perspektif hukum internasional atas tragedi kemanusiaan...

23
Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI Copyright by Hikmahanto Juwana 2017(c) 1

Upload: vuongdan

Post on 11-May-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perspektif Hukum Internasional atas

Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya

Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional

Fakultas Hukum UI

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 1

Cycle of Violence • Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya

berulang kembali. Menteri Luar Negeri Retno L.

Marsudi menyebutnya sebagai cycle of violence

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 2

Peta Myanmar dan Rakhine

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 3

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 4

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 5

Meletusnya Kekejaman Baru

• Awal terjadinya tragedi kemanusian kali ini

disebabkan oleh serangan yang dilakukan pada

tanggal 25 Agustus oleh Arakan Rohingya Salvation

Army (ARSA) atas sejumlah pos polisi o Serangan ini telah menewaskan sekitar 12 orang aparat keamanan.

• Otoritas keamanan Myanmar pun melakukan

serangan balik. Serangan tidak hanya ditujukan

kepada anggota ARSA yang melakukan

penyerangan, tetapi juga terhadap etnis

Rohingnya secara umum

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 6

• Para prajurit di lapangan melakukan tindakan yang eksesif tanpa upaya dari pemerintah untuk menghentikan. Etnis Rohingya dikumpulkan, tidak terkecuali perempuan dan anak-anak. Mereka pun mendapat perlakuan tidak semestinya o Sebagian ada yang meninggal dan banyak yang mengalami luka-luka.

Serangan balik oleh aparat keamanan jelas tidak proporsional.

• Akibatnya etnis Rohingya pun ketakukan dan melakukan eksodus besar-besaran dari tempat mereka bermukim

• Dalam catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) jumlanya mencapai lebih dari 120 ribu orang o Mereka terdiri dari anak-anak, wanita dan pria.

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 7

Keprihatinan Dunia • Para pejabat dari sejumlah negara, termasuk

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guetteres dan

tokoh dunia, seperti Malala Yousafzai dan Desmon

Tutu, memprihatinkan hal ini.

• Bahkan diantara mereka ada yang

memperingatkan tindakan oleh otoritas keamanan

dapat dikatagorikan sebagai ethnic cleansing.

Ethnic cleansing merupakan kejahatan terhadap

kemanusiaan (crimes against humanity) yang

merupakan salah satu kejahatan internasional.

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 8

Ikhtiar • Presiden Jokowi dalam pernyataan pada tanggal 3

September telah menyampaikan bahwa Indonesia akan melakukan tindakan kongkrit untuk menghentikan krisis kemanusiaan atas etnis Rohingya di Myanmar

• Presiden mengutus Menlu Retno untuk bertemu dengan pemimpin di Myanmar. Pada tanggal 4 September Menlu diterima oleh State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi dan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal U Min Aung Hlaing

• Di hari berikutnya Menlu juga berkunjung ke Bangladesh

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 9

• Tujuan utama dari kunjungan Menlu Retno ke Myanmar adalah dalam rangka untuk meringankan penderitaan etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Untuk itu beliau mengusulkan Formula 4+1

• Empat elemen ini terdiri dari: (i) mengembalikan stabilitas dan keamanan; (ii) menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan; (iii) perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama; dan (iv) pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan

• Sedangkan satu elemen lainnya adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 10

• Sementara kunjugan ke Bangladesh juga untuk hal

yang sama dengan cara membantu pemerintah

Bangladesh untuk bersedia manampung secara

sementara ribuan orang etnis Rohingya yang

melakukan eksodus

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 11

• Akar masalah terhadap atas etnis Rohingya meski kompleks dan multi dimensi adalah tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai salah satu etnis di Myanmar. Konsekuensinya mereka tidak memiliki kewarganegaraan (stateless) dan karenanya tidak mendapat perhatian atas hak-hak asasinya. Bahkan ada kecenderungan pemerintah Myanmar melakukan ethnic cleansing terhadap etnis Rohingya

• Tindakan yang mengarah pada ethnic cleansing atas etnis Rohingya dilakukan dengan mengambil momentum adanya konflik dengan etnis lain di Myanmar, atau terjadinya tindak pidana perkosaan oleh orang yang berasal etnis Rohingya terhadap orang yang berasal dari etnis lain. Bahkan tindakan ethnic cleansing terjadi seperti kejadian baru-baru ini dimana ARSA melakukan serangan terhadap otoritas keamanan di Myanmar

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 12

• Tindakan mengecam dan meminta untuk

menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh

otortitas keamanan tentu tidak memadai

• Bahkan memberi bantuan kemanusian merupakan

tindakan untuk meringankan penderitaan etnis

Rohingya yang melakukan eksodus

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 13

Kejahatan Internasional • Peristiwa di Negara Bagiah Rakhine disebut sebagai suatu

kekejaman bukannya tanpa dasar. Kekejaman terjadi karena pemulihan keamanan yang dilakukan oleh otoritas keamanan Myanmar sudah tidak lagi proporsional, bahkan mengarah pada tindakan ethnic cleansing. Para aparat di lapangan sulit untuk dikendalikan dan kecenderungan melakuakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat.

• Dalam hukum internasional, tindakan ethnic cleansing merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) yang merupakan salah satu kejahatan internasional (international crmies).

• Bahkan para petinggi negara meski tidak menginstruksikan pada aparat di lapangan bisa dimintakan pertanggung jawabannya secara pidana. Ini yang dikenal sebagai tanggung jawab atasan (superior atau command responsibility). Mereka dipersalahkan atas dasar melakukan pembiaran (by omission)

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 14

R2P • Untuk mengakhiri, bahkan pada saatnya

membawa mereka yang bertanggung jawab ke

peradilan internasional, masyarakat internasional

telah memunculkan sebuah konsep yang disebut

sebagai Responsibility to Protect (Kewajiban untuk

Melindungi) atau disingkat sebagai R2P

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 15

• R2P dimunculkan secara formal pada tahun 2005 dalam World Summit yang dihadiri oleh seluruh anggota PBB. Ketika itu negara-negara berkomitmen global berupa R2P untuk memastikan tidak terjadinya genosida, kejahatan perang, ethnic cleansing dan kejahatan terhadap kemanusiaan

• R2P adalah kewajiban yang dibebankan pada masyarakat internasional untuk melakukan intervensi di suatu negara dengan tujuan agar pengambil kebijakan mengakhiri tindakan yang dikualifikasi sebagai kejahatan internasional

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 16

• Bila dianalogikan dalam peristiwa sehari-hari, apakah masyarakat akan tinggal diam ketika tahu seorang suami di suatu rumah melakukan penganiayaan terhadap isteri dan anak-anaknya? Tentu jawabannya tidak. Dalam konteks demikian masyarakat yang tahu akan melapor kepada polisi

• Hal yang sama juga terjadi dalam hubungan antar negara. Masyarakat internasional tidak akan berdiam diri ketika pemerintah suatu negara melakukan kejahatan internasional terhadap rakyatnya. Hanya saja dalam konteks masyarakat internasional tidak dikenal adanya ‘polisi’ dunia

• Peran polisi digantikan oleh masyarakat internasional itu sendiri, apakah koalisi negara-negara atau melalui organisasi internasional maupun regional

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 17

• Dalam konsep R2P, intervensi atas kedaulatan

suatu negara dibenarkan mengingat tujuannya

adalah menyelamatkan nyawa dari banyak orang

dari suatu kekejaman

• Atas dasar ini pemerintah suatu negara tidak dapat

mengklaim kekejaman yang dilakukan terhadap

rakyatnya sebagai ‘urusan dalam negeri’ mereka

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 18

• Pada saat dunia disibukkan dengan berbagai

masalah dan PBB pun tidak berdaya untuk

mengambil langkah-langkah yang efektif, apakah

organisasi regional dapat melakukan R2P atas

suatu negara di kawasan?

• Ini menjadi pertanyaan sekaligus tantangan bagi

ASEAN sebagai sebuah organisasi regional dalam

kekejaman yang terjadi di Myanmar.

• Bila cycle of violence tidak juga berakhir apakah

ASEAN bisa bertindak terhadap pemerintah

Myanmar atas dasar R2P?

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 19

Peran ASEAN • Jawaban dari pertanyaan ini akan terjawab dalam

beberapa waktu ke depan. Bila pemerintah Myanmar tidak menghentikan atau membiarkan otoritas keamanannya terus melakukan persekusi, ethnic cleansing, bahkan genosida terhadap etnis Rohingya maka ASEAN harus bertindak

• Pemerintah Indonesia tentunya bisa mengambil inisiatif. Namun satu hal yang pasti R2P tidak seharusnya dilakukan secara unilateral oleh Indonesia o Amerika Serikat dalam sejumlah peristiwa selalu ‘mengajak’ negara-

negara lain untuk berperan serta atau memastikan mendapatkan persetujuan dari organisasi internasional, seperti PBB

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 20

• Inisiatif yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia adalah mengundang sidang darurat ASEAN

• ASEAN harus bersikap dan mengambil langkah yang tegas. ASEAN tidak seharusnya berkelit atas dasar Piagam ASEAN, khususnya terkait prinsip non-intervensi dan pengambilan keputusan yang didasarkan berdasarkan konsensus

• Negara-negara ASEAN tidak boleh berlindung pada PBB dengan mengatakan bahwa PBB-lah yang memiliki otoritas mengambil tindakan saat dugaan ethnic cleansing ataupun genosida terjadi di Myanma

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 21

Embargo Ekonomi • Sudah sewajar organisasi kawasan mengambil

inisiatif saat terjadi peristiwa yang mengarah pada

kejahatan internasional. Keberadaan ASEAN tidak

akan bermakna bila ASEAN tidak mampu men-

tackle masalah-masalah yang pelik

• Bila ASEAN akhinya mengambil tindakan R2P maka

sebagai langkah awal Myanmar dikenakan

embargo ekonomi

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 22

Terima Kasih

Copyright by Hikmahanto Juwana

2017(c) 23