persetujuan pembimbing - repository.iiq.ac.id
TRANSCRIPT
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul "Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia::
Problematika dan Solusinya" yang disusun oleh Jamili dengan Nomor Induk
Mahasiswa 211610108 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan
dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di
sidang munaqasyah.
Pembimbing I,
Prof. Dr. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA
Tanggal: 15 Agustus 2015
Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA
Tanggal: 14 Agustus 2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul "Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia::
Problematika dan Solusinya" yang ditulis oleh Jamili dengan Nomor Induk
Mahasiswa 211610108 telah diujikan di sidang munaqasyah pada Sabtu
tanggal 22 Agustus 2015 dan dinyatakan LULUS dengan yudisium/predikat
Amat Baik. Tesis ini telah disahkan sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Agama (MA) pada program pasca sarjana program Magister
Studi Islam Konsentrasi Syariah.
Direktur Program
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA
Panitia Ujian
Keterangan Tanda Tangan Tanggal
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA ___________ _______
Ketua Sidang
Dr. Ahmad Fudhaili, MA ___________ _______
Sekretaris
Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA ___________ _______
Penguji I
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA ___________ _______
Penguji II
Prof. Dr. KH. Said Agil Hussein al-Munawwar, MA ___________ _______
Pembimbing I
Prof. Dr. Fathurrohman Djamil, MA ___________ _______
Pembimbing II
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Jamili
NIM : 211610108
Tempat/ Tanggal Lahir : Pacitan, 02 Mei 1981
Menyatakan bahwa tesis dengan judul "Penentuan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia: Problematika dan Solusinya" adalah benar-benar asli karya saya
kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di
dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 19 Agustus 2015 M
04 Zulqa'dah 1436 H
Jamili
iv
KATA PENGANTAR
Alẖamdulillâh, ungkapan syukur yang mendalam penulis haturkan
kepada Dzat Yang Maha Pemberi segala rahmat, taufiq, hidayah dan Inayah
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Ungkapan syukur
itu lebih mendalam lagi karena dalam menyelesaikan studi pasca sarjana ini
penuh dengan liku – liku perjuangan karena harus berbagi dengan kegiatan
pesantren yang padat. Penulis masih teringat bahwa pada awal-awal semester
penulis sering tidur di jalan dalam perjalanan Jakarta –Ciputat dan Ciputat-
DQ karena kelelahan dan menahan kantuk yang sangat. Begitu juga alotnya
perjuangan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini disebabkan penulis tidak
mungkin untuk mengambil cuti dari kegiatan di luar kuliah untuk fokus
menyelesaikan tesis.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan
bantuan, motivasi, dan doa dari banyak pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung, moril maupun materil, perorangan maupun lembaga. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis haturkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
Al-Quran (IIQ) Jakarta sekaligus sebagai penguji I dalam ujian
munaqasyah tesis ini,
2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta sekaligus
pimpinan sidang munaqasyah serta Penguji II,
3. Prof. Dr. KH. Said Agil Hussein al-Munawwar, MA dan Prof. Dr.
H. Fathurrahman Djamil, MA sebagai anggota penguji sekaligus
sebagai Pembimbing I dan II atas segala bimbingan, arahan dan
motivasinya kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat
terselesaikan.
4. Segenap asatidz, tim dewan penguji ujian munaqasyah tesis ini,
5. Dosen pasca sarjana IIQ khususnya yang telah mentransfer ilmunya
kepada penulis selama penulis menimba ilmu di program pasca
sarjana IIQ Jakarta.
6. Segenap civitas akademika IIQ Jakarta yang selalu memberikan
motivasi dan informasi-informasi berharga kepada penulis selama
masa studi di IIQ.
7. Yayasan Islah Bina Umat melalui Ma'had Ali an-Nu'aimy yang telah
memberikan beasiswa studi S-2 kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan studi pasca sarjana di IIQ Jakarta.
v
8. Ayahanda Imam Muhadi dan Ibunda Sukatmi yang begitu gigih
memperjuangkan putra-putranya melanjutkan sekolah hingga
pendidikan tinggi. Jasa-jasamu akan selalu terkenang sepanjang
masa. Begitu juga mertua ayahanda H. Djamaluddin Hasan
(almarhum) dan Mama Hj. Zuhroh atas segala bantuan, motivasi dan
doa-doanya. Semoga dengan bertambahnya ilmu menjadikan ananda
semakin berbakti kepada orang tua,
9. Istriku tersayang Hj. Robiatul Adawiyah, M.Si, al-Ḫâfizhah yang
sudah banyak berbagi ilmu, pengalaman, motivasi dan materi sejak
mengarungi bahtera rumah tangga bersama hingga dalam
penyelesaian tesis ini.
10. Buat Ananda Akifa (2,5 tahun), Ukasyah (5 bulan) semoga menjadi
anak yang sholih, berbakti kepada orang tua dan keberadaanya
menjadi rahmatan li al-'âlamîn.
11. Keluarga besar Pacitan, Mas Muji sekeluarga, Mas Arif sekeluarga,
Mas Is sekeluarga dan keluarga besar Mama Jakarta atas bantuan,
motivasi dan doa-doanya semoga Allah selalu memudahkan segala
urusannya,
12. Para Asatidz Pesantren Terpadu Darul Qur'an Mulia Serpong yang
telah banyak berbagi tugas dengan penulis selama penulisan tesis ini
sehingga akhirnya bisa terselesaikan di sela-sela kegiatan pesantren
yang padat. Tidak lupa kami haturkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada Al-Ustadz KH. Abdul Hasib Hasan, Lc atas segala
nasehat-nasehat dan doa-doanya yang memberikan spirit kepada
penulis.
13. Kepada semua pihak yang telah berjasa membantu penyelesaian
tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu-persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat kepada
semua masyarakat dan khusunya bagi penulis sendiri. Penulis menerima
kritik dan saran atas karya sederhana ini.
Jakarta, 19 November 2015 M
07 Safar 1437 H
Ttd
Penulis
vi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
PERNYATAAN PENULIS ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................................. xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .............. 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................... 10
D. Metode Penelitian ................................................................ 11
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 12
F. Sistematika Pembahasan ...................................................... 16
BAB II : PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DALAM
KAJIAN FIKIH DAN PRAKTEKNYA DI INDONESIA
A. Tinjauan Fikih Tentang Penentuan Awal Bulan
Kamariah ........................................................................... 18
1. Penentuan Waktu Puasa Ramadhan dan hari raya Idul
Fitri ................................................................................ 18
2. Penentuan Awal Bulan Zulẖijjah .................................. 21
B. Penanggalan Kamariah dan Sejarah Penentuannya ........... 22
1. Penanggalan Kamariah ................................................. 22
2. Sejarah Penentuan Awal Bulan Kamariah .................... 25
C. Metodologi Penentuan Awal Bulan Kamariah .................. 33
1. Mazhab Rukyat ............................................................. 33
2. Mazhab Hisab ............................................................... 35
D. Sejarah dan Tujuan dibentuknya Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama ........................................................... 39
1. Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat ........................ 40
2. Perkembangan Badan Hisab dan Rukyat ...................... 41
E. Sistem Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia
dan Perhitungannya ........................................................... 44
1. Sistem Penetuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia .. 44
2. Perhitungan Awal Bulan Kamariah.. ............................... 47
vii
BAB III: PERBEDAAN PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH:
PENYEBAB DAN DAMPAKNYA DI INDONESIA A. Perbedaan Penentuan Awal Bulan Kamariah .................... 55
1. Perbedaan Pendapat Para ulama Tentang Ḫujjiyah
Hisab Sebagai Metode Penentuan Awal Bulan
Kamariah ....................................................................... 59
2. Perbedaan Pendapat Para Ulama' Tentang Mathla' ...... 73
3. Perbedaan Pendapat Para Ulama' Tentang Saksi
dalam Ru'yat al-Hilâl .................................................... 78
4. Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Hukum
Ru'yat al-Hilâl dengan Teknologi ................................. 83
5. Perbedaan Pendapat Para Ilmuwan Tetang Imkân ar-
Ru'yat atau Visibilitas Hilal .......................................... 87
6. Perbedaan Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia Dahulu dan yang Akan Datang .................... 98
B. Dampak Sosial Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariah ........................................................................... 100
1. Dampak Sosial Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Banyuwangi- Jawa Timur ........................ 101
2. Dampak Sosial Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Semarang – Jawa Tengah ......................... 103
3. Dampak Sosial Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Sleman – Yogyakarta ............................... 105
4. Dampak Sosial Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Tanggamus - Bandar Lampung ................ 107
BAB IV: UNIFIKASI PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH DI
INDONESIA
A. Strategi Unifikasi Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia ............................................................................ 109
1. Pendekatan Konsensus .................................................. 109
2. Pendekatan Otoritas ...................................................... 111
B. Pemerintah dan Ulil Amri .................................................. 113
1. Makna Ulil Amri dalam Al-Qur'an ............................... 113
2. Ulil Amri dalam Pandangan Fiqh Siyâsah .................... 117
3. Kewajiban Taat Terhadap Ulil Amri ............................ 122
C. Otoritas Pemeritah dalam Penetapan Awal Bulan
Kamariah ........................................................................... 126
1. Kedudukan Pemerintah dan Kementerian Agama ........ 127
2. Ruang Lingkup Kewenangan Pemerintah .................... 128
3. Mekanisme Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia ....................................................................... 129
viii
4. Keputusan Pemerintah dan Kemaslahatan .................... 131
5. Hukum Menaati Keputusan Pemerintah Dalam
Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia ............ 132
6. Langkah-Langkah Menuju Unifikasi Penetapan
Awal Bulan Kamariah di Indonesia .............................. 145
BAB V: PENUTUP .................................................................................. 151
A. Kesimpulan .......................................................................... 152
B. Saran-Saran .......................................................................... 162
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 154
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................... 164
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
1. Konsonan
No Huruf Arab Nama No Huruf Arab Nama
th : ط a 16 : أ 1
zh : ظ b 17 : ة 2
' : ع t 18 : ث 3
gh : غ ts 19 : ث 4
f : ف j 20 : ج 5
q : ق ẖ 21 : ح 6
k : ك kh 22 : خ 7
l : ل d 23 : د 8
m : و dz 24: ذ 9
n : ن r 25 : ز 10
w : و z 26 : ش 11
h : ي s 27 : س 12
' : ء sy 28 : ش 13
y : ي sh 29: ص 14
dh: ض 15
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fatẖah : a أ : â ْي ..َ. :ai
Kasrah : i ي : î ْو ..َ. :au
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariah.
x
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Baqarah : انبقسة
al-Madînah : انمديىت
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah.
Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
مانسج : ar-rajul
as-Sayyidah : انسيدة
as-Syams : انشمس
ad-Dârimî : اندازمي
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambing ()ّ,
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, nbaik tasydid yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
Âmannâ billâhi : آمَىَب بِبلله
Âmana as-Sufahâu : آمَهَ انسُفَهَبءُ
Inna al-ladzîna : إِنَ انَرِيْهَ
Wa ar-rukka'i : وانُسكَّعِ
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau dikuti oleh kata
sifat (na'at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf "h".
Contoh:
al-Af'idah : الأفئدة
al-Jâmi'ah al-Islâmiyyah : انجبمعت الإسلاميت
Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi
huruf "t". Contoh:
Âmilatun Nâshibah : عبمهت وبصبت
al-Âyat al-Kubrâ : الآيت انكبسى
xi
SISTEM PENENTUAN
AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA
(Problematika dan Solusinya)
Abstrak
Masalah perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Zulhijjah di Indonesia merupakan masalah yang klasik tetapi tetap aktual dan
menjadi permasalahan besar di masyarakat. Perbedaan penetapannya
menimbulkan keresahan, mengganggu kekhusyu'an ibadah dan ukhuwwah.
Keresahan tersebut meliputi kebingungan masyarakat, saling menggunjing
antar tetangga, perdebatan yang memanas antara anggota keluarga dan
masyarakat, hingga pada konflik sosial dan bentrokan fisik.
Sebetulnya Menteri Agama sebagai representasi pemerintah telah
menyelenggarakan sidang isbat yang melibatkan unsur pemerintah (umarâ'),
ulama, para ahli dan ormas untuk menetapkan awal bulan-bulan tersebut.
Namun demikian, tidak semua ormas mematuhi hasil sidang isbat tersebut.
Pemerintah tidak tegas menindak ormas islam yang menyelisihi ketetapan
pemerintah. Akhirnya, problematika penentuan awal bulan tersebut menjadi
berlarut-larut dan belum kunjung mendapatkan solusi.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji: (1) Sistem penentuan awal bulan
Kamariah di Indonesia, (2) Apa dan bagaimana problematikanya, (3)
Bagaimana relevansi penyatuan awal bulan Kamariah untuk menjawab
problematika tersebut lalu bagaimana strateginya? Pendekatan penelitian ini
adalah kualitatif. Analisis datanya bersifat induktif dengan terlebih dahulu
mengungkap fakta-fakta tentang sistem penetapan awal bulan Kamariah di
Indonesia, faktor-faktor penyebab perbedaan dan dampaknya.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penyeragaman penetapan awal
bulan Kamariah di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Upaya
penyeragamannya tidak cukup dengan pendekatan konsensus (kesepakatan)
sebagaimana yang dilakukan Pemerintah selama ini, melainkan harus
ditindaklanjuti dengan pendekatan otoritas yakni dengan menerbitkan
undang-undang yang mengikat semua pihak. Pemerintah adalah ulil amri
yang berwenang penuh menetapkan awal bulan Kamariah yang dilakukan
secara obyektif dan ilmiah. Penetapan awal bulan Kamariah temasuk dalam
kategori fikih ijtimâ'î sehingga harus diatur pemerintah supaya tidak terjadi
kekacauan. Pemerintah harus menindak tegas ormas yang tidak mematuhi
ketetapan pemerintah.
Penulis sependapat dengan pemikiran beberapa tokoh seperti Ibrahim
Hosein dan Mahyuddin Nawawi yang menyatakan wajibnya mematuhi
ketetapan pemerintah. Pendekatan otoritas diperlukan untuk mewujudkan
kesatuan penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah penentuan awal bulan Kamariah yang berkaitan dengan ibadah
umat Islam yaitu Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah merupakan masalah
klasik yang tetap aktual dan menjadi permasalahan besar di masyarakat.1
Dikatakan klasik karena sejak lama2 permasalahan ini belum juga tuntas
dibahas. Permasalahan ini juga dikatakan menjadi polemik karena para ulama
berselisih pendapat sampai sekarang dan belum menemukan jalan tengah
yang disepakati bersama.3 Demikian juga permasalahan tersebut masih tetap
aktual karena selalu menjadi topik diskusi hangat hampir setiap tahun.
Kemudian dikatakan menjadi masalah besar karena dampak perbedaan
penetapan bulan Kamariah sering menimbulkan keresahan di kalangan umat
Islam yang dapat mengganggu kekhusyu‟an ibadah dan ukhuwwah.4
Keresahan ini mulai dari kebingungan masyarakat karena tidak adanya
kepastian, saling menggunjing antar tetangga, perdebatan-perdebatan yang
memanas antara anggota keluarga dan masyarakat, hingga pada konflik sosial
dan bentrokan fisik.
Hal ini semua menyebabkan para ahli hisab rukyat dan pihak-pihak yang
berkepentingan, secara serius membahasnya dan berupaya dengan sungguh-
sungguh untuk mencari solusi penyeragamannya. Usaha penyatuan sudah
banyak dilakukan dan secara umum sudah menghasilkan banyak kemajuan,
namun harapan akan keseragaman tersebut belum juga terwujud.5 Untuk
skala internasional usaha penyatuan ini telah dimulai oleh Organisasi
Konferensi Islam pada tahun 1966.6 Adapun untuk skala Indonesia usaha
1 Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq (ed.), Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Pemersatu
Umat, (Tasikmalaya: Yayasan Asy Syakirin Rajadatu Cineam, 2005), h. v. 2 Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa perbedaan interprestasi mengenai rukyat dan hisab
ini muncul mulai abad ke 3 H (Abû al-Abbâs Taqiyuddîn Aẖmad bin 'Abd as-Salâm bin
Abdullâh bin Taimiyyah, Majmû‟ al-Fatâwâ, juz XXV, (Dâr al-Wafâ: 1426 H), h. 103. 3 Ibnu Taimiyyah, Majmû‟ al-Fatâwâ, h. 103
4 Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq (ed.), Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Pemersatu
Umat, h. 49. 5 Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariah dan Permasalahannya di
Indonesia,” dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, (ed.), Hisab Rukyat dan
Perbedaannya, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Beragama
Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2004), h. 12 6 Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariah dan Permasalahannya di
Indonesia” dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, (ed.), Hisab Rukyat dan
Perbedaannya, h. 12.
2
tersebut juga sudah dilakukan secara intensif antara lain dengan dibentuknya
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI tahun 1972.7
Dalam penentuan awal bulan Kamariah dikenal ada metode hisab dan
rukyat. Pada praktiknya metode-metode ini sering menghasilkan kesimpulan
yang berbeda-beda. Sebagai contoh adalah penetapan awal Ramadhan 1435
H yang lalu Muhammadiyah dengan metode hisab wujûd al-hilâl-nya
merayakan Idul Fitri pada hari Sabtu, 28 Juni 2014. Adapun Nahdlatul Ulama
(NU), ormas yang memakai metode rukyat dalam menetapkan awal bulan –
memulai puasa Ramadhan bersama pemerintah pada hari Ahad, 29 Juni 2014.
Perbedaan penetapan ini disebabkan karena ketinggian hilal dianggap belum
memenuhi kriteria visibilitas hilal (imkân ar-ru'yat) yaitu 2˚ meskipun sudah
di atas ufuk. Perbedaan juga terjadi pada penetapan Idul Fitri tahun 1432 H
yang lalu. Muhammadiyah merayakan Idul Fitri pada hari Selasa, 30 Agustus
20118 sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan awal bulan Syawal
bersama pemerintah pada hari Rabu, 31 Agustus 2011.9 Perbedaan sebelum
itu juga terjadi pada penetapan Syawal 1418 H, Zulhijjah 1420 H, Ramadhan
1422 H, Zulhijjah dan Syawal 1423 H, Syawal 1427 H, Syawal 1428,
Zulhijjah 1431 H, Syawal 1432 H10
, dll. Perbedaan penetapan hari-hari besar
Islam tersebut telah mengakar di Indonesia dan terjadi berulang kali sejak
puluhan tahun yang lalu. Perbedaan seperti ini akan terus terulang pada
tahun-tahun mendatang apabila tidak ditemukan solusi pemecahannya.
Pemerintah sudah berusaha mencari solusi perbedaan ini antara lain
dengan membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) Departemen Agama tahun
1972 yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur berbagai organisasi
keagamaan, MUI11
, Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Hidro
Oseanografi, planetarium, IAIN, Pengadilan Agama dan Departemen Agama
pusat. Badan ini bertugas untuk memberikan saran kepada Menteri Agama
dalam penentuan awal-awal bulan Kamariah, terutama bulan-bulan yang ada
kaitannya dengan ibadah. Akan tetapi, harapan akan keseragaman dalam
penetapan awal bulan tersebut belum juga terwujud. Masyarakat muslim
Indonesia melalui ormas-ormas Islam masih belum sepakat tentang metode
penetapan awal bulan Kamariah.
7 Lihat S.K. Menteri Agama No 76 tahun 1972 Tentang Pembentukan Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama. 8 Http: //Nasional.Kompas.com, Muhammadiyah Rayakan Lebaran 30 Agustus 2011,
diakses pada tanggal 25 November 2011. 9 Http://www.voanews.com/indonesian/news/Indonesia Rayakan Idul Fitri 1432 H
pada hari Rabu, diakses tanggal 25 November 2011. 10
Mutoha Arkanuddin, 23 Tahun Keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan
Ramadhân, Syawal dan Zulhijah di Indonesia, http://rukyatulhilal.org/artikel/23-tahun-isbat-
indonesia diunduh tanggal 19 April 2013. 11
Dalam struktur komisi fatwa MUI sudah meliputi unsur-unsur ormas keagamaan
seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dll.
3
Secara metode, upaya yang dilakukan pemerintah dalam
mengkompromikan hisab dengan rukyat adalah dengan menetapkan kriteria
imkân ar-ru'yat. Dalam kriteria ini, hasil ru'yat al-hilâl bisa ditolak apabila
tidak memenuhi standar kriteria imkân ar-ru'yat.12
Penolakan hasil rukyat
dengan alasan astronomi ini turut menjadi salah satu problem karena di
dalam hadits secara tegas disebutkan bahwa:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: „Berpuasalah karena
melihatnya (hilal) dan berbukalah kerena melihatnya. Beribadahlah
karena melihat hilal itu, jika (penglihatan kalian) tertutup mendung
maka sempurnakanlah bulan Syawal itu menjadi 30 hari. Jika ada dua
orang saksi menyaksikan (hilal) itu maka berpuasalah dan berbukalah!”
(H.R. an-Nasâî)
Dalam riwayat yang lain Rasûlullâh menyuruh berpuasa hanya dengan
kesaksian satu orang saja yaitu seorang Arab Badui sebagaimana dalam
hadits berikut:
14
“Musa bin Abdurrahman memberitahukan kepada kami bahwasannya Ia
berkata: Ḫusain telah menceritakan kepada kami dari Zâidah dari Simâk
dari „Ikrimah dari 'Ibnu Abbas r.a. Ia berkata: „Telah datang seorang
badui kepada Nabi Saw. lalu berkata: „Sesungguhnya saya telah melihat
12
Beberapa ulama seperti al-Qalyûbî, Ibnu Qâsim al-Ubbâdî, as-Syarwanî dan as-Subkî
mendukung konsep imkân ar-ru'yat seperti ini. (Wahyu Widiana, "Kriteria Imkanrrukyat
Menurut Kerjasama Negara-Negara MABIMS," dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq,
(ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Pemersatu Umat, h. 117. 13
Abû Abdirrahmân Ahmad Bin Syu‟aib an-Nasâ‟î, as-Sunan al-Kubrâ, (Beirut: Dar
Ihyâ at-Turâts al-Arabî, t.t.), Kitâb as-Shiyâm Bâb Qabûlî Syahâdati ar-Rajuli al-Wâẖidi
„Alâ Hilâli Syahri Ramadhân, h. 366 14
An-Nasâ‟î, as-Sunan al-Kubrâ, h. 365
4
hilal pada malam itu, lalu Rasulullah Saw. bersabda: „Apakah engkau
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu hamba
dan rasul-Nya?‟, ia berkata: „ya‟. Rasulullah bersabda: „Ya Bilal,
umumkan kepada orang-orang untuk berpuasa (Ramadhân) besok".
(H.R. an-Nasâî)
Dalam hadits di atas, beliau mencukupkan dengan satu kesaksian saja,
sama sekali tidak meminta tambahan kesaksian lagi.
Terkait batas imkân ar-ru'yat 2 derajat sebagaimana yang menjadi
rujukan Pemerintah sebetulnya juga masih dipertanyakan akurasinya oleh
para ahli hisab atau astronom.15
Dalam kitab Sullam al-Nâyirain dijelaskan
bahwa batas minimal ketinggian hilal yang dapat dilihat adalah 9 derajat, 7
derajat, 6 derajat, selanjutnya dikatakan tidak ada ketentuan pasti.16
Muktamar penyatuan kalender Hijriah internasional di Turki tahun 1978
merumuskan bahwa awal bulan sudah masuk apabila tinggi hilal sekurang-
kurangnya 5 derajat di atas ufuk dan jaraknya dari matahari sekurang-
kurangnya 8 derajat.17
Lain lagi dengan pendapat astronom asal Prancis,
Andre Louis Danjon yang menyebutkan bahwa ketinggian hilal minimal 7°
adalah batas minimal hilal bisa dirukyat. Kriteria ini kemudian terkenal
dengan „Kriteria Limit Danjon‟.18
Dari beberapa kriteria ini mengundang pertanyaan besar, apakah limit
imkân ar-ru'yat 2° yang ditetapkan pemerintah bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah atau tidak? Perlu diketahui bahwa kriteria itu dihasilkan dari
klaim keberhasilan ru'yat al-hilâl di Indonesia. Padahal kita dapati banyak
klaim keberhasilan ru'yat al-hilâl ketika ketinggian hilal masih di bawah 2°
menurut perhitungan astronomi19
. Lalu sebetulnya masihkah relevan batas
imkân ar-ru'yat 2° itu?
Dalam konteks Indonesia, penentuan awal bulan dengan konsep wujûd
al-hilâl juga turut menjadi penyebab perbedaan penetapan awal bulan
15
Wahyu Widiana, "Kriteria Imkanrrukyat Menurut Kerjasama Negara-Negara
MABIMS," dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju
Pemersatu Umat, h. 122 16
Muhammad Mansûr bin 'Abdul Hamîd, Sullam an-Nayyirain; Risalah 1 Madrasah al-
Khoiriyyah al-Manshûriyyah, (Jakarta, Tanpa Tahun), h. 8. 17
Wahyu Widiana, "Kebijaksanaan Pemerintah Indonesia dalam Menyikapi
Permasalahan Hisab Rukyat di Tingkat Nasional dan Internasional dalam Hisab Rukyat",
dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Jembatan Menuju Pemersatu Umat, h. 31. 18
Sultan, A.H. The Observatory:First Visibility Of The Lunar Crescent: Beyond
Danjon‟s Limit, Ed. 127, No 1, (Yemen: Physics Department, Sana‟a University, 2007), h. 2 19
Para ahli astronomi di Indonesia dan Malaysia banyak yang mengkritik keras
terhadap kriteria tinggi hilal 2 derajat tersebut, dan dianggap melecehkan ilmu pengetahuan.
Lihat Wahyu Widiana, "Kriteria Imkanrrukyat Menurut Kerjasama Negara-Negara
MABIMS," dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju
Pemersatu Umat, h. 122)
5
Kamariah. Hal itu terjadi apabila posisi bulan sudah positif di atas ufuk,
tetapi ketinggiannya masih di bawah batas visibilitas hilal atau batas
kemungkinan hilal bisa diamati. Dalam posisi ini dapat dipastikan terjadi
perbedaan. Perbedaan ini misalnya terjadi pada Ramadhan 1433 H/2012 M
kemarin. Pada saat Maghrib 29 Sya'ban 1433 H/19 Juli 2012 M, tinggi bulan
1 13' (markas hisab Yogyakarta). Dengan ketinggian ini belum mencapai
kriteria imkân ar-ru'yat 2 meskipun sudah positif. Begitu juga terjadi pada
Ramadhan 1434 H, Ramadhan dan Syawal 1435 H. Dengan kriteria ini
dipastikan akan berbeda juga mengawali Zulhijjah 1436 H nanti. Yang
kemudian patut dipertanyakan adalah apakah boleh menetapkan awal
Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah menggunakan kriteria wujûd al-hilâl bukan
rukyat al-hilâl sebagaimana yang secara jelas disebutkan dalam hadits?
Tentang penggunaan hisab sebagai metode penetapan awal bulan
mereka berargumen dengan dalil-dalil syar‟i yang sifatnya umum20
yaitu
antara lain dengan menafsirkan lafadz 'syahida' dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
185 dengan syahida bi ar-ra‟yi (melihat dengan ilmu pengetahuan). Mereka
juga menggunakan lafadz faqdurû lahû dalam hadits tentang kaifiyyah
penetapan awal bulan Syawal dan Ramadhan sebagai justifikasi kebolehan
penggunaan hisab . Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:
21
“Abdullâh bin Maslamah menceritakan kepada kami, Mâlik menceritakan
kepada kami dari Nâfi‟ dari Abdullâh bin Umar r.a. bahwa Rasulullâh SAW
menyebut Ramadhân lalu berkata: „Jika kalian melihatnya (hilal) maka
berpuasalah (Ramadhân), dan jika kalian melihatnya (lagi) maka berbukalah
(akhiri puasa Ramadhân), lalu apabila hilal tertutup mendung maka
perkirakanlah” (H.R. al-Bukhârî).
Secara logika - masih menurut mereka- pergantian bulan pada
hakekatnya dimulai pada saat ijtimâ‟. Pasca ijtimâ‟ tersebut sebenarnya hilal
sudah wujûd meskipun belum kelihatan oleh mata telanjang. Secara spesifik
mengenai hisab wujûd al-hilâl mereka berdalil dengan ayat Al-Qur‟an surat
Yâsîn ayat 39-40 sebagai berikut:
20
Majelis Tarjih Muhammadiyah, "Penggunaan Hisab dalam Penetapan Bulan Baru
Kamariah", dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, (ed.), Hisab Rukyat dan
Perbedaannya, h. 20-28 21
Al-Imâm al-Ḫâfidz Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî, Shahîh
Bukhârî, Jilid II, (Beirut: Al-Maktabah al-„Ashriyyah, 1429 H/ 2008 H), Bab Qauli an-Nabî
Idzâ Ra‟aitum al-Hilâl Fashûmû wa Idzâ Ra‟aitumûhu fa Afthirû, h. 567
6
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
(setelah ia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia sebagai
bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan
bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing
beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Yâsîn [36]: 59-60)
Ayat ini oleh penganut aliran wujûd al-hilâl dimaknai sebagai berikut:
”Awal bulan ditandai dengan wujudnya hilal" saat “matahari mulai mengejar
bulan” dengan terbenam lebih dahulu pada saat “malam menggantikan
siang”.22
Apakah interprestasi ini bisa menjadi dalil terhadap keabsahan teori
wujûd al-hilâl dalam penentuan awal bulan Kamariah? Apakah al-ibratu
biwujûd al-hilâl atau al-„ibratu bi ru'yat al-hilâl?
Namun di sisi lain seiring pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
maka perhitungan astronomi atau hisab semakin akurat. Bahkan banyak
yang mengatakan bahwa hasil hisab itu qath‟î karena akurasi hasil
perhitungannya sangat tinggi setelah melalui uji coba berkali-kali. Sementara
metode rukyat yang dianggap sudah mapan dalil syar‟inya tidak lepas dari
kekurangan. Kekurangan itu terletak pada besarnya kemungkinan kesalahan
pada praktek ru'yat al-hilâl dengan iklim di Indonesia yang tropis.
Muncul sebuah pandangan untuk menyeragamkan awal bulan Kamariah
di seluruh dunia Islam yaitu dengan metode rukyat global. Ide ini merupakan
salah satu kesimpulan muktamar Penyatuan Kalender Hijriah Internasional
yang disenggarakan di Turki pada tahun 1978. Ide ini juga didukung oleh
organisasi Islam seperti Hizbut Tahrir.23
Rukyat global merupakan sebuah teori yang berangkat dari teori ittifâq
al-mathâli‟.24
Menurut teori ittifâq al-mathâli‟, peristiwa terbit hilal yang
dapat dirukyat dari suatu kawasan bumi tertentu mengikat seluruh kawasan
22
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), h. 78-
82. 23
M. Shiddiq Al-Jawi, "Penentuan Awal Bulan Qamariah: Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia", Makalah disampaikan dalam seminar nasional bertema Penentuan Awal Bulan
Qamariah di Indonesia Merajut Ukhuwah di Tengah Perbedaan, diselenggarakan oleh
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Kamis - Ahad, 27-30 Nopember 2008, di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tidak diterbitkan (t.d.) 24
Di dalam wacana fikih ada dua teori tentang mathla‟ yaitu teori ittifâq al-mathâli‟
yang dianut oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, dan teori ikhtilâf al-Mathâli‟ yang
dibangun oleh mazhab Syafi'i. Di Indonesia, MUI melalui fatwanya tahun 1980 lebih
cenderung kepada teori ittifâq al-Mathâli‟ ini.
7
bumi lainnya di dalam mengawali dan menyudahi puasa Ramadhan.
Dasarnya ialah dzâmir jama‟ pada hadits “shûmû liru'yatihî”. Namun
demikian hadits ini ternyata tidak bisa langsung diamalkan. Tidak saja harus
disandingkan pemahamannya dengan hadits lain25
yang menguatkan teori
ikhtilâf al-mathâli‟ tetapi juga dari sisi aplikasi teknisnya yang dipertanyakan
oleh para astronom.26
Sesungguhnya perbedaan dalam masalah furû‟ adalah suatu kemestian
sesuai dengan tabiat agama (Islam), bahasa, manusia dan alam serta
kehidupan.27
Mencapai konsensus pada persoalan furû‟ itu tidaklah
mungkin.28
Oleh karena itu banyak perbedaan dalam masalah furu‟ yang
lahir mulai ratusan tahun yang lalu, tertulis dalam kitab-kitab turâts dan
sekarang masih menjadi perbedaan yang masih diperselisihkan dan
dipertentangkan.
Dalam sejarah perjalanan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri di
Indonesia kita temukan berbagai aspek dan titik perbedaan dikalangan ahli.
Perbedaan tersebut tidak hanya akibat penggunaan metode hisab di satu sisi
dan rukyat di sisi yang lain –sebagaimana yang lebih popular dengan
perbedaan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama- melainkan juga
perbedaan di internal hisab dan rukyat sendiri. Titik-titik perbedaan itu
jumlahnya bisa meliputi puluhan yang merupakan permasalahan
ijtihâdiyyah.29
Menyatukan pendapat dalam permasalahan ijtihâdiyyah adalah sangat
sulit kalau bahkan tidak disebut mustahil. Begitu juga dalam permasalahan
25
Hadits lain itu adalah riwayat Kuraib yang ditakhrîj oleh Imam Muslim, bahwa Ibnu
Abbas yang tinggal di Madinah menolak berpegang pada rukyat penduduk Syam kendati
telah diisbat oleh khalifah Mu'awiyah. Ibnu Abbas mengemukakan alasan dengan hadis:
Hâkadzâ Amaranâ Rasûlullâh (Beginilah Rasulullah menyuruh kami). 26
Misalnya ada 6 kota yaitu Samoa (di extrim Barat, GMT-11), New York (GMT-5),
London (GMT+0), Makkah (GMT+3), Jakarta (GMT+7), dan Tonga (extrim timur,
GMT+13). Asumsikan pada Ahad sore mereka melakukan ru'yat al-hilâl. Pasti yang rukyat
terlebih dahulu adalah Tonga dan yang paling terakhir adalah Samoa. Kalau misalnya rukyat
di Tonga pada hari Ahad pukul 18.00 rukyat berhasil maka kota-kota yang lain bisa
disamakan. Tetapi apabila yang berhasil melihat hilal hanya Samoa maka kota lain tidak bisa
mengikuti karena kota-kota itu sudah berganti hari. Kesimpulannya adalah konsep rukyat
global masih menyisakan kesulitan secara teknis. 27
Yûsuf al-Qaradhâwî, Fikih dan Perbedaan Pendapat, terj. Aunur Rofiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2007), Cet. 15, h. 69-81 28
Yûsuf al-Qaradhâwî, Fikih dan Perbedaan Pendapat, terj. Aunur Rofiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2007), Cet. 15, h. 295 29
Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Kamariah dan Permasalahannya di
Indonesia, dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan
Menuju Pemersatu Umat, h. 50-55. Baca juga Wahyu Widiana, "Perbedaan itu Ijtihad",
dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju
Pemersatu Umat, h. 130
8
penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri ini. Hal ini diakui oleh Mahyuddin
Nawawi, seorang anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama.
Menurutnya jalan keluar (solusi) dari keadaan ini adalah negara menegakkan
kembali wibawa dan menjalankan haknya, yaitu hak untuk mengatur segala
hal yang menyangkut ketertiban masyarakat, keamanan, dan kepastian
hukum. Dalam soal penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri, negara selama
ini sudah menempatkan dirinya dalam posisi yang lemah. Sehingga negara
terpengaruh dan tersesat oleh adanya perbedaan khilâfiyyah yang terjadi di
kalangan umat Islam. Penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri sepenuhnya
adalah wewenang negara sehingga tidak diijinkan warga negara
mengaturnya. Apakah negara dalam menetapkannya akan menggunakan
sistem rukyat, atau hisab atau menggabungkannya maka hal itu adalah
wewenang negara sepenuhnya. Jalan untuk sampai kesana dapat melalui
undang-undang sebagaimana undang-undang perkawinan atau instruksi
presiden sebagaimana Kompilasi Hukum Islam. Jalan inilah yang kemudian
disebut sebagai “menegakkan mazhab negara”. Sekalipun pada awalnya ada
yang merasakannya sebagai cara memaksa, namun pada akhirnya akan
mendatangkan keuntungan bagi semua pihak30
dan menjadi satu-satunya
solusi penyatuan penetapan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia.
Sebuah qâ‟idah fiqhiyyah menyatakan:
31
"Ketetapan al-ẖâkim dalam masalah-masalah ijtihad mengangkat
perbedaaan".
Campur tangan pemerintah menjadi sebuah keniscayaan untuk
menyelesaikan perbedaaan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri itu.
Sebab permasalahan sudah masuk dalam ranah fiqh ijtimâ‟i sehingga tanpa
pengaturan dari pemerintah akan mengakibatkan timbulnya kekacauan di
masyarakat.
Pemerintah dalam penentuan awal bulan Kamariah ini harus memilih
pendapat yang paling râjih baik dari sisi syar‟i maupun dari sudut pandang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendapat yang râjiẖ dan akurat inilah yang
harus dijadikan acuan untuk penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia.
Dalam kacamata fiqh, usaha yang dilakukan pemerintah dalam
menetapkan awal Ramadhan dan Idul Fitri adalah sebuah ijtihad. Kaedah
yang berlaku di dalam ijtihad adalah:
30
Mahyuddin Nawawi, “Menegakkan Madzab Negara”, dalam Khoirul Fuad Yusuf dan
Bashori A. Hakim (ed.), Hisab Rukyat dan Perbedaannya, (Jakarta: Proyek Peningkatan
Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat
Keagamaan Departemen Agama RI, 2004), h. 229 31
Asymuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fikih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. I,
h. 70
9
"…Dari 'Amr bin 'Âsh bahwa Ia mendengar Rasûlullâh Saw. berkata:
'Siapa yang berijtihad lalu benar (ijtihadnya) maka baginya dua pahala,
dan siapa yang berijtihad lalu salah, maka baginya satu pahala". (H.R.
al-Bukhârî)
Kaidah ini menjamin keputusan apapun yang dikeluarkan pemerintah
tidak bisa dikatakan salah apabila prosesnya sudah dilakukan sebaik-baiknya.
Tulisan ini akan membahas aspek-aspek perbedaan dalam penetapan
awal bulan Kamariah di Indonesia. Pemetaan aspek-aspek perbedaan tersebut
akan semakin menampakkan bahwa hal tersebut begitu komplek dan ijtihâdî.
Dalam pembahasan ini juga akan diuraikan sejauh mana dampak perbedaan
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia sehingga menjadi argumentasi
dalam mewujudkan ide penyatuan awal bulan Kamariah itu. Judul yang
diangkat untuk membingkai diskursus pembahasan ini adalah “Sistem
Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas tergambar sketsa
permasalahan antara lain sebagai berikut:
a. Mentarjih pendapat para ulama hisab dan rukyat tentang perbedaan
penetapan awal bulan Kamariah.
b. Melakukan kajian historis proses lahirnya undang-undang di
Indonesia yang berlatar belakang perbedaan pendapat yang sengit di
kalangan para ulama.
c. Melakukan 'studi banding' penetapan awal bulan Kamariah di negara-
negara berpenduduk muslimyang berhasil melakukan unifikasi
kalender Hijriah.
32
Al-Bukhârî, Shahîh Bukhârî, Juz XXII, Bâb Ajru al-Hâkim Idzâ Ijtahada Fa Ashâba
Au Akhtha'a, h. 335
10
d. Melakukan kajian secara komprehensif dan mendalam tentang sistem
penetapan awal bulan Kamariah dan problematikanya di Indonesia
dan internasional.
2. Pembatasan Masalah
Dikarenakan luasnya kajian tentang penetapan awal bulan
Kamariah ini maka penulis akan membatasi tema bahasan penelitian
pada sistem penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia. Yang
dimaksud awal bulan Kamariah adalah awal bulan Ramadhan, Syawal,
dan Zulhijjah. Ketiga bulan ini adalah bulan-bulan yang berkaitan
langsung dengan ibadah umat Islam yaitu puasa Ramadhan, Idul Fitri
dan haji.
Dalam pembahasan penelitian ini, perbedaan pendapat para ulama
dan ahli hisab rukyat yang akan disebutkan tidak sampai pada tahap
mentarjih. Hal ini diperlukan penulis untuk menegaskan bahwa
perbedaan-perbedaan pendapat para ulama tersebut masuk dalam ranah
ijtihad.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana sistem penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia?
b. Apa dan bagaimana problematika penetapan awal bulan Kamariah
tersebut?
c. Bagaimana relevansi penyatuan penetapan awal bulan Kamariah
untuk menjawab problematika tersebut dan bagaimana strategi
penyatuannya?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem penentuan awal
bulan Kamariah dan problematikanya di Indonesia serta menjajaki
relevansi penyatuannya untuk menjawab problematika tersebut.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil kajian ini diharapkan akan berguna baik secara teoritis maupun
praktis sebagai berikut:
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
kontribusi bagi khazanah pengembangan pemikiran hisab rukyat,
khususnya tentang penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua
pihak baik pemerintah, ormas maupun masyarakat dalam mencari
solusi atas problematika penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.
11
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini lebih tepat
dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan (Applied Research), yakni
penelitian yang dilakukan dalam rangka menjawab kebutuhan dan
memecahkan masalah-masalah praktis.33
Sebagaimana yang dikatakan
sebelumnya, penentuan awal bulan Kamariah ini telah menjadi polemik
yang berkepanjangan. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat
menjawab problema tersebut dengan menawarkan solusi yang tepat.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif.34
Mula-mula peneliti akan mendiskripsikan sistem penentuan
awal bulan Kamariah dan problematikanya di Indonesia. Setelah itu
penulis akan menjajaki relevansi penyatuan penetapan awal bulan
tersebut menjawab problematika yang muncul.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara teknis yang
dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data-data penelitian. Beberapa
tahapan yang ditempuh peneliti dalam library research ini adalah
sebagai berikut:
a. Menghimpun literatur yang berkaitan dengan penentuan awal bulan
Kamariah di Indonesia. Literatur tersebut berbentuk buku, undang-
undang, keputusan pemerintah, fatwa MUI atau ormas, majalah,
koran, internet dan lain-lain termasuk hasil sidang isbat Kementerian
Agama RI yang diselenggarakan setiap menjelang awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.
b. Mengklasifikasikan literatur tersebut berdasarkan jenisnya yaitu
primer atau sekunder. Data primer adalah data yang terkait langsung
33
Penelitian Terapan (Applied Research) adalah penelitian yang diarahkan untuk
mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah dengan tujuan
menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan sebuah teori dalam memecahkan
masalah-masalah praktis.Penelitian ini juga diarahkan untuk menjawab pertanyaan yang
lebih spesifik dalam rangka penentuan kebijakan, tindakan dan kinerja tertentu. (Lihat:
Benny Kurniawan, Metodologi Penelitian, (Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2012), Cet.1, h.
15). 34
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll. seecara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
(Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda, 2011), Cet. XXIX,h.
6)
12
dengan objek penelitian sedangkan data sekunder adalah data
pendukung.35
c. Mengelompokkan data berdasarkan sistematika pembahasan yang
telah disiapkan.
d. Mengutip data, teori atau konsep dari hasil telaah terhadap literatur
dan melakukan analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian.
4. Metode Analisis Data
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan
kualitatif maka dalam analisis datanya bersifat induktif, yakni
pembahasan yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa konkret yang
khusus untuk ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum.36
Dari
fakta-fakta atau peristiwa konkret yang khusus dikembangkan menjadi
hipotesis lalu dicarikan data lagi secara berulang-ulang. Jika berdasarkan
data yang dikumpulkan tersebut hipotesis diterima, maka hipotesis
tersebut menjadi teori.37
Analisis data di dalam penelitian ini juga bersifat
komparatif38
karena peneliti akan membandingkan pendapat para ulama
dalam penentuan awal bulan Kamariah.
Dalam praktiknya, peneliti akan mendiskripskan perbedaan
penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia beserta asbâb al- khilâfnya.
Hal ini dimaksudkan untuk mengungkap wilayah ijtihad dalam
permasalahan penetapan awal bulan ini. Setelah hal tersebut jelas,
peneliti akan mengungkap peran pemerintah dalam tataran teori dan
praktik. Dalam tataran teori dan konsep terkait bagaimana seharusnya
peran pemerintah dalam usaha penyatuan awal bulan Kamariah ini? Lalu
dalam tataran praktik apakah konsep tersebut sudah dilakukan oleh
pemerintah selama ini? Dari langkah-langkah ini diharapkan akan dapat
ditarik benang merah konsep penyatuan awal bulan Kamariah di
Indonesia.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai problematika penentuan awal bulan Kamariah di
Indonesia sebetulnya sudah sangat sering muncul di berbagai forum. Tema
tersebut selalu laris diperbincangkan menjelang datangnya Ramadhan atau
35
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah; Panduan Berbasis Kualitatif,
Lapangan dan Perpustakaan, (Jakarta: GP Press, 2010), h. 196. 36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: YPPFP UGM, 1967), h. 43 37
Ahmad Fudhaili dkk. (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
(Jakarta: IIQ Press, 2011), h. 22 38
Metode komparatif yakni metode yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan
dengan menilai faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi yang diselidiki dan
membandingkannya dengan factor-faktor lain dan tidak menutup kemungkinan analisi ini
akan menghasilkan modifikasi teori. Lihat Winarno Surahmad, Dasar dan Teknik Research,
(Bandung: Tarsito, t.t.), h. 135.
13
‟Idul Fitri khususnya ketika terjadi perbedaan. Namun demikian, seringnya
pembahasan tersebut tidak membuat permasalahan tersebut tuntas. Hampir
semuanya menginginkan keseragaman awal bulan Kamariah, namun dari
usaha-usaha yang dilakukan belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Akhirnya statement yang sering muncul di setiap akhir diskusi dan kajian-
kajian itu hanya himbauan untuk toleran terhadap perbedaan yang 'mesti'
terjadi.
Penulis melihat bahwa pembahasan tentang problematika penentuan
awal bulan Kamariah ini masih sangat urgen dan aktual karena beberapa hal
sebagai berikut:
1. Penulis belum banyak menemukan kajian yang secara mendalam dan
komprehensif mengupas problematika penetapan awal bulan Kamariah di
Indonesia.
2. Solusi yang banyak ditawarkan mengenai masalah tersebut adalah usaha
menemukan metode penentuan awal bulan yang disepakati bersama serta
himbauan kepada pihak yang berbeda untuk mau sepakat. Selebihnya
adalah penekanan untuk toleran atas perbedaan yang terjadi. Solusi ini
menurut hipotesis penulis belumlah menyelesaikan masalah secara tuntas,
oleh karena itu perlu terobosan ide yang lain.
Berikut ini akan di sampaikan beberapa kajian pustaka terdahulu untuk
memperoleh gambaran yang lebih spesifik mengenai kajian –kajian yang
sudah pernah dilakukan.
Mahyuddin Nawawi, dalam artikelnya yang berjudul “Menegakkan
Madzab Negara” mengatakan bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Zulhijjah adalah sepenuhnya wewenang negara. Oleh karenanya tidak
diijinkan warga masyarakat ikut mengaturnya (menentukan sendiri). Hanya
dengan hal tersebut penyatuan awal bulan Kamariah di Indonesia dapat
terwujud.39
Sayangnya tulisan ini hanya berbentuk artikel singkat. Perlu
bahasan yang lebih mendetail dan komprehensif tentang ide yang menarik
ini.
Ahmad Izzuddin dalam bukunya “Fikih hisab Rukyat; Menyatukan NU
dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul
Adhâ” lebih menfokuskan pembahasannya pada pemikiran hisab rukyat
Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Keduanya adalah ormas terbesar di
Indonesia yang paling mewarnai corak pemikiran hisab rukyat di Indonesia.
Oleh karena itu membahas pemikiran hisab rukyat NU dan Muhammadiyah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemikiran hisab rukyat atau
penentuan awal bulan Kamariah itu sendiri.
39
Mahyuddin Nawawi, “Menegakkan Madzab Negara”, dalam Khoirul Fuad Yusuf dan
Bashori A. Hakim (ed.), Hisab Rukyat dan Perbedaannya, h. 230
14
Kesimpulan penelitiannya adalah dalam rangka memberikan solusi
alternatif penyatuan Mazhab-Mazhab tersebut penulis buku cenderung
kepada metode imkân ar-ru'yat untuk menjadi penengah dua Mazhab
tersebut. Pemerintah secara kontinyu hendaknya mengadakan penelitian
ilmiah yang sistematis untuk menemukan kriteria imkân ar-ru'yat yang
benar-benar akurat. Sosialisasinya juga harus diupayakan secara intensif
dengan berbagai kalangan yang terkait. Kepada Muhammadiyah dan NU,
hendaknya masing-masing pihak sadar bahwa pendekatan keilmuan yang
digunakan memiliki keterbatasan, kekurangan yang melekat dan sekaligus
bersedia menerima tawaran alternatif yang lebih kondusif dalam menjawab
tantangan zaman kontenporer.40
Wahyu Widiyana dalam makalah yang berjudul “Penentuan Awal Bulan
Kamariah dan Permasalahannya di Indonesia”41
menguraikan sebab-sebab
perbedaan awal bulan Kamariah di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa
penyebab perbedaan itu bisa berasal dari perbedaan hasil hisab dan rukyat,
perbedaan di kalangan ahli hisab sendiri, perbedaan dikalangan ahli rukyat
sendiri, atau penyebab di luar teknis hisab rukyat. Solusi yang dilakukan
adalah terus melakukan pembicaraan khusus antara pemerintah dengan
ormas-ormas Islam serta terus-menerus melakukan sosialisasi dan
pemahaman kepada masyarakat.42
Dalam tesisnya yang berjudul „Menuju Titik Temu Muhammadiyah – NU
Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariah‟ Sunarto menfokuskan pembahasan
pada perbedaan metode penentuan awal bulan Kamariah antara NU
(Nahdhatul Ulama) dengan Muhammadiyah. Peluang titik temu antara dua
ormas tersebut dalam penyatuan awal bulan Kamariah terbagi menjadi tiga
kemungkinan yaitu:
1. Bila ketinggian hilal mencapai 2 derajat atau lebih setelah matahari
terbenam, maka kemungkinan terjadi kesepakatan Muhammadiyah dan
NU dalam penetapan awal bulan Kamariah.
40
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat di Indonesia: Menyatukan NU dan
Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2007), h. 177 41
Makalah ini merupakan salah satu judul dari kompilasi makalah yang kemudian terbit
menjadi sebuah buku yang berjudul "Hisab Rukyat, Jembatan Menuju Pemersatu Umat"
yang diterbitkan oleh penerbit Yayasan Asy-Syakirin Rajadatu Cineam Tasikmalaya tahun
2005. Lihat Wahyu Widiana, "Penentuan Awal Bulan Kamariah dan Permasalahannya di
Indonesia," dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju
Pemersatu Umat, h. 49-59 42
Wahyu Widiana, "Penentuan Awal Bulan Kamariah dan Permasalahannya di
Indonesia," dalam Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq, (ed.), Hisab Rukyat; Jembatan Menuju
Pemersatu Umat, h. 54-56
15
2. Bila ketinggian hilal lebih kecil atau sama dengan 0 derajat maka
Muhammadiyah dan NU sepakat mengistikmâlkan43
bulan menjadi 30
hari.
3. Bila tinggi hilal antara 0-2 derajat maka hampir dipastikan terjadi
perbedaan antara Muhammadiyah dan NU dalam penetapan awal bulan
Kamariah. Inilah yang disebut dengan masa kritis.44
Lebih lanjut ia menulis bahwa tinggal selangkah lagi titik temu dapat
diwujudkan, selama Muhammadiyah mau menaikkan batasan-batasan kriteria
tingginya hilal. Sementara NU menurunkan kriteria tingginya hilal (imkân ar-
ru'yat), maka menuju titik temu dalam penetapan awal bulan Kamariah dapat
direalisasikan.45
Permasalahan menaikkan atau menurunkan kriteria hilal hingga
ditetapkan awal bulan baru kenyataannya bukanlah permasalahan yang
sederhana melainkan permasalahannya jauh lebih mendasar. Permasalahan
mendasar itu kembali kepada perdebatan apakah ru'yat al-hilâl itu cukup
dengan ilmu (hisab) atau harus dengan mata telanjang?
Ahmad Djauzi dalam tesisnya yang berjudul Studi Tentang Hisab dan
Rukyat dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadis menyimpulkan bahwa
penggunaan hisab dan rukyat dalam menetapkan awal Ramadhan merupakan
masalah yang diperselisihkan fuqâhâ. Dalam konteks ke-Indonesia-an ia
menghimbau masyarakat awam untuk mengikuti keputusan pemerintah dan
tidak memperturutkan fanatisme yang berlebihan. Kepada organisasi
keagamaan dihimbau untuk menerima tawaran alternatif yang lebih baik
terkait penetapan awal bulan Kamariah.46
Menurut pengamatan penulis, solusi penyatuan awal Ramadhan dan Idul
Fitri yang ditawarkan beberapa penulis di atas berkisar sebagai berikut:
1. Himbauan kepada pemerintah agar secara intensif dan kontinyu
melakukan penelitian ilmiah untuk mencari jalan tengah terhadap
perbedaan-perbedaan yang ada.
2. Perlunya pembicaraan intensif antara pemerintah dengan ormas-ormas
Islam serta terus-menerus melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada
masyarakat.
3. Himbauan kepada para pihak agar mau berkompromi dan legowo
mengikuti keputusan pemerintah.
43
Yaitu menggenapkan bulan menjadi 30 hari sebagaimana petunjuk dalam hadis
ketika rukyat tidak berhasil (karena mendung). 44
Sunarto, "Menuju Titik Temu Muhammadiyah – NU Dalam Penentuan Awal Bulan
Kamariah", Tesis UIN Jakarta, h. 152. Tidak diterbitkan (t.d.) 45
Sunarto, "Menuju Titik Temu Muhammadiyah – NU Dalam Penentuan Awal Bulan
Kamariah," h. 152. 46
Ahmad Jauzi, Studi Tentang Hisab dan Rukyat dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-
Hadits, Tesis, IIQ Jakarta, 2005, h. 147-149, Tidak diterbitkan (t.d.).
16
Rekomendasi-rekomendasi sebagaimana tersebut di atas adalah niscaya
dan mesti dilakukan, namun hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan
langkah yang kedua yaitu membuat regulasi yang tegas dan mengikat kepada
ormas-ormas untuk mematuhi pemerintah dalam penetapan awal bulan.
Apalagi Majelis Ulama Indonesia sendiri menegaskan bahwa seluruh umat
Islam di Indonesia wajib mengikuti ketetapan pemerintah mengenai
penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah ini.47
Tanpa diikuti
regulasi yang mengikat, keseragaman awal bulan Kamariah akan sangat sulit
terwujud karena faktor perbedaan ijtihad. Apalagi masalah penetapan awal
Ramadhan dan Syawal sudah masuk ke dalam ranah fiqh ijtimâ‟î yang jika
tidak diatur oleh pemerintah akan menimbulkan kekacauan di masyarakat.
Penulis sepakat dengan ide Ahmad Wahidi dalam tulisannya
"Menyatukan Penetapan 1 Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia"48
yang menyatakan bahwa untuk mempercepat terwujudnya persatuan
penetapan awal bulan Kamariah maka perlu pendekatan kekuasaan
(authority) disamping pendekatan metodologis harus terus berjalan. Adapun
M. Nur Hidayat dalam tulisannya "Otoritas Pemerintah Dalam Perspektif
Fiqh Siyasah Yusuf Qardhawi"49
menyorot Pemerintah (yang dalam hal ini
adalah Kementerian Agama RI) mempunyai kewenangan yang penuh dalam
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia. Dalam tesis ini penulis akan
mengulas ide tersebut dan melakukan kajian secara lebih komprehensif.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran awal tentang pembahasan, tesis ini disusun
berdasarkan sistematika sebagai berikut:
BAB I berisi pendahuluan yang akan membahas tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian kajian pustaka, dan sistematika
pembahasan.
BAB II berisi tentang penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia
dalam tinjauan fikih dan prakteknya di Indonesia. Dalam bab ini akan
dibahas tentang tinjauan Fikih tentang penentuan awal bulan Kamariah,
penanggalan Kamariah dan sejarah penentuannya, metodologi penentuan
awal bulan Kamariah, sejarah dan tujuan dibentuknya Badan Hisab Rukyat
47
Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penetapan Awal
Ramadhan, Syawal, dan Dzulẖijjah. 48
Ahmad Wahidi, "Menyatukan Penetapan 1 Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah di
Indonesia", dalam Juricdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Vol 2, Nomor 2, Desember 2011,
h. 85 49
M. Nur Hidayat, "Otoritas Pemerintah Dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah
Perspektif Fiqh Siyasah Yusuf Qardhawi", dalam Juricdictie, Jurnal Hukum dan Syariah,
Vol 3, Nomor 1, Juni 2012, h. 85
17
Departemen Agama serta sistem penentuan awal bulan Kamariah di
Indonesia dan perhitungannya.
BAB III berisi pembahasan tentang perbedaan pendapat para ulama
dalam penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia; penyebab dan dampak
sosial perbedaan itu. Pada pembahasan yang pertama akan di bahas tentang
perbedaan pendapat para ulama tentang ẖujjiyah hisab sebagai metode
penentuan awal bulan Kamariah, mathla', saksi dalam ru'yat al-hilâl dengan
teknologi, imkân ar-ru'yat. Pada akhir bahasan yang pertama akan di
sampaikan data perbedaan penentuan awal bulan Kamariah. Pada bahasan
kedua penulis akan menyebutkan contoh dampak perbedaan penentuan awal
bulan Kamariah di Banyuwangi, Semarang, Sleman, dan Bandar Lampung.
BAB IV berisi penyatuan penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.
Pembahasan akan diawali dengan pembahasan tentang strategi unifikasi
penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia. Setelah itu akan di kaji tentang
pemerintah dan ulil amri untuk mengetahui sejauh mana otoritas pemerintah
dalam penetapan awal bulan Kamariah.
BAB V berisi penutup yang akan menyebutkan kesimpulan dan saran-
saran kepada pihat terkait yaitu pemerintah, ormas, dan masyarakat secara
umum.
155
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan analisis data dalam kajian tesis ini
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut berikut:
1. Sistem penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia dilakukan oleh
Pemerintah. Pemerintah direpresentasikan oleh Kementerian Agama
RI. Penentuan awal bulan ini dilakukan melalui suatu sidang isbat.
yang dihadiri antara lain oleh Tim Badan Hisab dan Rukyat (BHR)
Kementerian Agama dan perwakilan ormas Islam. Sidang isbat awal
bulan diawali dengan pemaparan tentang prakiraan cuaca dan hal ihwal
tentang hilal dari tim ahli seperti dari BMKG, LAPAN dan
Observatorium Bosscha ITB kemudian disambung dengan presentasi
hasil observasi hilal. Selanjutnya Kementerian Agama mempersilahkan
peserta untuk memberi masukan dan penjelasan mengenai hasil
pengamatan hilal sebelum kemudian ditetapkan keputusan sidang isbat
oleh Menteri Agama.
b. Dalam penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia, pemerintah
menggunakan metode imkân al-ru‟yah yang mengacu pada
kesepakatan MABIMS yakni pada saat matahari terbenam, ketinggian
(altitude) hilal minimum 2° diatas ufuk dengan usia minimal 8 jam
terhitung sejak ijtimak dan sudut elongasi (jarak lengkung) hilal dan
Matahari minimum 3°. Data perhitungan hisab awal bulan diambil dari
Ephemeris Hisab Rukyat. Metode ini merupakan kolaborasi antara
metode hisab dan rukyat.
2. Problematika penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia adalah
ketidakseragaman dalam penentuannya sehingga seringkali menimbulkan
dampak negatif terhadap masyarakat luas. Dampak negatif tersebut mulai
dari kebingungan masyarakat, saling menggunjing antar tetangga,
perdebatan-perdebatan yang memanas antara anggota keluarga dan
masyarakat, hingga pada konflik sosial (berebut tempat ibadah) dan
bahkan bentrokan fisik. Ketidakseragaman penentuan awal bulan
Kamariah ini terjadi karena adanya ormas Islam yang menetapkannya
berbeda dengan pemerintah karena mempunyai metode penetapan sendiri.
3. Kesatuan awal bulan Kamariah di Indonesia sangat relevan untuk
menjawab problematika perbedaan penetapan awal bulan Kamariah.
Strategi penyeragaman penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia tidak
cukup dengan pendekatan konsensus atau 'menunggu sepakat' dari ormas-
ormas Islam yang berbeda pendapat. Perlu pendekatan yang lain yaitu
156
pendekatan otoritas dengan cara menerbitkan undang-undang atau
peraturan pemerintah sebab 'menunggu' sepakat dalam masalah
khilâfiyyah (furu‟) adalah sesuatu yang sangat sulit atau bahkan mustahil.
Keputusan Menteri Agama tentang penetapan awal bulan Kamariah harus
mengikat semua pihak untuk dipatuhi untuk mewujudkan keseragaman
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia. Pemerintah sebagai ulil amri
berwenang penuh menetapkan awal bulan Kamariah dengan mengambil
metode yang paling akurat dan dalil yang râjih. Pada tahap awal
pemerintah perlu melarang organisasi Islam untuk mengumumkan
penetapan awal bulan Kamariah secara terbuka. Jika ada ormas Islam yang
tidak mematuhi ketentuan tersebut maka pemerintah harus memberikan
sanksi secara tegas.
B. Saran-Saran
Dalam usaha menuju kesatuan penetapan awal bulan Kamariah di
Indonesia beberapa langkah yang harus dilakukan secara komprehensif
adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah harus terus mengintensifkan sosialisasi hisab dan rukyat
kepada masyarakat khususnya tentang penentuan awal bulan Kamariah.
Harapannya adalah mereka semakin faham terhadap problematika
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia dan menyadari akan
pentingnya keseragaman penetapannya.
2. Pemerintah harus konsisten mengupayakan kesatuan penetapan awal bulan
Kamariah dengan terus-menerus menegaskan kepada semua komponen
masyarakat bahwa penyeragaman penetapan awal bulan tersebut adalah
pilihan terbaik yang harus didukung bersama. Di satu sisi pemerintah
berkewajiban menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan ibadah umat
Islam, namun di sisi lain pemerintah juga tidak boleh larut pada „toleransi
semu' dengan membiarkan perbedaan tersebut berlarut-larut dan
melupakan kemaslahatan jangka panjang yang dicita-citakan bersama
yakni kesatuan penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di
negeri tercinta ini.
3. Melakukan riset dan kajian ilmiah secara intensif, mendalam dan
komprehensif dengan melibatkan para ulama dan ilmuwan yang mumpuni
dan kompeten dibidangnya dalam rangka menetapkan metode penetapan
awal bulan Kamariah yang shaẖiẖ dan akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan baik dari tinjauan syar‟i maupun iptek.
4. Melakukan pendekatan secara personal maupun kelembagaan kepada para
pihak yang berbeda pendapat dalam penetapan awal bulan Kamariah ini.
Semua pihak harus diajak berfikir jernih, obyektif dan tidak egois dalam
upaya mewujudkan keseragaman penetapan awal bulan Kamariah.
157
5. Menerbitkan Undang-Undang Tentang Penetapan Awal Bulan Kamariah
untuk mewujudkan keseragaman penetapan awal bulan Kamariah. Secara
personal, masyarakat mungkin berbeda dengan pemerintah dalam
mengawali Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah tapi mereka tidak
diperkenankan melakukan 'mobilisasi massa' dengan mengumumkan,
mengajak, atau yang semisalnya sehingga menyelisihi keputusan yang
ditetapkan pemerintah. Pemerintah harus menindak tegas ormas Islam
yang menyelisihi ketetapan pemerintah dan mengumumkan penetapan
awal bulan secara sepihak kepada masyarakat.
***
158
159
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khaliq, Farid, Fikih Politik Islam, terj. Fathurrahman A. Hamid,
Jakarta: Amzah, 2005.
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Al-Jâmi' as-Shahîh, tt.p., Musthafâ
al-Bâbi al-Halabî, 1388 H.
Abû Yûsuf, Ahmad Sâbiq bin Abdul Lathîf, Bid‟ahkah Ilmu Hisab? Kajian
Ilmiah Tentang Polemik Hisab Rukyah untuk Menetapkan Puasa
Ramadhân dan Hari Raya, Gresik: Pustaka Fuqon, 2011.
Abû Zahrah, Imam Muhammad Aẖmad, Ushûl al-Fiqh, Kairo: Mathba‟ah al-
Khairiyyah, 1982.
Al- Shan‟ânî, Subul al-Salâm, Juz II, Mesir: Musthafâ al-Bâbîy al-
Ḫalabî,1950 M.
Al-„Asqalânî, Imam Hâfidz Ahmad bin Ali bin Ḫajar, Fatẖ al-Bârî,(Riyâdh:
Dâr as-Salâm, 1421 H
__________, Aẖmad bin „Alî Ḫajar, Fatẖ al-Bâri, Vol. IV, Beirut: Dâr al-
Fikr, 1996.
Al-Āmidîy, Alî Ibn Muhammad, al-Iẖkâm fî Ushûl al-Aẖkâm, Juz. 4, Beirut :
Dâr al-Kitâb al-Arabî, 1404 H.
Al-Azdari, Abû Dâwud Sulaimân bin Asy‟asy bin Basyîr bin Syidâd bin
„Amr, Sunan Abî Dâwud, Jilid 2, Kairo: Dâr al-Hadîs, 1420 H.
_____, Sunan Abî Dâwud, Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1418 H.
Al-Bahûtî, Kasyf al-Qinâ „an Matn al-Iqna‟, vol. II, Beirut: Dar al-Fikr,
1982.
Al-Baiẖaqî, Abû Bakr Aẖmad bin al-Ḫusaeni bin „Alî, Kitâb As-Sunan al-
Kubrâ, Juz III, Haidar Abad: Majlis Dâirah al-Ma‟ârif al-„Utsmâniyyah,
1346 H.
Al-Bukhâri, Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ'îl, Shahîh Bukhâri, Beirut: al-
Maktabah al-'Ashriyyah, 2008 M/ 1429 H.
160
________, Shahîh Bukhâri, Libanon: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabî, t.t..
Al-Ḫâkim, Abû 'Abdillâh Muẖammad bin 'Abdillah, al-Mustadrak „alâ as-
Shaẖîẖaini, Libanon: Dâr al-Ma‟rifah, 1418 H.
Al-Ḫâsûn, Faẖd bin „Aly, Dukhûl al-Syahr al-Qamarî Baina Ru'yat al-Hilâl
wa al-Ḫisâb al-Falaky, tt.p.: t.p., 1425 H
Al-Jailânî, Zubaer 'Umar, al-Khulâshah al-Wâfiyah Fi al-Falaki bi Jadâwil
al-lûghâr al-Taimiyyah, Surakarta: Melati, Tanpa Tahun.
Al-Jauharî, Thanthawi, Tafsîr al-Jawâhir, Juz VI, Mesir: Musthafâ al-Bâbi
al-Ḫalabî, 1346 H.
Al-Jauzi, Imam Abu a- Faraj, Zâd al-Masîr fî 'Ilmi at-Tafsîr, Beirut, Dâr Ibnu
Ḫazm, 2002.
Al-Jazâirî, Abû Bakr Jâbir, Al-Fiqh „Alâ Madzâhib al-Arba‟ah, Juz I, Beirut:
Dâr al-Fikr, 1979.
________, Minhâj al-Muslim, Kairo: Dâr as-Salam, Tanpa Tahun.
Al-Khudharî Bik, Nûr al-Yaqîn, Surabaya: Maktabah Aẖmad Sa‟ad Nabhan,
tth..
Al-Mubârakfûrîy, Tuẖfah al-Aẖwadzî Syarẖ Sunan At-Tirmidzi, Madinah:
As-Salafiyah, Tanpa Tahun, Cet. 5.
Al-Nawawî, Abû Zakaria Muẖyiddîn Yaẖyâ bin Syaraf, juz II, al-Majmû‟
Syarẖ al-Muhaddzab, Tanpa Tahun.
Al-Nawawi, Yaẖyâ bin Syaraf, Shaẖiẖ Muslim bi Syarẖ al-Nawawî, Vol VII,
Beirut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1995.
Al-Qaradhâwî, Yûsuf, Dr., Mayarakat Berbasis Syariat Islam Akidah,
Ibadah, akhlak, terj. Abdus Salam Masykur, Solo: Era Intermedia, 2003.
_________, Fikih dan Perbedaan Pendapat, terj. Aunur Rofiq Shaleh
Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 2007.
161
_________, “Rukyat Hilal Untuk Menentukan Bulan” dalam Hisab Bulan
Kamariah; Tinjauan Syar‟i tentang Penetapan Awal Ramadhân, Syawal
dan Dzulhijjah”, terj. Suara Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2009).
As-Shâwî, Ahmad, Bulghât al-Sâlik li Aqrab al-Masâlik, vol.1, Beirut: Dar
al-Fikr, 1982.
As-Suyûthî, Abd ar-Raẖmân bin Abî Bakr, al-Asybâh wa al-Nadzâir,Juz I,
Dâr al-Kutub al-'Ālamiah, 1983, Cet. I,
Al-Utsaimin, Muẖammad bin Sẖâlih, Riyâdh: Maktabah Dâr as-Salâm, 1411
H, Cet. VI.
Az-Zuẖailî, Wahbah, Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, Damaskus: Dâr al-
Fikr, 2007.
Amin, Ma‟ruf, “Rukyah Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan
Menurut Pandangan Syari‟ah dan Sorotan IPTEK” dalam Rukyah
Dengan Teknologi; Upaya mencari Kesamaan Pandangan Tentang
Penentuan Awal Ramdhan dan Syawal, Jakarta: Gema Insani Press,
1994.
An-Nadwî, „Alî Ahmad, al-Qawâ‟id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dâr al-Qalam,
2007.
An-Nasâ‟î, Al-Imâm Abî Abdurrahmân Ahmad bin Syu‟aib, As-Sunan Al-
Kubrâ, Beirut: Muassasah Ar-Risâlah, 2001 M/ 1421 H.
Arkanuddin, Muthoha, "23 Tahun Keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal
Bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah di Indonesia",
http://rukyatulhilal.org/ diakses tanggal …
As-Sa‟dî, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, vol. 1, tt.p.: Jam'iyyah al-Turâts,
2000.
Asy-Syaukânî, Nayl al-Authâr, juz IV, Mesir: Musthafâ al-Bâbî al-Ḫalabî, tt..
Azhari, Susiknan, Dr., ”Karakteristik Hubungan Muhammadiyah dan NU
dalam Menggunakan hisab dan Rukyat" dalam Jurnal Al-Jami‟ah, Vol.
44, No. 2, 2006 M/ 1427 H.
162
Azhari, Susiknan, Dr., Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Az-Zarqâ, Musthafâ Ahmad, “Tentang Penentuan Hilal dengan Hisab Pada
Zaman Sekarang” dalam, Hisab Bulan Qamariah; Tinjauan Syar‟i
tentang Penetapan Awal Ramadhân, Syawal dan Dzulhijjah, terj.
Syamsyul Anwar, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009.
Backtiar, Tiar Anwar, "Telaah Ulang Konsep Ulil Amri Untuk Penataan
Kehidupan Umat", http://pemudapersatuanislam.blog.com, diakses 9
Januari 2015.
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat,
Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981.
Risalah Dakwah; "Sejarah Penentuan Ramadhân dan Syawal Di Malaysia"
diunduh dari www.dakwahpdf.blogspot.com diakses tanggal 18 Agustus
2015.
_________________, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah
(Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agam Islam
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1994.
_________________, Pedoman Teknik Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam, 1994.
Desya, Muhammad Tsani Imaduddin, Masjid dan Perayaan Idul Fitri; Studi
Tentang Masjid dan Perbedaan Penentuan 1 Syawal di Pedukuhan
Ngemplak Karangjati, Skripsi, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009.
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah; Diirektorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, Ephemeris Hisab
Rukyat 2014, Jakarta, 2014.
Djamaluddin, Thomas, Prof., Dr., Astronomi Memberi Solusi Penyatuan
Umat, tt.p.: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2001.
__________________________, Menuju Kesamaan Kriteria Hisab Rukyat
Indonesia, makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional HISSI 15
Januari 2010.
163
__________________________, "Persatuan Ummat Akan Segera Terwujud
Terbantu Posisi Bulan, "https://tdjamaluddin.wordpress.com, diakses
pada tanggal 11 Agustus 2015.
Djambek, Saadoeddin, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tinta Emas, 1976.
Djazuli, Ahmad, Fiqh Siyâsah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam
Rambu-Rambu Syariah, Jakarta: Kencana, 2003.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penetapan
Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
___________________, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta:
Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jendral
Bimbingan Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2003).
Fauzi, Ahmad, Studi Tentang Hisab dan Rukyat dalam Perspektif Al-Qur‟an
dan Al-Hadits, Tesis, IIQ Jakarta, 2015.
Fu‟ad, 'Abdul Bâqi, Al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân, Juz II, Kairo, Isa al-Bâbî al-
Ḫalabî, Tanpa Tahun.
Fudhaili, Ahmad, Dr., M.Ag, dkk. (Ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,
dan Disertasi, Jakarta: IIQ Press, 2011.
Hadi, Sutrisno, Prof., Dr., Metodologi Research, (Yogyakarta: YPPFP UGM,
1967).
Hamka, “Rujah dan Hisab ”, dalam majalah Suara Muhammadiyah, No. 10
Th. XXX, Syakban 1378/ Desember 1958.
Hidayat, M. Nur, “Otoritas Pemerintah Dalam Penetapan Awal Bulan
Kamariah”, dalam Jurnal Jurisdictie; Jurnal Hukum dan Syariah,
Volume 3, Nomor 1, Juni 2012.
Http: //Nasional.Kompas.com, "Muhammadiyah Rayakan Lebaran 30
Agustus 2011", diakses tanggal 25 November 2011.
Http://Buyahamka.Org/Tanya-Jawab/, "Mesti Samakah Hari Raya Di
Mekkah", diakses tanggal 13 februari 2015.
164
Http://sosbud.kompasiana.com/, "Menelisik Asal Muasal Perbedaan Hari
Raya dan Dampaknya", diakses tanggal 8 Juli 2013
Http://tdjamaluddin.wordpress.com, "Sidang Isbat Upaya Pemerintah
Memberi Kepastian Di Tengah Keragaman" diakses tanggal 18 Agustus
2015
Http://www.nu.or.id/, "Mustasyar PBNU Tunggu Pengumuman
Pemerintah", diakses tanggal 3 februari 2015.
Http://www.suara-islam.com/read/index/5187/, "Indonesia Bukan Negara
Islam Pemerintah Bukan Ulil Amri, diakses tanggal 13 Januari 2015.
Http://www.voanews.com/indonesian/news/, "Indonesia Rayakan Idul Fitri
1432 H pada Hari Rabu, diakses tanggal 25 November 2011.
Husein, Ibrahim, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Awal Bulan
Ramadhân, Syawal, dan Zulhijjah", dalam Mimbar Hukum, No. 06,
tahun 1992.
Husna, Qorinatul, "Perbedaan Sistem Penentuan Awal Bulan Syawal 1427 H
masyarakat Nahdhiyyin Banyuwangi" dalam Jurnal Jurisdictie, Vol 2,
No 2, 12-2011.
Ibnu Taimiyyah, Taqiyuddîn Abû al-Abbâs Ahmad bin Abdul Ḫalîm,
Majmû‟ al-Fatâwâ, tt.p., Dâr al-Wafâ, 1426 H.
Ilyas, Yunahar, “Fikih Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah, makalah
disampaikan dalam Sarasehan dan Sosialisasi hisab Rukyat
Muhammadiyah yang diadakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah , Yogyakarta, Kamis 4 Sya‟bân 1434 H/ 13 Juni
2011.
Izzuddin, Ahmad, Drs., M.Ag., Fiqh Hisab Rukyat; Menyatukan NU dan
Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhân, Idul Fitri, dan Idul
Adhâ, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007
Junaedi, Ahmad, Rukyat Global; Perspektif Fikih Astronomi, Ponorogo:
STAIN Ponorogo PRESS, 2010.
Khazin, Muhyiddin, Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah pada Zaman Rasulullah dalam Pandangan
165
Sosiologis, Makalah disampaikan dalam Temu Kerja Evaluasi hisab
Rukyat BHR Depag RI di YPI Ciawi Bogor, 26-28 Mei 2003.
Kudus, Turaichan Ajhuri, “Awal Syawal Jangan Mendahului Pemerintah”,
dalam Susiknan Azhari, hisab & Rukyat; Wacana untuk membangun
Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Kurniawan, Benny, Metodologi Penelitian, Cet.1 Tangerang Selatan: Jelajah
Nusa, 2012.
Mahfud M.D, Politik Hukum Indonesia, Ed. Revisi, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2010.
Mahfudz, Sahal, Nuansa Fikih Sosial, Yogyakarta: LKis, 1994.
Majelis Tarjih Muhammadiyah, Penggunaan Hisab dalam Penentapan Bulan
Baru Kamariah, Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup
Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen
Agama Republik Indonesia, 2004.
Majma' al-Lughâh al-'Arabiyah, Mu'jam al-Wasîth, Mesir: Maktabah as-
Syurûq ad-Dauliyah, 1429 H
Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 520/MLM/I.0/2011
Tentang Menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1432 H/ 2011 M.
Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 01/MLM/I.0/E/2012
Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah 1433
H serta Himbauan Menyambut Ramadhan Ramadhan 1433 H.
Mâlik bin Anas bin Mâlik bin 'Âmir, Al-Mudawwanah, Beirut: Dâr al-Kutub
al-„Alamiah. Tanpa Tahun.
Mansur, Muhammad bin Abdul Hamid, Sullam An-Nayirain; Risalah 1
Madrasah al-Khoiriyyah al-Manshûriyyah, Jakarta, Tanpa Tahun.
Masyhuri, Abdul Aziz, Masalah Keagamaan Nahdlatul Ulama (Hasil
Mu‟tamar dan Munas Ulama ke-1 tahun 1926 sampai dengan ke-29
tahun 1994, Surabaya: PP RMI bekerja sama dengan Dinamilka Press,
1997.
166
Moleong, Lexy J., Prof., Dr., MA, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Rosda, 2011, Cet ke-29,
Muhyiddin, M.HI dkk., “Analisa Fikih Sosial dan Lingkungan Hidup” dalam
Jurnal Inklusif, Vol. 2, Juli – Desember 2013.
Mukhtar, Prof., Dr., M.Pd., Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah;
Panduan berbasis Penelitian Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan,
Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Murtadho, Moh. Drs., Dasar Dasar Falakiyyah dan Metode Hisab Rukyat
Ephemeris, Diktat Kuliah, (Malang: t.d, t.t).
Musbikin, Imam, Qawâ‟id Al-Fiqhiyyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001.
Nawawi, Mahyuddin, “Menegakkan Madzab Negara ”, dalam Khoirul Fuad
Yusuf dan Bashori A. Hakim (ed.), Hisab Rukyat dan Perbedaannya,
Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat
Beragama, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama, dan
Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004.
Panji Masyarakat, No. 612, 15-25 Syawal 1409 H, 21-31 Mei 1989.
Pulungan, Suyuthi, Fiqih Siyâsah Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 1993.
Ridha, Muhammad Rasyid dkk, Hisab Bulan Kamariah; Tinjauan Syar‟i
Tentang Penetapan Awal Ramadhân, Syawal dan Zulẖijjah, Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2009.
Ridha, Muhammad Rasyid, “Penetapan Bulan Ramadhân dan Pembahasan
Tentang Penggunaan Hisab”, dalam Hisab Bulan Kamariah; Tinjauan
Syar‟i tentang Penetapan Awal Ramadhân, Syawal dan Dzulhijjah, terj.
Suara Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009.
Ro'uf, Abdur, Accurate Hijri Calculator (AHC 2.2.1), 2015
Ruskanda, Farid, Dr., Ir., M.Sc.. 100 Masalah hisab dan Rukyat; Telaah
Syariah, Sains dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
167
Rusyd, Ibnu, Bidâyah al-Mujtahid, Vol. III, Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1995.
Sanusi, Ahmad, Tata Laksana Kegiatan Rukyat Hilal Awal Bulan Hijriah Di
Pelabuhan Ratu, http://www.pa-cibadak.go.id/artikel/baca/17, diakses
pada tanggal 26 Februari 2012.
Sarwat, Ahmad, Lc., MA, "Pemerintah Bukan Ulil amri Yang Berwenang
Menetapkan Ramadhân?", www.rumahfiqih.com.xphp?Id, diakses pada
tanggal 22 Februari 2015.
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Kairo: Dâr al-Fath, 1421 H/ 2000 M.
Shadiq, Sriyatin, Perkembangan Hisab Rukyat dan Penetapan Awal Bulan
Kamariah Dalam Menuju Kesatuan Hari Raya, Surabaya: Bina Ilmu,
1995.
Sholeh, Asrorun Ni‟am, DR., MA, "Idul Fitri Mazhab Negara",
http://www.mui.or.id/index.php? Diakses 18 Agustus 2015
Siddiq, Suwandojo, Prof., Dr., “Studi Visibilitas Hilal Dalam Periode 10
Tahun Hijriah Pertama (0622-0632 CE) Sebagai Kriteria Baru Untuk
Penetapan Awal Bulan-Bulan Islam Hijriah” dalam Mencari Solusi
Kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan Kalender Islam dalam
Perspektif Sains dan Syari‟ah, Bandung: Bosscha, 2009.
SK Direktur No: K.0058.XVII/PPS/VI/2015 tentang Panduan Penulisan
Proposal Tesis dan Tesis S2 IIQ Jakarta
Suhanah, "Dampak Sosial Perbedaan Pendapat dalam Penentuan Awal
Ramadhân dan 1 Syawal terhadap Umat Islam di kota Semarang" dalam
Jurnal Harmoni, Volume 11, Nomor 2, April – Juni 2012.
Sultan, A.H. The Observatory:First Visibility Of The Lunar Crescent: Beyond
Danjon‟s Limit, Ed. 127, No 1, 53-59, Yemen: Physics Department,
Sana‟a University, 2007.
Sunarto, S.HI, Menuju Titik Temu Muhammadiyah – NU Dalam Penentuan
Awal Bulan Kamariah, UIN Jakarta, Tesis, 2005.
168
Surat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tanggal 27 Agustus 2011 nomor
521/INS/I.0/E/2011 tentang Intruksi Pelaksanaan Shalat Idul Fitri tahun
1432 H.
Suratmaputra, Ahmad Munif, Dr. KH., Hukum Islam Problematika dan
Solusinya, Cet. I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 346
Syafi‟i, Imam, Ringkasan Kitâb al-Umm, terj. Abû Abdillâh Muhammad
Idris, Jakarta: Pustaka Azam, 2006.
Syākir, Ahmad Muhammad, Syaikh, Awā-il al-Syuhūr al-`Arabiyyah; Hal
Yajūzu Syar`an Itsbātuhā bi al-Hisāb al-Falaki?, Kairo: Maktabah
Musthofa al-Bâbî al-Halabî,1357 H.
Widiana, Wahyu, Drs., dan Farid Ismail (eds.), “Kriteria Imkân ar-Ru'yat
Menurut Kerjasama Negara-Negara MABIMS” dalam Hisab Rukyat;
Jembatan Menuju Pemersatu Umat, Tasikmalaya: Yayasan Asy-Syakirin
Rajadatu Cineam, 2005.
Wahidi, Ahmad, "Menyatukan Penetapan 1 Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijah di Indonesia", dalam Juricdictie, Jurnal Hukum dan Syariah,
Vol 2, Nomor 2, Desember 2011
_____________, Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Pemersatu Umat, Editor:
Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq Tasikmalaya: Yayasan Asy-Syakirin
Rajadatu Cineam, 2005
_____________, Kebijaksanaan Pemerintah Indonesia Dalam Menyikapi
Permasalahan Hisab Rukyat di Tingkat Nasional dan Internasional,
Tasikmalaya: Yayasan As-Syakirin Rajadatu Cineam, 2005.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah / Penafsir Al-Qur‟ân, Al-Qur‟ân dan
Terjemahannya, Jakarta: PT Bumi Restu, t.t.
Yusuf, Choirul Fuad dan Bashori A. Hakim, (ed.), Hisab Rukyat dan
Perbedaannya, Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan
Hidup Beragama Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang
Agama dan Diklat Keagamaan, 2004.
Zaidân, Abdul Karîm, Dr. Al-Wajîz fî Ushûl al-Fiqh, Beirut: Muassasah ar-
Risâlah, 1427 H.
169
Lampiran 1
Hasil Wawancara Mengenai Dampak Perbedaan Penetapan Awal Bulan
Kamariah di Kabupaten Banyuwangi, Jatim1
1) Ibu Aminah dalam penuturannya:
“Di sini itu orang yang lebaran Senen dianggap ya orang
muhammadiyah”.
2) Begitu juga bapak Wiyono mengatakan:
“Poko‟e lek ono wong sek bedo teko wong-wong nang kene, mesti wong
iku ikut muhammadiyah paling”.47
(Pokoknya kalau ada orang yang
berbeda dari orang-orang sekitar, maka pasti orang tersebut mengikuti
muhammadiyah).
Beberapa komentar di atas muncul sebagai akibat dari dualisme
penentuan Syawal 1427 H antara PCNU Jawa Timur dengan PBNU pusat.
PBNU Menetapkan Idul Fitri bersama dengan Pemerintah, sementara PCNU
sesuai dengan ikhbarnya menetapkan Idul Fitri lebih dahulu satu hari
bersamaan dengan Muhammadiyah.
Lebih jauh adanya dualisme penentuan awal bulan Syawal 1427 H juga
menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Kebingungan ketika akan menerima tamu yang mau berkunjung
kerumahnya sebab dirinya masih berpuasa. Akhirnya dia memutuskan
untuk menutup pintu, menolak tamu yang datang kerumah.
2) Resah dan mencari informasi ke daerah yang lain sebagaimana yang
diungkapkan Bapak Suratmin sebagai berikut: “Ya waktu itu resah, terus
mencari info dari daerah Wonorejo yang sudah ada takbiran, setelah
tahu ada daerah sebelah takbiran, maka saya ikut takbiran dan
besoknya saya lebaran”.
3) Menjadi bahan gunjingan masyarakat sekitar kerena berbeda dengan
yang lain sebagaimana diungkapkan Ibu Masruroh dalam penuturannya:
“Tetangga saya itu hari rayanya hari Senin, saya bingung kok mereka
kayak gitu. Terus saya bilang ke orang-orang dan kata orang-orang kok
sewang-sewangan (berbeda) gitu she (sih)? ya itu terus orang itu banyak
yang ngerasani (gunjingkan)”.
4) Merasa tertekan dan terpaksa sebagimana dituturkan bapak Sapuan:
“Kerono kulo tiang bodoh, dados kulo nderek tiang-tiang mriki. Lek
mboten nderek tiang-tiang mriki, kulo wedhi dirasani kale tiang
mriki”.51
(Karena saya orang yang bodoh, jadi saya ikut orang-orang
sekitar. Kalau tidak ikut dengan orang-orang sekitar, saya khawatir
digunjing oleh masyarakat sekitar).
1 Qorinatul Husna, "Perbedaan Sistem Penentuan Awal Bulan Syawal 1427 H
masyarakat Nahdhiyyin Banyuwangi" dalam Jurnal Jurisdictie, Vol 2, No 2, 12-2011, h.
155-156
170
5) Didiamkan, tidak disapa, tidak diajak bicara sebagaimana terjadi pada
Pak Abdurrahman: “Saya kan ikut hari Senin, terus saya dimenengi
(didiamkan, tidak disapa, tidak diajak bicara) sama pak RT, terus dia
bilang saya bikin kesruh (ribut). Padahal saya lebarannya diam saja
dirumah”.
6) Timbunya keraguan dalam melaksanakan hari raya sebagaimana yang
dialami ibu Apid: “Waktu dino Seloso aku ndelok ulan tidak sebundar
seperti tanggal siji, aku dadi yakin lek tanggal siji iku senin. Tapi aku
wingi kan lebaran seloso, terus lek ngono iku piye yo endane?”.53
(Waktu hari selasa saya melihat bulan tidak sebundar seperti tanggal
satu, jadi waktu itu saya yakin kalau hari rayanya hari senin, tapi saya
kemarin sudah terlanjur mengikuti hari raya hari selasa, terus kalau
seperti itu bagaimana?).
7) Timbulnya ketidakpercayaan terhadap keputusan organisasi keagamaan
sebagaimana bisa disimpulkan dalam penuturan ibu Latifah: “Kalo
biasanya aku ikut mak (ibu) tapi tahun yang kemarin ini aku ikut sama
suamiku. Soalnya sampai malam senin iku kan masih ruwet beritanya,
jadi daripada gitu ya wes aku besoknya ikut suamiku sholat di lapangan.
Kan kalo di sini iku yang sholat di lapangan biasanya muhammadiyah. ”
8) Berpotensi terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara suami, istri,
anak, atau orang tua karena berbeda waktu merayakan hari raya. Hal
demikian dapat disimpulkan dari penuturan Ibu Latifah di atas.
9) Kebingungan dalam membayar zakat fitrah sebab masyarakat
menganggap bahwa membayar zakat fitrah harus akhir Ramadhan atau
awal Syawal.
171
Lampiran 2
Data Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, & Dzulhijjah (1408-1436) H 2
2 Muthoha Arkanuddin, 23 Tahun Keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan
Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah di Indonesia (Updated), (Yogyakarta, t.p., t.t.). Untuk
data penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah tahun (1434-1436) H,
dirangkum dari banyak sumber.
Tahun Bulan Ijtimak (WIB) Tanggal
Rukyat Tinggi
Hilal
Keputusan Pem.RI Keterangan Hasil
Isbat Awal
Bulan
1436
Zulhijjah - - - - - -
Syawwal 16/07/2015@08:21 16/07/2015 -2,32 Istikmal 18/07/2015 Serempak
Ramadhan 16/06/2015@21:05 16/06/2015 3,62 Rukyat 17/06/2015 Serempak
1435
Zulhijjah 24/09/2014@14:13 24/09/2014 2° 59' Rukyat 26/09/2014 Serempak
Syawwal 27/07/2014@05:42 27/07/2014 3° 37' Rukyat 28/07/2014 Serempak
Markaz: Malang
Ramadhan 26/06/2104@17:02 26/06/2104 0° 42' Istikmal 28/06/2104 Muhammadiyah (H-1)
1434
Zulhijjah 05/10/201307:36 05/10/2013 3° 03' Rukyat 05/10/2013 Serempak.
Syawwal 7/8/2013@04:51 7/8/2013 3° 51' Rukyat 08/08/2013 Serempak Markaz: Malang
Ramadhan 08/07/201314:15 8/7/2013 0° 44' Istikmal 10/07/2013 Muhammadiyah (H-1),
1433
Zulhijjah 15/10/12 @19:04 15/10/12 -3° 23' istikmal 17/10/12 Serempak
Syawwal 17/08/12 @ 22:56 18/08/12 6° 45' RUKYAT 19/08/12 Serempak Rukyat CCD DITERIMA
Ramadhan 19/07/12 @ 11:26 19/07/12 1° 02' istikmal 21/07/12 Klaim rukyat Cakung DITOLAK Muhammadiyah (H-1)
1432
Zulhijjah 27/10/11 @ 02:58 27/10/11 6° 04' RUKYAT 28/10/11 Serempak Klaim rukyat DITERIMA
Syawwal 29/08/11 @ 10:06 29/08/11 1° 13' stikmal 31/08/11 Klaim rukyat Cakung DITOLAK Muhammadiyah (H-1)
Ramadhan 31/07/11 @ 01:42 31/07/11 6° 26' RUKYAT 1/08/11 Serempak Klaim rukyat Bangkalan,
Makassar dan Condrodipo
DITERIMA
1431
Zulhijjah 06/11/10 @ 11:53 06/11/10 1° 17' istikmal 08/11/10 Serempak Syawwal 08/09/10 @ 17:32 08/09/10 -2° 24' istikmal 10/09/10 Serempak
Ramadhan 10/08/10 @ 10:10 10/08/10 2° 29' RUKYAT 11/08/10 Serempak Klaim rukyat Cilincing,
Probolinggo, Bengkulu dan
Condrodipo DITERIMA
1430
Zulhijjah 17/11/09 @ 02:16 17/11/09 5° 25' RUKYAT 18/11/09 Serempak
Klaim rukyat Gresik dan
Semarang DITERIMA
Syawwal 19/09/09 @ 01:46 19/09/09 5° 23' RUKYAT 20/09/09 Serempak Klaim rukyat dari Sukabumi, dan
Cakung DITERIMA Ramadhan 20/08/09 @ 17:04 20/08/09 -2° 01' istikmal 22/08/09 Serempak
NU rukyat pada 21/08/09 berhasil
1429
Zulhijjah 27/11/08 @ 23:56 27/11/08 -4° 47' istikmal 29/11/08 Serempak Syawwal 29/09/08 @ 15:14 29/09/08 -1° 42' istikmal 01/10/08 Serempak
Ramadhan 31/08/08 @ 03:00 31/08/08 5° 03' RUKYAT 01/09/08 Serempak Klaim rukyat Gresik, Jogja,
Lampung, Jabar DITERIMA
1428 Zulhijjah 10/12/07 @ 00:42 09/12/07 -4° 02' istikmal 11/12/07 Serempak
172
Syawwal 11/10/07 @ 12:02 11/10/07 0° 22' istikmal 13/10/07 Klaim rukyat Cakung DITOLAK Muhammadiyah (H-1)
Ramadhan 11/09/07 @ 19:46 11/09/07 -2° 22' istikmal 13/09/07 Serempak
1427
Zulhijjah 20/12/06 @ 21:02 20/12/06 -2° 04' istikmal 22/12/06 Serempak
Syawwal 22/10/06 @ 12:16 22/10/06 0° 31' istikmal 24/10/06 Klaim rukyat Cakung dan
Bangkalan DITOLAK Muhammadiyah, NU Jatim (H-1)
Ramadhan 22/09/06 @ 18:46 22/09/06 -1° 44' istikmal 243/11/06 Serempak
1426
Zulhijjah 31/12/05 @ 10:14 31/12/05 4° 10' RUKYAT 01/01/06 Serempak Klaim rukyat Cakung dan Malang
DITERIMA
Syawwal 02/11/05 @ 08:26 02/11/05 2° 52' RUKYAT 03/11/05 Serempak Klaim rukyat Cakung dan Gresik
DITERIMA Ramadhan 03/10/05 @ 17:30 03/10/05 -1° 04' istikmal 05/10/05 Serempak
1425
Zulhijjah 10/01/05 @ 19:03 10/01/05 -0° 23' istikmal 12/01/05 Serempak Syawwal 12/11/04 @ 21:28 12/11/04 -3° 34' istikmal 14/11/04 Serempak
Ramadhan 14/10/04 @ 09:50 14/10/04 2° 55' RUKYAT 15/10/04 Serempak Klaim rukyat Cakung
DITERIMA
1424
Zulhijjah 22/01/04 @ 04:06 21/01/04 -4° 51' istikmal 23/01/04 Serempak
Syawwal 24/11/03 @ 06:00 24/11/03 5° 31' RUKYAT 25/11/03 Serempak Klaim Cakung, Dermaga Biak,
Klender, Bangkalan DITERIMA Ramadhan 25/10/03 @ 19:52 25/10/03 -2° 12' istikmal 27/10/03 Serempak
1423
Zulhijjah 01/02/03 @ 17:50 01/02/03 0° 49' istikmal 03/02/03 Muhammadiyah (H-1) Syawwal 04/12/02 @ 14:36 04/12/02 0° 31' istikmal 06/12/02 Muhammadiyah (H-1)
Ramadhan 05/11/02 @ 03:36 05/11/02 7° 02' RUKYAT 06/11/02 Serempak Klaim rukyat Klender dan
Pelabuhan Ratu DITERIMA
1422
Zulhijjah 12/02/02 @ 14:42 12/02/02 2° 12' RUKYAT 13/02/02 Serempak Klaim rukyat Cakung (hujan)
DITERIMA
Syawwal 15/12/01 @ 03:48 15/12/01 5° 48' RUKYAT 16/12/01 Serempak Klaim rukyat Cakung, Malang,
Pelabuhanratu DITERIMA Ramadhan 15/11/01 @ 13:42 15/11/01 1° 09' istikmal 17/11/01 Muhammadiyah (H-1)
1421
Zulhijjah 23/02/01 @ 15:22 23/02/01 1° 51' RUKYAT 24/02/01 Serempak,
Klaim rukyat Blitar DITERIMA Syawwal 26/12/00 @ 00:24 25/12/00 -4° 18' istikmal 27/12/00 Serempak
Ramadhan 26/11/00 @ 06:12 26/11/00 4° 24 RUKYAT 27/11/00 Serempak Klaim rukyat Klender
DITERIMA
1420 Zulhijjah 06/03/00 @ 12:18 06/03/00 3° 06' imkan 07/03/00 NU (H+1) Syawwal 07/01/00 @ 01:16 06/01/00 -4° 59' istikmal 08/01/00 Serempak
Ramadhan 08/12/99 @ 05:34 07/12/99 -6° 36' istikmal 09/12/99 Serempak
1419 Zulhijjah 18/03/99 @ 01:50 17/03/99 -3° 41' istikmal 19/03/99 Serempak Syawwal 17/01/99 @ 22:48 17/01/99 -4° 11' istikmal 19/01/99 Serempak
Ramadhan 19/12/98 @ 05:44 18/12/98 -7° 17' istikmal 20/12/98 Serempak
1418
Zulhijjah 28/03/98 @ 10:16 28/03/98 3° 56' imkan 29/03/98 Serempak
Syawwal 28/01/98 @ 13:02 28/01/98 0° 18' istikmal 30/01/98 Klaim Cakung dan Bawean
DITOLAK Muhammadiyah, NU Jatim (H-1)
Ramadhan 29/12/97 @ 23:58 28/12/98 -5° 16' istikmal 31/12/98 Serempak
1417
Zulhijjah 07/04/97 @ 18:04 07/04/97 -0° 35' istikmal 09/04/97 Serempak Syawwal 07/02/97 @ 22:06 07/02/97 -0° 59' istikmal 09/02/97 Serempak
Ramadhan 09/01/97 @ 11:26 09/01/97 5° 48' RUKYAT 10/01/97 Serempak, Klaim Manado, Rembang,
Cakung DITERIMA
173
1416 Zulhijjah 18/04/96 @ 05:50 18/04/96 4° 44' imkan 19/04/96 Serempak Syawwal 19/02/96 @ 06:32 19/02/96 2° 51' RUKYAT 20/02/96 Serempak
Ramadhan 20/01/96 @ 19:52 20/01/96 -4° 01' istikmal 22/01/96 Serempak
1415
Zulhijjah 30/04/95 @ 00:38 30/04/95 6° 16' imkan 01/05/95 Serempak Syawwal 01/03/95 @ 06:32 01/03/95 -3° 43' istikmal 03/03/95 Serempak
Ramadhan 31/01/95 @ 05:50 31/01/95 2° 49' RUKYAT 01/02/95 Serempak, Klaim rukyat Cakung
DITERIMA
1414 Zulhijjah 11/05/94 @ 00:08 11/05/94 6° 14' imkan 12/05/94 Serempak Syawwal 12/03/94 @ 14:06 12/03/94 -1° 58' istikmal 14/03/94 NU Jatim (H-1)
Ramadhan 10/02/94 @ 21:32 10/02/94 -4° 54' istikmal 12/02/94 Serempak
1413
Zulhijjah 21/05/93@ 21:08 21/05/93 -3° 17' istikmal 23/05/93 Serempak
Syawwal 23/03/93 @ 14:16 23/03/93 -2° 15' istikmal 25/03/93 Indonesia NU (H-1)
Ramadhan 21/02/93 @ 20:06 21/02/93 -4° 19' istikmal 23/02/93 Serempak
1412
Zulhijjah 01/06/92 @ 10:58 01/06/92 1° 48' istikmal 03/06/92 Muhammadiyah menerima
Imkanurrukyat MABIMS Syawwal 03/04/92 @ 12:04 03/04/92 -1° 17' istikmal 05/04/92 Klaim rukyat Jtim > NU (H-1)
Ramadhan 04/03/92 @ 20:24 04/03/92 -4° 28' istikmal 06/03/92 Serempak
(Thn. disepakati Kriteria
MABIMS)
1411
Zulhijjah 12/06/91 @ 19:08 12/06/91 -2° 45' istikmal 14/06/91 Serempak
Syawwal 15/04/91 @ 02:40 15/04/91 3° 35' RUKYAT 16/04/91 Serempak Klaim rukyat Pelabuhan Ratu,
Cakung, Klender DITERIMA Ramadhan 16/03/91 @ 15:12 16/03/91 -2° 19' istikmal 18/03/91 Serempak
1410 Zulhijjah 23/06/90 @ 01:56 23/06/90 7° 22' imkan 24/06/90 Serempak Syawwal 25/04/90 @ 11:27 25/04/90 -0° 22' istikmal 27/04/90 Serempak
Ramadhan 27/03/90 @ 02:50 27/03/90 3° 50' imkan 28/03/90 Serempak
1409 Zulhijjah 03/07/89 @ 11:59 03/07/89 1° 30' istikmal 05/07/89 Serempak Syawwal 06/05/89 @ 18:48 06/05/89 8° 19' imkan 07/05/89 Serempak
Ramadhan 06/04/89 @ 10:33 06/04/89 0° 28' istikmal 08/04/89 Muhammadiyah (H-1)
1408
Zulhijjah 14/07/88 @ 11:59 14/07/88 4° 52' imkan 15/07/88 Serempak
Syawwal 16/05/88 @ 05:12 16/05/88 2° 59' RUKYAT 17/05/88 Serempak Klaim rukyat Cakung dan
Klender DITERIMA Ramadhan 16/04/88 @ 19:02 16/04/88 -3° 17' istikmal 18/04/88 Serempak