pertanyaan dalam al-qur`an (kajian atas q.s. al...

118
PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al-Baqarah: 67-71) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Joni Hendri NIM. 11150340000223 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H./ 2020 M.

Upload: others

Post on 25-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN

(Kajian Atas Q.S. al-Baqarah: 67-71)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Joni Hendri

NIM. 11150340000223

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H./ 2020 M.

Page 2: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 3: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN

(Kajian Atas Q.S. al-Baqarah: 67-71)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Joni Hendri

NIM. 11150340000223

Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar M.A

NIP. 19690822 199703 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H./ 2020 M.

Page 4: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 5: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Joni Hendri

NIM : 11150340000223

Email : [email protected]

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pertanyaan Dalam al-Qur’an

(Kajian atas Q.S. al-Baqarah: 67-71)” adalah benar-benar asli karya

saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh

gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terkecuali kutipan-

kutipan yang telah disebutkan sumbernya. Kesalahan dan kekurangan

dalam skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Jika di

kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 31 Desember, 2019

Joni Hendri

Page 6: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 7: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Pertanyaan Dalam Al-Qur’an (Kajian Atas Q.S. al-

Baqarah: 67-71)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04

Februari 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada Program Studi Ilmu Al-

Quran dan Tafsir.

Jakarta, 06 Februari 2020

Sidang Munaqasyah,

Ketua Sidang,

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A

NIP. 19711003 199903 2 001

Sekretaris Sidang,

Roswan Rio Utomo, M.A

NIP. 19880502 201903 1 009

Penguji I,

Drs. Harun Rasyid, M.Ag

NIP. 19600902 198703 1 001

Penguji II,

Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M.Ag

NIP. 19650817 200003 1 001

Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar M.A

NIP. 19690822 199703 1 002

Page 8: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 9: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

i

ABSTRAK

Joni Hendri

Pertanyaan Dalam Al-Qur`An (Kajian Atas Q.S. Al-Baqarah: 67-71)

Skripsi ini membahas tentang pertanyaan dalam al-Qur`an. Lebih

fokusnya adalah membahas tentang pertanyaan-pertanyaan yang muncul

dari Banī Isrā`īl yang terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 67-71, yaitu

pertanyaan tentang kriteria-kriteria sapi yang akan disembelih oleh Banī

Isrā`īl, yang mana nantinya sapi tersebut akan digunakan untuk

menghidupkan seseorang yang terbunuh dikalangan mereka supaya orang

yang mati tersebut memberi tahu siapa yang telah melakukan pembunuhan

terhadap dirirnya.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan jenis kepustakaan (Library Reseach) yaitu dengan

mengumpulkan data-data melalui bacaan dan beberapa literatur yang

berkaitan dengan pembahasan. Adapun teknis yang diterapkan pada

penelitian ini adalah teknis analisis data.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwasannya kriteria

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Banī Isrā`īl yang terdapat

dalam QS. al-Baqarah/2: 67-71 yang terkait dengan ciri-ciri sapi yang

akan disembelih adalah jenis pertanyaan yang tidak penting untuk

ditanyakan. Karena pada awalnya sudah cukup bagi mereka untuk

menyembelih sapi mana saja yang mereka temukan. Mereka hanya

dituntut untuk menyembelih sapi betina tanpa mempermasalahkan ciri-

cirinya. Adapun dampak menanyakan sesuatu yang tidak penting untuk

ditanyakan adalah akan memberatkan si penanya itu sendiri. Hal itulah

yang dialami oleh Banī Isrā`īl. Mereka mendapatkan kesusahan yang

diakibatkan oleh pertanyaan mereka sendiri.

Kata Kunci: Pertanyaan, Banī Isrā`īl, Penyembelihan Sapi Betina.

Page 10: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 11: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhānahu wa Ta‟āla, yang telah

memberikan petunjuk, taufik, ilmu, dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat teriring salam, semoga

senantiasa terlimpah curahkan kepada kekasih tercinta, teladan termulia,

insan sempurna, Nabi Muhammad Salallah „Alaihi Wa al-Salām, yang

telah menebarkan cahaya iman dan Islam ke Muka Bumi ini, serta menjadi

rahmat bagi seluruh alam semesta. Tak lupa, salawat dan salam semoga

tersampaikan juga kepada keluarga beliau yang suci, sahabat-sahabatnya

yang terpilih, serta para-tabi‟in yang istimewa, dan kepada seluruh

umatnya. Semoga kita dapat mengikuti jejak-jejak hidupnya yang mulia,

dan mendapatkan syafaat yang agung darinya, kelak di hari kiamat. Āmīn

Yā Allah Ya Rabbāl „ālamĪn.

Terselesaikannya skrispi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak yang ikut andil, baik secara langsung maupun

tidak langsung, baik secara moril maupun materil. Maka sepatutnya

penulis mengucapkan syukur, terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha. MAg, selaku ketua program studi Ilmu Al-

Qur`an dan Tafsir, serta Bapak Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH, selaku

sekretaris program studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir.

4. Dosen pembimbing skripsi penulis, yakni Bapak Drs. Rifqi Muchtar

M.A , yang sangat bermurah hati meluangkan waktunya buat penulis

dalam berdiskusi terkait skripsi ini kepada penulis.

Page 12: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

iv

5. Dosen penasehat akademik, yakni Bapak Maulana, M.Ag, yang telah

memberikan masukan dan motivasi kepada penulis selama penulis

belajar di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Seluruh staf jurusan dan fakultas yang turut membantu mengurusi

terkait adminstrasi penulis.

8. My Parents, Bapak Ali Munir dan Ibu Nurmayan, yaitu sosok orang

tua yang sudah dijanjikan oleh Allah untuk di ijabah doa`anya, yang

dengan ikhlas telah memberikan dukungan baik berupa materi

maupun non materi.

9. Kepada empat saudara penulis; Amrizal, Melfi, Roni Syahputra, dan

Sriwahyuni yang ikut serta dalam membantu penulis dalam

menempuh pendidikan sampai sa‟at sekarang ini.

10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

Darussunnah, yang telah berkenan mendidik dan mendoakan yang

terbaik bagi penulis selama menempuh pendidikan 4 tahun disana.

11. Teman-teman Ihna Darussunnah yang satu persatu telah wisuda

duluan, dan telah sibuk dengan urusan masing-masing. Semoga

kekelurgaan kita selalu terjalin ilā yaumil Qiyāmah.

12. Guru dan Murabbi penulis, Buya Dr. Arrazy Hasyim, Lc. MA, selaku

Khādim al-Ribāṭ Nouraniyah, yang tak kenal lelah untuk mengajarkan

ilmu dan membimbing ruhani penulis, sehingga penulis banyak

memperoleh pengetahuan dan pencerahan dalam memandang makna

hidup yang hakiki. Demikian juga kepada guru-guru penulis lainnya

di Ribāṭ, yaitu Buya Asyfi dan Buya Yunal, serta kawan-kawan di

Ribāṭ, yang juga mensuport penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

Page 13: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

v

13. Seluruh kawan-kawan mahasiswa Tafsir Hadis 2015, dan kawan-

kawan KMM Ciputat (Keluarga Mahasiswa Minang), kawan-kawan

IMTI (Ikatan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah) JABODETABEK,

kawan-kawan AMR (Asosiasi Mahasiswa ar-Rasuli)

JABODETABEK. Serta pihak-pihak yang terlibat lainnya dalam

penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa

kepada Allah Subhānahu wa Ta‟āla, semoga amal baik semua pihak yang

sudah membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan mendoakan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda

dari Allah Subhānahu wa Ta‟āl. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi yang membacanya, terutama bagi penulis sendiri. ĀmĪn.

Ciputat, 31 Desember, 2019

Joni Hendri

Penulis

Page 14: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 15: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

menggunakan pedoman transliterasi Arab-Latin hasil keputusan bersama

(SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I.

Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

A. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

- Alif اTidak

dilambangkan

Ba B Be ب

Ta T Te ت

Ṡa Ṡ ثEs (dengan titik di

atas)

Jim J Je ج

Ḥ Ḥ حha (dengan titik di

bawah)

Kha Kh Ka dan Ha خ

Dal D De د

Ż Ż ذZet (dengan titik di

atas)

Ra R Er ر

Zai Z Zet ز

Page 16: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

viii

Sin S Es ش

Syin Sy Es dan Ye ش

Ṣad Ṣ صEs (dengan titik di

bawah)

Ḍ Ḍ ضDe (dengan titik di

bawah)

Ṭ Ṭ طTe (dengan titik di

bawah)

Ẓ Ẓ ظZet (dengan titik di

bawah)

Ain „ koma terbalik„ ع

Gain G Ge غ

Fa F Ef ف

Qof Q Qi ق

Kaf K Ka ك

Lam L El ل

Mim M Em م

Nun N En ن

Wau W We و

Ha H Ha ھ

Hamzah ` Apostrop ء

Ya Y Ye ي

Page 17: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

ix

B. Tanda Vokal

Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal disebut

juga monoftong dan vokal rangkap atau disebut diftong. Untuk vokal

tunggal sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah أ

I Kasrah إ

U Ḍhammah أ

Adapun untuk vokal rangkap, sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai A dan I ئ

و Au A dan U ئ

Dalam bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad)

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dan garis di atas ىا

Ī i dan garis di atas ىي

و Ū u dan garis di atas ى

C. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan “al-“, yang diikuti huruf

syamsiyah dan huruf qamariyah.

al-Qamariyah رال ني al-Munīr

Page 18: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

x

al- Syamsiyah رجال al-Rijāl ال

D. Syaddah atau Tasydīd

Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydīd dilambangkan dengan “ “

ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu:

al-Qamariyah ال

ة و ق al-Quwwah

al- Syamsiyah ال

رة و ضر al-Ḍarurah

E. Ta Marbûṭah

Ta marbūṭah, dalam aksaranya terdapat pada kata yang berisi sendiri.

Ta marbūṭah dialihaksarakan menjadi huruf “h”. Hal yang sama juga

berlaku jika ta marbûṭah diikuti oleh kata sifat (na„t). Namun, jika huruf ta

marbūtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “t”. Contohnya:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةق ري

Ṭarīqah ط

2 ة مي

لا ص

ال

جامعة

al-Jāmi‟ah ال

د 3 و ج و ال دة Waḥdat al-Wujūd وح

F. Huruf Kapital

Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini, juga mengikuti Ejaan

Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf

awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri

didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

Contoh: Abū Hāmid al-Gazālī, al-Kindi.

Page 19: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

xi

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari Indonesia sendiri, tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-

Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak

Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

G. Singkatan-singkatan

Singkatan Keterangan

QS. al-Qur`an Ṣurah

Swt. Subḥanahu wa Ta„āla

Saw. Ṣallallāhu „Alaihi Wasallam

Ra. Radhiyallāhu „Anhu

terj. Terjemah

M. Masehi

H. Hijriah

w. Wafat

Page 20: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 21: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

xiii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................... iii

LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI ................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 5

C. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................. 6

D. Tujuan Penelitian .................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian .................................................................. 6

F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 6

G. Metolode Penelitian ................................................................ 10

H. Sistematika Penulisan ............................................................. 12

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERTANYAAN ......... 13

A. Pengertian Pertanyaan ............................................................ 13

B. Klasifikasi Pertanyaan ............................................................ 14

C. Perangkat-Perangkat Pertanyaan ............................................ 15

D. Pertanyaan Dalam al-Qur`an .................................................. 21

E. Jenis dan Hukum Pertanyaan .................................................. 33

BAB III MENGENAL BANĪ ISRĀ`ĪL ........................................... 38

A. Pengertian Banī Isrā`īl ........................................................... 38

B. Nama lain Banī Isrā`īl Dalam al-Qur`an ................................ 41

Page 22: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

xiv

C. Kisah Populer Bani Isra‟il dala al-Qur`an .............................. 44

D. Karakter Banī Isrā`īl yang disebutkan dalam al-Qur`an ........ 61

BAB IV KLASIFIKASI PRTANYAAN BANĪ ISRĀ`ĪL ............. 70

A. Bentuk Dan Analisis Pertanyaan Banī Isrā`īl ...................... 74

B. Kriteria pertanyaan yang diajukan oleh Banī Isrā`Īl .............. 85

BAB V PENUTUP ............................................................................ 91

A. Kesimpulan ............................................................................. 91

B. Saran ....................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 93

Page 23: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur`an memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah sebagai salah

satu media dalam berinteraksi. Dalam melakukan interaksi, al-Qur`an

menggunakan beragam kalimat. Interaksi dalam al-Qur`an akan lebih

kentara pada ayat-ayat al-Qur`an yang berbentuk pertanyaan. Dalam ayat-

ayat yang berbentuk pertanyaan ini, komunikasi timbal balik antara

Komunikator dan komunikan tampak terformasikan secara jelas dengan

berbagai variasi , baik dari aspek pihak yang terlibat dalam iteraksi

maupun dari aspek fungsi (semantik ataupun pragmatik) dari interaksi itu

sendiri. Pihak Komunikator dalam pertanyaan tersebut boleh jadi Tuhan

sedangkan komunikannya adalah makhluk-Nya atau bisa jadi sebaliknya.

Bahkan tidak menutup kemungkinan antara makhluk Tuhan sendiri

sebagai komunikatornya dan komunikannya.1

Tidak ada manusia yang mengetahui segala hal, hidup manusia

berproses. Semakin banyak manusia belajar, maka pengetahuannya pun

semakin meluas. Salah satu cara untuk menambah pengetahuan adalah

dengan bertanya kepada orang yang pandai dan lebih tahu tentang materi

pertanyaan. Dalam konteks Interaksi, pertanyaan berfungsi sebagai

permintaan penjelasan, permintaan agar mitra interaksi melakukan suatu

tindakan atau tidak melakukan sesuatu.2

Lebih luas lagi, hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi

pertanyaan dalam al-Qur`an dapat dikelompokkan pada tiga kategori

1 Moh. Amin dan Imam Asrori, “Pola Interaksi Dalam al-Qur‟an yang Tercermin

Pada Ayat-Ayat Berbentuk Petanyaan”. Bahasa dan Seni, vol.40, no.1 ( Februari 2012):

27. 2 Moh. Amin dan Imam Asrori, “Pola Interaksi Dalam al-Qur‟an yang Tercermin

Pada Ayat-Ayat Berbentk Petanyaan: 27.

Page 24: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

2

tindak; asertif, direktif, dan ekspresif. Tindak asertif yang disampaikan

dengan menggunakan pertanyaan meliputi mengagungkan diri, melepas

tanggung jawab, membedakan, mempertegas, memberikan informasi,

menolak, menyangkal, menafikan, mengindar, menganggap mustahil,

mengingkari dan membuat mengerti. Adapun tindak Erektif yang

disampaikan dengan menggunakan pertanyaan meliputi; mencari muka,

memerintah, melarang, menyeru, meminta informasi, meminta kepastian,

meminta kesediaan, meminta saran, meminta dikasihani, meminta

bayaran, meminta pengakuan, meminta jasa, meminta diikut sertakan,

meminta penegasan, klarifikasi, menantang, menegur, mengingatkan,

menganjurkan, memuji, dan memeberi stimulus. Tindak ekspresif yang

disampaikan menggunakan pertanyaan meliputi; menghina, meremehkan,

menyatakan heran, mengecam atau mencela, merasa kagum, menyesali,

mengkhayal, menyayangkan, merasa puas, mengungkit-ngungkit,

menakut-nakuti, mengancam, dan memutuskan harapan.3

Sikap bertanya sudah dimulai sebelum penciptaan manusia pertama,

yaitu ketika Malaikat bertanya kepada Allah tentang kepentingan

penciptaan manusia. Sebagaimana yang diabadikan dalam surah al-

Baqarah/2: 30:

ي جاغل

ث ان ملىك

ك لل رة

واذ كال

ػل ج

تيا ا

رض خليفث كال

افى ال

س مدك ونلد ح بح ست ن ن ح

ون ماء فسد فيىا ويسفك الد فيىا من ي

مين ا حػل

م ما ل

علي ا ان ك كال

ل

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

“Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata,

3 Moh. Amin dan Imam Asrori, “Pola Interaksi Dalam al-Qur‟an yang Tercermin

Pada Ayat-Ayat Berbentuk Petanyaan, 28.

Page 25: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

3

“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan

menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu

dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku

mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Berbicara tentang pertanyaan, ada sebuah “julukan” yang diberikan

masyarakat umum kepada orang yang banyak bertanya, yaitu dengan

julukan” Banī Isrā`īl”. Hal ini dikarenakan orang banyak tanya biasanya

akan mendapatkan kesulitan dari pertanyaannya tersebut. Seperti halnya

kaum Nabi Musa yang bernama Banī Isrā`īl, mereka mendapatkan

kesulitan untuk menjalankan suatu yang diperintahkan oleh Allah melalui

Nabi Musa yang disebabkan oleh banyaknya pertanyaan dari mereka,

yaitu ketika umat Nabi Musa yang bernama Banī Isrā`īl tersebut bertanya

tentang masalah sapi yang akan disembelih, untuk menghidupkan orang

yang telah mati supaya diketahui dari orang yang mati tersebut siapa yang

telah melakukan pembunuhan terhadap dirinya.

Sebagaimana digambarkan dalam surah al-Baqarah ayat 67-71, Nabi

Musa memberi tahu kepada mereka cara menghidupkan mayat adalah

dengan cara menyembelih seekor sapi, kemudian salah satu dari bagian

tubuh sapi dipukulkan kepada mayat tersebut. Maka dari hal inilah timbul

banyak pertanyaan dari umat Nabi Musa mengenai sifat dari sapi betina

yang akan mereka sembelih.4

Dari kisah ini, sepintas tidak ada masalah dan wajar jika umat Nabi

Musa menanyakan kriteria sapi yang akan disembelih, karena akan

digunakan buat hal yang tidak biasanya, yaitu untuk menghidupkan orang

yang sudah mati. Tetapi melalui kisah ini juga, banyak tanya dianggap

sebagai suatu hal yang tidak baik dan sering dianggap tercela karena

4 Muḥammad Ḥusein al-Bagāwī, Ma‟alimu al-Tanzil, juz 3, cet. 4 (Dar thayyibah Li

an-Nasyr wa at-Tauzi‟, 1997), 106

Page 26: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

4

membebankan terhadap sipenanya. Kemudian anggapan seperti diatas

(larangan banyak tanya) juga diperkuat oleh sabda Nabi SAW:

بالن نع ت نوع د ال ق م ل س و ويل ع ىاللهل أ ن إمكهتهكر ا ث مكهل ب ق ان ك ن ك ل ىا ةهر ك وهنواتهأف ر ب مكهتهر اأ ذ إو ههوب هنت اجف ء يش نع مكهتهي ه ن اذ إف مهائي بنىأ ل ع مههف هل تاخو مالؤ سهمتهعط ت ااس

“Biarkan apa-apa yang aku tinggalkan kepadamu,sesungguhnya

yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena

banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya perselisihan mereka

kepada nabi-nabi mereka, maka apabila aku melarang sesuatu

kepada kalian, maka tingalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan

sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian.”5

Dari hadist diatas, Nabi melarang dari banyak bertanya sebagai

pendukung terhadap anggapan orang bahwa jika banyak tanya maka sama

seperti Banī Isrā`īl yang dianggap sebagai suatu sikap yang tidak baik.

Kendatipun demikian, ada ayat lain dalam al-Qur`an yang memerintahkan

seseorang untuk bertanya terhadap suatu masalah yang tidak diketahuinya

kepada ahlinya. Seperti halnya yang tertera dalam Q.S. al-Naḥl/16: 43:

يال ـ يىم فس

ا نيحي ال

ا رجال

نا من كتلك ال

رسل

ا وما ا

جخم ل

ر ان ك

ك الذ

ول

ا

مين حػل

“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad),

melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka;

maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika

kamu tidak mengetahui”

Ayat tersebut kemudian diulang lagi dalam surat al-Anbiya‟ ayat 7

yang menjelaskan tentang perintah bertanya tentang sesuatu yang tidak

diketahui kepada ahlinya. Jika dililihat kisah umat Nabi Musa terdahulu,

mereka sudah terlebih dahulu mengamalkan ayat tersebut, yaitu ketika

5 Muḥammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, Ṡahīh al-Bukhārī, juz 1 (Beirut: Dār ibnu

Katsīr, 1987), 2658.

Page 27: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

5

mereka tidak tahu jenis sapi yang akan disembelih kemudian langsung

menanyakan kepada ahlinya yaitu Nabi Musa.

Dengan demikian, jika berpatokan kepada firman Allah SWT didalam

surat al-Anbiyā‟ dan an-Naḥl maka seharusnya bertanya itu adalah hal

yang seharusnya dilakukan apalagi banyak bertanya terhadap sesuatu yang

tidak diketahui. Tetapi pada kenyataannya, banyak bertanya tersebut

membawa kepada kesulitan dan kesusahan seperti dalam kisah Banī

Isrā`īl, bahkan bisa membawa kepada kebinasaan sebagaimana yang

digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW didalam sabdanya.

Dalam hal ini, seolah-olah ada dua naṡ yang saling bertolak belakang,

yaitu hadits Nabi Muhammad SAW yang melarang banyak bertanya dan

ayat al-Qur`an yang memerintahkan untuk bertanya. Oleh karena itu,

penulis akan membahas apa kriteria dari sebuah pertanyaan yang bisa

membawa kesulitan kepada si penanya seperti kisah umat Banī Isrā`īl, dan

yang bisa membawa kebinasaan seperti yang telah disebutkan oleh Nabi

Muhammad SAW.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan, setidaknya

ada beberapa masalah yang teridentifikasi:

1. Kata al-Baqarah sering diterjemahkan dengan sapi betina. Apakah

arti sapi betina itu dikarenakan adanya tā` marbuṭah-nya atau

memang al-Baqarah tersebut memang berarti sapi betina? Dengan

artian, adanya kosa kata bahasa arab lain yang menunjukkan

makna untuk sapi jantan.

2. Kenapa hewan yang disuruh untuk disembelih adalah seekor sapi,

Padahal masih banyak hewan yang lainnya?

Page 28: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

6

3. Apa kriteria sebuah pertanyaan yang bisa menyulitkan bagi si

Penanyanya?

C. Batasan Dan Rumusan Masalah

1) Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis akan membatasi

penelitian pada poin yang ketiga yaitu, terkait kriteria-kriteria dari

sebuah pertanyaan, sehingga diketahui kapan sebuah pertanyaan

disuruh dan dilarang untuk menanyakannya.

2) Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini

adalah: Termasuk jenis pertanyaan yang bagaimanakah

pertanyaan yang diajukan oleh Banī Isrā`īl Iyang terdapat dalam

Q.S al-Baqarah: 67-71 sehingga mereka mendapatkan kesulitan

lantaran pertanyaan mereka tersebut?

D. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengurai jenis-jenis pertanyaan

2. Mengkategorikan jenis-jenis pertanyaan yang diajukan oleh Banī

Isrā`īl dalam Q.S. al-Baqarah/2: 67-71.

3. Mengetahui dampak dari sebuah pertanyaan

E. Manfaat penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan

pemahaman tentang pertanyaan, berupa jenis-jenis pertanyaan dan dampak

dari sebuah pertanyaan.

Secara praktis, kesimpulan dari penelitian ini adalah menjelaskan

jenis-jenis dari pertanyaan, sehingga dapat diketahui pertanyan yang

bagaimana yang pantas “dijuluki” sebagai pertanyaan Banī Isrā`īl yang

sering didengar dalam keseharian ketika ada seseorang yang bertanya.

Page 29: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

7

F. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan penelitian ini

dengan penelitian yang lainnya, maka penulis telah mencoba menelusuri

penelitian-penelitian terdahulu. Dalam hasil penelusuran penulis, maka

dapat penulis bagi dalam dua pembagian:

Pertama, penelitian yang secara langsung membahas tentang motif

yang melatar belakangi sebuah pertanyaan. Penulis tidak menemukan

penelitian sebelumnya baik yang berupa jurnal, skripsi atau karya ilmiyah

lainnya.

Kedua, penelitian yang terkait dengan pembahasan kisah Nabi Musa

dan umatnya perihal penyembelihan sapi ataupun penulisan yang

menyinggung tentang tanya jawab secara umum, atau tulisan yang

membahasa tanya jawab dalam al-Qur`ān. seperti halnya yang ditulis oleh

Ahmad Baihaqi yang berjudul al-Baqarah dan keangkuhan Banī Isrā`īl

(studi kritis Q.S. al-Baqarah/2: 67-71). Skripsi tersebut sama-sama

membahas tentang kisah Banī Isrā`īl yang terdapat dalam Q.S. al-

Baqarah/2: 67-71. Tetapi dalam hal ini, Ahmad Baihaqi hanya berfokus

membahas karakter-karakter Banī Isrā`īl yang ada dalam surah dan ayat

tersebut.6

Kemudian Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Dail Khoir yang

berjudul ”Qiṣah aṣhāb al-Baqarah serta Pelajaran yang bisa diambil

darinya”. Sebagaimana skripsi yang ditulis oleh Ahmad Baihaqi, skripsi

yang ditulis oleh Dail Khoir ini juga menuliskan kisah dari Nabi Musa dan

perihal penyembelihan sapi yang terdapat dalam surah al-Baqarah. Tetapi

6 Ahmad Baihaqi, “al-Baqarah dan keangkuhan Bani Israil: studi kritis Q.S al-

Baqarah/2:67-71” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2008)

Page 30: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

8

dalam hal ini, Dail khairi lebih berfokus kepada faedah-faedah yang bisa

dipetik dari kisah tersebut. 7

Artikel yang ditulis oleh Kamarul Azmi Jazmi. Dalam artikelnya yang

berjudul Banī Isrā`īl dan Peristiwa Lembu surat al-Baqarah ayat 67-71

tersebut, Kamarul Azmi juga menceritakan kisah Nabi Musa dan umatnya

yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 67-71 berdasarkan beberapa

kitab tafsir. Dalam artikelnya tersebut, Kamarul Azmi lebih fokus

membahas tentang beberapa pengajaran yang terkait dengan ayat

tersebut.8

Selanjutnya Syifa Syarifah dalam skripsinya yang berjudul Metode

tanya jawab dalam al-Qur`ān. Dalam skripsinya tersebut, Syifa hanya

membahas metode tanya jawab dalam al-Qur`an dengan menggunakan

beberapa surat saja. Seperti surah al-Anbiyā‟/21: 1-2, al-Baqarah/2: 28,

al-Takwīr/81: 26-27, al-Raḥmān/78:13, dan al-Baqarah/2:245. Dalam

skripsi tersebut Syifa tidak menyinggung pembahasan tentang surat al-

Baqarah/2: 67-71.9

Moh. Ainin dan Imam Asrori dalam jurnal yang berjudul Pola

Interaksi dalam al-Qur`anyang tercermin dalam ayat-ayat berbentuk

pertanyaan. Dalam tulisan tersebut disimpulkan bahwa tema-tema

interaksi dalam ayat-ayat berbentuk pertanyaan dalam al-Qur`an meliputi

7 Muhammad Dail Khoir, “Qiṡaṡu Aṡḥābil baqarah wa al-durūsul istifādah minhā”

(Skripsi., S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) 8 Kamarul Azmi Jazmi, “Bani Israil dan peristiwa Sembelihan Lembu; al-Baqarah

67-71”. Jurnal Akademi Tamddun Islam (Malaysia: Fakultas Sains Sosial dan

Kemanusiaan, 2019) 9 Syifa Syarifah, “Metode tanya jawab dalam al-Qur‟an; surat al-Anbiya‟ 7, al-

Qari‟ah1-2,al-Baqarah 28, at-Takwir 26-27, ar-Rahman 13, al-Baqarah 245”(Skripsi S1.,

Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017)

Page 31: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

9

sikap hidup manusia, kekuasan Tuhan, kepemimpinan, jihad, sosial

ekonomi, dan sejarah umat sebelumya.10

Setyo Utomo dalam skripsinya yang berjudul Nilai-nilai pendidikan

akhlak dalam al-Qur`an surah al-Baqarah ayat 67-73. Dalam skripsi

tersebut, Setyo Utomo membahas kisah Nabi Musa dan umatnya perihal

penyembelihan sapi betina. Tetapi yang menjadi fokus pembahasan dari

Setyo dalam kisah tersebut adalah mengambil nilai-nilai akhlak yang

tercermin didalamnya.11

Ayusmi dalam skripsinya yang berjudul Analisis Idiom Dalam al-

Qur`an pada surah al-Baqarah. Dalam skripsinya tersebut, Ayusmi juga

membahas surat al-Baqarah tentang penyembelihan sapi betina. Tetapi

yang dibahas oleh Ayusmi dalam ayat tersebut adalah dari segi

Idiomnya.12

Ahmad Zarnuji dalam jurnal yang berjudul Israiliyyat Dalam

Menceritakan Kisah-Kisah al-Qur`an. Dalam tulisannya tersebut, Ahmad

Zarnuji menjelaskan kisah Nabi Musa dan umatnya yang terdapat dalam

surah al-Baqarah ayat 67-71.13

Dwi Cahyo Kurniawan dalam skripsinya yang berjudul Qaswat al-

Qalb dalam al-Qur`an: Studi komparatif tafsir al-Misbah dan Tafsir al-

Qur`anal-„Azhim tentang surah al-Baqarah ayat 67-71. Dalam skripsi

tersebut, Dwi Cahyo lebih memfokuskan penelitiannya dalam membahas

makna dari kalimat Qaswat al Qalbu beserta faktor yang bisa membuat al-

Qaswat al Qalbu tersebut. Serta menjelaskan perbedaan tafsirnya menurut

10

Moh Aimin dan Imam Asrori, “Pola Interaksi Dalam al-Qur‟an yang Tercermin

pada ayat-ayat Berbentuk Pertanyaan”, Jurnal Bahasa dan Seni, vol.40, no. 1, (Februari

2012) 11

Setyo Utomo, “Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah

ayat 67-73” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Semarang, 2012) 12

Ayusmi, “Analisis Idiom Dalam al-Qur‟an pada surah al-Baqarah” (Skripsi S1,.

Universitas Sumatera Utara, 2016) 13

Ahmad Zarnuji, “Israiliyyat Dalam Menceritakan Kisah-Kisah al-Qur‟an”,

jurnal Kajian Agama Sosial dan Budaya, vol.1, no.2 (Desember 2016)

Page 32: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

10

Quraih Shihab dalam kitab tafsir al-Misbah dan Ibnu Kaṡīr dalam kitab

tafsir al-Qur`ān al „Azhī m.14

Ahmad Choirun Awwal dalam skripsinya yang berjudul Studi kisah

Nabi Musa dalam surat al-Baqarah ayat 72-73 tentang Pengungkapan

Kasus Pembunuhan Melalui Otopsi Forehensik. Dalam skirpsi tersebut

Ahmad Choirun Awwal lebih memfokuskan pembahasannya kepada

bentuk implisit masalah otopsi forensik pada penafsiran surat al-Baqarah

ayat 72-73 tersebut.15

Berdasarkan Tinjauan Pustaka diatas, diketahui ada beberapa peneliti

yang telah membahas tentang kisah-kisah dari Banī Isra`īl dan juga

masalah pertanyaan. Tatapi penulis tidak menemukan pembahasan yang

spesifik yang membahas tentang jenis dari pertanyaan yang diajukan oleh

kaum Banī Isrā`īl tentang kriteria sapi yang akan disembelih. Untuk itu

penulis akan meneliti kisah tersebut dari sudut pandang mengetahui jenis

pertanyaan yang diajujakan oleh Banī Isrā`īl. Dan adapun alasan lain

penulis melakukan penelitan ini adalah untuk menjelaskan pertanyaan

seperti apakah yang membuat seorang penanya pantas dijuluki dengan

Banī Isrā`īl.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena data yang

digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi kepustakaan. Oleh

karena itu, penelitian ini termask dalam penelitian Library Researc

(PenelitianKepustakaan). Adapun data-data yang digunakan sebagai

14

Dwi Cahyo Kurniawan, “Qaswat al-Qalb dalamal-Qur‟an: studi komparatif tafsir

al-Misbah dan Tafsir al-Qur‟an al-„Azhim tentang surah al-Baqarah ayat 67-71” (Skripsi

S1., Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2006) 15

Ahmad Choirunn Awwal, “Studi kisah Nabi Musa dalam surat al-Baqarah ayat

72-73; Pengungkapan Kasus Pembunuhan Melalui Otopsi Forehensik” (Skripsi S1.,

Institut Agama Islam Surabaya, 2013)

Page 33: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

11

bahan dan materi diperoleh dari buku-buku, artikel, jurnal, skripsi,

tesis, dan sebagainya yang terkait dengan tema yang dimaksud.

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

kategori, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer

merupakan rujukan utama yang menjadi landasan data yang akan

dicari dan dianalisis. Sedangkan sumber adalah data lain yang

berkaitan dengan tema penelitian guna memperoleh kelengkapan

dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, sumber penelitian primer yang digunakan

adalah al-Qur`anul Karim dan terjemahnya. Karena, kisah tanya jawab

antara Banī Isrā`īl dan Nabi Musa terdapat dalam al-Qur`an itu

sendiri.

Adapun sumber sekunder yang digunakan adalah kamus-kamus

bahasa arab, kitab tafsir, kitab hadis, buku-buku, jurnal, artikel, skripsi

dan sumber lainnya yang dapat dijadikan rujukan yang terkait

penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam metode ini yaitu dengan menggunakan

metode dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data dari sumber-

sumber bahan atau kepustakaan yang berkaitan dengan tema penelitian

ini.

4. Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data yang telah ditemukan, maka

langkah-langkah yang akan ditempuh adalah; mengurai pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan oleh Banī Isrā`īl kepada Nabi Musa, serta

menguraikan juga jawaban dari Nabi Musa terhadap pertanyaan

mereka tersebut. Kemudian, pertanyaan-pertanyaan yang telah

Page 34: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

12

diajukan oleh Banī Isrā`īl tersebut akan diteliti, Kemudian

mengkategorikan pertanyaa-pertanyaan tersebut kadalam kategori-

kategori pertanyaan yang telah ditentukan oleh para ulama.

H. Sistematika Penulisan

Agar penulisan dapat tersusun dengan rapi san sistematis, penulis

menyusunnya sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang latar

belakang masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Tinjauan Pustaka.

Bab kedua adalah mengenai pertanyaan. Bab ini berisikan penjelasan

tentang pertanyaan, kalimat-kalimat yang digunakan untuk bertanya,

bentuk-bentuk pertanyaan dalam al-Qur`an, serta klasifikasi dan hukum

dari sebuah pertanyaan.

Bab ketiga adalah mengenai Banī Isrā`īl. Bab ini berisikan tentang

penjelasan pengertian Banī Isrā`īl, asal-usul, serta kisah-kisah pokok Banī

Isrā`īl yang ada dalam surah al-Baqarah ayat 67-71.

Bab kempat adalah Pembahasan yang berisikan kronologi

penyembelihan sapi betina, analisis pertanyaan-pertanyaan Banī Isrā`īl,

kriteria pertanyaan-pertanyaan Banī Isrā`īl, dan penyelesaian dua naṣ

yang dianggap bertentangan. Bab kelima adalah penutup, yang berisikan

kesimpulan dan saran-saran.

Page 35: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

13

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG PERTANYAAN

Rene Descartes (1596-1650 M)1 pernah mengatakan Cogito ergo sum,

saya berpikir maka saya ada.2 Ketika seseorang berfikir, maka ketika itu

pasti ia bertanya-tanya. Kesadaran bagi Descartes ialah ketika orang

berfikir. Ketidak sadaran dengan demikian terjadi saat orang tidak

bertanya dan menerima begitu saja sebuah realitas. Dengan bertanya, bisa

memunculkan segudang kebingungan dan kekaguman, yaitu ketika

pertanyaan itu kadang bisa dijawab maka timbullah kekaguman dan

kepuasan. Dan kadang pula suatu pertanyaan tidak bisa dijawab, maka

disanalah timbulnya kebingungan.

Dalam hai ini, penulis akan menguraikan tentang hal-hal yang berkait

dengan pertanyaan; baik berupa pengertian pertanyaan, perangkat-

perangkat yang digunakan dalam bertanya, fungsi pertanyaan dalam al-

Qur`an, serta jenis-jenis dari pertanyaan.

A. Pengertian Pertanyaan

Pertanyaan dalam bahasa arab disebut juga dengan kalimat Istifhām

إ) (امهف تص yaitu sebuah kalimat yang memiliki kata dasar Fahima ( مهف )

yang berarti paham, mengerti, menyerap. Kemudian kata tersebut diberi

huruf tambahan berupa hamzah, sīn dan tā‟. Adapun salah satu fungsi dari

penambahan huruf hamzah, sīn dan ta‟ dalam gramatikal arab adalah

1 Rene Descartes sering disebut sebagai bapak Filsafat modern. Rene Descartes lahir

di Lahaye Touraine-Prancis 31 Maret 1956 dari sebuah keluarga terhormat. Sejak kecil,

Rene Descertes sudah diperkenalkan oleh keluarganya terhadap ilmu-ilmu Huamniora.

Ketika berumur 10-18 tahun, Rene Descertes belajar di Universitas Jesuit di La Fleche.

Disana ia menjadi mahasiswa yang sangat cerdas terutama pada ilmu matematika dan

geometri. Lihat: T. Z. Lavine, Descartes: Masa transisi Bersejarah Menuju Dunia

Modern, terj. Andi Iswanto dan Dedy Adrian utama (Yogyakarta: Jendela, 2013), 3. 2 Rene Descartes, Risalah Tentang metode, terj. Ida sundari Husen dan Rahayu S.

Hidayat (Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama, 1995), 34.

Page 36: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

14

untuk Ṭalab (meminta, memohon).3 Adapula yang mendefinisikan bahwa

pertanyaan atau Istifhām adalah menanyakan sesuatu hal yang terkait

dengan keadaan, tempat, waktu, kondisi, dan lain sebagainya.4 Sedangkan

menurut al-Hāsyimī (1878- 1943 M), pertanyaan adalah meminta

pengetahuan dari sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan

menggunakan kalimat-kalimat tanya.5

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat

Istifhām adalah kata tanya yang digunakan untuk meminta keterangan

terhadap sesuatu yang belum diketahui sebelumnya sesuai dengan

perangkat dan tujuannya.

B. Klasifikasi Pertanyaan.

Dalam kajian bahasa Arab, Istifhām diklasifikasikan menjadi dua

pembagian; Istifhām Haqiqī dan Istifhām Majazī.6

Adapun pembagian dari Istifhām tersebut adalah:

1) Istifhām Haqīqī yaitu, pertanyaan seseorang kepada orang lain

tentang suatu perkara yang benar-benar belum diketahui

sebelumnya.

2) Istifhām Majāzī adalah pertanyaan tentang sesuatu yang

sebenarnya sudah diketahui. Dalam kondisi ini, fungsi yang

dimiliki oleh kalimat Istifhām tersebut tidak lagi orisinil sebagai

pertanyaan yang mengaharapkan jawaban, namun beralih kepada

fungsi-fungsi lainnya semisal larangan, perintah, pengingkaran,

3 Louwis Ma‟lūf al-Yasū`i, al-Munīd fī al- Lugat wa al-Adabī wa al-„Ulūmī, cet. 17

(Beirut: Mathba‟ah al-Katsulikah,1956), ج. 4 Yunal Isra, Metode Praktis Belajar Kitab Kuning, (Tangerang selatan: Makhtabah

Darussunnah, 2018), 60. 5 Sayyid Aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah,

1960), 85. 6 Ade Nurdiyanto, “Istifham dalam al-Qur‟an: Studi analisa Balagah”. Jurnal Studi

agama, vol.4, no.1 (Juni 2016): 39.

Page 37: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

15

doa, harapan, sangkalan, serta tujuan lainnya.7 Dengan demikian,

pola Istifhām berpindah berpindah fungsi sehingga membutuhkan

penalaran dan penafsiran karena berubahnya makna yang

disampaikan kepada sipembicara.

C. Perangkat-perangkat Istifhām

Jika dilihat dari segi fungsi, maka perangkat Istifhām menjadi 3

pembagian:8 Petama: Berfungsi sebagai Taṣawwur

9 dan Taṣdīq

10. Dalam

hal ini adalah huruf Hamzah saja. Kedua: Berfungsi sebagai Tasdīq saja.

Dalam hal ini adalah huruf Hal. ketiga: Berfungsi sebagai Taṣawwur saja.

Dalam hal ini adalah perangkat Istifhām selain Hamzah dan Hal.

Adapun perangkat-perangkat Istifhām tersebut adalah:

1. Hamzah ( همزة)

Dalam hal ini, Hamzah mempunyai dua makna, yaitu:

a) Hamzah Bermakna Taṣawwur

Dalam hal ini Hamzah langsung diiring dengan hal yang

dinyatakan dan mempunyai bandingan dengan kata yang

disebutkan setalah lafazh `Am (أم) yang berarti “atau”.

7 Ade Nurdiyanto, “al-Qur‟an dalam Balagah: Studi analisa balagah, El-

Wasathiyah.” Studi Agama, vol. 4, no. 1 (2016): 40. 8 Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah,

1960), 85. 9 Taṣawwur adalah memberikan gambaran tentang sesuatu yang tunggal. Segi taṡaur

ini akan didapatkan jika seseorang bertanya menggunakan perangkat Hamzah dan disertai

dengan Am(atau) huruf athaf. seperti, ada orang yang ragu tentang keberadaan seseorang

yang berada di dalam suatu rumah apakah orang tersebut si A atau si B. Kemudian dia

bertanya: apakah yang didalam rumah itu si A atau si B. maka jawaban dari pertanyaan

tersebut adalah menjelaskan tentang salah satu orang yang berada dalam rumah tersebut.

Inilah yang dimaksud dengan memberikan gambaran dengan sesuatu yang tunggal. Lihat:

Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah, 78. 10

Taṣdīq adalah mengetahui tentang terjadi atau tidak terjadinya sesuatu. Dengan

artian, suatu pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban iya atau tidak. Seperti ada

yang bertanya, apakah kamu akan melakukan perjalanan hari ini. Maka jawaban dari

pertanyaan tersebut hanyalah antara iya atau tidak. Itulah yang dimaksud dengan

mendapati terjadi ata tidak terjadinya sesuatu. Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul

Balāgah, 89.

Page 38: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

16

Sebagai contohnya adalah, ada orang yang bertanya ر ي س أ؟د يعس مأ ةر كهلببهع لي (apakah yang bermain bola itu adalah

Amir ata Sa‟id? Kemudian dijawab ةر كهلببهع لي ر ي س (yang

bermain bola adalah Samir. Contoh tersebut menanyaan

tentang sat hal (Mufrad). Contoh kalimat tersebut tidak

membutuhkan jawaban iya tau tidak, tetapi membutuhkan

jawaban berupa gambaran tentang kejelasan yang ditanyakan.

b) Hamzah bermakna Taṣdīq.

Maksudnya adalah pembenaran terhadap hal yang ditanyakan

dan tidak menyebutkan perbandingan perkara yang ditanyakan.

Dalam bentuk Istifhām ini tidak membutuhkan jawaban tentang

penggambaran terhadap sesuatu yang ditanyakan, tetapi

membutuhkan pembenaran saja. Seperti ada yang bertanya: ر ي س أ؟ك وخهأ (apakah Samir itu saudara kamu?). maka jawabannya

adalah antara iya atau tidak saja.

2. Hal ( لى) Sebagaiman yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Hal dalam

kalimat tanya hanya berfungsi sebagai Taṣdiq saja.11

Adapun

tujuannya hanyalah untuk mengetahui terjadi atau tidaknya sesuatu.

Contohnya adalah: كذ ى لى ؟ك ابهت ا (apakah ini adalah kitab kamu?)

maka jawaban dari pertanyaan tersebut adalah antara iya atau tidak.

Adapun kalimat Istifhām yang menggunakan perangkat Hal ini

tidak boleh dipakai dalam kalimat-kalimat berikut:

a) Frasa yang didahului oleh oleh huruf Nafi

11

Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah, 79.

Page 39: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

17

b) Fiil mudhari‟12

yang menunjukkan suatu proses yang sedang

berlangsung.

c) Klausa yang didahului oleh huruf Inna

d) Klausa yang didalamnya menggunakan huruf „athaf13

e) Klausa yang didalamnya ada huruf syarat

f) Klausa isim14

yang sesudahnya terdapat fi‟il15

3. Man ( ن)

Perangkat Istifhām ini berfungsi untuk menanyakan tentang

makhluk yang berakal yang diletakkan diawal kalimat juga terletak

12

Fiil Muḍāri‟ adalah, kata kerja yang mengandung makna kejadian dengan

perkiraan waktu sekarang atau yang akan datang. Fiil mudhari‟ dapat dikenali dengan

beberapa ciri-ciri, yaitu: Didahului oleh salah satu huruf Muḍāra‟ah yang empat ,أ,ن(ت( ي, , bisa didahului oleh huruf قد (bermakna kadang-kadang), bisa didahului oleh huruf

bisa dimasuki oleh huruf Naṣab dan Jazam,mempunyai 14 taṡrif lugawī, bisa ,سوف dan س

dimasuki nūn taukīd ṡaqilah (Nun bertasydid yang berfungsi memperkuat ma‟na fi‟il

Muḍāri‟), bisa dimasuki Nūn Taukid ṡaqilah (Nun sukun yang yang berfungsi

memperkuat makna fi‟il Muri‟ namun kekuatan maknanya dibawah Nun Taukid qilah).

Yunal Isra, Metode Praktis Belajar Kitab Kuning (Tangerang selatan: Makhtabah

Darussunnah, 2018), 83-85. 13

Huruf aṭaf adalah huruf yang berfungsi menghubungkan satu kata dengan kata

lain yang memiliki relasi yang setara. Contoh: جاءمحمدوبكر , huruf „athaf yang ada dalam

kalimat tersebut adalah huruf waw. Dan hruf waw tersebut menghubungkan satu kata

dengan kata lain yang setara yaitu Muhammad dan Bakr. Adapun diantara huruf-huruf

athaf adalah: waw, fa, ṡumma, aw, am, ima, bal, lā, lākin, dan hattā. Lihat: Yunal Isra,

Metode Praktis Belajar Kitab Kuning, 123. 14

Isim adalah,salah satu jenis kata yang menunjukkan makna benda atau orang ang

tidak diikiat oleh keterangan waktu (dulu, sekarang, dan akan datang). Isim bisa dikenali

dengan beberapa ciri, yaitu: adanya harkat Kasrah diakhir kalimat tersebut, kalimat yang

diakhiri oleh tanwin, kalimat yang didahului oleh Alif dan Lām, kalimat yang didahului

oleh salah satu huruf Khafadh ن,إلى,عن,على,في,حتى,خل,حاشا,عدا,ذ,نذ,رب( ,تى( لعل, ب, ك, تا, و, كي, أيا) didahului oleh huruf Nida ,ل, ىيا, آ, أي, أ, وايا, ,) , Iḍafah (yaitu kondisi sebuah kata yang disandarkan kepada kata setelahnya. Dalam

bahasa Indonesia, kata seperti ini disebut juga dengan kata majemuk. Kata yang pertama

disebut Muḍaf dan kata yang kedua disebut Muḍafun Ilaih). Lihat: Yunal Isra, Metode

Praktis Belajar Kitab Kuning, 13. 15

Fi‟il adalah salah satu jenis kata yang menunjukkan makna kejadian/peristiwa

yang dikait oleh keterangan waktu.pembagian fiil ada 3: fiil Madhi (kata kerja yang

menunjukkan waktu lampau), fiil Muḍāri‟ (kata kerja yang menunjukkan waktu kejadian

sekarang atau akan datang), fiil Amr (kata kerja yang menunjukkan waktu akan datang).

Lihat: Yunal Isra, Metode Praktis Belajar Kitab Kuning, 76.

Page 40: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

18

sebelum Isim. Posisi perangkat ini adalah sebagai subjek (mubtada‟).

Contoh: ؟ت نأ ن (siapa kamu?). Kata Man bisa didahului oleh huruf

jar dan posisi kata tersebut sebagai isim yang majrur.

4. Mā ( ا)

Kata tanya yang menggunakan perangkat Ma befungsi

menanyakan sesuatu yang tidak berakal yang terletak sebelum Fi‟il

berposisi sebagai subjek, seperti contoh: ان ؟ع ط ق ا (apa yang

dipotong?). Ada juga berposisi sebagai Khobar, contoh: ال ؟انهس حا

(apa itu Ihsan?). Juga berposisi sebagai Maf‟ul bih, contoh: ؟ت بر ش ا

(apa yang engkau minum?). Kata ا mendapat imbuhan اذ menjadi ااذ .

Adapun kata setelah tambahan اذ bersifat Isim Mauṣul dan Isyarah.

Apabila kata اذا mendapat imbuhan huruf lam (ل) menjadi اذ ا ل yang

berarti ”kenapa” yaitu menanyakan alasan tentang dilakukannya suatu

pekerjaan. Contoh: وهت ب ر اض اذ م ل (kenapa engkau memukulnya?)

Faidah lain yang bisa dihasilkan oleh perangkat Mā adalah:

a) Menjelaskan suatu nama, seperti: الع ؟دهج سا (apa itu „Asjad?)

maka jawabannya adalah Emas. Karena „Asjad adalah nama

lain dari Emas.

b) Menjelaskan hakikat suatu yang diberi nama, seperti ada orang

yang bertanya: الش ؟سهما (apa itu matahari?), maka

jawabannya adalah: matahari adalah Bintang yang terlihat pada

siang hari.

c) Menjelaskan tentang suatu sifat. Seperti ada orang yang

bertanya: ؟لهيلاخ (apa itu Kholil?), maka jawabannya

memberikan penjelasan tentang sifat. Seperti, kholil itu adalah

orang yang tinggi.

Page 41: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

19

5. Matā ( تى)

Dalam kaidah Bahasa Arab, kata ini berfungsi untuk menanyakan

keterangan waktu. Baik waktu yang lalu maupun yang akan datang.

Contoh:

؟ت ئجتى “kapan kamu datang?”

6. Ayyāna ( ن يا أ)

Kata tanya ini biasanya terletak sebelum kata benda dan kata kerja

serta berfungsi sebagai menerangkan masa yang secara spesifik.

Contoh:

ليمث يان ييم ال

ال ـ يس

“Dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat itu?”(Q.S. al-Qiyāmah: 6)

7. Ayna ( ن يأ)

kata tanya ini berfngsi menanyakan keterangan tempat yang

posisinya sebelum kata kerja dan benda. Contoh:

جخم حزغمين …ذين ك

م ال

اؤك

ين شرك

ا

“Di manakah sembahan-sembahanmu yang dahulu kamu sangka

(sekutu-sekutu Kami)?” (Q.S. al-An‟am: 22)

8. Kaifa ( ف يك)

Dalam kaidah Istifhām terletak sebelum kata kerja dan kata

benda. Yang berfungsi untuk menjelaskan keadaan. Contoh:

بشىيد ث م ا ليف اذا جخنا من ك

…فك

“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami

mendatangkan seorang saksi (Rasul)?” (Q.S. al-Nisā‟: 41)

Page 42: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

20

9. Kam ( مك)

Dalam kalimat Istifhām,perangkatt tersebut berfungsi untuk

menanyakan tentang jumlah. Contoh:

برخم …م ل ك

“Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” (Q.S. al-Kaḥfī: 19)

10. Ayyu ( ي أ)

Perangkat ini dalam kalimat Istifhām berfungsi untuk menanyakan

dan menghendaki perbedaan antara dua hal yang terlepas setelah kata

benda yang menempati berbagai posisi, mubtada‟, khobar, maf‟ul bih.

Contoh:

لاما فريلين خيد مي ال

خسن ندياا

ا و

“Manakah di antara kedua golongan yang lebih baik tempat

tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” (Q. S

Maryam: 73)

11. Annā ( ن أ)

Perangkat ini memiki fungsi tersendiri, yaitu terletak sebelum

huruf jar, yang memiliki beberapa makna sesuai dialognya, seperti:

Bagaimana, darimana, dan kapan. Contoh:

ةػد ميحىا… ي وذه الل نى يح …ا

“Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah

hancur?” (Q.S. . al-Baqarah: 259)

Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa kata tanya dalam dalam

bahasa Arab memiliki berbagai macam posisi dan makna tersendiri. Posisi

dan maknanya tersebut dapat diketahui apabila masuk dalam sebuah

kalimat . kemudian posisi kalimat dan makna Istifhām dalam al-Qur`ān,

dimana fungsi Istifhām sudah berefolusi jauh pada makna fungsi yang

sebenarnya, sehingga muncul beragam karya makna dalam multi tafsir.

Page 43: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

21

Fungsi Istifhām dalam al-Qur`anbukan lagi meminta jawaban atau

penjelasan tetapi lebih kepada memberi kabar, penegasan, dan penalaran.

Semua penjelasan diatas merupakan penjelasan dari Istifhām Haqiqi,

yaitu pertanyaan seserang kepada orang lain tentang suatu perkara yang

benar-benar belum diketahui sebelumnya.

D. Pertanyaan dalam Al-Qur`ān.

Uslub Istifhām erat hubungannya dengan ilmu balagah,16

yakni

kajian yang menitik beratkan pada keindahan bahasa Arab, dimana bahasa

Arab memang memiliki keistimewaan dari sisi estetika bahasanya. Uslub

Istifhām dalam ilmu ma‟āni memiliki makna-makna tertentu mengikuti

siyāq atau konteks kalimat. Istifhām yang dipahami dengan mencari

pengetahuan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui,

mengandung pengertian bahwa sebuah pertanyaan diberikan hanya

mencari tahu dari orang yang ditanya. Akan tetapi, bila ditinjau dari ilmu

ma‟ani, tidak semua fungsi Istifhām menunjukkan arti mencari tahu,

namum dapat berarti perintah (amr) yang tergolong Uslub thalab serta

makna-makna lainnya. Sehingga hal ini menjadi titik permasalahan

tersendiri.

Ketika sebuah pola Istifhām sudah terlepas dari fungsi asalnya dan

memiliki makna Istifhām yang beragam serta sama sekali berbeda dengan

16

Ilmu balāgah adalah salah satu ilmu dalam bahasa arab yang berkaitan dengan

masalah perkataan, yaitu mengenai susunanya, maknanya, pengaruh jiwa terhadapnya,

serta keindahan dan ketepatan pemilihan kata yang sesuai. Ilmu Balagah mempunyai tiga

bidang pembahasan. Pertama: ilmu Bayan. Yaitu suatu ilmu yang mempelajari cara-cara

menyampaikan suatu gagasan dengan kaidah yang bervariasi. Kedua: ilmu ma‟ani yaitu

ilmu sebagai pengungkapan melalui ucapan sesuatu yang ada dalam fikiran atau disebut

juga gambaran dalam fikiran. Sedangkan menurut istilah, ilmu ma‟ani didefinisikan

dengan Ilmu yang mempelajari hal ihwal bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi

dan kondisi. Ketiga: Ilmu Badi‟, yaitu ilmu yang mempelajari cara-cara yang ditetapkan

untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya, serta keistimewaan yang dapat membuat

kalimat semakin indah. Lihat: Khāṭib al-Quzwaini, al-Ȋḍāḥ fī „Ulūm al-Balāgah, cet. 1

(Beirut: Dār al-Kutubi al-„Ilmiyyah, 2003), 4-5.

Page 44: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

22

fungsi awalnya, maka disinilah sisi estetika dalam suatu kalimat Istifhām

yang bermunculan.

Al-Qur`an sebagai kumpulan kalam Tuhan yang susunan kalimatnya

memiliki nilai estetika sangat tinggi juga menggunakan uṣlub Istifhām

dalam ayat-ayatnya untuk menyampaikan berbagai pesan yang tersimpan

dalam kalimat tersebut.

Adapun beberapa fungsi kalimat Istifhām Majāzī yang sering

digunakan dalam al-Qur`an antara lain adalah:

1. Taqrīr (menetapkan)

Dalam hal ini pola kalimat Istifhām tidak lagi memerlukan

jawaban. Sebab tujannya adalah menetapkan suatu gagasan,bukan

pertanyaan. Pola yang sering digunakan adalah Hamzah yang diikuti

oleh Fiil Nafi.

Contohnya adalah:

يدوم في حضليل كػل م يج

ل …ا

“Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?”

(Q.S. . al-Fīl: 22)

Makna Istifhām didalam ayat tersebut adalah untuk taqrīr

(Menetapkan). Makna yang dikandung adalah, bahwa sungguh Allah

telah menjadikan tipu daya mereka itu menjadi sia-sia, sehingga

mereka tidak sampai ke Ka‟bah dan tidak jadi melangsungkan

keinginan mereka untuk menghancurkan Ka‟bah.17

Yang dimaksud orang yang berkeinginan menghancurkan Ka‟bah

tersebut adalah sekelompok tentara yang datang dari Yaman, yaitu

dari negeri Habasyah yang dipimpin oleh Abrahah al-Habsyī al-

17

Muḥammad al-Syaukānī, Fatḥul Qadīr, cet. 4 (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2007),

1655.

Page 45: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

23

Asyrām. Kemudian Allah menggagalkan rencana mereka dengan

mengutus burung ababil untuk membunuh mereka semua.18

Begitu juga dengan ayat:

ظرح م نلك صدرك ا

…ل

“Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?”

Huruf hamzah yang ada diayat tersebut juga berfungsi sebagai

Taqrīr (menetapkan).19

2. al-Ikhbār (menginformasikan)

Pola Istifhām seperti ini bertujan untuk menguatkan informasi

yang disampaikan dalam suatu kalimat. Istifhām dalam pola ini

biasanya menggunakan perangkat “Hamzah” atau “Hal”. Seperti

dalam surah al-Gāsyiyah ayat 1:

غاشيث حىك حديد ال

ا ول

“Sudahkah sampai kepadamu berita tentang (hariKiamat)?” (Q.S.

al-Gāsyiyah: 1)

Fungsi dari perangkat Istifhām tersebut adalah sebagai Khabar

(pemberitahuan) sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ṭabarī

(224- 310 H) dalam Tafsirnya;20

Maksudnya adalah bahwa Allah

menginformasikan kepada manusia bahwa akan datang suatu hari

yang menakutkan bagi manusia yaitu hari kiamat. Adapun taqdir

kalam dalam ayat tersebut adalah;

18

Abū Ja‟far al-Ṭobarī, Jamī‟ul Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān, juz 24, cet. 1 (Muassasah

al-Risālah, 2000), 258. 19

Muḥammad Muḥyiddīn „Abdul ḥamīd, Tuḥfatu al-Saniyyah, cet. 1 (Damaskus:

Maktabah dārul fiḥā‟,1994), 71. 20

Abū Ja‟far al-Ṭobarī, Jamī‟ul Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān, juz 24, cet. 1 (Beirut:

Mu`assasah al-Risālah, 2000), 381.

Page 46: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

24

“sungguh telah datang kepadamu berita tentang kedatangan Hari

Kiamat.”21

Makna dari ayat tersebut adalah memberi informasi. Dalam ayat

tersebut menggunakan kalimat al-Gāsyiyah yang merupakan salah

satu nama dari nama-nama hari kiamat yang berarti “membuat

pingsan”. Karena kedahsyatan dari kiamat tersebut membuat manusia

pingsan terlebih dahulu menghadapinya.22

3. al-Taswiyyah (menyamakan)

Pola Istifhām ini bertujuan menyamakan dan menunjukkan kalimat

yang memiliki kedudukan yang sama. Perangkat yang sering

digunakan adalah “Hamzah” dan “Hal”. Seperti firman Allah:

يىم فروا سياء عل

ذين ك

ا يؤمنين ان ال

م حنذروم ل

م لنذرتهم ا

ءا

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau

(Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan,

mereka tidak akan beriman.” (Q. S al-Baqarah: 6)

Dalam ayat ini, pola yang digunakan adalah Hamzah yang

berfungsi menyamakan watak dan kondisi orang kafir. Dalam kitab

Fatḥūl Qadīr yang dikarang oleh Muḥammad al-Syaukanī (1173-

1250 H) juga dijelaskan bahwa Hamzah yang ada dalam ayat tersebut

bermakna Istiwā‟ (menyamakan). Sekalipun huruf Hamzah tersebut

pada asal merupakan salah satu perangkat dari Istifhām, maka dalam

ayat ini bukanlah tujuannya untuk bertanya, melainkan adalah untuk

Istiwā‟‟ (penyamaan).23

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu

Kaṡīr (1301- 1372 M/700-774 H)) bahwa tafsir dari ayat tersebut

21

al-Khāzin, Lubāb al-Ta‟wīl fī Ma‟āniyyi at-Tanzīl, juz 4, cet. 1 (Beirut: Dār al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 2004), 420. 22

Abū Fidā` Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-„azhīm, juz 8, cet. 2 (Dār al-Ṭayyibah,

1999), 384. 23

Muḥammad al-Syaukānī, Fatḥul Qadīr, cet. 4 (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2007), 29.

Page 47: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

25

adalah “bagi orang kafir sama saja bagi mereka apakah mereka diberi

peringatan atau tidak, mereka tetap tidak akan mau beriman.”24

Sebagaiman yang dijelaskan dalam firman Allah SWT:

ذين ى ان ال يث خت

الي جاءتهم ك

ا يؤمنين ول

ك ل

لمث رة يىم ك

ج عل خل

ليم اػذاب ال

يروا ال

“Sungguh, orang-orang yang telah dipastikan mendapat ketetapan

Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun mereka mendapat

tanda-tanda (kebesaran Allah), hingga mereka menyaksikan azab

yang pedih.” (Q.S. Yunus: 96)

Menggunakan kalimat Istifhām dengan makna Taswiyah ini

memang akan lebih memunculkan estetika kebahasaan kalimat

tersebut dibandingkan dengan pengunaan kalimat biasa.

4. al-Amru (perintah) Perangkat Istifhām yang digunakan disini adalah ىل (Hal). Seperti

contoh:

مر ختغضاء فى ال

ػداوة وال

م ال

يكع ةحنك ن ي

يطن ا انما يريد الش

وغن ر اللم غن ذك

محصر ويصدك

جخىينوال نخم م

اية فىل

ل الص

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud

menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan

menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan

salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (Q. S al-Maidah; 5)

Dalam ayat tersebut memang menggunakan perangkat Istifhām,

tetapi makna yang dimaksud adalah perintah untuk meninggalkan hal-

hal yang dilarang oleh Allah SWT. yaitu perintah meninggalkan

meminum minuman keras dan berjudi. Adapun kalimat yang

Page 48: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

26

dimaksud dari kalimat جخىين نخم م اهتهواا adalah فىل (jauhilah).

25

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Bagawī (433- 516 H)

dalam kitab tafsirnya yang berjudul Ma‟ālimu al-Tanzīl , bahwa

makna dari kalimat جخىين نخم م ا .adalah untuk Amr (Perintah) فىل

Adapun taqdir lafaz menurutnya adalah واههت ن ا (jauhilah)26

. Ia

mengkiyaskan dengan ayat yang ada dalam surat al-Anbiyā` , yaitu

ayat yang ke 80:

نخم شكرون ... ا فىل

“Apakah kamu bersyukur (kepada Allah)?

Maknanya adalah وارهكهشأه (bersyukurlah kamu). Tetapi dalam hal

ini, Imam Ibn Kaṡīr (700-774 H) berbeda pendapat dalam menetapkan

fungsi Istifhām yang ada dalam Q.S. al-Mā‟idah ayat 91 tersebut.

Beliau lebih condong mengatakan bahwa Fungsi dari Istiham tersebut

adalah untuk taḥdīd (ancaman) dan tarhīb (menakuti).27

Dengan

artian, jika mereka tetap melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah

seperti meminum minuman keras dan berjudi. Maka ancamannya

adalah bahwa mereka akan mudah dihalang-halangi oleh setan untuk

mengingat Allah dan melaksanakan shalat.

5. al- Taubīkh (celaan)

Dalam hal ini, makna lain dari kalimat Istifhām adalah untuk

celaan. Perangkat Istifhām yang dipakai adalah Hamzah. Seperti

contoh:

ؤمنين جخم مشيه ان ك خ

ن ت

خق ا

ا شينهم فالل خ

ت ا

25

Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah,

1960), 81. Dan „Alī al-Jārimī dan Musṭafā Amīn, al-Balāgah al- Wāḍiḥaḥ, (Mesir: Dār al-

Ma‟ārīf, 1999), 83. 26

al-Bagāwī, Ma‟ālimu al-Tanzīl, juz 3, cet. 4 (Dār al-Ṭayyibah, 1997), 94. 27

Ismā‟īl bin „Umar bin Ibnu Katsīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-„azhīm, juz 3, cet. 2 (Dār

al-Ṭayyibah, 1999), 179.

Page 49: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

27

“Apakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang lebih

berhak untuk kamu takuti, jika kamu orang-orang beriman?” (Q.S.

al-Taubah: 13)

Seperti yang dikatakan oleh Imām al-Syaukānī dalam tafsirnya,

bahwa fungsi dari makna Istifhām dalam ayat tersebut adalah untuk

Taubīkh (celaan). Dengan artian, bahwa Allah mencela orang-orang

yang telah diperintahkan-Nya untuk diperangi tetapi mereka malah

tidak mau untuk memeranginya. Kemudian Allah mencela mereka

dengan mengatakan apakah kamu takut kepada mereka sehingga

kamu tidak jadi memerangi mereka, sedangkan yang pantas untuk

ditakuti itu hanyalah Allah semata.28

Dalam hal ini juga ada perbedaan ulama dalam menetapkan makna

Istifhām dari ayat tersebut. Ada yang mengatakan bahwa fungsi dari

Istifhām tersebut adalah untuk Naḥyī (Larangan). Adapun takdirnya

adalah ههوش ت نأ ق ح أ اللهف مههن وش ت ل (janganlah kamu kepada mereka,

karena Allah lah yang lebih berhak untuk ditakuti).29

6. al-Nafyu (menidakkan)

Perangkat yang sering digunakan dalam menetapkan makna

Istifhām yang berfungsi sebagai al-Nafyu (menidakkan) adalah

perangkat Hamzah. Contohnya adalah seperti yang terdapat dalam

Q.S. al-Raḥmān ayat 60:

اخسان ا ال

اخسان ال

جزاء ال

ول

“adakah balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)?”

28

al-Bagāwī, Ma‟ālimu al-Tanzīl, juz 3, cet. 4 (Beirut: Dār al-Ṭayyibah, 1997), 560. 29

Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah,

1960), 81. Dan „Alī al-Jārimī dan Musżafā Amīn, al-Balāgah al- Wāḍiḥah (Mesir: Dār

al-Ma‟ārīf, 1999), 83.

Page 50: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

28

Adapun takdiran lafaznya adalah ضان ح ال

إل ضان ح

ال جساء ما

(tidak ada balasan untuk kebaikan kecuali kebaikan pula.30

Imam al-

Bagāwī juga mengatakan hal demikian didalam tafsirnya, yaitu makna

dari Istifhām dalam ayat tersebut adalah untuk menidakkan.31

Begitu

juga dengan Imām al-Syaukānī menyatakan bahwa makna Istifhām

dalam ayat tersebut adalah untuk menidakkan. Adapun tafsirannya

menurut Imam al-Syaukānī adalah اإل ي ن الدهفيل م الع ن س حأ ن اءهز اجةر اآخخفيويل إانهس حال (tidak ada balasan bagi orang yang baik amal

perbuatannya di dunia, kecuali kebaikan pula yang akan diperolehnya

di akhirat nanti).32

7. al-Tasywīq (memotivasi)33

Istifhām ini bertujuan untuk menggiring perasaan manusia kepada

gagasan yang dimunculkan dalam kalimat Istifhām tersebut. Seperti

dalam Q.S. al-Ṣāf ayat 10:

ليم …ن عذاب ا م م

ارة حنجيك ى تج

م عل

كدل ا ول

“Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat

menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?”

Ayat dalam surat ini Allah menerangkan kepada seluruh manusia

terutama orang-orang yang beriman, dimana mereka akan

diperlihatkan bentuk-bentuk amalan yang dapat menolong mereka

dari siksaan di hari kebangkitan nanti, sebagai bentuk motivasi

30

Sayyid aḥmad al-Ḥāsyimī, Jawāhirul Balāgah, 81. Dan „Alī al-Jārimī dan

Musṭafā Amīn, al-Balāgah al- Wāḍiḥah, 83. 31

Al-Bagāwī, Ma‟ālimu al-Tanzīl, juz 3, cet. 4 (Beirut: Dār al-Ṭayyibah, 1997),

455. 32

Muḥammad al-Syaukānī, Fatḥul Qadīr, cet. 4 (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2007),

1440. 33

Sayyid aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah,

1960), 81. Dan Ali al-Jarimi dan Musthofa Amin, al-Balagah al- Wadhihah (Mesir: Dār

al-Ma‟ārif, 1999), 83.

Page 51: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

29

mereka untuk membenahi diri selama mereka berada didunia yang

fana ini.

8. al-Taḥqīr (menghinakan)

Bentuk Istifhām ini adalah untuk menghina dan merendahkan

derajat. Sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. al-Furqān ayat 41:

ا خخذونك ال وك ان ي

اواذا را

رسيل ذي ةػد الل

وذا ال

وزوا ا

“Dan apabila mereka melihat engkau (Muhammad), mereka

hanyalah menjadikan engkau sebagai ejekan (dengan mengatakan),

“Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul? “

Kalimat Istifhām yang dilontarkan oleh kaum Kafir dalam ayat ini

berfungsi untuk menghina tentang kerasulan dan kenabian

Muhammad SAW. Kalimat Istifhām disini juga berfungsi sebagai

penguatan tentang keingkaran mereka terhadap Muhammad sebagai

Rasul yang diutus oleh Allah.34 Hal ini juga dinyatakan oleh Imam

al-Baiḍawī (685 H) dalam tafsirnya yang berjudul Anwār al Tanzīl wa

asrāru al-Ta‟wil, bahwa perkataan kafir Quraisy dalam ayat yang

berbentuk Istifhām tersebut adalah sebuah isyarat bahwa mereka

menghina dan mencomooh kenabian Muhammad.35

9. al-Ta‟ẓīm (mengagungkan)

Istifhām juga ada yang bermakna mengagungkan sesuatu, seperti

halnya dalam surat:

ا ةاذنه … ال ذي يشفع غنده

من ذا ال

“Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-

Nya.”

34

Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al-Syuyūṭī, Tafsīrul Jalālain al-Muyassār,

cet. 1 (Beirut: Maktabah Libnān, 2003), 363. 35

Abul Khair al-baiḍawī, Anwāru al-Tanzīl wa asrāru al-Ta‟wīl, juz 4 (Beirut: Dār

al Fikr, tdt), 219.

Page 52: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

30

Perangkat yang digunakan pada contoh Istifhām ini adalah

perangkat man (ن) . Maknanya adalah, sebuah pengagungan kepada

Allah bahwa tidak ada seseorang yang dapat memberikan syafaat

kecuali dengan seizin-Nya.

10. al-Ingkār (mengingkari).36

Makna dari Istiham selanjutnya dari kalimat Istifhām adalah untuk

mengingkari atau menyangkal. Adapun perangkat Istifhām yang

sering dipakai dalam hal ini adalah perangkat Hamzah seperti dalam

Q.S. al-An‟ām ayat 40:

جخم صدكين … حدغين ان ك غيد الل

ا

“Apakah kamu akan menyeru (tuhan) selain Allah, jika kamu

orang yang benar?”

Dalam menetapkan makna Istifhām dalam ayat tersebut, ada

beberapa perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa

maknanya adalah untuk Amr (perintah), dengan makna yang tersirat

“menyerulah kamu hanya kepada Allah, dan jangan kepada selain-

Nya”. Adapula yang memaknai Istifhām dalam ayat tersebut adalah

36

Kalimat ingkar apabila terletak pada kalimat Ibat¸maka makna kalimat tersebut

berubah menjadi Nafi (menetapkan). Contohnya yang terdapat dalam surat Ibrahim, ayat

kalimat tersebut adalah .(?apakah terhadap Allah ada sebuah keraguan) أفي الله شك :10

kalimat Itsbat, kemudian masuk istifhām yang maknanya untuk mengingkari. Maka

berubahlah makna kalimat tersebut dari Itsbat ke Nafi. Maka taqdir kalimatnya adalah لا

tidak ada keraguan terhadap Allah). Begitu juga sebalikya, apabila makna ingkar شك فيه

masuk kedalam kalimat Nafi, maka makna kalimat tersebut berubah menjadi Itsbat.

Sebagaimana dalam surat al-qiyāmah ayat 36: أيحسبالنسانأنيتركسدى (apakah manusia

mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja). Makna yang terdapat dalam kalimat

tersebut pada asalnya adalah kalimat Nafyi. Kemudian masuk perangkat istifhām yang

bermakna Ingkar, maka berubahlah makna ayat tersebut dari Nafi ke Itsbat. Lihat: Sayyid

aḥmad al-Hāsyimī, Jawāhirul Balāgah (Beirut: Maktabah al-„Aṡriyyah, 1960), 81. Dan

Ali al-Jarimi dan Musthofa Amin, al-Balagah al- Wadhihah (Mesir: Dār al-Ma‟ārīf,

1999), 83.

Page 53: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

31

untuk Ta‟ajjūb (mengherankan)37

. Dengan makna, sangat

mengherankan orang-orang yang menganggap dirinya telah

berperilaku benar, tetapi mereka menyeru kepada selain Allah. Itu

adalah sebuah sikap yang dianggap mengherankan.

11. al-Wa‟īd (ancaman)

Makna Istifhām selanjutnya adalah untuk mengancam.

Sebagaimana yang dapat dilihat dalam Q.S. al-Fajr ayat 6:

ك رةيف فػل

م حر ك

ل ةػاد ا

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana

Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) „Ad?” Dalam ayat tersebut ada perangkat Istifhām yang maknanya adalah

untuk mengancam. Dengan artian, Allah mengancam akan menyiksa

orang-rang yang ingkar kepada-Nya sebagaimana siksaan yang

diberikan kepada kaum „Ad. Begitu juga menurut Imām al-Khāzin

dalam kitab tafsirnya yang berjudul Lubbāb al-Ta‟wīl fī Ma‟āniyyi al-

Tanzīl, bahwa ayat tersebut merupakan ancaman buat ahli Makkah

dengan memberikan berita pertakut berupa kebinasaan atas diri

mereka sebagaimana kebinasaan yang di timpikan oleh Allah kepada

kaum „Ad.38

12. Tanbīhun „alā al-Khata‟ (peringatan bagi orang yang tersalah).

Contohnya adalah seperti:

دن …ذي وي ا

ين ال

تستتدل

اذي وي خيد كال

.…ى ةال

“Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari

sesuatu yang baik? (Q.S. al-Baqarah:61)

37

Syihābuddīn al-Alūsī, Rūḥul ma‟ānī fī tafsīril Qur‟ānil „aẕīm wa al-Sab‟i al-

Matsānī , juz 7 (Beirut: Dār iḥyā‟ wa al-Turāts al-„Arabiy, ttd), 148. 38

al- Khāzin, Tafsīr al-Khāzin, juz 4, cet. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyaah,

2004), 424.

Page 54: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

32

Dalam hal ini, fungsi dari Istifhām yang ada dalam ayat tersebut

adalah untuk mengingatkan orang yang tersalah. Karena dalam ayat

tersebut, kaum dari Banī Isrā`īl dianggap bersalah karena mereka

meminta ganti dari terhadap sesuatu buruk dari sesuatu yang baik.

Yaitu meminta berbagai macam makanan, padahal sebelumnya

mereka telah diberi makanan yang menurut Allah adalah makanan

yang lebih baik dari makanan yang mereka minta. Oleh karena itu

Nabi Musa mengingatkan mereka terhadap kesalahan mereka

tersebut.

Dalam memaknai fungsi dari Istifhām dalam ayat tersebut, para

ulama juga ada yang berbeda pendapat. Ada juga yang memaknai

bahwa fungsi dari Istifhām tersebut adalah untuk “mengingkari”.

Maksudnya adalah, bahwa Nabi Musa mengingkari permintaan

mereka tersebut dengan mengatakan apakah kamu akan meminta

ganti dari sesuatu yang baik dengan sesuatu yang buruk.39

13. Tanbīhun „alā Ḍalālah al- Ṭarīq

Dalam hal ini contohnya adalah;

ين حذوتين فا

“Maka ke manakah kamu akan pergi?”

Istifhām yang ada dalam ayat tersebut berfungsi untuk

mengingatkan orang yang tersesat dari jalannya. Yaitu

mengingatkan orang-orang dari menempuh jalan selain jalan yang

ditunjuki al-Qur`an dan karena berpalingnya mereka dari al-

39

Muḥammad al-Rāzī Fakhruddīn, Tafsīru al Fakhru al-Rāzī ,juz 3, cet. 1 (Dār al-

fikr, 1981), 106.

Page 55: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

33

Qur`an. Maka Allah mengingatkan mereka dari ketersesatan

tersebut.40

Dari bentuk-bentuk Istifham yang ada dalam al-Qur`an seperti

yang dijelaskan diatas, maka dapat diketahui bahwa makna sebuah

Istifhām bisa bergeser dari makna hakikatnya yang pada awalnya

adalah untuk mengetahui hal-hal yang belum pernah diketahui

sebelunya kepada makna-makna lainnya seperti, sebagai makna

Taqrīr, Ikhbār, Taswiyah dan lain sebagainya.

E. Jenis dan Hukum-hukum Bertanya

Bertanya ada banyak macam dan hukumnya sesuai dengan faktor

penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari pertanyaan tersebut. Dalam

Syarah Hadist Arba‟in yang disebutkan oleh Musṭāfā Dīb al-Bugā dan

Muhyiddīn Mitsu dalam al-Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-Nawāwī yang

diterjemahkan oleh Rohidin Wahid adalah;

1. Pertanyaan yang dibolehkan syari‟at.41

Pertanyaan ini memiliki banyak tingkatan:

a. Pertanyaan yang hukumnya fardhu „ain bagi setiap Muslim.

Yaitu menanyakan suatu hal yang memang harus diketahui

oleh seseorang. Seperti bertanya tentang hukum bersuci, bertanya

tentang hukum puasa Ramadhan, bertanya tentang syarat-syarat

dan rukun-rukun shalat, dan lain sebagainya.

b. Pertanyaan yang hukumnya Fardhu Kifayah

Artinya, setiap Muslim tidak wajib menanyakan persoalan

tersebut, tetapi cukup sebagiannya saja. Dengan tujuan untuk

memperdalam dan memperluas masalah agama, mengetahui

40

Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al-Syuyūṭī, Tafsīrul Jalālain al-Muyassār,

cet. 1 (Beirut: Maktabah Libnān, 2003), 586. 41

Musṭāfā Dīb al-Bugā dan Muhyiddīn Mitsu, al-Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-

Nawāwī terj. Rohidin Wahid (Jakarta: Qishti press, 2014), 70.

Page 56: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

34

hukum syariat. Bukan untuk damalkan sendiri , melaikan agar ada

orang yang seanantiasa menjaga agama Allah seperti ulama,

hakim, dan pendidik.

c. Pertanyaan yang hukumnya sunnah.

Artinya, disunnahkan bagi setiap Muslim untuk bertanya

tentang hal itu. Seperti bertanya tentang perbatan-perbuatan terpuji

dan ibadah-ibadah selain yang wajib.

2. Pertanyaan yang dilarang Syari‟at42

Pertanyaan yang semacam ini juga memiliki beberapa tingkatan:

a. Pertanyaan yang hukumnya haram. Artinya, seorang Mukallaf

berdosa jika menanyakan hal tersebut. Adapun contoh-contoh

pertanyaan tersebut adalah:

1) Bertanya tentang satu hal yang Allah sembunyikan

pengetahuannya dari para hamba-Nya. Dan hanya Dia yang

mengetahuinya. Seperti menanyakan tentang waktu

datangnya hari kiamat, bertanya tentang hakikat roh,

beranya tentang rahasia, qadha qadar, dan lain sebagainya.

2) Bertanya dengan tujuan mencela dan menghina. Seperti

halnya salah seorang yang bertanya kepada Rasulullah

dengan tujuan mencela dan menghina. Salah seorang dari

mereka bertanya “siapa ayahku?” sementara seseorang

yang kehilangan ontanya bertanya, “dimana ontaku?”.

Kemudian Allah berfirman “Wahai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu bertanya kepada nabimu tentang

42

Musṭāfā Dīb al-Bugā dan Muhyiddīn Mitsu, al-Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-

Nawāwī, 71.

Page 57: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

35

suatu perkara yang apabila dijelaskan kepadamu, maka

akan memberatkanmu.”43

3) Bertanya tentang suatu mu‟jizat dan sesuatu yang luar biasa

dengan tujuan menentang, mengada-ada, menyudutkan, dan

membuat bingung orang yang ditanya.

Seperti halnya para penentang para nabi yang enggan

beriman kepada nabi sebelum mereka menyaksikan

Mu‟jizat nabi tersebut. Dan bahkan setelah mereka

menyaksikan mu‟jizat yang mereka minta tersebut, masih

banyak juga diantara mereka yang tetap tidak mau beriman.

4) Bertanya tentang masalah khayalan (tidak nyata).

Imam Aḥmad (780- 855 M) dan Abū Dāwud (817- 889

M) meriwayatkan dari Mu‟awiyah bahwa Rasulullah

melarang dari menanyakan sesuatu yang tidak nyata

(khayalan). Imam Nawawi dalam bukunya yang berjudul

al-Nihāyah menjelaskan bahwa makna sesuatu yang tidak

nyata (galutat) adalah pertanyaan pertanyaan yang tidak

realistis sehingga para ulama terjerumus kedalamnya lalu

timbullah kerusakan dan fitnah.

b. Pertanyaan yang hukumnya Makruh. Artinya, sebuah

pertanyaan yang sebaiknya ditingalkan oleh seseorang.

Contoh-contoh pertnyaannya adalah:

1) Bertanya tentang sesuatu yang tidak penting dan juga

jawabannya pun tidak mempunyai manfaat ilmiah apapun.

Seperti hal yang dilakukan oleh Abū Ja‟far ketika dia

bertanya kepada Ahmad bin Hanbal. Dia bertanya, apakah

43

„Abdūl „Azīz Muḥammad bin „abdillāh, Ma‟ālīm fī ṭarīq ṭalab al-„Ilmī (Sa‟ūdī:

Dār aṡamah, 1999), 61-62.

Page 58: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

36

aku boleh berwudhu‟ menggunakan air bunga? Kemudian

Ahamad bin Hambal menjawab, aku tidak menyukainya

(tidak boleh). Kemudian Abu Ja‟far bertanya lagi apakah

aku boleh berwudhu‟ menggunakan air mawar. Ahmad bin

Hanbal menjawab, aku tidak menyukainya. Kemudian

ketika Abū Ja‟far beridiri, Ahmad bin Hanbal memegang

tanggannya dan berkata, apa yang engkau baca ketika

hendak masuk masjid? Abu Ja‟far terdiam tidak mampu

menjawabnya. Ahmad bin Hanbal bertanya lagi apa

yangengkau baca ketika keluar dari masjid. Abu Ja‟far juga

tidak mampu menjawabnya. Ahamad bin Hanbal berkata,

pergilah kamu dan jangan tanyakan hal-hal yang jauh dari

yang kamu butuhkan.

Juga halnya seperti seorang sahabat nabi yang bertanya

kepada nabi, “ya Rasulullah siapa bapakku?” Rasulullah

menjawab, “Bapakmu adalah Hużaifah.” Seorang lainnya

pun bertanya, “siapa bapakku, ya Rasulullah?” Rasulullah

pun menjawab, “Bapakmu adalah Salim, mantan budak

Syaibah.” Ketika melihat aura kemarahan dari wajah

Rasulullah, Umar berkata, “ya Rasulullah, kami bertobat

kepada Allah.“

2) Bertanya tentang suatu yang dibiarkan syari‟at dan tidak

dijelaskan halal dan haramnya, tidak dijelaskan apakah

perkara tersebut perintah atau larangan.

Pertanyaan tentang hal ini bisa menyebabkan adanya

perintah yang memberatkan, yang pada akhirnya

mengakibatkan keberatan dan kesulitan agi kam Muslimin.

Seperti halnya sabda Rasulullah, “Sesungguhnya, sebesar-

Page 59: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

37

besar kejahatan kaum Muslimin kepada kaum Muslimin

lain adalah orang yang bertanya tentang suatu hal yang

tidak diharamkan atas kaum Muslimin lalu menjadi

diharamkan lantaran pertanyaan tersebut. Dalam riwayat

lain juga disebutkan, yaitu orang-orang yang mendetail-

detailkan ketika bertanya tentang suatu hal.44

Untuk memperkuat penjelasan tentang tingkatan-

tingkatan pertanyaan, Imam al-Nawawi menjelaskan dalam

kitabnya yang berjudul Syarḥu al-Arba‟īn al-Nawāwī

bahwa sebuah pertanyaan memiliki beberapa macam:

1) Pertanyaan orang yang tidak tahu tentang kewajiban-

kewajiban agama, seperi wudhu‟, shalat, puasa, dan

sejenisnya.

2) Pertanyaan untuk tawaqquh fī al-Dīn (memahami agama),

bukan untuk beramal semata, seperti peradilan dan fatwa.

3) Bertanya tentang sesuatu yang tidak diwajibkan Allah

atasnya dan tidak pula atas selainnya. Karena kadangkala

pertanyaan tersebut mengakibatkan Masyaqqah

(kesulitan).45

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa sebuah pertanyaan

memiliki pembagian-pembagian serta tingakatan hukumnya tersendiri.

44

Musṭāfā Dīb al-Bugā dan Muhyiddīn Mitsu, al-Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-

Nawāwī terj. Rohidin Wahid (Jakarta: Qishti press, 2014), 73. 45

Muḥyiddīn al-Nawāwī, Syarḥu al-Arba‟īn al-Nawāwī, cet. 13, terj. Ahmad

Syaikhu (Jakarta: Dārul Haq, 2018), 119.

Page 60: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 61: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

39

BAB III

MENGENAL TENTANG BANĪ ISRĀ`ĪL

Dalam kitab suci al-Qur`an yang terdiri dalam 30 juz tersebut, tujuh

juz khusus berbicara kepada dan mengenal Banī Isrā`īl. Dengan begitu

besarnya porsi yang diberikan al-Qur`an kepada bangsa Yahudi ini.

Sekaligus mengingatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya

akan sepak terjang dari bangsa Yahudi ini baik dimasa nabi-nabi

sebelumnya ataupun yang dihadapi oleh Rasulullah sendiri.1

Pada bab ini, penulis akan membahas tentang Banī Isrā`īl yaitu, mulai

dari asal usulnya, sampai kepada mengenalkan sifat-sifat dari Banī Isrā`īl

itu sendiri yang terdapat dalam al-Qur`an al-Karīm.

A. Pengertian Banī Isrā`īl

Term )إسرائيل -Banī Isrā`īl sangat banyak diulang di dalam al )بني

Qur`ān. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya term tersebut sebanyak

41 kali dalam 40 ayat dalam al-Qur`anyang merujuk kepada bangsa atau

kaum Isrā`īl dengan istilah Banī Isrā`īl, yaitu sebuah gelar yang diberikan

kepada Ya‟qub bin Ishak.2 Adapun di dalam surat Āli „Imrān ayat 93

hanya bertuliskan Isrā`īl saja.

Banī Isrā`īl terdiri dari dua kata, yakni Banī dan Isrā`īl (بني) يل(سرائ)إ .

Banī (Banu) adalah bentuk jamak dari kata bin, ibn yang berarti anak laki-

laki, anak cucu, keturunan.3 Menurut satu pendapat, kata Banī (بني)

mengandung makna sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain.4 Sedangkan

1 M Thalib, 76 karakter Yahudi dalam al-Qur‟an, cet. 3 (Solo: CV. PUSTAKA

MANTIQ, 1992), 1. 2 Muḥammad Rasyīd Riḍa, Tafsīr al-Manār, juz 1 (al-Qāhirah: Dār al-Manār,

1947), 289. 3 SoftwareKBBI online

4 Abū al-Husyain Aḥmad bin Fāris bin Zakariyyā, Mu‟jam al-Muqāyis fī al-Lugah

(Beirut: Dār al- Fikr, 1994), 156.

Page 62: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

40

kata Isrā`īl adalah sebuah nama yang diberikan kepada salah seorang Nabi

Allah yang bernama Ya‟qub. Nama tersebut berasal dari bahasa Ibrani

yang tersusun dari dua kata, yaitu Isra‟ إسراء() yang bermakna “Hamba

atau orang yang terpilih” dan kata Īl إيل() yang berarti Allah. Berdasarkan

hal ini, semua orang yang nasabnya sampai kepada Nabi Ya‟qub bin Ishak

bin Ibrahim, maka ia berhak dinamai keturunan Isrā`īl .5

Begitu juga menurut Muḥammad bin Muḥammad abu Syahbah;

menurutnya, makna dari Banī Isrā`īl adalah “Hamba Allah”. Isra‟ artinya

Hamba, dan Īl artinya Allah. Yang digelari Isrā`īl adalah Nabi Ya‟qub

AS. Sedangkan Banī Isrā`īl artinya anak-anak dari Nabi Ya‟qub dan

keturunan setelahnya. Ada kalanya mereka juga dikenal sebutan Yahudi.6

Sedangkan menurut al-Sirrī, Isrā`īl artinya adalah orang yang

melakukan perjalanan pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari.

Karena Nabi Ya‟qub pernah melakukan perjalanan pada malam hari dan

bersembunyi pada siang hari.7 Kisah penyebutan Nabi Ya‟qub dengan

Isrā`īl adalah berawal dari kisahnya dengan saudara kembarnya yang

bernama ( ص يع) „Īṣ.

„Īṣ adalah seorang anak yang dekat kepada ayahnya, sedangkan

Ya‟qub lebih dekat kepada ibunya. „Īṣ adalah seorang yang suka berburu.

Suatu hari, ketika dia sudah besar ayahnya berkata kepadanya “Wahai

anakku berikanlah aku makan dengan daging hasil dari buruanmu, maka

aku akan berdoa untukmu sebagaimana doa yang pernah dibacakan oleh

ayahku dulu untukku. Kemudian „Īṣ pergi berburu dan mengambil daging

hasil buruan sebagaimana yang diinginkan oleh ayahnya. Percakapan itu

didengarkan oleh Istri Ishak dan dia menyuruh Ya‟qub menyembelih

5 Sabīr Ṭa‟imah, al-Tirāts al-Isrāiliy (Beirut: Dār al-Jail, 1978), 28.

6 Muḥammad abū Syahhbah, al-Isrāīliyyat wa al-Maudhū‟āt īi Kutub al-Tafsīr, cet.

4 (al-Qāhirah: Maktabah al-Sunnah, 1408 H), 12. 7 Abū hasan bin „Alī, al-Kāmīl fī al- Tārīkh, juz 2, cet. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1987), 96.

Page 63: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

41

ternak dan membuat pakaian dari kulit ternak tersebut dan kemudian

memerintahkan Ya‟qub untuk berikan makanan dan menyuruh mengaku

kepada Ishak bahwa dia adalah „Īṣ8.

Ketika sampai didekat Ishak, maka Ya‟qub mendekat dan

menyuapkannya makan. Kemudian Ishak bertanya, siapa kamu? Maka

Ya‟qub menjawab:; “saya adalah „Īṣ”. Kemudian Ishak meraba dan

mencium Ya‟qub, awalnya dia ragu kalau itu bukanlah „Īṣ, dan dia

mengatakan bahwa yang dia raba itu adalah ciri-ciri dari anaknya yang

bernama „Īṣ. Maka keraguan Ishak itu dihilangkan oleh istrinya dengan

mengatakan “itu adalah Ya‟qub”, maka dari itu Ishak mempercayai bahwa

yang memberinya makan adalah „Īṣ. Setelah Ya‟qub memberi Ishak

makan, maka Ishak mendoakan supaya anak keturunan Ya‟qub adalah

para nabi dan para Raja. „Īṣ

Setelah memberi ayahnya makan, Ya‟qub pun pergi. Kemudian

datanglah „Īṣ membawakan daging dari hasil buruannya dan

memberikannya kepada Ishak sebagaimana yang dikehendakinya.

Kemudian ayahnya berkata; sungguh saudaramu telah terlebih dahulu

memberiku makan. mendengarkan hal itu, maka „Īṣ bersumpah akan

membunuh Ya‟qub. Mengetahui hal itu maka Ya‟qub melarikan pada

malam harinya dan bersembunyi pada siang harinya menuju rumah

pamannya. Maka dinamailah Ya‟qu dengan Isrā`īl, yaitu orang yang

melarikan diri pada malam hari karena takut dan bersembunyi pada siang

harinya.9

8 Ishak adalah orang yang buta sehingga dia tidak bisa mengenali antara kedua

anaknya kecuali dengan meraba dan menciumya. Abū asan bin „Alī, al-Kāmīl fī al-

Tārīkh, juz 2, cet. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al- „Ilmiyyah, 1987), 96. 9 Abū ḥasan bin „Alī, al-Kāmīl fī al- Tārīkh, juz 2, cet. 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1987), 96.

Page 64: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

42

B. Istilah Lain Dari Banī Isrā`Īl Dalam Al-Qur`an

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Banī Isrā`īl

juga mempunyai nama-nama lain. Diantara nama-nama lain dari Banī

Isrā`īl yang disebutkan dalam al-Qur`anadalah:

1. Banī Isrā`īl

Banī atau Banū Isrā`īl terdiri dari dua kata, yaitu Banī dan Isrā`īl.

Banī, Banū, Banīn adalah bentuk kalimat plural dari kata bin, ibn

yang berarti anak laki-laki, anak ,cucu, keturunan.10

Dan Isrā`īl

artinya adalah anak cucu keturunan Nabi Ya‟qub bin Ishak bin

Ibrahim, yang kemudian dikenal dengan nama Isrā`īl dan anak-

anaknya yakni Isrā`īl.

Kata Banī Isrā`īl disebutkan dalam Al-Qur`an sebanyak 40 kali

dalam berbagai surat, dan sekali dengan kata Banū Isrā`īl dalam Q.S.

Yunus/10: 90.11

Sedangkan dalam Mu‟jām al-mufahrās kata Banī

disebutkan sebanyak 14 kali, yaitu dalam Q.S. al- Syu‟arā‟: 17, 22,

59, 197. Q.S. al-Naml: 76, Q.S. al-Sajādah: 23, Q.S. Yāsīn: 60, Q.S.

Gaffār: 53, Q.S. al-Zukhrūf: 59, Q.S. al-Dukhān: 30, Q.S. al-

Jaṡiyah: 16, Q.S. al-Aḥqāf: 10, Q.S. Sāf: 6, 14.12

2. Ahlu Kitab

Ahlu Kitab terdiri dari dua kata ahlu dan Kitāb. Ahlu berarti

keluarga, kerabat, anggota, penganut, pengikut, pemilik, penghuni,

dan sebagainya.13

Kata ahlu dalam KBBI berarti anggota, orang-orang

10

Secara Literal, Banī adalah bentuk Plural dari ibn yang berarti anak. Bentuk dasar

dari Banī adalah banun atau Banīn. Tetapi karena berada dalam posisi muḍaf, wau atau

ya‟ dan nun yang ada dihilangkan menjadi banū atau Banī 11

Ali Audah, Nama dan Kata dalam Al-Qur‟an: Pembahasan dan Perbandingan,

cet. 1 (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2011), 412. 12

M. Abdul Bāqī, Mu‟jām al-Mufaḥras min alfāż al-Qur‟an (Mesir: Dār al-ḥadīts,

1996), 169. 13

Ali Audah, Nama dan Kata dalam Al-Qur‟an: Pembahasan dan Perbandingan,

cet. 1 (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2011), 369.

Page 65: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

43

yang termasuk dalam suatu golongan, keluarga, atau kaum.14

Ahlu

juga mengandung pengertian orang mahir , faham sekali dalam suatu

ilmu (kepandaian).

Dalam al-Qur`an, banyak kata ahl yang diikuti setelahnya,

misalnya ahlu al-Qur`ān, ahlu Yastrīb, ahl Kitāb, ahl Zikri dan lain

sebagainya. Secara Harfiah, ahl Kitab berarti yang mempunyai kitab.

Yaitu konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada para penganut

agama diluar Islam. Sikap ini bermaksud memberi pengakuan sabatas

hak masing-masing untuk berinteraksi dengan menjalankan ajaran

dalam Kitab suci mereka.15

Menurut Istilah, ahl-Kitab adalah mereka

yang berpegang pada kitab suci tertentu, seperti Taurat dan Injil, atau

mungkin pengikut kitab suci lain.

Penelusuran ayat-ayat al-Qur`an mengenai ahl kitab terdapat dalam

kitab Mu‟jam al-Mufaḥras min alfāż al-Qur`ān. Kata ahl disebut

dalam al-Qur`an terdapat dalam 9 surat, yaitu: (a). Q.S. al-

Baqarah/2: 105. 109. (b). Q.S. Ȃlī „Imrān/3: 64, 65, 69, 70,71, 72,

75, 95, 110, 113, 199. (c). Q.S. al-Nisā‟/4: 123, 153, 159, 171.

(d).Q.S. al-Māidah/5: 15, 19,59, 65, 68, 77. (e). Q.S. . al-Ankābūt/29:

46. (f). Q.S. al-Aḥzāb/33: 26. (g). Q.S. al-ḥadīd/57: 29. (h). Q.S. . al-

Hasyār/57: 2. (i). Q.S. . al-Bayyinah/98: 1, 6.16

3. Yahudi

Hūd adalah jamak dari kata Haid, Yahūd,Yahūdi, yang berarti

masyarakat golongan atau orang-orang Yahudi. Bisa juga dikatakan

sebagai suatu ras Semit: Yahudiah, Yudaisme, agama, kepercayaan,

14

SoftwareKBBI online 15

Darwis Muhdina , “Orang-orang non-Muslim dalam Al-Qur‟an”. al-Adyan,

vol.1, no.2 (Desember 2015): 111. 16

M. Abdul Bāqī, Mu‟jām al-Mufaḥras min alfāż al-Qur‟an (Mesir: Dār al-ḥadīts,

1996), 117.

Page 66: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

44

tradisi dan kebudayaan Yahudi. Al-Qur`an juga menyebut Yahudi

dengan kata-kata lain seperti: Hādu, Yahūd dan Yahūdi.

Istilah Yahudi ini dinisbatkan pada Yahuda, salah satu dari dua belas

anak laki-laki Ya‟qub dan salah satu dari dua belas suku Israel.

Sepertinya, istilah ini pada mulanya merujuk hanya kepada mereka yang

berasal dari suku Yehuda, namun kemudian ketika kerajaan terpecah

setelah pemerintahan Solomon, istilah tersebut merujuk kepada semua

orang yang ada dalam kerajaan Yehuda, yang termasuk suku Yehuda,

Benyamin, dan Lewi. Saat ini banyak yang percaya bahwa seorang

Yahudi adalah orang yang merupakan keturunan Abraham, Ishak, dan

Ya‟qub tanpa memandang dari suku mana dia berasal. Dengan demikian,

Yahudi merupakan sebuah nama yang bisa dipakai untuk agama dan bisa

pula dipakai untuk bangsa. Jadi, Isilah agama Yahudi dan bangsa Yahudi

sama-sama dibenarkan.17

Contoh ayat yang menggunakan kata Hādū seperti dalam Q.S. al-

Māidah/22: 17, dan ayat yang menggunakan kata Hūd adalah Q.S. al-

Baqarah/2: 13. Ali Audah dalam bukunya Nama dan Kosa Kata dalam

al-Qur`an menyebutkan bahwa kata Hādū terdapat 10 ayat dalam Al-

Qur`an dan Hūd sebanyak 3 ayat. Adapun kata Hādū, Naṣārā dan

Ṣabi‟īn disebutkan bersamaan seperti dalam Q.S al-Baqarah/2: 62, al-

Māidah/5: 69 dan al-Hajj/22: 17.18

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Banī Isrā`īl

memiliki istilah lain dalam al-Qur`ān, yaitu dengan istilah ahlu kitab dan

Yahudi

17

M Ali Imran, Sejarah lengkap agama-agama dunia, cet. 1 (Yogyakarta:

IRCiSoD, 2015), 346. 18

Ali Audah, Nama dan Kata dalam Al-Qur‟an: Pembahasan dan Perbandingan,

cet. 1 (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2011), 422.

Page 67: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

45

C. Kisah Populer Banī Isrā`īl dalam al-Qur`ān.

Al-Qur`an kandungannya membahas segala hal, mulai dari masalah

akidah, Ibadah dan mu‟amalah, akhlak, hukum, dasar-dasar ilmu

pengetahuan sampai kepada sejarah atau kisah-kisah umat terdahulu.

Antara kisah-kisah yang banyak disebutkan dalam al-Qur`an adalah kisah

dari Banī Isrā`īl. Diantara kisah Banī Isrā`īl yang terdapat dalam al-

Qur`an secara runtut adalah:

1. Selamatnya Banī Isrā`īl dari pengejaran Fir‟aun dan bala

tentaranya.

Kisah diselamatkannya Nabi Musa dan Banī Isrā`īl dari pengejaran

Fir‟aun dan bala tentaranya disebutkan oleh Allah dalam Q.S. al-

Baqarah/2: 50

نخم حنظرون فرغين وا

لغركنا ا

م وا

حنك ج

نبدر فا

م ال

واذ فركنا ةك

“Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga

kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir„aun

dan) pengikut-pengikut Fir„aun, sedang kamu menyaksikan.”

Ibnu Kaṡīr mengatakan ayat ini menjelaskan bahwa tafsiran dari

ayat tersebut adalah;

“Sesudah Kami selamatkan kamu dari Fir‟aun dan bala tentaranya,

lalu kamu berangkat bersama Musa. Dan Fir‟aun pun berangkat

mengejar kamu dan bala tentaranya, maka Kami belahkan laut buat

kamu. Yaitu Kami selamatkan kamu dari mereka lalu Kami

halangi antara kamu dan antara mereka, lalu Kami tenggelamkan

mereka, sedangkan kamu menyaksikan sendiri hal tersebut agar

hati kamu lebih tenang dan lebih meyakinkan dalam menghina

musuh kamu.”19

Kisah pengejaran Nabi Musa dan Banī Isrā`īl oleh Fir‟aun dan bala

tentaranya ini dimulai ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk

19

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr cet. 2 (Riyadh: Dār al-Ṭayyibah,

1999), 259.

Page 68: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

46

membebaskan umatnya yang menjadi budak dari Fir‟aun dan

pengikutnya.20

sekaligus menyeru Fir‟aun dan bala tentaranya

mengikuti ajarannya dan ajaran Nabi Harun.21

Hal ini disebabkan karena Fir‟aun dan para pengikutnya telah

berlaku angkuh dan sombong. Mereka menjalankan kekuasaan

dengan dengan sewenang-wenang dan berbuat kerusakan di muka

bumi. Mereka menjadikan diri mereka dewa yang layak disembah.

Mereka menyamakan diri mereka dengan Tuhan. Mereka

memerintahkan kepada orang-orang untuk menyembah mereka.

Selain itu, Fir‟aun dan para pengikutnya sangat benci terhadap bangsa

Ibrani sehingga mereka selalu menindas dan menjajahnya. Mereka

menzalimi Banī Isrā`īl dengan berbagai siksaan yang kejam,

membebankan mereka pekerjaan yang melelahkan sehingga banyak

yang berputus asa lagi kehilangan harapan. Bagi Fir‟aun, Banī Isrā`īl

adalah sampah yang hina.22

Karena sakit hati dan marah karena telah di pecundangi oleh Nabi

Musa dan Nabi Harun dalam adu kesaktian,23

maka Fir‟aun berencana

20

Pada awalnya Isrā`īl merupakan sekelompok suku yang kemudian disatukan oleh

nasib yang sama dan juga perang yang sama. Israil adalah bangsa yang akrab dengan

kehidupan pengembala dan telah menjadi budak di Mesir yang harus bekerja dengan

begitu keras kemudian mereka berhasil melarikan diri dari perbudakan itu atas prakarsa

dari seorang pemimpin yang karismatik yang juga membimbing mereka menuju tradis

religious. Lihat: Allan Menzie, sejarah agama-agama, terj. Dion Yulianto dan Em Irfan,

cet. 1 (Yogyakarta: Forum IKAPI, 2014), 212.

21

Perintah tersebut awalnya turun kepada Nabi Musa semata. Tetapi karena tidak

percaya diri dikarenakan Nabi Musa tidak lancar dalam berbicara, maka Nabi Musa

meminta kepada Allah untuk ditemani oleh Nabi Harun yang pandai dalam orasi untuk

diangkat sebagai orang yang membantu perjuangannya. Maka permintaan tersebut

dikabulkan oleh Allah, hal ini terdapat dalam Q.S al-Qaṡaṡ/28: 33-35. 22

M Ahmad Jadul Maula dan M Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku Induk Kisah-Kisah al-

Qur‟an, ter. Abdurrahman assegaf, cet. 1 (Jakrta: ZAMAN, 2009), 235. 23

Hal ini dikarenakan Fir‟aun tidak percaya terhadap ajakan Musa maka Nabi Musa

terus meyakinkan Fir‟aun dengan bukti-bukti Mu‟jizatnya. Tetapi tetap saja Fir‟aun tidak

percaya akan kenabian dari Musa. Bahkan dia menuduh Nabi Musa akan mengkudeta

dirinya. Maka Fir‟aun menentang Musa untuk bertanding dengan para tukang sihir dari

Fir‟aun dan Nabi Musa pun menyetujuinya. (Q.S Thaha/20:57-59) Ketika para penyihir

Page 69: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

47

akan mencelakai Musa dan mengusir Banī Isrā`īl. Ia menyampaikan

rencananya itu kepada para pembesarnya. Fir‟aun pun beriap-siap

dengan mengumpulkan bala tentaranya untuk menumpas Musa dan

Banī Isrā`īl.24

Allah memerintahkan Nabi Musa dan Banī Isrā`īl untuk pergi

keluar dari Memphis pada malam hari. Mendengar hal tersebut,

Fir‟aun dan pasukannya bergerak untuk menyusul mereka.

Rombongan Musa dapat disusul oleh Fir‟aun dan bala tentaranya

ketika matahari mulai terbit di sebuah pinggiran sungai Nil. Nabi

Musa pun menenangkan kaumnya.25

Nabi Musa diperintahkan Allah memukulkan tongkatnya kearah

lautan. Seketika lautan menjadi terbelah dua dan membentuk jalur

menyeberang. Air dikedua sisi belahan itu seperti gunung yang besar.

Dalam rasa ta‟jub, rombongan Nabi Musa melewati belahan itu

dengan cepat sehingga keseberangnya. Sedangkan Fir‟aun dan bala

tentaranya berusaha menyusul masuk kedalamnya. Akan tetapi

Fir‟aun dan bala tentaranya ditenggelamkan oleh Allah. 26

Maka

selamatlah Musa dan umatnya dari kejaran Fir‟aun dan bala

tentaranya dengan mendarat di gunung Sinai.27

Fir‟aun dapat dikalahkan oleh Nabi Musa, maka fir‟aunpun merasa geram dan ingin

mencelakai Musa dan mengusir Banī israil. 24

Q.S al-Mu‟min/40: 26, Q.S Al-Syu‟ara/26: 53-54. Lihat juga Q.S al-Isra‟/17: 103. 25

Q.S al-Syu‟ara‟/26: 60-62 26

Q.S al-Syu‟arā/26: 66. Ṭahā/20:78, al-Hajj/22:44, al-Mu‟minūn/23:45-48 27

Menurut catatan sejarah, nama Sinai diambil dari kata Tuhan masyarakat Mesir

kuno, yaitu Sin yang berarti Tuhan Bulan. Selain itu, Sinai juga memiliki banyak julukan

seperti Land of Turquoise, Land of Enchantment (tanah pesona) dan Bridge to Asia.

Untuk nama yang terakhir ini, Sinai disebut demikian karena letaknya yang merupakan

persimpangan antara Asia dan Afrika. Dalam al-Qur‟an, Sinai disebut dengan nama Thur

Saina atau Thur Sinin. Menurut pendapat lain, bukit Sinai disebut juga dengan Jabal

Musa (Bukit Musa), karena dipuncak gunung itulah nabi Musa a.s menerima wahyu dan

berdialog dengan Tuhan. Lihat: Eka Safitri Anasari, “Kontruksi Sejarah Bukit Sinai Serta

Pengaruhnya terhadap Realita Sosial Masyarakat Mesir” (Skripsi S1., Universitas Sebelas

Maret Surakarta, 2016), 21.

Page 70: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

48

2. Kaum Banī Isrā`īl dan Peristiwa penyembahan Anak Sapi.

Pada masa kejayaan Banī Isrā`īl, tidak ada satu kaum pun yang

dianugerahi kebaikan oleh Allah, diberi kenikmatan yang berlimpah,

dan dimuliakan dengan berbagai berkah. Allah telah menyelamatkan

mereka dari Fir‟aun dan bala tentaranya setelah bertahun-tahun

lamanya mereka ditindas dan disiksa. Kemudian Allah kembali

menyelamatkan mereka dengan menghancurkan Fir‟aun dan

pasukannya dihadapan mata kepala mereka sendiri. Setelah itu,

mereka menjadi manusia yang merdeka, lepas dari penindasan dan

penjajahan.28

Setelah Nabi Musa dan Banī Isrā`īl diselamatkan oleh Allah dari

kejaran Fir‟aun dan bala tentaranya, maka selanjutnya Allah menguji

kesetian Banī Isrā`īl terhadap Nabi Musa yaitu apakah mereka tetap

teguh memegang janji mereka dengan tidak menyekutukan Allah

dengan sesuatu pun atau malah sebaliknya ada sesembahan lain yang

mereka sembah.

Dalam kisah ini ada beberapa rentetan persitiwa:

a. Nabi Musa memenuhi panggilan Allah ke bukit Thursina

Nabi Musa memiliki semacam kewajiban, yaitu apabila

selamat dari kejaran Fir‟aun dan bala tentaranya, Maka Nabi

Musa bemunajat disisi kaki gunung Sinai sebagai sebuah perintah

dari Tuhannya.29

Musa pun menyerahkan urusan umat kepada

Nabi Harun. Karena telah memberi amanah ke Harun, Musa pun

28

M Ahmad Jadul Maula dan M Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku Induk Kisah-Kisah al-

Qur‟an, terj. Abdurrahman assegaf (Jakarta: Zaman, 2009), 270. 29

Q.S al-A‟raf/7: 144

Page 71: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

49

pergi ke Sinai. Sesampainya di Sinai, Musa bermunajat dan

menerima Taurat dari Allah SWT.30

Sementara kepergian Musa selama empat puluh hari, kaumnya

tidak bisa menjaga amanah yang telah diamanahkan kepada

mereka. Setelah masa tiga puluh hari penantian-sebagaimana

yang dijanjikan- mereka masih setia menunggunya. Namun,

belum lagi masa empat puluh hari lewat, mereka mulai

mempertimbangkan gagasan pemikiran mereka sendiri. Mereka

berkata “Musa telah melanggar janjinya”. Ia telah lama

meninggalkan kita ditempat persinggahan yang asing ini. Dan

mereka pun bertanya-tanya siapakah orang yang lebih pantas

yang dapat menyinari jalan kita dan memberikan petunjuk

menuju jalan yang lurus.31

Saat pergi ke Sinai, Banī Isrā`īl diuji oleh Allah.32

Yaitu

ditengah kekalutan dan kebimbangan yang meliputi bangsa

Isrā`īl, maka ada terlintas pikiran jahat dalam hati salah seorang

pengikut Musa yang bernama Samiri33

, seorang Banī Isrā`īl dari

suku al-Sāmirah. Tokoh Samiri ini disebutkan secara nyata oleh

Allah dalam Q.S. Thaha/20:85 yaitu sebagai aktor penghianatan

akidah.

30

M Ahmad Jadul Maula dan M Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku Induk Kisah-Kisah al-

Qur‟an, ter. Abdurrahman assegaf (Jakarta: Zaman, 2009), 226. 31

M Ahmad Jadul Maula dan M Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku Induk Kisah-Kisah al-

Qur‟an, 266. 32

Q.S al-Ṡaf: 5 33

Ibnu „Abbās mengatakan “dahunya Samiri berasal dari suatu kaum yang biasa

menyembah api , lalu ia datang ke negeri Mesir, lalu ia masuk kedalam agama Banī Israil

secara lahir, namun batinnya masih senang menyembah api. Ada juga yang mengatakan

bahwa Samiri berasal dari suku Qibṭi, dan ia adalah tetangga Musa, lalu ia beriman

kepada Musa dan ikut bersamanya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah salah

seorang pemuka Banī Israil yang bersal dari suatu kabilah yang dikenal dengan Kabilah

Samirah, mereka dikenal tinggal di Syam. Sa‟id bin Jubair mengatakan ia bersalal dari

penduduk Karman. Lihat: Al-Qurṭubī, al-Jāmi‟ al ahkām, terj. Fathurrahman, Ahmad

Hotib, Nashrul Haq , jilid 1 (Jaksel: Pustaka Azzam, 2007), 269.

Page 72: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

50

Samiri berkata kepada mereka “Musa telah meninggalkan kita.

Kalian harus mencari Tuhan untuk diri kita sendiri. Ia pergi

mencari Rabb kalian, namun ia tersesat diperjalanan sehingga tak

bisa pulang menemui kalian. Ia sungguh telah melanggar

janjinya”. Karena pada dasarnya, orang Ibrani pengikut Musa ini

terkenal dengan bangsa yang lemah lagi pengecut dan selalu

meragukan pemimpin mereka, maka mudah saja bagi Samiri

untuk menyesatkan mereka.

Musapun kembali kepada kaumnya dalam kedaan kecewa dan

marah.34

Begitu kecewanya, Musa pun melemparkan lembaran

Taurat. Banī Isrā`īl berdalih terbebani membawa emas yang

dibawa dari Mesir. Oleh karena itu ketika Samiri meminta

mereka untuk melempar emas-emas itu kedalam api, mereka

memenuhinya. Samiri menyepuhnya mejadi patung anak sapi

yang bersuara.35

Mereka terkesima dengan patung itu dan

bergumam bahwa patung itu adalah Tuhan mereka dan Tuhan

Musa. Sebenarnya Nabi Harun yang telah diamanati oleh Nabi

Musa untuk menjaga mereka terguncang dan telah mencoba

mengingatkan mereka, tetapi mereka tetap saja menyembah

patung anak sapi itu hingga Nabi Musa kembali dari Munajat.36

Kekecewaan Nabi Musa tersebut juga dilampiasakannya

kepada Nabi Harun karena tidak bisa menjaga amanah yang telah

diamanahkan Nabi Musa kepadanya. Ia melemparkan lembaran-

lembaran yang ada ditangannya sambil mendekat kepada Nabi

Harun. Kemudian ia memegang kepala Nabi Harun dan

34

Q.S al-Anfāl/7:150-154 35

Yaitu dengan cara mengambil perhiasannya yang terbuat dari emas, kemudian

mengambil segenggam tanah yang pernah dilewati malaikat ketika memandu perjalannan

Musa. Lalu menyalakan api dan melebur perhiasan emasnya. 36

Q.S Ṭahā/20:88

Page 73: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

51

menghardiknya. Dengan sikap Nabi Musa seperti itu, Nabi Harun

meminta belaskasihannya. Kemudian Nabi Harun

mengemukakan usahanya dalam mencegah Banī Isrā`īl dari

berbuat demikian, Nabi Harun berkata “Mereka telah

menganggapku lemah dan nyaris saja membunuhku. Karena itu,

jangan jadikan musuh gembira melihatku, dan jangan

memasukkanku kedalam golongan orang yang sesat. Sungguh

aku khawatir, jika aku memerangi mereka engkau akan

menuduhku memecah belah Banī Isrā`īl dan tidak menjaga

amanah darimu.37

Begitupun Samiri, ia tidak luput dari amarahnya Nabi Musa.

Samiri mengakui kesalahannya sebagai orang yang memiliki

kemampuan supranatural tetapi disalah gunakannya. Nabi Musa

pun menghukum Samiri dengan mengusuirnya dari komuditas

Banī Isrā`īl. Sedangkan patung anak sapi yang disepuh Samiri,

dihancurkan.38

b. Hukuman yang diberikan kepada Banī Isrā`īl

Adapun hukuman atas perbuatan mereka yang telah

menyekutukan Allah yaitu dengan menyembah anak sapi tersebut

adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Hal ini terdapat

dalam Q.S al-Baqarah/2:54:

37

M Ahmad Jadul Maula dan M Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku Induk Kisah-Kisah al-

Qur‟an, ter. Abdurrahman assegaf, cet. 1 (Jakarta: Zaman, 2009), 268. 38

Q. S al-A‟raf/7: 150 dan Q.S Ṭahā/20:93-97

Page 74: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

52

م اذك خ

م ةات

نفسك

مخم ا

م ظل

ميسى لليمه يليم انك

واذ كال

م كم خيد ل

م ذلك

نفسك

يا ا

م فاكخل

ى ةارىك

فخيةيا ال

ػجل

ال

م خيم غند ةارىك اب الر م انه وي الخي

يك فخاب عل

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai

kaumku! Kamu benar-benar telah menzalimi dirimu sendiri

dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan),

karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah

dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan

menerima tobatmu. Sungguh, Dialah Yang Maha Penerima

tobat, Maha Penyayang”.

Dalam kitab Tafsīr Ibnu Kaṡir dijelaskan menurut Ibnu

„Abbās, tafsiran ayat ini adalah, bahwa Allah berfirman;

“Sesungguhnya taubat yang harus dilakukan oleh mereka yang

menyembah anak sapi adalah dengan cara setiap orang yang

diantara mereka yang terlibat dalam penyembahan anak sapi

harus mereka (yang tidak terlibat dalam penyembahan anak

sapi) bunuh, dimanapun mereka jumpai tanpa memandang

apakah yang mereka bunuh itu orang tuanya sendiri ataupun

anaknya sendiri.”39

Banī Isrā`īl harus saling membunuh tanpa memperdulikan

siapa yang dibunuhnya. Maka Allah menerima taubat mereka

yang menyembunyikan dosa mereka terhadap Nabi Musa dan

Nabi Harun, yang mana dosa tersebut kemudian ditampakkan

oleh Allah, lalu mereka mengakui dosa-dosa mereka dan ingin

melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka.

39

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, jilid 1, cet.2 (Riyaḍ: Dār al-Ṭayyibah,

1999), 261.

Page 75: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

53

Kemudian Allah memberikan ampunan kepada yang membunuh

dan yang dibunuh.40

c. Keras kepalanya Banī Isrā`īl untuk tidak bersedia beriman

kepada Nabi Musa sebelum mereka melihat Allah SWT.41

Kisah keras kepala Banī Isrā`īl ini diabadikan oleh Allah

dalam Q.S. al-Baqarah/2: 55:

ػلث م الصخذحك

جىرة فا ى نرى الل ك خت

ن نؤمن ل

خم يميسى ل

واذ كل

نخم حنظرون وا

“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami

tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah

dengan jelas,” maka halilintar menyambarmu, sedang kamu

menyaksikan.”

Dalam Tafsīr Ibnu Kaṡir dijelaskan bahwa tafsiran ayat diatas

adalah;

“Ingatlah akan nikmat-Ku yang aku limpahkan kepadamu,

yaitu Aku menghidupkan kamu kembali sesudah kamu mati

karena disambar petir. Hal ini terjadi ketika kamu (Musa)

meminta agar kamu dapatmelihat-Ku secara terang-terangan,

padahal hal tersebut tidak akan mampu kamu lakukan.”42

Tentang ayat ini, ibnu Abbas menyatakan bahwa kaum Banī

Isrā`īl baru bersedia beriman jika permintaan mereka untuk

melihat Allah dengan mata kepala mereka terkabulkan. Dengan

maksud, mereka tidak akan beriman jika mereka tidak melihat

Allah dengan mata kepala mereka. Al-Rābi‟ bin Annās

menambahkan bahwa mereka yang mengatakan demikian adalah

40

Kisah pemberian hukuman ini diabadikan oleh Allah dalam Q.S al-Baqarah/2:

51-56 41

Q.S al-Baqarah/2: 55-56 42

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, jilid 1, cet. 2 (Riyaḍ: Dār al-Ṭayyibah,

1999), 264.

Page 76: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

54

tujuh puluh orang, yaitu orang yang dipilih oleh Nabi Musa untuk

sama-sama berangkat dengannya.43

Menurut al-Rābi‟ bin Anas bahwa pada asalnya mereka hanya

mendengar kalam Allah saja, lalu mereka meminta untuk bisa

melihat Allah dengan mata kepala mereka . Kemudian mereka

mendengar suara halilintar yang dahsyat yang menyebabkan

mereka mati. Melihat kejadian tersebut, Maka Nabi Musa pun

berdiri sambil menangis dan memohon kepada Allah seraya

berkata “Wahai Tuhanku apakah yang akan aku katakana kepada

Banī Isrā`īl yang lain jika aku kembali dan menemui mereka

nanti, sedangkan Engkau telah membinasakan orang yang terpilih

dari mereka. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi

Musa bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu termasuk

kedalam orang yang menyembah anak sapi. Setelah itu, Allah

menghidupkan mereka. Mereka hidup dan bangun satu-persatu,

sedangkan sebagian dari mereka melihat sebagian yang lain

dalam keadaan dihidupkan.44

Inilah yang dimaksud dengan

firman Allah yang ada dalam ayat ke 56:

رون م تشك

كػلم لن ةػد ميحك م م

نك ذم ةػث

“Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu

mati, agar kamu bersyukur”.

d. Kasih sayang Allah kepada Banī Isrā`īl dengan tetap

memberikan nikmat sekalipun mereka telah menyembah anak

43

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 264. 44

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 264.

Page 77: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

55

sapi dan meminta untuk memelihat Allah dengan mata kepala

mereka sendiri.45

Ibnu Kaṡir menjelaskan, bahwa sesudah Allah menyebutkan

kemurkaan-Nya sampai Ia mematikan mereka (Banī Isrā`īl).

Kemudian Allah kembali mengingatkan mereka dengan akan

limpahan nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada mereka.46

Adapun nikmat yang disebutkan dalam ayat ini adalah; al-

Gammām, mannā, dan salwā. al-Gamām menurut Ibnu Kaṡir

adalah jama‟ dari gammah yang artinya awan yang menutupi

langit, artinya awan putih. Mereka dinaungi awan tersebut agar

terhindar dari sengatan panas matahari padang pasir yang sangat

terik. Al- Ḥasan dan Qatādah mengatakan “Bahwa hal ini terjadi

di padang pasir47

.

Al-mannā, sebagaimana yang dipaparkan Ibnu Kaṡir,48

bahwa

ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna dari al-mannā:

1) Ibnu „Abbās mengatakan bahwa, al-mannā adalah sesuatu

yang diturunkan kepada mereka pada sebuah pohon, lalu

menaikinya dan memakannya dengan puas.

2) Mujahīd mengatakan bahwa, al-mannā adalah getah

3) Ikrimah mengatakan bahwa, al-mannā adalah suatu

makanan yang diturunkanoleh Allah kepada mereka

seperti hujan gerimis

4) Qatādah mengatakan bahwa, al-mannā adalah sesuatu

yang turun ketempat mereka seperti turunnya salju.

45

Q.S al-Baqarah/2:57 46

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, jilid 1, cet. 2 (Riyaḍ: Dār al-Ṭayyibah,

1999), 266. 47

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 266. 48

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr 267.

Page 78: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

56

Bentukny lebih puih daripada susu dan lebih manis

daripada madu.

5) Al-Rābi‟ bin Anas mengatakan bahwa, al-mannā adalah

minuman yang diturunkan kepada kaum Banī Isrā`īl,

rupanya seperti madu, mereka meminumnya dengan cara

mencapurkannya dengan air.

6) Wahāb bin Munabbih mengatakan bahwa, al-mannā

adalah roti lembut seperti biji jagung atau seperti dedak

7) „Āmīr al-Ṣa‟bī dan „Abdurraḥmān bin Zaid bin Aslām:

Madu.

Selanjutnya tentang makna salwa, Ibnu Kaṡir juga

memaparkan makna dari salwa menurut para Mufassir49

:

1) Ibnu „Abbās, ibnu Mas‟ūd dan sejumlah sahabat lain

berpendapat: sejenis burung yang mirip dengan Burung

sumani yang biasa mereka makan.

2) Ikrimah: sejenis burung yang kelak ada disurga.

Bentuknya lebih besar daripada burung pipit.

3) Qatādah: sejenis burung yang berblu merah yang datang

digiring oleh angin selatan.

4) Wahāb bin Munabbih: Burung yang gemuk seperti brng

merpati. Burung tersebut dengan berbondong-bondong

dari hari sabtu ke sabtu laginya.

Al-Saddi menyatakan bahwa ketika Banī Isrā`īl

memasuki padang sahara, mereka berkata pada Musa

“Bagaimana kami dapat bertahan ditempat seperti ini?

Dimanakah makanannya? Maka Allah menurunkan

manna kepada mereka. Manna turun kepada mereka

49

Abū al-fidā‟ ibnul Kaṡīr, Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 271.

Page 79: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

57

berjatuhan diatas pohon halia. Sedangkan salwa adalah

sejenis burung yang bentuknya mirip dengan burung

sumani, tetapi sedikit lebih besar.

Seseorang dari mereka menangkap burung salwa itu

telebih dahulu mereka meperhatikannya. Jika burung

tersebut gemuk, maka mereka menyembelihnya. Tetapi

jika kurus mereka melepaskannya. Setelah mereka

menyembelih burung tersebut, kemudian mereka berkata

kepada Nabi Musa, burung ini adalah makanannya, maka

manakah minumannya? Maka Allah memerintahkan ke

Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya pada sebuah

batu yang besar. Setealh batu itu dipukul, maka

memancarlah dua belas mata air yang mengalir, hingga

tiap tiap dari kelompok dari Banī Isrā`īl mempunyai mata

air mereka sendiri. kemudian Mereka berkata lagi “Air ini

minumannya, maka manakah naungannya? Lalu mereka

dinaungi oleh awan. Dan mereka berkara lagi, awan ni

adalah naungannya, maka manakah pakaiannya? Maka

seketika itu bahwa pakaian mereka tahan lama dan tidak

robek-robek. Adapun tentang air yang memancar dari bat

besar, terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 60:

حجر ػصاك ال نا اضرب ة

واذ استسقى ميسى لليمه فلل

فانفجرت منه اذجخا غضرة غحنا “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk

kaumnya, lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu

dengan tongkatmu!” Maka memancarlah daripadanya

dua belas mata air”.

Page 80: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

58

3. Banī Isrā`īl dan Pejanjian dengan Allah SWT. 50

Setelah Banī Isrā`īl melakukan penyembahan terhadap anak sapi

yang diperdaya oleh seseorang diantara mereka yang bernama Samiri,

dan juga telah mendapatkan hukuman dari perbuatan mereka tersebut.

Maka setelah itu mereka mengadakan perjanjian dengan Allah SWT.

Kisah perjanjian Allah SWT dengan Banī Isrā`īl diabadikan oleh

Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 83-86:

يالدين وةال ا الل

ا حػتدون ال

لخذنا محراق ةني اسراءيل

واذ ا

اس خسنا يا للنمسكين وكيل

حخمى وال

لربى وال

ذى ال اخسانا و

حخم ا ذم حيل ية

حيا الزك

ية وا

ل كيميا الص

ا نخم و

م وا

نك ا م

ا كليل

ل

ا م ول

ين دماءك

ا تسفك

م ل

خذنا محراكك

ػرضين واذ ا م

نخم تشىدون ذم كررحم وا

م ذم ا

ن ديارك م م

نفسك

خرجين ا

ت

نفسك

ين ا

اء حلخل

ؤل نخم و

ن ا م م

نك خرجين فريلا م

م وت

سرى م احيك

وان يأ ػدوان

اذم وال

يىم ةال

دياروم حظىرون عل

فخؤمنين ةتػض م اخراجىم ا

يكم عل حفدووم ووي محر

فرون ةتػض كتب وحك

ا ال

م ال

ذلك منك

فػل فما جزاء من ي

ػذاب شد ال

ى ا ون ال ليمث يرد

نيا وييم ال حيية الد

خزي فى ال

50

Q.S al-Baqarah/2: 83-86

Page 81: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

59

حيية ذين اشتدوا ال

ك ال ى ول

ين ا

ا حػمل ةغافل غم

وما الل

خ انيا ةال ا وم ينصرون الد

ػذاب ول

ف غنىم ال ف ا يخ

رة فل

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil,

Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah

kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-

orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia,

laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu

berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan

kamu (masih menjadi) pembangkang.

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu, “Janganlah

kamu menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan mengusir

dirimu (saudara sebangsamu) dari kampung halamanmu.”

Kemudian kamu berikrar dan bersaksi.

Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (sesamamu), dan

mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu

saling membantu (menghadapi) mereka dalam kejahatan dan

permusuhan. Dan jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan,

kamu tebus mereka, padahal kamu dilarang mengusir mereka.

Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar

kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas)

bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan

dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka

dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak

lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.

Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan

(kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan

mereka tidak akan ditolong.”

Dalam ayat tersebut, ada dua kategori perjanjian Banī Isrā`īl

dengan Allah SWT. Yaitu untuk melaksanakan beberapa tuntutan

penting yang berhubungan Allah SWT dan hubungan mereka dengan

sesama manusia. Yang kedua adalah perjanjian Banī Isrā`īl kepada

Allah untuk tidak menumpahkan darah sesama manusia.

Page 82: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

60

Ibnu Kaṡīr berpendapat bahwa melalui ayat ini Allah SWT

mengingatkan Banī Isrā`īl terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya

kepada mereka dan ikatan janji oleh-Nya perkara tersebut kepada

mereka. Namun mereka berpaling dari semua janji itu bahkan mereka

juga menantang secara sengaja dan membuat berbagai rencana untuk

menentang perjanjian Allah tersebut sedangkan mereka mengetahui

dan mengetahui hal tersebut. Maka Allah memerintahkan mereka agar

menyembah-Nya dan tidak menyekutukan mereka dengan sesuatu apa

pun.51

Dan firman Allah الل ل إل ت عبهدهون menurut al Zamakhsyarī

adalah kalimat berbentuk khabar tetapi bermakna thalab.52

Selanjutnya, yang ditekankan oleh Allah terhadap Banī Isrā`īl

adalah untuk tidak menumpahkan darah sesama manusia. Ibnu Kaṡīr

berkata; Melalui ayat ini Allah SWT membantah orang Yahudi yang

ada pada zaman Rasulullah di Madinah, dan mengecam tindakan

mereka yang ikut berperang yang melibatkan diri dalam perang antara

„Aus dan Khadraj.53

Hal ini karena Kabilah „Aus dan Khadraj , yaitu orang Anshar pada

asalnya pada masa Jahiliyyah adalah penyembah berhala. Oleh karena

itu antara dua belah pihak banyak terjadi peperangan . sedangkan

orang Yahudi di Madinah terdiri atas tiga Kabilah yaitu Banī

Qainuqā‟ dan Banī Nadhīr merupakan sekutuh kabilah Arab Khadraj.

Sedangkan Banī Quzairah adalah sekutu dengan Qabīlah „Aus .

Apabila terjadi peperangan antara dua belah pihak, maka masing-

masing berpihak kepada teman sejutu mereka. Orang Yahudi juga

terlibat dalam peperangan ini Hingga mereka juga membunuh musuh

51

Abū al-fidā‟ ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu katsīr, cet . 2 (Riyaḍ: Dār al-Ṭayyibah,

1999), 316. 52

Abū al-fidā‟ ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu katsīr, 317. 53

Abū al-fidā‟ ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu katsīr, 318.

Page 83: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

61

sekutu mereka. Adakalanya Yahudi membunuh Yahdi yang lain yang

berpihak kepada musuh sekutu. Padahal perbuatan tersebut

diharamkan atas mereka menurut ajaran agama yang di naṣ kan oleh

kitab Taurat mereka. Mereka mengusir musuh mereka dari kampung

halamannya serta merampok semua peralatan, barang dan harta benda

yang ada pada kampung tersebut. Tetapi apabila perang berhenti dan

terjadi gencatan senjata antara kedua belah pihak yang bersangkutan,

masing-masing dari dua golongan dari kaum Yahudi menebus

tawanan yang sekaum dengan mereka daripada tangan musuh mereka

karna mengamalkan kandungan kitab Taurat.54

4. Banī Isrā`īl dan Kisah Penyembelihan sapi

Kisah penyembelihan sapi ini adalah kisah yang terjadi setelah kisah

penyembahan anak sapi yang dilakukan oleh Kaum Banī Isrā`īl dan

setelah adanya perjanjian antara mereka dengan Allah SWT.

Setelah berlalu, ada suatu kejadian baru yang menimpa kaum Banī

Isrā`īl, yaitu terjadinya pembunuhan dikalangan mereka yang tidak

diketahui siapa pembunuhnya. Sebagaimana yang telah disebutkan

sebelumya, bahwa surat al-Baqarah ayat 67-71 menceritakan dialog

antara Nabi Musa dan kaumnya yang bernama Banī Isrā`īl tentang siapa

yang telah melakukan pembunuhan terhadap salah satu dari mereka.

Kemudian meminta kepada Nabi Musa untuk memohonkan kepada Allah

supaya memberitahu siapa yang telah melakukan pembunuhan tersebut. 55

54

Abū al-fidā‟ ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu katsīr, 293 55

Mahmud Yunus mengutip perkataan Rasyid Ridha bahwa bukanlah orang yang

mati itu hidup kembali, melainkan dengan penyembelihan sapi itu menurut syaria‟at Nabi

Musa tercapailah perdamaian dan terhindalah pertumpahan darah. Jadi arti

menghidupkan oang mati adalah memelihara jiwa dan pertumpahan darah dan perang

saudara, sebab perselisihan tentang pembunuhan yang terjadi itu. Pendeknya, dengan

adanya hukum penyembelihan sapi itu hiduplah mereka dengan aman kembali. Tetapi

menurut M. Syaltut, tafsiran ini sangat jauh dari arti ayat tersebut. Lihat: Mahmud Yunus,

Tafsīr Qur‟ān Karīm, cet. 72 (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2002), 15.

Page 84: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

62

Mengenai kronologi penyembelihan sapi betina sangatlah banyak

riwayat yang menceritakannya. Dari kesemuanya itu, hanya perbedaan

pada redaksinya saja, yaitu adanya pembunuhan dikalangan Banī Isrā`īl

dan mereka ingin mengetahui pembunuhnya dengan cara meminta bantuan

kepada Nabi Musa.

Adapun kronologinya adalah bahwa ada seorang laki-laki yang lanjut

usia dalam kalangan kaum Banī Isrā`īl pada zaman Nabi Musa AS, lelaki

tua tersebut mempunyai harta yang banyak sedangkan anak-anak dari

saudara laki-lakinya adalah orang miskin. Dan laki-laki tersebut tidak

mempunyai anak, sedangkan yang mewarisi hartanya itu hanyalah anak-

anak dari saudara laki-lakinya. Anak-anak saudaranya sangat

menginginkan kematian dari paman mereka itu segera tiba, karena mereka

juga ingin segera menguasai harta paman mereka. Namun setelah berlalu

beberapa waktu yang cukup lama, paman mereka yang mereka harapkan

kematiannya tersebut tidak kunjung mati. Lalu datanglah setan yang

membisikkan kepada mereka untuk membunuh paman mereka tersebut,

supaya mereka segera memiliki harta paman mereka itu. Dan setan juga

membisiki kepada mereka untuk membuang mayat paman mereka itu ke

luar daerah mereka.

Demikian itu karena ada dua kota disekitar daerah tersebut dan

mereka berada di salah satu dari kedua kota tersebut. Sedangkan hukum

yang berlaku pada waktu itu adalah apabila ada seorang yang terbunuh

lalu mayatnya tergeletak diantara dua kota, maka dilakukanlah

pengukuran jarak antara si mayit dan kedua kota tersebut. Kota manapun

yang letaknya lebih dekat dengan si mayat tersebut, maka penduduk kota

itulah yang harus membayar diyatnya.

Setelah berlalu beberapa waktu yang cukup lama, merekapun terhasut

dengan apa yang dibisikan setan dan kemudian mereka membunuh paman

Page 85: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

63

mereka itu dan melemparkan mayatnya kedepan pintu gerbang kota yang

mana mereka bukan berasal dari kota tersebut. Pada keesokan harinya

penduduk kota tersebut mendatangi penduduk kota tepat mererka

membuang mayat, lalu berkata: “Saudara dari bapak kami terbunuh

didepan pintu gerbang kota kamu ini. Demi Allah kamu harus membayar

diyat dari kematian saudara bapak kami ini. Penduduk kota menjawab,

Kami bersumpah dengan nama Allah bahwa kami tidak membunuhnya

dan kami tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Kami belum pernah

membuka gerbang pintu gerbang kota kami sejak kami menutupnya

hingga pagi hari.”

Kemudian mereka mendatangi Nabi Musa dan mereka berkata: “Kami

menemui saudara dari bapak kami ini dalam keadaan terbunuh dihadapan

pintu kota mereka. Penduduk kota tersebut menjawab: “Kami bersumpah

kepada Allah bahwa kami tidak membunuhnya dan kami tidak pernah

membuka pintu gerbang kota kami bila telah kami tutup hingga pagi

harinya”.

Kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan berita dari Allah

kepada Nabi Musa untuk menyembelih seekor sapi betina. Dan Nabi Musa

pun berkata kepada mereka “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyembelih seekor sapi kemudian kamu pukul mayat tersebut dengan

salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih tersebut”.56

Maka dipanggillah Nabi Musa untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Nabi Musa menyuruh mereka untuk menyembelih sapi betina kemudian

memukulkan bagian dari sapi ke mayat tersebut. Kemudian mayat tersebut

hidup lagi dan menceritakan siapa orang yang telah membunuhnya, yaitu

keponakan dari mayat itu sendiri.

56

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, jāmi‟ul bayān fī ta‟wīl al-Qur‟an, juz 1, cet. 1 (Beirut:

Mu`assasah al-Risālah, 2000), 188.

Page 86: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

64

D. Karakter Banī Isrā`īl yang disebutkan dalam al-Qur`ān.

Disamping menceritakan kisah-kisah dari Banī Isrā`īl, al-Qur`anjuga

menyebutkan beberapa sifat-sifat dari Banī Isrā`īl atau Bangsa Yahudi

tersebut. Bahkan dalam kitab Tafsīr al-Marāgī disebutkan ada 76 karakter

atau sifat yang di miliki kaum Yahudi yang berhasil disusun Drs M.

Thalib dalalam bukunya yang berjudul 76 karakter Yahudi dalam al-

Qur`anyang terdapat dalam tafsir al-Maragi. Tetapi dalam tulisan ini,

penulis akan menyebutkan beberapa saja. Diantaranya adalah:

1. Kelompok Orang Yang Cepat Melanggar Janji

Sifat yang dimiliki Banī Isrā`īl ini tergambar dalam Q.S. . al-

Baqarah/2: 64

جخم كم ورحمخه ل

يك عل الل

ا فضل

يلن ةػد ذلك فل حخم م

ن ذم حيل م

صرين خ ال

“Kemudian setelah itu kamu berpaling. Maka sekiranya bukan

karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, pasti kamu

termasuk orang yang rugi.”

Banī Isrā`īl yang berada dibawah pimpinan Nabi Musa

diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan isi kitab Taurat dengan

sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Disaat mereka menerima perintah

ini, Allah mengangkat gunung Thursina diatas kepala mereka agar

mereka menjadi yakin dan bertambah kuat Iman serta menghayatinya

dengan sedalam-dalamnya.

Setelah mereka menyaksikan kejadian tersebut, kemudian Allah

menyuruh mereka berjanji untuk mematuhi Kitab Tauat dengan

sungguh-sungguh . akan tetapi mereka malah bersikap sebaliknya,

mereka justru dengan cepat melanggar perjanjian yang baru saja

Page 87: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

65

mereka buat. Namun karena sifat belas kasih dari Allah,mereka tidak

dihukum atas pelanggaran yang mereka perbuat tersebut.57

Begitu juga pada masa Nabi Muhammad SAW. Banī Isrā`īl atau

bangsa Yahudi juga gemar mengingkari janji mereka sendiri. Yaitu

ketika Bangsa Yahudi tinggal di kota Madinah, pada masa Rasulullah

telah mengadakan perjanjian dengan mereka untuk tidak saling

membantu musuh yang akan menyerang Madinah dan bersama-sama

dengan umat Islam untuk menjaga keamanandan ketentraman di

Madinah. Akan tetapi kemudian Bangsa Yahudi bersepakat dengan

Bangsa Quraisy di Makkah untuk menyerang kota Madinah dan

menghancurkan umat Islam. Penyerangan ini berlangsung dalam

sebuah perang yang disebut dengan perang Khandaq.58

Perang Khandaq ini merupakan pelajaran terhadap Rasulullah

bahwa bangsa Yahudi sebagai mansia yang tidak pernah jujur

memegang janji-janjinya kepada Nabi Musa. Karena pelanggaran janji

itulah kemudian Rasulullah menghukum mati bangsa Yahudi laki-laki

dewasa, sedangkan anak-anak dan perempuan diusir keluar dari kota

Madinah.

Megenai hal ini, Allah secara jelas menerangkan sifat mereka

tersebut dalam Q.S. al-Maidah/5: 13. Dari ayat tersebut jelas sekali

bahwa al-Qur`an telah menyebutkan sifat mereka secara terang-

terangan yaitu Khianat. Karena mereka telah melanggar janji mereka

57

M Thalib, 76 karakter Yahudi dalam al-Qur‟an, cet. 3 (Solo: CV. Pustaka

Mantiq, 1992), 36. 58

Perang Khandaq terjadi pada blan Syawal tahun 5 H. peristiwa ini disebutkan

dalam surat al-Ahzab ayat ke 10. Kota Madinah dikepung oleh msuh selama 27 hari,

sehingga umat Islam Madinah hamper mengalami kekacauan karena kelaparan .

mayoritas kaum Muslimin telah berputus asa. Pada saat yang demikian gawat, kemudian

Allah memberi pertolongan-Nya sehingga musuh lari meninggalkan Madinah dan

selamatlah umat Islam dari kepungan mereka. Lihat: Muḥammad Khuḍarī Bīk, Nūr al-

Yaqīn fī Sīrati al-Mursalīn, (Makkah: Dār al-Ȋmān, 1997), 149.

Page 88: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

66

dengan Allah SWT utuk tidak lagi berkmaksiat tetapi mereka

melanggar janj mereka tersebut. Bahka mereka bersekongkol dengan

orang-orang Musyrik untuk memerangi Nabi MuhammadSAW. Hal

ini diketahui secara jelas dalam kalimat خائنة dengan makna خيانة. 59

2. Suka Merubah Dan Memutarbalikkan Kebenaran Yang Ada Dalam

Kitab

Sebagaimana yang telah disebutkan pada penjelasan tentang kisah-

kisah Banī Isrā`īl dalam al-Qur`an pada pembahasan sebelumnya,

bahwa Banī Israi suka melakukan pengubahan kitab Taurat sesuai

hawa nafsu mereka semata. Hal ini disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah

ayat 75:

نى ان فريق م م وكد ك

كؤمنيا ل ن ي

فخطمػين ا

ذم ۞ ا ام الل

لم يسمػين ك

مين يه ووم يػل

فينه من ةػد ما غلل ر

يح“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka

akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka

mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah

memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”

Dalam ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa Banī Isrā`il itu suka

merubah dan memutarbalikkan kebenaran yang terdapat dalam kitab.

Hal ini dapat dilihat dalam kalimat ن وف هريح yang bermakna

membelokkan. Dalam kitab Tafsīr al-Bagāwī dijelaskan bahwa

maksud dari ن وف هريح adalah هغ ي ه ن وي yang berarti merubah.60

Adapun bukti terhadap sikap Banī Isrā`īl tersebut adalah, bahwa

mereka telah mengubah isi Taurat maupun Injil sehingga tidak dapat

sesuai aslinya. Misalnya, mereka mengubah kata “Muḥammad”

59

Muḥammad Ḥusein al-Bagāwī, Ma‟alimu al-Tanzil, juz 3, cet. 4 (Dar thayyibah

Li an-Nasyr wa at-Tauzi‟, 1997), 31. 60

Muḥammad Ḥusein al-Bagāwī, Ma‟alimu al-Tanzil, 113.

Page 89: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

67

dengan menerjemahkannya kedalam bahasa Ibrani dengan kata

paraclet yang berarti orang yang mempunyai sifat terpuji. Sekalipun

secara makna kata tersebut searti dengan kata “Muḥammad”, tetapi

perubahan tersebut menimbulkan pengertian yang kabur. Akibatnya,

nama yang telah tegas disebut dengan kata “Muḥammad” menjadi sulit

dimengerti orang, dan lenyaplah kebenaran yang dikehendaki kitab

Taurat dan Injil yang asli.61

Kitab Taurat dan Injil sejatainya menjelaskan tentang hal-hal

sebagai berikut:

a. Mengingatkan tentang munculnya nabi-nabi palsu di tengah-

tengah bangsa Yahudi, dan akan terjadi kenehan-keanehan

yang mengejutkan hati.

b. Allah akan mengutus seorang nabi dari keturunan Nabi Isma‟il

ditengah-tengah mereka. Ia akan mendirikan suatu umat dan ia

berasaldari anak keturunan Hajar. Dan Allah menjelaskan

tanda-tanda nabi keturunan Nabi Ismail ini dengan gamblang,

tidak samar sama sekali.

Kemudian para pendeta dan Rahib Yahudi mengaburkan hal

tersebut. Mereka sembunyikan sifat-sifat yang sesuai dengan Nabi

Muhammad SAW. yang telah mereka ketahui. Mereka juga

menyembunyikan tentang sifat-sifat para nabi yang jujur dan cara

mereka mengajak manusia ke jalan Allah.62

3. Melakukan Pembunuhan Terhadap Para Nabi

Sifat lain yang dimiliki oleh Banī Isrā`īl adalah mereka suka

membunuh nabi-nabi yang diutus oleh Allah kepada mereka untuk

menyampaikan Risah kepada mereka. Tetapi apabila risalah tersebut

61 Rizem Aizid, Al-Qur‟an mengungkap Yahudi, cet. 1 (Yogyakarta: DIVA Press,

2015), 72. 62

Rizem Aizid, Al-Qur‟an mengungkap Yahudi, 73.

Page 90: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

68

tidak mereka sukai, maka ada sebagian dari Rasul tersebut mereka

dustai dan bahkan mereka akan membunuh nabi-nabi yang membawa

risalah tersebut.

Sifat ini disebtkan secara terang-terangan oleh Allah dalam Q.S.

al-Maidah ayat 70:

ما جاءوم رسيل

لا ك

يىم رسل

نا ال

رسل

وا

خذنا محراق ةني اسراءيل

لد ا

ل

نفسىم فريلا ى ا ا حىي

ينةما ل

لخل ةيا وفريلا ي ذ

ك

“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Banī Isrā`īl,

dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap rasul

datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak sesuai

dengan keinginan mereka, (maka) sebagian (dari rasul itu) mereka

dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.”

Sebagian bangsa Yahudi menutup mata dan telinga mereka dari

menerima nasehat kebenaran. Semakin sering para nabi mereka

mengingatkan mereka, namun tetap saja mereka mengabaikannya.

dengan sikap mereka tersebut, mereka berani membunuh para nabi

yang membawa petunjuk dan bimbingan hidup kepada mereka .

mereka telah membunuh Nabi Zakariya dan Nabi Yahya, bahkan

mereka juga berusaha membunuh Nabi Isa, tetapi gagal.63

4. Bangsa Yang Paling Mengenal Ciri Nabi Muhammad Tetapi

Mengingkarinya.

Sifat kaum Banī Isrā`īl ini disebutkan oleh Allah SWT. dalam Q.S.

al-Baqarah ayat 146:

بناءوم وان فريلا م ما يػرفين ا

كتب يػرفينه ك

ححنىم ال

ذين ا

لنىم ا

مين حق ووم يػل

خمين ال

يك ل

63

M Thalib, 76 karakter Yahudi dalam al-Qur‟an, cet. 3 (Solo: CV. PUSTAKA

MANTIQ, 1992), 186.

Page 91: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

69

“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil)

mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak

mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti

menyembunyikankebenaran, padahal mereka mengetahui(nya).”

Dalam ayat tersebut, seolah-olah Allah berfirman “Mereka itu

mengenal Muhammad dengan sungguh-sungguh karena mereka telah

mendapatkan penjelasan dari kitab mereka. Bahkan „Abdullah bin

Salām64

seorang pendeta Yahudi yang kemudian masuk Islam Berkata

“Aku lebih banyak mengenalnya (Muhammad) daripada mengenal

anakku sendiri”. Lalu Umar berkata “Mengapa?”. Dia menjawab

“Karena aku tidak ragu-ragu lagi bahwa Muhammad adalah seorang

Nabi. Adapun anakku oleh jadi ibunya menyeleweng. Lalu Umar

mencium kepalanya.65

Walaupun kaum Yahudi mengetahui tentang kanabian

Muahammad, tetapi tetap saja sebagian dari mereka menyembunyikan

kebenaran tersebut dan mengingkarinya. Oleh karena itu Allah

mengatakan “Mereka itu mengenal Muhammad dengan sebenarnya

64

Nama aslinya adalah al-Ḥusain bin Salām, namun Rasulullah mengganti namanya

dengan Abdullah bin Salam setelah dia masuk Islam. Dia adalah seorang rahib atau

pendeta Yahudi dari Banī Qainuqa‟. Cucu dari Yusuf bin Ya‟qub as. Dia adalah orang

yang paling tahu diantara Yahudi lainnya tentang ajaran-ajaran Taurat. Dan seorang

pemimpin Yahudi yang sangat disegani dikalangan Yahudi. Diriwayatkan dalam ṡahih

Bukhari bahwa sebelum masuk Islam, Abdullah bin Salam mengajukan kepada Nabi

Muhammad tentang tiga pertanyaan yang tidak diketetahui jawabannya kecuali oleh

seorang Nabi (sekaligus menguji kenabian Nabi Muhammad). Pertantanyaan pertama

adalah apakah tanda-tanda pertama dari Hari Akhir?, pertanyaan kedua, makanan

pertama apa yang dimakan orang di surga?. Pertanyaan ketiga, mengapa seorang anak

mirip ayahnya dan mengapa saudaranya mirip pamannya?. Maka Nabi Menjawab, tanda

pertama Hari Akhir adalah akan ada api yang menyatukan orang-orang dari Timur dan

Barat. Makanan pertama orang disurga adalah hati ikan. Tentang anak yang mirip orang

tuanya, jika seorang laki-laki berhubungan badan dengan istrinya dan mencapai orgasme

lebih dahulu, anaknya akan mirip dia dan jika istrinya mencapai orgasme terlebih dahulu,

maka anaknya mirip sang istri. Lihat: Muḥammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, Ṡahīh al-

Bukhārī, juz 3,cet. 3 (Beirut: Dār ibnu Kaṡīr, 1987), 1211. 65

M Thalib, 76 karakter Yahudi dalam al-Qur‟an, cet. 3 (Solo: CV. Pustaka

Mantiq, 1992), 94.

Page 92: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

70

tetapi ada saja diantara mereka yang menyembunyikan kebenaran

tersebut”.

5. Su‟ul Adab Terhadap Allah

Adapun diantara sifat-sifat lain dari Banī Isrā`īl adalah bahwa

mereka su‟ul adab terhadap Allah. Seperti mengatakan perkataan

yang tidak pantas terhadap Allah SWT. seperti yang disebutkan dalam

Q.S. ali-„Imran ayat 181:

تب ما غجياء سنك

ن ا ح

ن فليد و يا ان الل

ذين كال

ال كيل لد سمع الل

ل

ذوكيا عذاب نليل و

بياء ةغيد خق ناىم ال

يا وكخل

حريق كال

ال

“Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang (Yahudi)

yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami

kaya.” Kami akan mencatat perkataan mereka dan perbuatan

mereka membunuh nabi-nabi tanpa hak (alasan yang benar), dan

Kami akan mengatakan (kepada mereka), “Rasakanlah olehmu

azab yang membakar!”

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa mereka telah su‟ul adab kepada

Allah dengan mengatakan hal-hal yang tidak pantas bagi Allah SWT.

yaitu perkataan yang mengatakan bahwa Allah itu adalah miskin dan

mereka adalah kaya. Padahal sudah banyak ayat-ayat yang

menjelaskan bahwa Allah itu Maha kaya. Sebagaimana yang terdapat

dalam Q.S. al-Baqarah ayat 263:

غ ذى واللتتػىا ا ن صدكث ي مغفرة خيد م ػروف و م

ني حليم كيل

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada

sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya,

Maha Penyantun.”

Page 93: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

71

6. Berhati Keras Seperti Batu

Sifat selanjutnya yang ada pada Banī Isrā`īl adalah bahwa hati

mereka itu keras seperti batu. Yaitu tidak mau menerima kebenaran-

kebenaran maupun mu‟jizat yang didatangkan oleh Allah kepada para

Nabi-Nya. Seperti yang disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 74:

جا حالن ةػد ذلك فهي ك م م

يةك

شد كسية ذم كسج كل

و ا …رة ا

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu)

seperti batu, bahkan lebih keras”

Dalam ayat diatas, Allah menggambarkan salah satu dari sifat Banī

Isrā`īl yaitu hati mereka keras seperti batu karena mereka tidak mau

menerima kebenaran dan kemukjizatan yang diberikan oleh Allah

kepada Nabi-Nya. Hal itu diketahui ketika mereka telah menyaksikan

kebenaran dari Allah tetapi mereka mengingkarinya. Maka Allah

menyamakan hati mereka seperti batu yang keras yang tidak mau

menerima kebenaran.66

Sikap egois dan keras kepala Banī Isrā`īl yang telah diebutkan oleh

Allah secara terang-terangan tersebut bukan karena mereka tidak

mengerti kebenaran tetapi justru bermaksud memperalat kebenaran

untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri.

Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 75 diatas dengan tegas memberikan

keterangan bahwa mental durhaka dan fasik yang ada pada bangsa

Yahudi atau Banī Isrā`īl sudah menjadi darah daging mereka. Karena

itu ayat ini memperingatkan umat Islam janganlah menaruh harapan

sedikit pun kepada bangsa Yahudi untuk dapat menjadi pemeluk-

pemeluk agama Islam. Karena nenek moyang mereka, para pendeta

dan ahli-ahli agama mereka gemar berbuat keji, yaitu merubah

66

Abū al-fidā‟ ibnu Katṡīr, Tafsir Ibnu kaṡīr, cet. 2 (Riyaḍ: Dār al-Ṭayyibah, 1999),

304.

Page 94: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

72

firman-firman Allah yang ada pada kitab-kitab suci mereka,

sehinggatidak lagi dapat diketahui kebenaran aslinya. Dengan

demikian Bangsa Yahudi yang ada sampai sekarang pun mental dan

keadaanya tidak lebih baik dari nenek moyang mereka.67

Itu adalah beberapa karakter dari Banī Isrā`īl yang disebutkan

dalam al-Qu‟an. sebenarnya masih banyak lagi karakter dari Banī

Isrā`īl yang mencapai 76 karakter, sebagaimana yang dirangkum oleh

oleh M. Tholib dalam bukunya yang berjudul 76 Karakter Banī Isrā`īl

yang.

67

M Thalib, 76 karakter Yahudi dalam al-Qur‟an, cet. 3 (Solo: CV. PUSTAKA

MANTIQ, 1992), 41.

Page 95: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

73

BAB IV

KLASIFIKASI PERTANYAAN BANĪ ISRĀĪL

Bagian bab IV merupakan inti dari penulisan skripsi ini, yaitu analisa

terhadap pertanyaan-peranyaan yang diajukan oleh Banī Isrāīl. Sehingga

bisa diketahui jenis daripada pertanyaan Banī Isrāīl tersebut. Kisah Banī

Isrā`īl tersebut diabadikan oleh Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 67-71.

Ayat tersebut didalamnya menjelaskan tentang dialog antara Nabi Musa

dan kaumnya yang bernama Banī Isrā`īl dalam peristiwa penyembelihan

sapi betina.

Allah SWT berfirman:

ن م امرك

ــأ ي ــه ان الل ميســى لليم

حخخــذنا واذ كــال

يا ا

ــال ــرة ك يا ةل ــذبح ح

نـا ن ل نـا رةـك يتـي

يا اد ل

جىلـين كـال

ين من ال

كن ا

ا غيذ ةالل

اوزوا كال

ـر غـيان ةـين ـا ةك

ل ـا فـارض و

انىـا ةلـرة ل

انه يلـيل

ذلـك ما هي كال

انـه يلـيل

ينىـا كـال

نـا مـا ل

ن ل نا رةك يتـي

يا اد ل

يا ما حؤمرون كال

فافػل

نـا ن ل نـا رةـك يتـي

يا اد ل

ظـرين كـال ينىـا تطـر الن

انىا ةلرة صفراء فاكع ل

ما هي ان انـه يلـيل

مىخـدون كـال

ل حنـا وانـا ان شـاء الل

تلر تشـته عل

ال

اشـيث فيىـا مث ل

حـرث مسـل

ـا تسـقى ال

رض ول

ـا حريد ال

يلا ذل

انىا ةلرة ل

يوا فذبححق ن جخج ةال ـ

يا ال

ين كال

ادوا يفػل

وما ك

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah

memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.”

Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai

ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah

agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.”

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami

agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia

Page 96: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

74

(Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu

tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka

kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami

agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa)

menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi

betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-

orang yang memandang(nya).”

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami

agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.

(Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika

Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk.”

“Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah

sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan

tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.”

Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal)

yang sebenarnya.” Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris

mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.”

A. Bentuk Dan Analisis Pertanyaan Banī Isrā`īl.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Banī Isrā`īl

meminta bantuan kepada Nabi Musa untuk menunjukkan kepada mereka

siapa yang telah melakukan pembunuhan terhadap salah satu dari

kalangan mereka. Nabi Musa tidak memberikan jawaban tentang siapa

yang telah melakukan pembunuhan tersebut, tetapi Nabi Musa terlebih

dahulu memerintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi betina.

Mendengarkan jawaban dari Nabi Musa, Banī Isrā`īl merasa diperolok-

olok oleh Nabi Musa karena jawaban Nabi Musa yang sangat jauh dari apa

yang mereka harapkan.

Menurut Hasby as-Shiddiqqi dalam hal ini, seolah-olah mereka

berkata kepada Nabi Musa “ketika kami bertanya kepadamu tentang orang

yang mati terbunuh wahai Musa, kenapa kamu justru memerintahkan kami

Page 97: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

75

memotong seekor sapi betina? Hal ini sangatlah ganjil dan jauh dari apa

yang kami inginkan. Apakah engkau hendak mempermainkan kami?1

Mereka menilai, jawaban dari Musa tersebut adalah sebuah bentuk

ketidak seriusan Nabi Musa, oleh karena itu mereka berkata “Apakah

engkau akan menjadikan kami sebagai bahan ejekan?”.2 Kurang lebih

maksud perkataan mereka adalah; “Bagaimana tidak kami berkata

demikian, kami memohon kepadamu untuk berdo`a agar Tuhan

menjelaskan siapa pembunuh sebenarnya, lalu engkau menyuruh kami

menyembelih seekor sapi.”3 Perkiraan tersebut muncul dikarenakan

mereka tengah mencari penyelesaian pembunuhan, tahu-tahu mereka

malah disuruh menyembelih sapi betina oleh Nabi Musa. Jadi mereka

merasa sedang dipermainkan oleh Nabi Musa.4

Mendengarkan tanggapan mereka itu, Nabi Musa berkata:

جىلين .…ين من ال

كن ا

ا غيذ ةالل

ا كال

“Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak

termasuk orang-orang yang bodoh”.

Perkataan tersebut dilontarkan oleh Nabi Musa sebagai penjelasan

kalau dia sedang tidak memberikan perintah main-main. Sebab,

memberikan perintah yang hanya untuk bermain-main bukanlah

perbuatan orang yang berakal melainkan perbuatan orang yang bodoh.

Apalagi Nabi Musa adalah seorang utusan Allah.5 Sebagaimana yang

1 Hasby al-shiddiqi, Tafsīr al-Qur‟ānul Majīd al-Nūr, cet. 2 (PT. Pustaka Rizki

Putra, 2000), 130. 2 Lajnah pentashihan Mshaf al-Qur‟an, Tafsir ringkas, cet. 2 (Jakarta: lajnah

pentashhihan Mushaf al-Qur‟an, 2016), 32. 3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, cet. 1 (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000),

216. 4 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 1 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005), 283

5 Hamka, Tafsir al-Azhar, 283.

Page 98: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

76

dikatakan Abu Ja‟far al-Ṭabarī: Karena orang bodohlah yang

menyampaikan perintah Allah sebagai bahan ejekkan dan permainan.6

Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh Banī Isrā`īl kepada Allah

perihal ciri-ciri sapi yang akan disembelih bukanlah permohonan

langsung dari Banī Isrā`īl kepada Allah, melainkan mewakilkan

pertanyaan tersebut kepada Nabi Musa. Dengan artian, Banī Isrā`īl

meminta kepada Nabi Musa untuk menyeru kepada Allah tentang ciri-ciri

sapi yang akan disembelih. Tetapi dalam mengajukan permintaan

tersebut, terdapat perkataan yang dianggap tidak sopan dari Banī Isrā`īl.

Seperti perkataan mereka:

نان ل نا رةك يتي

يا اد ل

.…ماهيكال

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami

supaya menjelaskan kepada Kami apa sapi itu”

Adapun letak ketidak sopanan dalam perkataan mereka adalah pada

kalimat “Tuhanmu”. Hal ini mengisyratkan bahwa Tuhan tempat Nabi

Musa meminta itu adalah Tuhan musa saja dan bukan Tuhan mereka,

padahal sebelumnya mereka telah diberi nikmat yang tidak terhitung dari

Tuhan yang tempat mereka meminta itu. Dan kalimat tersebut juga

mengisyaratkan bahwa perintah penyembelihan sapi tidak ada gunanya

bagi mereka, melainkan hanya untuk kepentingan bagi Musa dan Tuhan

saja.7

Adapun bentuk-bentuk pertanyaan Banī Isrā`īl adalah:

1. Menyuruh Nabi Musa untuk menyeru kepada Tuhan supaya

meneyebutkan ciri-ciri sapi tersebut:

6 Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), 60. 7 Sayyid Quṭb, Tafsīr fī ẕilālil Qur‟ān, terj. as-„Ad Yasin, Abdyl „Aziz Salim,

Muchotob Hamzah, jilid 13, cet. 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 94.

Page 99: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

77

نا رة يا اد ل

نا ما هي كال

ن ل …ك يتي

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk

kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina)

itu”

Mengenai bentuk pertanyaan semacam ini, Sayyid Quṭb

berkomentar Bahwa sebuah pertanyaan yang menanyakan materi

atau bendanya dalam situasi seperti ini-meskipun yang dimaksud

sifatnya- adalah mengindenfikasikan pengingkaran dan permainan,

yaitu ketika mereka menanyakan sapi apakah itu? Padahal dari awal

Nabi Musa tidak menyebutkan batasan tentang sifat dan cirinya “sapi

betina saja, cukup, tanpa ada tambahan.8

Dari pernyataan Sayyid Quṭb tersebut dapat dipahami bahwa

sikap Banī Isrā`īl dalam melontarkan pertanyaan seperti itu adalah

sebuah sikap pengingkaran kepada Nabi Musa. Alasannya adalah

bahwa pertanyaan mereka tersebut tidak diperlukan lagi, karena

perintah dari Allah kepada mereka untuk menyembelih seekor sapi

betina sudah jelas dan tidak ada lagi kesamaran didalamnya. Tetapi

dengan sikap mereka tersebut, menunjukkan bahwa mereka telah

melakukan pengingkaran atau pembangkangan terhadap Nabi Musa.

Begitu juga yang dinyatakan oleh Imam al-Syaukānī, bahwa

pertanyaan seperti ini menunjukkan salah satu bentuk pengingkaran

dan keras kapala Banī Isrā`īl. Seandainya mereka tidak keras kepala

dan tidak bertele-tele mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

mereka buat-buat itu, tentulah akan cukup bagi mereka menyembelih

sapi apapun. Tetapi mereka mempesulit diri mereka sendiri sehingga

Allah mempersulit mereka dengan mengatakan kepada Nabi Musa

8 Sayyid Quṭb, Tafsīr fī ẕilālil Qur‟ān, terj. as-„Ad Yasin, Abdyl „Aziz Salim,

Muchotob Hamzah, 94.

Page 100: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

78

supaya mereka harus menyembelih sapi yang tidak tua ( ض راف ل) dan

juga tidak muda yaitu sapi yang pertengahan, tidak tua dan (ر كبل )

tidak muda.9

Adapun maksud dari sapi yang tua ( ض ارف) menurut para Mufassir

adalah sapi yang telah banyak melahirkan, dan dari kelopak alat

vitalnya sudah melebar karena telah banyak melahirkan tersebut.

Karena dalam etimologi, kata ارف ض itu bermakna luas. Sedangkan

yang dimaksud dari sapi yang muda (ر ك ب) adalah sapi yang berumur

kecil dan belum pernah mengandung. Adapun maksud dari perkataan

“pertengahan” ( ان و ع) adalah pertengahan, yaitu seekor sapi betina

yang telah melahirkan satu sampai dua ekor. Jenis dari sapi ini adalah

jenis sapi yang paling kuat dan paling bagus dari golongan hewan

sapi.10

Setelah perintah menyembelih sapi betina dengan ciri-cirinya yang

tidak tua dan tidak muda sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi

Musa kepada Banī Isrā`īl, Nabi Musa langsung menyampaikan pesan

Allah yang mengandung nasihat kepada mereka, yaitu:

يا ما حؤمرون ... فافػل

“Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”

Maksudnya adalah, Setelah Nabi Musa menyebutkan bahwa sapi

yang disembelih itu adalah sapi yang tidak tua dan juga tidak muda,

maka ia langsung menyebutkan Firman Allah “perbuatlah apa yang

diperintahkan”. Dari firman Allah tersebut, terlihat jelas bahwa Allah

tidak menginginkan Banī Isrā`īl untuk bertanya lagi dan segera

mereka melakukan hal yang diperintahkan saja.

9 al-Syaukanī, Fatḥul Qadīr, terj. Amir Hamzah Fakhrudin dan Asep Saifullah, jilid

1 (Jaksel: Pustaka Azzam, 2008), 281. 10

Al-Qurṭubī, al-Jāmi‟ al ah-Kām, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Nashrul Haq ,

jilid 1 (Jaksel: Pustaka Azzam, 2007), 978.

Page 101: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

79

Sebagaimana yang dikatakan oleh Abū Ja‟far al-Ṭabarī dalam hal

ini, seolah-olah Allah berkata “kerjakanlah apa yang Aku perintahkan

kepada kalian, niscaya kalian akan mendapatkan apa yang kalian cari

disisi-Ku. Dan sembelihlah sapi betina yang Aku perintahkan kepada

kalian, niscaya dengan menaati perintah-Ku tersebut, kalian akan

mengetahui siapa pelaku pembunuhan tersebut.11

Dalam pernyataan

ini sebenarnya sudah cukup bagi mereka untuk mencari sapi yang

sudah ditentukan itu.12

Begitu juga menurut Hasby As-Shiddiqi, makna dari pernyataan

Allah ini adalah “Ta‟atilah perintah dan laksanakan dengan segera dan

jangan berandai-andai lagi. Kalimat ini memberi pengertian bahwa

mereka diminta manaati perintah dan dilarang berkeras kepala. Begitu

menerima penjelasan, seharusnya mereka langsung melaksanakan.

Tetapi mereka malah terus-menerus memperpanjang masalah dengan

mengajukan pertanyaan.13

2. Banī Isrā`īl menanyakan warna sapi.

Setelah disampaikannya perintah untuk hanya mengerjakan apa-

apa yang diperintahkan saja, mereka tetap saja tidak

menghiraukannya, bahkan mereka kembali kepada kebiasaan mereka

yang ingkar dan membangkang terhadap perintah tersebut, yaitu

dengan menayakan pertanyaan lain. Seperti pertanyaan mereka:

ينىا نا ما ل

ن ل نا رةك يتي

يا اد ل

…كال

11

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), 77. 12

Sayyid Quṭb, Tafsīr fī ẕilālil Qur‟ān, terj: as-„Ad Yasin, Abdyl „Aziz Salim,

Muchotob Hamzah, jilid 13, cet. 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 94. . 13

Hasby ash-shiddiqy, Tafsīr al-Qur‟anul Majīd al-Nūr, cet. 2 (PT. Pustaka Rizki

Putra, 2000), 131.

Page 102: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

80

“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk

kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.”

Pertanyaan ini adalah kelanjutan dari bentuk pembangkangan Banī

Isrā`īl. Sebagaimana yang dikatakan Abū Ja‟far al-Ṭabarī:

pertanyaan tersebut adalah bentuk pembangkangan atau keras kepala

Banī Isrā`īl terhadap Nabi Musa yang berikutnya, yaitu menambah-

nambah pertanyaan yang tidak diperlukan lagi. Dimana, tidak cukup

bagi mereka dengan menanyakan hakikat sapi yang diperintahkan,

akan tetapi juga menanyakan warnanya. Padahal sebenarnya sudah

cukup bagi mereka ciri-ciri sapi yang sebelumnya. Dikarenakan

pertanyaan mereka tersebut, Allah menentukan bagi mereka warna

dari sapi tersebut, yang mana warna yang ditentukan itu menyulitkan

mereka dalam mencarinya. Seperti dalam berfirman-Nya: “sapi

tersebut adalah sapi yang kuning tua warnanya lagi menyenangkan

orang-orang ketika memandangnya.14

Yang dimaksud dengan kuning tua (اه ن هول ع اقف اءهر ف) menurut ahli

tafsir adalah bahwa pada sapi tersebut memiliki warna yang benar-

benar kuning. Tidak ada warna lain pada sapi tersebut kecuali hanya

warna kuning. Dan yang dimaksud dengan kata “lagi menyenangkan

orang-orang yang melihatnya” (ن يراظالن ر سه)ت adalah bahwa warna

kuning yang ada pada sapi tersebut seolah-olah seperti sinar matahari

yang keluar darinya, sehingga orang-orang yang melihat ke sapi

tersebut menjadi kagum karenanya. Inilah dua sifat yang terkandung

dalam warna kuning yang terdapat pada sapi tersebut.15

14

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsir at-Thabari, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), 60. 15

Al-Qurṭubī, al-Jāmi‟ al ahkām, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Nashrul Haq ,

jilid 1 (Jaksel: Pustaka Azzam, 2007), 980.

Page 103: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

81

3. Banī Isrā`īl menanyakan ciri-ciri dari sapi betina yang lebih rinci

Sebagaimana yang dikatakan sebelumnya, bahwa jika mereka

menyembelih sapi betina mana saja yang mereka temukan, maka hal

itu cukup bagi mereka tetapi mereka tetap membangkang, maka

Allah menyuruh mereka bahwa sapi betina tersebut tidak tua dan

tidak muda, tetapi pertengahan. Lalu mereka membangkang lagi dan

menanyakan apa warnanya? Maka Allah menyatakan bahwa

warnanya kuning tua yang menyenangkan orang yang

memandangnya.

Dengan disebutkannya ciri-ciri sapi tersebut, Banī Isrā`īl masih

tetap membangkang. Bukannya langsung mencari sapi yang

dimaksud, mereka malah menanyakan sapi yang ciri-cirinya lebih

rinci. Mereka berdalih bahwa ciri-ciri sapi yang disebutkan oleh Nabi

Musa sebelumnya masih belum jelas bagi mereka. Sebagaimana

perkataan mereka:

حنا تلر تشته عل

…ان ال

“(Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami”

Mereka masih saja mengaku bahwa jenis sapi yang harus

disembelih masih samar, dan belum pasti menurut mereka. Karena

menurut mereka, jenis dan ciri-ciri sapi itu banyak sekali dan

membingungkan mereka.16

Padahal, sekalipun tidak disebutkan ciri-

ciri dari sapi yang akan disembelih, dan mereka menyembelih sapi

betina mana saja yang mereka temukan,maka itu cukup bagi mereka.

Karena pada awalnya Allah tidak hanya menyuruh menyembelih sapi

betina mana saja tanpa menyebutkan ciri-cirinya.

16

Hasby ash-shiddiqy, Tafsir al-Qur‟anul Majid al-Nur, cet. 2 (PT. Pustaka Rizki

Putra, 2000), 131.

Page 104: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

82

Lantaran pembangkangan mereka itu, yaitu dengan menanyakan

ciri-ciri sapi yang lebih rinci, maka Allah lebih mempersulit mereka

lagi, yaitu dengan menyatakan bahwa sapi betina itu adalah sapi yang

belum pernah digunakan untuk membajak tanah dan belum pernah

digunakan untuk mengairi tanaman, tidak cacat, dan juga tidak ada

belangnya.

Setelah mereka diberitahu ciri-ciri dari sapi yang harus mereka

sembelih, mereka seakan-akan menyadari bahwa mereka telah

membangkang dan rewel terhadap perintah tersebut. Hal ini terlihat

dari perkataan mereka:

مىخدون .... ل وانا ان شاء الل

“Dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat

petunjuk.”

Mengenai perkataan mereka ini, Abū Ja‟far al-Ṭabarī mengutip

perkataan Abul „Aliyah berkata;

“seandainya mereka tidak mengatakan hal itu, niscaya mereka

tidak akan memperoleh petunjuk untuk mendapat sapi itu selama-

lamanya.”17

Setelah mereka merasa sadar akan sifat pembangkangan mereka

dengan menanyakan ciri-ciri sapi betina yang lebih rinci, kemudian

tampak lagi kebangkangkan mereka selanjutnya kepada Nabi Musa,

yaitu dengan mengatakan:

… حق ن جخج ةال ـ

يا ال

…كال

”Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan

(hal) yang sebenarnya.”

17

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), 64.

Page 105: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

83

Dari perkataan “sekarang” tersebut seakan-akan apa yang

diterangkan oleh Nabi Musa sebelum-sebelumnya tidaklah benar.

Atau seakan-akan mereka tidak meyakini bahwa apa yang

disampaikan Nabi Musa sebelumnya adalah tidak benar kecuali baru

sekarang.18

Itu adalah bentuk-bentuk dari kebangkangan Banī Isrā`īl terhadap

perintah yang dinyatakan Tuhan melalui Nabi Musa kepada mereka.

Dikarenakan mereka selalu membangkang terhadap perintah Allah,

maka Allah menyuruh mereka mencari sapi untuk disembelih dengan

kriteria yang sangat sulit untuk ditemukan, yaitu sapi yang tidak tua

dan tidak muda, tepatnya sapi yang pernah melahirkan satu sampai

dua kali saja, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.

Kriteria selanjutnya dari sapi yang harus mereka cari adalah

seluruh kulitnya berwarna kuning tua yang bercahaya seolah-olah

cahaya matahari memancar darinya, yang mana ketika melihat sapi

tersebut, orang-orang yang memandangnya merasa kagum dan tidak

bosan terhadap keindahannya. Adapun kriteria terakhir dari sapi itu

adalah, sapi yang belum pernah dipekerjakan oleh tuannya, baik

untuk membajak sawah ataupun untuk mengairi sawah.

Dari semua kriteria sapi yang dinyatakan tersebut, maka

merekapun sangat kesusahan dalam mencari sapi yang telah di

tentukan sebagaimana yang telah penulis sebutkan tingkat kesusahan

mereka dalam mencari sapi tersebut sebagaimana yang tergambar

dalam kisah kronologi penyembelihan sapi yang terdapat di

pembahasan sebelumnya. Dan pada akhirnya mereka berhasil

menyembelihnya sekalipun hampir saja tidak jadi melakukannya.

18

Sayyid Quṭb, Tafsīr fī ẕilālil Qur‟ān, terj: as-„Ad Yasin, Abdyl „Aziz Salim,

Muchotob Hamzah, jilid 13, cet. 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 94.

Page 106: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

84

Kemudian para mufassir berbeda pendapat mengenai sebab

mereka hampir tidak jadi melakukan pemyembelihan tersebut:

a. Riwayat Muḥammad bin Ka‟ab al Kurdī: karena harganya

sangat mahal. Yaitu membelinya dengan harga seberat badan

sapi dari harta si korban hingga tidak tersisa padanya, lalu

mereka menyembelihnya.

b. Riwayat Ibnu „Abbās mengatakan bahwa alasan mereka

hampir tidak jadi melakukan penyembelihan tersebut adalah

karena memang dasarnya mereka tidak mau melakukannnya

karena takut terbongkar siapa pelaku dari pembunuhan

tersebut.19

c. Ada juga yang mengatakan bahwa sebab mereka hampir tidak

jadi melakukan penyembelihan adalah karena tidak

menemukan kriteria dari sapi tersebut.

Dalam ketiga pendapat tersebut, Abū Ja‟far al-Ṭabarī berkata

“yang benar menurut kami adalah bahwa mereka hampir tidak

melakukan penyembelihan terhadap sapi tersebut dikarenakan harga

sapinya yang sangat mahal dan juga takut terbongkarnya kasus

kejahatan mereka.20

Adapun perangkat- perangkat pertanyaan yang digunakan oleh

Banī Isrā`īl tentang perintah penyembelihan sapi betina adalah

perangkat huruf Mā (ا). Sebagaimana yang disinggung sebelumnya, bahwa huruf Mā

memiliki tiga faidah, yaitu sebagai penjelas suatu nama, menjelaskan

hakikat sesuatu yang diberi nama, dan menjelaskan tentang suatu

sifat. Adapun huruf Mā yang digunakan oleh Banī Isrā`īl dalam

19

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), 97. 20

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, 98.

Page 107: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

85

bertanya perihal sapi yang akan disembelih adalah huruf Mā yang

memberi faidah menjelaskan tentang suatu sifat.21 Hal ini juga

dilelaskan oleh Imām al-Bagawī bahwa yang faidah huruf Mā yang

ada dipertanyaan Banī Isrā`īl adalah Mā yang berfaidah menanyakan

sifat tentang suatu hal.22

B. Kriteria Pertanyaan Banī Isrā`īl

Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa

sebuah pertanyaan memiliki kriteria dan hukumnya tersendiri, yaitu

adanya pertanyaan yang dianjurkan oleh syari‟at, dan pertanyaan yang

dilarang oleh syari‟at. Pertanyaan yang dianjurkan syari‟at memiki

tingkatan-tingkatan huku m (fardhu „ain, fardhu kifayah, dan sunnah)

sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Begitu juga

dengan pertanyaan yang dilarang oleh syari‟at, juga memiliki tingkatan

hukum (haram dan makruh).

Jika diteliti lagi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Banī

Isrā`īl adalah suatu jenis pertanyaan yang masuk dalam kategori

pertanyaan yang dilarang untuk ditanyakan. Dan hukum pertanyaan

tersebut adalah Makruh. Karena Banī Isrā`īl menanyakan suatu perkara

yang dibiarkan oleh syari‟at dan dan tidak dijelaskan halal haramnya dan

tidak dijelaskan juga apakah mengetahui hal yang ditanyakan tersebut

merupakan perkara yang diperintahkan untuk mengetahuinya atau

larangan.

Buktinya adalah, bahwa Banī Isrā`īl hanya diperintahkan untuk

menyembelih seekor sapi mana saja yang tidak ditentukan usianya,

21

Abū al-Sa‟ūd Muḥammad bin Muḥammad al-„Amādī, Tafsīr Abī al- Sa‟ūd, juz 1

(Beirut: Dār al- Iḥyā al-Turāṡ al-„Arābī, tdt), 111. 22

Muḥammad Ḥusein al-Bagāwī, Ma‟alimu al-Tanzil, juz 3, cet. 4 (Dar thayyibah

Li an-Nasyr wa at-Tauzi‟, 1997), 106.

Page 108: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

86

warnanya serta hakikatnya. Tetapi, Banī Isrā`īl tetap bersikeras

menanyakan hal-hal tersebut. Maka pertanyaan yang semacam ini masuk

kedalam kategori pertanyaan yang dilarang dalam syari‟at dan termasuk

kedalam pertanyaan yang dimakruhkan.23

Dalam kitab Syarah hadiṡ arbaīn al-Nawawī dijelaskan, bahwa

menanyakan pertanyaan yang semacam ini akan memungkinkan

membawa dampak kepada si penanyanya. Bisa jadi adanya perintah

susulan yang akan memberatkan dan menyulitkan sipenanya.24

Sebagaimana halnya ketika turun perintah Haji dari Allah dalam surah Āli

„Imrān ayat 97, kemudian ada diantara sahabat yang bertanya kepada

Rasulullah “apakah setiap tahun ya Rasululah”? mendengarkan pertanyaan

tersebut, Rasulullah pun berpaling sehingga sahabat tersebut terus

menanyakannya sampai tiga kali. Kemudian Rasul menjawab “apakah

kamu puas jika aku menjawab iya?. Demi Allah, seandainya aku

menjawab iya, itu akan menjadi wajib, niscaya kalian tidak akan sanggup.

Maka biarakanlah apa yang aku biarkan terhadap kalian. Karena

sesungguhnya yang membinasakan orang-orang yang sebelum kalian

hanyalah karena mereka banyak bertanya dan suka menyelisihi para nabi

mereka”.25

Dari hadiṡ diatas jelaslah bahwa Rasul melarang menanyakan sesuatu

yang tidak diperintahkan untuk mengetahuinya, karena Rasulullah

khawatir dari pertanyaan-pertanyaan tersebut malah mendatangkan

kewajiban-keajiban lain yang dapat memberatkan umatnya.

23

Musṭafā Dieb al-Buga dan Muḥyiddīn Mitsu, al Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-

Nawāwī , terj. Rohidin Wahid (Jakarta: Qishti press, 2014), 73. 24

Muḥyiddīn al-Nawāwī, Syarah al-Arba‟īn al-Nawāwī, terj. Ahmad Syaikhu, cet.

13 (Jakarta: Dārul Haq, 2018), 119. 25

Sulaimān bin Ahmad al-Ṭabrānī, al-Mu‟jam al-Kabīr, juz 8, cet. 2 (Madinah,

Maktabah al-„ulūm wa al-Hikam, 1983), 159.

Page 109: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

87

Hal inilah yang dialami oleh Banī Isrā`īl, mereka yang menanyakan

hal-hal yang tidak ada kewajiban buat mereka untuk mengetahuinya, yaitu

menanyakan umur sapi, warnanya, serta hakikat sapi itu sendiri. Maka

Allah menyulitkan mereka dengan ciri-ciri sapi yang tidak tua dan tidak

muda (pertengahan umurnya), yang berwarna kuning keemasan, serta

belum pernah digunakan untuk membajak dan mengairi sawah.

Kriteria dari sapi tersebut adalah kriteria sapi yang sangat sulit untuk

ditemukan. Bahkan ada suatu riwayat mengatakan bahwa dalam mencari

sapi dengan kriteria tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama, yaitu

selama 40 tahun untuk menemukannya. Dan ketika sapi dengan kriteria

yang telah ditentukan tersebut telah ditemukan, maka ada lagi kesulitan

yang menimpa mereka, yaitu si pemilik sapi tidak mau menjual sapinya

kepada mereka kecuali dengan harga yang sangat mahal.

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang harga dari sapi

tersebut:

1. Riwayat dari al-Suddī mengatakan bahwa harga dari sapi tersebut

adalah seharga emas yang beratnya sepuluh kali lipat dari berat

sapi tersebut.

2. Riwayat dari „Ubaidah mengatakan mereka membeli sapi tersebut

dengan dinar sepenuh isi kulit sapi tersebut.

3. Riwayat dari Wahb mengatakan bahwa mereka membeli sapi

tersebut dengan syarat memberikan dinar sepenuh isi kultnya,

kemudian mereka menyembelihnya dan mengisi kulitnya dengan

dinar, kemudian membayarkannya kepada si pemilik sapi.

4. Riwayat dari Abul „Āliyah mengatakan bahwa mereka tidak

menemukan sapi yang sesuai kiteria kecuali pada seorang nenek

tua, dan ia meminta dari mereka harga yang berlipat. Maka Nabi

Musa berkata berikan harga yang sesuai dengan yang diridhainya.

Page 110: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

88

Dari empat riwayat diatas, dapat diketahui betapa mahalnya sapi

dengan kriteria-kriteria yang dibebankan kepada mereka. Bahkan ada yang

berpendapat mereka hampir tidak jadi menyembelih dikarenakan

mahalnya harga sapi tersebut.

Menurut Sayyid Quṭb, pertanyaan-pertanyaan Banī Isrā`īl yang

menanyakan ciri-ciri dari sapi tersebut yang sebelumnya tidak ditentukan

ciri-cirinya menunjukkan terputusnya hubungan diantara hati mereka. Hal

itu disebabkan tipis dan dangkalnya keimanan mereka kepada perkara gaib

dan Allah, serta tipis dan minimnya kesiapan mereka untuk membenarkan

apa yang dibawa oleh rasul kepada mereka. Kemudian sifat engan

menerima tugas, mencari-cari alasan, dan suka mengejek yang disebabkan

oleh buruknya hati mereka dan tajamnya lidah mereka.26

Imam Ṭabari mengatakan;

“Pertanyaan- pertanyaan yang dilontarkan oleh Banī Isrā`īl terkait

sapi yang akan disembelih sebagaimana yang diperintahkan oleh

Allah melalui Nabi Musa tersebut juga merupakan suatu sikap

pembangkangan mereka kepada Nabi Musa AS. Yang dimaksud

dengan pembangkangan disini adalah bahwa pada mulanya mereka

hanya disuruh menyembelih sapi mana saja yang mereka temui yang

tidak dispesifikasikan oleh Nabi Musa. Tetapi karena sikap

pembangkangan mereka tersebut yang selalu bertanya tentang kriteria

sapinya, maka Allah memberikan kriteria sapi yang susah untuk

mereka temukan.”27

Dalam hal ini jelaslah bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan

oleh Banī Isrā`īl adalah pertanyaan yang tidakdiperlukan lagi dalam

menunaikan kewajiban menyembelih seekor sapi betina. Tetapi

dikarenakan sikap pembangkang dan keras kepala mereka, maka Allah

26

Sayyid Qutub, Tafsīr fī ẕilālil Qur‟ān, terj: as-„Ad Yasin, Abdyl „Aziz Salim,

Muchotob Hamzah, jilid 13, cet. 2 (Jakarta; GEMA INSANI PRESS, 2000), 93. 27

Abū Ja‟far al-Ṭabarī, Tafsir al-Ṭabarī, terj. Ahsan Askan, jilid 2, cet. 1 (Jakarta:

PUSTAKA AZZAM, 2008), 70.

Page 111: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

89

mempersulit mereka dengan menyuruh mereka untuk menyembelih sapi

betina yang ciri-cirinya sulit untuk ditemukan.

Page 112: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 113: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh sebagai jawaban dari rumusan

masalah adalah bahwa jenis pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

oleh Banī Isrā`īl yang ada dalam Q.S al-Baqarah: 67-71 adalah jenis

pertanyaan yang dilarang untuk ditanyakan. Dan hukumnya adalah

Makhruh.

B. Saran-saran

Saran penulis terhadap tulisan ini adalah:

1. Kajian tentang Banī Isrā`īl perlu ditinjau ulang. Karena dalam hal

ini, penulis hanya mengkaji dari beberapa referensi yang terkait

saja. Karena masih banyak referensi-referensi yang belum sempat

penulis baca.

2. Setelah memahami kriteria-kriteria pertanyaan yang telah

dijabarkan oleh para ulama, maka kita harus bisa

mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari. Dengan artian,

kita hanya menanyakan hal-hal yang seharusnya untuk ditanyakan

dan tidak menanyakan hal yang tidak patut untuk ditanyakan.

Page 114: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had
Page 115: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

93

DAFTAR PUSTKA

„Abdillāh, „Abdūl „Azīz Muḥammad bin. Ma‟ālīm fī ṭarīq ṭalab al-„Ilmī. Sa‟ūdī: Dār aṣamah, 1999.

„Abdu al-Manaf, Mujahid. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Abī Hātim, „Abdurahmān bin. Tafsīr al-Qur‟ān al-„Azhīm. Riyadh: Maktabah al-„Arabiyyah al-Su‟ūdiyyah, 1997.

Abū Syahhbah, Muḥammad. al-Isrā`īl iyyat wa al-Maudhū‟āt īi Kutub al-Tafsīr. al-Qāhirah: Maktabah al-Sunnah, 1408 H.

Ahwal, Ahmad Choirunn, “Pengungkapan Kasus Pembunuhan Melalui Otopsi Forehensik.” Skripsi S1., Institut Agama Islam Surabaya, 2013.

Aimin, Moh dan Imam Asrori. “Pola Interaksi Dalam al-Qur`anyang Tercermin pada ayat-ayat Berbentuk Pertanyaan.” Jurnal Bahasa dan Seni. vol 40, no. 1 (Februari 2012): 26-34.

Aizid, Rizem. Al-Qur`anmengungkap Yahudi. Yogyakarta: DIVA Press, 2015.

al- Alūsī, Syihābuddīn. Rūḥul ma‟ānī fī tafsīril Qur‟ānil „aẓīm wa al-Sab‟i al- Maṣānī . Beirut: Dār iḥyā‟ wa al-Turāṡ al-„Arabiy. Tdt.

Anasar, Eka Safitrii, “Kontruksi Sejarah Bukit Sinai Serta Pengaruhnya terhadap Realita Sosial Masyarakat Mesir.” Skripsi S1., Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016.

Audah, Ali. Nama dan Kata dalam Al-Qur`ān: Pembahasan dan Perbandingan. Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2011.

Ayusmi, “Analisis Idiom Dalam al-Qur`anpada surah al-Baqarah.” Skripsi S1., Universitas Sumatera Utara, 2016.

al-Bagāwī, Abu Muḥammd al Ḥusein. Ma‟ālimu al-Tanzīl, Dār al-Ṭayyibah, 1997.

al-Baiḍawi, Abul Khair. Anwāru al-Tanzīl wa asrāru al-Ta‟wīl. Beirut: Dār al Fikr, Ttd.

Baihaqi, Ahmad. “Al-Baqarah dan Keangkuhan Banī Isrā`īl : Studi Kritis Q.S. al-Baqarah/2: 67-71.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Page 116: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

94

al-Bāqi, M. Abdu. Mu‟jām al-Mufaḥras min alfāż al-Qur`ān. Mesir: Dār al-ḥadīṡ, 1996.

Bīk, Muḥammad Khuḍarī. Nūr al- Yaqīn. Dār al- Īmān, 1997.

al-Bugā, Musṭāfā Dīb dan Muhyiddīn Miṡu. al-Wāfī Syarah Hadist al-ba‟īn al-Nawāwī. Jakarta: Qiṣti press. 2014.

al-Bukhāri, Muẖammad bin Ismail. Ṣahih al Bukhari. Beirut: Dār ibnu Kaṡīr, 1987.

Descartes, Rene. Risalah Tentang metode, terj. Ida sundari Husen dan Rahayu S. Hidayat. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Fakhruddīn, Muḥammad al-Rāzī, Tafsīrul Fakhru al-Rāzī. Dār al-fikr, 1981.

Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005.

al- Hāsyimī, Sayyid aḥmad. Jawāhirul Balāgah. Beirut: Maktabah al-„Aṣriyyah, 1960.

Ibn „Alī, Abū asan. al-Kāmīl fī al- Tārīkh. Beirut: Dār al-Kutub al- „Ilmiyyah, 1987.

Ibn Zakariyyā, Abū al-Husyain Aḥmad bin Fāris. Mu‟jam al-Muqāyis fī al-Lugah. Beirut: Dār al- Fikr, 1994.

Ibnu Kaṡīr, Abul Fidā‟ bin Ismā‟il. Tafsīr al-Qur‟ān al-„azhīm. Dār al-Ṭayyibah, 1999.

Imran, M Ali. Sejarah lengkap agama-agama dunia, Yogyakarta: IRCiSoD, 2015.

Isra, Yunal. Metode Praktis Belajar Kitab Kuning. Tangerang selatan: Makhtabah Darussunnah, 2018.

al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tafsir al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015.

Jazmi, Kamarul Azmi, “Banī Isrā`īl dan peristiwa Sembelihan Lembu; al-Baqarah (2:67-71).” Kolej Tun Fatimah Universiti Teknologi Malaysia (Januari 2019): 1- 39

al-Khāzin, Abul Ḥasan „Alī. Lubāb al-Ta‟wīl fī Ma‟āniyyi at-Tanzīl. Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001.

Page 117: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

95

Khoir, Muhammad Dail, “Qiṣaṣu aṣ-Ḥābil baqarah wa al-durūsul istifādah minhā.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Kurniawan, Dwi Cahyoko, “Qaswat al-Qalb dalam al-Qur`ān: studi komparatif tafsir al-Misbah dan Tafsir al-Qur`anal-„Azhim tentang surah al-Baqarah ayat 67-71.” Skripsi S1., Institute Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2006.

Lavine. T Z. Descartes: Masa transisi Bersejarah Menuju Dunia Modern. Yogyakarta: Jendela, 2013.

Maḥallī, Jalāluddīn dan Jalāluddīn al-Syuyūṭī. Tafsīrul Jalālain al-Muyassār. Beirut: Maktabah Libnān, 2003.

Maula, M Ahmad Jadul dan M Abu al-Fadhl Ibrahim. Buku Induk Kisah-Kisah al-Qur`ān. Jakrta: Zaman, 2009.

Menzie, Allan. sejarah agama-agama. Yogyakarta: Foru IKAPI. 2014.

Muhdina, Darwis “Orang-orang non-Muslim dalam al-Qur`ān.” al-Adyan. vol. 1, no. 2, (Desember 2015)

Nawāwī, Muḥyiddīn. Syarḥu al-Arba‟īn al-Nawāwī. Jakarta: Dārul Haq. 2018.

Nurdiyanto, Ade. “Istifhām dalam al-Qur`ān: Studi analisa balagah” . Studi Agama. vol. 4, no. 1, (Juni 2016) : 41-52

Quṭub, Sayyid. Tafsīr fī ẓilālil Qur‟ān. Terj. as-„Ad Yasin, Abdul „Aziz Salim, Muchotob Hamzah. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

al-Quwaiznī, Khāṭib. al-Īḍāḥ fī „Ulūm al-Balāgah. Beirut: Dār al-Kutubi al-„Ilmiyyah, 2003.

Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsīr al-Manār. al-Qāhirah: Dār al-Manār, 1947.

Shiddiqī, Hasby. Tafsīr al-Qur‟ānul Majīd al-Nūr. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.

Shihab. M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Ciputat: PENERBIT LENTERA HATI, 2000.

Syarifah, Syifa, “Metode tanya jawab dalam al-Qur`ān; surat al-Anbiya‟ 7, al-Qari‟ah1-2,al-Baqarah 28, at-Takwir 26-27, ar-Rahman 13, al-Baqarah 245.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Page 118: PERTANYAAN DALAM AL-QUR`AN (Kajian Atas Q.S. al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50223...10. Kapada alm. Kyai Ali Musthofa Ya‟qub dan jajaran asatiz Ma‟had

96

al-Syaukānī, Muḥammad. Fatḥul Qadīr. Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 2007.

Ṭa‟imah, Ṣabīr. al-Tirāṡ al-Isrāiliy. Beirut: Dār al-Jail, 1978.

Thalib, M. 76 karakter Yahudi dalam al-Qur`ān. Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992

al-Ṭabarī , Abū Ja‟far. Jamī‟ul Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān. Muassasah ar-Risalah, 2000.

Utomo, Setyo, “Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur`ansurah al-Baqarah ayat 67-73.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

al-Yasū‟I, Louwis Ma‟luf. al-Munīid fī al- Lugat wa al-Adabī wa al-„Ulūmī. Beirut: Maṭba‟ah al-Kaṡūlikah, 1956.

Yunus, Mahmud. Tafsīr Qur‟ān Karīm. Jakarta: PT. ī, 2012.

Zarnuji, Ahmad. “Israiliyyat Dalam Menceritakan Kisah-Kisah al-Qur`ān”, jurnal Kajian Agama Sosial dan Budaya, vol. 1, no. 2, (2016): 449-466.