photo: ocha suara komunitas - humanitarianresponse.info · selamat datang ke edisi ketiga dan...

16
SUARA KOMUNITAS RESPONS GEMPA SULAWESI TENGAH BULETIN SUARA KOMUNITAS EDISI #3 MARET 2019 Photo: OCHA

Upload: ledieu

Post on 15-May-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

1

SUARA KOMUNITASRESPONS GEMPA SULAWESI TENGAH

BULETIN SUARA KOMUNITAS EDISI #3 MARET 2019

Phot

o: O

CHA

Page 2: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

2

Page 3: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

3

PALU

DONGGALA

DONGGALA

SIGI

POSO

PARIGI MOUTONG

EARTHQUAKE EPICENTRE

Makassar Strait

Gulf of Tomini

Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. Menandai enam bulan sejak kejadian bencana pada tanggal 28 September 2018, buletin ini menampilkan umpan balik yang dikumpulkan dari masyarakat terdampak gempa bumi dan tsunami

Sulawesi Tengah. Edisi ini dirancang untuk menolong pekerja kemanusiaan dalam membuat keputusan dan mengadatasi program dengan memberikan pandangan pada apa yang disampaikan masyarakat ketika bantuan berlangsung. Informasi didapat melalui upaya keterlibatan masyarakat antar organisasi termasuk diskusi dengan masyarakat terdampak dan program radio. Hal ini berisi data kuantitatif, dan informasi kualitatif yang melengkapi umpan balik para pegiat kemanusiaan yang membantu.

Suara Komunitas adalah produk Kelompok Kerja Pelibatan Masyarakat yang didukung oleh Palang Merah Indonesia (PMI), Federasi Palang Merah dan Masyarakat Bulan Sabit Merah (IFRC), UNICEF dan UNOCHA.

SELAMAT DATANG KE SUARA KOMUNITAS1

Kelompok Kerja Pelibatan Masyarakat (CEWG- Community Engagement working Group) mencakup sejumlah besar lembaga dan bertemu secara berkala di Palu untuk menyampaikan pemutakhiran umpan balik berbasis sektor dan mengoordinasi tindakan kolektif terkait isu berbagi informasi dan umpan balik serta keluhan masyarakat. Kelompok Kerja ini mengakui bahwa sangat penting untuk memahami sistem informasi setempat, termasuk saluran mana yang populer dan dapat dipercaya, dan memperhatikan pada bagaimana menolong orang-orang dengan kebutuhan khusus.

Edisi Suara Komunitas ini menggarisbawahi prioritas dan pilihan-pilihan masyarakat terdampak dengan menyajikan potret komunitas yang mengungsi dan tidak mengungsi di daerah terdampak. Kedua edisi sebelumnya menghadirkan hunian sementara sebagai prioritas, terutama bagi rumah tangga yang lebih rentan yang memiliki pilihan terbatas seperti berbagai jenis pemukiman informal yang terbaik disebutkan sebagai hunian transisi individu, baik yang dibangun secara mandiri atau oleh LSM atau perusahaan.

Disaat hunian tidak diragukan lagi tetap menjadi perhatian bagi banyak orang, edisi ini menyoroti keprihatinan masyarakat yang meluas - mengidentifikasi hunian sebagai isu yang sedang berlangsung namun melihat makanan (keragaman dan gizinya) dan barang non-makanan (NFI) sebagai prioritas bagi sebagian besar populasi terdampak terlepas dari keadaan pengungsian mereka. Umpan balik yang

CEWG PMI IFRC UNICEF OCHA

Page 4: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

4

berkelanjutan terus menunjukkan bahwa masalah perlindungan tetap tinggi dengan isu psikososial, perlindungan anak, informasi yang salah, kekerasan, serta eksploitasi dan penyalahgunaan yang diangkat melalui umpan balik.

Pada edisi pertama, umpan balik masyarakat disampaikan kepada otoritas pemerintah di Sulawesi Tengah. Masukan ini disambut baik sebagai kesempatan untuk membantu dengan lebih baik kebutuhan mendesak orang-orang yang kehilangan hunian akibat berbagai bencana ini dan Sekretaris Provinsi meminta edisi kedua untuk lebih fokus pada isu-isu kompleks sekitar hunian sementara. Prioritas ini melengkapi keprihatinan yang dinyatakan oleh banyak orang yang memberikan umpan balik dalam edisi pertama Suara Komunitas.

Pada edisi kedua, umpan balik dikumpulkan dari kelompok-kelompok tertentu di masyarakat, terutama perempuan dan kaum muda, untuk menyoroti pertanyaan dan harapan mereka terkait hunian sementara saat ini dan yang diusulkan. Sebagai bagian

dari ini, ada fokus pada harapan pusat - pusat hunian

sementara, yang juga dikenal sebagai huntara.

Pada 28 Februari, Pemerintah melaporkan tentang pembangunan 699 huntara yang direncanakan, hampir 90 persen telah selesai dengan 524 huntara tersedia bagi mereka yang tidak memiliki akses ke pilihan tempat tinggal yang lebih disukai seperti menyewa atau tinggal bersama keluarga dan teman. Namun, kendala utama tetap ada termasuk kesenjangan serius dalam layanan seperti listrik1. Hanya 154 unit yang telah memiliki daya terpasang dan berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak lanjuti Permohonan Penyedia jasa terkait dengan penyambungan daya listrik.

152 dari unit-unit itu sudah ditempati oleh 1.824 rumah tangga. Namun, perwakilan masyarakat telah menyatakan bahwa banyak rumah tangga yang dipindahkan masih menunggu Pemerintah untuk memberikan daftar nama bagi mereka yang memenuhi syarat untuk pindah ke huntara setelah mereka memiliki layanan fungsional.2

Edisi sebelumnya menyoroti kebutuhan perlindungan masyarakat termasuk fasilitas terpisah untuk perempuan dan laki-laki,

1

orang muda dan orang tua baik di hunian sementara saat ini dan yang diusulkan; seiring dengan kebutuhan akan sanitasi dan kebersihan yang lebih baik; akses ke fasilitas kesehatan; dan akses bagi para penyandang disabilitas. Edisi ini mencatat peningkatan akses ke air minum yang aman, praktik kebersihan, akses ke fasilitas kesehatan dan fasilitas sanitasi. Masih ada kebutuhan mendesak dan berkelanjutan untuk akses ke fasilitas toilet yang aman terpisah secara gender. Di pemukiman informal dengan toilet bersama, kurang dari seperempat (15 persen) rumah tangga menyatakan adanya toilet terpisah untuk pria dan wanita. Namun umpan balik yang diterima melalui anggota CEWG terus menggarisbawahi isu kualitas dan kuantitas air minum yang aman, penerangan di ruang pribadi dan publik (termasuk di fasilitas toilet), perlindungan serta keselamatan dan keamanan terkait kurangnya pintu yang dapat dikunci dan kekerasan yang berlanjut.

TINJAUAN

PEMBANGUNAN HUNTARA PEMERINTAH

TARGET BANGUNAN

90% (524) Selesai

22% (152) Sudah dihuni22% (154) Terhubung listrik

10% (175) Belum selesai

1. Laporan Kemajuan Huntara , Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 28 Februari 2019.2. Informasi yang bersumber dari perwakilan komunitas yang hadir dalam pertemuan klaster/kelompok kerja.

1,824rumah tangga di 152 unit

PEMUKIMAN INFORMAL*

15%rumah tangga melaporkan adanya toilet terpisah untuk pria/wanita

70%rumah tangga melaporkan toilet dengan cukup penerangan

*Dilaporkan oleh mereka yang menggunakan toilet komunal

Page 5: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

5

KAJIAN KEBUTUHAN MULTI-SEKTOR 2

Empat bulan setelah bencana, ada pemahaman yang terbatas tentang kebutuhan dan kerentanan masyarakat yang terkena dampak di Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk mengisi kesenjangan ini, Pengkajian Kebutuhan Multi-Sektor (MSNA)3 dilakukan oleh Humanitarian Forum Indonesia (HFI) dan Universitas Muhammadiyah Palu (UNISMUH) dengan pengawasan dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan dukungan teknis dari REACH4. Pengkajian dilakukan di 38 dari 62 kecamatan di empat kabupaten/kota terdampak di Provinsi Sulawesi Tengah. Sebanyak 4.264 rumah tangga, dengan rata-rata 49 persen kepala keluarga perempuan, disurvei antara 22 Januari dan 6 Februari 2019.

Bagian Suara Komunitas ini menyajikan gambaran singkat prioritas dan pilihan-pilihan rumah tangga serta bagaimana kelompok-kelompok bantuan telah melibatkan masyarakat dalam memberikan bantuan. Prioritas dan pilihan-pilihan masyarakat dilihat melalui orang-orang yang mengungsi dan tidak mengungsi, sedangkan MSNA sepenuhnya memberikan analisis multi-sektor yang lebih menyeluruh.

Kajian ini melihat pada populasi keseluruhan yang diwawancarai melalui MSNA, serta juga merinci tanggapan terhadap ‘rumah tangga mengungsi’ yang tidak lagi tinggal di rumah mereka (sekitar 26 persen responden) dan ‘rumah tangga non-pengungsi’ (sekitar 74 persen). Selanjutnya, analisis komparatif dari mereka yang tinggal dengan teman dan keluarga (10 persen), mereka yang tinggal di pemukiman informal (9 persen), tempat berlindung sementara di dekat rumah mereka (5 persen) dan yang sekarang menyewa sejak gempabumi (2 persen) menyoroti perbedaan dalam prioritas dan pilihan untuk masing-masing kelompok. Bagi mereka yang tidak mengungsi, gambarannya melihat mereka yang masih tinggal di rumah mereka dan mereka yang menyewa sebelum dan setelah gempabumi. Ada juga variasi penting dalam prioritas dan pilihan rumah tangga di berbagai kabupaten di Sigi, Donggala, Parigi Moutong dan Kota Palu.

PRIORITAS RUMAH TANGGA 78 persen rumah tangga dianggap makanan (keragaman dan gizinya) menjadi prioritas terpenting di awal tahun, dengan 37 persen memprioritaskan peralatan dapur dan 30 persen mempertimbangkan dukungan hunian sementara sebagai prioritas terpenting. Ada variasi untuk ini, yang tergantung pada apakah rumah tangga mengungsi atau tidak.

Mereka yang tidak mengungsi menempatkan air sebagai isu terpenting (24 persen untuk mereka yang tinggal di rumah asal dan 28 persen bagi yang menyewa rumah). Gabungan rumah tangga pengungsi dan non-pengungsi, air menempati peringkat ketiga dari pilihan keseluruhan di semua kabupaten kecuali Donggala (27 persen di Palu dan 31 persen di Sigi dan Parigi Moutong). Perawatan medis untuk rumah tangga digolongkan sebagai prioritas termasuk bagi mereka yang mengungsi dan tidak mengungsi di Sigi dan Parigi Moutong (masing-masing 32 persen dari rumah tangga).

NON-PENGUNGSI

PENGUNGSI

71%rumah asal

5%tempat tinggal sementara

di dekat rumah

3%menyewa

10%tinggai bersama teman atau

keluarga

DIMANA ORANG-ORANG SEKARANG TINGGAL5

9%pemukiman

informal

2%menyewa (setelah bencana)

3. Hasilnya ditimbang berdasarkan populasi dan dapat digeneralisasikan ke tingkat krisis dengan tingkat kepercayaan 99% dan margin kesalahan 2%.

4. REACH adalah inisiatif bersama IMPACT, anak organisasinya ACTED, dan Program Aplikasi Satelit Operasional PBB (UNOSAT). Itu dibuat pada 2010 untuk memfasilitasi pengembangan alat dan produk informasi yang meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan dan perencanaan komunitas kemanusiaan - www.reach-initiative.org

5. Disaat survei, belum ada yang menempati huntara yang dibangun Pemerintah.

makanan

bantuan hunian

peralatan dapur

pengungsi non-pengungsi

85%

47%

36%

77%

25%

37%

tampilan tiga jawaban teratas. xx% rumah tangga yang ditanyakan menyebutkan xx sebagai priorities

total

78%

37%

30%

PRIORITAS TERATAS BAGI RUMAH TANGGA

Page 6: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

6

KAJIAN KEBUTUHAN MULTI-SEKTOR 2

Makanan dan peralatan dapur secara konsisten dianggap sebagai prioritas bagi rumah tangga di semua daerah yang terdampak terlepas dari apakah rumah tangga itu mengungsi atau tidak. Makanan adalah prioritas paling umum bagi rumah tangga, berperingkat tinggi dengan rumah tangga yang tinggal di permukiman informal dan yang tinggal di tempat penampungan sementara di dekat rumah mereka sendiri (masing-masing 89 persen).

Makanan

Peralatan dapur

Bantuan hunian

Air

Layanan Medis

semua

78%

37%

30%

Palu Parigi MoutongSigi Donggala

76%

36%

30%

27%

xx%

52%

37%

30%

31%

32%

87%

40%

38%

xx%

xx%

52%

37%

30%

31%

32%

Peralatan memasak dan dapur, seprai, bantal, kasur dan tikar lebih umum diprioritaskan oleh mereka yang mengungsi daripada mereka yang tidak mengungsi. Mereka yang tinggal di Donggala menempatkan semua NFI (barang non-pangan) sebagai prioritas secara substansial lebih tinggi dibanding kabupaten lain.

Sementara makanan dan NFI diprioritaskan secara signifikan di seluruh wilayah terdampak, dukungan hunian tetap menjadi perhatian khusus bagi 26 persen dari populasi yang disurvei teridentifikasi sebagai pengungsi. Dari rumah tangga yang diidentifikasi sebagai pengungsi, sepertiga tinggal dengan teman dan keluarga (38 persen), diikuti 35 persen yang tinggal di permukiman informal (9 persen dari total), sekitar 20 persen memiliki hunian sementara di dekat rumah mereka dan hanya 8 persen dari mereka yang mengungsi teridentifikasi sebagai penyewa. Diantara populasi pengungsi, rumah tangga yang tinggal di pemukiman informal termasuk di tempat umum, tempat penampungan sementara atau bangunan umum harus diprioritaskan karena dianggap lebih rentan. Meskipun tidak berlanjut, mereka yang tinggal dengan teman dan keluarga lebih mungkin mempunyai kondisi yang lebih stabil.

PRIORITAS TERATAS BAGI RUMAH TANGGA

BARANG NON-PANGAN TERATAS YANG DIANGGAP PRIORITAS

67% 56% 57% 45%PENGUNGSI

NON-PENGUNGSI

Peralatan memasak dan peralatan dapur

Peralatan tempat tidur (seprai dan bantal)

JENIS DUKUNGAN HUNIAN YANG DIANGGAP PRIORITAS DALAM 6 BULAN KE DEPAN

61% 53% 44% 45%PENGUNGSI

NON-PENGUNGSI

Bantuan pembangunan dan perbaikan hunian

Bahan bangunan untuk hunian

Jenis dukungan tempat tinggal yang paling disukai untuk membantu rumah tangga mencapai hasil pilihan mereka selama enam bulan ke depan termasuk bantuan6 untuk membangun atau memperbaiki tempat penampungan mereka sendiri (55 persen) termasuk bahan bangunan tempat tinggal (45 persen). Dua puluh persen dari mereka yang tidak mengungsi tidak memprioritaskan apa pun untuk dukungan tempat tinggal, sementara sekitar 15 persen dari mereka yang mendapat bantuan air diprioritaskan yang terhubung ke tempat tinggal mereka selama enam bulan ke depan.

Baik bantuan (54 persen) dan bahan bangunan (36 persen) untuk membangun hunian dianggap lebih penting bagi mereka yang berada di Palu dan Donggala , masing-masing 66 persen dan 54 persen. Namun, bantuan tersebut diabaikan di Sigi dan Parigi Moutong dengan lebih dari setengah rumah tangga menyatakan tidak ada prioritas dalam bantuan hunian (masing-masing 56 persen). Bagi mereka yang menyewa sejak bencana, alat-alat konstruksi dianggap sebagai prioritas terpenting oleh 18 persen rumah tangga, dan bagi penghuni permukiman spontan, prioritasnya adalah menemukan ruang bagi hunian transisi (23 persen).

6. xx% rumah tangga yang disurvei mengatakan xx adalah 3 prioritas teratas.

Page 7: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

7

KAJIAN KEBUTUHAN MULTI-SEKTOR 2

MENDAPATKAN BANTUAN DENGAN TEPAT Sekitar 30 persen rumah tangga melaporkan menerima bantuan dalam 30 hari terakhir. Hal ini termasuk sekitar 46 persen dari mereka yang mengungsi dan 29 persen yang tidak mengungsi. Dua-pertiga dari mereka yang tinggal di pemukiman informal telah menerima bantuan dalam sebulan terakhir (66 persen). Namun, lebih sedikit dari mereka yang tinggal bersama teman dan keluarga dan mereka yang menyewa sejak gempabumi telah menerima bantuan (masing-masing 33 persen dan 18 persen). Bagi mereka yang tinggal di tempat penampungan sementara dekat rumah mereka, sekitar setengahnya baru saja menerima bantuan.

Sementara hanya 20 persen dari mereka yang tinggal di hunian asal mereka (24 persen yang memiliki dan 16 persen menyewa) menerima bantuan dalam jangka waktu yang sama, hampir semua bantuan ini diterima di Palu dan Donggala dengan rumah tangga Sigi dan Parigi Moutong masing-masing hanya melaporkan 2 persen. Jenis bantuan yang paling umum dilaporkan yang diterima dalam 30 hari terakhir adalah makanan (91 persen), air (17 persen) dan tenda (17 persen), dengan beberapa variasi tergantung pada pengaturan dan lokasi pengungsian. Contohnya, beberapa rumah tangga melaporkan menerima bantuan layanan kesehatan dan pendidikan di Sigi dan Parigi Moutong (masing-masing 18 persen dan 12 persen).

Rumah tangga yang melaporkan menerima NFI tinggal bersama teman dan keluarga (14 persen) atau menyewa sejak gempabumi (27 persen) - kelompok ini adalah satu-satunya yang melaporkan menerima dukungan hunian (22 persen) dalam 30 hari terakhir. Ini menunjukkan potensi kesenjangan dalam bantuan hunian yang tepat dan tepat waktu mengingat bahwa sekitar setengah (47 persen) rumah tangga pengungsi melaporkan tempat hunian sebagai salah satu prioritas terpenting mereka termasuk dua pertiga dari mereka yang tinggal di tempat hunian sementara di dekat rumah mereka (67 persen).

Ada sedikit variasi sumber bantuan antara rumah tangga yang mengungsi dan tidak mengungsi, atau dalam hal dimana mereka tinggal. Responden mengidentifikasi pemerintah sebagai penyedia bantuan utama dengan hampir setengah (48 persen) menyatakannya sebagai sumber bantuan yang paling umum. Namun, rumah tangga dari pemukiman informal mengidentifikasi LSM sebagai sumber paling umum (51 persen), diikuti oleh pemerintah (26 persen) dan organisasi keagamaan (14 persen). Teman-teman dan keluarga, perusahaan swasta dan universitas juga disebut sebagai sumber bantuan umum untuk keduanya, pengungsi dan non-pengungsi.

Secara keseluruhan, 69 persen rumah tangga melaporkan bahwa mereka senang dengan bantuan yang diterima dalam 30 hari terakhir. Kepuasan lebih tinggi dengan mereka yang tidak mengungsi (71 persen) dibandingkan dengan mereka yang mengungsi (65 persen). Namun, kepuasan dalam bantuan yang diterima memuncak bagi mereka yang mengungsi dan tinggal di properti sewaan. Hampir semua yang menerima bantuan dan tidak puas beralasan kurangnya jumlah (86 persen). Pertimbangan lain termasuk bantuan yang diterima tidak berguna, keterlambatan pengiriman dan kualitas buruk (semuanya kurang dari 5 persen).

KEBUTUHAN RUMAH TANGGA DIBANDING BANTUAN YANG DITERIMA

47%

56%

33%

58%

67%

22%

Total pengungsi

pemukiman informal

tinggai bersama teman atau keluarga

menyewa (setelah gempabumi)

Hunian sementara dekat rumah

3 kebutuhan teratas hunian3 jenis bantuan hunian teratas yang diterimaJenis rumah tangga

MASALAH PERLINDUNGAN TETAP ADA Isu-isu psikososial telah dilaporkan melalui berbagai saluran umpan balik dan telah dibahas dalam edisi-edisi Suara Komunitas sebelumnya. Dalam edisi kedua (Desember 2018), PMI menemukan bahwa orang-orang mengekspresikan dan menunjukkan gejala stres setelah bencana (9 persen dari keseluruhan umpan balik yang mereka kumpulkan)7. Beberapa orang tua menjelaskan bahwa anak-anak mereka mengalami mimpi buruk. Seorang wanita melaporkan bahwa putranya telah mengembangkan perilaku yang tidak biasa, sering meneriaki orang secara acak. Laporan lain mengatakan bahwa orang merasa tertekan tentang bagaimana memberi makan anak-anak dan menyekolahkan mereka karena ketidakpastian saat ini seputar mata pencaharian mereka.

Survei MSNA menegaskan bahwa kekhawatiran yang berlanjut ini tetap menjadi tantangan bagi lebih dari setengah total rumah tangga (51 persen) yang melaporkan setidaknya satu anggota keluarga mengalami tekanan emosional akibat bencana. Ini sangat memprihatinkan karena jumlahnya akan jauh lebih tinggi mengingat tekanan emosional yang dialami semua anggota keluarga, termasuk anak-anak. Kekhawatiran kritis ini memuncak dengan responden di permukiman informal (71 persen) dan bahkan pada tingkat terendah yang dilaporkan yaitu 39 persen (non-pengungsi yang menyewa), skala masalah ini adalah akut.

Donggala melaporkan sebagian besar kasus orang yang mengalami tekanan emosional akibat bencana sebesar 62 persen responden, dengan 49 persen rumah tangga Palu melaporkan masalah psikososial serupa. 7. PMI menerima umpan balik dari 225 orang melalui berbagai mode komunikasi, termasuk: hotline PMI, acara bincang-bincang radio

interaktif, disiarkan di Radio, Nebula dan RRI saluran nasional, relawan PMI bekerja bertatap muka dengan orang-orang disemua daerah yang terkena bencana di Sulawesi Tengah dan ponsel menggunakan KOBO Collect, alat survei digital.

Page 8: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

8

KAJIAN KEBUTUHAN MULTI-SEKTOR 2

tungkai dan badan), depresi berat, atau kebutaan. Masuk akal untuk menganggap bahwa kejadian gempabumi, tsunami dan likuifaksi berdampak buruk pada kehidupan orang-orang dengan kerentanan sebelum krisis yang serius. Selain itu, lebih banyak orang menjadi disabilitas fisik karena cedera akibat puing-puing atau kurangnya perawatan pasca operasi tepat waktu.

“Kami menemukan bahwa ada para penyintas yang kini menyandang disabilitas dan juga

tertekan karena tantangan fisik baru yang mereka hadapi. Kami melihat bahwa layanan

dukungan psikososial berfokus utama pada anak-anak dan perempuan, namun sayangnya, kami

belum melihat layanan ini bagi penyandang disabilitas. Di mana mereka? ”

- Mitra layanan dukungan psikososial dari CBM

Dalam kedaruratan bencana, para penyandang disabilitas kerap tidak diidentifikasi sebelum, selama, dan setelah kejadian. Hal ini sering disebabkan oleh kurangnya pengetahuan diantara relawan, staf, dan manajemen tentang disabilitas; tidak adanya dukungan atau layanan khusus yang dibutuhkan; dan tidak adanya keterlibatan aktif para penyandang diasbilitas dalam konsultasi dan proses. Dalam Konsultasi Publik di Hotel Santika pada 22 Januari 2019 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana, tercatat bahwa adanya fokus pada, dan data yang sesuai tentang kebutuhan perlindungan perempuan dan anak-anak; namun, tidak ada data tentang kebutuhan perlindungan penyandang disabilitas dan orang tua.9

PERHATIAN INFORMASIPermasalahan perlindungan juga menunjukkan kehampaan informasi, dan dalam konteks respons Sulawesi Tengah, rumah tangga seluruhnya terus mencari informasi tentang bantuan kemanusiaan umum (32 persen), mata pencaharian (22 persen) dan status perumahan (22 persen). Di Sigi dan Parigi Moutong, beberapa rumah tangga memprioritaskan kebutuhan informasi tentang perawatan kesehatan (25 persen).

Rumah tangga paling suka menerima informasi melalui interaksi tatap muka (69 persen) dengan teman-teman misalnya. Namun, mereka juga umumnya puas dengan menonton televisi (21 persen) dan menggunakan media sosial (6 persen). Panggilan suara, misalnya melalui telepon seluler dinyatakan oleh beberapa rumah tangga pengungsi (3 persen).

Pemukiman informal

Hunian sementara dekat rumah

Menyewa (setelah gempa bumi)Tinggal

bersama teman dan keluarga

Total populasi

% RUMAH TANGGA DENGAN SETIDAKNYA SATU ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI TEKANAN EMOSIONAL AKIBAT BENCANA

71%

64%

63%

57%

51%

8. Survei Kesehatan Dunia (World Health Survey), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).9. CBM (sebelumnya Christian Blind Mission), sebuah organisasi pengembangan Kristen internasional, berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup para penyandang disabilitas di komunitas termiskin di dunia.

Selain itu, sekitar 11 persen rumah tangga yang mengungsi dan tinggal di pusat-pusat kolektif mengatakan mereka memiliki setidaknya satu anak yang saat ini terpisah dari pengasuh mereka yang biasa.

Ada beberapa perbaikan dalam air, sanitasi, kebersihan, dan kesehatan. Sembilan puluh empat persen rumah tangga pengungsi mengatakan mereka memiliki akses ke air minum yang aman, dan sekitar 90 persen melaporkan akses ke air untuk mencuci tangan, 78 persen rumah tangga pengungsi melaporkan tidak ada hambatan untuk perawatan medis dalam 30 hari terakhir dan 89 persen rumah tangga pengungsi melaporkan menggunakan kakus.

Namun, masih ada kebutuhan mendesak dan berlanjut bagi orang-orang untuk mengakses fasilitas toilet terpisah secara jender. Di pemukiman informal, hanya 15 persen rumah tangga melaporkan adanya toilet terpisah untuk pria dan wanita. Meskipun banyak rumah tangga melaporkan peningkatan fasilitasi seperti penerangan dan pintu toilet yang dapat dikunci, masing-masing sebesar 70 persen dan 80 persen.

PENYANDANG DISABILITASKekhawatiran yang sedang berlangsung masih menjadi tantangan yang lebih signifikan bagi sebagian orang, dengan 3 persen rumah tangga melaporkan setidaknya satu anggota keluarga memiliki disabilitas mental atau fisik yang melaporkan sendiri. Menurut Survei Kesehatan Dunia (World Health Survey)8 sekitar 15 persen orang (15 tahun ke atas) hidup dengan disabilitas. Survei memperkirakan bahwa 2.2 persen memiliki kesulitan besar dalam berfungsi - menunjukkan kondisi seperti quadriplegia (kelumpuhan yang mengakibatkan hilangnya sebagian atau seluruh penggunaan keempat

Status tempat tinggal

Bantuan kemanusiaan umum

Mata pencaharian

pengungsi non-pengungsi

40%

28%

19%

15%

34%

23%

CELAH-CELAH INFORMASI RUMAH TANGGA

Page 9: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

9

UMPAN BALIK PEGIAT KEMANUSIAAN 3

Dari 840 pengajuan umpan balik, lebih dari tiga perempat (78 persen) disediakan oleh Proyek Multi-purpose Grant YSTC. Hasil ini sangat terfokus pada makanan dan mata pencaharian untuk 53 persen dari tanggapan. Setelah itu, dukungan hunian

tetap menjadi perhatian bagi 16 persen orang yang disurvei dan pendidikan 10 persen. Umpan balik lainnya termasuk air, sanitasi, dan kebersihan (7 persen), bantuan bantuan umum (7 persen), kesehatan (3 persen) dan perlindungan (3 persen).

Dari 840 pengiriman umpan balik, lebih dari setengahnya (54 persen) adalah permintaan bantuan yang menurut anggota masyarakat diperlukan tetapi belum tersedia. Sekitar seperempat (23 persen) adalah laporan mengenai layanan yang perlu ditingkatkan atau diubah. Sebagian besar dari seperempat terakhirnya adalah permintaan informasi tentang program (10 persen) dan pesan terima kasih (12 persen).

Sebagian besar data datang melalui mekanisme umpan balik YSTC dan PMI dengan beberapa tanggapan melalui mitra UNFPA, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan CARE. Lebih dari setengah umpan balik diterima melalui kotak pengaduan dan umpan balik (57 persen), 15 persen melalui keterlibatan langsung, 13 persen melalui hotline dan 7 persen melalui formulir umpan balik tertulis.

Melalui PKBI sebagai mitra mereka, UNFPA telah mendukung forum remaja dan pemuda di delapan lokasi sementara. Tujuannya adalah untuk membantu membangun kapasitas mereka sehingga mereka dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Ada 59 laporan umpan balik, kebanyakan isu WASH (37 persen) dilaporkan, perlindungan dan keamanan (36 persen) dan masalah hunian

(12 persen). Isu perlindungan termasuk pencahayaan di ruang pribadi dan publik (termasuk fasilitas toilet), dukungan psikososial, pelecehan dan eksploitasi, kekerasan dalam rumah tangga , masalah keselamatan, dan keamanan terkait dengan kurangnya pintu yang dapat dikunci dan kekerasan yang berlanjut.

POKOK-POKOK UMPAN BALIK

Hunian dan barang non-makanan (NFI)• Masyarakat meminta dukungan hunian sementara,

sebagian besar tidak dalam cakupan program tetapi menyadari proyek melalui jaringan mereka.

• Beberapa komunitas menyatakan puas dengan dukungan yang mereka terima.

• Beberapa orang menyatakan ketidakpuasan dengan

proses distribusi.

Ketahanan pangan dan mata pencaharian• Banyak masyarakat meminta untuk dimasukkan

dalam Proyek Multi-Purpose Grant Yayasan Sayangi Tunas CIlik (YSTC).

• Berbagai komunitas merasa tidak mendapat informasi yang cukup tentang kriteria seleksi MPG, sehingga mereka kecewa tidak dipilih.

• Beberapa rumah tangga bertanya mengapa desa

mereka tidak dipilih.

Pendidikan • Beberapa rumah tangga meminta sepatu, seragam

sekolah serta alat tulis, dan rekonstruksi sekolah.

• Beberapa orang meminta informasi lebih lanjut tentang program pendidikan.

• Ada beberapa pesan terima kasih.

UMPAN BALIK DARI KOMUNITAS

53%Ketahanan pangan dan mata pencaharian

16%Hunian dan barang

non-pangan

10%Pendidikan

Umpan balik masyarakat ini disusun oleh anggota Community Engagement Working Group (CEWG) termasuk Palang Merah Indonesia (PMI), United Nations Population Fund (UNFPA) melalui Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC)/Save the Children dan CARE International Indonesia. Sekitar 840 tanggapan dikumpulkan pada Desember 2018 dan Januari 2019, dimana lebih dari setengahnya berasal dari perempuan.

7%air bersih, sanitasi dan kebersihan

14% dll

3 SALURAN UMPAN BALIK TERATAS

57%kotak kompain/umpan balik

15%tatap muka

13%hotline

Page 10: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

10

UMPAN BALIK RADIO: NOLELEI 4

Palang Merah Indonesia (PMI) mulai menyiarkan gelar wicara interaktif mingguan yang disebut “PMI Nolelei “ bekerja sama dengan Nebula FM pada 31 Oktober. Nolelei, dalam bahasa Kaili, berarti ‘menyebarkan informasi’. Program ini mengudara setiap hari Rabu jam 8 malam untuk mendukung advokasi komunitas kolektif di sekitar penanganan darurat. Penelepon dapat mendiskusikan pertanyaan langsung dengan tamu, termasuk perwakilan dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan yang bekerja pada upaya tanggap darurat dan pemulihan di Palu.

26 DESEMBER 2018: Layanan Dukungan Psikososial Tamu: Arafat L. Malibureng Sandil, SH (Ara), Koordinator Posko PSP, PMI kab. Donggala, Koordinator Psikososial PMI Kabupaten Donggala Bapak Aldinel Fikri, Tim Professional LDP Kementerian Sosial RI, Dit. PSKBA.

2 JANUARI 2019: Informasi Hoax (berita bohong) Tamu: Syaiful Alam, Kepala Markas PMI Sulawesi Tengah Dr. Abdullah, M.T, Peneliti Pengurangan Risiko Bencana dan Bencana Alam Cahyo Nugroho, SE. S, Kepala Stasiun Geofisika BMKG

9 JANUARI 2019: Kesehatan Lingkungan Tamu: Indra Praja, Koordinator Promosi Kesehatan WASH PMI Papa Cut, Koordinator Tempat pengungsian Desa Kadongo Cikal, Relawan WASH Sigi

16 JANUARI 2019: Kode Perilaku: Bagaimana seharusnya memperlakukan dan membantu masyarakat? Guests: Moh. Hidayat Lamakarate, Ketua PMI Sulawesi Tengah Taufik Jeremias, Pimpinan Tim Promosi Kesehatan Masyarakat Oxfam Rosianto Hamid, Kepala Program operasional YSTC Budi Utama, YSTC

23 JANUARI 2019: Musim hujan tiba – Mencegah demam berdarah dan malaria. Tamu: Dwi Handayani, Senior Health Officer, IFRC Muhadi, Dinas Kesehatan Propinsi Made Suyasna, Dinas Kesehatan Propinsi

PALU

DONGGALA

SIGI

POSO

PARIGI MOUTONG

“ Berapa lama layanan dukungan psikososial tersedia di

komunitas?” - Seorang pendengar di Kota Palu“Untuk waktu yang sangat

lama sekarang, kelompok masyarakat kami telah meminta tangki air sehingga kami dapat mengakses air bersih. Namun, belum ada yang didistribusikan ” - Seorang pendengar di Balongga

“Tidak ada lagi [informasi] spanduk yang menjelaskan praktik kebersihan yang baik di kamp. Saya terus melihat sampah tergeletak di sekitar meskipun tempat sampah sudah disediakan. Bisakah PMI memberikan pendidikan tentang ini lagi? - Seorang pendengar di Biromaru , Sigi

“Ada banyak nyamuk di Kamp IDP kami. Kami perlu kelambu terutama untuk melindungi anak-anak. – Seorang pendengar di

Biromaru , Sigi

“Bisakah kamu membuat poster dalam bahasa Kaili

untuk jamban dan juga untuk gerakan promosi

kebersihan diri – Seorang pendengar di

Biromaru , Sigi

Page 11: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

11

MENDENGARKAN ANAK-ANAK 5

Sejak dimulainya keadaan darurat, banyak pengkajian kebutuhan berbeda yang telah selesai untuk menginformasikan program tanggapan dan pemulihan. Namun, tidak satu pun yang memberi anak-anak kesempatan untuk berbagi pandangan, kebutuhan dan pengalaman mereka. Meskipun mereka sering kali paling rentan dan paling terpengaruh dalam konteks darurat, anak-anak dan remaja umumnya paling sedikit dan terakhir untuk dikonsultasikan.

Untuk memastikan suara anak-anak didengar dalam operasi respons dan pemulihan ini, UNICEF, Yayasan Plan International Indonesia (YPII), Wahana Visi Indonesia (WVI) dan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) memprakarsai dan menugaskan ‘Mari kembali ke rutinitas kami’ - Mendengarkan anak-anak yang terdampak gempabumi dan tsunami Sulawesi Tengah, bekerja sama dengan Empatika10.

Sebagai bagian dari Mendengarkan Anak-anak, hampir 250 anak dan remaja ikut serta dalam kegiatan partisipasi anak. Mereka membahas dampak bencana pada kehidupan mereka, keluarga dan komunitas mereka, menjelaskan perasaan dan emosi mereka, berbagi bagaimana dan di mana mereka menghabiskan waktu mereka, dan apa yang mereka butuhkan untuk pulih dan kembali ke rasa normal. Bagian ini hanya menyajikan kutipan dari karya penting ini.

Suara Komunitas sangat menyarankan agar laporan dibaca11 secara keseluruhan. Mendengarkan Anak-anak menghadirkan pemahaman menyeluruh tentang pandangan, kebutuhan, dan pengalaman anak-anak dan remaja, membantu menginformasikan program-program lintas praktisi kemanusiaan dan pembangunan untuk memastikan mereka sesuai dan relevan, benar-benar menangani kebutuhan anak-anak dan remaja, dan mendukung mereka dalam pemulihan.

UMPAN BALIK RELOKASI Kemungkinan relokasi telah dibahas di banyak lokasi dengan anak-anak usia sekolah dasar dan remaja. Di beberapa kasus, seperti di dua lokasi Donggala12, anak-anak mengangkat isu itu sendiri ketika membicarakan disaat mereka di bukit segera setelah gempabumi. Beberapa anak di Donggala Berbatu berbagi bahwa mereka merasa harus membangun kembali rumah mereka di perbukitan di belakang komunitas karena akan lebih aman, dan juga memiliki pemandangan yang indah.

10. Empatika adalah perusahaan internasional kecil independen yang berspesialisasi dalam penelitian dan pelatihan yang berpusat pada orang . Mereka memberikan wawasan mendalam dan pandangan segar tentang bantuan dan program pembangunan melalui penelitian dan pelatihan partisipatif dan pengalaman.11. Anda dapat melihat laporan secara penuh dalam Bahasa Inggris dan Indonesia melalui tautan: https://reliefweb.int/node/304300312. Silakan mengacu ke peta di halaman 13 untuk lokasi-lokasinya.

Di Donggala Wisata, anak-anak mengakui bahwa meskipun mereka tahu bukit-bukit di belakang komunitas mereka akan menjadi daerah paling aman, mereka ingin membangun kembali di sepanjang jalan utama yang tidak langsung di sepanjang pantai seperti kebanyakan rumah mereka sebelumnya. Mereka mengatakan alasan mereka adalah karena bukit-bukit itu sebenarnya ‘terlalu jauh dan kita akan kesepian.’ Mereka menjelaskan bahwa beberapa teman mereka sudah tinggal di sepanjang jalan utama (dari sebelum gempa bumi) sehingga mereka akan lebih bahagia di sana. Ditambah lagi, kata mereka, masih mudah bagi ayah mereka untuk pergi memancing.

Di Kota Palu, cukup jelas bahwa keluarga yang tinggal di pantai harus pindah. Tampaknya sekolah dasar juga perlu dipindahkan walaupun anak-anak tidak menyebutkan kemungkinan ini. Namun, ketika membahas di mana rumah baru mereka, seorang gadis di sekolah dasar mengatakan rumah berikutnya seharusnya, ‘bersih, jauh dari laut, sehat dan nyaman [dengan banyak teman di

sekitar].’ Beberapa gadis remaja berbagi sentimen serupa - ‘harus

memiliki lingkungan yang bersih, rumah tahan gempa, dan lebih tinggi.’

Di Sigi Gunung, ketika beberapa gadis remaja dari desa tetangga mengatakan bahwa mereka telah mendengar desas-desus bahwa mereka tidak dapat membangun kembali di lokasi yang sama, beberapa anak yang lebih kecil bersikeras bahwa orang tua mereka akan membangun kembali di tempat yang sama. Seorang ibu dari desa tetangga dengan bayi berusia empat bulan menceritakan kejadian gempabumi tahun 2012 yang menghancurkan banyak rumah dan menjelaskan bahwa mereka telah membangun kembali setelah itu dengan menggunakan kayu dan bukan batu bata dengan harapan tidak akan rusak dikarenakan gempabumi. “Jadi bagi saya,

dua kali sudah cukup,” katanya ketika rumah kayunya hancur lagi dalam gempabumi terakhir ini.

ENAM KUNCI UTAMA YANG DIBAGIKAN ANAK-ANAK ADALAH:

1. Mereka ingin rasa normal kembali pulih sesegera mungkin - rutinitas yang mengisi hari dan membuat mereka merasa positif. Ini berarti jam sekolah yang tepat dan pelajaran (meskipun di lokasi sementara), tempat bermain, ruang ‘nongkrong’, dan kegiatan terstruktur (anak-anak muda) atau peluang terstruktur untuk membantu sesama dan berkontribusi pada upaya pemulihan.

2. Mereka merasa bersyukur telah selamat dan menggambarkan empati yang lebih kuat, altruisme, dan perhatian terhadap sesama dibandingkan sebelum gempabumi.

3. Mereka terkadang merasa takut dan emosional, namun tampaknya ada pemahaman dan kesadaran terbatas tentang kegiatan pemulihan yang tepat untuk anak-anak.

4. Mereka membutuhkan jaminan bahwa pelajaran dapat diambil tentang lokasi dan bahan konstruksi yang digunakan di hunian dan fasilitas di masa depan.

5. Mereka makan lebih sedikit, dengan makanan yang kurang beragam.

6. Remaja menerima bantuan dan dukungan yang lebih sedikit daripada anak-anak usia sekolah dasar.

Rasanya semua mulai normal kembali”

- Anak-anak berbagai usia SD, Donggala

Page 12: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

12

MENDENGARKAN ANAK-ANAK 5

KEBUTUHAN PSIKOSOSIALPengerjaan konstruksi bangunan yang ditingkatkan dan bahan-bahan yang lebih aman juga dapat membantu anak-anak merasa tidak takut berada di dalam rumah mereka dan bangunan lain seperti

sekolah mereka. Mengingat banyaknya anak yang menyatakan lebih emosional dan masih sering takut, anak-anak juga mungkin kurang memiliki kegiatan dan ruang yang tepat untuk menangani perasaan ini. Berdasarkan pengalaman, seperti yang disarankan dalam laporan, mungkin ada peluang untuk memperkenalkan berbagai jenis kegiatan untuk membantu anak-anak pulih seperti yang lebih diarahkan pada relaksasi daripada kegiatan kelompok aktif yang lebih teratur dan aktif.

Penting juga bahwa kegiatan yang disebut sebagai ‘penyembuhan

trauma’ tidak menjadi identik dengan kegiatan fisik, atau dengan hanya memberi tahu orang-orang tentang trauma, seperti yang terjadi di Kota Palu. Dalam hal ini, remaja laki-laki mengatakan ada sesi ‘penyembuhan trauma’ yang terdiri dari presentasi PowerPoint yang berbicara tentang ‘apa itu trauma dan bagaimana

Anda bisa mengatasinya.’ Pemahaman terbatas tentang apa ‘penyembuhan trauma’ dapat menutup kemungkinan untuk jenis keterlibatan lain dan adanya risiko orang dewasa mengabaikan keperluan dukungan psikososial anak-anak tambahan karena telah ada kegiatan penyembuhan trauma.

Perlu disadari bahwa dalam bekerja dengan anak-anak dan remaja, mereka tidak terbiasa menceritakan perasaan mereka. Para remaja terutama mengatakan, setelah merasa malu dan bimbang diawal, bahwa mereka menghargai tentang berbagi perasaan mereka, terutama dalam kelompok kecil dan saling mendukung.

“Disuruh main, disuruh nyanyi”

- seseorang di Sigi Bawah menggambarkan apa itu ‘

pemulihan trauma ’

“Saya tidak bisa pikir siapapun; orang-orang

upaya menyelamatkan diri sendiri”

- remaja pria, 14, Sigi Lower

SALAH INFORMASI DAN KECEMASANKebanyakan anak-anak menerima informasi dari orang tua, teman mereka, dan melalui saluran obrolan dan media sosial. Baik anak-anak dan remaja di banyak lokasi berbicara tentang adanya informasi

bohong melalui SMS atau chat / media sosial (baik di ponsel mereka atau ponsel orang tua atau teman) tentang bencana yang mungkin terjadi di masa depan bersama dengan video viral yang nampaknya berasal dari saat gempabumi dan tsunami.

Anak-anak mengatakan hoax (berita bohong) sering membuat mereka merasa lebih khawatir tentang kemungkinan bencana lain. Gadis-gadis remaja di Sigi Gunung menggambarkan satu video yang membuat gempabumi terlihat seperti ‘Pengocok,’ sementara anak laki-laki berbicara tentang video di mana bumi ‘retak terbuka.’ Remaja di kedua lokasi Palu mengatakan bahwa ada banyak tipuan sejak gempabumi mengklaim bahwa akan ada lagi gempabumi dan / atau tsunami. Mereka menjelaskan bahwa salah satu rumor terbesar adalah bahwa Jepang, yang dianggap ahli dalam meramalkan gempa bumi, memperkirakan bahwa akan ada gempa bumi lagi pada 15 Desember [2018] yang akan lebih besar daripada gempabumi pada 28 September [2018] .

Remaja mengatakan bahwa kata Jepang membuat banyak orang percaya rumor ini, termasuk orang tua mereka. Di Kota Palu , remaja berbagi cerita ini, dan meskipun mereka telah menyadari bahwa sebagian besar pesan ini adalah tipuan, mereka masih takut. Beberapa juga mengatakan bahwa orang tua mereka masih percaya banyak tipuan dan kadang-kadang akan panik dan meminta keluarga untuk berkemas dan pergi. “Kami tidak suka ketika mereka

panik,” kata kelompok itu.

“Orang tua saya meminta kami untuk mengepak

barang-barang kami larut malam [karena berita

bohong]” - gadis remaja, 15, Kota Palu.

Berita bohong juga disebut sebagai masalah oleh anak-anak di Palu dan Donggala Wisata serta remaja pria di Sigi Gunung. Di Donggala Wisata, anak-anak sekolah dasar mengatakan baru-baru ini ada SMS yang konon dari BMKG Indonesia yang memprediksi

gempa yang akan datang. Mereka menjelaskan bahwa pesan-pesan lain seperti ini biasanya dimulai dengan kata ‘PERINGATAN ’dalam semua huruf kapital dan sertakan perincian spesifik tentang besarnya, tanggal dan waktu gempabumi. Remaja, khususnya, mengatakan mereka ingin informasi yang lebih handal, sehingga mereka tahu dan tidak perlu khawatir tentang itu dan khususnya, dapat membantu orang tua mereka untuk tidak mempercayai informasi yang salah. Radio tidak disebutkan sebagai sumber informasi yang signifikan.

Ada kebutuhan untuk berbagi informasi yang meningkat terkait dengan tipuan ini, seperti membantu orang lebih memahami apa yang harus dicari dalam pesan untuk menunjukkan apakah suatu pesan sebenarnya dari pemerintah daerah atau nasional dan mengirim pesan masif yang melawan informasi berita bohong yang baru diterima. Memperbaiki situasi ini juga dapat melalui cara-cara yang lebih mudah seperti memasang papan pesan sederhana di komunitas, misalnya dekat POSKO utama.

RUTINITAS DAN SEKOLAHAnak-anak di semua lokasi berbicara tentang bagaimana kegiatan sehari-hari yang teratur membantu mereka merasa lebih ‘normal’ dan bagaimana ini adalah alasan utama mereka merasa

lebih baik. Sekolah adalah kegiatan tunggal paling kuat yang membawa keteraturan, dan pengaruhnya serta pentingnya juga dilihat melalui kebutuhan primer yang diidentifikasi anak-anak. Mengingat situasi ini, sepertinya ketika kebutuhan mendesak seperti makanan, air dan tempat hunian darurat telah terpenuhi setidaknya sebagian, satu hal terpenting yang harus dilakukan untuk anak-anak setelah bencana adalah untuk memulai sekolah kembali sesegera mungkin.

Secara umum, anak-anak juga mengatakan bahwa ruang sekolah itu sendiri kurang penting dibanding kehadiran sekolah dalam wujud tertentu. Beberapa anak mengeluh tentang ruang sekolah sementara berbentuk tenda, karena mereka merasa tenda itu ‘panas’ dan ‘sempit.’ Beberapa anak yang mengeluh tersebut juga mengakui bahwa pada saat yang sama mereka suka karena keadaan

Page 13: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

13

MENDENGARKAN ANAK-ANAK 5

terasa ‘rame’ (ramai). Anak-anak tampaknya lebih suka struktur sekolah sementara yang terbuat dari bahan-bahan seperti bambu dengan atap terpal atau seng dibandingkan tenda karena cenderung memiliki sirkulasi udara yang lebih baik.

KESADARAN DAN KEPEDULIAN ANAK-ANAKBaik remaja maupun anak-anak di kebanyakan lokasi menyatakan kesadaran tentang apa yang mereka maksud sebagai situasi sulit yang dihadapi orang tua mereka, termasuk kurangnya pekerjaan dan/atau penghasilan. Anak-anak menggambarkan betapa sibuknya

orang tua mereka, kecenderungan ibu untuk lebih mudah marah, dan fakta bahwa orang tua belum kembali ke rutinitas kerja mereka. Kesadaran anak-anak tentang bagaimana keadaan telah berubah juga mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan teman-teman mereka dalam beberapa hal, seperti di Donggala Wisata, dimana anak-anak mengatakan bahwa mereka tidak marah dengan teman-teman mereka seperti dulu karena mereka bersyukur masih punya teman. Anak-anak menunjukkan ketangguhan yang berbeda dalam menghadapi bencana ini dan tampaknya sangat mungkin (dan mungkin juga tidak aneh) bahwa orang tua dan orang dewasa mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan situasi mereka saat ini dan / atau kembali ke rutinitas mereka yang biasa. Bagaimanapun, gadis remaja di Kota Palu yang berkomentar bahwa mungkin orang tua mereka yang lebih membutuhkan ‘penyembuhan trauma’ daripada diri mereka sendiri.

MELIBATKAN REMAJARemaja punya keinginan yang kuat untuk ‘membantu’ keluarga mereka, dan terutama untuk anak laki-laki di Donggala Berbatu dan kedua lokasi di Sigi, di mana komunitas mereka pulih dari bencana. Namun, anak-anak ini mengakui bahwa mereka tidak

sepenuhnya tahu bagaimana membantu komunitas mereka. Ada kesempatan untuk melibatkan remaja laki-laki secara khusus, tentang apa yang sedang terjadi di dalam dan di sekitar komunitas mereka , dan memberi mereka kesempatan untuk membantu dengan kegiatan yang berhubungan dengan pemulihan dan acara komunitas lainnya.

PERBEDAAN ANTARA ANAK-ANAK YANG ‘SANGAT TERPENGARUH’ DAN ‘KURANG TERPENGARUH’

Perbedaan antara anak-anak yang paling parah terkena dampak dan yang paling tidak terpengaruh terutama terlihat di lokasi-lokasi Palu, di mana para peneliti menemukan bahwa anak-anak sangat sadar akan fakta bahwa beberapa dari mereka sangat terpengaruh

oleh gempabumi dan tsunami sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh sama sekali. Ketika memberikan bantuan dan / atau merancang program untuk anak-anak yang terkena dampak, penting untuk mempertimbangkan isu-isu kesenjangan yang dirasakan ini agar anak-anak tidak merasa dikucilkan atau distigmatisasi.

Proyek ini memilih dua lokasi di masing-masing Palu, Donggala dan Sigi berdasarkan data sekunder yang berupaya

mengidentifikasi daerah-daerah yang lebih terkena dampak dan tertinggal. Proyek ini sengaja memilih lokasi

pedesaan dan perkotaan, yang di pantai dan pedalaman. Sebanyak 244 anak berpartisipasi. Seratus lima puluh adalah

anak-anak usia sekolah dasar (54 persen perempuan, 46 persen laki-laki) dan 94 remaja usia sekolah menengah (52

persen perempuan 48 persen laki-laki). Studi ini juga berinteraksi dengan wanita hamil dan pengasuh anak kecil

untuk memasukkan perspektif mereka.

PALU

DONGGALA

DONGGALA

SIGI

POSO

PARIGI MOUTONG

EARTHQUAKE EPICENTRE

TSUNAMI AFFECTED AREAS

Makassar Strait

Gulf of Tomini

TOTAL ANAK YANG BERPARTISIPASI

ANAK-ANAK USIA SEKOLAH DASAR

REMAJA USIA SEKOLAH MENENGAH

LOKASI-LOKASI PROYEK

Page 14: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

14

CATATAN6

Page 15: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

15

KELOMPOK KERJA KETERLIBATAN MASYARAKAT (CEWG)Kelompok Kerja Pelibatan Masyarakat (CEWG) mendukung kerja kolektif pada keterlibatan masyarakat dan akuntabilitas. CEWG mendukung klaster melalui:

• Koordinasi lintas sektoral dari penyediaan informasi kepada masyarakat yang terkena dampak;

• Mengintegrasikan pandangan masyarakat terdampak dalam pengambilan keputusan dan koordinasi program;

• Mendorong dan memampukan masyarakat terdampak untuk mengomentari kinerja pegiat kemanusiaan.

UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT Odie Seumahu Koordinator, Community Engagement Working Group (CEWG)Email: [email protected]: +62 811 3827 274

Titi MoektijasihHumanitarian Affairs Analyst, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA)Email: [email protected] Mobile: +62 811 987 614

Aulia ArrianiKepala Biro Humas dan Focal Point pelibatan masyarakat Palang Merah Indonesia (PMI)Email: [email protected] Mobile: +62 816 795 379

Pada tanggal 28 September 2018, serangkaian gempabumi melanda provinsi Sulawesi

Tengah Indonesia, gempabumi terkuat 7,4 M dengan pusat gempa yang dekat dengan ibukota

provinsi, Palu. Setelah gempabumi, tsunami yang diikuti tanah longsor dan likuifaksi, sekitar

2.087 orang dinyatakan meninggal dunia, dan banyak lagi yang dikhawatirkan meninggal.

Infrastruktur dan layanan dasar sangat terpengaruh, dan ribuan orang telah mengungsi di

tempat penampungan sementara atau dengan keluarga penampung dan teman.

Page 16: Photo: OCHA SUARA KOMUNITAS - humanitarianresponse.info · Selamat datang ke edisi ketiga dan terakhir dari Suara Komunitas. ... berfungsi, belum maksimalnya pihak PLN dalam menindak

16

SUARA KOMUNITASRESPONS GEMPA SULAWESI TENGAH