perubahan kelompok 2
DESCRIPTION
Manajemen PerubahanTRANSCRIPT
KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN
DALAM KEPERAWATAN
“MANAJEMEN PERUBAHAN”
Kelompok 2
I Wayan Gede Saraswasta 115070200111021
Meida Untari 115070200111027
Meti Verdian Yunisa 115070200111045
Ade Rumondang Megawati H 115070201111003
Dika Arini Pratiwi 115070201111007
Etri Nurhayati 115070201111019
Afiat Arif Ibrahim 115070207111001
Yuni Widyaningsih 115070207111027
Baiq Ririn Vihasti S 115070207111029
PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik
serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula.
Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan
berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan kegagalan dan kegembiraan. Setiap
orang dapat memberikan perubahan pada orang lain. Merubah orang lain bisa
bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan terbuka. Kenyataan ini
penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin secara
konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya untuk
memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan
strategi untuk merubah orang lain dan memecahkan masalah (Endah, 2003).
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata (Robbins dan Coulter, 2002).
Perubahan merupakan suatu kata yang memberikan makna bagi
dinamika kehidupan manusia. Ada kalanya perubahan berdampak positif sesuai
dengan yang diharapkan. Akan tetapi bisa berdampak negatif atau tidak sesuai
dengan yang diharapkan, bahkan tidak jarang bertentangan dengan keinginan
yang direncanakan dan merugikan (Suyanto, 2009). Maka, nanajemen
perubahan adalah aplikasi pengetahuan, kemampuan, alat, dan teknik untuk
menggabungkan perubahan menjadi sebuah proyek dan atau menjadi sebuah
strategi.
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini
akan terus berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-
menerus berkembang dan mengalami perubahan, demikian pula dengan
keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain
keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada masyarakat,
keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat
ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan
atau pergeseran dari berbagai faktor yang memengaruhi keperawatan, maka
akan berdampak pada perubahan dalam pelayanan/asuhan keperawatan,
perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam masyarakat keperawatan,
baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat profesional
(Nursalam, 2011).
Keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan dengan
perubahan, mereka melakukan inovasi dan perubahan atau mereka dapat
dirubah oleh suatu keadaan atau sutuasi. Perawat mempunyai keterampilan
dalam proses perubahan. Pertama proses keperawatan yaitu merupakan
pendekatan dalam penyelesaian masalah yang sistematis dan konsisten dengan
perencanaan perubahan. Kedua, perawat diajarkan mendapatkan ilmu dikelas
dan mempunyai pengalaman praktek untuk bekerja secara efektif dengan orang
lain (Nursalam, 2011).
Pelayanan kesehatan/keperawatan harus menyadari perlunya perubahan
karena perubahan itu keharusan yang diterima. Perubahan proses kerja yang
lebih baik diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dalam organisasi
khususnya di pelayanan kesehatan (Darsono, 2011). Perubahan adalah cara
keperawatan mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam
menghadapi era kesejagatan (millennium III). Maka keperawatan Indonesia,
khususnya masyarakat ilmuwan dan masyarakat profesional keperawatan
Indonesia, melihat dan mempertahankan proses profesionalisasi pada era
kesejagatan ini bukan sebagai suatu ancaman untuk ditakuti atau dihindari, tetapi
merupakan tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses
propesionalisasi keperawatan di Indonesia dan mensejajarka diri dengan
keperawatan dinegara-negara lain. Mewujudkan keperawatan sebagai profesi
diindonesia bukan hanya sekedar perjuangan untuk membela nasib para
perawat yang sudah sejak lama kurang menjadi perhatian, namun lebih dari itu,
yaitu berupaya untuh memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan asuhan
keperawatan yang profesional (Nursalam, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep manajemen perubahan dalam keperawatan?
2. Bagaimana menganalisa fenomena mengenai manajemen perubahan
dalam keperawatan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui konsep manajemen perubahan dalam keperawatan
2. Menganalisis fenomena mengenai manajemen perubahan dalam
keperawatan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi perubahan
2. Untuk mengetahui jenis dan proses perubahan
3. Untuk mengetahui teori-teori perubahan
4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat terjadinya
perubahan
5. Untuk mengetahui strategi membuat perubahan
6. Untuk mengetahui kunci sukses strategi untuk terjadinya perubahan
yang baik
7. Untuk mengetahui tahap pengelolaan perubahan
8. Untuk mengetahui pedoman untuk pelaksanaan perubahan
9. Untuk mengetahui dampak perubahan
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Manajemen Perubahan
Perubahan adalah cara keperawatan mempertahankan diri sebagai
profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era kesejagatan. Masyarakat
ilmuwan dan masyarakat profesional keperawatan Indonesia melihat dan
mempersiapkan proses profesionalisasi pada era kesejagatan ini bukan sebagai
suatu ancaman untuk ditakuti atu dihindari tetapi merupakan tantangan untuk
berupaya lebih keras memacu proses profesionalisasi keperawatan di Indonesia
dan menyejajarkan diri dengan keperawatan di negara-negara lain. Mewujudkan
keperawatan sebagai profesi di Indonesia bukan hanya sekedar perjuangan
untuk membela nasib para perawat yang sudah sejak lama kurang mendapat
perhatian, namun lebih dari itu yaitu mengupayakan untuk memenuhi hak
masyarakat dalam mendapat asuhan keperawatan yang profesional (Nursalam,
2011).
Perubahan pelayanan kesehatan/keperawatan merupakan kesatuan yang
menyatu dalam perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia.
Bahkan adalah sesuatu yang aneh atau tidak semestinya terjadi apabila
masyarakat umum dan lingkungannya terus menerus berubah, sedangkan
keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah dalam
menata kehidupan keprofesiannya (Nursalam,2011).
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola
akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun
dari luar organisasi tersebut.
Manajemen Perubahan (Change Management) adalah suatu proses
secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya
yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang terkena
dampak dari proses perubahan tersebut (Rebbecca et all, 2004)
2.2 Model Perubahan
Teori Kurt Lewin (1951)
Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan
menjadi 3 tahapan, yang meliputi: 1) pelepasa (unfreezing); 2) pergerakan
(moving); dan 3) Pembekuan (refreezing). Perubahan tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Pencairan (unfreezing)–motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan
semula dan berubahnya keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk
berubah dan berupaya untuk berubah, menyiapkan diri, dan siap untuk
berubah atau melakukan perubahan.
Strategi :
- memamfaatkan ketertekanan (stress) atau ketidakpuasan yang ada di
dalam sistem yang berlaku
- Menciptakan kekuatan tambahan pada perubahan, atau mengurangi
resitensi. Misalnya melakukan sosialisasi tentang perlunya perubahan
2. Bergerak (moving)–bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap
perkembangan baru karena memiliki cukup informasi serta sikap dan
kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan
mengetahui langkah–langkah penyelesaian yang harus dilakukan, kemudian
melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap
baru.
Strategi :
- Memberi pelatihan pola-pola perilaku baru
- Mengubah hubungan pelaporan dan sistem imbalan
- Menerapkan gaya manajemen baru
3. Pembekuan (refreezing), motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru,
atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus
dijaga agar tidak mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada
tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu selalu ada
upaya untuk mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya
pembinaan (reinforcement) yang terus-menerus, dan berkelanjutan.
Strategi :
- Membuat kebijakan baru dalam rekrutmen agar orang-orang yang direkrut
cocok dengan kultur baru dan dapat bekerja dengan baik dalam struktur
dan sistem imbalan baru serta gaya manajemen baru tersebut
Model John Kotter
John Kotter dari Harvard Business School mengembangkan model tiga
tahap Lewin untuk menciptakan sebuah pendekatan yang lebih terinci guna
menerapkan perubahan. Kotter mulai dengan mencatat kegagalan-kegagalan
yang bisa dibuat oleh manajer ketika mencoba memprakarsai perubahan.
Berbagai kegagalan ini meliputi ketidakmampuan untuk menciptakan sense of
urgencydari perlunya perubahan, tidak adanya visi untuk nerubah dan untuk
mengkomunikasikan visi tersebut, tidak adanya keampuan untuk menyingkirkan
kendala-kendala yang dapat menghalangi tercpainya visi tersebut, kegagalan
dala menetapkan sasaran jangka pendek yang dapat dicapai, kecenderungan
untuk menyatakan kemenagan terlalu dini, dan ketidakmampuan untuk
mengorkorporasikan perubahan itu ke dalam kultur organisasi.
Kotter kemudian menyusun delapan tahap untuk mengatasi masalah-
masalah ini yaitu :
1. Tahap pertamaadalah membangkitkan rasa urgensi (establishing a sense of
urgency). Tujuannya adalah untuk menumbuhkan dorongan yang kuat dalam
diri orangorang yang concern thd perubahan organisasi, dengan
menghilangkan rasa puas diri terhadap prestasi yang sudah ada. Hal ini
penting sekali ditekankan pada awal perubahan.
2. Tahap kedua, membentuk koalisi pengarah yang kuat (forming a powerful
guiding coalition), yaitu orang-orang yang akan menjadi pelopor
perubahanharus disatukan menjadi sebuah tim yang kuat, karena merekalah
yang akan menjadi pelopor awal dari perubahan itu sendiri.
3. Tahap ketiga, yakni mengembangkan visi dan strategi (creating a vision).
yaitu membangun visi yang kuat untuk menggambarkan masa depan yang
ingin dicapai dan keuntungan-keuntungan yang dijanjikan dari upaya-upaya
perubahan tersebut. Selain itu, perlu mulai disusun strategi-strategi untuk
mencapainya.
4. Tahap keempat, mengkomunikasikan visi perubahan (communicating the
vision). Visi perubahan disampaikan kepada setiap anggota organisasi
dengan segala media komunikasi yang tersedia, dan proses ini harus
dilakukan secara terus-menerus.
5. Tahap kelima: menggerakkan, mendukung, dan memberdayakan lebih
banyak orang untuk tidak sekedar mendukung, melainkan bertindak atau
berbuat menjalankan visi tersebut (empowering others to act on the vision).
Caranya adalah, menghilangkan hambatan organisasional, mengganti
sistem atau struktur yang tidak sesuai.
6. Tahap keenam, merencanakan dan mengusahakan keuntungan-keuntungan
jangka pendek (planning for and creating short-terms wins).. Tujuannya
adalah untuk membangun kredibilitas dan memperkuat rasa percaya para
anggota organisasi terhadap visi perubahan tersebut.
7. Tahap ketujuh, setelah bukti-bukti jangka pendek semakin banyak
dihasilkan, maka selanjutnya adalah mengkonsolidasikan pencapaian-
pencapaian yang ada dan mendorong lebih banyak lagi perubahan
(consolidating improvement and producing still more change). Pada tahap
ini, upaya perubahan mulai digerakkan ke arah penggantian sistem, struktur
dan kebijakan lama yang tidak sesuai dengan visi. Disamping itu pelopor
perubahan jika perlu mengganti orang lama yang tidak mampu menopang
visi perubahan dengan tenaga baru yang lebih siap.
8. Tahap kedelapan, melembagakan pendekatan-pendekatan baru tersebut ke
dalam kultur organisasi (institutionalizing new approaches). Tanpa upaya
yang serius untuk membongkar dan menggantinya dengan nilai dan norma
baru yang konsisten dengan visi perubahan, maka praktek lama masih
sangat dimungkinkan untuk muncul kembali. Ketika nilai-nilai dan norma-
norma lama kembali memainkan peranan dalam organisasi, berarti upaya
perubahan telah mundur dan tidak jarang harus diulang lagi dari tahap
pertama.
Model Schneider Dan Beatty
Faktor-faktor penentu keberhasilan suatu perubahan disebut critical
success factors (CSFs). Di awal perubahan, pengelola organisasi perlu
mendefinisikan faktor-faktor kunci keberhasilan ini. Bahan untuk menganalisa
faktor-faktor tersebut adalah dari strategi (bussines strategy) dan budaya
perusahaan (corporate culture).
Bussiness strategy
Corporateculture
Critical success factors
stucture
skills systems
Behavior changes
Performance improve
Gambar 1. Model Schneider dan Beauty
Analisis terhadap CSFs pada sebuah organisasi kemudian diaplikasikan kepada
struktur-sistem-skill (3s), yakni tiga faktor struktural yang harus disesuikan
dengan CSFs. Perubahan 3S perlu dikelola sedemikian rupa sehingga
membentuk suatu perubahan perilaku pada anggota-anggota organisasi. Inilah
yang menjadi dasar dari keunggulan dan peningkatan kinerja organisasi di masa
mendatang.
Model Robbins
Robbins mendefinisikan secara lebih umum, yakni efektivitas organisasi.
Jadi, perubahan organisasi tidak harus secara spesifik untuk meningkatkan
kinerja, melainkan pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan. Berikut Tahapan Perubahan Robbins:
1. Apa yang harus dirubah? struktur / teknologi / proses?
2. Rancangan perubahan: (a) proses perubahan, (b) taktik-taktik yang akan
dipergunakan dalam menyukseskan perubahan, apakah intervensi,
partisipasi, persuasi atau perintah (edict).
3. Implementasi perubahan dan dilakukan evaluasi dan umpan balik.
Gambar 2. Model pengelolaan perubahan organisasi Robbins
Kekuatan-kekuatan pemicu perubahan
Agen perubahan
Apa yang diubah? Sruktur? Teknologi? Proses-proses
organisasi?
perubahanProses perubahanUnfreezeMoverefreeze
Taktik-taktik Implementasi: Intervensi Partisipasi Persuasi Perintah/ dekrit/keputsaan
Efektivitas organisaasi
Model Simbolik-Interpretif Hatch
Penyebab kegagalan atau tersendat-sendatnya suatu upaya perubahan
organisasi menurut model ini, adalah karena adanya ketakutan atau ‘jurang
kultural’, yaitu kurangnya sikap saling-percaya dan saling menghargai (mutual
fear based on lack of respect and trust) di antara pengelola organisasi dan
anggota di level bawah. Sedangkan kunci keberhasilan perubahan ada dua
pertama, Menyadari bahwa pengelola organisasi adalah pelaku sekaligus bagian
dari perubahan itu sendiri; dan yang kedua, Menjadi manajer yang sadar-simbol
(symbolically aware managers). Para pengelola organisasi adalah simbol yang
sangat kuat dalam menyampaikan pesan tentang nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku di dalam organisasi. Oleh karena itu, menurut model ini, mereka
harus mengontrol perilakunya agar tidak berlawanan dengan visi perubahan
yang hendak dicanangkan.
2.3 Tipe Perubahan
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe
memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula. Tiga macam
perubahan tersebut adalah (WHO, 2003) :
1. Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses
organisasi;
2. Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah
dicapai organisasi
3. Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan
pelayanannya
2.4 Jenis Perubahan
Diantara para pakar menurut Wibowo memberikan terminologi yang
berbeda-beda tentang jenis-jenis perubahan. Pertama, membedakan jenis
perubahan dalam planed change (perubahan terencana) dan unplanned change
(perubahan tidak terencana). Kedua, membandingkan tipologi perubahan
menjadi adaptive change, innovative change, radically innovative change. Ketiga,
membagi menurut sifatnya menjadi incremental change dan fundamental
change.
1. Perubahan Terencana dan Perubahan Tidak Terencana
Perubahan terencana (planed change) adalah aktivitas perubahan
yang disengaja dan berorientasi pada tujuan, atau sebagai aktivitas yang
dimaksudkan dan sifatnya sengaja dan dirancang untuk memenuhi beberapa
tujuan organisasional.
Menurut Sunarto, perubahan terencana adalah perubahan yang
dirancang dan diimplementasikan secara berurutan dan tepat waktu sebagai
antisipasi dari peristiwa di masa mendatang. Sedangkan perubahan reaktif
adalah respons bertahap terhadap peristiwa ketika muncul. Karena
perubahan reaktif dilakukan dengan cepat, maka potensi terjadinya
perubahan cenderung menghasilkan akibat yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, perubahan terencana lebih disukai dibandingkan dengan
perubahan reaktif. Perubahan organisasional berasal dari sebuah keputusan
stratejik untuk merubah cara organisasi mengerjakan usahanya. Perubahan
organisasional dapat diidentifikasi sebagai perubahan produk atau jasa,
perubahan ukuran dan struktur organisasi, perubahan sistem administrative,
dan memperkenalkan teknologi baru.
Sedangkan perubahan tidak terencana (unplanned change)
merupakan pergeseran aktivitas organisasional karena adanya kekuatan
yang sifatnya eksternal, karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal,
karena berada di luar kontrol organisasi.Determinan dari suatu perubahan
tidak terencana dari suatu organisasi antra lain karena adanya pergeseran
dalam tampilan demografis angkatan kerja, respons terhadap
kecenderungan globalisasi, adanya peraturan pemerintah, persaingan
ekonomi, dan perbedaan kinerja.
2. Tipologi Perubahan
Perubahan adaptif (adaptive change) merupakan perubahan yang
paling rendah tingkat kompleksitasnya, biaya, dan ketidakpastiannya.
Perubahan adaptif menyangkut pelaksanaan perubahan yang sifatnya
berulang di unit organisasi yang sama, atau dengan menirukan perubahan
yang sama oleh uni kerja yang berbeda. Disini ddiperkenalkan kembali
praktek kerja yang sudah terbiasa dilakukan. Orang cenderung tidak
merasakan kekhawatiran terhadap perubahan yang bersifat adaptif.
Perubahan inovatif berada ditengah kontinum diukur dari
kompleksitas, biaya, dan ketidakpastiannya. Suatu percobaan menerapkan
flexible worknschedule atau jadual kerja yang fleksibel oleh suatu organisasi
dikualifikasikan sebagai perubahan inovatif jika melakukan modifikasi
terhadap cara kerja organisasi lain. Ketidakbiasaan dalam mengerjakan
sesuatu yang baru, dan kemudian ketidakpastian yang lebih besar akan
hasilnya, dapat membuat ketakutan terhadap perubahan inovatif.
Perubahan inovatif secara radikal (radically innovative change)
merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan dan
cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melakukan dan
memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan. Perubahan
inovatif secara radikal merupakan perubahan yang bersifat mendasar,
dengan dampak dan resiko yang luas.
3. Perubahan Inkremental dan Fundamental
Perubahan inkremental hampir terjadi dengan sendirinya, dan
mencakup ratusan situasi yang dihadapi manajer sepanjang karirnya.
Termasuk di dalamnya perubahan: metode dan proses kerja, tata letak
pabrik, peluncuran produk baru, dan siatuasi lain dimana orang melihat
kelanjutan dari keadaan lama menuju pada keadaan yang
baru.Perkembangan perubahan inkremental terjadi melalui evolusi, bukan
revolusi, dan meskipun setelah melalui waktu panjang. Sifat perubahan
inkremental dipengaruhi oleh hubungan antara tingkat urgensi dengan
tingkat resistensinya. Apabila tingkat urgensi maupun tingkat
resistensinya rendah, maka sifat perubahan menjadi partisipasi ekstensif.
Namun walaupun tingkat urgensinya rendah tetapi jika tingkat
resistensinya tinggi, maka perubahannya akan bersifat persuasif. Tetapi
sebaliknya, apabila tingkat urgensi tinggi sedang resistensinya yang
rendah, maka sifat perubahannya adalah partisipasi terfokus. Sedang
apabila urgensi maupun resistensinya tinggi, maka perubahan dapat
bersifat persuasif sampai dengan memaksa.
Sebaliknya, perubahan fundamental sesuai dengan namanya,
merupakan perubahan yang stratejik, visioner, dan transformasional.
Peruabhan fundamental memberikan dampak yang patut diperhatikan
pada organisasi atau bagian organisasi yang sedang menjalankan
perubahan. Jika berhasil, perbedaannya dapat ddiperhatikan di dalam
dan di luar organisasi. Perubahan semacam ini biasanya besar, dan
secara dramatis mempengaruhi operasi masa depan organisasi dan
seringkali menyangkut pergolakan penting. Contoh perubahan ini adalah,
hasil proses kegiatan re-engineering yang merubah seluruh cara bisnis
beroperasi, merger dengan organisasi lain, atau pergerakan organisasi ke
dalam aktivitas yang berbeda total.
2.5 Tujuan Perubahan
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu
organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia
organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak
menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan
jaman, kemajuan teknologi dan di bidang pelayanan kesehatan adalah
peningkatan kesadaran pasien akan pelayanan yang berkualitas (WHO, 2003).
2.6 Alasan Perubahan
Lewin (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan yang harus
dilaksanakan oleh seorang manajer dalam merencanakan suatu perubahan,
yaitu (Nursalam, 2011) :
1. Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang baik.
2. Perubahan harus secara bertahap.
3. Semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastis atau
mendadak.
4. Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam
perencanaan perubahan.
Alasan perubahan Lewin (1951) tersebut diperkuat oleh pendapat
Sullivan dan Decker (1988) hanya ada alasan yang dapat diterapkan pada
setiap situasi, yaitu (Nursalam, 2011) :
1. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah. 2) Perubahan ditujukan
untuk membuat prosedur kerja lebih efisien.
2. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak penting.
3. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak penting.
2.7 Penyebab Perubahan
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Muhyadi, 2010) : faktor eksternal dan
internal.
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar
lingkungan. Penyebab perubahan yang termasuk faktor eksternal, antara lain
: teknologi, pemerintah, tuntutan pasar, dan arus globalisasi.
2. Faktor Internal
Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari
dalam lingkungan yang bersangkutan, antara lain : Persoalan hubungan
antar komponen, persoalanterkait dengan mekanisme kerja, persoalan
keuangan.
Secara umum penyebab perubahan antara lain :
1. Semakin berkembangnya teknologi
2. Kondisi yang buruk
3. Ingin memperbaiki kondisi (Contoh : mengurangi adanya keluhan dari klien,
menambah profit)
4. Pergantian kepemimpinan
5. Inisiasi dari pimpinan (Rahim, Pasinringi, Sangkala, 2012)
2.8 Masalah yang sering dihadapi dalam perubahan
Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan tetapi banyak
hambatan yang akan diterimanya baik hambatan dari luar maupun dari dalam
diantaranya hal yang menjadi hambatan dalam perubahan adalah sebagai
berikut :
a. Ancaman Kepentingan Pribadi.
Ancaman kepentingan pribadi ini merupakan hambatan dalam
perubahan karena adanya kekhawatiran adanya perubahan segala
kepentingan dan tujuan diri contohnya dalam melaksanakan standarisasi
perawat profesional dimana yang diakui sebagai profesi perawat minimal D III
Keperawatan, sehingga bagi lulusan SPK yang dahulu dan tidak ingin
melanjutkan pendidikan akan terancam bagi kepentingan dirinya sehingga hal
tersebut dapat menjadikan hambatan dalam perubahan.
b. Persepsi yang Kurang Tepat.
Persepi yang kurang tepat atau informasi yang belum jelas ini dapat
menjadi kendala proses perubahan. Berbagai informasi yang akan dilakukan
dalam sistem perubahan jika tidak dikomunikasikan dengan jelas atau
informasinya kurang lengkap, maka tempat yang akan dijadikan perubahan
akan sulit menerimanya sehingga timbul kekhawatiran dari perubahan
tersebut.
c. Reaksi Psikologis.
Reaksi psikologis ini merupakan faktor yang menjadi hambatan dalam
perubahan karena setiap orang memiliki reaksi psikologis yang berbeda
dalam merespons perbedaan sistem adaptasi pada setiap orang juga dapat
menimbulkan reaksi psikologos yang berbeda sehingga bisa menjadi
hambatan dalam perubahan, contohnya bila akan dilakukan perubahan dalam
sistem praktek keperawatan mandiri bagi perawat. Jika perawat belum bisa
menerima secara psikologis, akan timbul kesulitan karena ada perasaan takut
sebagai dampak dari perubahan.
d. Toleransi terhadap Perubahan.
Toleransi terhadap ini tergantung dari individu, kelompok atau
masyarakat. Apabila individu, kelompok atau masyarakat tersebut memiliki
toleransi yang tinggi terhadap perubahan, maka akan memudahkan proses
perubahan tetapi apabila toleransi seseorang terhadap perubahan sangat
rendah, maka perubahan tersebut akan sulit diaksanakan.
e. Kebiasaan.
Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada sesuatu yang
sudah diketahui sebelumnya atau bahkan dilaksanakan sebelumnya
dibandingkan sesuatu yang baru dikenalnya, karena keyakinan yang dilmiliki
sangat kuat. Faktor kebiasaan ini yang menjadikan hambatab dalam
perubahan.
f. Ketergantungan.
Ketergantungan merupakan hambatan dalam proses perubahan
karena ketergantungan menyebabkan seseorang tidak dapat hidup secara
mandiri dalam mencapai tujuan tertentu. Suatu perubahan akan menjadi
masalah bagi seseorang yang selalu menggantungkan diri sehingga
perubahan sulit dilakukan.
g. Perasaan tidak Aman.
Perasaan tidak aman juga merupakan faktor penghambat dalam
perubahan karena adanya ketakutan terhadap dampak dari perubahan yang
juga akan menambah ketidakamanan pada diri, kelompok atau masyarakat.
h. Norma
Norma merupakan segala aturan yang didukung oleh anggota
masyarakat dan tidak mudah dirubah. Apabila akan mmengadakan proses
perubahan namun perubahan perubahan tersebut akan menghadapi
hambatan. Sebaliknya jika norma tersebut sesuai dengan prinsip perubahan,
maka akan sangat mudah dalam perubahan (Erika, 2011).
2.9 Tahap – tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya
dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar
(dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya
tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu
(WHO, 2003) :
1. Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan
seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan
/terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal
kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
2. Tahap 2, adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus
dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum,
dan pemilihan.Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor
pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
3. Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses
pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu
perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu
dilakukan monitoring perubahan.
4. Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan
evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini
dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini
dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada
perubahan yang diinginkan berikutnya.
Dorongan internal Dorongan eksternal
Tahap 1Identifikasi Perubahan
Mengenal KebutuhanPerubahan
Identifikasi tipe Perubahan
Gambar 3 : Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Pendukung
Umpan balik
Tahap Perubahan Menurut Lewin (1951)
Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan
menjadi 3 tahapan, yang meliputi: 1) unfreezing; 2) moving; dan 3) refreezing;
(Kurt Lewin, 1951 dari Lancaster, J., Lancaster, W. 1982). Perubahan tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut (Nursalam, 2011) :
1. Pencairan (unfreezing)
Motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya
keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk
berubah, menyiapkan diri, dan siap untuk berubah atau melakukan
perubahan.
2. Bergerak (moving)
Bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap perkembangan baru
karena memiliki cukup informasi serta sikap dan kemam-puan untuk
berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan mengetahui langkah–
langkah penyelesaian yang harus dilakukan, kemudian melakukan langkah
nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru.
3. Pembekuan (refreezing)
Tahap 2Perencanaan Perubahan
DiagnostikSituasional
Technik
PemilihanStrategik Umum
Pemilihan
Tahap 3Implementasi Perubahan
Pencairan Perubahan Pembekuan/Integritas
Tahap 4Evaluasi & Umpan Balik
PengumpulanData
Evaluasi Data &Umpan Balik
Motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru, atau mencapai
keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga agar tidak
mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada tingkat atau tahap
perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu selalu ada upaya untuk
mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya pembinaan
(reinforcement) yang terus-menerus, dan berkelanjutan
Tahapan Perubahan Menurut Lippit (1973)
Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang
direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu,
situasi atau proses, dan dalam perencanaan perubahan yang diharapkan,
disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem sosial yang
memengaruhi secara langsung tentang status quo, organisasi lain, atau situasi
lain. Lippit (1973) menekankan bahwa tidak seorang pun bisa lari dari
perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang mengatasi perubahan
tersebut? Kunci untuk menghadapi perubahan tersebut menurut Lippit (1973)
adalah mengidentifikasi 7 tahap dalam proses perubahan: 1) menentukan
masalah; 2) mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan; 3) mengkaji change
agent dan sarana yang tersedia; 4) menyeleksi tujuan perubahan; 5) memilih
peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaharu; 6) mempertahankan
perubahan yang telah dimulai; dan 7) mengakhiri.
1. Tahap 1: Menentukan masalah
Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat dalam perubahan harus
membuka diri dan menghindari keputusan sebelum semua fakta dapat
dikumpulkan. Individu yang terlibat juga harus sering berpikir dan
mengetahui apa yang salah serta berusaha menghindari data-data yang
dianggap tidak sesuai. Semakin banyak informasi tentang perubahan dimiliki
seorang manajer, maka semakin akurat data yang dapat diidentifikasi
sebagai masalah. Semua orang yang mempunyai kekuasaan, harus
diikutkan sedini mungkin dalam proses perubahan tersebut, karena setiap
orang mempunyai tanggung jawab untuk selalu menginformasikan tentang
fenomena yang terjadi.
2. Tahap 2: Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi perubahan keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang lebih baik akan memerlukan kerja keras dan
komitmen yang tinggi dari semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada
tahap ini, semua orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus
dikaji tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan dukungan
yang akan diberikan. Mengingat mayoritas praktik keperawatan berada pada
suatu organisasi/instansi, maka struktur organisasi harus dikaji apakah
peraturan yang ada, kebijakan, budaya organisasi, dan orang yang terlibat
akan membantu proses perubahan atau justru menghambatnya. Fokus
perubahan pada tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat terhadap proses perubahan tersebut.
3. Tahap 3: Mengkaji motivasi change agent dan sarana yang tersedia
Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi manajer dalam
proses perubahan. Pandangan manajer tentang perubahan harus dapat
diterima oleh staf dan dapat dipercaya. Manajer harus mampu menunjukkan
motivasi yang tinggi dan keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan
selalu mendengarkan masukan-masukan dari staf dan selalu mencari solusi
yang terbaik.
4. Tahap 4: Menyeleksi tujuan perubahan
Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai suatu kegiatan
secara operasional, terorganisasi, berurutan, kepada siapa perubahan akan
berdampak, dan kapan waktu yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu
diperlukan suatu target waktu dan perlu dilakukan ujicoba sebelum
menentukan efektivitas perubahan.
5. Tahap 5: Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaharu
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang pemimpin atau manajer
yang ahli dan sesuai di bidangnya. Manajer tersebut akan dapat memberikan
masukan dan solusi yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan
sebagai seorang “mentor yang baik.” Perubahan akan berhasil dengan baik
apabila antara manajer dan staf mempunyai pemahaman yang sama dan
memiliki kemampuan dalam melaksanakan perubahan tersebut.
6. Tahap 6: Mempertahankan perubahan yang telah dimulai
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus dipertahankan dengan
komitmen yang ada. Komunikasi harus terbuka dan terus diinformasikan
supaya setiap pertanyaan yang masuk dan permasalahan yang terjadi dapat
diambil solusi yang terbaik oleh kedua belah pihak.
7. Tahap 7: Mengakhiri bantuan
Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu diikuti oleh
perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer. Hal ini harus
dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang terlibat mempunyai
peningkatan tanggung jawab dan dapat mempertahankan perubahan yang
telah terjadi. Manajer harus terus-menerus bersedia menjadi konsultan dan
secara aktif terus terlibat dalam perubahan.
2.10 Dampak Perubahan
Perubahan - perubahan yang terjadi di era global akan berdampak positif
dan negatif terhadap pelayanan keperawatan.
Dampak positif akibat perubahan yang terjadi meliputi (Nursalam, 2011) :
1. Makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan yang diselenggarakan.
2. Makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang
tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
3. Bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan.
Sedangkan dampak negatif yang perlu diperhatikan meliputi (Nursalam, 2011) :
1. Terjadinya persaingan yang makin ketat antartenaga
kesehatan/keperawatan bangsa sendiri dan asing.
2. Berubahnya filosofi pelayanan kesehatan/keperawatan, yang semula
berorientasi sosial menjadi sepenuhnya bersifat komersial.
3. Makin sulit mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan/keperawatan.
Terjadinya ketimpangan pemerataan pelayanan ini erat kaitannya dengan
tenaga ahli/tenaga asing untuk berkiprah di daerah-daerah terpencil.
4. Tidak sesuainya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
2.11 Strategi Manajemen Perubahan
1. Mengkomunikasikan perubahan yang ingin dicapai
- Dengan menggunakan komunikasi langsung (two way communication)
melalui rapat rutin mingguan serta dalam komunikasi tidak langsung
dalam bentuk laporan
- Komunikasi internal dengan seluruh karyawan yang terlibat langsung
(Contoh : pertemuan mingguan setiap hari senin yang disebut dengan
kopi morning untuk membahas permasalahan yang bersifat urgen), atau
membangun komunikasi eksternal dengan pelanggan (Contoh : layanan
pertemuan tanggapan konsumen dan tanggapan wakil manajemen mutu
(WMM))
2. Memberikan reward berupa tunjangan dan uang jasa (Rahim, dkk., 2012)
2.12 Pedoman untuk Pelaksanaan Perubahan
Untuk terlaksananya suatu perubahan, maka hal-hal yang tersebut di
bawah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perubahan.
1. Keterlibatan
Tidak ada seorang pun yang mengetahui semuanya. Menghargai
kemampuan dan pengetahuan orang lain serta melibatkannya dalam
perubahan merupakan langkah awal kesuksesan perubahan. Orang akan
bekerja sama dan menerima pembaharuan jika mereka menerima suatu
informasi tanpa ancaman dan bermanfaat bagi dirinya.
2. Motivasi
Orang akan terlibat aktif dalam pembaharuan jika mereka termotivasi.
Motivasi tersebut akan timbul jika apa yang sudah dilakukan bermanfaat dan
dihargai.
3. Perencanaan
Perencanaan ini termasuk jika sistem tidak bisa berjalan secara efektif dan
perubahan apa yang harus dilaksanakan.
4. Legitimasi
Setiap perubahan harus mempunyai aspek legal yang jelas, siapa yang
melanggar, dan dampak apa yang secara administratif harus diterima
olehnya.
5. Pendidikan
Perubahan pada prinsipnya adalah pengulangan belajar atau pengenalan
cara baru agar tujuan dapat tercapai.
6. Manajemen
Agen pembaharu harus menjadi model dalam perubahan dengan adanya
keseimbangan antara kepemimpinan terhadap orang dan tujuan/produksi
yang harus dicapai.
7. Harapan
Berbagai harapan harus ditekankan oleh agen pembaharu: hasil yang
berbeda dengan sebelumnya direncanakan; terselesaikannya masalah-
masalah di institusi; dan kepercayaan dan reaksi yang positif dari staf.
8. Asuh (nurturen)
Bimbingan dan dukungan staf dalam perubahan. Orang memerlukan suatu
bimbingan dan perhatian terhadap apa yang telah mereka lakukan, termasuk
konsultasi terhadap hal-hal yang bersifat pribadi.
9. Percaya
Kunci utama dalam pelaksanaan perubahan adalah berkembangnya rasa
percaya antartim. Semua yang terlibat harus percaya kepada agen
pembaharu dan agen pembaharu juga harus percaya kepada staf yang
terlibat dalam perubahan.
BAB 3
PEMBAHASAN
KASUS:
RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik
pemerintah daerah yang telah melakukan perubahan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan salah satunya dengan mengimplementasikan
system manajemen mutu ISO 9001:2008. Tahapl earn the basics perubahan
didorong dan di inisiasi oleh keinginan pimpinan (top down). Sehingga sosialisasi
dari tujuan perubahan tersebut serta dampak dari perubahan masih kurang, tidak
sampai pada level bawah. Peran change agent, dukungan dan keterlibatan dari
supporting stake holder serta upaya mengonsolidasikan perubahan masih
kurang. Disimpulkan bahwa perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi
Sulawesi Selatan belum mencapai hasil yang optimal karena tidak menerapkan
Sembilan tahap manajemen perubahan secara menyeluruh.
PEMBAHASAN:
1. ISO 9001:2008
ISO berasal dari kata Yunani ISOS yang berarti sama, kata ISO bukan
diambil dari singkatan nama sebuah organisasi International Standard of
Organization. ISO 9001 merupakan standard international yang mengatur
tentang system management mutu (Quality Management System), oleh
karena itu sering kali disebut sebagai “ISO 9001, QMS” adapun tulisan 2008
menunjukkan tahun revisi, maka ISO 9001:2008 adalah system manajemen
mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008. ISO 9001 mengalami banyak
perubahan semenjak tahun terbitnya, pada versi tahun 2000 muncul istilah
BPM atau Business Process Mapping, dimana setiap organisasi harus
memetakan proses bisnisnya dan menjadikannya bagian utama dalam
quality manual perusahaan, dan mewajibkan 6 procedure yang harus
terdokumentasi, yaitu procedure control of document, control of record,
Control of Non-conforming Product, Internal Audit, Corrective Action, dan
Preventive Action. Versi 2008 merupakan penyempurnaan atas revisi tahun
2000.Versi 2008 secara significant lebih menekankan pada effectivitas
proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut serta memfokuskan
pada proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara
effective berdampak positif pada perubahan proses yang terjadi dalam
organisasi. Selain itu, penekanan pada control proses outsourcing menjadi
bagian yang disoroti dalam versi terbaru ISO 9001 ini.
2. Learn the basics (top bottom and bottom up)
3. Change agen merupakan ujung tombak yang berperan serta dalam
proses perubahan yang terjadi, dan dalam kasus diatas yang menjadi
change agena dalah tenaga kerja di rumah sakit tersebut.
4. Tahapan menajemen perubahan
Richard newton dalam bukunya MANAGING CHANGE. Mengatakan
bahwa : ketika perubahan dibuat, hal-hal yang dapat dicapai atau target-
target dalam perubahan organisasi adalah sebagai berikut :
- Peningkatan proses danprosedur
- Peningkatan sistem TI
- Perubahan infrastruktur, seperti bangunan baru atau mesin.
- Mengurangi biaya operasi, atau mengurangi biaya untuk melayani
pelanggan.
- Peningkatan keterampilan dan kemampuan staf.
- Peningkatan layanan pelanggan
- Mengubah struktur organisasi, yang dapat mencakup out sourcing.
- Revitalisasi budaya organisasi.
- Sebuah merger atau de-merger antaraorganisasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 saran
REFERENSI :
Darsono. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21. Nusantara
Consulting: Jakarta.
Endah, Rika. 2003. Keperawatan dan Perubahan. Digital library Universitas
Sumatera Utara.
Janny Erika. 2011. Konsep Perubahan Dalam Keperawatan.http://jannyerika-
mkes.blogspot.com/
Muhyadi, 2010. Manajemen Perubahan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/
files/pengabdian/prof-dr-muhyadi/manajemen-perubahan-makalah-
ppm.docx. Diakses pada 27 Februari 2015.
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan-Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. ISBN: 978-602-8570-73-2.
Rebecca Potts and Jeanenne LaMarsh, Managing Change for Success (London:
Duncan Baird Pub, 2004), p. 16
Rahim, Hasan., Pasinringi, Syahrir., Sangkala. 2012. Manajemen Perubahan di
Rumah Sakit Umum Daerah Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Makasar :
Universitas Hasanudin.
Robbins dan Coulter. 2002. Manajemen. Edisi ke-tujuh. Jakarta: PT INDEKS
Kelompok Gramedia.
Suyanto. 2009. Mengenal Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan Di
Rumah Sakit. Mitra Cendekia Press : Jogjakarta.
WHO. SEA – NURS – 429, 1N O OSD 001/1.2. Manajemen Perubahan dalam
Pelatihan Keterampilan Manajerial SPMK – Januari 2003.
http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/4d-MANAJEMEN%20
PERUBAHAN (revMaret%2702). Doc. Diakses pada 27 Februari 2015.