petrol ogi
TRANSCRIPT
Petrologi (Seluk Beluk Batuan)
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan
dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan
tiga tipe batuan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri
berasal dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti “batu”. Petrologi batuan
beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti
granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma).
Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik. Petrologi batuan
sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan
seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung partikel-partikel
sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).
Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan
metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari
batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi
atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu, atau keduanya).
Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis,
dan analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli
petrologi modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam
penelitan kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data
termodinamika dan eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi
eksperimental menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk
menyelidiki geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis
pada tekanan dan suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya
berguna utuk menyelidiki batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian
atas yang jarang bertahan dalam perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.
1. Pengertian Batuan Beku
Batuan beku merupakan batuan yang terjadi dai pembekuan larutan silica
cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma. Karena tidak adanya
kesepakatan dari para ahli petrologi dalam mengklasifikasikan batuan beku
mengakibatkan sebagian klasifikasi dibuat atas dasar yang berbeda-beda.
Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan klasifikasi pada
berbagai lapangan pekerjaan dan menurut kegunaannya masing-masing. Bila
kita dapat menggunakan klasifikasi yang tepat, maka kita akan mendapatkan
hasil yang memuaskan.
2. Penggolongan Batuan Beku
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan utama yaitu
berdasarkan genetic batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung,
dan berdasarkan susunan mineraloginya.
2.1 Berdasarkan Genetik
Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan kadang-kadang
mengandung gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan beku
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di bawah permukaan
bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya terdiri
atas kristal-kristal (struktur holohialin). contoh :Granit, Granodiorit, dan
Gabro.
b. Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celah atau pipa
gunung api. Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga
batuannya terdiri atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur
dengan massa dasar sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh batuan
ini dalah Granit porfir dan Diorit porfir.
c. Batuan beku luar (efusif) ,terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses
pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal.
Struktur batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan
Batuapung.
2.2. Berdasarkan Senyawa kimia
Berdasarkan komposisi kimianya batuan beku dapat dibedakan menjadi:
a. Batuan beku ultra basa memiliki kandungan silika kurang dari 45%.
Contohnya Dunit dan Peridotit.
b. Batuan beku basa memiliki kandungan silika antara 45% – 52 %.
Contohnya Gabro, Basalt.
c. Batuan beku intermediet memiliki kandungan silika antara 52%-66 %.
Contohnya Andesit dan Syenit.
d. Batuan beku asam memiliki kandungan silika lebih dari 66%. Contohnya
Granit, Riolit. Dari segi warna, batuan yang komposisinya semakin basa
akan lebih gelap dibanding yang komposisinya asam.
2.3. Berdasarkan susunan mineralogi
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat
mencrminkan sejarah pembentukan battuan dari pada atas dasar kimia.
Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi
pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan
keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti
bahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik
menggambarkan pembkuan yang cepat. Dalam klasifikasi batuan beku
yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur batuan beku yang didasarkan pada
ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi :
a. Batuan dalam Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang
menyusun batuan tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
c. Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
d. Batuan lelehan Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak
dapat dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Menurut Heinrich (1956) batuan beku dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa keluarga atau kelompok yaitu:
1. keluarga granit –riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa, alkali
felsparnya melebihi plagioklas
2. keluarga granodiorit –qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, Na Plagioklas
dalam komposisi yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
3. keluarga syenit –trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid tidak
dominant tapi hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang
plagioklas juga tidak hadir
4. keluarga monzonit –latit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid hadir
dalam jumlah kecil, Na-Plagioklas seimbang atau melebihi K-Felspar
5. keluarga syenit – fonolit foid: felsik, mineral utama felspatoid, K-Felspar
melebihi plagioklas
6. keluarga tonalit – dasit: felsik hingga intermediet, mineral utama kuarsa
dan plagioklas (asam) sedikit/tidak ada K-Felspar
7. keluarga diorite – andesit: intermediet, sedikit kuarsa, sedikit K-Felspar,
plagioklas melimpah
8. keluarga gabbro – basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas
(Ca), sedikit Qz dan K-felspar
9. keluarga gabbro – basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama
felspatoid (nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak
hadir
10. keluarga peridotit: ultramafik, dominan mineral mafik (ol,px,hbl),
plagioklas (Ca) sangat sedikit atau absen.
3. Faktor-Faktor yang Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Beku
a. Warna Batuan
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral
penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma
asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya,
kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan. Batuan beku yang
berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas
mineral-mineral felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit. Batuan
beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet
diman jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku
basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
b. Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang
berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada
pengamatan dalam skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan beku
struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif : bila batuan pejal,tanpa retakan ataupun lubang-lubang
gas
b. Jointing : bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-
retakan.kenapakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi
lagi menjadi 3 yaitu: Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling
berhubungan.
Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun
lubang gas.
d. Amigdaloidal : bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral
sekunder.
c. Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral
yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk
butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan
berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur
berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur
merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi.
Pengamatan tekstur meliputi :
1. Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi batuan beku dibagi menjadi:
Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk kristal-
kristal.
Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal dan sebagian lagi berupa
mineral gelas.
Holohialin, jika seluruhnya terdiri dari gelas.
b. Ukuran kristal
Ukuran kristal adalah sifat tekstural yang paling mudah dikenali.ukuran
kristal dapat menunjukan tingkat kristalisasi pada batuan.
c. Granularitas
Pada batuan beku non fragmental tingkat granularitas dapat dibagi menjadi
beberapa macam yaitu:
Equigranulritas Disebut equigranularitas apabila memiliki ukuran kristal
yang seragam. Tekstur ini dibagi menjadi 2:
Fenerik Granular
bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata telanjang
Afinitik
apabila ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang atau
ukuran kristalnya sangat halus.
Inequigranular Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat
dibagi lagi menjadi :
Faneroporfiritik bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-kristal yang
kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafinitik,bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang tidak dapat
dikenali dengan mata telanjang.
Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memilimki tekstur gelasan apabila
semuanya tersusun atas gelas.
4. Bentuk Butir
Euhedral, bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
Subhedral,bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
Anhedral, berbentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal
yang tidak sempurna.
Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi 4
yaitu:
1. Kelompok Granit –Riolit Berasal dari magma yang bersifat
asam,terutama tersusun oleh mineral-mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na,
kadang terdapat hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
2. Kelompok Diorit – Andesit Berasal dari magma yang bersifat
intermediet,terutama tersusun atas mineral-mineral plaglioklas, Hornblande,
piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas dalam jumlah kecil
3. Kelompok Gabro – Basalt Tersusun dari magma yang bersifat basa dan
terdiri dari mineral-mineral olivine,plaglioklas Ca,piroksen dan hornblende.
4. Kelompok Ultra Basa Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain
yang mungkin adalah plagliokals Ca dalam jumlah kecil.
e. Derajat Kristalisasi
Derajat kristalisasi mineral dalam batuan beku, terdiri atas 3 yaitu :
Holokristalin
Tekstur batuan beku yang kenampakan batuannya terdiri dari keseluruhan
mineral yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa proses
kristalisasi berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan terbentuknya
mineral – mineral dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
Hipokristalin
Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral
membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini menunjukkan
proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih memingkinkan
terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
Holohyalin
Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang
keseluruhannya berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses
kristalisasi magma berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan
pembentukan mineral – mineral dengan bentuk yang sempurna.
f. Sifat Batuan
Sifat Batuan Beku dibagi menjadi 3 antara lain :
Asam (Felsik)
Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang
tersusun atas mineral-mineral felsik.
Intermediet
Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku
intermediet diman jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
Basa (Mafik)
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku
basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
Ultrabasa (Ultramafik )
Batuan beku yang berwarna kehijauan dan berwarna hitam pekat dimna
tersusun oleh mineral – mineral mafic seperti olivin.
Mineralisasi dan Alterasi dalam Sistem Hidrotermal
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma.
Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilewati akan
menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping dan
membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan
pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi pengendapan mineral di dalam sistem
hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbert dan Park,
1986), yaitu: (1) Perubahan temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi
kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewati; dan (4)
Percampuran antara dua larutan yang berbeda. Temperatur dan pH fluida
merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mineralogi sistem
hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan temperatur, dan
konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil mineralisasi
(Corbett dan Leach, 1996).
Guilbert dan Park (1986) mengemukakan alterasi merupakan perubahan di
dalam komposisi mineralogi suatu batuan (terutama secara fisik dan kimia),
khususnya diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal. Alterasi hidrotermal
merupakan konversi dari gabungan beberapa mineral membentuk mineral
baru yang lebih stabil di dalam kondisi temperatur, tekanan dan komposisi
hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes, 1990 dalam Hedenquist, 1998).
Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida
hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998).
Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi batuan samping
berperan mengkontrol mineralogi alterasi. Mineralogi skarn terbentuk di
dalam batuan karbonatan. Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh batuan
kaya potasium. Paragonit (Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang
mengenai batuan berkomposisi albit. Muskovit terbentuk di dalam alterasi
batuan potasik.
Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik secara umum terdiri
dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai epitermal (Corbett dan
Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman lebih besar dari 1 km
dan batuan induk berupa batuan intrusi. Sillitoe, 1993a (dalam Corbett dan
Leach, 1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai diameter 1
sampai > 2 km dan bentuknya silinder.
Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan menengah, dan
bertemperatur > 300oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996).
Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena, tertahidrit,
bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat (kalsit,
siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa, kalsit,
dolomit, pirit, ortoklas, dan lempung.
Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300oC,
dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik.
Endapan tipe ini merupakan kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri,
dan terbentuk pada busur magmatik bagian dalam di lingkungan gunungapi
kalk-alkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam Corbett dan
Leach, 1996). Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan sulfida
rendah dan sulfida tinggi (gambar 4). Mineral bijih terdiri dari timonidsulfat,
arsenidsulfat, emas dan perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emas
murni, perak murni, selenid, dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan
galena. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, ametis, adularia, kalsit,
rodokrosit, barit, flourit, dan hematit. Mineral alterasi terdiri dari klorit, serisit,
alunit, zeolit, adularia, silika, pirit, dan kalsit.
Gambar 3: Model mineralisasi emas-perak lingkaran Pasifik
(Corbett, 2002)
Gambar 4: Model fluida sulfida tinggi dan rendah (Corbett dan Leach, 1996)
Morrison, 1997, mengemukakan beberapa asosiasi mineral petunjuk sistem
hipogen dalam proses magmatik yang berhubungan dengan mineralisasi
epigenetik sebagai berikut:
Tabel 1: Asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik
yang
berhubungan dengan mineralisasi epigenetik (Morrison, 1997).
Zonasi alterasi dapat mempunyai bentuk geometri yang berbeda-beda, mulai
dari bentuk konsentris, linier, sampai tidak teratur dan komplek. Zonasi
alterasi endapan Porfiri Cu mempunyai bentuk konsentris. Bagian inti/tengah
terdiri dari alterasi potasik, berkomposisi potasium feldspar dan biotit. Bagian
tengah merupakan zonasi alterasi philik tersusun oleh kuarsa-serisit-pirit.
Bagian paling luar mempuyai alterasi propilitik, mineraloginya tersusun oleh
kuarsa-klorit-karbonat, dan setempat-setempat terdapat epidot, albit atau
adularia. Endapan epitermal berbentuk urat/vein yang berasosiasi dengan
struktur mayor mempunyai pola linier dan paralel dengan arah struktur. Urut-
urutan zonasi alterasi dari temperatur tinggi ke temperatur rendah adalah
argilik sempurna, serisit, argilik, dan propilitik.
Mineralisasi/alterasi endapan urat yang berasosiasi dengan endapan logam
dasar dicirikan oleh zonasi pembentukan mineral dari temperatur tinggi
sampai rendah. Urat/vein di daerah proksimal kaya kandungan tembaga dan
rasio logam dibanding sulfur tinggi. Daerah ini dicirikan oleh hadirnya alterasi
argillik sempurna di bagian dalam dan ke arah luar berubah menjadi alterasi
serisitik. Daerah distal kaya kandungan timbal dan zeng, dan terdiri dari
mineral sulfida dengan rasio logam dibanding sulfur rendah. Alterasi yang
berkembang di daerah ini berupa alterasi propilitik, semakin ke arah jauh dari
urat tersusun oleh batuan tidak teralterasi (Panteleyev, 1994; Corbett, 2002).
Tabel 2: Dominasi komposisi mineralisasi/alterasi pada temperatur tinggi dan
rendah
(disederhanakan dari Corbett, 2002)
TEMPERATUR TINGGI TEMPERATUR RENDAH
Kalkopirit Galena, spalerit
Kuarsa kristalin (comb stucture) Kalsedon-opal
Kuarsa butir kasar Kuarsa butir halus
Serisit Smektit-illit
Philik Propilitik
Gambar 5: Zonasi proksimal – distal tipe endapan urat logam dasar yang
berasosiasi dengan endapan porfiri tembaga/molibdenum (Panteleyev, 1994)
GuilbertdanPark, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi
dan alterasi dalam sistem epitermal (gambar 6). Beberapa asosiasi mineral
bijih maupun mineral skunder erat hubungannya dengan besar temperatur
larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral bijih galena, sfalerit dan
kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan
temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan
terbentuk mineral alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan
feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam dasar (bagian tengah)
bertemperatur antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum,
pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis,
sedikit mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur <
200oC. Mineral bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit.
Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agat.
Gambar 6: Alterasi hubungannya dengan mineralisasi dalam tipe endapan
epitermal
logam dasar (Guilbert dan Park, 1986)
Berdasarkan pada kisaran temperatur dan pH, komposisi alterasi pada sistem
emas-tembaga hidrotermal di lingkaran Pasifik dapat dikelompokan menjadi
6 tipe alterasi (Corbett dan Leach, 1996), yaitu:
1) Argilik sempurna (silika pH rendah, alunit, dan group mineral alunit-
kaolinit.
2) Argilik tersusun oleh anggota kaolin (halosit, kaolin, dikit) dan illit (smektit,
selang-seling illlit-smektit, illit) dan group mineral transisi (klorit-illit).
3) Philik tersusun oleh anggota kaolin (piropilit-andalusit) dan illit (serisit-
mika putih) berasosiasi dengan mineral pada temperatur tinggi seperti
serisit-mika-klorit.
4) Subpropilitik tersusun oleh klorit-zeolit yang terbentuk pada temperatur
rendah dan propilitik tersusun oleh klorit-epidot-aktinolit terbentuk pada
temperatur rendah.
5) Potasik tersusun oleh biotit-K-feldspar-aktinolit+klinopiroksen.
6) Skarn tersusun oleh mineral kalk-silikat (Ca-garnet, klinopiroksen,
tremolit).
Gambar 7: Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)
Gambar 7: Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan
Leach, 1996)
Genesa/Genesis mineral merupakan tempat atau lingkungan dimana suatu
mineral terbentuk. Ada 3 macam genesa mineral, yaitu:
Lingkungan magmatik
Lingkungan sedimen
Lingkungan metamorfik
A. Lingkungan Magmatik
Lingkungan ini mempunyai karakter yang sangat khas, yaitu memiliki
tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, dan tentunya sangat
berhubungan dengan aktivitas magma. Berdasarkan keterjadiannya,
lingkungan magmatik ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu Batuan beku,
Pegmatit, Urat hidrotermal, dan Deposit mata air panas.
1. Batuan Beku
Tersusun atas mineral-mineral yang sederhana. Terdapat 7 kelompok mineral
yang terdapat pada batuan beku, yaitu : kelompok kuarsa, feldspar,
feldspatoid, piroksen, hornblende, biotit, dan olivin. Kisaran jumlah dari
mineral-mineral penting yang terdapat dalam batuan beku sangat lebar. Ada
juga batuan beku yang mengandung hampir 100% mineral yang sama,
contohnya seperti Dunityang hampir seluruhnya tersusun atas mineral
olivine.
Berdasarkan warnanya, mineral batuan beku dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu Leucocratic (terang),Mesocratic (sedang), dan Melanocratic (gelap
).Pengelompokkan ini didasarkan pada kandungan dari mineral fero-
magnesium. Semakin banyak kandungan mineral tersebut, maka warna nya
akan semakin gelap.
Lingkungan geologi tertentu akan memberikan pengaruh tertentu yang
tercermin terhadap ukuran butir mineralnya. Selain itu tekstur pada batuan
beku juga mencerminkan kondisi pembekuannya, urutan kristalisasi,
komposisi, viskositas magma, kecepatan pembekuan, dan pertumbuhan
kristalnya.
Pembekuan kristal yang cepat akan menghasilkan kristal yang kecil. Hal ini
disebabkan karena tidak tersedia waktu yang cukup untuk membentuk kristal
yang sempurna. Biasanya terjadi di permukaan saat kontak langsung dengan
air ataupun udara saat magma keluar. Tekstur yang dihasilkan
adalah afanitik (halus). Sedangkan, pembekuan yang lambat akan
menghasilkan membentuk kristal yang besar, karena masih memiliki waktu
yang cukup untuk membentuk itu. Pembekuan yang lambat ini terjadi di
dalam perut bumi, dan menghasilkan batuan beku dengan
tekstur faneritik(kasar).
Berdasarkan kandungan SiO2 nya, batuan beku dibedakan menjadi 4 jenis.
Batuan beku asam yang mengandung lebih dari 65% silika, ex: Granit.
Batuan beku menengah (intermediate) yang mengandung silika antara 53%-
65%, ex: Diorit, Syenit.
Batuan beku basa dengan kandungan silika antara 45%-53%, ex: Gabbro.
Batuan beku ultrabasa yang mengandung silika <45 dunit="dunit" ex:="ex:"
peridotit.="peridotit." span="span">
2. Pegmatit dan Urat-Urat Hidrotermal
Pegmatit ini terbentuk dari cairan silikat sisa proses kristalisasi fraksional
yang kaya akan kandungan alkali, alumunium, mengandung air, dan zat
volatil. Cairannya tidak selalu berbentuk cair disebabkan karena konsentrasi
volatil. Apabila mencukupi, tekanan volatil akan menginjeksi cairan di
sepanjang permukaan lemah pada batuan yang merupakan bagian dari
batuan beku intrusi yang sama, ataupun batuan lain yang sudah terbentuk
lebih awal.
Kebanyakan pegmatit yang dijumpai berasosiasi dengan batuan plutonik,
umumnya granit. Pegmatit granit terutama tersusun oleh kuarsa dan feldspar
alkali, serta sejumlah muskovit dan biotit. Dengan demikian, komposisinya
mirip dengan granit, namun berbeda dalam tekstur. Pegmatit bertekstur
khusus, yaitu berbutir sangat kasar, dan berbentuk tabular.
3. Deposit Hidrotermal
Merupakan pengembangan dari pegmatit. Ciri-cirinya adalah urat-urat yang
mengandung sulfida, yang mengisi rekahan pada batuan semula. Namun
juga dapat berupa suatu massa tak teratur, yang mengganti seluruh atau
sebagian batuan. Proses hidrotermal ini merupakan suatu proses yang
penting dalam pembentukan mineral-mineral bijih. Berdasarkan tingkat
kedalaman dan suhunya, deposit hidrotermal dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Deposit hidrotermal : suhu antara 300-500 derajat C, dan terbentuk di
kedalaman yang sangat dalam. Dicirikan oleh mineral Molibdenit[MoS2],
Kasiterit [SnO2], Skhelit [CaWO4].
Deposit mesotermal : suhu antara 200-300 derajat C, dengan kedalaman
yang menengah. Mineral yang mecirikannya adalah mineral-mineral sulfida
seperti Pirit [FeS2], Galena[PbS]. Urat kuarsa mengandung emas yang
merupakan suatu deposit penting, mungkin adalah deposit mesotermal.
Deposit epitemal : terbentuk pada temperatur rendah, antara 50-200 derajat
C. Mineral pencirinya adalah Perak native [Ag], Emas
native [Au], Silvanit [(Au,Ag)Te2].
4. Deposit Air Panas dan Fumarol
Deposit air panas merupakan hidrotermal yang sampai ke permukaan.
Mineral yang dijumpai adalah silika opal, sejumlah kecil sulfur, dan sulfida.
Sedangkan, deposit fumarol terdapat pada gunungapi yang masih aktif. Gas-
gas panasnya mengendapkan mineral-mineral seperti sulfur, dan khlorida,
terutama Khlorida Amonium [NH3Cl]. Selain itu, mungkin juga
terdapat Magnetit [Fe3O4], Hematite[Fe2O3], dan Realgar [AsS].
B. Lingkungan Sedimen
Proses sedimentasi merupakan perpaduan dari interaksi atmosfer dan
hidrosfer terhadap lapisan kerak bumi. Dalam proses sedimentasi terdapat
fase pelapukan, yang dapat menyebabkan mineral berubah menjadi mineral-
mineral baru yang bersifat lebih stabil daripada sebelumnya.
Pada kebanyakan lingkungan pengendapan, proses yang berlangsung adalah
oksidasi karena terkena pengaruh dari atmosfer. Namun, di beberapa tempat
ada yang tidak terkena kontak atmosfer, sehingga proses yang berlangsung
adalah reduksi.
Berdasarkan stabilitas mineralnya, lingkungan sedimen dibagi menjadi 6
klasifikasi:
1. Resistat
Merupakan endapan yang tersusun atas mineral yang tahan terhadap
pelapukan, sehingga tidak mengalami perubahan. Salah satu mineral yang
dikenal paling tahan terhadap pelapukan adalah Kuarsa [SiO2]. Kadar silika
dalam sedimen-sedimen resistat dapat mencapai 90%, sehingga sangat
cocok untuk digunakan sebagai sumber dalam perindustrian.
Mineral-mineral lainnya yang tahan terhadap pelapukan
adalah Zirkon [ZrSiO4], Andalusit [Al2SiO5], Topaz [Al2SiO4(OH,F)2].
Endapan resistat disebut juga sebagai “placer deposit” karena bernilai
ekonomi.
2. Hidrolisat
Terbentuk dari mineral-mineral silikat yang mengalami proses dekomposisi
kimia. Mineral yang paling umum terdapat di endapan ini adalah mineral
lempung, berupa aluminosilikat hidrat yang bertekstur filosilikat dengan
ukuran butir yang sangat halus.
Di daerah tropis, tempat dimana perbedaan basah dan kering sangat kontras,
proses pelapukan akan terjadi lebih baik, dan dapat menghasilkan endapan
aluminosilikat yang sangat bagus. Yaitu, dengan hilangnya kandungan silika,
dan meninggalkan residu berupa oksida alumunium hidrat,
seperti Gibsit [Al(OH)3]. Residu ini dikenal dengan “endapan bauksit”,
merupakan endapan komersial yang menghasilkan bijih alumunium.
3. Oksidat
Merupakan endapan hidroksida feri, yang merupakan hasil oksidasi senyawa
besi dalam suatu larutan, dan mengendap. Contohnya adalah Gutit [HFeO2]
yang memberikan warna coklat, dan Hematit [Fe2O3] yang memberikan
warna merah. Bila kedua mineral ini terdapat dalam jumlah yang besar,
maka dapat menjadi sangat bernilai karena bijih besinya.
Mineral lainnya yang terdapat pada endapan oksidat adalah mangan.
Contohnya adalah Manganit [MnO(OH)],
dan Psilomelane [(Ba,H2O)2Mn5O10], yang sebagian besar tersusun atas
MnO2.
4. Reduzat
Terbentuk karena proses reduksi, dikarenakan tempat terbentuknya yang
terisolir dari atmosfer, sehingga kekurangan oksigen. Endapan jenis ini jarang
sekali dijumpai.
Di laut, biasanya endapan ini terdapat pada daerah palung. Dengan kondisi
yang tenang, pengendapan material-material organik, akan menyebabkan
berkurangnya oksigen, dan terbentuk H2S. Contoh mineral yang terbentuk
adalah Pirit (pada keadaan asam), dan Markasit (pada keadaan yang lebih
asam).
Di darat, pengendapan dari bahan rombakan tumbuhan-tumbuhan akhirnya
akan berubah menjadi lapisan-lapisan batubara. Dengan keadaan reduksi
yang tinggi, memungkinkan terjadinya pengendapan karbonat fero
berupa Siderit, yang dapat digunakan menjadi deposit bijih besi.
Mineral lain yang terbentuk dalam suasana reduksi adalah Sulfur [Cu], yang
biasanya dijumpai berasosiasi dengan kubah garam dan minyak bumi.
5. Presipitat
Endapan ini berhubungan dengan berbagai aktivitas organisme yang
mensekresi gamping, maka dari itu tempat yang paling baik bagi
pengendapan jenis ini (karbonatan) adalah di bawah laut.
Bentuk kalsium karbonat yang paling stabil adalahKalsit, namun dapat juga
terbentuk Aragonit. Araganit dapat berubah menjadi kalsit, ataupun tetap
menjadi aragonit, hal itu dapat terjadi apabila strukturnya berubah menjadi
lebih stabil, karena kandungan ion-ion asing. Selain itu, kalsit dan aragonit
dapat diendapkan di lingkungan terestrial, seperti di dalam gua
batugamping, yang di sekelilingnya terdapat mata air yang jenuh akan
kandungan CaCO3.
Salah satu presipitat laut yang jarang ditemukan, namun sangat bernilai dari
segi ekonomi adalah Fosforit yang digunakan sebagai sumber pupuk
fosfat.Seperti yang kita ketahui, air laut di bagian dasar samudera sangat
jenuh oleh fosfat kalsium, dan karena terjadi perubahan pada kondisi fisik-
kimianya, walaupun hanya sedikit akan menyebabkan fosforit terpresipitasi.
Bila sedimentasi dari bahan-bahan lainnya lebih sedikit, maka akan terbentuk
lapisan fosforit yang lebih murni.
6. Evaporit
Proses penting dalam pembentukan sedimen evaporit adalah penguapan.
Endapan ini mempunyai fungsi khusus, yaitu untuk menginterpretasi sejarah
geologi daerah itu, sebagai indikator untuk keadaan yang kering.
Berdasarkan asal mula pengendapannya, sedimen evaporit dibagi menjadi 2,
yaitu:
Endapan evaporit marin terbentuk di laut yang disebabkan oleh air laut yang
menguap. Apabila air laut menguap pada keadaan yang alami, maka yang
pertama kali akan mengendap adalah kalsium karbonat, diikuti oleh dolomit.
Dengan berlanjutnya evaporasi, terendapkanlah kalsium sulfat, yang dapat
berupa gipsum, yang bergantung kepada temperatur dan salinitas air laut,
dan pada giliran berikutnya akan terbentuk halit. Kebanyakan endapan
evaporit terdiri atas kalsium karbonat, namun pada keadaan tertentu dapat
juga terendapkan garam kalsium dan magnesium.
Endapan evaporit non marin relatif jarang ditemui, atau sangat terbatas, baik
dalam penyebarannya maupun besarnya, tetapi sangat penting dalam arti
ekonomi, karena endapan ini menghasilkan senyawa Boron [B]
dan Yodium[I]. Endapan ini terbentuk di darat karena menguapnya suatu
danau garam. Disamping kedua senyawa tadi, terkandung pula nitrat-nitrat,
sejumlah garam kalsium, bromida, dan gipsum.
C. Lingkungan Metamorfik
Lingkungan ini berada jauh di bawah permukaan bumi dengan suhu dan
tekanan ekstrem yang menyebabkan re-kristalisasi pada material batuan,
namun tetap terjadi pada fase padat. Faktor lain yang sangat penting dalam
metamorfisme adalah aksi dari cairan kemikalia aktif, karena cairan tersebut
dapat merangsang terjadinya reaksi melalui larutan dan pengendapan
kembali. Jika terjadi perubahan material batuan yang disebabkan oleh cairan
ini, maka prosesnya disebut dengan metasomatisme.
1. Tipe-Tipe Metamorfisme & Batuan Metamorf
Terdapat 2 tipe metamorfisme, yaitu metamorfisme termal, dan
regional. Metamorfisme termal adalah tipe metamorfisme adalah tipe yang
berkembang di sekitar tubuh batuan plutonik. Pada tipe ini, temperatur
metamorfisme ditentukan oleh jauh dekatnya dengan intrusi magma. Batuan
khas dari metamorfisme ini adalah batutanduk (hornfels). Batu ini
mempunyai butir yang halus, dan terkadang mengandung mineral yang
mempunyai kristal yang besar. Berdasarkan komposisi mineralnya,
batutanduk terbagi menjadi batutanduk biotit, piroksen, dan silikat gamping.
Metamorfisme regional adalah jenis metamorfisme yang berkembang pada
suatu daerah yang sangat luas, sekitar 1.500 km persegi. Batuan khas dari
metamorfisme ini adalah Gneiss, yang merupakan batuan yang berfoliasi
kasar, yang berupa suaru lapisan yang kontras dengan tebal 1-10mm, dan
biasanya berseling di antara mineral terang dan gelap.
Sedangkan Sekis adalah batuan foliasi halus dengan laminasi yang
berkembang baik, sehingga, jika batuan itu pecah, maka akan terpecah pada
bidang laminasi tersebut.
2. Mineralogi Batuan Metamorf
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, faktor utama yang mengontrol
derajat metamorfisme adalah temperatur. Namun, batas antara temperatur
setiap derajat metamorfisme tidak dapat diketahui secara pasti.
Dalam prakteknya, derajat metamorfisme dapat diketahui dengan
mineraloginya. Yaitu dengan melihat mineral yang hilang dan muncul secara
bersamaan. Contohnya, Biotit adalah mineral yang paling umum di batuan
metamorf, namun tidak ditemukan di metamorf yang berderajat rendah, dan
digantikan dengan Muskovit dan Khlorit.
Dalam batuan metamorf berderajat rendah, mineral plagioklas muncul
sebagai albit, yang akan bertambah kandungan kalsiumnya seiring dengan
meningkatnya derajat metamorfisme. Mineral lain seperi kuarsa dapat
ditemukan hampir di semua derajat metamorfisme, sehingga tidak bisa
dijadikan indikator dari derajat metamorfisme.
Hidrothermal adalah larutan sisa magma yang bersifat “aqueous” sebagai
hasil differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya akan logam-logam yang
relative ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses
pembentukan endapan. Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal
dua macam endapan hidrothermal, yaitu :
1. Cavity filing, mengisi lubang-lubang ( opening-opening ) yang sudah ada di
dalam batuan.
2. Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan
dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrothermal.
Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas ( 50° –
>500°C ), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang
bervariasi di bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua komponen
utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal
menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil
dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk
himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal
sebagai alterasi ( ubahan ) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal dapat
terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi ( leaching ),
mentranspor, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon
terhadap perubahan fisik maupun kimiawi ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto,
2004 ).
Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan ( dalam
keadaan padat ) karena adanya pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan
tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida
atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda
dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi
pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur
tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik ( meteoric water )
untuk dapat mengubah komposisi mineralogi batuan.
Alterasi Hidrothermal
Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang
melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh
interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi
evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme,
yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan
dinding ( Pirajno, 1992 ).
Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya ( batuan
dinding ), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi
mineral ubahan ( mineral alterasi ), maupun fluida itu sendiri ( Pirajno, 1992,
dalam Sutarto, 2004 ).
Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :
1. Karakter batuan dinding.
2. Karakter fluida ( Eh, pH ).
3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert dan
Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ).
4. Konsentrasi.
5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ).
Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia
fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses
alterasi hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004 ). Henley
dan Ellis ( 1983, dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi
hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi
batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan,
tempertatur, dan komposisi fluida.
Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi
yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan
lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi
dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas
mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi
( style of alteration ) pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ).
Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan
kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral ( mineral
assemblage ) (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004). Setiap
himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi ( type of alteration ).
Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama ( asosiasi
mineral ), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang
berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit.
Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang
hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan
yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati
larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan
dinding dapat bertindak sebagai host rock.
Reaksi – Reaksi Pada Proses Alterasi
Reaksi – reaksi yang berperan penting didalam proses alterasi (reaksi kimia
antara batuan dengan fluida) adalah :
Hidrolisis
Merupakan proses pembentukan mineral baru akibat terjadinya reaksi kimia
antara mineral tertentu dengan ion H+, contohnya :
3 KalSiO3 O8 + H2O(aq) Kal3Si3O10 (OH)2 + 6SiO2 + 2K
K – Feldspar Muscovite (Sericite) Kuarsa
Hidrasi
Merupakan proses pembentukan mineral baru dengan adanya penambahan
molekul H2O. Dehidrasi adalah sebaliknya. Reaksi Hidrasi :
2 Mg2SiO4+ 2H2O + 2 H+ Mg3 Si2O5 (OH)4 + Mg2+
Olivine Serpentinite
Reaksi dehidrasi :
Al2Si2O5(OH)4 + 2 SiO2 Al2Si4O10 (OH)4 + Mg2+
Kaolinit Kuarsa Pyrophilite
Metasomatisme alkali – alkali tanah
Contoh:
2CaCO3 + Mg2+ CaMg (CO3)2 + Ca2+
Calcite Dolomite
Dekarbonisasi reaksi kimia yang menghasilkan silika dan§ oksida
Contoh :
CaMg(CO3)2 + 2 SiO2 (CaMg)SiO2 + 2 CO2
Dolomite Kuarsa Dioside
Silisifikasi
Merupakan proses penambahan atau produksi kuarsa polimorfnya,
contohnya:
2 CaCO3 + SiO2 + 4 H- 2Ca2- + 2 CO2 + SiO2 + 2 H2O
Calcite Kuarsa
Silisikasi
Merupakan proses konversi atau penggantian mineral silikat, contohnya:
CaCO3 + SiO2 CaSiO3 + CO2
Calcite Kuarsa Wollastonite
Tipe Alterasi (Type of Alteration)
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal
pada endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik,
potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam
Sutarto, 2004) membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih
porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa,
serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi
antara lain :
1. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C
pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah
yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam
Sutarto, 2004), terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir
pada tipe propilitik, yaitu :
Klorit-kalsit-kaolinit.
Klorit-kalsit-talk.
Klorit-epidot-kalsit.
Klorit-epidot.
2. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu
muskovot-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan
mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno,
1992, dalam Sutarto, 2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
3 . Potasik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu
sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari
beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa
biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan
biotit sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik
terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian
menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen.
Dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit.
Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit
(sphene) atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah
yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C),
salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat.
Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan
potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama
piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari
mineral piroksin terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami
ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara
mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk
klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.
Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses
metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan
sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan
klorit, aktinolite, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit.
Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk
menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida
yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif
sama.
Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona
potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang
terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan
magma sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya
berdifusi dan mengkristal pada rekahan batuan. Berikut ini ciri – ciri salah
satu contoh mineral ubahan pada zona potasik yaitu Actinolite.
Sifat Fisik
Sifat fisik dari mineral ini ditunjukkan dengan warna hijau sampai hijau
kehitaman, Hal ini dikarenakan komposisi kimia yang terkandung pada
mineral ini, densitas pada mineral ini sebesar 3.03 – 3.24 g/cm3 kekerasan
mineral ini adalah 5 – 6 skala mohs, dengan cerat berwarna agak putih
terang, kilap mineral ini termasuk kilap kaca sampai sutera, Karena
komposisi serta tekstur dan sistem mineral pada mineral maka mineral ini
dapat ditembus oleh cahaya hal itu sejalan dengan partikel paretikel
pembentuk mineral ini yang mudah dilalui oleh cahaya, Relief permukaan
sedang/lembut.
Sesuai dengan lingkungan pembentukanya yaitu pada daerah metamorfosa
dan terbentuk di dalam sekis kristalin dimana temperatur suhu sangat
berpengaruh dalam pembentukan mineral ini, maka mineral ini banyak
ditemukan berasosiasi dengan mineral magnetit dan hematit.
Sifat Kimia
Komposisi kimia yang penting Ca, H, Mg, O, Si, merupakan salah satu mineral
anggota Amphibole, rumus kimia Ca2(Mg, Fe2+)5(Si8O22)(OH)2.
Sifat Optik
Sistem kristal monoklin, kelas kristal prismatic, kembaran berbentuk parallel,
optik (α = 14.56-1.63, β= 1.61-1.65, γ = 1.63-1.66).
4. Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang
berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit
dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah
serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen
metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan
mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit
dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa.
Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya
tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang
mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas
beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.
Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang
berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh
metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan
karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya
kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh
banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah
mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang
intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit,
kalkopirit dan galena. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan
pada zona potasik yaitu Serisit.
Sifat Fisik
Tidak berwarna – putih; kekerasan 5.5 – 6 skala mohs; kilap kaca; dapat
ditembus oleh cahaya; pecahan conchoidal; cerat putih. Umumnya
berasosiasi dengan mineral kuarsa, muskovit, dan mineral-mineral bijih
seperti pirit, kalkopirit,galena, dan lainya. Rumus kimia Ca[Al2Si4O12].2H2O.
Sifat Optik
Sistem kristal monoclinic dengan kelas kristal prismatic, surface relief
sedang, optic nα = 1.498 nγ = 1.502.
5. Propilitik dalam ( inner propilitik )
Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona
alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH
mendekati netral) ummnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem
porfir, tetapi menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada bagian
yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot,
aktinolit, klorit, dan ilit.
6. Argilik lanjut ( advanced argilic )
Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),
ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan
mineral pirofilit+diaspor±andalusit±kuarsa±turmalin±enargit-luzonit (untuk
temperatur tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mineral
kaolinit+alunit±kalsedon±kuarsa±pirit (untuk temperatur rendah,< 180 °C).
7. Skarn
Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan
karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan
kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini
dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit
serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada
kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit,tremolit –
aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Garnet-piroksen-karbonat adalah
kumpulan yang paling umum dijumpai pada batuan induk karbonat yang
orisinil (Taylor, 1996, dalam Sutarto, 2004). Amfibol umumnya hadir pada
skarn sebagai mineral tahap akhir yang menutupi mineral-mineral tahap
awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah mineral amfibol yang paling
umum hadir pada skarn. Jenis piroksen yang sering hadir adalah diopsid
(CaMg) dan hedenbergit (CaFe).
Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan
temperatur tinggi (sekitar 300°-700°C). Proses pembentukkan skarn akibat
urutan kejadian Isokimia – metasomatisme – retrogradasi.
Dijelaskan sebagai berikut :
Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan
samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping
yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan
tekstur host rocknya (sifat konduktif).
Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan
samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan –
bukaan yang dilewati larutan magma.
Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar
pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga
air tanah turun dan bercampur dengan larutan.
Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan pada zona potasik
yaitu Kalsit
Sifat Fisik
Secara megaskopis mineral ini berwarna putih, kuning,dan merah; kekerasan
3 skala mohs; cerat putih; pecahan uneven/irrengular ; densitas 2.711 g/cm3;
belahan 1 arah; kilap kaca, dapat ditembus oleh cahaya.
Sifat Kimia.
Komposisi kimia yang penting C, Ca, O; merupakan anggota dari Calcite grup
mineral; mengandung unsur karbonat; rumus kimia CaCO3. Mineral ini kaya
terhadap kandungan kalsium sehingga dalam proses pelarutan dengan
mineral asam ia sangat cepat beraksi.
Sifat Optik.
Sistem kristal trigonal, termasuk dalam kelas hexagonal scalenohedral, optik
nω = 1.640 – 1.660 nε = 1.486.
Lingkungan Pembentukan.
Terbentuk di laut, sebagai nodul dalam batuan sedimen, selain itu juga bisa
terbentuk pada urat-urat hydrothermal sebagai mineral gang di dalam
berbagai batuan beku. Umumnya berasosiasi dengan mineral magnetit,
hematit.
8. Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau lipidolit)
dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan florit yang
dibentuk oleh alterasi metasomatik post-magmatik granit (Best, 1982,
Stempork, 1987, dalam Sutarto, 2004).
9. Silisifikasi
Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai
dan merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-
quartz, atau β-quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi
kandungan kuarsanya (>573°C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk
yang paling umum adalahquartz rendah, kristobalit, dan tridimit kebanyakan
ditemukan di batuan volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk
devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.
Selama proses hidrotermal, silika mungkin didatangkan dari cairan yang
bersirkulasi, atau mungkin ditinggalkan di belakang dalam bentuk silika
residual setelah melepaskan (leaching) dari dasar. Solubilitas silika
mengalami peningkatan sesuai dengan temperatur dan tekanan, dan jika
larutan mengalami ekspansi adiabatik, silika mengalami presipitasi, sehingga
di daerah bertekanan rendah siap mengalami pengendapan (Pirajno, 1992).
10. Serpentinisasi
Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral utamanya
adalah Cripiolite disamping ada juga mineral – mineral lain. Batuan semuala
biasanya batuan basa ( andesitte ) yang berubah karena proses hidrotermal
maka batuan basa ini berubah menjadi serpertisasi. Misal : Geruilite di
sulawesi dari kalimantan diubah menjadi serpentinisasi. Serpentinisasi bisa
pula akibat dari pada Weathering, tetapi daerah yang teralterasi relatif
terbatas kecil.
Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan
ditemukan beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik
untuk tahap awal observasi batuan tersebut di atas adalah menulis semua
mineral yang tampak sebagai himpunan mineral. Apabila dalam satu batuan
dijumpai mineral-mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit, maka disebut
sebagai himpunan mineral klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2004).
Pola Alterasi (Style of Alteration)
Kuantitas alterasi pada batuan disebabkan oleh derajat dan lamanya proses
alterasi. Terdapat tiga jenis pola alterasi (Sutarto, 2004), yaitu :
a. Pervasive
Yaitu penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan.
Semua mineral primer pembentuk batuan telah mengalami alterasi,
walaupun intensitasnya berbeda.
b. Selectively pervasive
Proses alterasi hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan.
Misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja, sedangkan
plagioklas tidak ada yang terubah sama sekali.
c. Non-pervasive
Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami alterasi
hidrotermal.
Proporsi Mineral Alterasi
Proporsi satu mineral alterasi tertentu dalam batuan digolongkan sebgai
berikut (Sutarto, 2004) :
Jarang (rare) : < 1 %
Sedikit (minor) : 1-5%
Sedang (moderate) : 5-10%
Banyak (major) : 10-50%
Melimpah (predominant) : >50%
Derajat Alterasi (Rank of Alteration)
Derajat alterasi terkait dengan tingginya temperatur pada saat proses
alterasi berlangsung. Derajat temperatur dicirikan oleh mineral-mineral
indeks temperatur tertentu. Sebagai contoh adalah sikuen pada mineral-
mineral kalsium aluminium silikat.
Temperatur (T)
120 Mordenit (NaCaAlSi)
210 Laumonit (NaAlSiO)
250 Wairakit (CaAlSi)
300 Epidot (Ca (Al,Fe) Si)
Garnet (CaAlSi)
Intensitas Alterasi
a. Tidak terubah (unaltered) : tidak ada mineral sekunder
b. Lemah (weak) : mineral sekunder <25
batuan="batuan" span="span" volume="volume">
c. Sedang (moderate) : mineral sekunder 25-75% volume
batuan
d. Kuat (strong) : mineral sekunder >75% volume
batuan
e. Intens (intense) : seluruh mineral primer terubah
(kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit), tetapi tekstur primernya
masih terlihat
f. Total (total) : seluruh mineral primer terubah
(kecuali kuarsa, zirkon, dan apatit), serta tekstur primer sudah tidak tampak
lagi
Ukuran Mineral
Penggolongan ukuran mineral seperti yang digunakan pada batuan beku
(Morrison, 1997) :
Sangat halus (very fine) : <0 mm="mm" span="span">
Halus (fine) : 0,05 – 1 mm
Sedang (medium) : 1 – 5 mm
Kasar (coarse) : 5 – 30 mm
Sangat kasar (very coarse) : >30 mm
Alterasi yang Terjadi Pada fase Hidrothermal
Setiap tipe endapan hidrothermal selalu membawa mineral-mineral yang
tertentu (spesifik), berikut altersi yang ditimbulkan barbagai macam batuan
dinding. Tetapi minera-mineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit
(CuFeS2), florida-florida hampir selalu terdapat dalam ke tiga tipe endapan
hidrothermal. Sedangkan alterasi yang ditimbulkan untuk setiap tipe
endapan pada berbagai batuan dinding dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alterasi-alterasi yang terjadi pada fase hidrothermal
Keadaan Batuan dinding
Hasil alterasi
Epithermal Batuan gamping
Silisifikasi
Lava Alunit,
clorit, pirit, beberapa sericit, mineral-mineral lempung
Batuan beku intrusi Klorit, epidot,
kalsit, kwarsa, serisit, mineral-mineral lempung
Mesothermal Batuan gamping
Silisifikasi
Serpih, lava
Selisifikasi, mineral-mineral lempung
Batuan beku asam
Sebagian besar serisit, kwarsa, beberapa mineral lempung
Batuan beku basa
Serpentin, epidot dan klorit
Hypothermal Batuan granit, sekis lava Greissen, topaz, mika
putih, tourmalin, piroksen, amphibole.
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au),
magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS),
pirrotit (FeS), galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO4, Scheelit
(CaWO4), kasiterit (SnO2), Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs),
spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral gangue antara lain : topaz, feldspar-
feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-karbonat
Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah :
stanite (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu3AsS4), Cu
sulfida, Sb sulfida, stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit
(Cu2S), galena (PbS), dan kalkopirit (CuFeS2), dengan mineral-mineral
ganguenya : kabonat-karbonat, kuarsa, dan pirit.
Paragenesis endapanephitermal dan mineral ganguenya adalah : native
cooper (Cu), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit
(FeS2), pirit (FeS2), cinabar (HgS), realgar (AsS), antimonit (Sb2S3), stannit
(CuFeSn), dengan mineral-mineral ganguenya : kalsedon (SiO2), Mg
karbonat-karbonat, rhodokrosit (MnCO3), barit (BaSO4), zeolit (Al-silikat)
Batas – batas peralihan antara batuan – batuan yang terbentuk pada kondisi
hypotermal ; mesotermal dan epitermal tidak begitu terlihat, serupa bisa
diberikan dengan membandingkan kandungan – kandungan mineralnya pada
endapan hypotermal, mesotermal dan epitermal, karena ada mineral yang
khas terdapat pada kondisi yang tertentu.
Disamping itu ada juga mineral – mineral yang kita dapat pada semua kondisi
(hypotermal , mesotermal dan epitermal). Misal : mineral Pirite, Chalcopirite
dan kwarsa yang bisa terbentuk pada hampir semua temperatur dari juga
hampir semua batuan memungkinkan terdapatnya mineral tersebut.
Secara umum alterasi hidrotermal akan membentuk satu “ Aureole “ “ hale “
terhadap tubuh bijih hidrotermal ataupun “ Channelwey “ termineralisasi
yang pada umumnya dapat diindentifikasi secaara megaskopis di lapangan
dan dipetakan menjadi beberapa zone – subzone berdasarkan asosiasi
minerral khusus.
MINERALISASI DAN ALTERASI
Mineralisasi adalah suatu proses pengendapan mineral bijih (metal) dari
media yang membawanya akibat perubahan lingkungan kimia dan fisik
sekitarnya.
Mineralisasi = “ Ore Deposit ”
Klasifikasi “Ore Deposit”
1. Deposit yang berhubungan dengan Batuan Beku Mafik (Kimberlites,
Carbonatite dll.)
2. Deposit yang berhubungan dengan Oceanic Crust (Alpine Peridotite Chromite
dll.)
3. Deposit yang berhubungan dengan intrusi intermediate dan felsik (Porphyry
Base Metal Deposit, Skarn Deposit dll.)
4. Deposit yang berhubungan dengan Subaerial Volcanism (Epithermal Silver-
Gold Deposit, Carlin-Type Gold Deposit dll.)
5. Deposit yang berhubungan dengan Submarine Volcanism (VMS Deposit,
Banded Iron Formation dll.)
Porphyry Copper Deposit
Terkait dengan “porphyritic rocks”
1. Umumnya berupa epizonal atau hypabyssal dasit, latit, quartz latit,
rhyolit, quartz diorit, monzonit, quartz monzonit dan granit.
2. Porphyritic texture terjadi akibat proses-proses kimia, termal, barometric
yang berlangsung pada kondisi hypabyssal dengan tekanan 1-
2kb, kedalaman 1.5-4km dan temperatur 750-850 C.
In Fact : Jantung porphyry copper deposit adalah lingkungan epizonal.
Tekanan 1-2kb.
Temperatur 250-500 C dan jarang 600 atau 700 C.
Gambar 1. Alterasi pada Porphyry Copper
Gambar 2. Distribusi bijih dan polanya pada Porphyry Copper
Gambar 3. Porphyry Copper Deposit di Chuquicamata, Chili
Gambar 4 . Aspek Fluida Hidrothermal
Aspek-aspek Fluida Hidrotermal :
Temperatur
Tekanan
Komposisi kimia
Dalam pembentukan alterasi yang paling penting adalah komposisi kimia
Titik 1 mewakili komposisi larutan chlorine yang dalam kesetimbangan kimia
dengan granodiorit dan “starting point” dari evolusi fluida hidrothermal
Skarn Deposit
1. Terbentuk akibat interaksi fluida magmatic bertemperatur tinggi dengan
batuan samping limestone yang diikuti oleh proses metasomatism dan
pengendapan bijih
2. Berkembang baik pada batas tubuh intrusi berukuran kecil hingga sedang
dengan komposisi intermediate seperti monzonit dan granodiorit.
Gambar 4-5 Skarn Deposit
ALTERASI
Alterasi adalah Setiap perubahan dalam mineralogi suatu batuan yang
terjadi karena proses-proses fisika dan kimia, khususnya oleh aktivitas fluida
hydrothermal.
Alterasi dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral sekunder yang
mengandung hidroksil (biotit, serisit, khlorit, mineral lempung) disamping
kuarsa dan juga karbonat.
Fenomena Alterasi dapat disebabkan oleh:
Proses diagenesis pada sedimen
Metamorfosa
Proses “cooling” post magmatic/volkanik
Proses mineralisasi
Produk Alterasi tergantung pada :
Jenis reaksi alterasi
Komposisi batuan samping (wall rock)
Temperatur dan tekanan
Alterasi terjadi akibat reaksi fluida dengan “wall rocks”
Reaksi dalam proses alterasi:
1. Hydrolisis (keterlibatan H+)
2. Hydration-dehydration (lepasnya molekul air dari fluid ke mineral dan
sebaliknya)
3. Alkali dan alkali tanah metasomatism (substitusi kation)
4. Decarbonation (pembebasan CO2)
5. Silicification (penambahan SiO2)
6. Silication (penggantian oleh silikiat)
7. Oksidasi dan reduksi
Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi
Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan
dua faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem
hidrotermal, (Corbett dan Leach, 1996) membagi kelompok alterasi menjadi
7 group utama :
1. Group Mineral Silika /kuarsa.
Merupakan mineral yang stabil pada pH rendah < 2. Pada kondisi yang
sangat asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu
<100 amorf="amorf" c.="c." dingin="dingin" fase="fase" fluida="fluida"
kondisi="kondisi" kuarsa="kuarsa" lebih="lebih" merupakan="merupakan"
pada="pada" ph="ph" silika="silika" span="span" suhu="suhu"
terbentuk="terbentuk" tinggi.="tinggi." tinggi="tinggi" utama="utama"
yang="yang">
2. Group Mineral Alunit.
Alunit ternentuk pada pH yang sedikit lebih besar dari 2, terbentuk bersama
dengan group silika dalam rentang temperatur yang besar, berasosiasi
dengan andalusit pada temperatur yang tinggi (> 300-350C) dan
korundum hadir pada suhu yang lebih tinggi lagi. Ada 4 macam alunit, alunit
steam-heated, alunit supergen, alunit magmatic, dan alunit liquid.
3. Group Mineral Kaolinit.
Dijumpai pada pH sekitar 4, biasa hadir bersama group alunit-andalusit-
korundum pada pH 3-4. Halloysit merupakan produk supergene utama group
ini. Kaolinit terbentuk pada kedalaman dangkal dan temperatur yang rendah.
Dikit terbentuk pada suhu yang tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi
akan terbentuk pirophilit. Diaspor setempatsetempat dijumpai dalam zona
silifikasi yang intens dengan group alunit dan/atau kaolinit.
4. Group Mineral Illit.
Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk
pada temperatur < 100°-150ºC, interlayer illit-smektit (100°-200ºC), illit
(200°-250ºC), serisit (muskovit) >200-250 C, phengit >250-300C. Kandungan
smektit pada interlayer illit smektit akan berkurang bersamaan dengan
naiknya temperature. 22 Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan
temperatur fluida hidrothermal padakisaran 160-220 C (Lawless dan White,
1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang dominan illit menunjukkan
temperatur fluida pada kisaran 220-270 C (Lawless dkk, 1997). Sebagaimana
illit umumnya stabil pada temperature lebih tinggi dari 220 C, berkurangnya
temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya illit
banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan
bertambahnya mineral klorit (Lawless dkk, 1997).
5. Group Mineral Klorit
Pada kondisi pH yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat
menjadi dominan, dimana mineral ini terbentuk bersama dengan group illit
pada lingkungan transisi pH 5-6. interlayer klorit-smektit akan terbentuk
pada temperatur rendah, dan klorit akan dominan pada suhu yang lebih
tinggi. Klorit bukan merupakan mineral yang baik untuk indikator paleo
temperatur, karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai
temperatur lebih tinggi dari 300 C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang
baik untuk menunjukkan pH pembentukan yang mendekati netral 6-7
(Lawless dan White, 1997).
6. Group Mineral Kalksilikat
Group kalksilikat terbentuk pada kondisi pH netral sampai alkali, pada
temperatur rendah membentuk zeolit-klorit-karbonat, dan epidot diikuti
amfibol (umumnya aktinolit) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi. Di
beberapa sistem prehnit atau pumpellyit dijumpai berasosiasi dengan epidot.
Epidot dengan kristalinitas yang rendah terbentuk pada suhu 180-220 C,
pada kristalinitas yang lebih baik pada suhu yang lebih tinggi (>220-250 C).
Amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk pada suhu 280-300 C. Biotit umumnya
tersebar luas di dalam atau di sekitar intrusi porfiri dan terbentuk pada suhu
300-325 C.
7. Phase Mineral Lain
Mineral Karbonat terbentuk pada range pH (> 4) dan temperatur yang lebih
luas, dan berasosiasi dengan phase kaolin, illit, klorit, dan kalk-silikat. Mineral
yang termasuk dalam kelompok ini adalah siderit, rhodokrosit, ankerit,
kutnahorit, dolomit, magnesian-kalsit, dan kalsit. Mineral Feldspar umumnya
berassosiasi dengan phase klorit dan kalk-silikat, terbentuk pada pH netral
sampai basa. Mineral yang termasuk kelompok ini adalah albit, adularia, dan
orthoklas. Mineral Sulfat terbentuk pada hampir semua suhu dan temperatur
dalam hidrothermal system. Mineral yang termasuk dalam kelompok ini
adalah anhidrit, gipsum, dan jarosit.
Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogy batuan (dalam keadaan
padat) karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dantidak dalam
kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau
sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda
dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi
pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur
tertentu yang memungkinkan masuknya air meteoric untuk dapat mengubah
komposisi mineralogi batuan.
Adapun beberapa contoh-contoh mineral yang dapat terbentuk dari proses
alterasi adalah sebagai berikut :
1. ActinolitCa2(Mg,Fe)5Si8O22(OH)2, Mineral
ini menunjukkan warna hijau gelap, sistem kristal monoklin, belahan
sempurna, kilap kaca, cerat berwarna putih dan menunjukkan bentuk
elongated. Terbentuk pada suhu 800 – 9000 C, dihasilkan oleh alterasi dari
piroksen pada gabro dan diabas, pada proses metamorfik green schist facies.
2. Adularia KAlSi3O8, Mineral ini
menunjukkan warna putih-pink, sistem kristal monoklin, belahan 2 arah, kilap
kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk prismatik. Terbentuk pada suhu
7000 C, akibat proses hidrotermal dengan temperatur yang rendah berupa
urat.
3. Albite NaAlSi3O8, Mineral ini menunjukkan
warna putih, sistem kristal triklin, belahan 3 arah, pecahan tidak rata –
konkoidal, kilap kaca, cerat putih. Terbentuk pada suhu 750 – 8000 C, akibat
proses hidrotermal dengan suhu yang rendah dan alterasi dari plagioklas,
proses metamorfik dengan temperatur dan tekanan yang rendah, proses
magmatisme dan proses albitisasi.
4. BiotiteK(Mg,Fe)3AlSi3O10(F,OH)2, Mineral ini
menunjukkan warna hitam, sistem kristal monoklin, belahan sempurna,
pecahan tidak rata, kilap kaca dan mutiara, cerat putih dan menunjukkan
bentuk tabular. Terbentuk pada temperatur 700 – 800 0 C, terbentuk akibat
proses magmatisme, metamorphisme dan proses hidrotermal. Dapat
terbentuk pada daerah magmatisme.
5. Clinopiroxene XY(Si,Al)2O6, Mineral ini
menunjukkan warna hijau, biru, sistem kristal monoklin, belahan tidak rata,
kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan betuk prismatik. Terbentuk pada
suhu 900 – 1000 0 C, terbentuk akibat proses magmatik mafik dan
ultramafikplutonic, pada proses metamorfisme kontak dan regional dengan
temperatur yang tinggi. Dapat terbentuk pada daerah magmatisme bersifat
basa.
6. Diopside MgCaSi2O6, Mineral ini
menunjukkan warna hijau, biru, sistem kristal monoklin, belahan tidak rata,
kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan betuk prismatik. Terbentuk pada
suhu 900 – 1000 0 C, terbentuk akibat proses magmatik mafic dan ultramafic
plutonic, pada proses metamorphisme kontak. Lingkungan daerah
magmatisme.
7. Dolomite CaMg(CO3)2, Mineral ini
menunjukkan warna putih-pink, sistem kristal heksagonal, belahan
sempurna, pecahan subkonkoidal, kilap kaca, cerat putih. Terbentuk dari
proses hidrotermal pada suhu yang rendah berupa urat, juga dapat terbentuk
pada lingkungan laut akibat proses dolomitisasi batugamping dan proses
metamorfik (dolostone protoliths).
8. Epidote Ca2Al2(Fe3+;Al)(SiO4)(Si2O7)O(OH),
Mineral ini menunjukkan warna hijau, sistem kristal monoklin, belahan jelas 2
arah, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk
prismatik. Terbentuk pada temperatur 900 – 10000 C, terbentuk akibat proses
metamorphisme pada fasiesgreen schist dan glaucophane schist dan
hidrotermal (propylitic alteration). Proses magmatik sangat jarang
menghasilkan mineral ini.
9. Garnet X3Y2(SiO4)3, Mineral ini menunjukkan
warna hijau gelap atau merah gelap, sistem kristal rhombic dodekahedron,
belahan tidak sempurna, pecahan konkoidal dan menunjukkan kenampakan
tabular. Terbentuk pada suhu 1600 – 18000 C, dapat terbentuk pada zona
kontak magmatic plutons dengan temperatur yang tinggi, yaitu pada
mineralisasi skarn. Selain itu juga dapat terbentuk akibat proses
metamorfisme. Lingkungan terbentuknya pada daerah magmatisme.
10. Heulandite (Ca,Na)2-3Al3(Al,Si)2Si13O36·12H2O,
Mineral ini menunjukkan warna putih – pink, sistem kristal monoklin, belahan
1 arah, pecahan subkonkoidal – tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan
menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 600 – 7000 C, akibat
proses alterasi dari vitrik tuff dan proses hidrotermal berupa urat pada
basalt, gneiss dan schist.
11. Illite (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)],
Mineral ini tidak berwarna (bening), dan sebagian menunjukkan warna putih-
abu-abu, sistem kristal monoklin, belahan 1 arah sempurna, kilap lemak,
bersifat elastis dan menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 700 –
8000 C, hasil dari proses magmatisme khususnya batuan beku dalam yang
kaya akan alumina dan silika (pegmatit dan granit), dapat merupakan hasil
proses metamorfik (mudrock sediment) dan hasil alterasi dari feldspar.
12. Kaolinite Al2Si2O5(OH)4, Mineral ini
menunjukkan warna putih, sistem kristal monoklin, belahan sempurna, kilap
mutiara. Terbentuk akibat adanya proses pelapukan dari mineral yang kaya
Al dan hasil proses alterasi dari mineral yang kaya Al dapat terbentuk pada
daerah danau.
13. Laumontite Ca(AlSi2O6)2·4H2O,Mineral ini
menunjukkan warna putih – abu-abu – pink, sistem kristal monoklin, belahan
3 arah, pecahan rata, kilap mutiara, cerat putih dan menunjukkan bentuk
elongated prismatik. Terbentuk pada suhu 600 – 7000 C, akibat proses
hidrotermal yang mengisi rongga-rongga pada batuan beku, batuan sedimen
dan metamorf.
14. Microcline (KAlSi3O8),Mineral ini
menunjukkan warna putih-hijau, sistem kristal triklin, belahan 2 arah,
pecahan tidak rata, kilap kaca-mutiara, cerat putih dan menunjukkan bentuk
prismatik. Terbentuk pada suhu 7000C, akibat proses magmatik yang
menghasilkanplutonic rock yaitu pegmatit, proses metamorfik dengan
temperatur yang rendah yaitu pada gneiss dan schist dan proses hidrotermal.
15. Montmorillonit
e(Na,Ca)0.33(Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2·nH2O, Mineral ini menunjukkan warna
putih – abu-abu, sistem kristal monoklin. Terbentuk pada daerah beriklim
tropis yang merupakan hasil alterasi dari feldspar pada batuan yang miskin
silika. Hasil dari pelapukan glass volkanik dan tuff dari proses hidrotermal.
16. Prehnite Ca2Al(AlSi3O10)(OH)2, Mineral ini
menunjukkan warna kehijauan, sistem kristal orthorombic, belahan
sempurna, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat berwarna putih dan
menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 700 – 8000 C, akibat
proses metamorfisme dan proses hidrotermal yang mengisi rongga pada
batuan volkanik basalt.
17. Wairakite CaAl2Si4O12•2(H2O), Mineral ini
menunjukkan warna putih, dapat terbentuk pada suhu 600 – 7000 C, akibat
proses hidrotermal (geothermal environment), proses metamorfisme burial
dengan suhu yang rendah, reksi dehidrasi dari laumontite pada sedimen tuff.
18.Wollastonite (CaSiO3), Mineral ini
menunjukkan warna putih, sistem kristal triklin, kilap kaca, belahan
sempurna 3 arah, pecahan tidak rata, cerat putih dan menunjukkan bentuk
tabular. Terbentuk pada suhu 11000C, akibat proses metamorfisme kontak
pada calcareous dan marl rocks dan dapat terjadi akibat metamorfisme
regional dengan tekanan yang rendah.
19. Zeolite Na2Al2Si3O10-2H2O, Mineral ini
menunjukkan warna abu-abu – putih, sistem kristal monoklin, belahan
sempurna 3 arah, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan
menunjukkan bentuk elongated-prismatik. Terbentuk pada temperatur 600 –
7000 C, akibat proses hidrotermal yang mengisi urat dan rongga pada batuan
beku dan proses metamorpisme burial.