perseroan terbatas: uu no. 40 tahun 2007, doktrin, dan yurisprudensi - perbandingan dengan pt dalam...

Upload: eriksona

Post on 10-Oct-2015

128 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ringakasan UU PT 2007 dikaitkan dengan doktrin dan yurisprudensi yang ada dan perbandingan ketentuan PT secara umum dengan PT dalam hal bank

TRANSCRIPT

Nama: Erikson AritonangNPP: T049573Hukum Perseroan Terbatas

A. Konsep Dasar Perseroan TerbatasIstilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan saat ini, dulunya dikenal dengan istilah (Naamloze Vennootschap / NV). Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 (untuk selanjutnya disebut UUPT) yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.Dari definisi itu dapat ditarik unsur-unsur yang melakat pada PT, yakni:1. PT adalah badan hukum;Badan hukum dalam kamus Hukum diartikan sebagai organisasi, perkumpulan atau paguyuban, dimana pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan sebagai persona atau sebagai orang.[footnoteRef:1] Menurut Prof. Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat di depan hakim.[footnoteRef:2] Jadi pada dasarnya badan hukum adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia, memilki kekayaan sendiri, dan digugat dan menggugat di depan Pengadilan. [1: Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Belanda Indonesia Inggris, (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 97.] [2: Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Inter Masa, 1987), hal. 182.]

2. PT adalah persekutuan modal;PT tidak mementingkan sifat kepribadian para pemegang saham yang ada di dalamnya. Hal ini untuk membedakan secara jelas substansi atau sifat badan usaha PT dibandingkan dengan badan usaha lainnya, seperti persekutuan perdata.3. Didirikan berdasarkan perjanjian;Ketentuan ini berimplikasi bahwa pendirian PT harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perjanjian. Jadi, dalam pendirian PT, selain tunduk pada UUPT, tunduk pula pada hukum perjanjian.4. Melakukan kegiatan usaha;Sebagaimana dalam Pasal 18 UUPT yang mengharuskan PT untuk memiliki maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Oleh penjelasan Pasal 18 UUPT dijelaskan bahwa kegaitan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan dalam rangka mencapai maksud tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar.5. Modalnya terdiri dari saham-sahamDalam Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa modal perseroan terdiri seluruh nilai nominal saham. Modal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan. Pasal 32 ayat (2) UUPT menentukan, bahwa modal dasar perseroan paling sedikit sejumlah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun, Pasal 32 ayat (2) UUPT menentukan pula bahwa untuk bidan usaha tertentu berdasarkan undang-undang atau peraturan pelaksanaan tertentu tersebut, jumlah minimum modal perseroan dapat diatur berbeda.

B. Pendirian, Anggaran Dasar, Daftar Perseroan, dan Pengumuman Perseroan Terbatas1. Pendirian Perseroan TerbatasDalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) UUPT dinyatakan bahwa PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih yang mana setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Dalam Pasal 7 ayat (7) ketentuan adanya paling sedikit 2 (dua) orang pemegang saham dalam perseroan tidak berlaku bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan persero yang mengelola bursa efek, lembaga kliring, dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam UU Pasar Modal.Pendirian PT harus dengan akta notaris yang dibuat dengan Bahasa Indonesia yang dalam akta tersebut sekurang-kurangnya tercantum sebagaimana yang diharuskan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) UUPT. Dalam Pasal 10 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa jangka waktu permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal Akta Pendirian ditandatangani. Dalam Pasal 7 ayat (4) menentukan bahwa perseroan mendapat status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan PT yang belum didirikan, mengikat PT setelah perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama PT secara tegas menyatakan menerima atau mengambilalaih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.2. Anggaran Dasar (AD) Perseroan TerbatasIsi dari anggaran dasar diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT. Selain ketentuan yang diaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT di atas, anggaran dasar juga dapat memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan UUPT. Dalam Pasal 15 ayat (3), AD tidak boleh memuat ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Ketentuan mengenai nama suatu PT diatur dalam Pasal 16 UUPT.Pasal 17 ayat (1) menentukan bahwa PT mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah NKRI yang ditentukan dalam AD. Mengenai perubahan AD PT diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 UUPT. Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.[footnoteRef:3] Acara mengenai perubahan anggaran wajib dicantumkan dengan jelas dalam acara panggilan RUPS.[footnoteRef:4] Perubahan AD tertentu harus mendapat persetujuan Menteri yang meliputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) UUPT.[footnoteRef:5] Di luar hal-hal tersebut, perubahan AD PT cukup dibertiahukan kepada Menteri.[footnoteRef:6] [3: Pasal 19 ayat (1)] [4: Pasal 19 ayat (2) UUPT] [5: Pasal 21 ayat (1)UUPT] [6: Pasal 21 ayat (3)UUPT]

3. Daftar Perseroan TerbatasDaftar PT Terbatas ini merupakan hal baru. Dalam UUPT yang lama, pengaturan tentang Daftar Perseroan ini tidak ada. Pasal 29 ayat (1) UUPT mewajibkan Menteri untuk mengadakan Daftar Perseroan. 4. Pengumuman Perseroan TerbatasPengaturan mengenai pengumuman perseroan diatur di dalam Pasal 30 UUPT. Pasal 30 ayat (1) UUPT mewajibkan Menteri untuk mengumumkan dalam Tambahan Berita Indonesia. Hal yang diumumkan adalah: Akta pendirian perseroan beserta Keputusan Menteri mengenai pengesahan perseroan terbatas; Akta perubahan AD perseroan beserta Keputusan Menteri persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan terbatas; Akta perubahan AD yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.Pengumuman tersebut menurut Pasal 30 ayat (2) UUPT dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tangga lditerbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan atau Keputusan Menteri tentang perubahan AD tertentu atau sejak diterimanya pemberitahuan Menteri mengenai diterimanya perubahan AD. Berbeda dengan UUPT yang lama, UUPT yang baru tidak lagi mengaitkan pendirian PT dengan kewajiban untuk melakukan pendaftaran perusahaan dalam Daftar Perusahaan berdasarkan UU NO. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

C. Modal dan Saham Perseroan TerbatasKeanggotaan suatu perseroan didasarkan pada kepemilikan satu atau lebih saham perseroan. Setiap saham hanya mewakili satu bagian kecil dari keseluruhan kekayaan yang dimiliki perseroan. Pemegang saham tidak memiliki bagian khusus kekayaan perseroan. Perseroan itu sendiri yang menjadi pemilik seluruh kekayaan yang ada dalam perseroan.Saham yang diterbitkan kepada pemegang saham disebut sebagai outstanding share. Adapun capital stock adalah modal yang secara kolektif untuk mendirikan suatu perseroan yang dibagi dalam saham. Capital stock mengacu kepada nilai yang diterima oleh perseroan melalui Outstandinng share di atas.Di Indonesia, berdasarkan UUPT modal perseroan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:1. Modal DasarModal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan. Modal dasar ini harus terbagi menjadi saham-saham dalam jumlah yang tetap (nilai nominal). Perseroan tidak dapat menerbitkan saham jika melebihi jumlah modal dasar yang telah diatur dalam akta pendirian.Pasal 32 ayat (1) UUPT menentukan, bahwa modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun, Pasal 32 ayat (2) UUPT menentukan pula bahwa untuk bidan usaha tertentu berdasarkan undang-undang atau peraturan pelaksanaan tertentu tersebut, jumlah minimum modal perseroan dapat diatur berbeda. Pasal 32 ayat (3) UUPT menyebutkan bahwa perubahan persyaratan jumlah minimal modal dasar yang ditentukan dapat diubah melalui Peraturan Pemerintah. Besarnya jumlah modal dasar perseroan itu tidak menggambarkan kekuatan financial riil perseroan, tetapi hanya menentukan jumlah maksimum modal dan saham yang dapat diterbitkan perseroan.

2. Modal yang DitempatkanModal yang ditempatkan merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan. Modal ini menentukan jumlah nominal saham yang benar-benar diterbitkan oleh perseroan.Pasal 33 ayat (1) UUPT menentukan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh. Dalam Pasal 33 ayat (2) UUPT, modal yang ditempatkan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Sebagaimana halnya modal dasar, modal ditempatkan juga belum memberikan gambaran kekuatan financial riil perseroan karena modal tersebut belum berupa uang tunai atau belum ada sama sekali penyetoran dalam kas perseroan.3. Modal yang DisetorModal yang disetor merupakan modal perseroan yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan pada pendiri kepada kas perseroan pada saat persroan didirikan. Ini merupakan proporsi nominal saham yang benar-benar dibayar pemegang saham. Pasal 33 ayat (2) UUPT menentukan bahwa modal yang ditempatkan itu harus disetor secara penuh. Penyetoran atas modal saham tersebut menurut Pasal 34 ayat (1) dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam penjelasan dinyatakan bahwa, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.Karena modal yang disetor berupa uang tunai atau bentuk lainnya yang secara riil disetor para pendiri ke dalam kas perseroan, maka dengan modal yang disetor dapat menggambarkan kekuatan financial riil perseroan pada saat perseroan didirikan.

Dalam melakukan usahanya, suatu PT dapat melakukan penambahan modal. Penambahan modal yang dimaksud adalah penambahan modal equitas, yakni modal dasar, modal ditempatkan , dan modal disetor. Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPT, penambahan modal perseroan dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. Dalam Pasal 42 ayat (1) UUPT menentukan bahwa keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan UUPT dan/atau AD. Dalam Pasal 42 ayat (3) ditentukan bahwa penambahan modal ditempatkan dan disetor wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat dilakukan dengan cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus dengan cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan cara menurunkan nilai saham.[footnoteRef:7] Pengurangan modal ini dilakukan dengan mendapat persetujuan Menteri. [7: Penjelasan Pasal 44 ayat (1) UUPT]

Dalam UUPT tidak terdapat definisi mengenai saham. Namun istilah tersebut banyak ditemui di dalam kedua undang-undang tersebut. Dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 31 ayat (1) UUPT dapat diketahui bahwa saham adalah bagian dari modal dasar Perseroan. Pasal 1 angka 1 UUPT: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Pasal 31 ayat (1) UUPT: Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT dapat disimpulkan bahwa saham adalah penyertaan modal yang dimasukkan oleh subjek hukum ke dalam suatu Perseroan Terbatas pada saat pendirian Perseroan Terbatas tersebut. Pasal 7 ayat (2) UUPT: Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.

Klasifikasi SahamMenurut Pasal 53 ayat (4) UUPT, di dalam anggaran dasar dapat ditetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, antara lain: Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris Saham yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi saham lain; Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau non-kumulatif; Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan peerseroan dalam likuidasi.

Berdasarkan kualifikasi di atas, saham-saham tersebut dapat dibedakan berdasarkan hak pemegang sahamnya , yakni:1. Saham Biasa (Common Stocks atau Ordinary Shares)Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki keistimewaan. Setiap saham ini biasanya memberikan hak kepada pemegangnya satu suara, hak untuk mendapatkan dividen, dan hak untuk mendapatkan sisa kekayaan setelah pembubaran dan likuidasi. Menurut Penjelasan Pasal 53 ayat (3) UUPT, saham biasa adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, mempunyai hak menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.2. Saham yang mengandung atau memiliki keistimewaan (preference shares)Saham istimewa merupakan saham yang memiliki keunggulan atau keistimewaan daripada saham biasa. Keunggulan tersebut antara lain berkaitan dengan pembagian dividen, pembagian atas kekayaan perseroan setelah perseroan dibubarkan dan dilkuidasi. Saham istimewa atau saham preferen dibedakan menjadi dua yaitu saham preferen dan saham preferen kumulatif.

D. Tanggung Jawab Sosial Perseroan TerbatasIstilah CSR (Corporate Social Responsibility) hanya diterapkan pada korporasi. Hal ini karena korporasi merupakan institusi yang dominan di bumi ini di mana korporasi pasti berhadapan dengan persoalan lingkungan dan sosial yang mempengaruhi kehidupan manusia. World Bank Group menyebut definisi CSR sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat, dan masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara-cara yang bermanfaat, baik bagi bisnis itu sendiri maupun untuk pembangunan.Ketentuan yang berkaitan dengan CSR di dalam UUPT dapat ditemukan dalam Pasal 74. Pasal 74 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Menurut Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UUPT, ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan yang selaras dan seimbang sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

E. Organ PT (Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris)PT adalah subjek hukum. Suatu PT tidak dapat melakukan perbuatan dan hubungan sendiri, melainkan ia harus bertindak dengan perantaraan orang alamiah yang menjadi pengurus badan hukum tersebut. Oleh karena itu, UUPT mengharuskan PT untuk memiliki tiga organ, yakni:1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)Pasal 1 angka 4 jo Pasal 78 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS merupakan organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. RUPS sebagai organ PT memiliki beberapa kewenangan ekslusif tertentu yang diberikan UUPT. Kewenangan tersebut berkaitan dengan:a. Penetapan perubahan anggaran dasar[footnoteRef:8]; [8: Pasal 19 ayat (1) UUPT]

b. Pembelian kembali saham oleh perseroan atau pengalihannya[footnoteRef:9]; [9: Pasal 38 ayat (1) UUPT]

c. Penambahan modal perseroan[footnoteRef:10]; [10: Pasal 41 ayat (1) UUPT]

d. Pengurangan modal perseroan[footnoteRef:11]; [11: Pasal 44 UUPT]

e. Persetujuan rencana kerja tahunan[footnoteRef:12]; [12: Pasal 64 ayat (2) UUPT]

f. Pengesahan neraca dan laporan keuangan perseroan[footnoteRef:13]; [13: Pasal 68 ayat (1) dan (2) UUPT]

g. Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan pengawasan dewan komisaris[footnoteRef:14]; [14: Pasal 69 ayat (1) UUPT]

h. Penetapan penggunaan laba[footnoteRef:15]; [15: Pasal 71 UUPT]

i. Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris[footnoteRef:16]; [16: Pasal 94, 105, 111 UUPT]

j. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan[footnoteRef:17]; dan [17: Pasal 105 UUPT]

k. Penetapan pembubaran perseroan[footnoteRef:18]. [18: Pasal 123 UUPT]

UUPT mengenal 2 (dua) macam RUPS. Pasal 78 ayat (1) menyebutkan RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS lainnya ini adalah apa yang di dalam praktik dikenal sebagai RUPS Luar Biasa. Berkaitan dengan tempat penyelenggaraan RUPS, di dalam UUPT diatur dalam Pasal 76 ayat (1) sampai ayat (6).

2. DireksiDi dalam suatu perseroan direksi memiliki 2 fungsi, yakni fungsi pengurusan (manajemen) dan fungsi perwakilan (representasi). Pada dasarnya anggota direksi adalah buruh atau pegawai perseroan. Perseroan sebagai badan hukum adalah majikan anggota direksi. Di dalam PT Tertutup seringkali pemegang saham juga menjadi direksi perseroan yang bersangkutan. Sedangkan di dalam PT Terbuka, biasanya orang yang menjadi anggota direksi adalah orang yang professional yang bukan pemegang saham di perseroang yang bersangkutan. Dalam kondisi demikian, anggota direksi murni pekerja atau karyawan perseroan.Hubungan hukum antara direksi dan perseroan adalah hubunga kerja. Selain hubungan kerja, direksi juga memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Ketergantungan antara badan hukum dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurus lahir hubungan fidusia dimana pengurus selalu menjadi pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan wewenangnya hanya untuk kepentinga perseroan semata.Biasanya fiduciary duty direksi dibagi menjadi dua komponen utama yaitu duty of care dan duty of loyalty. Duty of care pada dasarnya merupakan kewajiban direksi untuk tidak bertindak lali, menerapkan ketelitian tingkat tinggi dalam mengumpulkan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan bisinis. Duty of loyalty dapat dipahami sebagai kewajiban untuk bertindak tanpa rasa egois atau kewajiban beneficiary untuk mengutamakan kepentingan fiduciarynya. Dua kewajiban ini seringkali dibagi lagi menjadi beberapa kewajiban seperti duty of honesty, duty of candor, dan duty of disclosure.Berdasarkan fiduciary duty, direksi suatu perseroan diberik percayaan yang tinggi oleh perseroan untuk mengeloala suat perusahaan. Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan loyalitas yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan, secara bona fides. Dalam menjalankan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai berikut:a. Dilakukan dengan itikad baik;b. Dilakukan dengan proper purposes;c. Dilakukan dengan kebebasan yang tidak bertanggungjawab (unfettered disrection); dand. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).Oleh karena itu, apabila terjadi conflict of duty dan benturan kepentingan pada saat menjalankan perseroan, direksi harus mampu mengelola secara bijak berbagai pertentangn sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan para pemegang saham.Terkait dengan kewajiban direksi, kewajiban direksi dibagi menjadi dua bagian, yakni kewajiban yang berkaitan dengan perseroan dan RUPS. Direksi tidak hanya mempunyai kewajiban, tetapi juga mempunyai hak. Salah satunya adalah hak untuk mewakili untuk dan atas nama perseroan baik di dalam maupun di luat pengadilan.Tidak semua orang dapat menjadi anggota direksi PT. Pasal 93 ayat (1) UUPTT menentukan bahwa orang yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseroangan yang cakap melakukan perbuatan hukum. Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Pasal 105 UUPT menentukan bahwa anggota direksi menurut Penjelasan Pasal 195 ayat (1) UUPT anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan kepurusan RUPS. Anggota direksi juga dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris. Kewenangan dewa komisaris ini didasarkan pada rasio bahwa pemberhentian anggota direksi oleh RUPS memerlukan waktu pelaksanaannya, sedangkan kepentingan perseroan tidak dapat ditunda. Untuk itu dewan komisaris sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.UUPT tidak membatasi masa jabatan anggota direksi perseroan. Berkaitan dengan jumlah anggota direksi, Pasal 92 ayat (3) UUPT menetukan bahwa direksi perseroan terdiri atas satu orang anggota direksi atau lebih. Berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (5), dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) orang anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewanang pengurusan diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan RUPS.Berbicara mengenai tanggung jawab direksi, Pasal 97 ayat (3) UUPT menentukan bahwa setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh sevara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas dalam mengurus perseroan. Dalam Pasal 97 ayat (4) UUPT menentukan bahwa jika direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab secara pribadi tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. Namun demikian, jika anggota direksi dapat membuktikan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 97 ayat (5) UUPT, maka anggota direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi. Pasal ini menyebutkan bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas kerugian yang menimpa perseroan.Berbicara mengenai tanggung jawab pribadi direksi terhadap tindakan Ultra Vires, terminology ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaaannya sebagaimana diberikan oleh anggaran dasarnya atau peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut. Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasar, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang, tetapi melampaui yang diberikan kepadanya. Bahkan lebih jauh lagi, suatu tindakan digolongkan sebagai ultra vires bukan hanya jika tindakannya itu melampaui kewenangan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam anggaran dasar, tetapi juga tindakan itu bertentangan dengan peraturan perundag-undangan ataupun ketertiban umum. Bagi perseroan, suatu perbuatan dikatakan ultra vires bila dilakukan du luar atau melampaui wewenang direksi sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Sampai seberapa jauh perbuatan dapat dikatakan menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan, dan karenanya dapat dikategorikan sebagai perbuatan ultra vires, dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang terjadi dalam praktik dunia usaha. Menurut Fred B.G Tumbuan, suatu perbuatan hukum berada di luar maksud dan tujuan perseroan terbatas apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria, yakni:1. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh anggaran dasar.2. Dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan akan menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar.3. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak dapat diartikan sebagai tertuju kepada kepentingan perseroan terbatas.Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pada dasarnya direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi di luar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan. Ini berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan. Doktrin ini dimaksudkan untuk melindungi para investor atau pemegang saham, yaitu untuk mencegah direksi melakukan perbuatan ultra vires atau kemudian untuk memperoleh ganti kerugian dari perseroan.Didalam hukum perseroan, dikenal doktrin yang mengajarkan bahwa direksi perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan putusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Doktrin dikenal dengan nama Business Judgment Rule yang mana mendorong direksi untuk lebih berani mengambil resiko daripada terlalu berhati-hati, sehingga perseroan tidak jalan. Prinsip ini mencerminkan asumsi bahwa pengadilan tidak dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam bidang bisnis daripada direksi. Para hakim mempelajari permasalahan setelah terjadi fakta-fakta.Terhadap kerugian yang diderita perseroan baik pelanggaran kewajiban fidusia, ultra vires maupun kesalahan lainnya yang dilakukan fidusia, ultra vires maupun kesalahan lainnya yang dilakukan anggota direksi, pemegang saham perseroan yang bersangkutan memilki hak untuk mengajukan gugatan derivative terhadap anggota direksi tersebut. Gugatan derivative adalah suatu gugatan berdasarkan hak utama dari perseroan, tetapi dilaksanakan pemegang saham atas nama perseroan yang dilakukan karena adanya kegagalan dalam perseroan. Dikatakan derivative (turunan) karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal dari gugatan yang seharusnya dilakukan perseroan.

3. Dewan KomisarisDalam suatu Menurut pasal 1 angka 6 UUPT, Komisaris adalah sebagai organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi. Ketentuan ini dilanjutkan oleh pasal 108 ayat (1) UUPT yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.Menurut pasal 108 ayat (2) UUPT, Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Penjelasan pasal 108 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris di dalam perseroan berkedudukan sebagai badan supervisi. Komisaris adalah badan non eksekutif yang tidak berhak mewakili perseroan, kecuali dalam hal tertentu yang disebutkan dalam UUPT dan anggaran dasar perseroan.Fungsi komisaris dalam perseroan adalah untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada direksi, agar perusahaan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum hukum yang merugikan perseroan, shareholders dan stakeholders. Fungsi-fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:1. Fungsi PengawasanPada fungsi ini, dewan komisaris menjalankan fungsinya untuk melakukan Audit Keuangan, Audit Organisasi dan Audit Personalia.2. Fungsi PenasehatPada fungsi ini, dewan komisaris memberikan nasehat dalam pembuatan agenda program hingga pelaksanaan agenda program.

Fungsi pengawasan dewan komisaris diwujudkan dalam dua level yaitu level performance dan level conformance. Pada Level performance, dewan komisaris memberikan petunjuk pada direksi dan RUPS. Sedangkan level conformance, memastikan pelaksanaan kegiatan pengawasan dewan komisaris agar dipatuhi dan dilaksanakan.Dalam melaksanakan fungsinya, dewan komisaris tuntuk pada prinsip yuridis menurut ketentuaan UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:1. Komisaris merupakan badan pengawas, artinya selain mengawasi direksi, juga mengawasi perseroan secara umum;2. Komisaris merupakan badan independen, artinya tidak tunduk pada kekuasaan siapapun dan melaksanakan tugasnya semata-mata demi kepentingan perseroan;3. Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen, artinya meskipun komisaris merupakan pengambil keputusan, tetapi tidak memiliki fungsi eksekutif layaknya direksi;4. Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat kepada direksi;5. Komisaris tidak dapat diperintah oleh RUPS.Pasal 108 ayat (3) menentukan bahwa Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. Selanjutnya pada pasal 108 ayat (4) menentukan bahwa Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dalam menjalankan tugasnya, komisaris juga mempunyai tugas tertentu yang tertuang dalam pasal 116 UUPT, Dewan Komisaris wajib:a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.Pasal 110 ayat (1) menentukan bahwa Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:a. Dinyatakan pailit;b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.Menurut pasal 110 ayat (2), Ketentuan persyaratan di atas tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Yang dimaksud dengan surat adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan di atas dan surat dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan tersebut.Pasal 111 ayat (4) menentukan agar Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.Pasal 114 ayat (1) menentukan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan berkenaan dengan kebijsakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan, maupum usaha perseroan.Pasal 114 ayat (2) menyebutkan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pasal 114 ayat (3) menentukan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.Pasal 114 ayat (5) UUPT menentukan Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut di atas apabila dapat membuktikan: a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; danc. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kepailitan perseroan apabila dapat membuktikan:a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;b. Telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;c. Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan d. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.Pasal 117 ayat (1) UUPT menentukan dalam anggaran dasar ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Penjelasan dari pasal tersebut adalah Yang dimaksud dengan memberikan persetujuan adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris. Yang dimaksud dengan bantuan adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan.Keberadaan komisaris independen saat ini sudah menjadi keharusan. UUPT mewajibkan perseroan untuk mempunyai sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen, yang berasal dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau afiliasinya dan komisaris utusan. Kehadiran komisaris independen dalm PT diharapkan dapat menciptakan keseimbangan di antara berbagai kepentingan pihak.

F. Tanggung Jawab Pemegang SahamSetiap bentuk badan usaha yang berbadan hukum (korporasi) memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan bagi investor (pemegang saham) dengan cara membatasi kerugian mereka atas kewajiban perusahaan hanya sebatas jumlah modal yang mereka investasikan. Prinsip ini dinamakan dengan prinsip tanggung jawab terbatas. Tanggung jawab terbatas ini merupakan karakteristik yang paling menarik dalam suatu perseroan terbatas.Pengaturan tanggung jawab pribadi pemegang saham di Indonesia mulai diatur dalam undang-undang sejak berlakunya UU No. 1 Tahun 1995. Ketentuan ini tetap berlaku hingga sekarang. Pasal 3 ayat (2) UUPT menentukan bahwa pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas perseroan apbila:1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan; atau4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

G. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan PemisahanDalam perjalanan sebuah perusahaan pada tahap-tahap tertentu memerlukan suatu restrukturisasi atau reorganisasi. Sebuah perusahaan perlu memikirkan suatu restrukturisasi perusahaan, apabila menginginkan usahanya dapat melakukan persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Restrukturisasi usaha dapat dilakukan dengan cara penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan.1. PenggabunganPasal 1 angka 9 UUPT mendefinisikan penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perusahaan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.2. PeleburanPasal 1 angka 10 UUPT mendefinisikan peleburan atau konsolidasi merupakan perubatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.3. PengambilalihanPasal 1 angka 11 UUPT mendefinisikan bahwa pengambilalaihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroangan untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.4. Pemisahan Pasal 1 angka 12 UUPT mendefinisikan bahwa pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beraliha karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.

H. Pembubaran dan Likuidasi Perseroan TerbatasPembubaran adalah suatu tindakan yang mengakibatkan perseroan berhenti eksistensi dan tidak lagi menjalankan kegiatan bisnis untuk selama-lamanya. Kemudian diikuti dengan proses administrasinya berupa pemberitahuan, pengumuman, dan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya. Pasal 142 ayat (1) UUPT menyebutkan beberapa cara terjadi pembubaran perseroan, yakni:1. Berdasarkan keputusan RUPS;2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;3. Berdasarkan penetapan pengadilan;4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;5. Karena harta pailit perseroan telah dinyatakan pailit berada dalam keadaaan insolvensi sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan;6. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan lokuiadasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 143 ayat (1) UUPT menentukan pembubaran perseroan tidak mengakibatkan perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT menentukan bahwa setelah pembubaran perseroan baik karena dibubarkan oleh RUPS, penetapan pengadilan negeri, maupun berdasar keputusan pengadilan niaga berdasar UU Kepailitasn wajib diikuti oleh penunjukan likuidator atau kurator. Penunjukan likuidator atau kurator bergantung pada siapa yang akan melakukan pembubaran tersebut.

5 Ketentuan UUPT Terkait Dengan PT Berupa Bank Umum

1. Modal DasarDalam Pasal 32 ayat (1) UUPT, modal dasar perseroan ditentukan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Menurut Pasal 33 ayat (1) UUPT menentukan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari Modal Dasar harus ditempatkan dan disetor penuh. Jadi modal disetor sebesar Rp. 12.500.000,- (dua belas juta rupiah). Namun untuk bank umum, modal disetor lebih besar dari ketentuan minimum yang diatur dalam UUPT. Menurut Pasal 5 PBI No. 11 Tahun 2009 tentang Bank Umum, modal disetor untuk mendirikan Bank minimal Rp. 3 triliun (tiga triliun rupiah)

2. Pengesahan Sebagai Badan HukumProsedur pengesahan badan hukum tidak memerlukan adanya persetujuan prinsip dari intansi terkait. Sedangkan, prosedur pengesahan badan hukum untuk PT bank, perlu adanya persetujuan prinsip dari Dewan Gubernur BI yang merupakan syarat diberikannya pengesahan.

3. Kegiatan UsahaDalam UUPT, suatu perseroan dimungkinkan melakukan lebih dari satu kegiatan usaha. Sedangkan dalam PT. Bank tidak bisa melakukan kegiatan lebih dari satu usaha, melainkan hanya usaha jasa perbankan.

4. Direksi dan KomisarisUntuk menjadi Direksi dapat dilakukan oleh siapa saja yang memenuhi ketentuan dalam UUPT, sedangkan untuk PT. Bank selain harus memenuhi ketentuan dalam UUPT tetapi juga ditambah adanya proses Fit & Proper Test dari Bank Indonesia.

5. Penunjukan LikuidatorDalam Pasal 142 ayat (3) UUPT menyatakan pembubaran berdasar keputusan RUPS, dan RUPS tidak menunjuk likuidator maka Direksi bertindak selaku likuidator. Sedangkan khusus pembubaran Bank Umum, menurut Pasal 3 jo Pasal 5 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut UU LPS) menentukan bahwa penunjukan likuidator dilakukan oleh LPS.

6. Proses LikuidasiHal ini diatur dalam Pasal 149 ayat (1) UUPT mengenai kewajiban likuidator untuk melakukan pemberesan harta kekayaan perseroan dalam proses likuidasi. Selain cara tersebut, khusus untuk likuidasi bank, likuidasi dapat pula dilakukan dengan cara penjualan seluruh harta dan penagihan kewajiban kepada pihak lain oleh Bank Indonesia[footnoteRef:19]. [19: Khairandy, Ridwan. Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi. (Yogyakarta: Kreasi Total Media Yogyakarta, 2009), hal. 345.]

1