permasalahan hak kesehatan reprduksi perempuan dalam perspektif hukum kesehatan dan ham di indonesia

17
PERMASALAHAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN DAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disusun oleh: Dony Septriana Rosady PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2012

Upload: dony-septriana-rosady

Post on 22-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

PERMASALAHAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN DAN HAK ASASI MANUSIA DI

INDONESIA

Disusun oleh:

Dony Septriana Rosady

PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2012

Page 2: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembicaraan hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia seutuhnya

bukan hal yang relatif baru. Meskipun demikian, hak asasi perempuan yang

sudah mulai terangkat dari beberapa waktu sebelumnya, kelihatannya semakin

menguat dari waktu ke waktu.1

Pada tahun-tahun terakhir ini, angka partisipasi wanita dalam dunia usaha

semakin meningkat. Peningkatan partisipasi wanita tersebut mengindikasikan

adanya peningkatan peran wanita dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan.2

Seiring dengan adanya peningkatan peran wanita, ada hal penting yang

kemudian memerlukan perhatian serius, yaitu masalah perlindungan terhadap

hak-hak wanita. Perlindungan terhadap hak wanita tersebut tidak hanya terbatas

pada masalah perlindungan fisik (kondisi ergonomis, lingkungan, dll), tetapi juga

termasuk perlindungan atas hak-hak wanita untuk memperoleh hak

kesehatannya.2

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis (UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 ayat 1),

karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan.

Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa

kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya.

Page 3: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

Sehingga kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan

ekonomi, yang menentukan mutu dari sumber daya manusia.3

Hak atas kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang untuk menjadi

sehat, atau pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang

mahal di luar kesanggupan pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah

dan pejabat publik dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang

mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan

untuk semua dalam kemungkinan waktu yang secepatnya.3,4,5

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia telah menjamin bahwa setiap

manusia di dunia berhak atas hak-hak dasarnya, tidak terkecuali dengan

perempuan. Dalam deklarasi tersebut disebutkan bahwa semua orang dilahirkan

merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Setiap orang

berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasannya dan tidak ada

pengecualian apa pun termasuk pembedaan atas dasar ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau

kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.6

Hak kesehatan merupakan salah satu hak yang dijamin dalam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 25

ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai

untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas

pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial

yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita

sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya

Page 4: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar

kekuasaannya.6 Oleh karena itu, setiap manusia dijamin haknya untuk hidup

dalam tingkat yang memadai termasuk untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan. Dalam kondisi apapun negara/pemerintah harus menjamin

terselenggaranya kehidupan yang bermartabat bagi seluruh warga negaranya.

A.August Burns, tahun 2000 mengemukakan fakta bahwa ternyata

kemiskinan dapat memaksa perempuan hidup dalam sebuah lingkungan yang

tidak sehat, seperti hidup di rumah yang tidak sehat, tidak memiliki makanan

yang cukup, bekerja dengan jam kerja yang lama, tidak mampu menjangkau

pelayanan kesehatan, dan tidak punya waktu mengurus diri mereka sendiri.2,7

Kondisi yang disampaikan August Burns tersebut jelas sangat

bertentangan dengan semangat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia untuk

menjamin kesehatan dan kehidupan yang bermartabat bagi seluruh umat

manusia. Dalam hal ini, negara/pemerintah wajib menjamin seluruh hak-hak

dasar warga negaranya termasuk hak kesehatan dan hak mendapatkan

pelayanan kesehatan yang memadai.

Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi perempuan merupakan

perkembangan dari konsep hak asasi manusia. Dalam perkembangannya,

konsep hak-hak asasi manusia dapat dibagi dalam dua ide dasar. Pertama

pandangan yang berpijak pada keyakinan bahwa tiap manusia lahir dengan hak-

hak individu yang tidak dapat dipisahkan darinya, dan kedua pandangan yang

menekankan kewajiban masyarakat dan negara, untuk menjamin tidak saja

kebebasan dan kesempatan bagi warga negara, tetapi juga memastikan bahwa

Page 5: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

warga negara mampu memperoleh, melaksanakan kebebasan, dan apa yang

menjadi haknya.8

Banyak perempuan yang tidak mengetahui akan haknya, karena dalam

kehidupan perempuan, masalah hak sangat langka dibicarakan. Fungsi

reproduksi mereka yang diperankan hanya pada wilayah domestik membuat

perempuan lebih biasa dengan berbagai kewajiban, misalnya sebagai seorang

ibu dan istri, harus atau wajib mendidik anak, mengatur rumah tangga,

mendampingi dan melayani suami.8

Saat ini, mungkin lebih mudah bagi perempuan untuk membuat daftar

kewajiban mereka dari pada haknya. Begitu juga dengan arti sehat, perempuan

lebih menganggap kesehatan hanya yang berkaitan dengan organ tubuhnya,

padahal makna kesehatan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja. Apalagi

makna kata reproduksi, masih bayak tidak diketahui oleh kaum perempuan.8

Page 6: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak

diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan

dan Pembangunan (International Conference on Population and Development,

ICPD), di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut

adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan

penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan

reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.9

Upaya pengendalian kependudukan telah bergeser ke arah yang lebih

luas, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi laki-laki

dan perempuan sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya,

kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan dan

penanggulangan kekerasan berbasis gender, serta tanggung jawab laki-laki

dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.9

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis.10

Page 7: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi

Kesahatan Dunia ( WHO ) yang paling baru memang lebih luas dan dinamis

dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan

adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya

bebas dari penyakit dan cacat.11

Konfrensi Kependudukan di Kairo 1994, telah disusun pula definisi

kesehatan reproduksi yang dilandaskan kepada definisi sehat menurut WHO:

keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial, dan

bukan sekedar tidak adanya penyakit disegala hal yang berkaitan dengan sistem

reproduksi, fungsinya, tetapi juga proses reproduksi itu sendiri.11

Secara luas, ruang lingkup kesehatan produksi yang tercantun dalam

Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia (2005)

meliputi:

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2. Keluarga berencana

3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)

termasuk IMS-HIV/AIDS

4. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi

5. Kesehatan reproduksi remaja

6. Pencegahan dan penanganan infertilitas

7. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi pada usia lanjut seperti

kanker, osteoporosis, dementia dan lain-lain.

Page 8: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

2.2. Hak Kesehatan Reproduksi

Sebelum tahun 1960, beberapa konsensus PBB tentang populasi tidak

menfokuskan pada hak. Demikian pula dengan konvensi tentang perempuan,

juga belum memberi penekanan pada Hak Asasi Manusia atau isu yang

mempedulikan reproduksi dan seksualitas. Pada konfrensi Hak Asasi Manusia I

yang diselenggarakan di Teheran tahun 1960, mulai menyebutkan adanya hak

untuk menentukan dan jumlah dan jarak anak. Konfrensi Hak Asasi Manusia II

pada tahun 1993 di Viena mulai membuat tahapan mengenai hasil konvensi di

Kairo dan Beijing yang menegaskan bahwa hak perempuan adalah Hak Asasi

Manusia yang memangkas semua bentuk diskriminasi berdasarkan seks harus

menjadi prioritas pemerintah. Dari konvensi ini akhirnya perempuan mempunyai

hak untuk menikmati standar tertinggi dari kesehatan fisik dan psikis sepanjang

kehidupan termasuk hak untuk akses dan pelayanan kesehatan yang adekuat.

Ada beberapa hak yang digunakan untuk melindungi dan meningkatkan

kesehatan gender dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.12

Hak-hak reproduksi mencakup hak-hak asasi manusia tertentu yang

sudah diakui dalam hukum-hukum nasional, dokumen-dokumen hak asasi

manusia internasional dan dokumen-dokumen konsensus Perserikatan Bangsa-

Bangsa lain yang relevan. Hak-hak ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak

asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan

bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan

waktu kelahiran anak-anak mereka, mempunyai informasi dan cara

memperolehnya, serta hak untuk mencapai standar tertinggi kesehatan seksual

Page 9: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

dan reproduksi. Hal ini juga mencakup hak semua orang untuk membuat

keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan, dan

kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia.

Untuk melaksanakan hak tersebut, mereka harus mempertimbangkan kebutuhan

kehidupan anak-anak mereka yang sekarang dan pada masa mendatang, serta

tanggung jawab mereka terhadap masyarakat.

Winkjosastro menuliskan dalam setiap hak, pemerintah mempunyai 3

tingkat peraturan :

1. Menghormati HAM yang berarti pemerintah tidak melakukan kekerasan;

2. Melindungi HAM yang berarti pemerintah membuat suatu hukum yang

mengatur mekanisme untuk melindungi dari kekerasan;

3. Memenuhi HAM yang berarti pemerintah mengambil suatu tindakan yang

bertahap ditempatkan dalam suatu peraturan yang prosedural (sesuai

prosedur) dalam suatu institusi.12

2.3. Budaya Reproduksi

Manusia percaya bahwa salah satu tugas mereka di dunia adalah

melestarikan eksistensi manusia di bumi ini. Memiliki anak merupakan salah satu

cara untuk memenuhi kewajiban itu. Banyak budaya yang memperbolehkan atau

malah mendorong laki-laki untuk menceraikan istrinya dan kawin lagi, kalau

perkawinan mereka tidak menghasilkan keturunan. Perempuan seolah-olah

dianggap sebagai penyebab kemandulan.14

Page 10: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

Mohamad menyatakan bahwa di kalangan masyarakat agraris,

kelangsungan hidup mereka amat bergantung pada kesuburan, baik kesuburan

tanah tempat mereka hidup maupun kesuburan kaum perempuannya.

Perempuan yang subur sangat dihargai dan sebaliknya yang tidak subur

dipandang rendah. Budaya tersebut menanamkan konsep pada kaum

perempuan bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban tanpa

diimbangi dengan hak juga pilihan lainnya. Keinginan untuk tidak hamil dan tidak

mempunyai anak dianggap menyimpang dari aturan sosial. Kondisi ini

menyebabkan perempuan untuk dapat melahirkan anak seperti harapan orang-

orang yang ada di sekelilingnya.14

Selain budaya reproduksi diperlukan juga tema budaya yang menjadi latar

belakang perawatan dan pemeliharan kehamilan. Tema budaya ini akan

memberikan gambaran bagaimana perilaku ibu hamil dalam melakukan

pemelihaaran selama kehamilan dan pada saat persalinan.15

2.4. Bias Gender dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Abdullah menuliskan kelemahan dalam kebijakan reproduksi dapat dilihat

dari tiga hal. Pertama, kebijakan yang ada cenderung memperlakukan

perempuan sebagai “sasaran” atau korban. Program aksi seperti kondomisasi

tampak lebih banyak merugikan kaum perempuan karena perempuan di

tempatkan sebagai pihak yang berkepentingan dalam menjaga kesehatan.16

Kedua, persoalan akses pelayanan kesehatan reproduksi. Jika pelayanan

secara umum bersifat public goods, maka pelayanan kesehatan reproduksi

Page 11: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

dalam bentuk-bentuk tertentu tidak dapat dihadirkan sebagai fasilitas publik

dalam arti sesungguhnya akibat pro dan kontra dalam persoalan seksual secara

umum. Isu yang sejak lama belum selesai dan bahkan cenderung dilupakan

dalam pembicaraan publik adalah “pendidikan seks di sekolah”. Kaum remaja

atau pasien tidak dapat mengakses informasi yang berkaitan dengan praktik

seksual atau aspek-aspek reproduktif remaja. Oleh karena itu, informasi

cenderung di dapatkan dari informasi yang salah dan menyebabkan terjadinya

penyimpangan seks. Dalam berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi, kaum

perempuan menjadi pihak yang disudutkan untuk bertanggungjawab atas

penyimpangan-penyimpangan yang berlangsung. Perlindungan terhadap hak

perempuan sangat terbatas dan tidak berkualitas.16

Ketiga, masalah kualitas pelayanan dimana pelayanan yang tersedia tidak

memiliki kelengkapan informasi baik dalam pengertian obyektif maupun

subyektif. Latar belakang sosial ekonomi pasien berpengaruh dalam persepsi

dan penilaian mereka tentang kualitas suatu bentuk pelayanan. Peningkatan

kualitas secara umum meliputi tingkat keahlian paramedis dan pendekatan yang

digunakan dalam melayani kepentingan pasien. Perempuan yang menjadi

pasien dalam pelayanan kesehatan reproduksi tidak mendapatkan pelayanan

yang sesuai dengan hanya karena suami tidak turut memberdayakan posisi

perempuan. Hal ini terutama akibat pengetahuan umum yang menilai kehamilan

dan persalinan, misalnya sebagai tanggungjawab perempuan.16

Lemahnya posisi perempuan dalam pelayanan reproduksi tampak dari

berbagai hal, seperti: (1) Kurangnya informasi yang dapat diakses oleh kaum

Page 12: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

perempuan dan tidak dimilikinya keahlian menolong diri sendiri dalam kesehatan

sehingga ketergantungan pada pihak lain sangat besar; (2) Tidak memiliki

jaringan sosial yang kuat yang memungkinkan perempuan mampu melakukan

tawar menawar dalam berbagai tindakan yang merugikan; (3) Lemahnya basis

ekonomi perempuan yang menyebabkan ia tergantung pada pencari nafkah dan

pada fasilitas kesehatan yang berkualitas rendah; (4) Lemahnya basis sosial

yang dapat digunakan sebagai sumber legitimasi keberadaannya. Ke empat

faktor ini merupakan dasar dari berbagai bentuk tindakan yang merugikan

perempuan.16

Page 13: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

BAB III

PEMBAHASAN

Menurut Triwijati hak menentukan bila dan kapan menikah serta memilih

pasangan merupakan salah satu elemen dalam pemenuhan hak reproduksi. Hak

reproduksi tersebut masih belum dapat terpenuhi di Kecamatan Mandrehe.

Perempuan tidak dapat memilih sendiri calon suaminya dan tidak dapat

menentukan sendiri kapan waktu yang tepat bagi dirinya untuk menikah.

Perjodohan dan pernikahan diatur oleh orangtua sehingga kesiapan untuk

menikah tidak tergantung kepada anak perempuan.

Perempuan menerima perjodohan yang dilakukan oleh orangtua karena

anggapan bahwa pilihan orangtua adalah yang terbaik. Perempuan pasrah

terhadap pilihan orangtua dengan tidak menolaknya. Menikah dengan pilihan

orangtua berarti orangtua merestui pernikahan tersebut. Restu dari orangtua

merupakan hal yang sangat penting. Dalam konteks perkawinan, restu dipahami

bukan hanya mengandung kekuatan sakral tertentu yang dapat menentukan

keselamatan hidup berumah tangga, tetapi juga memiliki makna sosial yang

kuat, yang menunjukkan keberpihakan orangtua terhadap perkawinan anaknya.

Anak laki-laki dan perempuan sangat mengharapkan restu dari orangtua

terhadap perkawinannya. Restu orangtua tersebut merupakan doa agar anaknya

dapat hidup bahagia dan memperoleh keturunan.

Page 14: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

Perempuan mempunyai posisi yang lemah dalam pelayanan reproduksi.

Hal ini tampak dari: (1) Kurangnya informasi yang dapat diakses oleh kaum

perempuan dan tidak dimilikinya keahlian menolong diri sendiri dalam kesehatan

sehingga ketergantungan pada pihak lain sangat besar; (2) Tidak memiliki

jaringan sosial yang kuat yang memungkinkan perempuan mampu melakukan

tawar menawar dalam berbagai tindakan yang merugikan; (3) Lemahnya basis

ekonomi perempuan yang menyebabkan ia tergantung pada pencari nafkah dan

pada fasilitas kesehatan yang berkualitas rendah; (4) Lemahnya basis sosial

yang dapat digunakan sebagai sumber legitimasi keberadaannya.

Perempuan mempunyai informasi yang sangat kurang untuk

kesehatannya sehingga ketergantungan pada pihak lain sangat besar. Informasi

dapat diperoleh dari mertua sehingga pelayanan kesehatan yang diperoleh

tergantung anjuran mertua. Pendidikan yang masih rendah serta umur menikah

menyebabkannya pasrah terhadap anjuran orang-orang disekitarnya.

Kehidupan perempuan dibatasi oleh budaya tempatnya tinggal. Posisi

perempuan yang lemah dalam keluarga menyebabkan tidak mempunyai

keberanian mengambil keputusan berdasarkan keinginannya sendiri.Perempuan

cenderung memandang bahwa calon suami yang diberikan oleh orangtua adalah

yang terbaik. Sikap pasrah sudah dimiliki oleh perempuan sebelum menikah atau

berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa posisi anak perempuan dalam keluarga

masih lemah.

Tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan perempuan tidak dapat

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang dibutuhkannya. Biaya yang dibutuhkan

Page 15: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

serta waktu yang terbuang untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan

menyebabkannya tidak mementingkan pelayanan kesehatan untuknya dan

kandungannya. Perempuan cenderung menunggu fasilitas pelayanan kesehatan

datang ke tempat tinggalnya. Perempuan mempunyai fungsi produksi dan

reproduksi dalam keluarga. Perempuan bertanggungjawab dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari seluruh anggota keluarga.

Pendidikan dan dan kemampuan ekonomi perempuan perlu ditingkatkan

sehingga dapat menentukan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

diperlukannya. Pendidikan perempuan perlu ditingkatkan sehingga tidak hanya

mengecap pendidikan dasar saja.

Page 16: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

BAB IV

KESIMPULAN

Hak reproduksi perempuan, saat ini dapat di ketahui melalui haknya dalam

pemilihan jodoh, hak atas kehamilan yang aman, hak melahirkan yang aman,

hak menentukan kelahiran dan hak atas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hak

reproduksi tersebut dapat disimpulkan bahwa hak reproduksi perempuan saat ini

masih belum terpenuhi. Hak reproduksi perempuan belum terpenuhi disebabkan

oleh kondisi atau lingkungan dimana perempuan tersebut berada.

Umur dan pengetahuan harus dipertimbangkan oleh orangtua ketika

menikahkan anak perempuannya. Pengetahuan yang sangat kurang

menyebabkan perempuan tidak mengerti bagaimana melakukan perawatan

terhadap kandungannya.

Penentuan jumlah dan jarak anak tidak sepenuhnya ditentukan sendiri

oleh perempuan. Perempuan dituntut untuk memberikan penerus keturunan bagi

keluarga suaminya. Perempuan mempunyai fungsi produksi dan reproduksi

dalam keluarganya.

Page 17: Permasalahan Hak Kesehatan Reprduksi Perempuan Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan HAM Di Indonesia

BAB V

SARAN

Dalam rangka meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan, perlu

dilakukan pemenuhan terhadap hak reproduksinya. Peningkatan promosi

kesehatan melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan perlu dilakukan. Hal ini

diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perempuan akan pentingnya

pelayanan kesehatan reproduksi terutama pada saat mengandung dan

melahirkan. Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan terutama ke desa yang masih belum terjangkau fasilitas pelayanan

kesehatan.