehingga

akan memperbaiki efisiensi penyapuan.

Polimer dapat juga menurunkan kontras mobilitas karena

 perubahan permeabilitas yang disebabkan oleh kenaikan viskositas

dan proses adsorpsi dalam zona penyapuan; memperbaiki mobilitas

surfaktan slug bila diperlukan, sehingga akan memperbaiki efisiensi

 penyapuan surfaktan. Disamping itu perlu pula diteliti apakah terdapat

Page 19: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 19/23

19

interaksi antara polimer dengan surfaktan yang dapat mempunyai

 pengaruh yang berlawanan. Dalam  polymer flooding faktor-faktor 

yang harus diperhatikan ialah : stabilitas dan salinitas yang tinggi.

Polimer adalah penggabungan secara kovalen dari monomer.

Apabila monomernya sama, polimer disebut homopolimer, sedangkan

apabila monomernya berbeda, polimer disebut kopolimer. Polimer 

dapat linier atau bercabang, dan dapat diperoleh dari alam atau dibuat

secara sintesis. Polimer yang berasal dari alam misalnya selulose,hidroksietil selulose dan karboksimetil selulose. Polimer sintetis

misalnya poliakrilamida.

Polimer adalah zat yang dibuat dari molekul-molekul yang

 berukuran sangat besar, yang berfungsi sebagai pengental saat

ditambahkan ke dalam air injeksi. Selain tergantung pada konsentrasi

 polimer, viskositas larutan sistem polimer ini juga tergantung pada

 jenis polimer, salinitas, dan shear rate. Viskositas yang tinggi ini lebih

menguntungkan untuk proses pendesakan karena akan dihasilkan

 perbandingan mobilitas yang rendah antara air dengan minyak.

Polimer dapat mengurangi pengaruh yang merugikan dari variasi

 permeabilitas dan rekahan sehingga dengan demikian dapatmemperbaiki efisiensi penyapuan vertikal dan horizontal.

Dua tipe polimer yang umum digunakan adalah biopolymer 

(jenis polysaccharide), misalnya xantan dan synthetic polymer seperti

 polyacrilamide. Sebagai pengental air formasi pada proses polymer 

 flooding untuk   Enhanced Oil Recovery (EOR),  xanthan gum 

merupakan biopolimer yang ramah lingkungan dan bersifat mudah

terurai secara alami (biodegradable). Di samping itu, polisakarida

mikrobial ini dihasilkan oleh bakteri patogen yang menyerang

 beberapa jenis tanaman pertanian yang banyak terdapat di Indonesia.

Gum adalah beberapa grup senyawa polisakarida atau

turunannya yang bersifat hidrofil dan akan terhidrasi dengan baik dalam air panas maupun air dingin membentuk larutan yang kental

atau membentuk gel. Gum alami ada yang dihasilkan dari fermentasi

mikrobial. Sebagai polisakarida mikrobial,  xanthan gum termasuk 

 polisakarida ekstraseluler, atau lebih dikenal sebagai eksopolisakarida,

yaitu polisakarida yang dihasilkan oleh sel bakteri dan disekresikan

keluar dari badan sel (Bloch, 1991). Xanthan Gum (C35H49O29)n

dihasilkan oleh bakteri patogenik tanaman  Xanthomonas campestris.

Page 20: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 20/23

20

Jika ditinjau dari struktur kimianya  xanthan gum termasuk dalam

golongan heteropolisakarida dengan struktur utama yang terdiri dari

 beberapa unit pentasakarida berulang yang masing-masing unit terdiri

dari dua unit glukosa, dua unit manossa dan satu unit asam

glukoronat.

Saat ini sudah ditemukan bahan kimia surfaktan yang harganya

murah dan jumlahnya cukup banyak yaitu Sodium Ligno Sulfonat dari

limbah pengolahan industri minyak kelapa sawit. Riset ini sudahdilakukan di Laboratorium Teknologi Minyak Bumi FT-UGM sejak 

tahun 1993. Untuk polimer sudah dikembangkan poliakrilamida

(HPAM) dan  xanthan gum yang berasal dari bakteri patogenik. Hasil

dari proses pendesakan minyak skala laboratorium menunjukkan hal

yang sangat positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah

injeksi air garam, sisa minyak yang tetinggal didalam reservoir buatan

masih dapat dipungut. Hasil dari pendesakan minyak skala

laboratorium menggunakan SLS dan HPAM menunjukkan

 peningkatan perolehan minyak setelah water flooding. Dari data

 percobaan didapat peningkatan lebih dari 60 % dari sisa minyak yang

ada dapat diambil kembali menggunakan SLS dan HPAM dengankonsentrasi antara 500 - 20.000 ppm tergantung dari jenis minyak,

 porositas dan permeabilitas batuan, suhu dan tekanan reservoir dan

 jenis batuan (Purwono, dkk., 2001 dan 2004).

Apabila kondisi ini dapat diaplikasikan di lapangan – lapangan

minyak di Indonesia maka produksi minyak Indonesia dapat

ditingkatkan antara 20 – 60 %, sehingga dapat diperkirakan minyak 

yang dapat diambil akan bertahan sekitar 80 tahun lagi.

Page 21: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 21/23

21

Daftar Pustaka

Abraham, H., 1968, “ Asphalt and Allied Substances”, D. Van Nostrad 

Company Inc., New York, 98 – 126.

Argabright, Perry A., Rhudy and John S., 1984, "Oil Recovery

Process", United States Patent 4,433,727

Barakat, Y., Fortney, L.N., Schechter, R.S., Wade, W.H., and Yiv,

S.H., 1983, “Criteria for Structuring Surfactants to MaximizeSolubilization of Oil and Water”,  Journal of Colloid and 

 Interface Science, 92, 2, 56 – 573.

Bloch, S., 1991, “Empirical Prediction of Porosity and Permeability in

Sandstones”, The American Assoc. Pet. Geol. Bull.,75, 7, 1145

 – 1160.

Bradley, H.B., 1989, “Petroleum Engineering Handbook ”, 47, SPE,

Richardson, USA, 2 – 10.

Connelly, Lawrence J., Ballweber and Edward G., 1979, "Method of 

Hydrolyzing Polyacrylamide", United States Patent 4,171, 296.

Chiu, T.W., Wakeman, R.J., Harris, P.R., and Meuric, O.F.J., 1996, “

Effects of Non-Newtonian Fluid and Porous Media Parameterson Two Phase Flow in Porous Media “, Trans.I.Chem.E . , 74,

224 – 225.

Dauben, D.L., and Menzie, D.E., 1967, “Flow of Polymer Solution

through Porous Media “, J. Pet. Tech.,1065 – 1066.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2007, “Laporan

Menteri ESDM”.

Elliot, M.A. 1981, “Chemistry of Coal Utilization”, John Wiley and 

Sons, New York, 223 – 345.

Ershagi, I., 1994, “Fundamentals aspects of Chemical Oil Recovery”,

Presented at Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia,

12 – 45.Fujimoto, T., Okada, M. and Shigeo, I., 1974, “Process for Producing

a Partially Hydrolyzed Acrylamide Polymer”, United State

Patent 3, 784, 597.

Gogarty, W.B., 1983, “Enhanced Oil Recovery Through the Use of 

Chemicals-Part 1 and Part 2”, Soc. Pet. Eng. of AIME ,

Distinguished Author Series, 147 – 165.

Hardjono, A., 2001, “Teknologi Minyak Bumi”, Gadjah Mada

Page 22: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 22/23

22

University Press, 13 – 16.

Herbeck, E.F., Heintz, R.C., and Hastings, J.R., 1978, “Fundamentals

of Tertiary Oil Recovery”, Pet. Eng. Journal, Part 6, 44 – 56.

Jones, D.S.J., 1995, “ Element of Petroleum Processing”, John Wiley

and Sons, Singapore, 118 – 134..

Jonsson, B., Lindman, B., Holmberg, K. dan Kronberg, B., 2001,

“Surfactants and Polymers in Aqueous Solution”, John Willey

and Sons, New York, 224 – 241.Katz, D.L. and Lee, R.L., “ Natural Gas Engineering, Production and 

Storage”, McGraw Hill Book Company, New York, 23 – 41.

Kirk, G.W., and Othmer, D.F., 1978, " Encyclopedia of Chemical

Technology", 3rd 

ed, vol 1, John Wiley and Sons, New York,

298 – 311, 312 – 330.

Lake, L.W., 1989, “ Enhanced Oil Recovery”, pp. 1, 43, Prentice Hall,

Englewood Cliffs, New Jersey, 17 – 39.

Marle, C.M., 1981, “ Multiphase Flow in Porous Media”, Gulf 

Publishing Company, Book Division Houston, Texas, 2 – 50.

Mator, S. and Hatcs, L.F., 2001, “Chemistry of Petrochemical

Processes”, Gulf Professional Publishing, New York, 34 – 62.Meyers, R.A., 2005, “ Handbook of Petrochemicals Production

Processes”, McGraw Hill Book Company, New York, 115 – 

146.

 Nelson, W.L., 1958, “Petroleum Refinery Engineering”, 4 ed.,

McGraw Hill Book Company, New York, 32 – 56.

Pandjaitan, M., 2006, “ Industri Petrokimia dan Dampak 

 Lingkungannya”, Gadjah Mada University Press, pp. 115 – 118.

Pertamina, 2007, www.pertamina.com.

Pinczewski, W.V., 1993, “ Enhanced Oil Recovery”, Presented in

Jakarta, 2 – 140.

Pollen, H.K.V., 1980, “Fundamentals of Enhanced Oil Recovery”,Pann Well Books, Tulsa, Oklahoma, 83 – 98.

Pratap, M., Roy, R.P., Gupta, R.K. and Singh D., 1997, “ Field 

Implementation of Polymer EOR Technique”,  Journal of 

Petrolium Technology, 50, 89 – 90.

Purwono, S. and Murachman, B., 2001, “Development of Non

Petroleum Base Chemicals for Improving Oil Recovery in

Indonesia”, SPE 68768, SPE Asia Pacific Oil and Gas Conference

Page 23: Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

7/16/2019 Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Suryo Purwono Masc Phd

http://slidepdf.com/reader/full/pidato-pengukuhan-prof-ir-suryo-purwono-masc-phd 23/23

23

and Exhibition, Jakarta, Indonesia.

Purwono, S, Murachman, B., Yuliansyah, A.T., Handayani, P.A.,

Wibowo, K., and Irawan, D., 2004, “Development of Polymer 

for Improving Oil Recovery”, Proc. Regional Symposium on

Chemical Engineering 2004, Bangkok, Thailand.

Sandler, S.R., Karo, W., 1992, “Polymer Syntheses”, vol 1, Academic

Press, Inc, San Diego, 420 – 445.

Solomons., Graham, 1980, “Organic Chemistry”, Edisi ke 2, JohnWiley & Sons, New York, 33 – 78.

Sorbie, K.S., 1991, “Polymer – Improved Oil Recovery”, vol 1,

Blackie and Sons Ltd, London, 47 – 113.

Wolemuth, GL, 1968,”Water Flooding Process”, United State Patent

3, 370, 649.