physiology of cardiac energy metabolism jakarta8 agustus 2009

19
PHYSIOLOGY OF CARDIAC ENERGY METABOLISM Prof.DR.Dr. Djanggan Sargowo, SpPD, SpJP(K), FIHA, FACC, FAPSC FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA M A L A N G 2009

Upload: christianus-leonard

Post on 09-Dec-2014

116 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

PHYSIOLOGY OF CARDIAC ENERGY METABOLISM

Prof.DR.Dr. Djanggan Sargowo, SpPD, SpJP(K), FIHA, FACC, FAPSC

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

M A L A N G2009

Page 2: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

Ringkasan

Peran metabolik untuk penyakit jantung menjadi konsep yang atraktif sejak penelitian awal Sodi-Pallares dkk 5 dekade yang lalu. Dewasa ini, peningkatan perhatian pada penggunaan suplemen dan nutrisi alami untuk peningkatan daya guna otot jantung dan skeletal. Bahan tersebut termasuk asam amino seperti creatin, L-carnitin, dan L-arginin, vitamin dan kofaktor seperti α-tocopherol dan koenzim Q, Seperti molekul-molekul tersebut, D-ribosa adalah senyawa alami yang merupakan bagian glukosa dari ATP dan mendapat perhatian sebagai suplemen metabolik jantung. Hipotesis umum adalah berdasarkan kondisi patologi jantung, nukleotida (khususnya ATP, ADP, dan AMP) terdegradasi dan lepas dari jantung. Kemampuan jantung mensintesis ulang ATP terbatas oleh suplai D-ribosa, yang merupakan komponen penting dari struktur nukleotida adenosin. Untuk mendukung hipotesis ini, laporan terbaru telah digunakannya D-ribosa untuk meningkatkan toleransi iskemik miokard. Kegunaannya pada pasien CAD memperbaiki lama angina yang disebabkan latihan dan perubahan EKG. Dalam hubungannya dengan thalium imaging atau dobutamin stress echocardiography, suplementasi D-ribosa digunakan untuk meningkatkan deteksi hibernasi miokardium. Dalam paper ini, kami mengulas kembali dasar biokimiawi penggunaan suplemen D-ribosa sebagai dukungan metabolik untuk jantung dan membicarakan bukti eksperimental untuk manfaatnya.

Kata kunci : nutrisi miokardium, iskemik, hibernasi.

Summary

Metabolic support for the heart has been an attractive concept since the pioneering work of Sodi-Pallares et al. five decadesago. Recently, interest has increased in the use of over tIhe-counter supplements and naturallly occurring nutriceuticals for enhancement of cardiac and skeletal muscle performance. These include :amino acida such as creatinine, L-carnitine, and L-arginine, as well as vitamins and cofactors such as α-tocopherol and coenzyme Q. Like these other molecules, D-robose is a naturally occuring compound. It is the sugar moiety of ATP and has aIso received interest as a metabolic supplement for the heart. The generaI hypothesis is that under certain pathologic cardiac conditions, nucleotides (particularly ATP, ADP and AMP) are degraded and lost from the heart. The heart’s ability to resynthesize ATP is then limited by the supply of D-ribose, which is a necessary component of the adenine nucleotide structure. In support of this hypothesis, recent reports have used D-ribose to increase tolerance to myocardial ischemia. Its use in patients with stable coronary artery disease improves time to exercise-induced angina and electrocardiographic changes. In conjunction with thallium imaging or dobutamine stress echocardiography, D-ribose supplementation has been used to enhance detection of hibernating myocardium. In this paper, we review the biochemicaI basis for using supplementaI D-ribose as metabolic support for the heart and discuss the experimental evidence for its benefit.

Key Words: nutriceutical, myocardium, ischemia, hibernation.

1

Page 3: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

I. Pendahuluan

D-ribosa adalah monosakarida alami. Monosakarida mempunyai formula empirik

(CH2O)n, terdiri dari rantai polihidroksi karbon, dan memiliki satu karbonil oksigen. Bila

grup karbonil berada di akhir rantai, monosakarida merupakan derivat aldehid dan disebut

aldose (Gambar 1, atas). D-gliseraldehid adalah aldose yang paling sederhana. Dengan 3

rantai karbon, disebut aldostriose, dan bentuk terfosforilasinya adalah lanjutan dalam

glikolisis. D-ribose adalah 5 rantai karbon, atau aldopentose. Aldohexose, D-glukose, D-

manose, dan D-galaktose adalah monosakarida paling banyak di alam, dengan D-glukose

sebagai bahan bakar primer untuk hampir semua organisme.

Sebagai perbandingan dengan aldosa, monosakarida yang memiliki kelompok

karbonil dalam rantai karbon adalah ketosa. Diberi nama begitu karena merupakan derivat

keton (Gambar 1, tengah). Keton termasuk 5- karbon ketopentosa, D-ribulose dan D-

xylulosa. D-ribulosa-5-fosfat adalah kelanjutan sintesis D-ribosa, dan D-ribulosa-5-fosfat

dan D-xylulosa-5-fosfat adalah kelanjutan campuran glukosa.

D-gliseraldehid (Gambar 1, atas) adalah senyawa acuan untuk penamaan cabang

karbohidrat. Monosakarida, yang rantai karbon asimetrisnya terjauh dari cabang rantai

kabonil mutlak berada dalam konfigurasi yang sama dengan D-gliseraldehid, dan

didefinisikan sebagai D-glukosa. Mereka adalah glukosa predominan di alam. L-glukosa

adalah kebalikan (mirror image) dari D-yang lain (Gambar 1, bawah). Derivat L-glukosa

dapat ditemukan dalam heparin, grup antigen darah manusia, dan dinding sel bakteri.

II. Hexose Monophosphat Shunt

Langkah enzimatik dari glikolisis dan siklus asam trikkarbosilik membentuk dasar

produksi energi. Glukoneogenesis adalah kebalikan glikolisis, dan menghasilkan glukosa

dari piruvat, asam amino, atau dari laktat yang diproduksi setelah metabolisme anaerob.

Sebagai tambahan, banyak sel memiliki jalan alternatif metabolisme glukosa: Hexose

monophosphat shunt (Gambar 2). Ini bukanlah jalan primer untuk memperoleh energi

dari oksidasi glukosa tetapi menunjukkan beberapa fungsi asesori.

Salah satu tujuan dari Hexose monophosphat shunt adalah untuk mengurangi

tenaga ekstramitokondria dalam bentuk mengurangi NADPH (Gambar 2). Fungsi ini

menonjol terutama di hepar, kelenjar mammae, dan korteks adrenal, dimana NADPH

sitoplasma dibutuhkan untuk sintesa asam lemak dan sterol dari asetil koA. Fungsi kedua

adalah degradasi oksidatif pentosa makanan yang diolah dari sumber tanaman. Yang

2

Page 4: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

ketiga dan fungsi yang bisa ada dimana-mana adalah mengubah hexosa fosfat, yakni D-

glukosa-6-fosfat, menjadi pentosa fosfat, terutama D-ribosa-5-fosfat. Kemudian diubah

menjadi 5-fosfat-D-ribosa 1-pyrofosfat (PRPP) untuk sintesis nukleotida purin dan

pirimidin (Gambar 2) yang dibutuhkan oleh semua sel.

PRPP adalah molekul yang diatasnya dibangun nukleotida purin. Struktur cincin

purin dibentuk dari asam amino glutamin, glisin, asam aspartat, dan dari grup formate

serin (Gambar 3). Hal ini berlanjut menjadi IMP, AMP, dan ATP (Gambar 3). IMP juga

diubah menjadi Xanthosine monofosfat dan kemudian diatasnya nukleotida guanine:

GMP, GDP, dan GTP (Gambar 3). Nukleotida siklik, c-AMP dan c-GMP, hasil dari ATP

dan GTP, berturut-turut.

Nukleotida pirimidin, UTP dan CTP, juga dibentuk dari PRPP. Pertama, asam

orotik pirimidin dibentuk dari glutamin, ATP, CO2, dan asam aspartat. Asam orotik

kemudian difosforibosilasi dengan PRPP. Hasilnya adalah OMP lalu menjadi UTP dan

CTP.

UTP, CTP, ATP, dan GTP diperlukan untuk sintesis RNA. Deoksiribonukleotida

untuk sintesis DNA dibentuk dengan reduksi ribonukleotida difosfat (ADP, GDP, CDP,

dan UDP) menjadi deoksiribonukleotida difosfat (dADP, dGDP, dCDP, dan dUMP).

dTMP dibentuk dari dUMP dengan sintesis thymidylate. Dengan ini, D-ribosa-5- fosfat

dan PRPP yang dibentuk dengan Hexose monophosphat shunt adalah pusat sintesis

nukleotida untuk produksi ATP, reaksi nukleotida siklik, sintesis RNA dan sintesis DNA.

Gambar 1. Struktur kimia monosakarida, D-Aldosa diatas dan L Glyceraldehide, L Glukose, L Ldose dibawah (Pauly DF, J Cardiovasc Pharm Therapy, 4, 2000).

3

Page 5: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

III. Hexose Monophosphat Shunt dan Pola Penyelamatan Nukleotida pada Otot

Jantung

Hexose monophosphat shunt aktif di jaringan yang mensintesis asam lemak dan

sterol, juga aktif di jaringan yang memetabolisme pentosa makanan seperti hepar, dan

yang membutuhkan suplai nukleotida seperti pembelahan sel dengan cepat. Tidak satupun

yang merupakan gambaran mencolok jantung, Sebagai hasilnya, aktivitas enzim yang

mengontrol Hexose monophosphat shunt: glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 6-

fosfoglukonat dehidrogenase (Gambar 2) kadarnya rendah pada sel jantung.

Untuk pergantian metabotik nukleotida, jantung sering menggunakan pola

penyelamatan biokimia. Saat nukleotida degradasi, purin bebas dilepaskan. Purin bebas

kemudian dikembalikan (Gambar 3). Untuk adenosin, hal ini terjadi selama aksi adenin

fosforibosiltransferase. Hampir sama, hypoxanthin dan guanin dikembalikan menjadi

IMP dan GMP oleh aksi hypoxanthin-guanin fosforibosiltransferase.

Pola penyelamatan ini lebih efisien untuk menjaga kelompok nukleotida adenin

daripada sintesis de novo (Gambar 3). Walaupun begitu, pola penyelamatan ini

menyebabkan otot jantung rapuh di tempat nukleotida deplesi dari jantung.

Gambar 2. Metabolisme karbohidrat, glukosa 6-phosphat lewat hexose monophosphate shunt (Pauly DF, J. Cardiovascular Pharm Therapy, 5, 2000).

4

Page 6: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

IV. Fosfat Tinggi Energi dan Iskemia

Iskemik jantung adalah salah satu kondisi patologi, hal ini dapat diterapkan

dengan latihan handgrip isometrik, dimana meningkatkan demand jantung. Fosfocreatinin

normalnya membuat grup fosfat tinggi energi berjalan-jalan dari tempat ATP mitokondria

ke tempat ATP dengan protein kontraktil. Selama latihan handgrip isometrik pada pasien

dengan stenosis arteri koronaria anterior kiri atau arteri koronaria utama kiri, penurunan

sementara rasio fosfocreatin terhadap ATP dideteksi dengan P magnetic resonance

spectroscopy. Perubahan ratio fosfat tinggi energi tidak terjadi pada pasien dengan

penyakit jantung non iskemik. Selama transien iskemik miokard, rantai transport elektron

menjadi berkurang karena defisit oksigen, dan penurunan level fosfocreatin. Diikuti oleh

peningkatan level AMP dan ADP, karena refosforilasi menjadi ATP terganggu. Setelah

iskemik yang lama, level AMP dan ADP menurun karena didegradasi menjadi adenosin

oleh aksi 5-nukleotidase (Gambar 3). Adenosin kinase tidak dapat meregenerasi AMP,

karena enzim ini dihambat oleh hipoksia. Sebagai hasilnya, sel endothelial vaskular lebih

degradasi menjadi adenosin ke inosin dan hypoxanthine (Gambar 3). Hasil metabolit ini

berdifusi ke ruang vaskular dan dibuang selama periode reperfusi.

Gambar 3. Metabolisme purine nucleotide (Pauly DF, J Cardiovascular Pharm Therapy, 5, 2000).

5

Page 7: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

Tabel l. Metabolisme Nukleotida Purin pada Iskemik/Reperfusi

Iskemik ringan Batasan rantai transpor elektron Level fosfocreatine menurun AMP dan ADP meningkat

Iskemik sedang AMP menjadi adenosin Adenosin menjadi inosin dan hypoxanthine, yang berdifusi ke vaskular space Xantine oksidase mengurangi hipoxanthin menjadi asam urat; superoksidase

diproduksi Inosin/hipoxanthin/asam urat berkurang di jantung

Iskemik berat Stres oksidase dan produksi radikal bebas Penyusunan kembali mitokondria dan kehilangan fosforilasi oksidatif

Sekali hasil metabolite menembus membran sel, mereka hilang dari jantung, dan

tidak tersedia untuk pola penyelamatan nukleotida purin. Kehilangan nukleotida ini tidak

dibatasi hanya pada nukleotida adenin, tetapi dapat menyebar ke nukleotida yang lain.

Oklusi koroner selama 12 menit dihubungkan dengan penurunan yang signifikan dari

ATP, GTP, CTP, UTP, dan NAD. Selama level fosfocreatin membaik dalam mengontrol

reperfusi secepatnya, level trifosfat dan NAD terdepresi signifikan setelah 60 menit

reperfusi.

IV. Stress Oksidatif Pada Keadaan Iskemik

Asam urat adalah bentukan zat pada saat metabolisme purin dikeluarkan.

Pengeluaran hypoxantin dikurangi oleh xantin dehidrogenase pada saat menjadi asam urat

dalam suasana fisiologis. Proses tersebut membutuhkan energi. Pada saat terjadi iskemik

atau reperfusi, hypoxanthin juga dipengaruhi oleh xanthine oksidase pada saat menjadi

asam urat, dan terbentuklah oksigen radikal bebas. Sebagai tambahan, pada saat

pembentukan oksigen radikal bebas, luka iskemik memindah redoks sulfhydril dari

protein untuk lebih teroksidasi dan dengan demikian dapat mengubah regulasi dari

metabolisme substrat, terutama metabolisme asam lemak. Kumpulan asam lemak

kemudian merusak sintesa ATP melalui inhibisi langsung dari translokase adenine

nukleotida. Tujuan utama dari terapi miokardial adalah mengembalikan atau mencegah

terganggunya metabolisme tersebut sebelum terjadi onset kerusakan ireversibel.

6

Page 8: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

VI. Adenine Nucleotides pada Ischemik

Pengisian yang terganggu dari adenine nukleotida memisahkan perbaikan

fungsional dari miokardium setelah serangan iskemik derajat sedang. Pengisian ATP

tergantung dari keutuhan mekanisme biokimia untuk merepospholarisasi ADP dan AMP.

Setelah melewati masa iskemik, phosphocreatine memperbaiki diri sendiri secara cepat,

menandakan bahwa mekanisme fosforilasi biokimia berfungsi. Degradasi dan

pembersihan dari AMP dan ADP membatasi kemampuan sel dalam meregenerasi ATP.

Intervensi pertama untuk mencegah deplesi dari adenine nukleotida adalah dengan

menghambat 5-nukleotida pada saat iskemik dan menghambat degradasi dari AMP

menjadi adenosine. Cara ini mengeliminasi produksi adenosine yang mana dapat

menghilangkan efek vasodilatasi dan anti aritmia yang menguntungkan dari adenosine

tersebut. Cara lain untuk membatasi kehilangan adenosine adalah dengan menghambat

deaminase adenosine. Cara ketiga adalah memaksimalkan pengisian AMP. Dengan D-

ribose eksogen, cara tersebut dilaksanakan tanpa melalui langkah shunt dari hexosa mono

phosphate, dan menyediakan sumber independen dari PRPP untuk sintesa AMP.

VII. Pemberian suplemen D-ribose pada hewan coba

Pada jantung tikus, periode iskemik sedang (10-30 menit) secara umum dengan

hasil 50% - 70% berkurang pada tingkat ATP di miokardium. Tingkat ini pada reperfusi

ditekan untuk beberapa jam sampai hari sebelum perbaikan sepenuhnya. Pemberian

suplemen d-ribose dapat memperbaiki penundaan ATP tersebut. Pada salah satu studi,

pemberian suplemen d-ribose melalui infuse saat reperfusi dapat mengembalikan ATP

pada keadaan normal sampai 12 jam, yang mana 72 jam dibutuhkan tanpa pemberian d-

ribose. Pada studi kasus yang lain, jantung tikus terpisah yang digunakan yang mengalami

iskemik transien menunjukkan perbaikan ganda pada tingkat ATP ketika diterapi dengan

d-ribose. Hasil terapi tersebut dapat dilihat melalui P magnetic resonance spectroscopy,

yang mana menunjukkan hasil yang baik dari efek d-ribose tersebut. Mekanisme yang

lain juga bisa dilihat pada jantung anjing yang terkena iskemik. Tingkat ATP menurun

43%- 62% selama 12 sampai 30 menit serangan iskemik, dan adenosine total berkurang

35%-50%. Pada saat reperfusi tingkat ATP ini ditekan selama l-7 hari.

Pemberian suplemen d-ribose meningkatkan perbaikan di tingkat ATP pada

jantung anjing setelah iskemik. Pada model kontrol yang hanya diberi salin, hanya 10% -

20% yang mengalami perbaikan kontraktilitas selama 5 - 60 menit periode post iskemik.

7

Page 9: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

Perbaikan fungsi sistolik yang diikuti dengan iskemik tidak membutuhkan perbaikan pada

tingkat ATP. Pengembalian tingkat ATP berkurang pada jantung dengan fungsi sistol

yang normal. Konsumsi oksigen, respirasi mitokondria, tingkat phosphokreatinin, dan

kontraktilitas miokardium mengalami perbaikan lebih cepat daripada perbaikan tingkat

ATP pada beberapa model dengan transien iskemik. Hal ini menimbulkan spekulasi

bahwa pengembalian pada tingkat ATP yang tampak setelah perbaikan fungsi sistolik

mempunyai konsekuensi fungsi diastolik post iskemik.

VIII. Efek Dari Keparahan Pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik

Saat otot jantung berkontraksi dengan cepat yang disertai peningkatan konsentrasi

kalsium secara pasif, relaksasi otot jantung secara aktif menjadi lebih lama. Karena ATP

membutuhkan pompa kalsium sistolik menuju reticulum sarcoplasma, pembatasan ATP

membiarkan Ca2+ mempengaruhi troponin lebih lama saat diastole menghasilkan

disfungsi diastole iskemik memiliki perbedaan efek dari biokimia dan fungsi tergantung

derajat keparahannya (lihat tabel 1) iskemik ringan diikuti reperfusi dengan sedikit deficit

ATP. Fungsi sistol rusak atau mengalami perbaikan lebih cepat dan penurunan ATP

terjadi pada perlambatan kerusakan diastole. Iskemik sedang yang diikuti reperfusi

tampak menunjukkan penurunan ATP dan kerusakan fungsi sistol. D-ribosa memberikan

keuntungan dengan mempercepat pengembalian ATP dan perbaikan fungsi sistol. Pada

iskemik yang parah integritas metabolisme oksidasi menjadi hilang dan kerusakan

menjadi permanen.

IX. D-Ribose dan Penyakit Jantung Koroner

D-ribose tidak mempunyai efek yang signifikan pada hemodinamik jantung. D-

ribose tidak menghasilkan energi oksidatif di tempat d-glukosa atau piruvat. Keuntungan

dari d-ribosa dilengkapi untuk mengembalikan ATP melalui peningkatan ketersediaan

PRPP dan peningkatan sintesa ATP. Pada kelompok dengan pemberian d-ribose

menunjukkan hasil berupa toleransi yang lebih lama terhadap iskemik.

Pada studi yang lain menujnukkan bahwa d-ribose membantu mempertahankan

otot jantung. D-ribose melalui infuse dapat mendeteksi area otot jantung yang mengalami

hibernasi dengan menyediakan sintesa PRPP dan memperbaiki tingkat ATP yang penting

untuk uptake thallium. Pada pasien dengan iskemik yang parah, d-ribose menurunkan

kerusakan ventrikel kiri akibat iskemik seperti layaknya pemberian dobutamine.

8

Page 10: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

X. D-ribose Pada Jantung Dengan Hipertropi dan Kardiomiopati

Pembesaran jantung pada tikus dapat disebabkan oleh pengikatan aorta,

pemberian isoproterenol, atau pengobatan triodothyronine. Tingkat PRPP pada jantung

bertambah pada kasus-kasus ini. Pemberian d-ribose pada tikus dapat meningkatkan

PRPP dan memaksimalkan biosintesa adenine nucleotide. Hal ini menunjukkan bahwa d-

ribose merupakan faktor yang terbatas untuk sintesa adenine nukleotida pada jantung

coba yang mengalami hipertropi. Sebagai tambahan, hal ini mengindikasikan bahwa

pemberian suplemen eksogen dapat menyebabkan pembatasan faktor tersebut.

Dilihat dari manfaatnya terhadap keadaan hipertropi, d-ribose juga memberi

manfaat terhadap keadaan jantung dengan kardiomiopati. Pada manusia dengan gagal

jantung, level serum dari asam urat juga meningkat. Hal ini mencerminkan peningkatan

degradasi purin melalui sistem oksidasi xantin dan telah diartikan dengan peningkatan

level dari sirkulasi sitokin. Pada tikus coba dengan kardiomiopati yang diinduksi dengan

pengobatan alkohol yang kronis, d-ribose ditemukan pada beberapa menit proses. Pada

studi yang serupa dengan keadaan iskemik regional, daerah noninfark banyak ditemukan

dengan tingkat ATP yang tinggi pada tikus coba dengan pemberian D-ribose. Hal ini

menunjukkan bahwa d-ribose dapat membatasi pembesaran jantung dan kehilangan ATP

yang terjadi akibat pemberian isoprotenerol. Hubungan dengan jalur metabolik yang lain.

Secara umum, D-ribose memberi peranan penting dalam menyediakan PRPP dan

pengembalian adenine nukleotida pada kerusakan otot jantung reversible dan pada

hipertropi dan infark regional. Besarnya sel jantung yang hidup dapat diharapkan dari

keuntungan suplementasi, walaupun, mungkin tergantung dari derajat keparahan dari sel

jantung, durasi injuri, dan indeks fungsional yang diukur (antara lain fungsi sistolik vs

fungsi diastolik). Beberapa penelitian menunjukkan D-ribose meningkatkan perbaikan

fungsional pada hewan sebagai model dan juga pada manusia. Penelitian yang lain, secara

umum dengan waktu iskemik yang lebih lama (30-45 menit) menunjukkan bahwa

adenine, adenosine, atau penghambat uptake kalsium di mitokondrial berguna dalam

mempercepat pengisian ATP dan perbaikan fungsional. Tentu saja, suplemen adenosine

diberikan dengan atau tanpa D-ribose selama operasi cardio pulmonary bypass atau

operasi bypass dari koroner menunjukkan perbaikan, baik pada model hewan maupun

manusia. Hal ini menunjukkan bahwa D-ribose hanya dapat diharapkan untuk produksi

suplemen PRPP. Dengan waktu iskemik yang lebih lama tambahan jaur metabolik dapat

9

Page 11: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

berkontribusi dalam penurunan sistem, dan strategi metabolik yang lain dapat

menguntungkan.

Karena jalur-jalur yang lain, seperti homeostasis ion, pemberian perangkat

substrat, degradasi protein proteolitik, stress oksidatif, dan fungsi mitokondria

dipengaruhi oleh kerusakan iskemik transien, kontribusi dari pemenuhan metabolik D-

ribose harusnya paling bermanfaat ketika PRPP dihambat. Hal ini terlihat sebagai kasus

kerusakan awal dan perbaikan yang lambat. Sebagai tambahan, interaksi antara

pemberian suplemen d-ribose, yang mana meningkatkan pemenuhan dari ATP dan

modulator metabolik (seperti dikloro asetat, etomoxir, dan ranolazin), yang meningkatkan

penggunaan glukose setelah iskemik, adalah area sinergis penting yang berpotensi.

XII. Kesimpulan

Adanya data tersebut memberikan gambaran bahwa pemberian suplemen d-ribose

baik secara oral maupun lewat vena mempunyai manfaat klinis pada keseluruhan kondisi

pembuluh darah, termasuk iskemik, hibernasi, hipertropi dan kardiomiopati. Jalur

enzimatik yang penting untuk mensintesa d-ribose pada jantung yang intak dibatasi dan

penelitian yang bermacam-macam menunjukkan bahwa pemberian suplemen d-ribosa

mempunyai keuntungan dengan cara menambah kecepatan pemenuhan ATP

memaksimalkan perbaikan fungsi setelah injury. Selanjutnya, studi klinis pada manusia

menunjukkan hasil yang lebih jauh pada peningkatan metabolisme energi pada keadaan

jantung yang patologis.

10

Page 12: Physiology of Cardiac Energy Metabolism Jakarta8 Agustus 2009

XIII. Daftar Pustaka

Chambers DE, Parks DA. Patterson G. et al. Xanthine, oxidase as a source of free radical damage in myocardial ischemia. J Mol Cell Cardiol 17:145, 1985.

Decking UKM, Schlieper G, Droll D, et al. Hypoxia induced inhibition of adenosine kinase potentiates cardiac adenosine release. Circ Res 81:154, 1997.

Grudus-Pizlo I, Sawada SG, Lewis S, et al. Effect of D-ribose on the detection of the hibernating myocardium during the low dose dobutamine stress echocardiography (abstr). Circulation 100:1-644, 1999.

Hegewald MG, Palac RT, Angello DA, et al. Ribose infusion accelerate thallium redistribution with early imaging compared with late 24-hour imaging without ribose. J Am Coll. Cardiol 18:1671, 1991.

Katz AM. Celllular mechalnisms in congestive heart failure. Am. J Cardiol 62:3A.1988.

Kriert J.Ward HB. Bianco RW. et a1. Recovery of adenine nucleotides and cardiac function following ischemia (abstr). Circulation 68:111-389, 1983.

Leyva F, Anker SD, Godsland JF, et al. Uric acid in chronic heart failure: A marker of chronic inflammation, Eur Heart J 19:1814, 1998.

Lopaschuk GD. Alterations in fatty acid oxidation during reperfusion of the heart after myocardial ischemia. Am J Cardiol 80(Suppl 3A):11A, 1997.

Muller C, Zimmer H. Grosss M, et al. Effect of ribose on cardiac adenine nucleotides in a donor model for heart transplantation. Eur J Med Res 3:554, 1998.

Pliml W. Von Amim T. Staeblein A. et al. Effcts of ribose on exercise-induced ischemia in .stable coronary artery disease. Lancet 340:507, 1992.

Pouleur H. Diagnostic dysfunction and myocardial energetics. Eur Heart J 11(Suppl C)30, 1990.

Sata M. Sugiura S. Yamashita H, et al. Coupling between myosin ATPase cycle and creatine kinase cycle facilitates cardiac actomyosin sliding in vitro: Aclue to mechanical dysfunction during myocardial ischemia. Circulation 93:310,1996.

Sodi-Pallares D. Testelli MR, Fishleder BL, et al. Effect of intravenous infusion of potassium-glucose-insulin solution on the electrocardiographic signs of myocardial infarction. Am J Cardiol 9: 166, 1962.

Weiss RG, Bottomley PA, Hardy CJ, et al. Regional myocardial metabolism of high energy phosphate during iometric exercise in patients with coronary artery disease. N. Engl J Med. 373:1593, 1990.

Zimmer H-G, Ibel H. Effects of ribose on cardiac metabolism and function in isoprotenolol-treated rats. Am J Physiol 245:H880. 1983.

11