petrografi batuan metamorf

28
PETROGRAFI BATUAN METAMORF Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350 o C < T < 650-800 o C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral- mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pembentukan Batuan Metamorf Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat

Upload: syufriadi-firmansyah

Post on 15-Apr-2016

501 views

Category:

Documents


95 download

DESCRIPTION

geologi

TRANSCRIPT

PETROGRAFI BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari

kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).

 

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

Pengenalan Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 1985).

 

Struktur Batuan Metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997).  Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).

1. Struktur Foliasi

Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jacson, 1970).

Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

1a. Slaty Cleavage

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).

Gambar Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur1b. Phylitic

Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

Gambar Struktur Phylitic

1c. Schistosic

Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur1d. Gneissic/Gnissose

Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

Gambar Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur2. Struktur Non Foliasi

Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain:

2.a  Hornfelsic/granulose

Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

Gambar Sruktur Granulose2b. Kataklastik

Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

2c.    Milonitic

Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).

Struktur Milonitic2d. Phylonitic

Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).

B. Tekstur Batuan Metamorf

Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic tang ditambahkan pada istilah dasarnya. (Jacson, 1997).

1.   Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa

Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

a. Relict/Palimset/Sisa

Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf tersebut.

b. Kristaloblastik

Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

2.   Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir

Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:

1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata2. Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.

3.   Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal

Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh

bidang permukaan kristal disekitarnya.3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.2. Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

d.   Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral

Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas

mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas

mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya adlah sebagai berikut:

Perfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering disebut porphyroblasts.

Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat padamassadasar material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crhusing).

Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.

Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir. Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut berstektur

homeoblastik.

Komposisi Batuan Metamorf

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam

kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

KOMPONEN DALAM BATUAN KARBONAT

Komponen penyusun batuan karbonat secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: a. Butiran (skeletal, non-skeletal), b. matrix dan c. semen. Komponen tersebut tersusun oleh mineral-mineral karbonat yang berbeda.

Gambar 1 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern.

BUTIRANButiran atau grain adalah semua komponen dalam batuan karonat yang berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3) baik yang berasal dari proses biologi seperti terumbu maupun dari proses biokimia. Butiran ini merupakan komponen yang menunjukkan kesan berbutir dengan batas-batas antar butir. Komponen tersebut dapat berupa hasil rombakan batuan karbonat itu sendiri atau batuan karbonat yang telah terbentuk sebelumnya (luar lingkungan pengendapan), fragmen-fragmen organisme ataupun hasil aktifitas organisme dan presipitasi mineral-mineral karbonat atau hasil diagenesis.Jika dianalogikan terhadap batuan silisiklastik, butiran merupakan fragmen yang berada dalam massa matriks dan semen. Butiran dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang berasal dari organisme atau skeletal dan yang berasal dari non-organisme atau non-skeletal.

A. SkeletalSkeletal adalah komponen batuan karbonat yang berasal dari organisme baik dalam bentuk utuh maupun berupa fragmental. Komponen tersebut merupakan penyusun batuan karbonat yang umum dijumpai. Komponen ini dapat berupa organisme utuh (dikenal dengan fosil) atau sebagai fragmen-fragmen organisme. Jenis organisme yang bertindak sebagai komponen skeletal dalam batuan karbonat bervariasi sepanjang sejarah geologi. Penyusun batuan karbonat dalam hal ini diambil referensi adalah terumbu mulai dari kala Paleozoikum hingga Kenozoikum terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 1 Kelompok utama pembentuk reef sepanjang sejarah geologi (sejak Archaean – Cenozoic) (Heckel, 1974).

Menurut Heckel (1974) terdapat unsur (organisme) utama yang menyusun batuan karbonat dari waktu ke waktu. Masing-masing Era mempunyai ciri khas organisme penyusunnya. Stromatolit umum dijumpai pada Era Proterozoic hingga Paleozoic. Namun pada mulanya organisme yang menyusun batuan karbonat (terumbu) tersebut keaneka ragaman masih sangat kecil dan semakin ke arah resen (umur muda) keaneka ragaman organisme pembentuk batuan karbonat semakin banyak. Diversitas (keaneka ragaman) jenis organisme mulai berkembang pesat pada Era Mesozoikum khususnya pada Zaman Karbon. Khusus untuk Tersier, organisme yang umum dijumpai adalah koral, algae dan foraminifera dengan spesies yang cukupberagam. Selain itu juga dijumpai molluska, stromatoporoid dan lain-lain. Pada umumnya untuk batuan berumur Tersier, terutama pada kala Neogen maka komponen skeletalnya atau fosilnya hampir sama dengan yang hidup sekarang ini. Ada tiga kelompok utama penyusun batuan karbonat pada kala Tersier yaitu Algae, Koral dan Foraminifera (Gambar 2).

Gambar 2 Jenis-jenis skeletal yang umum dijumpai pada batuan karbonat. Sketsa organisme yang hidup sekarang berupa algae (A), koral (B), dan Sponge (C).

Organisme sebagai penyusun batuan karbonat khususnya pada kala Tersier (sejak 65 juta tahun lalu) sangat beragam. Berdasarkan tabel 2.1 terlihat bahwa jenis, sebaran dan bentuk organisme berkembang pesat pada waktu tertentu. Beberapa jenis organisme yang umum dijumpai pada Zaman Tersier adalah Koral, Algae, sponges dan Foram (Gambar 3- 5).

Gambar 3 Kenampakan singkapan dari koral yang dijumpai pada lower teras batugamping Selayar di daerah Bira, Kab. Bulukumba (A). Foto sayatan tipis yang memperlihatkan fosil foraminifera besar (B) yang juga tersebar luas dalam batuan karbonat.

Gambar 4 Komponen batuan karbonat berupa fragmen-fragmen algae merah (Corallinaceae) (A), Foram besar (B) dan koral (C). A dan B dalam sayatan tipis, C dalam bentuk poles. Lokasi batugamping Selayar, Bira.

Gambar 5 Komponen batuan karbonat berupa koral soliter dari skerattinian dalam hand specimen (A), sayatan tipi yang memperlihatkan fragmen Halimeda, tanda panah (B). Lokasi batugamping Selayar, Bira.

B. Non-SkeletalKomponen Non-skeletal adalah material penyusun batuan karbonat yang berasal dari non organisme. Material tersebut terakumulasi pada suatu cekungan atau lingkungan pengendapan dengan proses yang berbeda-beda. Komponen-komponen tersebut adalah lithoklas (intraklas dan ekstraklas), ooids, peloids dan coated grain. Sedangkan yang berasal dari organisme dengan proses tertentu misalnya onkoliths, rhodoliths.

Lithoklas.Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai lime-clast atau intraclast. Dalam buku ini peristilahan lithoklas diambil dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas & ekstraklas (Gambar 2.11). Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan hasil rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan yang sama, sedangkan ekstraklas adalah komponen karbonat hasil rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di luar lingkungan pengendapannya.

Ooid (oolit)Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur

dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity meningkat kearah luar (Gambar 6).

Gambar 6 Komponen dalam batuan karbonat berupa lithoklas jenisnya belum diketahui dengan pasti. Contoh setangan (hand speciment) berupa slab dari batugamping Selayar (A), sayatan tipis yang menunjukkan beberapa ukuran dan batas butir yang tegas (Kendall, 2005) (B).

Ooid dapat diklasifikasikan berdasarkan microfabriknya atau mineraloginya. Namun ooid dapat menjadi sulit dikenali bilamana mengalami diagenesis yang terutama terjadi pada ooid berasal dari aragonit yang telah terganti oleh kalsit. Proses pembentukan ooid bisa pada daerah beragitasi atau bernergi tinggi dan akan menghasilkan ooid dengan struktur dalam yang konsentris. Selain itu ooid juga terbentuk pada lingkungan air tenang dengan struktur dalam tangensial (Gambar 8 B).Gambar 7 Sketsa kenampakan melintang sayatan oolit (ooid) yang memperlihatkan struktur dalam (radial dan konsentris). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).

Gambar 8 Fotograf dari ooid (bulat putih bersih) dan mineral terrigenous (kuarsa) warna bening (A), ooid dalam bentuk sayatan tipis yang memperlihatkan struktur dalam dan beberapa ooid intinya telah melarut (B). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).

Peloid (Pellet)Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran rata-rata 100-500µm yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded – subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam. Istilah tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick (1969). Istilah Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi untuk peloid yang berasal dari aktifitas organisme atau faecal pellet (Gambar 9).Peloid merupakan komponen penting didalam batuan karbonat dangkal. Seperti pada Great Bahama bank bagian barat dari P. Andros, dimana pelet menutupi kurang lebih 10.000 km2. Peloid menyusun lebih dari 30% total sedimen dan 75% pasir. Pada daerah-daerah berenergi rendah seperti sedimen-sedimen lagun di daerah Balize, peloid juga umum dijumpai pada

batugamping berenergi rendah di daerah laut dangkal, atau pada lingkungan laut yang tertutup.

Gambar 9 Sketsa kenampakan butiran peloid dengan lingkungan pembentukannya. Berbeda dengan ooid yang terbentuk pada daerah agitasi, maka peloid merupakan komponen batuan karbonat yang terbentuk pada lingkungan enrgi rendah seperti lagoon. Gambar 10 (A) kenampakan butiran peloid modern, (B) kenampakan peloid dalam bentuk sayatan tipis yang tidak memperlihatkan struktur dalam.

Banyak peloid merupakan butiran yang telah mengalami diagenesa atau mikritisasi seperti fragmen-fragmen organisme dan akhirnya membentuk peloid. Sumber lain dari peloid adalah berasal dari butiran karbonat (lithoklas) yang telah mengalami mikritisasi dan tidak menampakkan struktur asal sehingga membentuk peloid.

Coated grainsSejumlah carbonated-coated grains kadang tidak konsisten dalam penggunaan terminologinya sehingga kadang memunculkan masalah dalam interpretasinya. Memang hampir semua ahli petrografi batuan karbonat nampaknya mempunyai defenisi sendiri-sendiri. Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang membentuk tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti. Selanjutnya coated grain sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama sekali yang menjadikan penggunaannya dalam interpretasi lingkungan pengendapan sangat susah.Beberapa ahli masih memberikan istilah yang berbeda pada obyek yang sama. Istilah-istilah tersebut misalnya macro-oncoid, pisovadoid, cyanoid, bryoid, turberoid, putroid dan walnutoid (Peryt, 1983a). Peristilahan ini sudah terlalu jauh dan barangkali istilah yang membingungkan tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Penjelasan yang paling baru mengenai istilah coated grain yakni yang dilakukan oleh Peryt (1983b) yang mengajukan klasifikasi lain yang menggunakan sistem genetik dan generik untuk pengklasifikasian butiran ini.Banyak klasifikasi, termasuk klasifikasi Peryt, membedakan dua kategori besar tentang coated grains: terbentuk secara kimia (khususnya ooids) dan terbentuk secara biogenik (oncoids). Tetapi sering tidak mungkin untuk membuktikan apakah suatu coated grain telah terbentuk secara biogenik dan banyak ooid (biasanya yang diklasifikasikan terbentuk secara kimia) terbentuk langsung secara biogenik atau mungkin pertumbuhannya dipengaruhi secara biokimia. Didalam klasifikasinya, Flügel (1982) dan Richter (1983a) mengambil suatu pendekatan kearah lebih deskriptif terhadap istilah ooid dan oncoid. Defenisi berikut dimodifikasi dari peneulis tersebut diatas dan menekankan pada sifat dari bentuk cortikal laminae dan kontinuitas.Oncoid (atau oncolith) merupakan suatu coated grain dengan cortex kalkareous dari laminae yang irreguler dan sebagain overlapping. Bentuk oncoid tersebut irregular dan dapat

memperlihatkan struktur biogenik. Beberapa bentuk tidak mempunyai nucleus jelas (Gambar 10).Gambar 10 Kenampakan sayatan tipis oncoid dimana intinya merupakan ooid yang mengalami perkembangan membentuk oncoid. (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).

Oncoids dapat diklasifikasikan pada tipe struktur biogenik yang dikandungnya, contoh oncoid yang terbentuk oleh coating algae merah disebut rhodolith (atau rhodoids). Suatu batuan terbuat dari oncoid harus disebut oncolite. Beberapa peneliti membatasi istilah terhadap nodul algae tetapi penggunaan ini penuh dengan masalah.Istilah pisoid utamanya digunakan dalam petrografi tetapi tidak ada konsensus muncul untuk defenisinya. Flügel (1982) menganggap pisoid sebagai non marine ooid, sedangkan kebanyakan peneliti menekankan pisoid untuk ooid dengan diameter lebih besar dari 2 mm (Leighton & Pendexter, 1962; Donahue, 1978). Disamping lebih besar dari ooid, pisoid mempunyai laminae yang kurang teratur. Peryt (1983b) telah mendefinisikan tiga kategori ukuran untuk coated grain yang didasarkan pada diameternya: microid (<2 mm), pisoid (2 - 10 mm) dan macroid (> 10 mm). Pembagian ini telah digunakan oleh Peryt sebagai prefiks (contoh untuk mendefinisikan oncoid besar sebagai macro-oncoid), tetapi sistemnya kemudian diketahui tipe genetik, interpretatif yang masih sangat diragukan (Richter, 1983a).Krumbein (1984) mengklasifikasikan ooid dan oncoid pada sifat keteraturan bentuk dan kontinuitas laminae, dan dia mengenali micro-oncoid seperti dijelaskan diatas tetapi kemudian menambahkan suatu termiologi genetik berdasarkan pada apakah secara keseluruhan butiran merupakan biogenik atau abiogenik. Klasifikasi ini memperkenalkan oolite dan oncolite sebagai suatu kumpulan dari coated grain yang terbentuk secara biogenik dan ooloid serta oncoloid sebagai kumpulan dari butiran yang terbentuk secara abiogenik. Karena tidak mungkin menjelaskan apakah banyak coated grain adalah biogenik atau tidak, sistem klasifikasi terakhir tidak digunakan dan diharapkan tambahan istilah membingungkan terakhir tersebut tidak akan dipakai dalam literatur.Cortoid adalah tipe lain dari coated grain yang dikenal oleh beberapa peneliti (Flügel, 1982). Cortoid adalah butiran yang diselimuti oleh micrite envelope, dianggap terbentuk oleh endholitic micro-organisme. Butiran ini bukan sebenarnya butiran tetapi memperlihatkan alterasi pada permukaan butiran. Tetapi banyak micrite envelope berasal dari penambahan yan terbentuk oleh enkrustasi dari micro-organisme yang sebagian merupakan endolithic dan sebagian epilithic (Kobluk & Risk, 1977a,b). Butiran ini mengandung suatu tipe coated grain non laminated, untuk itu istilah cortoid beralasan untuk dapat digunakan.

2.2 MATRIKS (MIKRIT)Matriks adalah komponen batuan karbonat yang secara teoritis berukuran halus (<4 mm). Matriks atau mikrit (Folk, 1962) atau mud (Dunham, 1962) adalah komponen batuan karbonat yang terbentuk bersama butiran dan bertindak sebagai matriks. Komponen ini sangat umum dijumpai dalam batuan karbonat dan diinterpretasi terbentuk pada lingkungan berenergi rendah. Matriks harus dibedakan dengan mikrit yang terbentuk melalui proses diagenesis (mikritisasi). Mikrit yang terbentuk dengan proses tersebut bisa berasal dari komponen lain seperti butiran atau semen. Jika dianalogikan dengan batuan sedimen silisiklastik, matriks disamakan dengan lempung yang terendapkan pada lingkungan berenergi rendah. Konsekwensinya adalah warnanya menjadi relatif lebih gelap baik dalam bentuk outcrop (Gambar 2.17B) maupun dalam bentuk sayatan tipis (Gambar 11C).

Gambar 11 Endapan mikrit atau matrik yang terperangkap pada sea grass di daerah dangkalan (A). Outcrop yang menunjukkan mikrit (warna abu-abu) dengan tekstur wackestone (B). Internal sedimen yang terdiri atas mikrit (panah) (C). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).

2.3 SEMENSemen merupakan komponen batuan karbonat yang mengisi pori-pori dan merupakan hasil diagenesis atau hasil presipitasi dalam pori batuan dari batuan yang telah ada. Semen sering disamakan dengan sparit hasil neomorphisme, padahal sparit hasil neomorphisme adalah perubahan (rekristalisasi) dari komponen karbonat yang telah ada. Beberapa jenis semen yang dikenal dalam batuan karbonat moderen adalah fibrous, botroidal, isophaceous, mesh of needles dll (Gambar 12). Jenis semen tersebut tergantung pada lingkungan pembentuk semen yang dikenal sebagai lingkungan diagenesis. Penjelasan lebih lengkap tentang semen dibahas pada bab diagenesis batuan karbonat.Kenampakan lapangan dari semen adalah bening seprti kaca, sedangkan dibawah mikroskop memperlihatkan warna tranparan. Semen dapat terbentuk pada ruang antar komponen dan dapat juga terbentuk pada ruang dalam komponen atau ruang hasil pelarutan (Gambar 12).Gambar 12 Kenampakan jenis-jenis semen dan jenis mineral pembentuk semen pada batuan karbonat. Jenis semen yang umum dijumpai pada laut dangkal menurut James & Choquette, 1990.

Beberapa contoh semen dalam batuan karbonat yang banyak dijumpai pada karbonat modern khususnya pada daerah terumbu adalah fibrous dan botryoidal. Jenis semen tersebut dapat dijumpai pada batugamping Selayar yang memperlihatkan beberapa jenis (Gambar 13) yaitu fibrous, granular dan bladed.

Gambar 13 Semen jenis fibrous dan granular yang dijumpai pada batugamping Selayar. Radial fibrous cement yang menyemen fragmen Halimeda (A) dan stratigrafi semen dengan tiga fase pekembangan (B).

Selain tinjauan morfologi semen, semen juga dapat dianalisis melalui bentuk kristalnya seperti granular (equant), bladed, dan menjarum (fibers) (Gambar 2.20). Bentuk kristal semen tersebut dibedakan dengan memperhatikan perbandingan panjang sumbu-sumbu kristalnya. Bentuk equant memiliki sumbu kristal yang sama panjang antara sumbu a, b, dan c atau 2 : 1. Sedangkan bentuk kristal blades adalah semen dengan panjang sumbu kristal yang tidak sama dimana perbandingannya antara 1 : 2 sampai 1:6 antara sumbu a, b dengan sumbu c. Bentuk kristal menjarum (fibers) jika panjang sumbu c-nya lebih besar dari 1:6.Gambar 14 Bentuk kristal semen karbonat yang terdiri atas granular (equants), melembar (blades) dan menjarum (fibers). Sumber Tucker & Wright (1990).