perpajakan sesi 05 rekonsiliasi fiskal

86
REKONSILIASI FISKAL REKONSILIASI FISKAL Disajikan Oleh: Disajikan Oleh: HERMAN LEGOWO, Drs., M.Si., Ak. HERMAN LEGOWO, Drs., M.Si., Ak. [email protected] PROGRAM PROFESI AKUNTANSI PROGRAM PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: rudy-sebayang

Post on 19-Nov-2015

81 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Rekonsiliasi Fiskal, Materi Kuliah Perpajakan

TRANSCRIPT

  • REKONSILIASI FISKALDisajikan Oleh:HERMAN LEGOWO, Drs., M.Si., [email protected]

    PROGRAM PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNISUNIVERSITAS GADJAH MADA

  • PENDAHULUANPenghitungan Pajak Penghasilan (PPh) di akhir tahun bagi Wajib Pajak (WP) Badan didasarkan atas Laporan Keuangan (LK) Fiskal (Laporan Laba Rugi Fiskal).

    Laporan Laba-Rugi Fiskal disusun atas dasar Laporan Laba-Rugi Komersial yang telah dise-suaikan dengan Peraturan Perpajakan melalui Rekonsiliasi.

    Rekonsiliasi atau penyesuaian tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal.

  • Struktur Akuntansi: Perekayasaan dan Praktek

    Kesatuan Usaha Pihak BerkepentinganFaktor2 Lingkungan (Poleksosbud)Tujuan Pelaporan KeuanganRerangka Konseptual Pelaporan KeuanganPRINSIP AKUNTANSI BERTERIMA UMUM (PABU)ManajemenSistemInformasiAkuntansiInvestorKreditorPemerintahPelangganMasyarakatUmumAuditor IndependenLAPORANAUDITORLAPORANKEUANGAN

  • AKUNTANSI KOMERSIAL VERSUS AKUNTANSI FISKALGuna membedakan akuntansi untuk kepentingan pajak dan non-pajak akuntansi dibagi menjadi DUA yaitu:

    1.AKUNTANSI KOMERSIAL

    Yaitu informasi akuntansi yg mendasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) IFRS.DKL yi aktsi yg memberikan info kpd manajemen (pihak intern perush) serta pihak2 ekstern (selain Kantor Pajak) yg dihasilkan oleh akuntansi keuangan.AKUNTANSI1. Akuntansi Komersial2. Akuntansi Pajak/Fiskal

  • Akuntansi Komersial VS Akuntansi Pajak (Lanjutan)Informasi akuntansi yg merupakan alat komunikasi juga memakai istilah2 yang disusun secara sistematis dengan mendasarkan pada Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku/ Berterima Umum (PABU).

    2.AKUNTANSI PAJAK/FISKAL

    Yi informasi akuntansi yg disusun berdasarkan pada pe-raturan perpajakan yg berlaku dan khusus digunakan untk keperluan penghitungan PPh perusahaan.

    DHI Dirjen Pajak sebagai aparat pajak (fiskus) dalam ke pentingan untuk penghitungan PPh perush tidak dapat menerima secara sepenuhnya akuntansi komersial yg ber-dasarkan pada SAK tapi mendasarkan pada Peraturan Perpajakan yang berlaku.

  • LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL VERSUS LAPORAN KEUANGAN FISKALLaporan keuangan (L/K) merupakan media komunikasi dan pertanggungjawaban antara perusahaan dan para pe-miliknya atau pihak lainnya (stakeholder).

    L/K dihasilkan melalui sistem akuntansi yg diselenggara-kan oleh suatu perusahaan.

    DD L/K adalah merupk hasil akhir dari proses akun-tansi. OKI sbg hasil akhir proses akuntansi L/K me-nyajikan info yang berguna untuk pengambilan keputusan pelbagai pihak.

    1.LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL

    Yaitu L/K yang disusun oleh perush terdiri dari: neraca, laporan R/L, laporan P/M, dan laporan A/K yg didasarkan pada SAK IFRS.

  • Laporan Keuangan Komersial VersusLaporan Keuangan Fiskal (Lanjutan)2.LAPORAN KEUANGAN FISKAL

    Yaitu L/K untuk kepentingan pajak yg disusun berdasar-kan pd UU Perpajakan & Peraturan Perpajakan yg berlaku.

    OK ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu mengenai pengukuran & pengakuan unsur2 yg terdpt dlm L/K shg antara L/K komersial dgn L/K fiskal dpt berbeda.

    Perbedaan ini terjadi karena latar belakang dan maksud penyusunan L/K masing2 berbeda. Latar belakang & mak-sud yg mendasari penyusunan L/K fiskal lebih menekan-kan pada usaha mempersempit erosi pengenaan pajak dan pemberian dorongan untuk investasi (realokasi).

  • Proses Penyusunan LaporanPerusahaan menyusun laporan keuangan fiskal melalui rekon-siliasi antara standar akuntansi & ketentuan perpajakan.

    Berikut skema penyusunan laporan keuangan fiskal :

    *

  • Skema Penyusunan Laporan Keuangan FiskalSiklus akuntansi dan tahap rekonsiliasi sampai dihasilkannya L/K Fiskal (LKF) dapat digambarkan sebagai berikut:

    DokumenJurnalBukuBesarLaporanKeuanganRekon-siliasiLaporanKeuanganFiskalBukuPembantu

  • Skema Rekonstruksi LKFPembukuan WPMenghitung PhKP (Rugi Fiskal)Disusun berdasarkan S.A.K I F R SL K KKoreksi Fiskal (Beda Tetap Beda Waktu)Berdasarkan UU PPhPeraturan PelaksanaL K FSPT PPh

  • Skema Perhitungan PPhTidak Menggunakan PSAK 46 1. Laba Komersial+/-2. Koreksi Fiskal 3. Ph Neto4. Kompensasi rugi Fiskal5. P h K P6. PPh - TerutangLaba setelah PPh

  • AccountingProcess

    Neraca

    Rugi LabaFiskalRekonsiliasiFiskalSAKPeraturanPerpajakanSPT

    Beda WaktuBeda TetapPPh TerhutangPajak kiniPajak tangguhanRugi Laba KomersialKoreksi +Koreksi -AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

    PSAK 46

  • *Penyebab Perbedaan Akuntansi Komersial & Akuntansi PajakAdanya pengeluaran beban yang tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto Dilakukan Koreksi Fiskal Positif.

    Adanya pendapatan yang tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya Dilakukan Ko-reksi Fiskal Negatif.

    Adanya Transaksi yang terutang pajak na-mun tidak atau belum tercatat sebagai peng-hasilan

  • PENYESUAIAN FISKALSetelah memahami komponen yang disyaratkan untuk sebu-ah pembukuan yang baik kita juga perlu memahami bah-wa tujuan laporan keuangan yg disajikan untk kepenting-an komersial/bisnis berbeda dgn kepentingan perpajakan.

    Selain itu terdapat beberapa perbedaan pengakuan anta-ra akuntansi komersial dan akuntansi pajak.

    OKI diperlukan adanya penyesuaian. Penyesuaian di-maksudkan untuk mengetahui dasar perhitungan/pengena-an pajak yang benar dan agar pajak terutang dapat dihitung dengan benar.

    Secara ringkas penyesuaian atau proses rekonsiliasi fiskal harus memahami hal atau prinsip pokok sebagai berikut:

  • PRINSIP POKOK PENYESUAIAN FISKALPenghasilan secara komersial versus penghasilan objek pajak (Pasal 4 Ayat 1 UU PPh).Penghasilan secara komersial versus penghasilan bukan objek pajak (Pasal 4 Ayat 3 UU PPh).Biaya komersial versus biaya yang dapat diku-rangkan (Pasal 6 Ayat 1 UU PPh).Biaya komersial versus biaya yang tidak dapat dikurangkan (Pasal 9 Ayat 1 UU PPh, Pasal 4 PP Nomor 138/2000, SE-46/PJ.4/1995, KEP-220/PJ/ 2002, KEP-316/PJ/2002).Kompensasi kerugian (Pasal 6 Ayat 2 UU PPh).

  • Perbedaan LKK dan LKFPerbedaan Waktu (Timing Differences)

    Perbedaan bersifat sementara karena adanya ketidak-samaan waktu pada saat pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dan standar akuntansi keuangan.

    Perbedaan Tetap (Permanent Differences)

    Perbedaan yang terjadi karena peraturan per-pajakan dalam menghitung laba fiskal.

  • Beda TetapBeda Waktu

    Perbedaan periodepengakuan penghasilandan alokasi pembebananRekonsiliasi Fiskal

  • Penyesuaian FiskalPositif:Penghasilan menurut Pajak > mnrt Akuntansi. Biaya menurut Pajak < menurut Akuntansi.

    Negatif:Penghasilan menurut Pajak < menurut Akuntansi. Biaya menurut Pajak > menurut Akuntansi.

  • Koreksi Fiskal (1)PENGHASILAN :Penghasilan Non Objek Pajak.Penghasilan Final.

    BIAYA :a.Biaya memperoleh Penghasilan Non Objek Pajak.b.Biaya memperoleh Penghasilan Final.Biaya Tidak sesuai Pasal 6 Tidak berhub. dengan 3M.Biaya sesuai Pasal 9 Biaya yang tidak di-perbolehkan.

  • Koreksi Fiskal (2)PenghasilanBiayaAKUNTANSI :KOREKSI FISKALFISKALLaba AkuntansiPenghasilan Non Objek PajakPenghasilan Final

    Biaya memperoleh Penghasilan Non Objek Pajak.Biaya memperoleh Penghasilan Final.Biaya Tidak sesuai Pasal 6 Tidak berhubungan dengan 3M.Biaya sesuai Pasal 9 Biaya yang tidak diperbolehkan.

    PenghasilanBiayaLaba Fiskal

  • Beda Tetap(Permanent Deference)Beda Waktu(Time Deferrence)FutureTax EffectPajak Tangguhan(DeferredTax)

    Rekonsiliasi FiskalCurrent TaxEffectPajak Kini(Current Tax)

  • Pajak Kini (Current Tax)Laba Netto komersialRekonsiliasi fiskal(Perbedaan tetap & temporer)Laba Netto FiskalX Tarif Ps. 17PPh TerhutangPajak Kini(Current Tax)Lebih besardari yg telahdibayarLebih kecildari yg telahdibayarKewajiban Pajak Kini(Current TaxLiabilites AktivaPajak Kini(Current TaxAsset) Pajak Tangguhan (Deferred Tax)Perbedaan temporerAktiva PajakTangguhan(Def Tax Asset)PendapatanPajak Tangguhan(Def Tax Income)Kewajiban PajakTangguhan(Def Tax Liabilities)BebanPajak Tangguhan(Def Tax Expense)JumlahKoreksiX Tarif Ps. 17X Tarif Ps. 17AKUNTANSI PPh (PSAK 46)

    PositifNegatif

  • BEDA TETAP (PERMANENT DIFFERENT)APenghasilan Secara Komersial, Bukan Pengha-silan secara Fiskal.NOPenghasilanDASAR HUKUM1.Penghasilan Yang Bukan Objek Pajaka. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/D, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :Pasal 4 (3) UU PPh1)Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan2)Bagi PT, BUMN, BUMD Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;b.Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun. Pasal 4 (3) UU PPhc.Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:Pasal 4 (3) UU PPh1)Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan PerMenkeu.2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

  • BEDA TETAP (PERMANENT DIFFERENT)APenghasilan Secara Komersial, Bukan Pengha-silan secara FiskalNOPenghasilanDASAR HUKUM

    2.Penghasilan yang dikenakan PPh Finala.bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.Pasal 4 (2) UU PPhb.Penghasilan berupa hadiah undian.

    c.Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.d.Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan.

  • B.Bukan Penghasilan Secara Komer-sial, Penghasilan secara Fiskal.NOPenghasilanDASAR HUKUM1.Hibah dari pihak yang memiliki hubungan usaha/pekerjaan/isti-mewa.Ps. 4 ayat (1) UU PPh2.Laba pertukaran aktiva yang tidak memiliki substansi komersil (tidak digunakan untuk usaha).Ps. 10 ayat (2) UU PPh

  • C.Biaya Secara komersial, bukan Biaya secara FiskalNOBEBAN USAHADASAR HUKUM1.Biaya yang Dikeluarkan untuk Mendapatkan, Menagih dan Memelihara Penghasilan yang Bukan Obyek Pajak atau Pengenaan PPh-nya Final. 2.PPh Dibayar Perusahaan.Pasal 9 Huruf h UU PPh Kep-545/PJ./2003.Premi Asuransi Jiwa Pemilik/Pemegang Sa-ham dan Keluarganya.Pasal 9 Huruf j UU PPh4.Iuran Pensiun ke Dana Pensiun yang Belum Disahkan Menteri Keuangan.Pasal 6 Huruf c UU PPh5.Pengobatan Cuma-Cuma (Langsung ke Rumah Sakit).Pasal 6 Huruf e UU PPh6.Pemberian Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan (Mis: Makan/Minum, Beras dsb).Pasal 9 Huruf e UU PPh7.Cuti Pegawai Dibayar Perusahaan.Pasal 9 Huruf e UU PPh

  • 8.Perjalanan Dinas Pegawai8a.Lumpsum (Tidak Didukung Bukti-Bukti)Pasal 9 Huruf e UU PPhb.Fiskal Luar Negeri Dibayar Perusahaan, Merupakan PPh Pasal 25 Dibayar dengan SSP, Ditulis Nama Pegawai c.q. Nama Pe-rusahaan dengan NPWP Perusahaan atau dengan Tanda Bukti FLN.PP No.2 tahun 2000c.Biaya Piknik/Rekreasi.Pasal 9 Huruf e UU PPh9.Pembagian Laba berupa Bonus, Tantiem, Gratifikasi, Jasa Produksi yang Dibebankan Laba Ditahan (Retained Earning).Pasal 9 Ayat (1) UU PPh SE-11/PJ.42/199210.Bea Siswa yang Tidak Ada Ikatan Kerja de-ngan Perusahaan (Sumbangan)Kep-545/PJ./200011.Kendaraan Perusahaan yang Dibawa Pulang dan Dikuasai Pegawai: (biaya & Penyusutan)Pasal 6 Ayat (1) Huruf b UU PPh

  • 12Imbalan ke Pegawai yang juga merupakan Pemegang Saham (25% Ke Atas)Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) Huruf a UU PPha. Imbalan di Atas Kewajaran.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPhb. Deviden Terselubung.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-Premi Asuransi Jiwa.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-Biaya Listrik, Telepon Rumah Pribadi.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-Biaya Pemeliharaan Mobil Pribadi.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-PPB Rumah Pribadi.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-Pengeluaran Perusahaan un-tuk Keperluan Pribadi.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh-Pembagian Laba Secara Lang-sung/Tidak Langsung.Pasal 9 Ayat (1) Huruf f UU PPh

  • 19.PBB untuk Tanah/Bangunan yang Tak Digunakan untuk Usaha/ Milik PribadiPasal 9 Ayat (1) UU PPh20.Pajak Masukan yang Tidk Dapat Dikreditkan:Pasal 4 PP No.138/2000a.Untuk Perolehan BKP/JKP Sesuai Pasal 9.b.Faktur Pajak Standar yang Tidak Lengkap, Tidak Benar, Cacat.Pasal 3 PP No.138 Tahun 200021.Biaya Entertainment tidak dibuat daftar no-minatif.SE-27/PJ.22/198622.Keperluan Pegawai Dibayar Perusahaan.Penjelasan Pasal 4 Ayat (3) Huruf g jo Pasal 9 Ayat (1) Huruf a UU PPh23.Keperluan Pegawai yang Merupakan Pemilik/ Pemegang Saham Dibayar Perusahaan Meru-pakan Deviden Terselubung.Penjelasan Pasal 4 Ayat (3) Huruf g jo Pasal 9 Ayat (1) Huruf a UU PPh24.Kerugian Piutang bagi Perusahaan Bukan Bank/ Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.Metode Langsung, Tidak Dibuat Daftar NominatifPasal 9 Ayat (1) Huruf c UU PPh25.Kerugian Pengalihan Harta Tidak digunakan untuk usaha.Pasal 4 PP No.138 Tahun 2000

  • JENIS REKONSILIASI FISKALSecara umum rekonsiliasi fiskal terdiri dari 3 macam jenis koreksi yaitu:

    Koreksi akibat perbedaan waktu atau se-mentara (time difference).

    2.Koreksi akibat perbedaan tetap atau per-manen (permanent difference).

    3.Koreksi akibat pajak final.

  • Koreksi Akibat Perbedaan Waktu(Time Different)Koreksi ini timbul akibat perbedaan metode penghitungan pendapatan dan/atau biaya antara komersial dan fiskal.

    Sebenarnya total pendapatan atau biaya sama besarnya baik secara komersial maupun fiskal.

    Namun perbedaan timbul karena adanya perbedaan lama-nya waktu pengalokasian pendapatan dan/atau biaya tsb.

    Contoh:

    Pada biaya depresiasi dan amortisasi. Secara fiskal kita harus mengikuti ketentuan yang ada. Misal: komputer harus disusutkan/didepresiasi selama 4 tahun sedangkan secara komersial kita mungkin menyusutkannya kurang dari 4 tahun.

  • Koreksi Akibat Perbedaan Waktu(Lanjutan)Pada penilaian persediaan. Secara fiskal metode penghitungan yang diakui hanya metode rata-rata/rerata (average method) dan metode first in first out (FIFO). Sementara secara komersial kita juga mengakui metode last in first out (LIFO).

  • Koreksi Akibat Perbedaan Tetap(Permanent Different)Koreksi ini timbul akibat adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal yang terdiri 3 jenis perbedaan yaitu:

    Beda tetap atas penghasilan yang bukan objek pajak (non-taxable income) seperti bantuan, sumbangan, dan hibah yang memenuhi syarat.

    2.Beda tetap murni yaitu:a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasil- an yg bukan objek pajak.;b. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan;c. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan; sertad. PPh Pasal 21/26 yang ditanggung perusahaan.

  • Koreksi Akibat Perbedaan Tetap(Lanjutan)Beda tetap akibat dipenuhinya syarat-syarat khusus yaitu:

    a. Biaya yang berhubungan dengan kegi- atan langsung perusahaan.b. Tersedianya bukti pendukung yang kuat atau memadai;c. Akibat lokasi; ataud. Praktek akuntansi yang tidak sehat.

  • Koreksi Akibat Pengenaan Pajak FinalKoreksi ini terdiri dari:

    Pendapatan yang telah dipotong PPh final misalnya: bunga deposito, jasa giro, perse-waan tanah dan/atau bangunan, serta pe-ngalihan hak atas tanah dan/atau bangun-an; serta

    2.Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang telah dikena-kan PPh final.

  • SKEMA PROSES REKONSILIASI FISKAL1.Rekonsiliasi Penghasilan (peredaran usaha)

    Sesuai Under Over K/- K/- K/- K/+ K/-K/+ : Koreksi fiskal positip menambah pendapatan kena pajak (PKP).K/- : Koreksi fiskal negatip mengurangi pendapatan kena pajak (PKP). Pasal 4 ayat(1) huruf k Keuntungan krn pembebasan hutang kecuali s/d jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.Penghasilan(peredaranUsaha) Objek PPhPasal 4 ayat (1)Pasal 5 ayat (1)Dikecualikansbg objekPasal 4 ayat (1)Huruf kObjek finalPasal 4 ayat (2)Bukan objekPasal 4 ayat (3)

  • SKEMA PROSES REKONSILIASI FISKAL2.Rekonsiliasi Biaya (pengurang penghasilan)

    Sesuai Under Over K/+ K/- K/+K/+ : Koreksi fiskal positip mengurangi biaya.K/- : Koreksi fiskal negatip menambah biaya.Biaya FiskalDpt dikurangkanPasal 5 ay (2&3)Pasal 6 ayat (1)HPPPasal 10 ayat (6)Penyusutan &amortisasi Pasal 11 & 11ATdk dpt dikurang-kan (Pasal 5 ay 3b, Psl 9 ay 1, PP 138/2000, KEP-220/2002, dll.

  • Hubungan Laporan Keuangan Fiskal dengan Laporan Keuangan KomersialTerdapat pembukuan ganda terhadap pos-pos yang berbeda (timing difference) antara ke-tentuan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan (SAK) untk kontinuitas rekonsiliasi.

    Perhitungan PPh berdasarkan laba akuntan-si dan laba kena pajak (perpajakan) me-nimbulkan selisih dicatat pada pos aktiva lain-lain di Neraca yang secara teoritis dia-lokasikan dari waktu ke waktu.

    *

  • HELO !!!

    ANY QUESTIONS?

  • PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN FISKALAdanya perbedaan kriteria pengukuran dan pengakuan thd pos2 rekening L/K baik secara komersial maupun fiskal timbul pertanyaan apakah WP harus menyusun masing2 L/k yi satu untuk kebutuhan internal (perusahaan) dan satu untuk ke-butuhan pajak?

    Bila hal ini terjadi akan banyak terjadi manipulasi data se-hingga upaya mempersempit erosi pengenaan pajak menjadi tak terpenuhi.

    DD upaya untk mengurangi manipulasi data ini perlu pen-dekatan2 yg tepat. Ada beberapa bentuk pendekatan yg dapat dilakukan dalam penyajian L/K fiskal yaitu:

  • Penyajian Laporan Keuangan Fiskal (Lanjutan)1.L/K Fiskal disusun dengan cara ketentuan pajak secara do-minan mewarnai praktek akuntansi.

    Dalam pendekatan ini L/K walaupun disusun a/d prinsip akuntansi sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan.

    Pengusaha harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dg ketentuan perpajakan dgn tanpa kelonggaran thd ketidak-samaan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan.

    DD dalam praktek terdapat dua pembukuan menurut ketentuan perpajakan dan menurut praktek komersial.

  • Penyajian Laporan Keuangan Fiskal (Lanjutan)2.L/K Fiskal disusun secara Ekstra-Komptabel.

    Dalam pendekatan ini para pengusaha bebas untk menye-lenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip dan metode a-kuntansi.

    L/K fiskal (untuk penghitungan pajak) disusun terpisah di luar jaringan proses pembukuan (ekstra-komptabel).

    Laporan itu pada umumnya disusun sebagai produk tam-bahan (by product) selain laporan keuangan komersial melalui suatu proses penyesuaian & rekonsiliasi antara prak-tek akuntansi komersial dan ketentuan perpajakan.

  • Penyajian Laporan Keuangan Fiskal (Lanjutan)3.L/K Fiskal disusun dengn cara ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi.

    Pendekatan demikian disebut prinsip common basis yaitu laporan keuangan disusun, terutama, mengikuti standar akun tansi. Namun preferensi diberikan kpd ketentuan pajak jika terdapat pengaturan yg tidak sejalan dgn standar akuntansi.

    Dari ketiga pendekatan di atas pendekatan kedua (ekstra-komptabel) merupk pendekatan yang lebih realistis artinya perush tetap menyelenggarakan pembukuannya sesuai dgn PABU sehingga tidak merasa terbatasi oleh Peraturan Per-pajakan dalam kegiatan operasionalnya.

  • HUBUNGAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DENGAN LAPORAN KEUANGAN FISKALLaba sebagai hasil akhir dari perhitungan laba-rugi baik seca ra akuntansi maupun secara pajak dimungkinkan besarnya ber-beda.

    Laba akuntansi (commercial income) adalah laba yang diper-oleh dan dihitung berdasar prinsip akuntansi komersial (PABU).

    Laba pajak (tax income) adalah laba yang diperoleh dan dihi tung berdasar UU Perpajakan.

    Laba yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang adalah laba pajak. Apabila perush menghitung laba berdasar PABU pada akhir tahun pajak diperlukan penyesuaian atau koreksi fiskal dari laba akuntansi ke laba fiskal.

    Berikut di bawah ini ditampilkan gambar mengenai Hubung-an antara L/K Komersial dengan L/K Fiskal:

  • Skema Rekonsiliasi Fiskal

    LAPORAN KEUANGAN KOMERSIALNeraca.Laporan Laba-Rugi.

    REKONSILIASI FISKALAnalisis Beda: Tetap & WaktuKoreksi Fiskal: Positif & Negatif

    LAPORAN KEUANGAN FISKALNeraca.Laporan Laba-Rugi.

    SPT PPh Badan

  • REKONSILIASI FISKALA.Latar Belakang

    Laba sebelum pajak menurut akuntansi komersial atau menurut perhitungan WP mungkin saja berbeda dengn PKP atau laba kena pajak menurut ketentual fiskal (pajak).

    Perbedaan tsb dilatarbelakangi oleh perbedaan konsep laba. Latar belakang perbedaan konsep laba dapat digo-longkan sbb:

    1. Perbedaan Tujuan Perusahaan.2. Perbedaan Ekonomis.3. Area Perbedaan

    *

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan)1. 1. Perbedaan Tujuan Perusahaan

    Ada beberapa formula tentang tujuan perusahaan yaitu:a. Memaksimumkan return on assets (ROA).b. Optimizing shareholders wealth.c. Optimizing stakeholders wealth.

    Sementara itu untuk kepentingan pajak taxation objec-tive-nya adalah meminimalkan pembayaran pajak agar bisa memotivasi WP melakukan administrasi pajak dengan baik hal ini dilakukan tentu dengan memperhatikan pera turan perundang-undangan.

    Kedua tujuan tsb nampaknya tidak selalu sejalan satu dgn yg lain shg banyak hal yg tidak pernah ada kesamaan perlakuan dan complete agreement antara laba akuntansi/ laba sebelum pajak (accounting income/pre tax income) dan PKP/laba kena pajak (taxable income)

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan)2. Perbedaan Ekonomis

    Perbedaan akibat pendekatan komersial dan fiskal juga memiliki makna ekonomis dalam pengambilan keputusan baik bagi pihak intern (manajemen) maupun pihak ekstern.

    Manajemen selalu dihadapkan pada pengambilan kepu-tusan yang menyangkut:

    a. Investasi (investment);b. Pendanaan/pembelanjaan (financing); danc. Dividen (divident).

    Keputusan yg menyangkut investasi, pendanaan/pem- belanjaan, dan dividen juga tidak terlepas dari pengaruh pa jak khususnya PPh misalnya:

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan) a.Di dalam investasi informasi yg relevan dalam pengam-bilan keputusan (bila memakai Payback Period, NPV, Pro-fitability Index, dan IRR) adalah mempertimbangkan a-liran kas setelah pajak (after tax cash flow).

    b.Di dalam keputusan pendanaan/pembelanjaan informasi yg relevan adalah biaya modal sesudah pajak (after tax cost of capital).

    c.Di dalam kebijakan dividen juga perlu mempetimbang-kan liquidity test dan bunkruptcy test.

    3.Area Perbedaan

    Penyebab adanya area perbedaan tsb adalah:

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan)a.Adanya pos2 akun/rekening pendapatan & biaya yg bo-leh diakui menurut akuntansi tetapi tidak boleh menurut ketentuan fiskal atau sebaliknya.

    b. Adanya pos2 akun/rekening pendapatan & biaya yg su-dah diakui menurut akuntansi sedangkan menurut keten tuan fiskal belum diakui atau sebaliknya.

    Dari dua penyebab tsb untuk melakukan rekonsiliasi dari L/K Komersial menjadi L/K Fiskal perlu diketahui bentuk perbedaan dalam perlakuan pos rekening yang ada yaitu:

    1.Perbedaan Waktu atau Perbedaan Temporer.2.Perbedaan Tetap atau Perbedaan Permanen.3.Perbedaan Lain-lain.

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan)A.PERBEDAAN/KOREKSI WAKTU ATAU TEMPORER

    Koreksi/rekonsiliasi waktu/temporer disebabkan karena adanya perbedaan yang bersifat waktu atau sementara.

    Perbedaan waktu adalah perbedaan mengenai waktu pe ngakuan baik pada pendapatan maupun biaya antara PABU dengan Peraturan Perpajakan yg berlaku dan hanya bersifat sementara artinya perbedaan (negatif atau posi-tif) pada satu periode tertentu akan terkompensir dengan perbedaan (positif atau negatif) pada periode yg lain atau periode berikutnya.

    Setelah dilakukan koreksi fiskal yg bersifat waktu (pada laporan laba-rugi) lawan koreksinya yg harus dilakukan adalah pada neraca.

  • Rekonsiliasi Fiskal (Lanjutan)Adapun yang termasuk dalam pos-pos atau item perbedaan waktu (sementara) kemungkinannya adalah:

    1. Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Kos Penjualan.2. Penyusutan (Depresiasi) Aktiva/Harta Tetap.3. Amortisasi Aktiva/Harta Tidak Berwujud.4. Piutang Tak Tertagih (Kerugian Piutang).5. Pendapatan di Terima di Muka (Utang Penghasilan).

  • PERBEDAAN (KOREKSI)WAKTU (TEMPORER)Koreksi/rekonsiliasi waktu/temporer disebabkan karena ada-nya perbedaan yang bersifat waktu atau sementara (temporer).

    Perbedaan waktu adalah perbedaan menganai waktu penga-kuan baik pada biaya maupun pendapatan antara PABU dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku dan hanya bersifat sementara artinya perbedaan (negatif atau positif) pada satu periode tertentu akan terkompensir dengan perbedaan (positif atau negatif) pada periode yang lain atau periode berikutnya.

    Setelah dilakukan koreksi fiskal yg bersifat waktu (pada la-poran laba-rugi) lawan koreksinya yg harus dilakukan adalah pada neraca. Adapun yang termasuk dalam pos-pos atau item perbedaan waktu (sementara) kemungkinannya adalah sbb:

  • 1. HARGA POKOK PENJUALAN (HPP)ATAU KOS PENJUALANHarga pokok penjualan (HPP) or kos penjualan adalah harga pokok dari barang dagangan or produk/barang jadi/selesai pe-rusahaan yang sudah dilakukan penjualannya. Adapun formula perhitungan dasarnya sbb:

    Untuk penentuan jumlah Sediaan baik Sediaan awal maupun Sediaan akhir sangat dipengaruhi oleh metode penilaian Se-diaan yang dipakai.

    Menurut Akuntansi terdapat beberapa macam metode pe-nentuan Sediaan yg dpt dipakai/diterapkan yaitu meliputi meto-de identifikasi khusus, rata-rata atau rerata, MPKP (FIFO), dan MTKP (LIFO).

    1HPP = Sediaan Awal + Pembelian - Sediaan Akhir

  • HARGA POKOK PENJUALAN (HPP)ATAU KOS PENJUALAN (Lanjutan)Menurut Fiskal Peraturan Perpajakan mengatur penyajian/penilaian Sediaan Barang (meliputi: brg jadi/barang dagangan, barang dalam proses, serta bahan baku, dan bahan pembantu) hanya boleh menggunakan dasar harga perolehan atau harga po-kok (cost). Sedangkan penentuan penilaian pema-kaian Sediaan untuk menghitung harga pokok/kos hanya boleh dilakukan dengan cara:

    1.Metode MPKP atau FIFO.2.Metode rata-rata/rerata (average method)

  • CONTOH KASUSPT. ABC pada tanggal 1 Mei 2010 memiliki Sediaan Barang Dagangan A sebanyak 100 unit @ Rp2.500,- Adapun selama bulan Mei 2010 mutasi Barang Dagang an A adalah sbb:

    Tanggal 5 Mei: Dibeli 100 unit @ Rp3.000,-Tanggal 15 Mei: Dibeli 100 unit @ Rp3.500,-Tanggal 25 Mei: Dijual 100 unit @ Rp4.000,-Tanggal 30 Mei: Dijual 100 unit @ Rp4.500,-

    DIMINTA: Jika perush melakukan pencatatan Sediaan dengan metode perpetual:1. Berapakah HP Sediaan Brg Dagangan A tsb, baik dengan metode rata-rata, FIFO, maupun LIFO?2. Berapakah HPP & Laba Kotor untuk masing2 metode?

  • SAMPAI DI SINI!

    ADAPERTANYAAN?

  • 2. PENYUSUTAN (DEPRESIASI) HARTA (AKTIVA) TETAPPenyusutan (depresiasi) adalah sebagian harga perolehan aktiva (harta) tetap berwujud (tangible assets) yang secara sistematis dialokasikan men-jadi biaya untuk setiap periode a-kuntansi.

    Besarnya biaya depresiasi yang dibebankan untk tiap tahun-nya dipengaruhi oleh metode depresiasi yang digunakan.

    Menurut Akuntansi terdapat beberapa metode penyusutan yang dapat dipakai seperti metode: garis lurus, jumlah angka tahun, saldo menurun, saldo menurun ganda, jumlah unit produksi, jum-lah jam jasa, dan sebagainya.

  • Depresiasi Harta Tetap Berwujud (Lanjutan)Menurut Fiskal metode penyusutan yang boleh digu-nakan menurut Peraturan Perpajakan yaitu:

    1.Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

    Penyusutan dilakukan dalam bagian2 yang sama besar selama masa manfaat yg telah ditentukan bagi harta tetap.

    Besarnya penyusutan untuk setiap tahunnya dihi-tung dgn cara menerapkan tarif penyusutan atas harga perolehan (cost) harta tetap.

    Saat penyusutan dpt di mulai pada (1) buln dilaku-kannya pengeluaran;(2) untk harta yg masih dlm pe-ngerjaan penyusutannya di mulai pd bulan penger-jaan harta tsb selesai; dan (3) dgn ijin Dirjen Pajak.

  • 2. Depresiasi Harta Tetap Berwujud (Lanjutan)2.Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)

    Penyusutan dilakukan dalm bagian2 yang menurun selama masa manfaatnya.

    Besarnya penyusutan untuk setiap tahunnya dihi-tung dgn cara menerapkan tarip penyusutan atas nilai sisa buku harta tetap. Pd akhir thn nilai masa manfaat, nilai sisa buku yg ada disusutkan seka-ligus (closed ended).

    Bagi WP yang melakukan penyusutan atas harta tetapnya bisa memilih di antara dua metode yang diperbolehkan di atas KECUALI untk kelompok har-ta tetap Bangunan/ge-dung penyusutannya hanya boleh menggunakan metode garis lurus.

  • Tabel: Penyusutan Harta Tetap

  • PENGGUNAAN METODE PENYUSUTANPenggunaan metode penyusutan tsb harus dilakukan secara taat azas (konsisten).

    Khusus untuk penyusutan yang menggunakan metode saldo menurun pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta te-tap tsb disusutkan sekaligus (closed ended).

    CONTOH KASUS: PT. ABC memiliki harta berwujud berupa:

    Jenis harta (aktiva tetap) : Sepeda Motor Honda YupiterHarga perolehan . . . . . . : Rp10.400.000,-Nilai Residu . . . . . . . . . : Rp800.000,-Masa manfaat . . . . . . . . : 4 tahunTanggal perolehan . . . . : 1 Mei 2009

    DIMINTA: Bila perush memakai metode penyusutan garis lurus hitung-lah biaya penyusutan untk thn 2009, baik menurut akuntansi maupun fiskal!

  • 3. AMORTISASI HARTA TIDAK BERWUJUDHarta Tidak Berwujud (Intangible assets) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun misalnya: Hak Paten (Pa-tent), Hak Cipta (Copy Right), dan Wara Laba (Franchise) dapat diamortisasi sesuai dengan masa manfaatnya.

    Pengeluaran untuk biaya organisiasii (misal: biaya pendirian pe-rusahaan) dan biaya perluasan modal suatu perush dibeban-kan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi se-suai dengan ketentuan Pasal 11A, Ayat (2) UU No. 36 Thn 2008 (lihat Tabel Amortisasi!).

    Menurut Akuntansi: Terdapat beberapa metode amortisasi (sa-ma dengan depresiasi) yang dapat dipakai seperti metode: garis lurus, jumlah angka tahun, saldo menurun, saldo menu-run ganda, jumlah satuan (unit) produksi, jumlah jam jasa, dan sebagainya.

  • Tabel: Amortisasi Harta Tetap

  • 3. Amortisasi Harta Tidak Berwujud (Lanjutan)Menurut Fiskal: Metode amortisasi yang boleh digunakan me nurut Peraturan Perpajakan yaitu:

    a.Metode Garis Lurus (Straight Line Method).b.Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method).

    KECUALI amortisasi atas pengeluaran untk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak & gas bumi dilakukan dengan memakai metode jumlah satuan (unit) produksi.

    Sama dengan depresiasi khusus untk amortisasi yg memakai metode saldo menurun pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tsb diamortisasi seka-ligus (closed ended).

  • 4. PIUTANG TAK TERTAGIH(KERUGIAN PIUTANG)Piutang (tagihan) yang dimiliki oleh perush kpd pihak lain be lum tentu dapat ditagih seluruhnya dan dapat diterima pelunas-annya artinya dalam piutang tsb masih mengandung risiko untuk tidak tertagih alias macet.

    Menurut Akuntansi: Risiko atas tidk tertagihnya piutang perush dapat dimunculkan dalam rekening tersendiri di L/K yi dalam bentuk akun/rekening Cadangan Kerugian Piutang. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Piutang tsb perush dpt langsung membebankan sebagai kerugian atas piutang yg tidak dapat ditagih lagi akan mengurangi Cadangan Kerugian Piu-tang dan saldo Piutang yang ada.

  • 4. Piutang Tak Tertagih (Lanjutan)Menurut Fiskal: Di dalm UU PPh WP tidk diperbolehkan untk membentuk cadangan. KECUALI untuk jenis2 bidang usaha tertentu, seperti:

    a.Usaha bank dapat membentuk Cadangan Piutang Tak Tertagih maksimum sebesar 3% dari rata2 saldo awal dan saldo akhir piutang.b.Usaha sewa guna usaha dgn hak opsi dapat membentuk Cadangan Piutg Tak Tertagih maksimum sebesar 2,5% dari rata2 saldo awal dan saldo akhir piutang.c.Usaha asuransi dapat membentuk Cadangan Premi sebe sar 40% dari premi yang diterima tahun ybs.

  • 4. Piutang Tak Tertagih (Lanjutan)Sedangkan nilai Piutang dalam Neraca di cantumkan neto dalam arti saldo Piutang setelah dikurangi dengan Piutang yang tidak dapat ditagih lagi.

    Untuk Cadangan Kerugian Piutang yang telah dibentuk harus dilakukan koreksi fiskal karena tidak diperbolehkan secara fiskal.

  • 5. PENDAPATAN DITERIMA DI MUKA(UTANG PENGHASILAN)Pendapatan Diterima di Muka (Utang Penghasilan) adalah penghasilan2 yang diterima di muka atas penjualan barang/jasa tetapi perush belum menyerahkan barang atau jasa tsb misalnya: Penghasilan Sewa yang Diterima di Muka dan Utang Penghasilan Komisi.

    Menurut Akuntansi: Pengakuan Pendapatan dalam akuntansi adalah memakai stelsel akrual (accrual basis) termasuk Pen-dapatan Diterima di Muka & belum terjadi penyerahan barang/ jasa. Sehingga uang yg sudah diterima misalnya Uang Sewa untuk jangka waktu sewa beberapa tahun kemudian belum dapat diakui sebagai pendapatan dan baru diakui sebagai Pen-dapatan yang Diterima di Muka. Apabila barang/jasa telah dise-rahkan dapat diakui sebagai penghasilan periode ybs.

  • 5. Pendapatan Diterima di Muka (Lanjutan)Menurut Fiskal: Menurut Peraturan Perpa-jakan perlakuan atas uang yang diteri-ma di muka misalnya: Penghasilan Se-wa harus diakui sbg penghasilan fiskal untuk periode ybs pada saat uang tsb di-terima (stelsel kas).

  • PERBEDAAN TETAP(KOREKSI PERMANEN)Koreksi/rekonsiliasi tetap/permanen adalah koreksi/rekonsili-asi fiskal yg dilakukan karena adanya perbedaan mengenai bo-leh tidaknya pengakuan baik mengenai Pendapatan maupun Biaya antara PABU dan Peraturan Perpajakan yang berlaku.

    Perbedaan tetap adalah perbedaan akibat transaksi2 penda-patan/penghasilan dan biaya tertentu yang boleh diakui dalam praktek akuntansi yang lazim (SAK) tetapi tidak boleh diakui oleh ketentuan fiskal. Perbedaan tetap ini tidak boleh/dapat dikompensasikan

  • Perbedaan Tetap (Lanjutan)Perbedaan tetap terdiri atas:

    1.Pos-pos atau item yang pengaruhnya ikut diperhi-tungkan dalam penentuan laba akuntansi teta-pi tidak ikut diperhitungkan dalam penghitungan PKP.

    2.Pos-pos atau item yang tidak ikut diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi tetapi ikut di-perhitungkan dalam penghitungan PKP.

    Beberapa contoh koreksi tetap antara lain:

  • 1. NATURANatura adalah imbalan dalam bentuk barang yang diberikan oleh perush kepada karyawannya misalnya dalm bentuk: be-ras, gula, makan siang, seragam, atau barang lain yg merupa-kan hasil produksi sendiri dari perusahaan ybs.

    Menurut Akuntansi: Pengeluaran untuk pemberian natura kepa-da karyawan boleh dibebankan sebagai biaya misalnya: biaya pembelian beras, gula, makan siang, seragam, harga po-kok dari produk yang diberikan karyawan, dsb.

    Menurut Fiskal: Sesuai dgn prinsip biaya-manfaat (cost & bene-fit) natura yg diberikan kpd karyawan tidak boleh diperlakukan sebagai biaya fiskal yang mengurangi penghasilan bruto dalam perhitungan PKP.

  • 1. NATURA (Lanjutan)Termasuk dalam pengertian natura adalah kenikmatan yi fasilitas yang diberikan oleh perush kpd karyawannya yg a.l. dapt berbentuk fasilitas: rumah dinas, asrama atau mess karya-wan, vila or rumah peristirahatan, kendaraan dinas yg se-mata2 tidk untk keperluan operasional perush, fasilitas kesehatan dan obat2-an gratis, fasilitas olah raga gratis, dan PPh yang ditang-gung perusahaan.

    Biaya atau pengeluaran yg timbul karena adanya pemberian fasilitas oleh perush tidk boleh dibebankan sebagai biaya fis-kal misalnya dalam hal pemberian fasilitas rumah dinas biaya2 yg timbul misalnya biaya penyusutan rumah dinas, bi-aya perbaikan & pemeliharaan rumah dinas, biaya telepon dan listrik rumah dinas, PBB rumah dinas, dsb tidak boleh dibe-bankan sebagai biaya fiskal.

  • 1. NATURA (Lanjutan)PENGECUALIAN untuk perlakuan natura dan fasilitas adalah apabila pada daerah terpencil natura dan fasilitas yang diberikan oleh perusaha-an boleh dibebankan sebagai biaya fiskal.

  • 2. SUMBANGAN ATAU BIAYA BANTUAN

    Sumbangan& BantuanOleh perush dapat dalam rangka untuk tujuan:SosialPendidikanKeagamaanKomersial

  • 2. Sumbangan atau Bantuan (Lanjutan)Menurut Akuntansi: Pengeluaran untk sumbangan dan bantuan baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat komersial dpt dibebankan sebagai biaya usaha untuk mengurangi penda-patan bersih.

    Menurut Fiskal: Menurut Peraturan Perpajakan apabila terja-di pengalihan harta sebagai bantuan, sumbangan atau hibah tidk boleh dibebankan sebagai beban biaya fiskal bagi pihak yg mengalihkan. Tetapi apabila sumbangan tsb dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, atau hubungan kepemilikan jumlah nilai atau nilai sisa buku harta yg diserahkan tsb boleh dibebankan sbg biaya fiskal.

  • 2. Sumbangan atau Bantuan (Lanjutan)

    Sesuai dengan konsepcost & benefitApabila terjadi penerimaan harta sebagaimana karenapengalihan harta di atas bagi penerimanya hartayang diterima tsb tidk termasuk penghasilan yang dike-nakan pajak dan boleh tidak diakui sebagai penghasilanfiskal.

  • 3. PEMAKAIAN UNTUK KEPERLUAN PRIBADI

    MenurutAkuntansiPemakaian untuk keperluan pribadi dapat terjadi karenapenarikan dana atau aktiva untuk keperluan pribadi (prive)pemilik perusahaan atau pengeluaran/biaya untuk keperluanpribadi pemilik perusahaan.Pengeluaran tsb tidak boleh dibebankan sebagai bebanbiaya usaha tetyapi dibebankan sbg pengurang modal(prive) atau pembagian keuntungan (deviden).

  • 3. Pemakaian untuk Keperluan Pribadi (Lanjutan)

    MenurutFiskalMenurut Peraturan Perpajakan pengeluaran perush untk ke-perluan pribadi tidk boleh dibebankan sbg biaya fiskal. Tapiprive di sini memiliki arti yg lebih luas yg a.l. termasuk:Pengeluaran atau pemakaian penghasilan untk keperluan pribadi pe-

    gang saham, direksi, maupun pegawai.2. Pembayaran bunga atas pinjaman yg dipakai untuk keperluan pribadi.3. Pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi (kecuali yg di atur lain dalam peraturan mengenai PPh Pasal 21)4. Gaji untk pemilik badan usaha yg modalnya tidk terbagi atas saham (CV, Fa, dan persekutuan). Gaji pemilik tsb diakui sbg pengurang modal.

  • 4. BIAYA BUNGAFasilitas kredit atau hutang yang diterima akan mengakibat- kan perusahaan berkewajiban membayar beban biaya bunga.

    MenurutAkuntansiBiaya bunga yang dibayarkan oleh perush dapat dibe-bankan sbg beban biaya usaha yg akan mengurangi pen-dapatan bersih perusahaan.

  • 4. BIAYA BUNGA

    MenurutFiskalMenurut Peraturan Perpajakan, biaya bunga yg dibayarkan pd prinsipnya boleh dibebankan sbg biaya fiskal untk dikurangkan dari penghasilan bru-to. Bbrp syarat di mana biaya bunga dpt dibebankan sbg biaya fiskal yi:1. Biaya bunga atas utang yg bukan untk keperluan pribadi.2. Dalam hal struktur modal perusahaan yg ditunjukkan dgn rasio antara utang & modal (debt to equity ratio) yi menunjukkan bhw utang diatas batas kewajaran biaya bunga yg boleh dibebankan sbg biaya fiskal adalah sebatas yg berasal dari utang pd rasio yg wajar saja. 3. Dalam hal tingkat bunga utang melebihi kewajaran biaya bunga yg boleh dibebankan sbg biaya fiskal yi sebatas pd tk bunga yg wajar.4. Dalam hal WP menempatkan dananya dalam bentuk deposito/tabungan biaya bunga yg boleh dibebankan sbg biaya fiskal adalah:

  • 4. Biaya Bunga (Lanjutan)

    Pengecualian dari ketentuan di atas di mana biaya bunga pinjaman seluruhnya dapat dibebankan sebagai bunga fiskal adalah apabila:

    1.Dana yg ditempatkan di bank adalah dalm bentuk reke-ning giro.2.Penempatan deposito/tabungan tsb merupakan keharus an (peraturan) misalnya: merupakan syarat dari suatu proyek atau pekerjaan.3.Dapat dibuktikan bhw deposito/tabungan tsb berasal dr tambahan modal atau sisa laba.(Rata2 Pinjaman/bln Rata2 Dep/Tab) X Tk Bunga Pinjaman

  • 5. PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA TETAPPengalihan harta tetap oleh perush dapt terjadi karena pen-jualan, pertukaran, atau penghapusan karena sebab luar biasa seperti: hilang, kebakaran, atau rusak berat.

    MenurutAkuntansiApabila terjadi pengalihan harta tetap selisih lebih (atauselisih kurang) antara harga jual di atas nilai bukunya diakui sebagai laba (rugi) atas penjualan harta tetap.

  • 5. PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA TETAP

    MenurutFiskalApabila terjadi pengalihan harta perlakuan fiskalnya yi: Jumlah nilai sisa buku harta tsb dibebankan sbg pengha-

    pusan atau kerugian.2. Jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yg diterima/ diperoleh sbg penghasilan pd tahun terjadinya pengalih- an harta.

  • H

    K

    TTERIMA

    KASIH

    *

    *

    *