persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

21
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Laporan atau hasil kajian ilmiah yang menyangkut kepariwisataan Bali telah banyak dilakukan, baik penelitian yang diorientasikan untuk pengembangan pariwisata Bali berkelanjutan, maupun penelitian yang mengungkap persepsi dan penguatan citra positif pariwisata Bali yang mendasari hubungan kerjasama antar stakeholders, termasuk pihak hotel, Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang terlibat dalam bisnis pariwisata Bali. Salah satu penelitian kebijakan umum yang bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara mengunjungi daerah tujuan wisata Bali adalah penelitian yang dilakukan oleh I Made Suradnya, staf Sekolah Tinggi Pariwisata Bali berjudul Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali Dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah Bali (2006). Penelitian (survey) yang melibatkan 505 orang responden yang berasal dari negara-negara sumber utama wisatawan. Para wisatawan tersebut dipilih secara acak ketika mereka sedang berada di ruang tunggu keberangkatan di Bandara Ngurah Rai Bali setelah melakukan kunjungan di Bali selama musim ramai dan musim sepi kunjungan tahun 2005. Dengan menggunakan teknik analisis faktor (factor analysis) berhasil diidentifikasikan 8 faktor daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali, yakni : (1) Harga-harga produk wisata yang wajar, (2) Budaya dalam 13

Upload: dinhthuan

Post on 31-Dec-2016

235 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Laporan atau hasil kajian ilmiah yang menyangkut kepariwisataan Bali telah

banyak dilakukan, baik penelitian yang diorientasikan untuk pengembangan

pariwisata Bali berkelanjutan, maupun penelitian yang mengungkap persepsi dan

penguatan citra positif pariwisata Bali yang mendasari hubungan kerjasama antar

stakeholders, termasuk pihak hotel, Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang terlibat

dalam bisnis pariwisata Bali.

Salah satu penelitian kebijakan umum yang bertujuan untuk

mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan

mancanegara mengunjungi daerah tujuan wisata Bali adalah penelitian yang

dilakukan oleh I Made Suradnya, staf Sekolah Tinggi Pariwisata Bali berjudul

Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali Dan Implikasinya Terhadap

Perencanaan Pariwisata Daerah Bali (2006). Penelitian (survey) yang melibatkan

505 orang responden yang berasal dari negara-negara sumber utama wisatawan. Para

wisatawan tersebut dipilih secara acak ketika mereka sedang berada di ruang tunggu

keberangkatan di Bandara Ngurah Rai Bali setelah melakukan kunjungan di Bali

selama musim ramai dan musim sepi kunjungan tahun 2005.

Dengan menggunakan teknik analisis faktor (factor analysis) berhasil

diidentifikasikan 8 faktor daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung

ke Bali, yakni : (1) Harga-harga produk wisata yang wajar, (2) Budaya dalam

13

Page 2: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

14

berbagai bentuk manifestasinya, (3) Pantai dengan segala daya tariknya, (4)

Kenyamanan berwisata, (5) Kesempatan luas untuk relaksasi, (6) Citra (image) atau

nama besar Bali, (7) Keindahan alam, (8) Keramahan penduduk setempat.

Berdasarkan atas temuan penelitian tersebut disarankan agar dalam

perencanaan pengembangan Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia,

kedelapan faktor daya tarik tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

agar persepsi wisatawan terhadap Bali tetap terjaga.

Kawasan pariwisata Bali yang diharapkan juga tetap menjaga citra positif

adalah kawasan pariwisata Nusa Dua. Dalam kaitan ini, karya tesis berjudul

“Strategi Komunikasi Publik Relation Dalam Mempertahankan Citra Pariwisata Bali

Pada Hotel-Hotel Di Kawasan Pariwisata Nusa Dua” (2009) oleh Ni Nyoman Deni

Aryaningsih berhasil mengungkap faktor-faktor yang bisa membangun citra

pariwisata Bali. Disimpulkan bahwa citra positif pariwisata Bali ditentukan oleh 19

faktor meliputi: keamanan, kebersihan, kesenian, budaya, kebijakan pemerintah,

sinergi, keramahtamahan (masyarakat lokal), gaya hidup masyarakat lokal,

pemandangan alam, infrastruktur, tata ruang, tranportasi, promosi, magis, sumber

daya manusia, cuaca, sosial politik, ekonomi dan telekomunikasi.

Pengembangan citra positif pariwisata dapat terjaga apabila wisatawan

memiliki persepsi positif terhadap pariwisata Bali dan segala penunjangnya.

Kusuma Negara dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Wisatawan

Mancanegara Terhadap Pelayanan Kesehatan di Bali” (2005). Penelitian yang

dilakukan di empat kota di Bali (Badung, Denpasar, Gianyar, dan Buleleng) ini

mengungkapkan bahwa pesepsi wisatawan mancanegara terhadap pelayanan

kesehatan di Bali adalah bagus sesuai dengan apa yang diharapkan oleh wisatawan.

Page 3: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

15

Selanjutnya Putra menulis tesis berjudul “ Persepsi Wisatawan Terhadap

Pelayanan Hotel Melati Di Kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar (2009). Kajian

dengan menerapkan analisis pelayanan (servqual), analisis kepentingan kinerja

(importance-performance analyisis), dan pendekatan kemampuan mendasar

(competence-based) ini menemukan bahwa rata-rata wisatawan terpuaskan atas

pelayanan yang diberikan oleh hotel melati di kawasan Ubud.

Penelitian tentang kepuasan pelanggan juga dilakukan oleh Eka Mahadewi

(2004). Kajian tesis dengan menggunakan model Structural Equation Modeling

(SEM) ini berhasil melakukan konfirmasi terhadap model hipotesis melalui data

emperik bahwa terdapat 36 hotel di Bali yang layak digunakan untuk

penyelenggaraan konvensi. Hasil lain dari penelitian ini adalah : (1) faktor asurance

dan faktor tangible dapat mempengaruhi wisatawan konvensi, bahkan keduanya

dapat dikatakan sebagai faktor kunci bagi kepuasan wisatawan, (2) faktor kepuasan

mempengaruhi destinasi bagi wisatawan konvensi, dengan nilai 89%. Wisatawan

menyatakan bahwa Bali baik sebagai destinasi untuk wisatawan konvensi.

Beberapa kajian (Suradnya, 2006; Aryaningsih, 2009; dan Putra, 2009) di

atas secara umum mengungkap kaitan antara wisatawan dengan upaya menjaga citra

positif dan keberlangsungan pariwisata Bali. Hasil penelitian tersebut belum ada

yang membahas hubungan sinergi dan kerjasama sesama stakeholders pelaku bisnis

pariwisata Bali. Penelitian dengan skup terbatas dan lebih khusus ini berupaya

memahami persepsi pengelola Biro Perjalanan Wisata (BPW) terhadap produk

NDBHS. Kajian tesis ini diperlukan untuk melihat dasar kerjasama antar kedua

pelaku bisnis pariwisata Bali, yakni BPW dengan NDBHS. Keberlanjutan dan

pengembangan kerjasama antara BPW dengan NDBHS dapat dilakukan berlanjut

Page 4: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

16

apabila sesama mereka memilki persepsi yang baik (positif) terhadap mitra kerjanya.

Citra dan persepsi positif NDBHS dapat dipertahankan sepanjang manajemen dan

staf NDBHS dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para mitra

kerjanya, termasuk kepada BPW.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini akan muncul banyak kata, frasa, dan istilah yang terkait

dengan bisnis pariwisata. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu penjelasan konsep-

konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun konsep-konsep yang

diuraikan pada bagian berikut adalah konsep persepsi Biro Perjalanan Wisata

(BPW), konsep hotel benbintang lima, dan konsep produk Nusa Dua Beach Hotel &

Spa (NDBHS).

2.2.1 Persepsi Biro Perjalanan Wisata (BPW)

Persepsi adalah proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi

dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Persepsi merupakan

cara untuk mengubah energi – energi fisik lingkungan menjadi pengalaman yang

bermakna. Persepsi juga sebagai suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga

terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan

segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya

(http://id.shvoong.com/social-scienses/psychology).

Persepsi meliputi penginderaan (sensasi) melalui alat – alat indra (indra

perasa, indra peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna

pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai andil

bagi berlangsungnya komunikasi manusia. Penglihatan menyampaikan pesan non-

Page 5: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

17

verbal ke otak untuk diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan pesan

verbal ke otak untuk ditafsirkan. Penciuman, sentuhan dan pengecapan, terkadang

memainkan peranan penting dalam komunikasi, seperti bau parfum yang

menyengat, jabatan tangan yang kuat, dan rasa air garam di pantai. Selanjutnya

atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari

sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan,

ingatan dan, proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan

sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi

terhadap rangsang tertentu. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak

sadar. (http://id.shvoong.com/social-scienses/psychology/183978-definisi-persepsi/)

Menurut Rangkuti (2003: 31) makna dari proces persepsi dipengaruhi oleh

pengalaman masa lalu dari individu yang bersangkutan. Dikatakan juga ada tiga

faktor yang mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yaitu:

1. Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan

sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa, yang akan dijadikan standar

acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut. Ada dua tonggak

kepentingan pelanggan, yaitu adequate service (kinerja jasa minimal) dan disire

service (kinerja jasa yang diharapkan).

2. Kepuasan pelanggan yang diidefinisikan sebagai jawaban pelanggan terhadap

ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja yang

dirasakannya setelah pemakaian. Faktor yang mempengaruhi kepuasan

pelanggan salah satunya adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang

berfokus lima dimensi jasa. Selain itu juga oleh persepsi kualitas jasa, kualitas

produk, harga, dan faktor lainya yang besifat pribadi serta sesaat. Persepsi

Page 6: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

18

pelanggan mengenai kualitas jasa tidak mengharuskan pelanggan menggunakan

pelanggan jasa tersebut terlebih dahulu untuk memberikan penilaian.

3. Nilai yang didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu

produk, yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah

diterimanya dan telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan akan semakin

loyal jika produk atau jasa tersebut semakin bernilai bagi pelanggan.

Selanjutnya Biro Perjalanan Wisata (BPW) adalah operator perjalanan (tour

operator) wisata yang memasarkan produk (product marketing ) industri pariwisata,

yang tidak lain adalah bahan baku (raw materials) bagi BPW selaku Tour Operator.

Produk industri pariwisata adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk

menarik perhatian target pasar agar supaya mengambil alih atau memiliki, memakai

atau mengkonsumsi, yang dapat memuaskan wisatawan tentang kebutuhan dan

keinginan mereka yang bermacam-macam, termasuk dalam pengertian ini adalah

obyek-obyek pariwisata yang berwujud, program perjalanan, berbagai bentuk

layanan yang bersifat pribadi di tempat-tempat yang dipersiapkan organisasi yang

dianggap memiliki nilai dan bermanfaat bagi wisatawan (Kotler, 1985: 221).

Dalam fungsinya selaku Tour Operator suatu BPW minimal ia harus

memiliki kegiatan usaha yang akhirnya merupakan produk yang akan ditawarkan

kepada pelanggannya, seperti: ticketing (domestik dan internasional), pelayanan

reservasi kamar hotel (hotel reservations), pelayanan pengurusan dokumen

perjalanan (passport, exit permit, visa, health certificate, dan lain-lain) dan tour

operations, yaitu kegiatan, merencanakan, menyusun, mempromosikan dan menjual

paket wisata yang mencirikannya selaku Tour Operator. Karenanya, adalah

merupakan keharusan ia untuk memanfaatkan produk industri periwisata sebagai

Page 7: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

19

bahan bakunya dalam menyusun paket wisata yang akan ditawarkan pada

pelanggannya. (Yoeti, 2003).

Sesuai dengan pengertian di atas, maka persepsi BPW adalah persepsi

pengelola BPW terhadap fasilitas dan produk layanan Nusa Dua Beach Hotel & Spa

(NDBHS).

2.2.2 Hotel Bintang Lima

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No.

SK.241/G/70 tahun 1970, hotel adalah perusahaan yang menyediakan jasa dalam

bentuk penginapan (akomodasi) serta menyajikan hidangan serta fasilitas lainnya

dalam hotel untuk umum, yang memenuhi syarat-syarat comfort dan bertujuan

komersial. Selanjutnya menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan Republik

Indonesia No. PM.10/PW-301/Phb.77, tanggal 12 Desember 1977 dan Suarthana

(1996: 2) dinyatakan bahwa hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola

secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan

penginapan, berikut makan dan minum.

Selanjutnya Direktorat Jendral Pariwisata mengeluarkan suatu peraturan

usaha dan penggolongan hotel (SK. No. KM 37/PW.304/MPPT-86). Penggolongan

hotel tersebut ditandai dengan bintang, yang disusun mulai dari hotel bintang satu

sampai dengan hotel bintang lima (Tabel 2.1).

Page 8: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

20

Tabel 2.1 Penggolongan Hotel Menurut Fisik, Manajemen dan Pelayanan.

Aspek Deskripsi/keterangan

Fisik 1) Besar kecilnya hotel atau sedikit banyaknya jumlah kamar: a. Hotel kecil , hotel dengan 25 kamar atau kurang b. Hotel sedang, hotel yang memiliki lebih dari 25 dan

kurang dari 100 kamar. c. Hotel menengah, hotel dengan jumlah kamar lebih

dari 100 dan kurang dari 300 kamar d. Hotel besar, adalah hotel dengan jumlah kamar lebih

dari 300 kamar 2) Kualitas, lokasi, dan lingkungan bangunan 3) Fasilitas yang tersedia untuk tamu, seperti ruang penerima

tamu, dapur, toilet, dan telepon umum 4) Perlengkapan yang tersedia baik bagi karyawan, tamu,

maupun bagi pengelola hotel. Peralatan yang dimiliki oleh setiap departemen/bagian, baik yang digunakan untuk keperluan pelayanan tamu ataupun untuk keperluan palaksanaan kerja karyawan.

5) Kualitas bangunan yang dimaksud adalah kualitas bahan-bahan bangunan yang digunakan, seperti kualitas lantai, dinding, termasuk juga tingkat kekedapan api, kekedapan terhadap suara yang datang dari luar maupun dalam hotel.

6) Tata letak ruang dan ukuran ruang Operasional/ Manajemen

1) Struktur organisasi dengan uraian tugas dan manual kerja secara tertulis bagi masing-masing jabatan yang tercantum dalam organisasi

2) Tenaga kerja, spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan disesuaikan dengan persyaratan peraturan penggolongan hotel

Pelayanan 1) Keramah tamahan, sopan dan mengenakan pakaian seragam hotel

2) Pelayanan yang diberikan dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan tamu

3) Untuk hotel berbintang empat (4) dan lima (5), pelayanan dibuka selama 24 jam

Sumber: SK. No. KM 37/PW.304/MPPT-86

Menurut Keputusan Mentri Kebudayaan dan Pariwisata No.

KM.3/HK.001/MKP.02 tentang penggolongan kelas hotel, hotel digolongkan

menjadi hotel kelas berbintang dan hotel kelas melati. Untuk hotel kelas berbintang

Page 9: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

21

dikelompokkan lagi menjadi hotel bintang satu sampai dengan hotel bintang lima.

Nusa Dua Beach Hotel & Spa (NDBHS) merupakan hotel bintang lima. Aspek-

aspek yang digunakan dalam memberikan penilaian terhadap kenaikan golongan

pada hotel bintang lima ini adalah sebagai berikut:

1) Ramah lingkungan.

2) Sanitasi dan hygiene.

3) Sumber Daya Manusia.

4) Penggunaan produk dalam negeri.

5) Pemberdayaan masyarakat setempat.

Syarat-syarat penetapan hotel bintang dengan tanda berlian ini tertuang

dalam Keputusan Mentri Kebudayaan dan Pariwisata No.KM3/HK.001/MKP.02

tentang penggolongan kelas hotel yang didasarkan pada kriteria persyaratan

operasional hotel mutlak dan tambahan. Perlu juga diketahui bahwa usaha

perhotelan di Indonesia ini terbagi menjadi 3 kelompok yaitu jaringan hotel

Internasional (International Hotel Chains) , jaringan hotel nasional (National Hotel

Chains), dan hotel yang dikelola secara indipenden.

2.2.3 Produk Nusa Dua Beach Hotel & Spa (NDBHS).

Sebagai hotel bintang lima, NDBHS memiliki fasilitas dan produk layanan

yang berstandar bintang lima baik yang bersifat tangible (terukur, terlihat) maupun

yang intangible (tidak terukur, tidak terlihat). Fasilitas NDBHS yang tangible

meliputi lokasinya, kondisi lingkungan sekitar dan fasilitas yang ada di hotel, yakni

kamar hotel, lobby, ruang meeting, restoran, bar, pub, kolam renang, unit bisnis

(bank, toko souvenir, taxi counter), layanan Spa dan beauty salon. Selanjutnya

Page 10: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

22

produk Intangible NDBHS meliputi: penerimaan, pengakuan dan penghargaan staf

NDBHS kepada mitra kerja, layanan yang bersahabat, ramah dan santun, layanan

yang cepat, tepat, tanggap dan memuaskan pelanggan, layanan yang simpati dan

empaty, serta layanan yang memberikan rasa aman dan nyaman pihak NDBHS

kepada mitra kerja (BPW) serta wisatawan pemakai jasa akomodasi hotel bintang

lima ini.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan beberapa teori, yakni teori persepsi, teori

pelayanan, teori hirarki kebutuhan dan teori stakeholders.

2.3.1 Teori Persepsi

Untuk memahami bentuk persepsi BPW terhadap produk tangible dan

intangible NDBHS, maka digunakan teori persepsi. Menurut Sarwono (2002:94)

persepsi dapat dideskripsi sebagai sebuah proses pencarian informasi untuk

dipahami. Alat yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi adalah panca

indera dan untuk memahaminya diperlukan adanya kesadaran atau kognisi.

Demikian juga halnya dengan ahli komunikasi DeVito (1998: 52) dalam

buku komunikasinya mengatakan bahwa, persepsi adalah sebuah proses dimana

seseorang menjadi sadar akan banyaknya rangsangan yang mempengaruhi panca

inderanya. Persepsi ini mempengaruhi rangsangan atau pesan apa yang ditangkap

serta pemaknaan apa yang diberikannya. Sifatnya sangat kompleks. Proses persepsi

ini bekerja melibatkan tiga langkah yang saling tumpang tindih dan bersifat

kontinyu. Tahap pertama dimulai dengan masuknya rangsangan pada panca indera

yang selanjutnya diikuti pengaturan rangsangan yang masuk oleh alat indera melalui

Page 11: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

23

prinsip-prinsip proksimitas (proximity) atau kemiripan dan prinsip kelengkapan

(closure).

Tahap selanjutnya dalam proses perseptual adalah penafsiran dan evaluasi.

Tahap ini merupakan proses subjektif yang melibatkan proses evaluasi dari pihak

penerima rangsangan. Proses ini dikatakan sangat subjektif karena tidak hanya

didasarkan pada rangsangan yang datang dari luar, melainkan juga sangat

dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai,

keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan lain

sebagainya yang ada pada diri seseorang.

Menurut Sarwono (2002:94) persepsi bersifat sangat subjektif, yaitu sangat

tergantung pada subjek yang melaksanakan persepsi selain juga sangat dipengaruhi

oleh ruang dan waktu. Dengan demikian, dalam persepsi sosial ada dua hal yang

penting, yaitu keadaan dan perasaan orang pada saat ini, di tempat ini melalui

komunikasi lisan maupun tidak lisan untuk mengetahui hal-hal apa yang menjadi

sebab dari kondisi tampilannya saat ini. Dalam hal persepsi sosial, penjelasan akan

berbagai hal yang ada di balik perilaku yang nampak saat ini disebut atribusi.

Persepsi menurut Noerhadi (dalam Alfian,1985:94) adalah, penghayatan

langsung oleh seorang pribadi, atau proses-proses yang menghasilkan penghayatan

langsung tersebut. Tercakup di dalamnya proses-proses attention, constancy, depth-

movement perseption, plasticity, motives, emotions and expectations. Dalam

tulisannya tentang Persepsi Kebudayaan: Utopia dan Realita tersebut, dikatakan juga

bahwa persepsi itu dapat dibayangkan sebagai penghayatan langsung seorang

pribadi terhadap suatu fakta atau realita.

Page 12: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

24

Persepsi juga dapat merupakan beragam kemampuan pengamatan yang

merupakan imajinasi, bahkan cita-cita seorang pribadi, dimana objek persepsinya di

sini tidak teraga. Oleh karena itu, proses-proses motivasi, emosi, dan ekspektasi

berpengaruh sekali terhadap pembentukan persepsi itu sendiri. Persepsi adalah suatu

persiapan ke perilaku konkret dan bahwa nilai-nilai lewat emosi, motivasi, dan

ekspektasi mempengaruhi persepsi ini. Nilai-nilai dengan saling berbeda

mempengaruhi persepsi dan perilaku. Dengan demikian, gerak perilaku terbentuk

dalam waktu mendapat arah dari masa lalu, lewat masa kini ke masa datang, melalui

persepsi realita dan persepsi utopis.

Banyak pakar mengatakan bahwa, persepsi ini sifatnya memang sangat

subjektif. Hal ini disebabkan karena persepsi sangat tergantung pada subjek yang

melakukan persepsi tersebut, ruang dan waktu melakukan persepsi tersebut. Namun

demikian bukan berarti bahwa tidak ada sama sekali kecenderungan persamaan

dalam persepsi dari berbagai orang terhadap sebuah objek yang dipersepsikan. Hal

ini dapat ditunjukkan dengan menyajikan penelitian Cunningham dkk.pada tahun

1995 di Amerika Serikat (dalam Sarwono,2002:96).

Dalam penelitian yang dilakukan pada sejumlah mahasiswa pendatang baru

keturunan Asia, Amerika Latin, dan asli Amerika sendiri, yang diminta untuk

menilai kecantikan (melalui foto) wanita-wanita keturunan Asia, Amerika Latin dan

Amerika (kulit hitam dan putih). Hasilnya, bahwa semua ras menilai kecantikan

lebih berdasarkan pada wajahnya daripada tubuh. Persepsi terkadang serupa atau

seragam, tetapi tidak jarang pula berbeda seperti ditulis para ahli. Hal ini dijelaskan

Kenny, 1994 (dalam Sarwono,2002:97) yang mengatakan bahwa, ada perbedaan

antara persepsi tentang orang (person perception) dan persepsi dalam hubungan

Page 13: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

25

antar pribadi (interpersonal perception). Menurutnya, dalam hal yang pertama,

objeknya lebih abstrak, lebih hipotetis (seperti penelitian Cunningham) sehingga

orang cenderung memberi persepsi yang sama. Sedangkan dalam hal yang kedua,

objeknya lebih kongkret atau merupakan pengalaman pribadi.

Dalam hal hubungan antarpribadi, hal yang lebih kongkret itu lebih banyak

dipengaruhi oleh motivasi, emosi, harapan dan lain sebagainya. Selain itu seperti

telah dibahas, persepsi sosial juga sangat menggantungkan diri pada proses

komunikasi yang terjadi di antara keduanya. Komunikasi dimaksud adalah

komunikasi verbal maupun non-verbal. Dalam hal ini komunikasi non-verbal

dikatakan jauh lebih bermakna daripada komunikasi verbal. Komunikasi verbal

seringkali kurang dapat dipercaya.

Sesuai dengan teori aksi (action theory) Max Weber (dalam

Sarwono,1997:19), individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan atas

pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu objek stimulus atau

situasi tertentu. Tindakan dimaksud merupakan tindakan yang rasional, yaitu dalam

mencapai tujuan atau sasaran mempergunakan sarana-sarana yang paling tepat.

Tingkah laku (action) dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu pertama,

voluntary action di mana perbuatan individu tersebut dilakukan atas keinginannya

sendiri. Kedua, intentional action, di mana konsep ini berdasarkan pada pengertian

bahwa setiap tingkah laku itu punya tujuan. Sedangkan ketiga, meaningful action,

yang mengandung arti bahwa tingkah laku seseorang memiliki arti. Di sini ada

saling hubungan antara bahasa, perbuatan, dan lingkungan. Dikatakan juga bahwa,

makna dari perbuatan itu adalah cerminan aktivitas mental (Thompson, 2005:50)

Page 14: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

26

2.3.2 Teori Pelayanan

Untuk memahami produk layanan NDBHS, maka digunakan teori pelayanan.

Disamping pruduk nyata (tangible), pelayanan hotel dapat dikategorikan sebagai

salah satu produk pelayanan yang tidak nyata (intangible) karena hanya dapat

dirasakan dari suatu pengalaman. Produk tidak nyata adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan pelayanan dan image (citra) suatu produk yang dihasilkan oleh

hotel. Produk yang dihasilkan seyogyanya dapat memenuhi keinginan serta

rangsangan (desire) kepada calon pelanggan. Menurut Barata (2004) pelayanan

prima (service excellence) terdiri dari 6 unsur pokok: (1) kemampuan (ability);(2)

sikap (attitude), (3) penampilan (appearance); (4) perhatian (attention); (5)

tindakan (action), dan (6) tanggung jawab (accounttability). Selanjutnya menurut

Tjiptono (2008) pelayanan prima (service excellence) terdiri dari 4 unsur pokok,

antara lain: (1) kecepatan, (2) ketepatan, (3) keramahan, dan (4) kenyamanan.

Kualitas dari suatu pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu produk dapat

didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan ataupun

harapan dari pelanggan (konsumen). Zeithami, Berry dan Parasuraman (Yamit,

2001:10) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan

berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para

pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik

kualitas pelayanan tersebut adalah: (1) Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi

fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi; (2) Reliability

(kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan

memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan; (3) Responsiveness (daya

tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan

Page 15: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

27

memberikan pelayanan dengan tanggap; (4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup

kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas

dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan; (5) Empaty, yaitu meliputi kemudahan

dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus

terhadap kebutuhan pelanggan.

2.3.3 Teori Stakeholder

Teori stakeholder diperlukan untuk memahami dampak persepsi terhadap

kelangsungan kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata (BPW) dengan Nusa Dua

Beach Hotel & Spa (NDBHS). Menurut teori stakeholder, perusahaan bukanlah

entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus

memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu

perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder

kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Fenomena seperti ini

terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang

timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002). Untuk itu,

tanggungjawab perusahaan yang semula hanya diukur sebatas indikator ekonomi

(economics focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan

memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions) terhadap stakeholders,

baik internal maupun eksternal.

Gray, Kouhay dan Adams (1996, p.53) mengatakan bahwa Kelangsungan

hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut

harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut.

Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan beradaptasi.

Page 16: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

28

Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan

stakeholdernya. Definisi stakeholder menurut Freeman (1984) dalam Moir (2001)

adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi

oleh pencapaian tujuan organisasi. Kasali (2005) membagi stakeholders, menjadi:

1) Stakeholders internal dan stakeholders eksternal. Stakeholders internal adalah

stakeholders yang berada dalam lingkungan organisasi, misalnya karyawan,

manajer dan pemegang saham (shareholders). Sedangkan stakeholders eksternal

adalah stakeholders yang berada diluar lingkungan organisasi, seperti: penyalur

atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers,

kelompok investor, dan lainnya.

2) Stakeholders primer, stakeholders sekunder dan stakeholders marjinal.

Stakeholders primer merupakan stakeholders yang harus diperhatikan oleh

perusahaan, dan stakeholders sekunder merupakan stakeholders kurang penting,

sedangkan stakeholders marjinal merupakan stakeholders yang sering diabaikan

oleh perusahaan.

3) Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan. Karyawan dan konsumen

merupakan stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan

organisasi. Selanjutnya stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa

yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada organisasi,

seperti: peneliti, konsumen potensial, calon investor (investor potensial) dan

lainnya.

4) Proponents, opponents, uncommitted. Stakeholders proponents merupakan

stakeholders yang berpihak kepada perusahaan, stakeholders opponents

merupakan stakeholders yang tidak memihak perusahaan, sedangkan

Page 17: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

29

stakeholders uncommitted adalah stakeholders yang tak peduli lagi terhadap

perusahaan (organisasi)

5) Silent majority dan vocal minority. Dilihat aktivitas stakeholders dalam

melakukan komplain atau dukungannya secara vocal (aktif), namun ada pula

yang menyatakan secara silent (pasif).

Analisis stakeholders ini amat penting dalam mengkaji persepsi BPW

terhadap produk dan layanan NDBHS; terutama bisa dipakai untuk menganalisis

apakah dalam pengembangan produk layanannya, pihak NDBHS sudah

mempertimbangkan faktor stakeholders, baik stakeholders internal (staf/karyawan)

maupun stakeholders ekternal (mitra kerja dan pelanggan).

2.3.4 Teori Hirarki Kebutuhun

Konsep hirarki kebutuhan manusia dari Abraham Maslow dapat

dipergunakan untuk membahas persepsi BPW terhadap produk NDBHS. Selain itu,

teori ini juga dapat diterapkan untuk membedah dampak persepsi terhadap

kelangsungan kerjasama antara pihak BPW dengan NDBHS.

Teori hirarki kebutuhan merupakan wujud dari aliran humanistic dari ilmu

psikologi, setelah aliran psikonalisa dan behaviorisme yang telah berkembang

sebelumnya. Teori Maslow ini bersifat humanisme dan holisme. Humanisme

mengakui adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk

menyatakan diri (self-realization). Humanisme menentang pesimisme dan

keputusasaan seperti pandangan psikoanalitik dan tidak mengakui konsep kehidupan

‘robot’ seperti pandangan behaviorism. Humanisme yakin bahwa manusia memiliki

di dalam dirinya potensi untuk berkembang dengan kreatif. Jika seseorang mau

Page 18: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

30

menerima tanggungjawab untuk hidupnya sendiri, dia akan menyadari potensinya,

mengatasi pengaruh kuat dan tekanan dari lingkungannya. Sedangkan holisme

mengakui bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh,

bukan sebagai rangkaian bagian komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua

unsur yang terpisah, tetapi bagian dari satu kesatuan, dan apa yang terjadi di bagian

satu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum yang berlaku umumnya mengatur

fungsi setiap bagian.

Pandangan holistic dalam kepribadian manusia adalah: (a) kepribadian

normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi (unity,

integration, consistency, coherence) organisasi adalah keadaan normal sedangkan

disorganisasi adalah keadaan patologik; (b) organisme dapat dianalisis dengan

membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam

isolasi. Keseluruhannya berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam

bagian-bagian; (c) Organisme memiliki satu drive yang berkuasa, yakni aktualisasi

diri (self actualzation). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk

mengaktualisasikan potensi interen yang dimilikinya pada ranah manapun yang

terbuka baginya; (d) Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal

bersifat minimal. Potensi organisme, jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat,

akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral; (e) Penelitian yang

komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif

terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi (Alwisol, 2005:

251-274).

Dalam upaya mencapai aktualisasi dirinya, manusia akan berupaya

memenuhi kebutuhannya. Abraham Maslow mengurutkan kebutuhan manusia

Page 19: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

31

sebagai berikut: (1) Basic psychological needs, yaitu kebutuhan yang berhubungan

dengan pelestarian hidup manusia, seperti, makan, minum, istirahat, dan sebagainya;

(2) Safety and secutirty needs, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan segi

keamanan dan keselamatan. Keselarasan kerja, seperti: menabung, asuransi,

mendapatkan pekerjaan tetap, dan pada tahapan tingkah laku manusia akan

didominasi oleh boding safety, yaitu keamanan yang berkaitan dengan fisik serta

didominasi oleh economic safety, yaitu keadaan yang berkaitan dengan pencapaian

kesejahteraan ekonomi; (3) Belonging and sosial needs, yaitu kebutuhan terhadap

lingkungan sosial. Kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan

cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian,

pengasingan, ditolak lingkungan dan kehilangan sahabat atau orang yang dicintai;

(4) Esteem and status, yaitu kebutuhan untuk dihargai atau dihormati atau

mengharapkan pengalaman tertentu dari individu lain walaupun terbatas dalam

lingkungan kerja saja; (5) Self actualization and fullfillment, yaitu kebutuhan akan

dorongan untuk menjadi orang yang terbaik, termasuk mengembangkan potensi dan

kekuatan-kekuatan untuk tumbuh menjadi orang yang bisa mengaktualisasikan

potensinya (Alwisol, 2005: 257-260).

2.4 Model Penelitian

Penelitian tentang persesi BPW terhadap produk NDBHS ini dapat

divisualisasikan dalam bentuk Bagan 2.1. Bagan 2.1 memperlihatkan bahwa

dinamika kawasan pariwisata Nusa Dua diwarnai dengan adanya kerjasama antara

NDBHS dengan pihak Biro Perjalanan Wisata (BPW). Kerja sama BPW dengan

NDBHS didasari oleh persepsi BPW terhadap fasilitas dan produk NDBHS.

Page 20: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

32

Bagan 2.1: Model Penelitian

PERSEPSI BPW TERHADAP PRODUK

TANGIBLE

PENGEMBANGAN PRODUK DAN KERJASAMA

NUSA DUA BEACH HOTEL & SPA  

BIRO PERJALANAN WISATA (BPW) PRODUK NUSA DUA

BEACH HOTEL & SPA

PERSEPSI BPW TERHADAP RODUK NUSA DUA BEACH HOTELP

& SPA

PERSEPSI BPW TERHADAP

PRODUK INTANGIBLE

KONSEP : 1.Persepsi BPW 3. Hotel Bintang Lima 4. Produk NDBHS

TEORI : 1.Teori Persepsi 2.Teori Pelayanan 3.Teori Hirarki Kebutuhan 4. Teori Stakeholder 

HASIL PENELITIAN

REKOMENDASI

DINAMIKA KAWASAN PARIWISATA NUSA DUA

Catatan: Saling berhubungan Arah hubungan Saling mempengaruhi

Page 21: persepsi biro perjalanan wisata di bali terhadap produk nusa dua

33

Penelitian ini hendak mengkaji bentuk persepsi BPW di Bali terhadap produk

tangible (servis/layanan yang nampak) dan produk intangible (servis/layanan yang

tidak nampak) NDBHS, serta dampak persepsi terhadap kelangsungan kerjasama

BPW dengan NDBHS.

Sesuai dengan topik yang dikaji, penelitian ini menggunakan konsep dan

teori yang relevan. Adapun konsep penelitian yang digunakan adalah konsep

persepsi BPW, konsep hotel bintang lima, dan konsep produk NDBHS dan empat

teori yang digunakan untuk membedah permasalahan penelitian adalah teori

persepsi, teori pelayanan, teori hirarki kebutuhun (Abraham Maslow), dan teori

stakeholders. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang dapat

dijadikan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan jasa akomodasi

NDBHS pada khususnya serta untuk pengelolaan dan pengembangan Kawasan

Pariwisata Nusa Dua pada umumnya di masa yang akan datang.