pertanian bermoral

13

Click here to load reader

Upload: bontor-irvan-f-sianipar

Post on 21-Jun-2015

131 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pertanian Bermoral

1

1MEMBANGUN SISTIM PERTANIAN BERKELANJUTAN

I Nyoman P. Aryantha KPP Ilmu Hayati LPPM-ITB, Dept. Biologi - FMIPA-ITB

Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 Email : [email protected], http://bdg.centrin.net.id/~muffin

Abstrak Sistim pertanian konvensional disamping menghasilkan produksi panenan yang meningkat namun telah terbukti pula menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pertanian itu sendiri dan juga ligkungan lainnya. Keberhasilan yang dicapai dalam sistim konvensional ini juga hanya bersifat sementara, karena lambat laun ternyata tidak dapat dipertahankan akibat rusaknya habitat pertanian itu sendiri. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk memperbaiki sistim konvensional ini dengan mengedepankan kaidah-kaidah ekosistem yang berkelanjutan. Berbagai potensi alam dari aspek penyuburan tanah sampai pengendalian hama dan penyakit belum termanfaatkan secara optimal karena tidak giatnya penelitian dan pengembangan dari sisi ini. Udara yang sebagian besar komponennya adalah gas nitrogen dan dapat difiksasi oleh sekelompok mikroba sebagai biofertilizer masih belum termanfaatkan secara optimali. Fenomena interaksi langsung tanaman-mikroba dalam bentuk nodul dan mikoriza juga potensial untuk dikembangkan sebagai aspek penyuburan. Demikian juga bahan organik dari bagian tanaman itu sendiri masih belum termanfaatkan dengan baik dalam sistim budi daya berkelanjutan. Predator, antagonist dan pesaing alami hama, penyakit dan gulma tanamanpun belum terkelola dengan optimal sehingga pencemaran senyawa sida masih tinggi yang di satu sisi mengancam kehidupan komponen ekosistem lain yang semestinya berperan dalam daur nutrien bagi tanaman. Tanaman sendiri menghasilkan berbagai senyawa anti hama, penyakit dan gulma namun belum termanfaatkan secara optimal. Dengan optimalisasi dan memadukan potensi alam yang ada kita dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia namun tetap dapat menghasilkan panenan yang tinggi tanpa merusak lingkungan. Tentunya upaya terpadu ini harus dibarengi dengan perubahan sikap dari budaya instant ke budaya kesadaran jangka panjang. _________ Kata Kunci : Pertanian organik, pengendalian hayati, pertanian berkesinambungan

1 Aryantha, I.P. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One Day

Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage, Menristek-BPPT, 6th May 2002, Jakarta.

Page 2: Pertanian Bermoral

2

Sinambungkah sistim pertanian modern?

Hubungan interaksi antar mahluk hidup telah terjadi sejak sistim kehidupan itu ada

yang konon sekitar 3,5 milyar tahun yang silam. Koevolusi yang kompleks ini melahirkan

suatu ekosistim yang seimbang dan dinamis. Sistim ini masih dapat kita amati di hutan-

hutan primer dimana terjadi keseimbangan antar komponen-komponen ekosistem.

Teknologi pertanian modern (konvensional) yang pada dasarnya merupakan sistim

monokultur telah mengubah secara drastis ekosistem alami yang seimbang tadi menjadi

sistem binaan yang tidak seimbang.

Karena tidak ada keseimbangan, mau tidak mau dipaksakanlah suatu cara untuk

menjaga ekosistem binaan tersebut agar dapat berlangsung. Intervensi akhirnya dilakukan

dengan memberikan berbagai senyawa kimia baik berupa bakterisida, fungisida, algisida,

herbisida, akarisida, pestisida, nematisida maupun pupuk-pupuk kimia seperti urea, NPK,

KCL, TSP dan sebagainya. Tanpa intervensi ini sistim pertanian monokultur tidak dapat

berlangsung dan menghasilkan panenan seseuai yang diharapkan. Hal ini melahirkan

dilema karena bahan kimia yang diaplikasikan ke alam sering kali terakumulasi di dalam

tanah, air tanah dan bagian dari tanaman atau hewan dan akhirnya berdampak kepada

manusia. Senyawa-senyawa 'sida' sering tidak selektif membunuh berbagai mahluk hidup

termasuk yang bukan sasaran seperti predator hama yang akhirnya mengakibatkan ledakan

hama sekunder. Resistensi hama dan penyakit juga muncul dari pemakaian senyawa sida

yang tidak tepat.

Pada akhirnya, praktek pertanian intensif di satu sisi telah berakibat pada

berkurangnya materi organik, tanah menjadi keras, kurangnya porositas tanah, rendahnya

nilai tukar ion tanah, rendahnya daya ikat air, rendahnya populasi dan aktivitas mikroba,

dan secara keseluruhan berakibat rendahnya tingkat kesuburan tanah (Stoate et al., 2001).

Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya proses serapan akar terhadap air dan hara yang

terlarut sehingga keberadaan hara dalam jumlah rendah tidak dapat diambil oleh akar

secara optimal. Dengan demikian perlu dosis pupuk yang lebih tinggi untuk

memungkinkan akar dapat menyerap hara dalam jumlah yang cukup dari ketersediaan hara

yang terdapat dalam tanah.

Page 3: Pertanian Bermoral

3

Pemakaian senyawa-senyawa 'sida' memperparah keadaan karena telah

mengganggu keseimbangan biota tanah yang semestinya memegang peranan penting

dalam melakukan berbagai daur nutrien dan energi di dalam tanah. Berbagai siklus yang

penting bagi ketersediaan hara tanah bagi tanaman seperti siklus karbon, nitrogen,

belerang, fosfor dan besi adalah dimainkan perannya oleh mikrobiota tanah. Kalau

kehidupan mikrobiota sebagai salah satu komponen ekosistem terganggu, maka

terganggu pula ekosistem secara keseluruhan. Keberadaan senyawa pencemar yang

berasal dari senyawa sida telah terbukti mengganggu kehidupan mikrobiota tanah seperti

dilaporkan oleh Suresh-Babu dan kawan-kawan dimana kadar lindane sebesar 0.5, 1.0,

1.5, dan 2.0 ppm telah mempengaruhi populasi kelompok autotrof Anabaena dan tingkat

fotosintesisnya secara berarti (Suresh-Babu et al., 2001). Pemakaian herbisida quinclorac

dan propanil dalam dosis yang direkomendasikan juga dilaporkan mempengaruhi 'oxygen

photoevolution' dan aktivitas nitrogenase pada Cyanobacteria (Irisarri et al., 2001).

Akumulasi senyawa-senyawa kimia tidak saja terjadi di alam (tanah dan perairan)

tetapi juga pada mahluk hidup itu sendiri baik hewan maupun tumbuhan. Sebagai contoh

misalnya Johnstone et al. (1995) melaporkan adanya akumulasi senyawa organochlorine

dan polychlorobiphenyl (PCB) yang sangat nyata pada burung-burung ‘Peregrines’ dan

jaringan tubuh mangsanya. Akumulasi senyawa pestisida terbukti mengganggu sistim

reproduksi hewan tersbut (Fry, 1995). Bahkan penurunan jumlah spesiespun terjadi

secara drastis akibat pencemaran senyawa sida (Chevreuil et al. 1995). Terhadap ternak

yang dimakan manusiapun terjadi akumulasi seperti unsur Cd yang berasal dari pupuk

fosfat anoragnik pada organ hati dan ginjal (Olsson, et al,. 2001).

Akumulasi senyawa kimia dalam produk pertanian terutama sayuran dan buah-

buahan merupakan isu utama para konsumen yang peduli terhadap kesehatan. Dalam

sebuah investigasi yang dilakukan di Italia terhadap berbagai produk buah-buahan

ditemukan paling sedikitnya 25 sampel yang terkontaminasi thiabendazole (TBZ) dan 27

terkontaminasi carbendazim (CBM) dari 83 sampel (Sannino, 1995). Hal yang sama terjadi

di Belgia dimana hanya 31.3% sayur-sayuran terbebas dari kontaminasi pestisida

sedangkan 49.1% terkontaminasi oleh senyawa residu kurang berbahaya dan 19.6% oleh

residu yang berbahaya (Dejonckheere et al., 1996). Di Cina, paling sedikitnya 5 jenis

Page 4: Pertanian Bermoral

4

senyawa organophosphate ditemukan pada berbagai produk makanan oleh Chen & Gao,

(1993). Fenomena ini telah mengubah pandangan banyak orang dalam mengkonsumsi

produk-produk yang menggunakan pestisida maupun pupuk kimia. Tuntutan konsumen

terutama di negara-negara maju akan produk hotilkultura yang bebas pestisida (senyawa

kimia) kini semakin marak. Sayangnya, kajian yang intensif akan residu kimia dalam

produk-produk pertanian kita belum dilakukan. Kenyataan penolakan komoditi ekspor

sayur-sayuran termasuk jamur dari negara kita oleh negara importir sering terjadi karena

masalah kontaminasi bahan kimia.

Fenomena lingkaran setan, resistensi hama dan penyakit tanaman, yang tidak ada

hentinya terjadi karena pemakaian senyawa-senyawa sida yang sering tidak tepat (Milus &

Parsons (1994). Di lingkungan pertanian kita sudah terjadi resistensi beberapa hama seperti

Plutella xylostella dan Leiromiza. Fenomena ini memperburuk situasi karena para petani

cenderung meningkatkan dosis pemakaian sehingga tingkat pencemaran dengan sendirinya

semakin tinggi kecuali pestisidanya harus diganti dengan yang baru. Sementara untuk

menghasilkan satu jenis pestisida baru biayanya sangat mahal, paling sedikitnya US$20

juta per satu jenis pestisida (James et al. 1993). Tentu akan berdampak kepada harga jual

pestisida tersebut yang akan meningkatkan biaya produksi budi daya.

Keberhasilan senyawa kimia dalam menunjang sistim pertanian pada masa lampau

memang pernah terjadi. Sebagai contoh, predikat swa-sembada pangan pernah kita raih di

masa lampau. Bahkan surplus hasil pertanian sering kali kita alami yang akhirnya terpaksa

dijual murah, dibakar atau dibuang karena tidak ada harganya. Sebuah pertanyaan yang

sangat penting perlu kita renungkan. Seberapa lama keberhasilan tersebut dapat

dipertahankan? Apakah keberhasilan tersebut tidak menimbulkan dampak terhadap

lingkungan yang merupakan anugerah Sang Pencipta yang harus kita kelola secara

berkesinambungan? Haruskah kita memproduksi hasil panenan yang berlimpah sampai

mencapai surplus lalu dibuang karena harganya jatuh?

Sementara itu, krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti sekarang telah

melesukan aktivitas berbagai sektor pertanian kita karena ketergantungan petani akan

pestisida dan pupuk kimia yang harganya tidak terjangkau lagi oleh petani. Sementara di

satu sisi, 'budaya' masyasrakat petani kita sudah terbiasa dengan sistim 'instant' merupakan

Page 5: Pertanian Bermoral

5

masalah tersendiri dalam menerapkan sistim pertanian berkelanjutan. Semua inginnya

serba instant dimana tabur pupuk langsung hijau padinya dan semprot pestisida langsung

mati hamanya. Tantangan besar kita hadapi dalam hal ini untuk mengubah pola pikir dan

kebiasaan masyarakat petani kita. Untuk dapat mengarah ke sistim perbaikan, penulis

mengajak para pembaca dan masyarakat luas supaya mengkaji kembali aspek-aspek yang

dapat kita kembangkan dalam menyelamatkan ekosistem pertanian kita dan insyaAllah

dapat diwariskan kepada generasi penerus kita, Amin!

Secara garis besar, ada dua aspek yang semestinya diintegrasikan dalam sistim

budidaya tanaman berkelanjutan yakni (1) peningkatan kesuburan yang dilakukan dengan

prioritas aplikasi bahan organik dan mikroba indigenous (2) pengendalian hama dan

penyakit dengan praktek terpadu. Kedua aspek ini sangat menentukan bagi keberhasilan

sistim pertanian yang berkesinambungan.

Peningkatan kesuburan tanah dengan prioritas organik dan mikroba indigenous

Sebelum ditemukan pupuk-pupuk kimia seperti sekarang, nenek moyang kita

telah mempraktekkan sistim pertanian yang bebas pencemaran. Catatan sejarah dalam

Zend Avesta menunjukkan bahwa pemakaian materi organik (kompos dan mulsa) dalam

sistim pertanian sudah dilakukan sejak 8000 tahun yang silam (Cutler & Hill, 1994).

Penimbunan lahan dengan tanah subur bukan merupakan cara baru dalam

memaksimalkan pertumbuhan tanaman budi daya (Corke & Rishbeth, 1981). Penerapan

berbagai kotoran hewan sebagai sarana penyubur tanah juga sudah dipraktekkan sejak

berabad-abad yang silam. Akan tetapi semua cara-cara yang dianggap konvensional dan

kuno ini hampir lenyap begitu saja di kalangan petani semenjak diperkenalkannya pupuk

dan senyawa sida kimia.

Berbagai materi organik dapat diaplikasikan dalam sistim pertanian yang pada

dasarnya berupa limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah

industri makananan dan minuman dengan bahan baku organik. Materi-materi organik ini

dapat diaplikaikan langsung atau difermentasikan terlebih dahulu. Masing-masing tentunya

memiliki manfaat dan efek yang berbeda. Produk hasil fermentasi dapat diaplikasikan

Page 6: Pertanian Bermoral

6

langsung ke tanaman karena sudah terjadi proses dekomposisi sempurna. Sedangkan

pemakaian materi yang belum terfermentasi cenderung dengan dosis pemakaian yang

rendah atau pengaplikasian dilakukan sebelum penanaman. Dengan demikian panas yang

terjadi tidak mematikan tanaman.

Keuntungan pemakaian materi organik menurut Papavizas & Lumsden (1980) dan

Campbell (1989) diantaranya : memperbaiki tekstur tanah, menyediakan nutrien dan dapat

meningkatkan kesehatan tanaman, menekan perkecambahan spora, menyebabkan lisis pada

sel mikroba pathogen, menon-aktifkan atau menghentikan pertumbuhan pathogen secara

sementara dan permanen, menunjang aktivitas mikroba non-pathogen dalam menyediakan

unsur hara dan senyawa perangsang tumbuh bagi tanaman. Peningkatan aktivitas mikroba

non-pathogen termasuk mikroba antagonist akan membantu melindungi tanaman terhadap

penyakit dari proses antibiosis dan mycoparasitisme. Sedangkan praktek pemulsaan sendiri

dapat mengurangi penguapan disaat udara kering yang berarti dapat mempertahankan

kelembaban serta meregulasi temperatur tanah dan juga dapat mengurangi aliran

permukaan (run-off).

Beberapa contoh sukses dalam pertanian atau perkebunan dan nursery dengan

pemakaian sistim hayati dapat disimak dalam sajian berikut. Professor Hoitink bersama

timnya sudah berhasil mengembangkan dan menerapkan sistim hortikultura organik

menggunakan perca kulit batang pohon dan lumut gambut sebagai campuran pot dan tanah

perkebunan sejak tahun 1970an (Hoitink et al., 1991). Penerapan sistim ini tidak hanya

dapat menyuburkan tanaman tetapi terbukti juga dapat mencegah berbagai penyakit akar

yang biasanya disebabkan oleh jamur Phytophthora, Pythium, Rhizoctonia dan Fusarium

(Steinmetz & Schonbeck, 1994).

Pemakaian kotoran baik yang segar maupun yang sudah difermentasikan telah

banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan mengendalikan penyakit

tanaman. Sebagai contoh, kotoran ayam dapat meningkatkan kesuburan tanah dan

sekaligus dapat mengendalikan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora.

Dari hasil penelitian penulis, kotoran ayam dan sapi yang dikomposkan selama 5 minggu

telah berhasil menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol penyakit busuk

akar oleh Phytopthora cinnamomi (Aryantha et al, 1997, Aryantha, 1998, Aryantha et al,

Page 7: Pertanian Bermoral

7

2000). Keberhasilan ini berkorelasi positif dengan aktivitas mikroba dan populasi mikroba

antagonist (aktinomiset dan bakteri penghasil endospora) dalam tanah. Keragaman jenis

mikroba juga tampak paling tinggi pada tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam.

Kotoran sapi segar juga ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematoda (Shapiro et

al., 1996).

Materi organik limbah rumah tangga yang difermentasikan telah terbukti berpotensi

sebagai pupuk hayati sekaligus mencegah penyakit tanaman. Beberapa contoh keberhasil-

an tersebut seperti yang dilaporkan oleh Bender et al., (1992) pada aplikasi tanaman

alpukat. Ferment limbah rumah tangga juga dilaporkan efektif dalam menunjang

pertumbuhan kacang Pisum sativum sekaligus mengendalikan penyakit busuk kaki yang

disebabkan oleh jamur Mycosphaerella pinodes (Schuler et al., 1993). Hasil yang sama

pada tanaman kacang-kacangan juga dilaporkan oleh Pyndji et al. (1997) terhadap penyakit

yang disebabkan oleh Rhizoctonia, Pythium dan Fusarium.

Materi organik yang paling sederhana adalah tanah subur alami. Di Jawa Barat

(Bandung) sudah umum dikenal bahwa tanah Lembang adalah tanah yang subur. Tanah ini

diperjual-belikan untuk dipakai dalam penanaman berbagai tanaman hias. Praktek

pemanfaatan tanah subur ini adalah termasuk sistim pertanian secara hayati yang sudah

dilaporkan lebih dari 100 tahun yang lalu (Schneider, 1982). Disamping dapat

menyuburkan tanaman tanah ini juga sudah banyak dilaporkan dapat menanggulangi dan

mengendalikan berbagai penyakit akar sehingga tanah ini dikenal juga dengan istilah tanah

supresif (berarti dapat menekan penyakit) (Campbell, 1989). Pemakaian tanah ini sangat

cocok untuk memperbaiki hara karena tanah ini ternyata sangat kaya dengan materi

organik.

Dari aspek mikroba, berbagai jenis mikroba secara alamiah berperan penting dalam

menyuburkan tanaman dalam interasksinya berupa simbiosa nodul dan mikoriza maupun

non simbiotik seperti pemfiksasi nitrogen Azotobacter. Contoh strain rhizobia

(Sinorhizobium meliloti) telah terbukti efisien meningkatkan biomasa tanaman 'lettuce'

meski tanpa pembentukan nodul (Galleguillos, et al., 2000).

Pengendalian penyakit dan hama tanaman dengan sistim terpadu

Page 8: Pertanian Bermoral

8

Pengendalian hayati dalam bidang hama dan penyakit tanaman sudah dirintis

sejak lama. Beberapa aspek yang terkait dalam pengendalian sistim terpadu seperti

penggunaan agen predator, antagonist, parasit, patogen, virus, pemakaian materi organik,

penggunaan tanaman unggul, pembentukan tanaman resisten, imunisasi dengan

penggunaan pathogen yang tidak ganas (hyphovirulent), penggunaan bahan kimia

selektif, penggunaan senyawa sida bahan alam, pengaturan kondisi fisik seperti

pengaturan pH, penanaman bergilir (rotasi) dan pengeringan (Koul et al., 2000; Chen et

al., 2000; Raizada et al., 2001).

Banyak keberhasilan telah dicapai dalam dunia ‘pengendalian hayati’ ini baik

dalam skala laboratorium, rumah kaca maupun dalam aplikasi di lapangan. Dari aspek

pengendalian menggunakan agensia mikroba, berbagai isolat antagonist terutama bakteri,

aktinomiset dan jamur telah teridentifikasi dan teruji potensinya. Jenis-jenis mikroba

seperti Trichoderma hamatum, T. viride, T. koningi, Gliocladium virens, G. roseum,

Penicillium janthinellum, Epicocum purpureum, Pythium nunn (jamur); Bacillus subtilis,

B. polymixa, Pseudomonas fluorescens. P. cepacia, Agrobacterium radiobacter (bakteri)

dan Streptomyces spp. (aktinomiset) adalah agensia pengendali penyakit tanaman yang

tidak asing lagi dalam dunia ‘pengendalian hayati’.

Berbagai kajian sudah dilakukan pada jenis-jenis agen mikroba pengendali

penyakit tanaman yang berpotensi. Sekedar ilustrasi, paling sedikitnya ada lebih dari

2000 artikel ilmiah yang telah dipublikasikan tentang fungi Trichoderma selama ini.

Sudah tentu dengan topik-topik penelitian dengan berbagai aspek. Hasil penelitian

penulis, dari ratusan isolat yang sudah ditapis secara in vitro setidaknya ada 10 isolat,

diantaranya adalah Trichoderma sp., Gliocladium roseum dan G. penicillioides yang

potensial mengendalikan penyakit busuk akar pada tanaman Lupinus albus dalam skala

rumah kaca (Aryantha & Guest, 1995; 1996, 2000). Sementara dari kelompok bakteri,

beberapa jenis Bacillus, Pseudomonas dan Aktinomiset juga sudah dikaji dan

dikembangkan potensinya sebagai biofungisida untuk pengendalian penyakit busuk akar

(Aryantha et al., 2001).

Page 9: Pertanian Bermoral

9

Dari aspek pengendalian hama dengan mikroba, beberapa jenis mikroba seperti

Bacillus thuringiensis, Metharrhizium anisopliae, Beauveria bassiana, Paecilomyces

farinosus, Cordyceps cinensis, Aspergillus parasiticus, Entompohthora muscae dan

sebagainya (Lomer, et al., 2001). Disamoing bakteri dan jamur, pemanfaatan beberapa

jenis virus termasuk diantaranya virus Helicoverpa armigera single-nucleocapsid

nucleopolyhedrovirus (HearNPV) untuk pengendalian hama sudah banyak dibuktikan

(Chen et al, 2000).

Biopestisida lain, termasuk penggunaan racun laba-laba yang selektfif untuk

serangga tertentu juga dilaporkan potensial sebagai anti hama (Wang et al., 2000).

Penggunaan protein pengacau sistim hormon juvenil dilaporkan potensial sebagai

biopestisda pada hama Heliotis virescens (Thomas et al, 1999). Penggunaan feromon,

semacam senyawa pemikat untuk mengundang serangga datang ke suatu tempat yang

selanjutnya dijebak dan dibunuh juga termasuk kedalam aspek pengendalian ramah

lingkungan (Furlong & Pell, 1995). Bahkan dengan metode rekayasa, berbagai senyawa

protein anti hama dapat diproduksi oleh tanaman sehingga pengembangan tanaman

resisten semakin terbuka kemungkinannya (Kramer et al, 2000 dan Grisham, 2000),

meskipun hal ini mesti dikaji lebih seksama dan hati-hati terutama untuk tanaman

konsumsi.

Pengendalian gulmapun banyak dikaji dengan menggunakan agen-agen hayati

terutama kelompok fungi karena memiliki spesifisitas yang tinggi. Sebagai contohnya,

pengendalian gulma Sesbania exaltata dengan fungi Colletotrichum truncatum (Jackson,

1996) dan Striga hermonthica dengan fungi parasit fakultatif Fusarium nygamai

(Sauerborn, 1996).

Kunci pokok penyakit tanaman terletak pada kesehatan tanaman yang utuh.

Hampir sama analoginya dengan tubuh kita, kalau kondisi tubuh dapat dijaga

kebugarannya maka segala penyakit akan menjauh dari kita. Dengan demikian

pemeliharaan kesehatan dan kesuburan tanaman dengan memperhatikan aspek kesuburan

dan kesehatan tanahnya merupakan hal yang paling penting dalam sistim pertanian.

Penutup

Page 10: Pertanian Bermoral

10

Dengan memperhatikan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari sistim

pertanian konvensional, adalah 'urgent' untuk meninjau kembali praktek-praktek

budidaya tanaman yang telah kita lakukan selama ini. Kaidah-kaidah biologi yang

mendukung rantai daur ulang yang terjadi di alam antara produsen, konsumen dan

pengurai harus dijaga keberlangsungannya. Praktek-praktek dalam penyediaan unsur hara

dan pengendalian hama, gulma dan penyakit tanaman yang sinergis dengan kaidah

biologi harus digalakkan dan dilibatkan secara proporsional. Dengan komitmen yang

tinggi tidak melakukan perusakan terhadap ciptaan Sang Pencipta insyaAllah semua

praktek tersebut akan dapat mengembalikan ekosistem kita dan mampu menopang

kehidupan konsumen termasuk manusia!

Daftar Pustaka Aryantha, I.P. & D.I. Guest, 1995. Plating method incorporated with selective media as

one step isolation of antagonists against P. cinnamomi Rands, 10th Biennial Australasian Plant Pathology Society Conference, Lincoln Univ., New Zealand, 28-30 August 1995.

Aryantha, I.P and D.I. Guest, 1996, Bokashi (EM made product) as biocontrol agent to suppress the growth of Phytophthora cinnamomi, Rands, Fifth Conference on Technology of Effective Microorganisms, Sara Buri, Thailand, 10-11 December, 1996.

Aryantha, I.P., R. Cross & D.I. Guest, 1997. Biocontrol of Phytophthora cinnamomi Rands, 11th Biennial Conference of Australasian Plant Pathology Society, Perth-Australia, 29 Sept.-2 Oct. 1997.

Aryantha, I.P., 1998, Saving the agricultural ecosystem by using microbes, Proceeding of National Seminar on Biological Challenge and Opportunity in Improving the National Economic Integrity, IUC Life Sciences of ITB, Bandung 30 of June-1st July 1998.

Aryantha, I.P., C. Hall, R. Cross & D.I. Guest, 1999. Management of Phytophthora cinnamomi Rands with phosphonate and manure's, 12th Biennial Conference of Australasian Plant Pathology Society, Canberra-Australia, 26 Sept. - 1 Oct. 1999.

Aryantha, I.P and D. Guest, 2000, Pengendalian fungi pathogen Phytophthora cinnamomi Rands dengan menggunakan mikroba antagonist, Seminar MIPA 2000, 13-14 November 2000, Kampus ITB, Bandung

Aryantha, I.P., R. Cross & D.I. Guest, 2000, Suppression of Phytophthora cinnamomi Rands in potting mixes amended with uncomposted and composted animal manure's, Phytopathology (J) 90 (7), 775-782.

Aryantha, I.P., D. P. Lestari & M. Gantina, 2001, Biofungicide from indigenous microbes for controlling root rot diseases, Patent of Indonesia (Filing date)

Page 11: Pertanian Bermoral

11

Bender, G.S.; W.L Casale and M. Rahimian, 1992, Use of worm-composted sludge as a soil amendment for avocados in Phytophthora-infested soil, Proc. of Second World Avocado Congress, p. 143. (Abstract).

Campbell, R., 1989, Biological control of microbial plant pathogens, Cambridge University Press, Melbourne-Sydney, pp : 41-65.

Chen X, Sun X, Hu Z, Li M, O'Reilly DR, Zuidema D, Vlak JM, 2000, Genetic engineering of Helicoverpa armigera single-nucleocapsid nucleopolyhedrovirus as an improved pesticide, J Invertebr Pathol, 76(2):140-6

Chen, J.S. and J.Q Gao, 1993, The Chinese total diet study in 1990. 1. Chemical contaminants, Journal of AOAC International, 76(6): 1193-1205.

Chevreuil, M.; A.M Carru; A. Chesterikoff; P. Boet; E. Tales and J. Allard, 1995, Contamination of fish from different areas of the river Seine (France) by organic (PCB and Pesticides) and metallic (Cd, Cr, Cu, Fe, Mn, Pb, and Zn) micropolutants, Science of the Total Environment, 162(1): 31-42.

Corke, A.T.K and J. Rishbeth, 1981, Use of microorganisms to control plant diseases, in Microbial control of pests and plant diseases 1970-1980, H.D Burges (Ed.), Academic Press, San Fransisco, p. 717-736.

Cutler, H.G and R.A Hill, 1994, Natural fungicides and their delivery systems as alternatives to synthetics, in Biological contro of postharvest diseases theory and practice : C. L Wilson and M.E Wisniewski (Eds), CRC Press, Tokyo, p. 135-152.

Dejonckheere W.; W. Steurbaut; S. Drieghe; R. Verstraeten and H. Braeckman, 1996, Monitoring of pesticide residues in fresh vegetables, fruits, and other selected food items in Belgium, 1991-1993, Journal of AOAC International, 79(1): 97-110.

Fry, D.M., 1995, Reproductive effects in birds exposed to pesticides and industrial chemicals, Environmental Health Perspectives, 103(Suppl 7):165-171.

Furlong, M.J. & J.K. Pell, 1995, Field and laboratory evaluation of s sex pheromone trap for the autodissemination of fungal entomopathogen Zoophthora radicans (Entomophthorales) by the diamondback moth, Plutella xylostella (Lepidoptera : Yponomeutidae), Bulletin of Entomological Research, 85, 331-7.

Galleguillos C, Aguirre C, Miguel Barea J, Azcon R., 2000, Growth promoting effect of two Sinorhizobium meliloti strains (a wild type and its genetically modified derivative) on a non-legume plant species in specific interaction with two arbuscular mycorrhizal fungi. PLANT SCIENCE, 159 (1):57-63

Grisham J., 2000, Protein biopesticide may be next wave in pest control., Nat Biotechnol 18(6):595

Hoitink, H.A.J., Y. Inbar and M.J. Boehm, 1991, Status of compost-amended potting mixes naturally suppressive to soilborne disease of fluricultural crops, Plant Disease, 75 (9):869-873.

Irisarri P, Gonnet S, & Monza J., 2001, Cyanobacteria in Uruguayan rice fields: diversity, nitrogen fixing ability and tolerance to herbicides and combined nitrogen, J Biotechnol, 4;91(2-3):95-103

Jackson MA, Shasha BS, Schisler DA., 1996, Formulation of Colletotrichum truncatum Microsclerotia for Improved Biocontrol of the Weed Hemp Sesbania (Sesbania exaltata), Biol Control, 7(1):107-13

Page 12: Pertanian Bermoral

12

James, J.R.; B.G Tweedy and L.C Newby, 1993, Efforts by industry to improve the environmental safety of pesticides, Ann. Rev. of Phytopathol., 31:423-439.

Johnstone, R.M; G.S Court; A.C Fesser; D.M Bradley; L.W Oliphant and J. D MacNeil, 1996, Long-term trends and sources of organochlorine contamination in Canadian Tundra Peregrine falcons, Falco peregrinus tundrius, Environmental Pollution, 93(2): 109-120.

Koul O, Jain MP, Sharma VK., 2000, Growth inhibitory and antifeedant activity of extracts from Melia dubia to Spodoptera litura and Helicoverpa armigera larvae. Indian J Exp Biol, 38(1):63-8

Kramer KJ, Morgan TD, Throne JE, Dowell FE, Bailey M, Howard JA., 2000, Transgenic avidin maize is resistant to storage insect pests. Nat Biotechnol 18(6):670-4

Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J, Thomas M., 2001, Biological control of locusts and grasshoppers, Annu Rev Entomol, 46:667-702

Milus, E.A. and C.E Parsons, 1994, Evaluation of foliar fungicides for controlling Fusarium head blight of wheat, Plant Disease, 78(7): 697-699.

Olsson, I.M, Jonsson S, Oskarsson A., 2001, Cadmium and zinc in kidney, liver, muscle and mammary tissue from dairy cows in conventional and organic farming, J Environ Monit, 3(5):531-8

Papavizas, G.C. and R.D. Lumsden, 1980, Biological control of soilborne fungal propagules, Annu. Rev. Phytopathol., 18 : 389-413.

Pyndji, M.; G.S. Abawi and R. Buruchara, 1997, Use of green manures in suppressing root rot severity and damage to beans in Uganda, Phytopathology, 87 (6) : 80.

Raizada RB, Srivastava MK, Kaushal RA, Singh RP. , 2001, Azadirachtin, a neem biopesticide: subchronic toxicity assessment in rats., Food Chem Toxicol, 39 (5):477-83

Reganold JP, Glover JD, Andrews PK, Hinman HR, 2001, Sustainability of three apple production systems, Nature, 410 (6831):926-30

Sannino, A., 1995, Investigation into contamination of proccessed fruit products by carbendazim, methyl thiophanate and thiabendazole, Food Chemistry. 52(1):57-61.

Sauerborn J, Doumlrr I I, Abbasher A, Thomas H, Kroschel J., 1996, Electron Microscopic Analysis of the Penetration Process of Fusarium nygamai, a Hyperparasite of Striga hermonthica, Biol Control, 7 (1):53-9

Schneider, R.W. (Ed), 1982, Suppressive soils and plant disease, St. Paul, Minnes\ota: American Phytopathology Society.

Schuler, C.; J. Pinky; M. Nasir and Vogtmann, 1993, Effects of composted organic kitchen and garden waste on Mycosphaerella pinodes (Berk. et Blox) Vestergr., causal organism of foot rot on peas (Pisum sativum L.), Biological Agriculture and Horticulture, 9: 353-360.

Shapiro, D.I.; G.L Tylka and L.C. Lewis, 1996, Effects of fertilizers on virulence of Steinernema carpocasea, Applied Soil Ecology, 3(1) : 27-34

Steinmetz, J. and F. Schonbeck, 1994, Conifer bark as growth medium and carrier for Trichoderma harzianum and Gliocladium roseum to control Pythium ultimum on pea, Journal of Plant Diseases and Protection, 101 (2) : 200-211.

Page 13: Pertanian Bermoral

13

Stoate C, Boatman ND, Borralho RJ, Carvalho CR, de Snoo GR, Eden P, 2001, Ecological impacts of arable intensification in Europe, J Environ Manage, 63(4):337-65

Suresh Babu G, Hans RK, Singh J, Viswanathan PN, Joshi PC, 2001, Effect of lindane on the growth and metabolic activities of cyanobacteria, Ecotoxicol Environ Saf, 48(2):219-21)

Thomas BA, Church WB, Lane TR, Hammock BD., 1999, Homology model of juvenile hormone esterase from the crop pest, Heliothis virescens, Proteins, 1;34(2):184-96

Wang X, Connor M, Smith R, Maciejewski MW, Howden ME, Nicholson GM, Christie MJ, King GF., 2000, Discovery and characterization of a family of insecticidalneurotoxins with a rare vicinal disulfide bridge, Nat Struct Biol., 7(6):505-13