peta spektra hazard indonesia dengan menggunakan model gridded seismicity untuk sumber gempa...

10
1 Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background Oleh: M. Asrurifak a , Masyhur Irsyam a , Bambang Budiono a , Wahyu Triyoso b , Widiadnyana Merati a dan I Wayan Sengara a a Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. b Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. 1. Pendahuluhan Kejadian gempa-gempa besar lima tahun terakhir di wilayah Indonesia telah memacu pemangku kepentingan pembuat peratuan atau standar perencanaan ketahan gempa Indonesia untuk segera merevisi standar perencanaan ketahanan gempa yang ada saat ini. Telah diketahui bahwa saat ini Indonesia mempunyai tiga peta hazard gempa yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Yang pertama adalah peta percepatan puncak dibatuan dasar untuk periode ulang 500 seperti yang ada di Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03- 1726-2002), dimana peta ini adalah peta hazard yang digunakan untuk perencanaan gedung. Yang kedua adalah peta hazard untuk perencanaan banguna air (bendungan), peta ini dibuat oleh Theo F Najoan dkk., diterbitkan oleh Puslitbang Teknologi Sumber Daya Air Departemen PU dan yang ketiga untuk jalan dan jembatan digunakan peta hazard yang berbeda lagi yang diterbitkan oleh Puslitbang Jalan walaupun peta yang digunakannya mengacu pada peta yang dibuat oleh Theo F Najoan tapi dengan periode ulang yang berbeda. Adanya peta yang berbeda tersebut diatas memang digunakan untuk jenis bangunan yang berbeda-beda, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa beban gempa itu bekerja dengan tidak memandang jenis bangunan. Peta percepatan puncak dibatuan dasar yang ada di SNI-03-1726-2002 adalah merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari rerata hasil yang dilakukan oleh empat penelitian dari berbagai latar belakang, yaitu Jodi Firmansyah & Masyhur Irsyam dari Perguruan Tinggi (ITB), Theo F Najoan dari Puslitbang Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Teddy Boen & Haresh Shah dari Konsultan Swasta dan Engkon Kertapati dari Badan Geologi, Departemen Mineral dan Sumber Daya Energi. Penelitian-penelitian ini dalam analisanya menggunakan metode serta parameter yang berbeda-beda sehingga peta yang dikeluarkan oleh masing-masing penelitian tersebut memberikan hasil percepatan gempa yang berbeda untuk periode ulang yang sama. SNI-03-1726-2002 yang merupakan rerata hasil analisa dari empat peneliti diatas dibuat dengan mengacu pada UBC-1997, sedangkan UBC-1997 telah dikembangkan/dirubah menjadi IBC-2000 dan berkembang lagi menjadi IBC-2006

Upload: herdi84

Post on 27-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

TRANSCRIPT

Page 1: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

1

Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model

Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

Oleh:

M. Asrurifaka, Masyhur Irsyama, Bambang Budionoa,

Wahyu Triyosob, Widiadnyana Meratia dan I Wayan Sengaraa

aFakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. bFakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung.

1. Pendahuluhan

Kejadian gempa-gempa besar lima tahun terakhir di wilayah Indonesia telah memacu

pemangku kepentingan pembuat peratuan atau standar perencanaan ketahan gempa

Indonesia untuk segera merevisi standar perencanaan ketahanan gempa yang ada

saat ini. Telah diketahui bahwa saat ini Indonesia mempunyai tiga peta hazard

gempa yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Yang pertama adalah

peta percepatan puncak dibatuan dasar untuk periode ulang 500 seperti yang ada di

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-

1726-2002), dimana peta ini adalah peta hazard yang digunakan untuk perencanaan

gedung. Yang kedua adalah peta hazard untuk perencanaan banguna air

(bendungan), peta ini dibuat oleh Theo F Najoan dkk., diterbitkan oleh Puslitbang

Teknologi Sumber Daya Air Departemen PU dan yang ketiga untuk jalan dan

jembatan digunakan peta hazard yang berbeda lagi yang diterbitkan oleh Puslitbang

Jalan walaupun peta yang digunakannya mengacu pada peta yang dibuat oleh Theo

F Najoan tapi dengan periode ulang yang berbeda. Adanya peta yang berbeda

tersebut diatas memang digunakan untuk jenis bangunan yang berbeda-beda, tetapi

tidak bisa dipungkiri bahwa beban gempa itu bekerja dengan tidak memandang jenis

bangunan.

Peta percepatan puncak dibatuan dasar yang ada di SNI-03-1726-2002 adalah

merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari rerata hasil yang

dilakukan oleh empat penelitian dari berbagai latar belakang, yaitu Jodi Firmansyah &

Masyhur Irsyam dari Perguruan Tinggi (ITB), Theo F Najoan dari Puslitbang Sumber

Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Teddy Boen & Haresh Shah dari Konsultan

Swasta dan Engkon Kertapati dari Badan Geologi, Departemen Mineral dan Sumber

Daya Energi. Penelitian-penelitian ini dalam analisanya menggunakan metode serta

parameter yang berbeda-beda sehingga peta yang dikeluarkan oleh masing-masing

penelitian tersebut memberikan hasil percepatan gempa yang berbeda untuk periode

ulang yang sama.

SNI-03-1726-2002 yang merupakan rerata hasil analisa dari empat peneliti diatas

dibuat dengan mengacu pada UBC-1997, sedangkan UBC-1997 telah

dikembangkan/dirubah menjadi IBC-2000 dan berkembang lagi menjadi IBC-2006

Page 2: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

2

dan sekarang menjadi IBC-2009, hal ini disebabkan peraturan tersebut sudah tidak

mampu lagi melindungi kejadian-kejadian gempa besar yang terjadi setelah UBC-

1997 dibuat.

Oleh karena itu dengan perkembangan data-data dan metodologi terkini, maka studi

ini dibuat untuk menjawab hal tersebut diatas, dimana model gridded seismicity

sebagai model sumber gempa background digunakan dalam analisa hazard gempa

(Petersen dkk., 2008).

Analisa hazard gempa (seismic hazard analysis) yang digunakan adalah model

Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) yang dikembangkan oleh Cornell

(1968 dan 1971), kemudian dilanjutkan oleh Merz dan Cornell (1973). Teori ini

mengasumsikan magnitude gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen

yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan

sebagai berikut:

P[I ≥ i] = rmP[I ≥ im dan r]fM(m).fR(r) dm dr

dimana: fM = fungsi kepadatan dari magnitude

fR = fungsi kepadatan dari jarak hiposenter

P[I ≥ i | m dan r] = kondisi probabilitas acak intensitas I yang melampaui nilai i

pada suatu lokasi akibat magnitude gempa M dan jarak hiposenter R.

Perhitungan PSHA dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan software dari

USGS (Harmsen, 2007) dan input parameter yang digunakan adalah seperti yang

akan dijelaskan dalam model sumber gempa dibawah.

2. Tatanan Tektonik Indonesia

Perkembangan teknologi GPS telah telah membantu penelitian dalam

menggambarkan model tatanan tektonik dunia yang terkini. Wilayah kepulauan

Indonesia yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar dan

sembilan lempeng tektonik kecil (Bird, dkk., 2003) merupakan lempeng-tempeng

yang berbeda jenis yang menciptakan jalur-jalur subduksi dan jalur-jalur sesar/fault

yang terus aktif, sehingga mengakibatkan wilayah lndonesia memiliki aktivitas

kegempaan tertinggi didunia.

Zona subduksi yang terjadi di bagian selatan wilayah Indonesia dikenal dengan

Sumber Gempa Busur Sunda yang membentang dari bagian barat Pulau Andaman di

bagian barat sampai pulau Banda di bagian timur. Di bagian timur dari busur Sunda

membentang busur Banda yang dimulai dari bagian timur Pulau Sumbawa yang

membentang ke timur di bawah Pulau Timor melengkung berlawanan arah jarum jam

ke arah utara melewati Pulau Seram dan membentang ke barat sampai Pulau Buru.

Dan dibagian timur wilayah Indonesia, terjadi pertemuan antara sumber gempa dari

barat dan jalur gempa Busur Banda dengan jalur gempa akibat benturan atau

pertemuan lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Zona-zona subduksi utama

wilayah Indonesia tersebut merupakan zona-zona sumber gempa yang memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap kejadian gempa yang telah lalu dan yang akan

datang.

Page 3: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

3

Fault atau sesar yang ada di lempeng tektonik yang terjadi akibat pegerakannya,

dalam perkembangannya juga mengalami pergerakan dan juga akan memberikan

berkontribusi terhadap kejadian gempa. Besarnya magnitude gempa yang terjadi

akibat mekanisme pergerakan fault ini tergantung pada luasnya bidang fault yang

saling mengunci (asperity area), makin luas areal asperity-nya maka kemungkinan

akan kejadian gempanya juga semakin besar. Mekanisme pergerakan fault ini bisa

berupa srike-slip, reverse dan normal.

3. Model Sumber Gempa

Informasi terbaru tatanan seismotektonik wilayah Indonesia yang telah dipelajari dan

dievaluasi oleh beberapa peneliti dipakai sebagai model sumber gempa merupakan

input parameter PSHA dalam studi ini. Data utama yang diperlukan dalam membuat

model sumber gempa adalah seismogenic model, focal mechanisms serta katalog

gempa. Kondisi seismogenic ini termasuk geometri atau geomorfologi lempeng

tektonik untuk fault dan zona subduksi.

Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam analisa, yaitu sumber gempa

background (gridded seismicity), sumber gempa fault dan sumber gempa subduksi.

Model ini telah yang digunakan oleh USGS dalam membuat peta spektra hazard di

USA 2008.

4.1. Sumber Gempa Background (Gridded Seismicity)

Model gridded (smoothed) seismicity digunakan untuk mengestimasi rate dari

kejadian gempa sedang yang akan datang di daerah fault dan gempa-gempa acak di

luar fault (Petersen dkk., 2008). Model ini memprediksikan bahwa kejadian gempa

yang lebih besar kemungkinan bisa terjadi di daerah sekitar gempa-gempa kecil

sampai sedang yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu untuk daerah yang

data faultnya belum teridentifikasi dengan jelas, tapi di daerah tersebut mempunyai

sejarah kejadian gempa, maka model ini sangat sesuai. Kejadian gempa Jogja tahun

2006 dengan M 6.4 adalah salah satu contoh, dimana di daerah tersebut sebelumnya

indentifikasi faultnya belum jelas dan gempa historic yang terjadi hanya gempa-

gempa kecil saja.

Model gridded seismicity digunakan untuk sumber gempa background berdasar pada

laju gempa (seismicity rates) secara spatially smoothed (Frankel, 1995). Seismicity

rate dari model ini didapat dari perhitungan gempa di grid cell dengan dimensi 0.1

longitude kali 0.1 latitude, perhitungan ini menggambarkan kemungkinan maksimum

estimansi dari 10a (Weichert, 1980) untuk cell tersebut untuk gempa di atas Mref. Nilai

grid ni lalu dilakukan smoothed spatially dengan mengalikan dengan fungsi Gaussian

bersama-sama dengan corelation distance c. Untuk tiap cell i, nilai smooth diperoleh dari :

Page 4: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

4

Nilai dinormalisasi untuk mempertahankan jumlah total peristiwa. ij adalah jarak antara

cell ke i dan cell ke j. Penjumlahan diambil dalam seluruh j dalam jarak 3c dari cell i. Rate

tahunan (u>u0) terlampaui dari gerakan tanah u0 pada site tertentu ditentukan dari jumlah,

dalam keseluruhan jarak dan magnitude.

Dimana, Nk merupakan total dari nilai untuk cell- cell didalam pertambahan jarak tertentu

dari site. T adalah jumlah tahun yang merupakan jumlah tahun katalog yang digunakan untuk

menentukan Nk. Nilai parameter-b diambil seragam dalam keseluruhan wilayah. P(u >

u0|Dk,Ml) adalah probabilitas bahwa u pada site akan terlampaui u0, untuk satu gempa pada

jarak Dk, dengan magnitude Ml. Faktor pertama dalam penjumlahan adalah rate tahunan dari

gempa-gempa dalam bin jarak k dan bin magnitude l.

Level completeness untuk metode Weichert diatas digunakan 5≤M<6 sejak tahun

1964, 6≤M<7 sejak tahun 1954 dan M≥7 sejak tahun 1900. Level completeness ini

diterapkan pada sumber gempa shallow dan deep background.

Model gridded seismicity ini dalam analisanya dibagi dalam lima interval kedalaman

yaitu: Shallow Background Source (0–50 km), dan Deep Background Source (50–100

km), (100–150 km), (150–200 km) dan (200–300 km).

Katalog gempa yang digunakan untuk pembuatan model Shallow Background Source

adalah mainshock pada interval kedalaman 0–50 km dimana semua gempa milik

atau di daerah Megathrust dihilangkan dan gempa dengan M≥ 6.5 di daerah sekitar

fault sampai sejauh 15 km dari lintasan fault juga dihilangkan.

4.2. Sumber Gempa Fault

Model sumber gempa fault yang diidentifikasi secara geometric (dalam 3D)

diperlukan input parameter berupa: fault trace, mekanisme pergerakan fault, slip-rate,

dip, panjang dan lebar fault, diman data-data tersebut didapat dari para ahli geologi

dan geofisika. Parameter-parameter sumber gempa fault (Gambar 1) yang digunakan

dalam studi untuk pulau Sumatra berdasarkan data referensi dari Sieh and

Natawidjaja (2000), dimana Sumatra Fault System dibagi menjadi 19 fault yaitu:

Seulimeum, Aceh, Tripa, Renun, Toru, Angkola, Barumun, Sumpur, Sianok, Sumani,

Suliti, Siulak, Dikit, Ketaun, Musi, Manna, Kumering, Semangko dan Sunda. Fault di

Jawa dan sekitarnya yaitu: Bumiayu, Baribis, Cimandiri, Semarang, Jogja, Flores

back-arc dan Wetar back-arc berdasarkan data referensi Katili (1978), Silver dkk

(1983), McCaffrey & Nabelek (1987), Rehault dkk (1991), Haresh dan Boen, (1996),

Parkinson (1998), Hall dan Wilson (2000), Hall (2001), Socquet dkk (2006), dan

Lasitha dan (2006). Fault di Sulawesi dan sekitarnya yaitu: Palu-Koro, Matano,

Walanae, Poso, Batui thrust, Tolo thrust, Sulu thrust, Gorontalo dan Lawanopo

berdasarkan data referensi Katili (1978), Silver et al (1983), Rehault et al (1991),

Parkinson (1998), Hall & Wilson (2000), Robert Hall (2001) dan Socquet et.al (2006).

Fault di Papua dan sekitarnya yaitu: Yapen, Tarera-Aiduna, Sula-Sorong, Sorong-

Page 5: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

5

Molucca, Sorong, Ransiki, Membrano thrust-belt, Manokwari trench, Lowland dan

Highland thrust-belt berdasarkan data referensi Visser & Hermes (1962), Hamilton

(1978) dan Bock dkk. (2003).

Gambar 1. Seismotektonik model dan fault parameter wilayah Indonesia.

4.3. Sumber Gempa Subduksi

Sumber gempa subduksi adalah model yang didapat dari data seismotektonik yang

sudah teridentifikasi dengan baik, dimana parameter dari model ini meliputi lokasi

subduksi yang dituangkan dalam koordinat latitude dan longitude, rate dan b-value

dari areal subduksi yang bisa didapatkan dari data gempa dengan metode least

square (Gutenberg-Richter), serta batas kedalaman area subduksi. Batas kedalaman

maksimum dari sumber gempa ini adalah 50 km atau merupakan daerah Megathrust.

Untuk daerah yang lebih dalam (>50 km) diwakili oleh model sumber intraslab (deep

background)

4. Fungsi Atenuasi

Pembuatan fungsi atenuasi adalah berdasarkan rekaman data signal kejadian

gempa. Tidak tersedianya data untuk menurunkan suatu fungsi atenuasi di wilayah

Indonesia, menyebabkan pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan dari wilayah

lain tidak dapat dihindari. Untuk itu dipilih fungsi yang memiliki kemiripan kondisi

seismotectonic dari wilayah dimana fungsi atenuasi itu dibuat.

Fungsi atenuasi untuk gempa shallow crustal (model sumber gempa shallow

background dan fault) menggunakan Boore-Atkinson NGA (2008), Campbell-

Bozorgnia NGA (2008) dan Chiou-Youngs NGA (2008) dengan bobot masing-masing

1/3. Sumber gempa subduksi interface (Megathrust) menggunakan Geomatrix

subduction (Youngs dkk., SRL, 1997), Atkinson-Boore BC rock global source

(Atkinson & Boore, 2003) dan Zhao dkk., dengan variabel Vs-30. (Zhao dkk., 2006)

dengan bobot masing-masing 1/3. Sumber gempa deep intraslab (model sumber

Page 6: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

6

gempa deep background) menggunakan AB intraslab seismicity Puget Sound region

BC-rock condition (Atkinson dan Boore, 1995), Geomatrix slab seismicity rock, 1997

srl. july 25 2006. (Youngs dkk., 1997) dan AB 2003 intraslab seismicity world data

region BC-rock condition (Atkinson dan Boore, 2003) dengan bobot yang sama.

5. Diskusi dan Kesimpulan.

Peta spektra hazard di batuan dasar pada 10% probabilitas terlampaui dalam 50

tahun atau setara dengan 500 tahun periode ulang gempa, menggunakan model

sumber gempa seperti yang digunakan oleh USGS dalam membuat peta spektra

hazard di USA 2008.

Kontribusi sumber gempa shallow background (gridded seismicity) menunjukkan

bahwa nilai hazard cukup dominan pada daerah-daerah yang belum diketahu data

fault geometric-nya (fault belum teridentifikasi) tapi daerah tersebut mempunyai

sejarah gempa-gempa kecil sampai sedang cukup banyak.

Kontribusi sumber gempa deep background (intraslab seismicity) menunjukkan pola

seismisitas dari sumber gempa dalam atau model subduksi intraslab di daerah

Benioff.

Hasil peta hazard ditunjukkan pada Gambar 2 s/d 4 untuk masing-masing kondisi

PGA, spektra T=0.2 detik dan spektra T=1.0 detik. Dimana untuk kondisi PGA adalah

sebanding dengan kondisi yang ada di SNI-03--1726-2002 tapi dengan nilai yang

relative lebih besar. Hal ini disebabkan karena input parameter yang digunakan

dalam analisa telah menggunakan model sumber gempa yang berbeda dan data-

data gempa terkini.

Gambar 2. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar pada periode ulang 500

tahun.

Page 7: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

7

Gambar 3. Peta spektra hazard T = 0.2 detik di batuan dasar pada periode ulang 500

tahun

Gambar 4. Peta spektra hazard T = 1.0 detik di batuan dasar pada periode ulang 500

tahun

Page 8: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

8

Referensi

Atkinson, G., Boore, D., New ground motion relations for eastern North America. Bull. Seismol. Soc. Am. 85, 17– 30. 1995.

Atkinson, G.M., Boore, D.M, Empirical Ground-Motion Relations forSubduction-Zone Earthquakes and Their Application to Cascadia and Other Regions, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 93, No. 4, pp 1703-1729, 2003.

Bird, P., An updated digital model of plate boundaries: Geochemistry, Geophysics, Geosystems, v. 4, no. 3, 1027, 2003. doi:10.1029/2001GC000252.

Bock et al., Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements, Journal Of Geophysical Research, Vol. 108, NO. B8, 2367, 2003, doi:10.1029/2001JB000324, 2003

Boore, D.M., and Atkinson, G.M., Ground-motion prediction equations for the average horizontal component of PGA, PGV, and 5%-damped PSA at spectral periods between 0.01 s and 10.0 s: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1. 2008.

Campbell, K.W., and Bozorgnia, Y., Ground motion model for the geometric mean horizontal component of PGA, PGV, PGD and 5% damped linear elastic response spectra for periods ranging from 0.01 to 10.0 s: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1, 2008.

Chiou, B., and Youngs, R., A NGA model for the average horizontal component of peak ground motion and response spectra: Earthquake Spectra, v. 24, no. 1. 2008.

Coppersmith, K. J., Youngs, R. R., Capturing Uncertainty in Probabilistic Seismic Hazard Assessment with Intraplate Tectonic Environments, Proceedings, 3rd U. S. National Conference on Earthquake Engineering, Charleston, South Carolina, Vol. 1, pp.301-312, 1986.

Cornel, C.A. Engineering Seismic Risk Analysis, Bulletin of the Seismological Society of America. Vol 58, No.5: 1583-1606, 1968.

Firmansjah, J. & Irsyam, M., Development of Seismic Hazard Map for Indonesia, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan, Bandung, Nopember 1999.

Frankel, A., Mapping seismic hazard in the central and eastern United States: Seismological Research Letters, v. 66, n.4 p. 8-21, 1995.

Gardner, J.K., and Knopoff L., Is the sequence of earthquakes in southern California, with aftershocks removed, Poissonian?: Bulletin of the Seismological Society of America, v. 64, p. 1363–1367, 1974.

Gutenberg, B. and Richter, C., Frequency of earhquakes in California. Bull. Seism. Soc. Am., 34:185–188, 1944.

Hall, R, &, Wilson, M.E.J., Neogene sutures in eastern Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences 18 (2000) 781–808. 2000.

Hamilton, W., Tectonic Map of The Indonesia Region, United States Geological Survey Map 1-875-D, 1978.

Hamilton,W., Convergent-Plate Tectonics Viewed From The Indonesia Region, Selected paper on the geodynamics of Indonesia regions, ISSN: 0854-4352, Indonesia Assosiation of Geophysicists, 2001.

Page 9: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

9

Hanks, T.C. & Kanamori, H., A Moment Magnitude Scale: Journal of Geophysical Research, v. 82, 1979, p. 2981-2987.

Harmsen, S., 2007, USGS Software for Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), Draft Document, (unpublished, received by hand).

International Building Code (IBC), International Code Council, Chapter 16 Structural Design, 2006.

Katili, J., Past And Present Geotectonic Position Of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics 45, 289–32, .1978.

Kertapati, E.K., Probabilistic Estimates of Seismic Ground-Motion Hazard in Indonesia, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan, Bandung, Nopember 1999.

McCaffrey, R., and J. Nabelek, Earthquakes, gravity and origin of the Bali Basin: An example of a nascent continental fold-and-thrust belt, J.Geophys. Res., 92, 441-460, 1987.

McGuire, R.K., Probabilistic Seismic Hazard Analysis and Design Earthquakes: Closing the Loop, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 85, No. 5, pp. 1275- 1284, October 1995.

Merz, H.A. and Cornel, C.A., Aftershock in Engineering Seismic Risk Analysis. Report R73-25. Massachusetts: Departement of Civil Engineering, MIT, Cambridge, 1973.

Natawijaya, D.H., Neotectonics of Sumatran Fault ang Paleogeodesy of the Sumatran Subduction Zone. Doctor of Philosophy Thesis. California Institute of Technology, Pasadena, California, 2002.

Newcomb, K. R. and W. R. McCann, Seismic history and seismotectonics of the

Sunda Arc, J. Geophys. Res., 92, 421-439, 1987.

Pacheco, J. F. and L. R. Sykes. Seismic Moment Catalog Of Large Shallow Earthquakes, 1900 to 1989, Bull. Seismol. Soc. Am., 82, 1306-1:349, 1992

Parkinson, C.D., Emplacement of the East Sulawesi Ophiolite: evidence from subophiolite metamorphic rocks. J. SE Asian Earth Sci. 6 (1), 1 –16. 1998

Petersen M.D. et al., Documentation for the 2008 Update of the United States National Seismic Hazard Map, USGS Open-File Report 2008–1128,.

Petersen,M.D. et al., Probalistic Seismic Hazard Analysis for Sumatra, Indonesia and Across the Southern Malaysian Peninsula, U.S. geological Survey USGS-MS966, Box 25046, Denver, CO 80225, United State, Tectonophysics 390 (2004), 141-158.

Power, M. S., Coppersmith, K. J., Youngs, R. R., Schwartz, D. P., Swan, R. H., Seismic Exposure Analysis for the WNP-2 and WNP-1/4 Site: Appendix 2.5K to Amendment No. 18 Final Safety Analysis Report for WNP-2, Woodward-Clyde Conslutants, San Francisco, 63 pp. 1981.

Reiter, L., Eathquake Hazard Analysis-Issues and Insights, New York, Columbia University Press: 254 pp, 1990.

Risk Engineering Inc., (2006), EZ-FRISK version 7.20 Software for Earthquake Ground Motion Estimation, User’s Manual.

Page 10: Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background

10

Robert Hall, Extension during late Neogene collision in east Indonesia and New Guinea, Journal of the Virtual Explorer, ISSN 1441-8126 Volume No. 4, 2001.

S. Lasitha, M. Radhakrishna,* and T. D. Sanu., Seismically active deformation in the Sumatra–Java trench-arc region: geodynamic implications, Current Science, Vol. 90, No. 5, 10 March 2006

Sengara,I.W., Kertapati,E.K., Pribadi,S.K., Pengembangan Model Kajian Singkat Resiko Bencana Gempa Untuk Kota-kota di Indonesia, Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan II, PSIT-UGM, Jogjakarta, 20 Januari 2004.

Shah, H.C. dan Boen, T., Seismic Hazard Model for Indonesia. Paper, April 1996.

Sieh, K., Natawidjaja, D., Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. J. Geophys. Res. 105, 28295–28326. 2000.

Silver, E.A., Reed, D., McCaffrey, R., Back Arc Thrusting in the Eastern Sunda Arc, Indonesia: A Consequence of Arc Continent Collisin, Journal of Geophysical Research, Vol. 88, No. B9, pp 7429-7448. 1983.

Slemmons, D.B., Determination of Design Earthquake Magnitudes for Microzonation: Proceedings of Third International Earthquake Microzonation Conference, 1982, v.1, p.119-130.

SNI-1726-2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Dep. Kimpraswil, Bandung, April 2002.

Socquet, A., Vigny, C., Chamot-Rooke, N., Simons, W., Rangin, C., and Ambrosius, B., India and Sunda plates motion and deformation along their boundary in Myanmar determined by GPS: Journal of Geophysical Research, v. 111, B05406, doi: 10.1029/2005JB003877, 11 p. 2006.

Theo F. Najoan; Djanasoedirdja Soeroso; S. Ruhijat., Peta Zona Gempa Hasil Tinjauan Ulang Dan Cara Penggunaannya Sebagai Usulan Dalam Perencanaan Bangunan Pengairan Tanah Gempa, Jurnal Puslitbang Pengairan, vol.No. 36, Th.11-KW. I, 1995: 22-36.

USGS, NEIC. 2008, Seismic Hazard of Western Indonesia, Map prepare by United State of Geology Survey, URL http://earthquake.usgs.gov/research/hazmap/product_data/

Wells, D.L. and K.J. Coppersmith, New Empirical Relationships Among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, And Surface Displacement, Bull. Seis. Soc. Am. 84(4); 974-1002, 1994.

Youngs, R.P. & Coppersmith, K.J., Implications of Fault Slip Rates and Earthquake Recurrence Models to Probabilistic Seismic Hazard Estimates, BuNetin of the Seismological Society of America, Vol. 75, No. 4, pp. 939-964, 1985.

Youngs, R.R., Chiou, S.J., Silva, W.J., Humphrey, J.R., Strong ground motion attenuation relationships for subduction zone earthquakes. Seismol. Res. Lett. 68, 58–73, 1997.

Zhao John X., Zhang, J., Asano, A., Ohno, Y., Oouchi, T., Takahashi, T., Ogawa, H., Irikura, K., Thio, H., Somerville, P., et al., Attenuation Relations of Strong Motion in Japan using site classification based on predominant period, Bull. Seismol. Soc. Am., 96, 898, 2006.