perwal kota bandung
DESCRIPTION
Kajian 3TRANSCRIPT
Sudah Adilkah Sistem PPDB Kota Bandung?
Cogito Ergo Sum
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau biasa disebut dengan PPDB merupakan
proses yang setiap tahunnya terjadi di setiap kota-kota di Indonesia. Hampir setiap kota di
Indonesia memiliki sistem PPDB yang berbeda-beda, begitu pula halnya Kota Bandung.
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung tahun 2014 dilaksanakan
hampir seluruhnya dengan sistem online, mulai dari proses pendaftaran, seleksi, hingga bagi
hasil. Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) tahun ajaran 2014-2015 di Kota
Bandung untuk tingkat SD, SMP dan SMA telah berakhir. Namun ada sedikit perubahan
yang terjadi dengan PPDB tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Walikota Bandung ini. Dalam
PPDB tahun ini, pemerintah Kota Bandung tidak lagi menggunakan sistem cluster namun
telah mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwal) No 666 Tahun 2014 tentang perubahan
ketiga atas peraturan Walikota Bandung nomor 177 tahun 2010 tentang tata cara penerimaan
peserta didik baru pada taman kanak-kanak/raudhatul athfal dan sekolah/madrasah.
Perbedaan mendasar pada sistem PPDB tahun 2014 ini ialah dimana tahun lalu menggunakan
sistem cluster murni tetapi sekarang menggunakan sistem rayonisasi. Sistem cluster
merupakan sistem yang mengklasifikasikan sekolah-sekolah yang ada berdasarkan passing
grade nilai para siswa yang mendaftar, sementara sistem rayonisasi berbasiskan pada daerah
atau wilayah dimana siswa itu berada.
Mungkin memang tak banyak para peserta didik maupun para orang tua yang
mengetahui konsep rayonisasi itu sendiri. Konsep rayonisasi memang terlihat cukup
membingungkan untuk bisa dijalankan mengingat banyaknya hal yang harus dimengerti.
Namun menurut pemerintah Kota Bandung kebijakan ini dinilai sudah tepat untuk mengatasi
berbagai persoalan yang ada misalnya mengenai kasus jual beli kursi, memberikan ruang
gerak lebih pada para peserta didik untuk lebih leluasa mendaftar ke sekolah manapun tanpa
berdasarkan cluster juga mendukung gerakan pemerintah kota Bandung untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas dengan adanya program bike to school dimana siswa siswi pergi ke
sekolah dengan menggunakan sepeda.
Apabila kita tilik lebih lanjut bahwa sebenarnya terlalu banyak ketentuan yang dinilai
tidak merata pada setiap calon peserta didik baru, misalnya pada tingkat SMA/MA,
SMK/MAK untuk jalur akademik. Dalam Peraturan Walikota tersebut tertulis beberapa hal,
diantaranya:
1) seleksi calon peserta didik SMA/MA, SMK/MAK dilakukan secara otomatis
dengan sistem PPDB Online.
2) Sistem seleksi Calon Peserta Didik SMA/MA,SMK/MAK dalam PPDB Online
akan memperhitungkan kriteria utama yaitu nilai UN.
3) Seleksi pada intinya didasarkan pada besarnya nilai UN.
4) Nilai UN Calon Peserta Didik yang dientry pada Sekolah pilihan ke-1 yang tidak
sesuai wilayah tempat tinggal dikalikan 1 (satu), pilihan ke-1 yang memilih
sekolahnya berada pada radius paling jauh 2 KM dengan kelurahannya, mendapat
tambahan skor sebesar 1,15 sedangkan yang dientry pada pilihan ke-2 dikalikan 1
(satu).
5) Ketentuan pada angka 4 tidak berlaku bagi SMK/MAK.
6) Nilai UN Calon Peserta Didik selanjutnya diperingkat. Urutan teratas Calon
Peserta Didik sampai dengan jumlah sesuai kuota penerimaan Peserta Didik
masing-masing sekolah ditetapkan melalui sidang pleno Dinas Pendidikan
bersama Dewan Pembina dan diumumkan pada tanggal 10 Juli 2014 sebagai
Calon Peserta Didik SMA/MA,SMK/MAK yang diterima pada tahun pelajaran
2014/2015. Selanjutnya Kepala Sekolah menerbitkan surat keterangan diterima
dan melaporkan Peserta Didik yang diterima ke Dinas Pendidikan.
7) Bagi Calon Peserta Didik yang tidak dapat diterima di sekolah pilihan ke-1, akan
dilimpahkan secara otomatis oleh sistem online ke sekolah pilihan ke-2 untuk
selanjutnya diperingkat di sekolah pilihan ke-2 sampai dengan jumlah daya
tampung di sekolah pilihan ke-2 tersebut.
Berbagai respon mulai bermunculan pasca diberlakukannya peraturan walikota ini.
Peserta didik dan para orang tua banyak yang mengapresiasi penerapan aturan ini. Namun tak
sedikit juga yang mengaku kecewa atas penerapan aturan yang mengedepankan konsep
rayonisasi ini. Konstitusi juga menyatakan bahwa hak pendidikan yang bermutu dan memberi
kesempatan untuk maju itu merupakan hak untuk semua anak sesuai dengan amanat UUD
1945 dalam Pasal 28C ayat 1 dan 2 juga dalam pasal 31. Pasal-pasal tersebut mengandung
pengertian bahwa negara menjamin hak-hak tiap warga negara untuk mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya juga untuk mendapat pendidikan. Selain itu, UU No.
20 Tahun 2003 dalam pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” Selanjutnya dalam pasal
5 ayat 1 disebutkan pula bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.” Dalam pasal 5 ayat 1 ini menjelaskan bahwa setiap
warga negara, setiap siswa siswi yang ingin melanjutkan pendidikan berhak untuk
mendapatkan pendidikan yang menurut mereka memiliki kualitas yang baik.
Namun apabila peraturan Walikota Bandung ini dilihat lebih jauh, tentu tidak semua
dari mereka bisa memperoleh pendidikan yang bermutu mengingat ada batasan-batasan
dalam memilih sekolah. Yaitu setiap calon peserta didik hanya boleh memilih dua sekolah,
dimana pilihan pertama bebas ditujukan ke sekolah mana yang ia inginkan, namun di pilihan
kedua siswa tersebut harus memilih satu sekolah yang masuk ke dalam wilayah tempat
tinggalnya atau dengan kata lain pilihan kedua siswa tersebut didasari dari jarak rumah
mereka ke sekolah. Bila ada salah satu calon peserta didik yang rumahnya dekat dengan
sekolah-sekolah yang terdaftar dalam kelompok yang telah ditentukan berdasarkan
kecamatan dan memiliki akreditasi bagus tentunya tidak perlu berpikir untuk menyusun
strategi mendapatkan sekolah yang diinginkan, selain telah mendapat nilai intensif juga sudah
masuk ke dalam piihan sekolah-sekolah yang sesuai dalam daftar yang terlampir. Lain halnya
jika ada calon peserta didik yang ingin masuk sekolah namun lokasi rumahnya tidak terdaftar
dalam lokasi sekolah yang mendapat tambahan intensif tentu menjadi suatu kerugian bagi
mereka. Selain itu semua sistem yang dipakai ialah sistem online sehingga jika para calon
peserta didik tidak lolos pada pilihan pertamanya akan serta merta dilimpahkan berkasnya ke
pilihan kedua. Hal selanjutnya yang perlu ditinjau kembali ialah jika para calon peserta didik
tidak lolos di pilihan pertama maupun pilihan kedua maka bagaimana kelanjutan dari nasib
mereka?? Mungkin ini yang perlu dipertimbangkan lagi dalam Peraturan Walikota tersebut.
Jika memang kebijakan baru ini bertujuan untuk menjalankan amanah UUD dan UU
Pendidikan agar anak-anak mendapatkan pelayanan sosial yang adil tanpa membeda-bedakan
kelas sosial dan ekonomi namun faktanya masih ditemui beberapa siswa yang kecewa karena
tidak bisa masuk ke sekolah yang mereka inginkan dengan adanya sistem rayonisasi sekolah
di Kota Bandung ini. Salah satu yang menjadi alasan kiranya perlu dikaji kembali sistem
PPDB di Kota Bandung ini ialah salah satu tujuan rayonisasi sekolah di Kota Bandung yaitu
memberikan ruang gerak lebih pada para peserta didik untuk lebih leluasa mendaftar ke
sekolah manapun tanpa berdasarkan cluster. Menurut Ridwan Kamil selaku walikota
Bandung, mengatakan bahwa penghapusan sistem cluster dilakukan untuk menghilangkan
kesan diskriminasi berbasis akademis yang kerap muncul di masyarakat. Namun mengajak
para peserta didik untuk menerima sistem baru ini tidaklah mudah. Hal tersebut harus
dibarengi dengan pemerataan kualitas pendidikan dan fasilitasnya sehingga semua sekolah di
kota Bandung memiliki standar kualitas dan fasilitas yang sama, sehingga tidak ada lagi
kecenderungan para peserta didik untuk masuk hanya di sekolah-sekolah tertentu. Namun
pada kenyataannya belum semua sekolah di Kota Bandung memiliki fasilitas yang sama
sehingga jika dikatakan bahwa tujuannya pemerataan maka yang harus dilakukan lebih dulu
yaitu pemerataan fasilitas di semua sekolah di Kota Bandung sehingga semua siswa akan bisa
menentukan sekolah dimana saja dan tidak terpaku pada beberapa sekolah yang dinilai
memang memiliki standar-standar tertentu. Tak hanya fasilitas suatu sekolah yang termasuk
sarana dan prasarana pendukung pembelajaran namun sumber daya manusia dalam hal ini
tenaga pengajar yang berkualitas pun menjadi faktor dalam pemerataan kualitas suatu
sekolah. Melihat masih banyaknya permasalahan yang terjadi dalam proses Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) 2014, maka perlu kiranya peraturan ini untuk dikaji ulang
bersama agar tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan dan dapat sama-sama mencari
solusi untuk sebuah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru yang lebih baik lagi ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pikiran-rakyat.com/node/284860
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/11/079598803/Tahun-Ajaran-Baru-Mulai-
Puluhan-Siswa-Belum-Sekolah
http://edukasi.kompasiana.com/2014/06/20/manakah-yang-lebih-adil-penerimaan-
siswa-baru-sistem-cluster-atau-sistem-rayon-di-kota-bandung-659710.html
http://news.detik.com/bandung/read/2014/07/11/150603/2634650/486/temui-ibu-ibu-
yang-anaknya-tak-diterima-sekolah-ridwan-kamil-janji-cari-solusi?nd771104bcj
Peraturan Walikota Bandung Nomor 666 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Walikota Bandung Nomor 177 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penerimaan Peserta
Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal Dan Sekolah/Madrasah
UUD 1945
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
An’nissa Khalida
Staf Biro Kajian Dan Advokasi Mahasiswa
BEM FH UNPAD Kabinet Harmoni