peruu bko ot

33
TUGAS UNDANG UNDANG & ETIKA KESEHATAN PELANGGARAN PEMAMBAHAN BAHAN KIMIA OBAT DALAM OBAT TRADISIONAL OLEH : Ketut Maryana Pratama 0908505051 A.A. Ria Asmara 1008505039 I Gusti Ayu Agung Septiari 1008505040 Ketut Sri Puspitasari 1008505041 M. Ivan Iswandi 1008505042 Ni Made Dwi Dianthy M 1008505044 Made Mandala Putra 1008505045 Angelia Putri Moeliono 1008505046 Adelia Viviandari 1008505047 Ni Putu Pricilia Andhika Dewi 1008505048 0

Upload: ivankopler

Post on 26-Oct-2015

278 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

perUU tentang BKO OT serta contoh pelanggrannya

TRANSCRIPT

Page 1: Peruu Bko Ot

TUGAS

UNDANG UNDANG & ETIKA KESEHATAN

PELANGGARAN PEMAMBAHAN BAHAN KIMIA OBAT

DALAM OBAT TRADISIONAL

OLEH :

Ketut Maryana Pratama 0908505051

A.A. Ria Asmara 1008505039

I Gusti Ayu Agung Septiari 1008505040

Ketut Sri Puspitasari 1008505041

M. Ivan Iswandi 1008505042

Ni Made Dwi Dianthy M 1008505044

Made Mandala Putra 1008505045

Angelia Putri Moeliono 1008505046

Adelia Viviandari 1008505047

Ni Putu Pricilia Andhika Dewi 1008505048

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

0

Page 2: Peruu Bko Ot

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional di Indonesia diketahui cenderung meningkat

karena adanya isu back to nature serta anggapan masyarakat bahwa penggunaan

tanaman obat atau obat tradisional relatif aman tanpa efek samping dan memiliki

khasiat yang sama dengan obat sintesis. Salah satu jenis obat tradisional yang telah

dikenal luas dan menjadi pilihan alternatif untuk pengobatan di Indonesia adalah

jamu (Kumala-Sari, 2006; Dewoto, 2007).

Obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa

bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat

(Menkes, 2007).

Obat tradisional seara luas masih digunakan terutama di daerah pedesaan, dan

dalam beberapa tahun terakhir tren back to nature membuat penggunaan obat

tradisional mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari perkembangan produksi obat

tradisional yang berasal dari 900 industri kecil dan 130 industri menengah, 69

diantaranya telah bersertifikat Good Traditional Medicine Manufacturing Practice

(GTMMP).

Sementara itu, tuntutan penggunaan obat tradisional oleh masyarakat yang

semakin meningkat tidak diiringi dengan peningkatan mutu dari obat tersebut.

Peningkatan mutu obat tradisional dapat dipengaruhi beberapa factor seperti

terbatasnya dana serta standarisasi yang dirasa masih kurang, sehinga akan dapat

memberi celah untuk beberapa produsen menambahkan zat kimia sintetis/bahan

kimia obat untuk memberikan efek terapetik tertentu dari obat tradisional yang

diproduksinya (Kepmenkes, 2007).

1

Page 3: Peruu Bko Ot

Penambahan bahan kimia obat ke dalam obat tradisional akan menyebabkan

mutu dan keamanan obat tradisional akan menurun sehingga akan dapat

membahayakan konsumen serta menghambat perkembangan industri obat tradisional.

Berdasarkan uraian diatas, maka pada makalah ini dibahas mengenai

perundang-undangan yang terkait dengan produksi obat tradisional, kasus yang

terjadi, serta proses hukumnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana perundang-undangan tentang obat tradisional di Indonesia?

2. Bagaimana penyimpangan produksi obat tradisional khususnya penambahan

bahan kimia obat dalam obat tradisional?

3. Bagaimana proses hukum terkait dengan penyimpangan produksi obat

tradisional?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:Mengetahui peraturan

perundang-undangan yang mengatur produksi obat tradisional di Indonesia

1. Mengetahui penyimpangan produksi obat tradisional tradisional khususnya

penambahan bahan kimia obat dalam obat tradisional

2. Mengetahui proses hukum terkait dengan penyimpangan produksi obat

tradisional.

BAB II

2

Page 4: Peruu Bko Ot

PEMBAHASAN

2.1 Perundang-undangan Obat Tradisional

Berdasarkan UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Kepmenkes

NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994, obat tradisional didefinisikan sebagai bahan

atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Beberapa bentuk sediaan

obat tradisional adalah rajangan, serbuk, pil, dodol atau jenang, pastiles, kapsul,

tablet, cairan obat dalam, sari jamu, parem, pilis, dan tapel, koyok, cairan obat luar,

serta salep/krim.

Pada Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 tersebut terdapat penjelasan

mengenai persyaratan dan larangan bagi obat tradisional yaitu sebagai berikut:

Pasal 23

Untuk pendaftaran Obat Tradisional dimaksud dalam Pasal 3 obat tradisional

harus memenuhi persyaratan:

a. Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;

b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan;

c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat

sebagai obat;

d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika.

Pasal 39

(1) Industri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional dilarang

memproduksi:

a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil

isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;

b. obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau

sediaan parenteral;

3

Page 5: Peruu Bko Ot

c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung

etanol dengan kadar lebih dari 1%.

(2) lndustri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional

Lisensi.

Pasal 40

Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum

dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan

pendaftaran.

Pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor: HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana

Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka

disebutkan sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang

mengandung :

a. bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;

b. narkotika atau psikotropika;

c. bahan yang dilarang seperti tercantum pada Lampiran 14;

d. hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan yang berlaku.

(2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :

a. intravaginal;

b. tetes mata;

c. parenteral;

d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

(3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk

sediaan cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan

4

Page 6: Peruu Bko Ot

kadar lebih besar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan

tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.

Pasal 4

Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat

tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria

sebagai berikut :

a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi

persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;

b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang

berlaku;

c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat

menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi

dalam rangka pendaftaran.

Pasal 35

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi

administratif berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penarikan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dari

peredaran termasuk penarikan iklan;

c. penghentian sementara kegiatan pembuatan, distribusi, penyimpanan,

pengangkutan dan penyerahan obat tradisional, obat herbal terstandar

dan fitofarmaka dan impor obat tradisional;

d. pembekuan dan atau pencabutan izin edar obat tradisional, obat herbal

terstandar dan fitofarmaka.

(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

5

Page 7: Peruu Bko Ot

2.2 Bahan Obat Kimia dalam Obat Tradisional

2.2.1 Obat Tradisional (OT)

Obat tradisional bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dalam upaya preventif dan promotif bila digunakan secara

tepat dan dibuat oleh apoteker yang profesional. Namun dalam

pelaksanaannya obat tradisional yang beredar dipasara disalahgunakan

dengan penambahan zat kimia/obat keras dengan dosis tidak terukur

untuk mempercepat efek farmakologisnya, tanpa melihat efek samping

yang dapat terjadi akibat dosis yang tidak tepat dan belum terdapatnya uji

klinis. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan

Kepmenkes NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994, obat tradisional

didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran

dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman. Dalam Pasal 7 SK Nomor 007

Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional, menyatakan bahwa

obat tradisional dilarang mengandung bahan kimia obat yang merupakan

hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.

2.2.2 Bahan Obat Kimia (BKO)

Kini obat tradisional, termasuk herbal, dengan mudah dapat kita

temukan disekitar kita, mulai dari herbal dan obat tradisional yang diracik

sendiri oleh penjualnya sampai berbagai jenis obat tradisional yang

diracik dan diproduksi secara modern oleh pabrik besar. Untuk

mendapatkan obat tradisional yang aman dan berkhasiat kita perlu jeli

karena seringkali bebarapa bahan berbahaya yang diselipkan didalamnya.

Hal ini mengingat penelitian dan pengawasan tentang obat tradisional

belum bnyak dilakukan sebagaimmana obat-obatan medis (obat apotek).

6

Page 8: Peruu Bko Ot

Oleh karena itu, bahan berbahya sering ditemukan didalam obat

tradisional. Selain itu, sering pula kita temukan obat tradisional palsu

ataupun obat tradisional merek tertentu yang diproduksi oleh produsen

lain yang tidak bertanggungjawab. Beberapa bahan berbahaya yang

sering ditemukan dalam sejumlah obat tradisional diantaranya:

Beberapa jenis obat tradisional dinilai berbahaya karena mengandung

bahan kimia obat (BKO). Menurut temuan BPOM, obat tradisional yang

sering dicemari BKO umumnya adalah obat tradisional pada beberapa

jenis berikut ini:

Klaim kegunaan obat tradisional BKO yang sering ditambahkan

Pegal linu/ encok/ rematik Fenilbutason, antalgin, diklofenak

sodium, piroksikam, parasetamol,

prednisone, atau deksametason

Pelangsing Sibutramin hidroklorida

Peningkat stamina/ obat kuat pria Sildenafil sitrat

Kencing manis/ diabetes Glibenklamid

Sesak napas/ asma Teofilin

Berikut ini penjelasan selengkapnya dari Sembilan obat kimia

dibalik kemanjuran obat tradisional palsu yang dirazia oleh BPOM.

a. Silbutamin hidroklorida

Bahan ini dicampurkn kedalam jamu pelangsing. Bahan ini

merupakan obat keras yang hanya boleh digunakan dengan resep dokter,

dengan dosis maksimal 15 mg per hari. Penggunaan silbutamin

hidroklorida dosis tinggi beresiko meningkatkan tekanan darah

(hipertensi) dan denyut jantung serta sulit tidur. Bahan ini tidak boleh

digunakan sembarangan oleh penderita gagal jantung, stroke dan dneyut

jantung yang tidak beraturan.

7

Page 9: Peruu Bko Ot

b. Sildenafil sitrat

Bahna ini diampurkan dalam jamu kuat pria. Obat ini lebih dikenal

dengan patennya, yakni Viagra. Obat in merupakan obat keras yang

hanya boleh digunakan dengan resep dokter untuk mengatasi gangguan

ereksi. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan gangguan

penglihatan, gangguan pencernaan, sakit kepala, reaksi hipersensitifitas,

ereksi lebih dari 4 jam bahkan kematian. Obat ini tidak boleh digunakan

untuk sesorang yang mengalami gagal jantung,, stroke, penderita tekanan

darah dibawah 90/50 mmHg. Sildenafil sitrat memiliki efek sampng

timbulnya sakit kepala, pusing, dyspepsia, mula, nyeri perut, gangguan

penglihatan, rhinitis (radang hidung), infark miokard, nyeri dada,

palpitasi (denyut jantung cepat) dan kematian.

c. Siproheptadin hidroklorida

Bahn ini dicampurkan dalam jamu pelangsing dan merupakan obat

antialergi. Overdosis dapat menyebabkan depresi, mulut kering, diare dan

berkurangnya sel darah putih. Efek samping siproheptadin hidroklorida

diantaranya mual, muntah, mulut kering, diare, anemia hemolitik,

leucopenia, agranulositosis dan trombositopenia.

d. Fenilbutason

Bahan ini dicampurkan dalam jamu pegal linu, rematik dan asam

urat serta merupakan jamu kortikosteroid yang berperan mengatasi

peradangan. Penggunaan yang kurang tepat dapat menyebabkan mual,

muntah, ruam kulit, muka sembap (moon face), bengkaka tubuh karena

penumpukan cairan (edema), perdarahan lambung, hepatitis, radang

ginjal, gagal ginjal dan berkurangnya jumlah leukosit (leucopenia).

Fenilbutason memiliki efek samping yang menyebabkan mual, muntah,

ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), perdarahan lambung,

nyeri lambung dengan perdarahan atau perforasi, reaksi hipersensitifitas,

8

Page 10: Peruu Bko Ot

hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leucopenia, anemia aplastik,

agranulositosis, dan lain-lain.

e. Prednison

Bahan ini dicampurkan dalam jamu pegal linu, rematik, asam urat,

sesak napas. Hampir sama seperti fenilbutason, prednisone juga termsuk

golongan kortikosteroid untuk mengatasi peradangan. Prednison

memiliki efek samping menyebabkan moon face, gangguan saluran cerna

seperti mual dan tukak lambung, gangguan musculoskeletal seperti

osteoporosis, ganguan endokrin seperti gangguan haid, gangguan

neuropsikiatri seperti ketergantungan psikis, depresi dan insomnia,

gangguan penglihatan seperti glaucoma dan ganggua keseimbangan

elektrolit dan cairan.

f. Asam mefenamat

Bahna ini dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat dan

erupakan obat analgesic yang diresepkan oleh dokter. Obat ini

menimbulkan efek samping mengantuk, diare, ruam kulit,

trombositopenia (berkurangnya trombosit dalam darah), anemia

hemolitik dan kejang. bat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita tukak

lambung atau usu, asma dan gangguan ginjal.

g. Metampiron

Bahan ini dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat dan

merupakan obat analgesic yang diresepka oleh dokter. Obat ini

menimbulkan efek samping berupa gangguan saluran cerna seperti mual,

perdarahan lambung, rasa terbakar, seta gangguan system saraf seperti

tinnitus (rasa berdenging) dan neuropati, gangguan darah,

agranulositosis, gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain.

h. Teofilin

Bahan ini biasa dicampurkan dalam jamu sesak napas dan

merupakan obat untuk melonggarkan saluran pernapasan (bronkodilator).

9

Page 11: Peruu Bko Ot

Obat yang dulu digunkan untuk mengobati asma telah ditarik dari

peredaran dan menjadi obat bebas terbatas karena menimbulkan efek

samping yang berbahaya diantaranya mual, sakit kepala, insomnia,

denyut jantung yang cepat dan tidak teratur, palpitassi, mual, gangguan

saluran cerna, sakit kepala dan insomnia.

i. Parasetamol

Bahan ini biasa dicampurkan dalam jamu pegal linu danasam urat.

Nama lainnya adalah asetaminofen. Obat ini merupakan obat analgesic

(penghilang nyeri) dan antipiretik (penurun panas). Dalam dosis normal,

parasetamol tidak mengganggu aliran darah atau ginjal. Namun

penggunaan dalam waktu lama dapat merusak organ hati.

(Nurheti, 2007).

2.3 Kasus dan Pembahasan

1.1.1 Kasus BKO OT

Dihimpun dari berita elektronik Detik dan Kompas yang memberitakan bahwa

sampai saat ini masih banyak jamu kemasan yang mencampurkan bahan kimia obat

ke dalam jamu. Kasus ini sebenarnya telah terjadi sejak lama, tetapi peredaran jamu

yang mengandung zat kimia selalu ada dengan nama yang lain. Hai ini menjadi bukti

bahwa para produsen jamu yang menyatakan menggunakan zat alami (semacam

herbal) dalam produknya tidak percaya diri dengan kasiat jamu yang diproduksinya,

sehingga merasa perlu menambahkan zat kimia yang mempunyai efek lebih cepat.

Obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat juga tak kalah

berbahayanya. Bila dikonsumsi lama bisa menimbulkan sakit liver, gagal ginjal,

tukak lambung sampai muntah darah, dan juga pecahnya pembuluh darah di otak.

Karena sebetulnya penggunaan obat kimia harus atas pengawasan dokter dan tidak

boleh digunakan untuk jangka panjang.

Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dengan

Marius Widjajarta sebagai ketuanya melakukan survei lapangan di 5 kota yaitu

10

Page 12: Peruu Bko Ot

Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Mereka melakukan survei

produk yang sudah di-public warning oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM) pada 2001-2012, namun kenyataannya masih banyak beredar jamu yang

berbahaya di pasaran.

Menurut Marius Widjajarta, bahan kimia yang terkandung di jamu berbahaya

itu misalnya yang termasuk golongan analgetik dengan resep dokter. YPKKI juga

menemukan kandungan obat pelangsing yang sudah ditarik BPOM pada 18 Oktober

2010 di dalam produk jamu, dan bahkan menemukan obat-obatan dari China yang

mengandung bahan kimia obat.

Di daerah lain, Dinas Kesehatan Wonosobo, Jawa Tengah mengingatkan warga

terkait peredaran 29 merk obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat

(BKO). Jamu-jamu tersebut dinilai berbahaya bahkan jika digunakan tidak dengan

dosis yang benar bisa menyebabkan kematian.

Kepala Dinas Kesehatan Wonosobo dr. Okie Hapsoro, Selasa (19/2/2013)

mengatakan hal tersebut menindaklanjuti peringatan publik dari Balai Besar

Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Peringatan tersebut

terkait peredaran obat tradisional dan suplemen makanan yang mengandung BKO.

"Obat tradisional maupun suplemen makanan yang mengandung BKO memiliki

resiko dan efek samping negatif bila dikonsumsi tanpa pengawasan dokter. Beberapa

contoh zat kimia yang memiliki efek samping di antaranya adalah Sibutramin

Hidroklorida," jelasnya.

1.1.2 Kajian Pelanggaran Etika dan Undang-Undang

Pelanggaran-pelanggaran yang terkait mengenai proses kasus yang tercantum di

atas adalah:

1. Persyaratan usaha industri obat tradisional dan  usaha industri kecil obat

tradisional (SK NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI

OBAT TRADISIONAL).

Pasal 7

11

Page 13: Peruu Bko Ot

1. Obat tradisional dilarang mengandung:

a. Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan

tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;

b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik

berkhasiat obat;

c. narkotika atau psikotropika; dan/atau

d. bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau

berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.

2. Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan

dengan Peraturan Kepala Badan.

Analisa Kasus:

Dalam kasus, ditemukan obat tradisional yang mengandung

BKO di pasaran. Obat tradisional tersebut dicampur dengan

campuran bahan kimia obat yang memiliki khasiat obat, dimana obat

tradisional seharusnya memiliki efek samping yang lebih ringan

dibandingkan obat sintetik. Dilihat dari kasus tersebut, maka obat

tradisional yang mengandung bahan kimia obat tersebut telah

melanggar pasal 7 ayat 1 sesuai peraturan diatas.

2. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 4a Hak konsumen adalah :

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Analisa Kasus:

Berdasarkan kasus tersebut, beredarnya obat tradisional yang

mengandung BKO dengan jelas melanggar hak konsumen

12

Page 14: Peruu Bko Ot

sebagaimana yang tercantum pada Pasal 4a di mana memproduksi

obat tradisional bercampur bahan kimia obat dapat membahayakan

keselamatan konsumen.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian

Bagian Ketiga mengenai pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan

farmasi

Pasal 7 ayat (1)

“Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus

memiliki apoteker penanggung jawab” 

Pasal 9 ayat (2)

“Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki

sekurang-kurangnya 1 (satu) orang apoteker sebagai penanggung

jawab”

Analisa Kasus:

Dalam kasus tersebut, beredarnya obat tradisional mengandung

BKO telah melanggar PP 51/2009 Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat

(2). Dimana sebuah pabrik yang memproduksi pabrik wajib

mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 apoteker sebagai penanggung

jawab produksi. Jika hal ini tidak dipenuhi dapat menyebabkan

produksi tersebut tidak memenuhi persyaratan CPOTB (Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik).

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 tahun 2012

Tentang Industri dan usaha obat tradisional

- Pasal 33

Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:

13

Page 15: Peruu Bko Ot

a. Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat

tradisional yang dihasilkan;

b. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak

memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari

peredaran; dan

c. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang

berlaku.

- Pasal 34

(1) Setiap IOT dan IEBA wajib memiliki sekurang-kurangnya 1

(satu) orang Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai

Penanggung Jawab.

(2) Setiap UKOT wajib memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu)

orang Tenaga Teknis Kefarmasian Warga Negara Indonesia

sebagai Penanggung Jawab yang memiliki sertifikat pelatihan

CPOTB.

- Pasal 37

(1) Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:

a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia

hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;

b. obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata,

sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/atau

c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang

mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu

persen).

Analisa Kasus:

Berdasarkan kasus, UKOT atau IOT yang memproduksi

obat tradisional yang mengandung BKO telah melanggar

PerMenKes Nomor 006 Tahun 2012 ini karena tidak menjamin

14

Page 16: Peruu Bko Ot

keamanan produk yang dihasilkan dan menambahkan bahan

kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat ke dalam

obat tradisional.

1.1.3 Proses Hukum Penyimpangan Produksi Obat Tradisional oleh BPOM dan

POLRI

Sebagai institusi yang mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan

terhadap obat dan makanan, termasuk dalam kasus OT-BKO, Badan POM akan

menindaklanjuti setiap pelanggaran di bidang obat dan makanan dengan pemberian

sanksi administratif dan sanksi pro-justitia / penyidikan. Apabila dalam pengawasan

rutin oleh bagian Pemdik BPOM atau berdasarkan laporan masyarakat ditemukan

suatu kasus, maka BPOM dapat memberikan sanksi administratif berupa pemberian

surat teguran, surat peringatan, pemusnahan produk, sampai pencabutan izin. Pemilik

sarana juga akan diminta membuat surat pernyataan yang menyebutkan bahwa

pemilik tidak akan mengulangi perbuatan melanggar hukum lagi, dan jika

mengulangi perbuatannya maka pemilik bersedia untuk diajukan ke pengadilan untuk

proses “pro justisia”.

Sarana-sarana yang bermasalah seperti toko jamu tersebut biasanya diawasi dan

diperiksa kembali dalam kurun waktu minimal enam bulan. Jika pada saat

pemeriksaan ulang yang dilakukan, tidak ditemukan pelanggaran lagi, maka kasus

tidak dilanjutkan. Namun, jika pada saat pemeriksaan ulang masih ditemukan

pelanggaran, maka pemilik akan diberikan sanksi hukum atau pro justisia. Petugas

Pemdik BPOM yang melakukan sidak pada saat itu dapat melakukan tindakan tegas.

Petugas dapat melakukan penanganan TKP dengan menggeledah dan menyita barang

bukti dari sarana tersebut. Tindakan-tindakan yang dilakukan nantinya

didokumentasikan dalam suatu Laporan Kejadian yang merupakan suatu laporan

tertulis yang dibuat oleh petugas tentang adanya suatu perstiwa yang diduga sebagai

tindak pidana, baik yang ditemukan sendiri maupun melalui pemberitahuan yang

disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang.

15

Page 17: Peruu Bko Ot

Laporan Kejadian ini menjadi salah satu dasar dalam membawa kasus ini ke

pengadilan.

Laporan Kejadian ini nantinya akan diterima oleh Kepala Balai Besar POM

untuk ditindaklanjuti. Kepala Balai Besar POM akan mengeluarkan Surat Perintah

Dimulainya Penyidikan kepada PPNS BPOM. Dengan adanya surat perintah ini,

penyidikan terhadap suatu kasus akan dimulai.

Dalam pelaksanaan tugas penyidikan ini, PPNS BPOM berada di bawah koordinasi

dan pengawasan penyidik POLRI. Jika perkara yang ditangani PPNS BPOM

menyangkut beberapa kewenangan atau menyangkut undang-undang diluar

kewenangannya maka dapat dilakukan pelimpahan penyidikan kepada penyidik

POLRI. PPNS dan penyidik POLRI memantau proses hukum selanjutnya sampai

vonis yang ditetapkan (BPOM RI, 2012).

Adapun tahapan penyidikan kasus yang melibatkan kerjasama antara penyidik

BPOM dengan penyidik POLRI digambarkan dalam skema berikut:

Gambar 1. Skema Penyidikan Tindak Pidana Obat dan

16

Page 18: Peruu Bko Ot

Makanan (BPOM RI, 2012)

Berdasarkan skema di atas, setelah dibuat Laporan Kejadian maka tahap

selanjutnya dapat dilakukan investigasi awal yang merupakan suatu kegiatan yang

bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan bukti permulaan terhadap adanya

dugaan suatu tindak pidana untuk dapat mengungkap kasus–kasus tindak pidana di

bidang obat dan makanan, yang bermuara pada diketahuinya aktor utama, modus

operandi dan luas jaringannya. Investigasi ini dilakukan dengan menggunakan SPDP

(Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang dikeluarkan Kepala Balai Besar POM

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam Keputusan Bersama Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan No IIK.00.04.72.02578 tanggal 16 Agustus 2002 Pasal 5 Ayat 1 disebutkan

bahwa dalam hal ditemukan adanya kasus yang berindikasikan tindak pidana, maka

BPOM dapat menangani sesuai lingkup tugasnya dan dalam hal-hal tertentu BPOM

dapat bersama POLRI atau menyerahkan penanganan sepenuhnya kepada POLRI.

Penyidikan lebih lanjut dapat dilakukan melalui upaya paksa seperti

pemanggilan, penangkapan dan penahanan (dengan bantuan POLRI), serta

penggeledahan dan penyitaan. Dari hasil investigasi, dilakukan pemeriksaan terhadap

saksi, ahli, maupun tersangka. Tahap akhir dari penyidikan adalah penyelesaian dan

pengiriman berkas perkara. Berkas perkara memuat iktisar atau kesimpulan kasus

yang ditangani yang dituangkan dalam resume yang telah ditentukan penulisannya.

Jika kesimpulan dari penyidikan tersebut tidak menunjukkan bukti yang kuat,

dianggap bukan merupakan suatu tindak pidana, maupun harus dihentikan demi

hukum, maka penyidik BPOM dapat mengeluarkan surat penghentian penyidikan

(SP3). Namun, jika dari hasil penyidikan disimpulkan bahwa kasus tersebut

merupakan suatu tindak pidana maka kasus dapat dilimpahkan kepada kejaksaan

melalui Korwas PPNS.

Langkah selanjutnya dilakukan penyerahan perkara yaitu pelimpahan

tanggung jawab suatu perkara dari penyidik ke penuntut umum. Jika berkas perkara

17

Page 19: Peruu Bko Ot

dirasa belum lengkap (P-19), maka dilakukan investigasi kembali untuk melengkapi

berkas. Jika berkas perkara telah lengkap (P-21), maka tersangka dan barang bukti

diserahkan ke pengadilan untuk menjalani proses hukum.

18

Page 20: Peruu Bko Ot

BAB III

PENUTUP

2.4 Kesimpulan

2.4.1 Peraturan perundang-undangan yang mengatur produksi obat tradisional di

Indonesia adalah Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 pasal 23, 39, dan 40

yang memuat penjelasan mengenai persyaratan dan larangan bagi obat

tradisional dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.41.1384 pasal 34, 4, dan 35 yang

memuat penjelasan tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.

2.4.2 Penyimpangan produksi obat tradisional khususnya penambahan bahan kimia

obat dalam obat tradisional di Indonesia telah menyalahi berbagai macam

peraturan perundang-undangan diantaranya SK Nomor 007 Tahun 2012

tentang Registrasi Obat Tradisional Pasal 7, UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 4a, PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian Pasal 7 Ayat 1 dan Pasal 9 Ayat 2, dan Peraturan Menkes RI

Nomor 006 tahun 2012 tentang Industri dan usaha obat tradisional pasal 33

dan 37.

2.4.3 Proses Hukum Penyimpangan Produksi Obat Tradisional ditangani oleh

BPOM dan POLRI.

2.5 Saran

2.5.1 Diperlukan peningkatan kesigapan dan kewaspadaan masyarakat serta badan-

badan terkait yang berwenang seperti BPOM dan POLRI untuk mencegah

serta menggagalkan peredaran Obat Tradisional (OT) yang mengandung

Bahan Kimia Obat (BKO).

19

Page 21: Peruu Bko Ot

2.5.2 Diperlukan sanksi hukum yang tegas bagi para produsen yang memproduksi

sediaan OT (Obat Tradisional) yang mengandung BKO (Bahan Kimia Obat)

untuk memberikan efek jera pada produsen tersebut.

20

Page 22: Peruu Bko Ot

Daftar pustaka

BPOM RI. 2012. Modul Materi Ujian Perpindahan Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan Terampil ke Ahli Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan POM RI, Mata Pelajaran : Konsep Dasar Penyidikan. Jakarta: BPOM.

Dewoto, H. R. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007

Kepmenkes, 2007. Keputusan Menteri kesehatan republic Indonesia Nomor

381/menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional

MenKes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kumala-sari, l. O. R. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah ilmu kefarmasian, vol. Iii, no.1, april 2006, 01 – 07. ISSN : 1693-9883.

MenKes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

MenKes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Presiden RI . 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Negara Republik Indonesia

Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Yuliarti, Nurheti. 2007. Sehat, Cantik, Bugar dengan Herbal dan Obat Tradisional.

Jakarta: Penerbit Andi

21