perlindungan hukum bagi pemegang saham...
TRANSCRIPT
DISERTASI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS
THE LEGAL PROTECTION FOR THE MINORITY SHAREHOLDERS OF THE COMPANY LIMITED (PT)
AHMAD ASWAR ROWA
NIM. P0400311455
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur dipersembahkan kehadiran Allah SWT Yang Maha
Sempurna Ilmu-Nya, karena hanya atas izin dan Perkenaan-Nya, maka
penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Sungguh sangat disadari bahwa penulisan Disertasi ini tidak akan
dapat diselesaikan jika tidak ada bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan sumbangan pikiran, tenaga, maupun dorongan moril kepada
penulis sehingga dapat sampai di akhir studi. Karena itu, di kesempatan
ini izikanlah penulis sampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan
yang setingi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. H. Anwar Borahima, SH. MH., selaku Promotor, sosok guru
yang bijaksana dan menjadi tauladan dalam proses pembimbingan
hingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini;
2. Prof. Dr. H. Abdullah Marlang, SH. MH., selaku Ko-Promotor, sosok
guru yang penulis banggakan, yang telah mengajarkan tentang
kesabaran dalam proses pembimbingan hingga penulis dapat
menyelesaikan Disertasi ini.
3. Prof. Dr. Hj. Badriyah Rifai, SH. MH., selaku Ko-Promotor, sosok yang
bersahaja, yang selalu memberikan motivasi hingga penulis dapat
menyelesaikan Disertasi ini.
v
4. Prof. Dr. Ahmadi Miru, SH. MH., Prof. Dr. Sukarno Aburaera, SH.,
Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, SH., MH., Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H.,
M.Si., selaku Anggota Tim Penilai yang telah memberikan masukan
terhadap penyempurnaan Disertasi ini.
5. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Putubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
6. Prof. Dr. Farida Patittingi, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
7. Prof. Dr. Muhammad Ali, MS., selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
8. Prof. Dr. Abdul Razak., selaku Ketua Program Studi S3 Doltor Ilmu
Hukum Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
9. Bapak/Ibu Guru Besar pada program Studi Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
10. Prof. Dr. Muhammad Basir, M.Si., selaku Rektor Universitas
Tadulaku Palu, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan Studi S3 pada Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
11. Dr. Sulbadana, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Tadulako Palu yang telah memberikan dorongan dan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan studi S3.
vi
12. Karman Karim, SH., selaku Direktur Utama PT Palu Graha Sejartera
Palu, dan Ibu Ayu, selaku Sekretaris., yang telah turut membantu
dalam proses penelitian dengan memberikan data-data perusahaan,
sehingga dapat menyelesaikan penulisan Disertasi ini.
13. Kassa Anusirwan K. selaku Direktur PT Haycarb Palu Mitra., turut
berjasa dalam melakukan proses penelitan dengan menyiapkan
dengan memberikan data-data perusahaan dalam penulisan
Disertasi ini.
14. Kedua Orang Tua (Alm) Ayahanda Abdul Mutthalib Rowa, dan (Alm)
Ibunda Sari Bulan Romba sosok yang sangat penulis sayangi,
kagumi, dan teladani, yang telah mendidik dan mengajar penulis
dengan nilai-nilai kebaikan dan kekeluargaan, sehingga dapatlah
penulis sampai pada taraf pendidikan tertinggi ini.
15. Kakak, adik, ponakan serta seluruh Keluarga Besar AM. Rowa yang
telah memberikan dukungan moril kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Studi S3.
16. Akhirnya ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada isteri Dra.
Andi Kameriah, MAP., atas ketulusan cinta, pengertian, kesabaran
dan keikhlasan serta dorongan yang diberikan sehingga
melapangkan jalan penulis untuk meraih derajat orang-orang yang
berilmu. Kepada anakku Ahmad Faqih Ramadhan Rowa dan Ahmad
Faiz Samallangi Rowa, cahaya mata dan penyejuk jiwa, terima kasih
vii
atas do’a yang selalu dipanjatkan untuk mana, sehingga selalu ada
kemudahan meraih keberhasilan. Maafkan atas waktu yang banyak
terabaikan untuk kalian. Semoga Allah SWT seallu menjaga dan
menuntun kalian di jalan yang benar.
Kepada Allah SWT penulis serahkan segala ikhtiar yang telah
dilakukan semoga bernilai ibadah, dan untuk semua kebaikan yang telah
diberikan semoga mendapatkan ganjaran yang setimpal. Yakin Usaha
Sampai.
Makassar, 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... ii
ABSTRAK…………………………………………………………… iii
ABSTRACT ………………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR ................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………...... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian.................................................. 10
E. Orisinalitas Penelitian………………………………… .. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 13
A. Pengertian Perlindungan Hukum ............................... 13
B. Teori Perlindungan Hukum ........................................ 15
1. Teori Keseimbangan……………………………… ... 15
2. Teori Agensi (Agency Theory)……………………… 16
3. Teori Pengawasan.................................................. …… 17
ix
C. Tinjauan Umum Tentang Perseroan……………………… 18
1. Klasifikasi Perseroan …………………………………… 18
2. Personalitas Perseroan ………………………………… 45
3. Perseroan adalah Badan Hukum Lahir dari
Proses Hukum ...................................................... …... 50
4. Ketentuan Hukum yang Berlaku Bagi Perseroan .. ….. 56
5. Eksistensi Hukum Perseroan …………………………... 59
D. Tinjauan Umum Tentang Saham…………………………... 68
1. Klasifikasi Saham ................................................. …… 68
2. Hak - Hak Para Pemegang Saham …………………….. 76
3. Perlindungan dan Hak Pemegang Saham Minoritas
dalam Perseroan ………………………………………… 82
E. Perlindungan dan Pertanggung Jawaban Terhadap -
Pihak Ketiga………………………………………………. 88
1. Pengelolaan Perseroan dalam Hukum Perseroan ….. 90 2. Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corparate-
Governance) .......................................................... 94
3. PenegakanHukum…………………………………… 100
F. Kerangka Pikir ........................................................... 103
G. Skema (Bagan) Kerangka Pikir ................................. 106
H. Definisi Operasional Variabel………………………. .... . 107
x
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………... 109
A. LokasiPenelitian ........................................................ 109
B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................... 110
C. Jenis dan Sumber Data ........................................... 111
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................... 112
E. Teknik Analisis Data ................................................ 112
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………. 114
A. Hak Pemegang Saham Minoritas ………………………..... 114
a. PT Haycarb Palu Mitra ................................................... 114
- Hak atas Jalannya Perseroan .................................... 114
- Hak atas Akses Informasi Perseroan ........................ 120
- Hak atas Perlakuan Wajar ........................................ 123
b. PT Palu Graha Sejahtera ............................................ 127
- Hak atas Jalannya Perseroan ................................ 127
- Hak atas Akses Informasi Perseroan ...................... 132
- Hak atas Perlakuan Wajar ...................................... 136
B. Kewajiban Perusahaan .............................................. 143
a. PT Haycarb Palu Mitra ............................................... 143
- Prinsip Keadilan (Fairness) ..................................... 143
- Prinsip Transparansi/Keterbukaan (Transparency) 147
- Prinsip Akuntabilitas (Accountability) ..................... 149
xi
b. PT Palu Graha Sejahtera ............................................... 152
- Prinsip Keadilan (Fairness) ....................................... 152
- Prinsip Transparansi atau Keterbukaan (Transparency) 158
- Prinsip Akuntabilitas (Accountability) ........................ 165
C. Faktor Berpengaruh ........................................................ 171
a. PT Haycab Palu Mitra ................................................ 171
- Faktor Kebijakan ........................................................ 171
- Faktor Pengawasan .................................................. 173
b. PT Palu Graha Sejahtera ............................................... 181
- Faktor Kebijakan ......................................................... 181
- Faktor Pengawasan ……………………………............ 185
BAB V PENUTUP ………………………………………………… 191
A. Kesimpulan .............................................................. 191
B. Saran ....................................................................... 193
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 194
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Hak atas Jalannya Perseroan terhadap Akta Pendirian Perseroan ......................................................... 116 Tabel 2 : Hak atas Jalannya Perseroan terhadap Kegiatan Usaha Perseroan ……………………………………………. 118 Tabel 3: Hak Pemegang Saham Minoritas atas Akses Informasi
Perseroan.......................…………………………………… 122 Tabel 4 : Hak Pemegang Saham Minoritas atas Perlakuan Wajar .. 125 Tabel 5 : Hak atas Jalannya Perseroan terhadap Akta Pendirian
Perseroan …………………………………………………….. 129 Tabel 6 : Hak atas Jalannya Perseroan terhadap Kegiatan Usaha
Perseroan …………………………………………………….. 131 Tabel 7 : Hak Pemegang Saham Minoritas atas Akses Informasi
Perseroan …………………………………………………….. 134 Tabel 8 : Hak Pemegang Saham Minoritas atas Perlakuan Wajar .. 137 Tabel 9 : Kewajiban Perusahan dalam Menjalankan Prinsip
Keadilan.......................................................................... 144
Tabel 10 : Kewajiban Perusahan dalam Menjalankan Prinsip
Transparansi..................................................................... 148
Tabel 11 : Kewajiban Perusahaan dalam Menjalankan Prinsip Akuntabilitas...................................................... 150
Tabel 12 : Kewajiban Perusahaan dalam Menjalankan Prinsip Keadilan ...................................................................... 155 Tabel 13 : Kewajiban Perusahaan dalam Menjalankan Prinsip Transparansi …………………………………… 163 Tabel 14: Kewajiban Perusahaan dalam Menjalankan Prinsip Akuntabilitas ........……………………………… 166 Tabel 15 : Faktor Pengaruh Kebijakan Perseroan terhadap Pemenuhan Hak-Hak Pemegang Saham dalam
xiii
Perlindungan Hukum...................................................... 171 Tabel 16 : Faktor Pengaruh Pengawasan Perseroan terhadap Pemenuhan Hak-Hak Pemegang Saham dalam Perlindungan Hukum....................................................... 173 Tabel 17 : Faktor Pengaruh Kebijakan Perseroan terhadap Pemenuhan Hak-Hak Pemegang Saham dalam Perlindungan Hukum ……………………………………….. 183 Tabel 18 : Faktor Pengaruh Pengawasan Perseroan terhadap
Pemenuhan Hak-Hak Pemegang Saham dalam Perlindungan Hukum ……………………………………….. 187
xiv
DAFTAR BAGAN Skema (Bagan) Kerangka Pikir ....................................................... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam bidang ekonomi, sasaran umum pembangunan antara lain
diarahkan kepada peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata.
Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan berbagai sarana penunjang
antara lain tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan
mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Salah
satu materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan
ekonomi adalah ketentuan-ketentuan di bidang Perseroan Terbatas (PT)
yang menggantikan ketentuan hukum yang lama. Dari ketentuan-ketentuan
yang baru, diharapkan PT dapat menjadi salah satu pilar pembangunan
ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar
ekonomi sebagai pengejawantahan dari Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 19451.
Pesatnya perkembangan dunia usaha, dalam rangka memperkokoh
keberadaan PT, sebagai salah satu bentuk badan usaha yang menjadi
pilihan utama para pelaku usaha, pemerintah pun menerbitkan ketentuan
tentang PT yang lebih komprehensif, yakni Undang-Undang Nomor 1
1 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum dalam Ekonomi), Pradnya Paramita, 2001 Jakarta.
2
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang digantikan dengan Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas2.
Terbitnya Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) tersebut,
timbul secercah harapan bagi para pelaku bahwa eksistensi PT sebagai
badan usaha telah mempunyai landasan hukum yang cukup memadai3.
Sebagaimana diketahui, selama bertahun-tahun atau tepatnya pasca
kemerdekaan RI, berbagai ketentuan hukum yang ada sebelum
kemerdekaan RI dinyatakan masih tetap berlaku selama belum dibuat
ketentuan baru. Demikian juga halnya ketentuan yang berkaitan dengan
dunia usaha dalam hal ini PT masih mengacu kepada ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Ketentuan tentang PT diatur
dalam Pasal 36-56. Ketentuan ini dianggap tidak memadai lagi. Untuk itu
pada tahun 1971 Pemerintah mencoba menyesuaikannya dengan
menerbitkan UU Nomor 4 Tahun 1971 tentang perubahan Pasal 54 KUHD.
Perubahan yang dimaksud yakni tentang hak suara para pemegang saham.
Semula ada pembatasan hak suara. Namun dengan diadakannya
perubahan, menjadi tidak dibatasi. Lebih tepatnya satu saham satu suara
(one share one vote)4.
2 Sentosa, sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV.
Nuansa Aulia, 2006, hal. 14, Bandung. 3 Sebagaimana layaknya suatu undang-undang, dalam perjalanannya ada saja
undang-untan dang yang pada awalnya dianggap sudah memadai ketika terjadi revisi terbitan. Demikian juga halnya dengan UUPT, setelah berjalan dalam beberapa tahun UU No. 1 tahun1995 dewasa ini dirasakan sudah saatnya untuk direvisi agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan global. (dalam Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, 2006, hal. 15).
4 Op.cit, hal 15.
3
Mengikuti uraian tentang PT tersebut di atas, undang-undang
perseroan terbatas harus tetap dapat melindungi kepentingan setiap
pemegang saham, kreditor, dan pihak lain yang terkait serta kepentingan
PT itu sendiri. Hal ini penting, sebab pada kenyataannya dalam suatu PT
dapat terjadi pertentangan kepentingan antara pemegang saham dengan
PT, atau kepentingan antara para pemegang saham minoritas dengan
pemegang saham mayoritas. Dalam benturan kepentingan tersebut kepada
pemegang saham minoritas diberikan kewenangan tertentu, antara lain hak
untuk meminta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan mohon
diadakan pemeriksaan terhadap jalannya perseroan dengan penetapan
ketua Pengadilan Negeri.
Masih menurut I.G. Rai Widjaya, bahwa :
Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat akibat
menumpuknya kekuatan ekonomi pada sekelompok kecil pelaku ekonomi
serta sejauh mungkin mencegah monopoli dan monopsoni dalam segala
bentuknya yang merugikan masyarakat, maka dalam undang-undang ini
diatur pula persyaratan dan tata cara untuk melakukan penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan perseroan. Dan demikian pula dalam
rangka perlindungan kreditor dan pihak ketiga, ditetapkan persyaratan
mengenai pengurangan modal, pembelian kembali saham dan pembubaran
perseroan, serta tanpa mengurangi upaya untuk memberikan perlindungan
terhadap pemegang saham minoritas tersebut, diperhatikan juga
perlindungan kepentingan umum dan kepentingan perseroan itu sendiri,
4
antara lain dengan menegaskan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
organ perseroan5.
Hak-hak para pemegang saham, khususnya pemegang saham
minoritas harus dilindungi dan pemegang saham harus dapat menjalankan
hak-hak mereka melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh
perusahaan, terhadap pemegang saham mayoritas dalam undang-undang
perseroan terbatas, pada prinsipnya memiliki jaminan perlindungan hukum,
terutama melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 6.
Ketentuan dalam undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas memberikan perlindungan terhadap hak-hak
pemegang saham minoritas, sebagaimana dalam Pasal 61 (1) (2),Pasal 62
(1) (2), Pasal 138 (1), (2), (3), (4), (5), (6), 97 (6), Pasal 146 (1), (2), (6), dan
terdapat ketentuan-ketentuan lain yang ditujukan untuk melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas dari pemegang saham mayoritas
atau perseroan7,
Hak-hak dari pemegang saham minoritas pun, harus sejalan apa
yang dimaksudkan dalam penerapan prinsip-prinsip dasar pokok tata kelola
perusahaan yang baik (goodcorporate governance), prinsip dasar pokok
yang dimaksud adalah prinsip keadilan (fairness), transparansi atau
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas
(responsibility). Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good
5 I.G. Rai, Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 189.
6 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung,
2005, hal. 1. 7 UUPT No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5
corporate governance) dalam dunia usaha saat ini merupakan suatu
tuntutan agar perusahaan-perusahaan dapat tetap eksis dalam persaingan
global. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dalam suatu perusahaan sendiri mempunyai tujuan-tujuan
strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah :
1. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
2. Untuk dapat mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efektif dan
efisien.
3. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ
perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholders dan
stakeholder perusahaan.
4. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khususnya perusahaan-
perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi perusahaan-perusahaan
pemerintah8.
Tuntutan atas adanya penerapan tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance) merupakan isu menarik masuknya pemodal
asing ke dalam pasar modal suatu negara, sehingga semakin baik suatu
8 Ridwan, Khairandy dan Camelia, Malik 2007, Good Corporate Governance
Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indoesia dalam Perspektif Hukum, Kreasi Total Media, Yogyakarta, hal. 2.
6
negara menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam GCG menjadi indikasi
adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal9.
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),
secara definitf merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Konsep tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia dapat
diartikan sebagai konsep pengelolaan perusahaan yang baik. Ada dua hal
yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang
saham memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada
waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder10.
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),
secara umum, merupakan kemampuan suatu negara untuk menarik modal
asing sangat tergantung pada sistem corporate governance yang mereka
anut dan sampai tingkat mana manajemen suatu perusahaan menghormati
dan mematuhi hak-hak hukum para pemegang saham. Para investor pun
tidak bersedia menanamkan modalnya pada perusahaan suatu negara
yang tidak memiliki sistem corporate governance yang efektif11.
9 Balfas, Hamud, M, 2006, Hukum Pasar Modal Indonesia, PT Tatanusa, Jakarta,
hal. 231. 10
Op.cit, hal. 2. 11
Jeswald W. Salacuse,” Corporate Governance in the New Country”, Company Lawyer, Volume 25 (3), 2004, hlm 69.
7
Pengelolaan perusahan (corporate governance) yang efektif harus
mampu memberikan insentif yang memadai bagi komisaris dan direksi
untuk mencapai tujuan perusahaan demi kepentingan perusahaan dan para
pemegang sahamnya. Sistem ini juga harus mampu memfasilitasi adanya
pengawasan yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan yang ada dengan lebih efisien12.
Filosofi dasar yang dipegang oleh para pemegang saham pada saat
menanamkan sahamnya dalam suatu perusahaan, adalah untuk
mendapatkan keuntungan secara maksimal. Salah satu cara untuk
memperolehnya adalah dengan melalui manajemen perusahaan yang
efektif dan efisien. Namun, tidak tertutup kemungkinan bagi pemenuhan
kepentingan pemegang saham akan kelanjutan usaha dari perusahaan
atau corporate sustainability yang biasanya diharapkan oleh para investor
jangka panjang. Dalam hal ini, prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) memegang peranan penting, sebagai sarana untuk mengukur
kinerja suatu perusahaan yang baik13.
Perlindungan hukum pemegang saham minoritas diatas merupakan
terobosan baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan
lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas(UUPT) No. 40 Tahun 2007,
12
Jeremy Charles Vanderloo,”Encouranging Corporate Governance for the Closely Held Musiness” Mississippi College Law Review, Volume 24, Fall 2004, hlm. 40.
13 Indra, Surya, dan Yustiavandana, Ivan, 2006, Penerapan Good Corporate
Governance, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 70.
8
akan tetapi dari perlindungan tersebut diatas belum merupakan cerminan
perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas yang sempurna
karena aturan mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas
sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik masih sulit untuk
diterapkan di Indonesia. Kepentingan antara pemegang saham mayoritas
dengan pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas
seringkali bertentangan satu sama lain14.
Dalam fakta menunjukkan, bahwa dalam pengelolaan perusahaan
terjadi sengketa (kasus perdata) yang melibatkan pemilik (pemegang)
saham minoritas dan pemegang saham mayoritas. Penggugat dalam hal ini
pemegang saham minoritas, dan sebagai tergugat pemegang saham
mayoritas adalah PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI), Tbk. Penggugat
pemegang saham minoritas keberatan atas perbuatan dalam penjualan
saham dan tidak adanya keterbukaan informasi, melawan hukum yang
dilakukan oleh manajemen dan pemegang saham mayoritas, pemegang
saham minoritas merasa dirugikan atas kesalahan prosedur, pemegang
saham minoritas menganggap dalam perbuatan melawan hukum pihak
manajemen dan direksi dalam pengelolaan perseroan tanpa melalui tata
kelola perusahaan yang baik dan benar (good corporate governance), tidak
tercapai harapan sesuai apa yang diinginkan oleh pemegang saham akibat
14
Op.cit, hal. 89.
9
manajemen (pengelolaan) perusahaan pun yang dijalankan tidak efektif dan
efisien, dikarenakan adanya faktor berpengaruh15.
Mencermati uraian dari latar belakang tersebut di atas, sebagai isu,
bahwa peraturan hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance), cenderung belum terlaksana. Oleh karena
itu, penulis perlu menelusuri dengan melakukan penelitian, sehingga dapat
menemukan jawaban dalam penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan dalam permasalahan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak-hak
yang dimiliki pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan ?
2. Bagaimanakah perusahaan dalam menjalankan kewajiban agar
tercapai tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) ?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perlindungan hukum tidak
berjalan terhadap pemenuhan hak-hak pemegang saham minoritas ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan dalam Undang-
Undang Perseroan Terbatas (UUPT) dan gambaran secara empirik tentang
15 http://www.qresnews.com/berita/hukum/180512-hakim-tolak-gugatan-pemilik-
saham-minoritas-terhadap-pt-
Sumalindo/0/#sthash.mw6nx7i5.dpuf.(02august2016.pukul15.00).
10
perlindungan hukum bagi para pemegang saham, khususnya pemegang
saham minoritas pada perseroan terbatas, yang secara rinci dapat
dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui, memahami, hak-hak yang dimiliki pemegang
saham minoritas dalam suatu perusahaan.
2. Untuk mengetahui, memahami, perusahaan dalam menjalankan
kewajiban dalam mencapai tata kelola perusahaan yang baik.
3. Untuk mengetahui, memahami, faktor-faktor yang menyebabkan
berpengaruh tidak berjalan perlindungan hukum terhadap pemenuhan
hak-hak pemegang saham minoritas.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian sebagai berikut :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan pada umumnya
dan perseroan terbataspada khususnya.
2. Bahan masukan sebagai konsep atau teori yang berhubungan dengan
perlindungan hukum pemegang saham minoritas perseroan terbatas.
3. Bahan acuan dan rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin
lebih jauh mengkaji keberadaan pemegang saham, khususnya
pemegang saham minoritas dalam hal perlindungan hukum pada
perseroan terbatas.
11
E. Orisinalitas Penelitian
Pada saat penulisan Disertasi ini, dalam penelitian penulis
menemukan karya ilmiah berupa tulisan pada level Disertasiyang
berkenaan dengan penelitian yang penulis telah lakukan, yaitu :
Budiman Ginting, menulis Disertasi (2005, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara), dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang
Saham Minoritas dalam Perusahaan Joint Ventura : Studi Penanaman
Modal Asing di Sumatera Utara. Fokus kajian masalahnya adalah :
Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas
dalam perusahaan joint venture di Sumatera Utara.
Selanjutnya Repowijoyo menulis Disertasi (2010, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya), dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi
Pemegang Saham Minoritas”. fokus kajian masalahnya adalah :
Bagaimanakah Kedudukan pemegang saham minoritas yang berada pada
posisi lemah.
Kedua penelitian tersebut, pada dasarnya lebih berkonsentrasi pada
masing-masing kajian dalam perlindungan hukum yang berbeda. Oleh
karena itu, penulis tidak menggunakan telaahan tersebut sebagai satu-
satunya alat pencarian kebenaran.
Fokus kajian penulis dalam permasalahan adalah penelaahan
terhadap perlindungan hukum hak-hak pemegang saham minoritas yang
dimiliki dalam pengelolaan perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
12
Singkatnya, orientasi kajian penulis adalah guna menemukan
(sumber) akar masalah di dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi
pemegang saham minoritas.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perlindungan Hukum
Hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan
berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas
kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat
dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak,
kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia,
sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan
manusia yang perlu diatur dan dilindungi16.
Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang
sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan
antisipatif17. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat
secara sosial, ekonomi, dan politik untuk memperoleh keadilan sosial18.
Perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi
subjek tertentu, dapat juga diartikan sebagai tempat berlindung dari segala
sesuatu yang mengancam19. Perlindungan hukum identik dengan suatu
proses penegakan hukum dalam masyarakat dengan tujuan untuk
melindungi manusia, baik diri maupun kepentingannya dari tindakan
16
Satjipto Raharjo, “Ilmu Hukum”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53. 17
Lili Rasjidi dan I.B. Wysa Putra, “Hukum Sebagai Suatu Sistem”, Remaja Rusdakarya, Bandung, 1993, 118.
18 Sunaryati, Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, hal. 55. 19
W.J.S Poerwadarusminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 68.
14
manusia lain. Perlindungan hukum sangat diperlukan dalam masyarakat,
karena masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda, agar kepentingan
manusia dapat dijaga, maka dibuatlah peraturan. Diaturlah hak dan
kewajiban yang harus ditaati oleh masyarakat. Dalam merumuskan prinsip-
prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila
sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi
rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan Rule of the
Law. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir
dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia
adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia yang bersumber pada Pancasila20.
Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat
dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimilki subyek hukum
dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang
berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan. Perlindungan hukum itu umumnya berbentuk suatu peraturan
tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya
sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya21.
Dua macam perlindungan hukum :
1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya permasalahan atau sengketa.
20
Philipus M. Hardjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 38.
21 Ibid, 205.
15
2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul22
Upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang
diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan ketentraman antara nilai
dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta
keadilan hukum. Meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar
tersebut bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar
tersebut bersamaan23.
B. Teori Perlindungan Hukum
1. Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan (equity theory), teori ini dikenal sebagai teori
social reference group. Teori ini dipelopori oleh Zalemik (1958) dan
dikembangkan oleh Adams (1963). Teori ini sering disebut teori keadilan
dengan memfokuskan pada perbandingan relative antara input dan hasil
dari individu lainnya. Jika tingkat rasio perbandingan seseorang
menunjukkan keseimbanngan dengan rasio orang lain, maka ia akan
merasa puas. Sebaliknya jika terdapat adanya ketidakadilan, orang akan
merasa tidak puas, prinsip teori ini adalah seseorang akan merasa puas
atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity).
Perasaan adil atau tidak adil diperoleh dengan cara membandingkan apa
22
Ibid, hal. 117. 23
Maria, Alfons, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis atas Produk-Produk Masyarakat Lokal dalam Perspektif Hak kekayaan Intelektual”, Ringkasan Disertasi Doktor, (Malang : Universitas Brawijaya, 2010), hal. 18.
16
yang diperoleh dirinya dengan orang lain yang memiliki situasi pekerjaan
yang setara.
2. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi merupakan teori korporasi yang lahir dari teori equity
(equity theory) yang lahir sejak timbulnya revolusi industri pada awal abad
ke-19. David Band seorang pakar teori agensi, teori ini menjelaskan tentang
hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan
keputusan tertentu (principal/pemilik/pemegang saham) dengan pihak yang
menerima pendelegasian tersebut (agent/direksi/manajemen). Teori ini
memfokuskan pada penentuan kontrak (perjanjian) yang paling efisien yang
mempengaruhi hubungan prinsipal dan agen24.
Teori agensi memberikan pandangan yang terbaru terhadap tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), yaitu para
pendiri perseroan dapat membuat perjanjian yang seimbang antara
prinsipal (pemegang saham) dengan agen (direksi). Teori agensi
menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional
(disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-
hari.Teori ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan
perusahaan dengan pengelolaan, terutama pada perusahaan-perusahaan
24
Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini, Komisaris independen, Penggerak Praktik GCG di Perusahaan, PT Indeks Kelompok GRAMEDIA, Jakarta, 2004, hal. 6.
17
besar yang modern 25.
Teori ini pula menegaskan, merangkum keterkaitan antara agensi
teori dengan corporate governance di dalam perusahaan modern, dan
memberikan wawasan analisis untuk mengkaji dampak hubungan antara
agen dan prinsipal atau principal dengan prinsipal. Teori ini muncul karena
adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan PT berdasarkan
perjanjian yang berimbang.Dalam hal dimaksud ini, dimaksudkan pula
untuk menganalisis perusahaan nasional, multinasional atau perusahaan
asing yang telah menerapkan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate
Governance atau yang lazim dikenal Tata Kelola Perusahaan yang
baik).Dalam teori agensi ini, juga menyatakan bahwa agen harus
mempergunakan keahlian, kebijaksanaan, itikad baik dan tingkah laku yang
wajar dan adil dalam memimpin perusahaan26.
3. Teori Pengawasan
Teori pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu
manajemen, karena memang pengawasan merupakan salah satu unsur
dalam kegiatan pengelolaan/manajemen. Wajarlah apabila pengertian
tentang istilah ini lebih banyak diberikan oleh ilmu manajemen dari pada
ilmu hukum27. Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disejajarkan
25
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 27-28.
26 Ibid, hal. 28
27 Muhsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2000, hal. 36.
18
dengan istilah control, istilah “control” dalam Blacks Law Dictionary diartikan
sebagai :
“To exercise power or influence over (the judge controlled the proceedings); To regulate or govern (by law, the budget office controls expenditures), To have a contolling interest in28. Konsep pengawasan menurut Henry Fayol yakni :
“Control consist in everything wether everythingaccur in conformity with the plan adopted, the instruction issued and principles esthablished. It has for object to point out weaknesses and errors in order to rectivy then and prevent recurrence” (Pengawasan hakikatnya suatu tindakan menilai (menguji), apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Dengan pengawasan tersebut akan dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang akhirnya kesalahan –kesalahan tersebut akan dapat diperbaiki dan yang terpenting jangan sampai kesalahan tersebut terulang kembali29.
C. Tinjauan Umum Tentang Perseroan
1. Klasifikasi Perseroan
Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau
organisasi usaha, sedangkan “perseroan terbatas” adalah salah satu
bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam
sistem hukum dagang Indonesia.
Ciri-ciri suatu perseroan :
a. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan.
28
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, hal. 378. 29
Henry Fayol, sebagaimana dikutip Muhsan, hal. 37.
19
b. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta
kekayaan pribadinya.
Dengan kata lain bahwa suatu perseroan merupakan badan hukum
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Sebagai asosiasi modal.
b. Kekayaan dan utang perseroan adalah terpisah dari kekayaan dan
utang pemegang saham.
c. Tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas pada yang
disetorkan.
d. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan
pengurus/Direksi.
e. Mempunyai komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.
f. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham
atau yang biasa disingkat dengan RUPS30.
Perseroan sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya31.
30 Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Khusus Pemahaman atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perseroan Terbatas Berlaku (efektif) sejak 7 Maret 1996, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 1.
31 Setia Hadi Tunggal, Hukum Perseroan Terbatas Di Indonesia, Harvarindo,
Jakarta, 2002, hal. 41.
20
Mengenai organ-organ PT, terlebih dahulu dalam Penjelasan
Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) mendefinisikan PT
(Perseroan) sebagai :
“Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya32
.
Batasan yang diberikan tersebut diatas, ada lima unsur pokok yang
dapat dikemukakan :
1. PT merupakan suatu badan hukum;
2. Didirikan berdasarkan perjanjian;
3. Menjalankan hal tertentu;
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan undang-undang.
Sedangkan PT yang merupakan persekutuan yang berbentuk badan
hukum di mana badan tersebut dikenal dengan istilah “perseroan”. Istilah
perseroan pada perseroan terbatas menunjukkan pada cara penentuan
modal dalam badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-
saham dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab para
pesero atau pemegang saham, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai
nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.
Bila ditinjau dari penghimpun modal, Perseroan Terbatas (PT) dapat
dibedakan menjadi :
32
Pasal 1 (1) UUPT.
21
a. Perseroan Terbatas Tertutup (privat), dan sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).
b. Perseroan Terbatas Terbuka, di dalam Perseroan Terbatas yang
modal dan pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu, atau
Perseroan Terbatas yang melakukan penawaran umum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal,
selanjutnya Perseroan Terbatas Terbuka atau Perusahaan Publik
didasarkan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal33.
Mengenai klasifikasi perseroan yang diatur dalam UUPT 2007,
tersurat dan tersirat pada Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7. Berdasar
ketentuan pasal dimaksud, klasifikasi perseroan, dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1. Perseroan Tertutup
Peseroan, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi
syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Dia merupakan persekutuan
modal yang terbagi dalam saham. Didirikan berdasar perjanjian di antara
pendiri atau pemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha, dan
kelahirannya juga melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasar
keputusan pengesahan oleh MENHUK & HAM. Akan tetapi meskipun
demikian, terdapat beberapa ciri yang menjadi karakternya jika
33
I.G. Rai, Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2000, hal. 140.
22
dibandingkan klasifikasi perseroan lain. Pada perseroan tertutup terdapat
cirri khusus, antara lain :
a. Biasanya pemegang sahamnya terbatas dan tertutup (besloten, close).
Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal mengenal atau
pemegang sahamnya hanya terbatas di antara mereka yang masih
ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar.
b. Saham perseroan yang ditetapkan dalam AD, hanya sedikit
jumlahnya, dan dalam AD, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang
boleh menjadi pemegang saham.
c. Sahamnya juga hanya atas nama atas orang-orang tertentu secara
terbatas.
Berdasar karakter yang demikian, perseroan yang semacam ini
disebut dan diklasifikasi perseroan yang bersifat tertutup (close corporation)
atau disebut juga perseroan terbatas keluarga (famalie vennootschap,
corporate family).
Perseroan tertutup, pada dasarnya tidak berbeda dengan perseroan
perorangan.Bahkan mirip dengan perusahaan perserorangan yang dikenal
dalam kehidupan masyarakat dengan bentuk Perusahaan Dagang (PD)
atau Usaha Dagang (UD) yang benar-benar perusahaan perorangan.
Perusahaan yang dipimpin, diurus dan dioperasikan sendiri oleh pemilik.
23
2. Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk).
Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk), sebagaimana yang dinyatakan
pada Pasal 1 angka 7 UUPT 2007 : Perseroan terbuka adalah perseroan
publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Jadi yang dimaksud dengan perseroan Tbk, menurut Pasal 1 angka
7 UUPT 2007, adalah :
a. Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22
UU No. 8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurangnya
300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp.
3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
b. Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham
di bursa efek. Maksudnya perseroan tersebut, menawarkan atau
menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas34.
Hanya Emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut
Pasal 1 angka 6 UUPM, Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran
umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan Emiten, setelah lebih
dahulu mendaftar ke Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM). Sesuai
dengan ketentuan Pasal 3 UUPM, BAPEPAM berfungsi melakukan
pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
34
Marzuki Usman, Singgih Ripat, Syahrir, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, Istibat Braker Indonesia, 1997, hlm. 127. (dalam R, Soeroso, 2009, Contoh-Contoh Perjanjian Banyak digunakan dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta).
24
Modal. BAPEPAM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri Keuangan35.
3. Organ Perseroan Terbatas (PT)
Organ perseroan adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Organ-organ
PT sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki organ-organ
spesifik, hal ini dijelaskan dalam UUPT (Ps. 1 butir 2)36
.
1. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
Setiap pemegang saham mempunyai hak menghadiri Rapat Umum
pemegang Saham (RUPS).Undang-undang perseroan pada masa modern
mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga AD
perseroan, mengatur ketentuan perseroan harus mengadakan RUPS paling
tidak satu kali satu tahun. Pada dasarnya, dalam RUPS pemegang saham
melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan perseroan yang dilakukan
direksi37.
Berdasar Pasal 1 angka 2 UUPT No. 40/2007, perseroan
mempunyai tiga organ yang terdiri atas :
1. RUPS
2. Direksi, dan
3. Dewan Komisaris
35
R, Soeroso, Contoh-Contoh Perjanjian Banyak Digunakan dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 54.
36 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV.
Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal. 34. 37
James D Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal, Corporation, Alpen Law & Business, 1977, hal. 305.
25
Selanjutnya keberadaan RUPS sebagai organ perseroan, ditegaskan
lagi pada Pasal 1 angka 4 yang mengatakan, RUPS adalah organ
perseroan. Dengan demikian menurut hukum, RUPS adalah organ
perseroan yang tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS
tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik (owner) perseroan
melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun
terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan
manajemen perseroan38.
Secara umum bertugas untuk menentukan segala kebijaksanaan
umum PT RUPS, segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi
atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan
anggaran dasar, RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang
berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan atau komisaris.
RUPS merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam perseroan, yang mempunyai wewenang eksklusif (exclusive
authorities) yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain. Wewenang
eksklusif ini ditetapkan dalam UUPT, dan juga terdapat dalam anggaran
dasar, RUPS terdiri atas RUPS tahunan yang dilaksanakan oleh direksi
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan RUPS lainnya yang
dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.RUPS dapat
dilaksanakan juga atas permintaan satu orang pemegang saham atau lebih
yang bersama-sama mewakili 1/10 (sepersepuluh) bagian dari jumlah
38
Ibid, hal. 306
26
seluruh saham.Dalam UUPT ditentukan adanya perlindungan hukum
terhadap pemegang saham minoritas melawan pemegang saham
mayoritas dan perlindungan hukum atas segala perbuatan direksi dan
komisaris.Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan ke
pengadilan bilamana dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap
tidak adil dan atau tanpa alasan yang wajar sebagai akibat dari keputusan
RUPS, direksi, komisaris.Selain itu pemegang saham yang merasa
dirugikan berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar39.
Mengenai tanggung jawab pemegang saham, dikatakan bahwa
pertanggungjawaban terbatas pada harga atau nilai saham yang
dimilikinya. Pertanggungjawaban tersebut dapat diterobos berdasarkan
prinsip “pricing the corporate veil” yang diatur dalam Pasal 3 (2) UUPT40.
Sesungguhnya di dalam perseroan, pemegang saham tidak
mempunyai kekuasaan sama sekali. Para pemegang saham baru
mempunyai kekuasaan atas PT bila mereka sudah berada dalam suatu
aula atau ruangan pertemuan yang dinamakan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Kehendak bersama para pemegang saham yang
dijelmakan dalam bentuk keputusan yang diambil dalam forum RUPS
merupakan kehendak perseroan, karena perseroan adalah suatu badan
yang tidak mempunyai otak, sehingga tidak mempunayi kehendak sendiri,
39
Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 85.
40 Bagir Manan, Strategi Dunia Usaha dalam Rangka Pelaksanaan UU No.1 Tahun
1995, Makalah FH UH-ELIPS, Ujung Pandang.
27
maka kehendak RUPS yang terjelma dalam keputusan adalah kehendak
perseroan yang paling tinggi, tidak dapat ditentang oleh siapa pun, kecuali
oleh undang-undang atau karena keputusan tersebut bertentangan dengan
maksud dan tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam Akte
Pendirian/Anggaran Dasar. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan
eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain yang telah
ditetapkan dalam UUPT dan Anggaran Dasar. Wewenang eksklusif yang
ditetapkan dalam UUPT akan ada selama UUPT belum diubah. Sedangkan
wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar yang disahkan atau disetujui
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat diubah melalui Anggaran
Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UUPT41.
Penyelenggaraan RUPS diatur pada Pasal 78. Pasal 79, Pasal 80,
dan Pasal 81 UUPT 2007 yang meliputi, (Bentuk RUPS, ditinjau dari segi
waktu penyelenggaraan RUPS) :
1. RUPS Tahunan
Menurut Pasal 78 ayat (2) sifat dan syarat RUPS tahunan :
a. sifatnya wajib diadakan setiap tahun.
b. syarat penyelenggaraanya, diadakan dalam jangka waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun buku terakhir.
Selanjutnya menurut Pasal 78 ayat (3) dalam RUPS tahunan, direksi
harus mengajukan semua dokumen dari laporan tahunan perseroan sesuai
ketentuan Pasal 66 ayat (2) yang terdiri atas pokok-pokok berikut :
41
Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 104.
28
a. Laporan keuangan
b. Laporan mengenai kegiatan perseroan.
c. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan perseroan.
d. Laporan tugas pengawasan yang dilaksanakan Dewan Komisaris.
e. Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
f. Gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Dewan Komisaris42.
Bertitik tolak dari ketentuan dimaksud, setiap perseroan, harus
mengadakan RUPS tahunan setiap tahun kalender. Ketentuan itu, tidak
hanya berlaku di Indonesia, tetapi diterapkan pada semua negara, seperti
yang dikatakan Walter Coon, Every Company must hold an annual general
meeting once every calendar year43.
Perlu diingat, ketentuan Pasal 78 ayat (2) adalah bersifat imperatif
(mandatory rule). Rumusannya dengan tegas mempergunakan kata wajib,
oleh karena itu, RUPS tahunan mesti dilaksanakan oleh direksi dalam batas
jangka waktu yang ditentukan undang-undang yakni paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun buku terakhir.
2. RUPS Luar Biasa
Pada Pasal 78 ayat (1) maupun ayat (4), menyebut RUPS lainnya,
akan tetapi penjelasan Pasal 78 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud
dengan RUPS lainnya dalam praktik, sering dikenal sebagai RUPS Luar
Biasa, dalam praktik disingkat RUPS LB, yang diadakan setiap waktu dan
42
Op.cit, 315. 43
Company Law, hal. 130 (dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011, hal. 315).
29
digantungkan berdasar kebutuhan untuk kepentingan perseroan. Kapan
saja kepentingan perseroan membutuhkan diadakan RUPS, direksi dapat
menyelenggarakan RUPSLB asal benar-benar secara objektif kpenetingan
perseroan membutuhkannya. Dapat dilihat, selain dari RUPS tahunan
(general annual meeting), undang-undang membolehkan diadakan
RUPSLB (extra ordinary meeting), baik hal itu atas ini setiap Direksi
maupun atas permintaan pemegang saham atau Dewan Komisaris44.
Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan
RUPS tahunan maupun RUPSLB adalah direksi. Hal itu ditegaskan oleh
Pasal 79 ayat (1), penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenuhnya
merupakan inisiatif dari direksi. Akan tetapi ketentuan itu tidak menutup
kemungkinan penyelenggaraan RUPS tahunan atau RUPSLB dilakukan
atas permintaan, sebagaimana yang diatur Pasal 79 ayat (2) sesuai syarat-
syarat dan ketentuan (yang berhak meminta dilakukan RUPS) sebagai
berikut :
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama
mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham
dengan hak suara, kecuali AD menentukan suatu jumlah yang lebih
kecil, atau ;
b. Dewan Komisaris, jika berpatokan pada ketentuan Pasal 79 ayat (2)
huruf a, yang berhak meminta adalah pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) jumlah seluruh saham
44
Walter Coon, Company Law, hal. 131. (dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011, hal. 316).
30
dengan hak suara. Namun, ketentuan itusendiri membolehkan AD
menentukan jumlah yang lebih kecil dari itu45.
Pengambilan keputusan di luar RUPS, Pasal 91 UUPT
membolehkan pemegang saham mengambil keputusan yang mengikat di
luar RUPS, penjelasan Pasal 91 mengatakan, bahwa yang dimaksud
dengan pengambilan keputusan di luar RUPS, dalam praktik dikenal
dengan usul keputusan yang diedarkan (circulation resolution). Berarti
keputusan diambil pemegang saham tidak dalam forum RUPS yang formil
yang didahului dengan penyampaian surat panggilan, jadi tidak dilakukan
dan tidak diadakan RUPS secara fisik.
Mekanisme atau cara pengambilan keputusan di luar RUPS secara
fisik, dilakukan dengan :
a. mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada
semua pemegang saham, dan ;
b. usul tersebut, disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang
saham.
Persertujuan dari seluruh pemegang saham, merupakan syarat
mutlak keabsahan keputusan di luar RUPS. Tidak boleh satu pemegang
saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang seperti itu,
mengakibatkan circulation resolution tersebut tidak sah (unlawful).
Keputusan di luar RUPS mengikat, keputusan di luar RUPS yang
disetujui oleh seluruh pemegang saham, merupakan keputusan yang
45
Op.cit, hal. 317.
31
mengikat, maksudnya keputusan tersebut mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan keputusan RUPS yang dilakukan secara fisik dan
konvensional. Dalam UUPT 1995, keputusan di luar RUPS diatur pada
Pasal 78 ayat (1) yang diberi sebutan keputusan RUPS diambil dengan
cara lain dari rapat. Pada penjelasan pasal ini dikatakan, pengambilan
keputusan RUPS dengan cara lain adalah keputusan yang diambil dengan
cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua
pemegang saham dan keputusan hanya sah apabila semua pemegang
saham menyetujui secara tertulis. Selanjutnya ditegaskan, cara lain ini tidak
berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas unjuk.
Pada dasarnya ketentuan Pasal 78 ayat (1) UUPT 1995, tidak
berbeda dengan ketentuan Pasal 91 UUPT 2007. Adapun ketentuan cara
lain itu tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas unjuk,
tidak perlu diatur dalam Pasal 91 UUPT 2007. Sebab sesuai dengan
ketentuan Pasal 48 ayat (1) UUPT 2007, hanya membolehkan perseroan
mengeluarkan saham atas nama pemiliknya, dan tidak diperkenankan
mengeluarkan saham atas unjuk46.
2. Direksi
Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan
PT adalah direksi, disebut cukup penting karena direksilah yang
mengendalikan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan jika masyarakat awam berpandangan posisi direksi
46
Loc.cit, hal. 341-342.
32
dalam suatu perusahaan acapkali diidentikkan dengan pemilik perusahaan.
Pandangan yang demikian tidaklah sepenuhnya dapat disalahkan, terlebih
lagi dalam PT Tertutup dimana pemegang sahamnya didominasi oleh
kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk di posisi direksi
pun adalah dari kalangan pemilik perusahaan sendiri. Akan tetapi dalam
peta bisnis modern posisi direksi tidak selamanya dipegang oleh pemilik
perusahaan, melainkan dipegang oleh para profesional di bidangnya.
Dengan dikelolanya suatu badan usaha secara professional, kemungkinan
terjadi konflik kepentingan dalam mengelola perusahaan dapat dicegah
sedini mungkin47.
Secara teoritis, prinsip pengelolaan perusahaan dalam berbagai
kepustakaan hukum perusahaan dijelaskan ada beberapa prinsip yakni48:
Pertama, Prinsip kolegial, menurut prinsip ini, kedudukan para direktur
sama tingginya sehingga tidak ada yang menjadi Presiden Direktur
(Presdir)49.
Perbedaannya hanya terletak pada tugas, wewenang dan tanggung
jawab. Kedua, Prinsip Direktorial, menurut prinsip ini, seorang direktur
menjadi presiden direktur atau direktur utama, sedangkan direktur lainnya,
berada dibawahnya dan bertanggung jawab kepadanya. Sedangkan
Presdir bertanggung jawab kepada dewan komisaris. Jika UUPT
47
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal. 43.
48 Aspek-Aspek Hukum peusahaan, Rangkuman Kuliah, FE Eks UI, Jakarta, (tt),
(dalam Sentosa Sembiring2006, hal. 43). 49
Dalam praktik penyebutan nama Direksi ada berbagai variasi antara lain : Presiden Direktur (Presdir), Direktur Utama (Dirut), Chief Executive Officer (CEO).(dalam Sentosa Sembiring2006, hal. 43).
33
diperhatikan secara cermat tampaknya UUPT cenderung menganut prinsip
kolegial. Hal ini terlihat dari Pasal 1 angka 4 yang menunjukkan bahwa
direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan AD PT. Dari ketentuan ini semakin jelas bahwa posisi
direksi secara internal, mempunyai tugas untuk mengatur secara teknis
dalam mencapai tujuan PT yang sudah digariskan dalam strategi AD PT
dan keputusan RUPS. Untuk itu, direksi harus membuat dan melaksanakan
rencana kerja. Capaian dari hasil kerja merupakan bahan evaluasi dalam
penilaian kinerja direksi yang dituangkan dalam laporan tahunan melalui
RUPS , artinya bila dalam RUPS laporan tahunan yang disampaikan oleh
direksi diterima, maka keputusan direksi menjadi tanggung jawab PT.
Biasanya dalam keputusan RUPS dirumuskan sebagai berikut :
1. Menyetujui dan menerima baik laporan direksi mengenai jalannya
perseroan dan hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun buku.
2. Menyetujui dan mengesahkan neraca dan perhitungan laba rugi
perusahaan untuk tahun buku, beserta penjelasan-penjelsannya.
3. Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada direksi dan komisaris
dari tanggung jawab atas tindakan-tindakan maupun pengawasan
mereka yang telah dijalankan selama tahun buku.
Sedangkan secara eksternal, direksi mewakili perusahaan di dalam
dan di luar pengadilan. Hal ini berarti direksi berhak membuat kontrak bisnis
34
dengan pihak lain. Dalam hal PT digugat oleh pihak lain dan ataupun PT
hendak menggugat pihak lain, direksilah yang mewakili PT50.
Terhadap PT diaplikasikan organ perseroan yang menyelesaikan
urusan perusahaan dengan mengelola segala macam persoalan strategi
bisnis guna meraih keuntungan finansial sebesar mungkin. Sebagaimana
yang diatur dalam Pasal UUPT bahwa :
“Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar51.
Tugas yang ditentukan UUPT terhadap Direksi melahirkan suatu
bentuk wewenang antara lain :
1. Direksi mengurus kegiatan sehari-hari dalam arti mengatur dan
mengelola kegiatan usaha perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan pendiriannya.
2. Mengurus kekayaan perseroan.
3. Untuk kepentingan dan tujuan perseroan dapat mewakili perseroan
baik di dalam maupun di luar pengadilan52.
Rumusan yang diberikan oleh penjelasan UUPT diatur bahwa :
Anggaran dasar harus memuat peraturan tentang pembagian tugas
dan wewenang anggota direksi, tetapi perlu dibedakan antara ketentuan
Anggaran dasar dan peraturan intern perseroan dengan perjanjian tentang
pekerjaan antara direksi dan perseroan, khususnya mengenai gaji (kontrak
50
Op.cit, hal 43-45. 51
Pasal 1 (4) UUPT. 52
Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing TheCoorporate Veil) Kapita Selekta Hukum PerusahaanPT Citra Aditya, Bandung, 2000, hal. 41.
35
kerja). Perjanjian ini mengatur hubungan antara perseroan dengan direksi
yang tidak mempunyai aspek keperseroan dan tidak dapat berubah karena
suatu keputusan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Anggaran
Dasar. Perjanjian ini harus dianggap sebagai suatu kontrak kerja, yang atas
kontrak tersebut berlaku perundang-undangan tentang tenaga kerja.Hal
yang terakhir ini terutama penting dalam rangka pemutusan hubungan
kerja53.
Perumusan penjelasan yang diberikan tersebut, tampak bahwa
UUPT mempertegas status dan kedudukan direksi dalam
perseroan.Sebagai organ PT, direksi bertanggung jawab penuh atas
kegiatan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan dalam mencapai
tujuan perseroan, serta mewakili perseroan dalam segala tindakannya, baik
di dalam maupun di luar pengadilan.Dalam melaksanakan kepengurusan
terhadap perseroan tersebut, direksi tidak hanya bertanggung jawab
terhadap perseroan dan para pemegang saham perseroan, melainkan juga
terhadap setiap pihak (ketiga) yang berhubungan hukum, baik langsung
maupun tidak langsung dengan perseroan54.
3. Dewan Komisaris
Landasan hukum eksistensi dan kedudukan dewan komisaris, diatur
dalam Pasal 1 angka 2 UUPT 2007, bahwa :
“Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi
dan Dewan Komisaris”.
53
Pasal 18 UUPT. 54
Op.cit, hal. 41.
36
Mengenai dewan komisaris, lebih spesifik ditegaskan lagi pada Pasal
1 angka 6 yaitu :
“Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.
Mengenai tugas/fungsi dewan komisaris diatur pada Pasal 108 ayat
(1) dan ayat (2), yaitu :
a. Melakukan pengawasan
Tugas utama dewan komisaris, melakukan pengawasan terhadap :
1. Kebijaksanaan pengurusan perseroan yang dilakiukan direksi.
2. Jalannya pengurusan pada umumnya.
Tugas/fungsi pengawasan dewan komisaris, sasarannya ditujukan
terhadap kebijaksanaan pengurusan dan jalannya pengurusan perseroan
maupun perusahaan perseroan yang dialkukan direksi. Tugas pengawasan
tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris terhadap sasaran atau
objek tertentu, yaitu :
1. Melakukan audit keuangan
Pengawasan di bidang keuangan dianggap sangat relevan dan
urgen, karena masalah keuangan merupakan urat nadi yang sangat sentral
bagi perseroan. Keadaan keuangan perseroaan merupakan refleksi dari
gambaran kondisi perseroan. Oleh karena itu, pengawasan dengan cara
melakukan audit atas keluar masuknya (cash flow) keuangan perseroan,
harus dilakukan dengan cermat.
37
2. Pengawasan atas organisasi perseroan.
Pengawasan atas organisasi perseroan, dilakukan dengan cara
meng-audit strukturnya, apakah kebesaran itu kekecilan organisasinya,
hubungan dan jenjang pimpinan apakah ada benturan yang menghambat
kelancaran komunikasi atau informasi. Tujuan utama melakukan audit
organisasi, agar strukturnya selalu dapat di-up date, sesuai dengan
keadaan dan perkembangan perseroan.
3. Pengawasan terhadap personalia.
Mengaudit personalia agar dapat diketahui kekurangan atau
kelebihan personalia yang mungkin terjadi. Juga untuk menegakkan prinsip
the right man in the right place serta untuk mengetahui apakah cara rekruit
dan seleksi yang berjalan, sudah tepat atau tidak. Di samping pengawasan
berskala umum, dapat juga dilakukan dan difokuskan tugas pengawasan
terhadap sasaran tertentu sesuai dengan kondisi55.
b. Memberi Nasihat
Tugas umum yang kedua, memberi nasihat kepada direksi. Akan
tetapi undang-undang ini tidak menjelaskan rincian tugas tersebut. Tidak
dijelaskan nasihat apa saja yang dapat diberikan. Dalam Juridisch Lexicon
advies, bisa berarti opinion atau recommendation56. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, nasehat atau nasihat dapat berarti ajaran atau pelajaran yang
baik, bisa juga anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik57.
55
M. Yahya, Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 439-440.
56 The Legal Lexion, Nederlands-Engels, Gateway, 1995, hal. 38.
57 W.J.S Poerwadarminta, Balai Pustaka, 1976, hal. 672.
38
Bertitik tolak dari gambaran pengertian nasihat yang dikemumkakan
di atas dihubungkan dengan tugas dewan komisaris memberikan nasihat,
cakupan atas spekrtumnya sangat luas. Dewan komisaris bisa
menyampaikan pendapat atau memberi pertimbangan yang layak dan tepat
kepada direksi. Bahkan dapat menyampaikan ajaran yang baik maupun
petunjuk, peringatan, atau teguran yang baik. Akan tetapi semua bentuk-
bentuk nasihat yang dikemukakan di atas, dari segi yuridis bersifat
rekomendasi, oleh karena itu, tidak mengikat kepada direksi, dapat diterima
untuk dijadikan dasar pertimbangan. Sebaliknya, dapat diabaikan atau
dimasukkan dalam tong sampah.
Tugas pemberian nasihat yang berbentuk pendapat atau petunjuk,
dapat dilakukan dewan komisaris untuk hal yang spesifik, misalnya
pemberian pendapat atau petunjuk maupun masukan dalam :
1. pembuatan rencana kerja yang proporsional dalam rangka
upayamemajukan dan mengembangkan perseroan sesuai prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG).
2. dalam pelaksanaan program atau rencana kerja supaya
pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip perusahaan dan GCG.
Tugas pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris
terhadap pelaksanaan jalannya pengurusan yang dilakukan direksi atas
perseroan menurut Pasal 108 ayat (2) adalah semata-mata untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Tujuan inilah yang mesti disadari dan yang menjadi motivasi dewan
39
komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat.
Menyimpang dari tujuan ini, pengawasan yang dilakukan dewan komisaris
dilaksanakan dengan iktikad tidak baik serta tidak penuh tanggung jawab.
Apa yang dimaksud dengan kepentingan dan sesuai dengan maksud
tujuan perseroan menurut penjelasan Pasal 108 ayat (2) :
a. Pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan dewan komisaris,
tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu,
b. namun semata-mata untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh
dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Dengan demikian pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian
nasihat tidak boleh menyimpang dari tujuan ini58. Eksistensi dan kedudukan
hukum komisaris independen dan komisaris utusan, di atur pada pada
Pasal 120, pasal ini memberi hak regulasi bagi perseroan untuk mengatur
ketentuan mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.
Sehubungan dengan itu Pasal 120 memberi beberapa petunjuk landasan
pokok pengaturannya dalam AD perseroan.
1. Komisaris Independen
Betitik tolak dari kata dan pengertian yuridis independen, terkandung
beberapa kriteria umum yang dapat dijadikan pedoman mengenai
pengangkatan komisaris independen. Kriterianya antara lain, secara objektif
orang yang bersangkutan benar-benar independen, dan berasal dari luar
perseroan, sehingga tidak terafiliasi dengan siapa pun dalam perseroan.
58
Op,cit, hal. 440-441.
40
Kriteria selanjutnya, dia dipilih dan diangkat menjadi komisaris secara
independen berdasar integritas dan kredibilitas serta kompetensi yang
dimilikinya, bukan karena faktor perkawanan, kedekatan, ikatan bisnis, atau
kekeluargaan.
Pasal 120 ayat (1) mempergunakan istlah independen yang
dicantolkan di belakang kata komisaris. Berarti eksistensi dan kedudukan
hukumnya dalam lingkungan organ dewan komisaris benar-benar
diharapkan independen. Petunjuk yang diberikan Pasal 120 ayat (2) serta
penjelasannya, mangandung makna atau tujuan sentral pengertian maupun
keberadaan komisaris independen, dititik beratkan pada syarat, tidak
terafiliasi dengan pihak manapun, terutama :
1. tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama perseroan
2. tidak mempunyai afiliasi dengan anggota direksi perseroan
3. tidak mempunyai kaitan afiliasi dengan anggota dewan komisaris
lainnya.
Penjelasan Pasal 120 ayat (2) mengatakan, jika berpedoman kepada
tata kelola perusahaan yang baik (code of good corporate governance)
(GCG) komisaris independen adalah komisaris luar. Dari ketentuan tersebut
di atas, terdapat indikasi atau kecenderungan, keberadaan komisaris
independen dikaitkan dengan prinsip-prinsip GCG,yakni :
1. keterbukaan atau tranparansi (transparency, disclosure).
2. akuntabilitas (accountability).
3. keadilan (fairness), dan
41
4. pertanggungjawaban (responsibility).
Kehadiran komisaris independen, diharapkan jalannya pengurusan
dan kebijakan perseroan akan lebih bersifat tranparan, akuntabel, adil, dan
bertanggung jawab, baik terhadap pemegang saham maupun kepada
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, yakni masyarakat dan
lingkungan.
Maksud utama adanya komisaris independen, bertujuan agar
perseroan melaksanakan sepenuhnya prinsip-prinsip GCG, supaya tercipta
dan perkembangan kondisi dan suasana kehidupan kegiatan perseroan
yang lebih bersifat transparan, akuntabel, adil, dan bertanggung jawab
pada satu segi dan pada segi lain mengembangkan keseimbangan
suasana yang harmonis antara kepentingan pemegang saham mayoritas
dengan perlindungan kepentingan saham minoritas serta stakeholder
lainnya.
Apakah eksistensi komisaris independen dalam perseroan menurut
UUPT 2007 bersifat imperatif ?, apakah AD perseroan mesti atau wajib
mengatur komisaris independen ?, yang berakibat kalau tidak di atur,
permintaan pengesahaannya ditolak oleh MENHUK dan HAM ! Tidak
bersifat imperatif, namun besifat fakultatif. Kalimat pertama Pasal 120 ayat
(1) mempergunakan kata dapat, bukan wajib, Pasal 120 ayat (1)
mengatakan :
“Anggaran dasar dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan”.
42
Namun agar dapat dicapai dan dikembangkan penerapan dan
penegakan prinsip-prinsip GCG yang dikemukakan di atas, yang dapat
membina dan mengembangkan keseimbangan antara kepentingan
pemegang saham mayoritas dengan perlindungan kepntingan pemegang
saham minoritas dan stakeholder lainnya, sangat relevan dan urgen untuk
mengatur komisaris independen dalam, AD perseroan, terutama bagi
perseroan Tbk59.
Selanjutnya, perlu diperhatikan Penjelasan Umum angka 1 alinea
ketujuh, antara lain mengatakan :
a. UUPT 2007 memperjelaskan dan mempertegas tugas/fungsi dan
tanggung jawab dewan komisaris.
b. Mengatur keberadaan komisaris independen dan komisaris utusan.
c. Mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasar
prinsip syariah, selain mempunyai dewan komisaris, juga harus
mempunyai dewan pengawas syariah yang bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada direksi dan mengawasi kegiatan perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.
Maksud mewajibkan adanya dewan pengawas syariah, di samping
dewan komisaris, untuk mengakomodasi berkembangnya kegiatan usaha
berdasar prinsip syariah. Pasal 109 UUPT 2007, mengatur eksistensi dan
kedudukan hukum serta tugas dewan pengawas syariah.
59
Op. cit, hal. 474-476
43
Berdasar Pasal 109 ayat (1), setiap perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasar prinsip syariah :
a. selain mempunyai dewan komisaris, dan
b. wajib mempunyai dewan pengawas syariah.
Berarti eksistensi dewan pengawas syariah pada setiap perseroan
yang kriteria menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
bersifat imperatif bukan fakultif. Berdasarkan penjelasan umum angka 1
alinea ketujuh, eksistensi dewan pengawas syariah dalam perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, didasarkan pada
alasan :
a. telah terjadi perkembangan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
b. sehubungan dengan itu, UUPT 2007 mewajibkan perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha yang demikian, selain mempunyai
dewan komisaris, juga mempunyai dewan pengawas syariah.
Adapun tugas dewan pengawas syariah :
1. memberikan nasihat dan sasaran kepada direksi agar kegiatan
perseroan sesuai dengan prinsip syariah.
2. mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip
syariah.
Bilamana ketentuan yang mewajibkan dewan pengawas syariah
harus ada pada perseroan yang menjalankan kegitan usaha berdasar
prinsip syariah dikaitkan dengan ketentuan peralihan Pasal 157 ayat (1),
44
maka bagi perseroan yang belum mempunyai dewan pengawas syariah,
wajib menyesuaikannya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah UUPT
2007 berlaku.
Kedudukan hukum dewan pengawas syariah dalam perseroan,
berdampingan dan sejajar dengan dewan komsaris. Dewan pengawas
syariah bukan subordinasi dari dewan komisaris. Sama-sama
bertugas/berfungsi dan berwenang serta bertanggung jawab melakukan
pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam menjalankan
pengurusan perseroan. Hanya di bidang tugas pengawasan dan pemberian
nasihat yang berbeda.
Dalam UUPT perkataan komisaris meliputi dua pengertian, yang
pertama organ perseroan yang lazimnya dikenal dengan nama Dewan
Komisaris, dan anggota Dewan Komisaris. UUPT tidak mengatur mengenai
tugas, wewenang, maupun hak dan kewajiban dari Komisaris.UUPT
memberikan hak sepenuhnya kepada para pendiri maupun pemegang
saham perseroan untuk menentukan sendiri wewenang dan kewajiban
komisaris dalam perseroan. Sejalan dengan uraian UUPT tersebut
mengenai komisaris selaku organ yang melakukan pengawasan, UUPT
tidak mengatur mengenai tugas, wewenang maupun hak dan kewajiban
dari komisaris. Undang-undang Perseroan Terbatas memberikan hak
sepenuhnya kepada para pendiri maupun pemegang saham perseroan
untuk menentukan sendiri wewenang dan kewajiban komisaris dalam
perseroan. Perkataan komisaris yang mengandung pengertian baik sebagai
45
organ maupun sebagai orang-perorangan disebut anggota komisaris
termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan
khusus di bidang-bidang tertentu60.
2. Personalitas Perseroan
Perorangan manusia baik laki-laki, perempuan maupun dewasa atau
anak-anak adalah subjek hukum yang memiliki personalitas atau
kepribadian (personality, or individuality), manusia sebagai person atau
perorangan dan subjek hukum, mempunyai hak hidup yang dilindungi
hukum. Berhak memiliki kekayaan di depan hukum. Bahkan pada dirinya
melekat berbagai hak asasi yang harus dihormati penguasa dan anggota
masyarakat lain.
Pada masa sekarang, secara universal semua manusia sebagai
perorangan tanpa membedakan jenis kelamin,golongan, kelompok, ras,
dan agama, dapat menegakkan hak-haknya di depan pengadilan.
Sebaliknya, kepadanya dapat diminta pertanggungjawaban atas
pelanggaran kewajiban hukum yang melekat pada hak tersebut di depan
pengadilan.
Semua manusia sebagai perorangan sebagai badan hukum (legal
person) dan hal itu melekat pada sejak lahir, serta keadaan itu berlangsung
selama hidupnya sejak lahir sampai meninggal dunia.Akan tetapi, bukan
manusia perorangan saja yang bisa menjadi subjek hukum dan badan
60
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 122.
46
hukum. Perseroan bisa juga menjadi badan hukum, oleh karena itu bisa
subjek hukum.
Apabila sesuatu mempunyai hak (recht, right) dan kewajiban
(duty)seperti layaknya manusia, maka menurut hukum setiap apa pun yang
mempunyai hak dan kewajiban adalah subjek hukum dalam kategori badan
hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity).
Demikian, tidak selamanya badan hukum harus manusia (natural
person). Badan hukum yang bukan manusia itulah (the non human legal
person) yang disebut pada Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Namanya disebut
Perseroan Terbatas (Naamlozevetnootschap, corporation limited by
shares).
1. Perseroan Diperlakukan sebagai Wujud yang Terpisah dan berbeda dari Pemiliknya.
a. Perseroan merupakan wujud atau entitas (entity) yang terpisah
dan berbeda dari pemiliknya dalam hal ini dari pemegang saham.
b. Secara umum, eksistensi dan validitasnya, tidak terancam oleh
kematian, kepailitan, penggantian atau pengunduran individu
pemegang saham.
Wujud perseroan di atas merupakan ciri personalitas, ciri
personalitas yang demikian dalam UUPT 2007, di atur pada Pasal 3 ayat
(1) dalam bentuk pertanggung jawaban terbatas (limited liability) pemegang
saham atas utang perseroan. Menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) tersebut,
ketentuan tanggung jawab terbatas, merupakan penegasan ciri personalitas
47
perseroan bahwa pemegang saham terpisah tanggung jawabnya sebatas
apa yang disetornya kepada perseroan dengan harta pribadinya.
2. Dapat Menggugat dan Digugat atas Nama Perseroan Itu Sendiri.
Ciri personalitas lainnya di atur pada Pasal 98 ayat (1) UUPT 2007,
ciri tersebut adalah :
a. Perseroan dapat tampil di dalam maupun di luar Pengadilan,
b. Untuk itu, Perseroan diwakili oleh Direksi.
Perseroan dapat menggugat wanprestasi atau PMH yang dilakukan
pihak ketiga. Begitu juga sebaliknya, dia dapat digugat pihak ketiga
terhadap wanprestasi atau PMH yang dilakukan Perseroan.
3. Perseroan Dapat Memperoleh, Menguasai, dan Mengalihkan Miliknya atas Nama Sendiri.
Berdasar Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007,
Perseroan memiliki kekayaan berupa modal dasar, modal ditempatkan, dan
modal disetor. Dapat memiliki aset dari hasil keuntungan perusahaan.
Menguasai dan dan memindahkan aset itu sesuai dengan cara yang
ditentukan undang-undang dan AD. Memiliki cadangan wajib dan cadangan
khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1)
UUPT 2007.
4. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Terbatas Sebesar Nilai Sahamnya.
Sejalan dengan cirri Perseroan terpisah dan berbeda dengan
pemilknya, maka tanggung jawab pemegang saham, hanya terbatas
48
sebesar nilai sahamnya) sebagaimana yang ditegaskan Pasal 3 ayat (1)
UUPT 2007 :
a. Perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang pemegang
saham, sebaliknya pemegang saham tidak bertanggung jawab atas
utang Perseroan.
b. Kerugian yang ditanggung pemegang saham hanya sebatas harga
saham yang mereka investasikan.
c. Pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih lanjut kepada
kreditor Perseroan atas aset pribadinya.
Namun hal itu, tidak mengurangi kemungkinan pemegang saham
bertanggung jawab sampai meliputi harta pribadinya, apabila dia secara
iktikad buruk (bad faith) memperalat perseroan untuk kepentingan pribadi,
atau pemegang saham bertindak sebagai borgtoch terhadap kreditor atas
utang perseroan.
5. Pemegang Saham Tidak Mengurus Perseroan, Kecuali Dia Dipilih Sebagai Anggota Direksi.
Ciri lain yang berlaku umum di semua negara, pemegang saham
tidak mengurus Perseroan, akan tetapi diurus oleh Direksi yang ditunjuk
dan diangkat melalui RUPS. Pasal 92 ayat (1) UUPUT 2007 menegaskan,
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan.
Selanjutnya, Pasal 94 ayat (1) mengatakan, anggota Direksi diangkat oleh
RUPS.
Memang harus ada yang mengurus Perseroan sebab seperti yang dikatakan Walter Woon … a company has no body to be kicked, and no soul to be damned, no hands with which to work and no mind with which
49
to think. It cannot act by itself. It must work through the medium of some human being61.
Jadi, karena Perseroan sebagai badan hukum, bukan makhluk yang
punya badan, tidak punyak jiwa untuk dimaki dan tidak tangan untuk
bekerja, maka dia bertindak melalui medium manusia yang ditunjuk untuk
itu, yang disebut Direksi. Direksi tidak identik dengan pemegang saham
maupun dengan Perseroan.
Personalitas yang demikian dianut oleh UUPT 2007 :
a. Pasal 1 angka 5 menegaskan, Direksi adalah organ Perseroan yang
diberi wewenang dan bertanggung jawab pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan, dan
b. Direksi sekaligus juga mewakili Perseroan di dalam maupun di luar
Pengadilan sesuai dengan AD.
Ciri yang di atur pada Pasal 1 angka 5 tersebut, ditegaskan kembali
pada Pasal 92 ayat (1), dan penjelasan Pasal ini juga mengatakan,
pengurusan Perseroaan oleh Direksi meliputi pengurusan sehari-hari.
6. Melakukan Kegiatan Terus-Menerus sesuai Jangka Waktu yang Ditetapkan dalam AD.
Jangka waktu Perseroan umumnya ditetapkan dalam waktu yang
panjang atau bisa juga tanpa batas (unlimited period).
Ciri inipun di atur pada Pasal 6 UUPT 2007. Perseroan dapat
didirikan untuk jangka waktu terbatas (limited), atau tidak terbatas
(unlimited). Baik terbatas maupun tidak terbatas harus ditentukan dalam
61
Walter Woon, Company Law, Longman Singpore Publisher Ptc Ltd, 1998, hal. 47.(dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011, hal. 59.
50
AD. Selama masa berdirinya belum berakhir, Perseroan terus-menerus
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan yang
ditentukan dalam AD62.
3. Perseroan adalah Badan Hukum Lahir dari Proses Hukum
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007, yang
menyatakan bahwa :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Elemen pokok yang melahirkan suatu perseroan sebagai badan
hukum (rechtspersoon, legalperson, legal entity), harus terpenuhi syarat-
syarat berikut :
1. Merupakan Persekutuan Modal
Persektuan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yang
disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau
dinyatakan dalam akta pendirian atau AD Perseroan63.
Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero
(stock). Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para
pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan
jalan membayar saham tersebut kepada perseroan. Jadi, ada beberapa
62
A. James Barnes, Terry Morehead Dworkin, Eric R Richards, Law for Business, Forth Edition, Irwin, 1991, hal. 400. (dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011, hal 60.
63 Syahrul, Muhammad Afni Nazar, Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Citra Harta Prima Jakarta, Cetakan Pertama, 2000, hal. 98.
51
orang pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk
melaksanakan perusahaan yang dikelola perseroan. Besarnya modal dasar
perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT 2007, terdiri atas seluruh nilai
nominal saham. Selanjutnya, menurut Pasal 32 ayat (1) tersebut, modal
dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam perseroan sebagai
badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan
para anggota yang terdiri dari pemegang saham (shareholder). Namun
yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan
persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam
persekutuan yang di atur dalam Pasal 1618 KUH Perdata.
2. Didirikan Berdasar Perjanjian
Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasar perjanjian.
Demikian penegasan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Pendirian perseroan
sebagai persekutuan modal di antara pendiri dan/atau pemegang saham,
harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang di atur dalam Buku
Ketiga KUHPerdata, khususnya Bab kedua, bagian kesatu tentang
ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319) dan Bagian Kedua tentang
syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337), serta bagian Ketiga
tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341).
Berarti, ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian perseroan
sebagai badan hukum, bersifat kontraktual, yakni berdirinya perseroan
merupakan akibat yang lahir dari perjanjian. Selain bersifat kontraktual, juga
52
bersifat konsensual, berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian
mendirikan peseroan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT 2007, supaya
perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-undang,
pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Hal itu ditegaskan pada
penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua, bahwa prinsip yang berlaku
berdasar undang-undang ini, perseroan sebagai badan hukum didirikan
berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang
pemegang saham.
Adapun yang dimaksud dengan orang menurut penjelasan
dimaksud, adalah :
1. orang perseorangan, baik warga negara maupun orang asing.
2. badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Ketentuan yang digariskan Pasal 7 ayat (1) maupun penjelasan
pasalnya, sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUH Perdata. Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Selanjutnya menurut Pasal 1320 KUH Perdata, agar perjanjian
pendirian perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan,
kecakapan, untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu,
dan suatu sebab yang halal. Apabila perjanjian itu sah, maka berdasar
Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian pendirian perseroan itu, mengikat
sebagai undang-undang kepada mereka.
53
3. Melakukan Kegiatan Usaha
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUPT 2007, suatu perseroan
harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Seterusnya
pada Pasal 18 UUPT 2007 ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan
usah itu, harus dicantumkan dalam AD perseroan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Berdasar penjelasan Pasal 18, maksud
dan tujuan merupakan usaha pokok perseroan sedang kegiatan usaha
merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan :
a. kegiatan harus dirinci secara jelas dalam AD,
b. dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang
undang.
Suatu perseroan yang tidak mempunyai kegiatan usaha, dianggap
tidak eksis lagi. Meskipun dalam AD ada dicantumkan secara rinci kegiatan,
namun apabila kegiatan yang disebut dalam AD tidak ada aktivitasnya,
pada dasarnya perseroan itu dianggap tidak eksis lagi sebagai badan
hukum. Dalam keadaan yang seperti itu, lebih baik perseroan itu
dibubarkan berdasar keputusan RUPS oleh para pemegang saham
berdasar Pasal 142 ayat (1) huruf a jo Pasal 142 (3) UUPT 2007, maupun
berdasar putusan pengadilan sesuai ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf c jo
Pasal 146 UUPT.
54
4. Lahirnya Perseroan Melalui Proses Hukum dalam Bentuk PengesahanPemerintah.
Kelahiran perseroan sebagai badan hukum (rechtsperson, legal
entity), karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum (created by
legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian badan hukum berasal dari Latin yang disebut Corpus atau Body.
Berbeda dengan manusia perorangan, kelahiran manusia sebagai badan
hukum, melalui proses alamiah (natural birth process). Sebaliknya,
perseroan lahir sebagai badan hukum, tercipta melalui proses hukum. Itulah
sebabnya perseroan disebut makhluk badan hukum yang berwujud artifisial
(artificial) yang dicipta negara melalui proses hukum :
a. untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan peraturan perundang-undangan.
b. apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroan yang
bersangkutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk berstatus
sebagai badan hukum oleh pemerintah, dalam hal ini MENHUK &
HAM.
Proses kelahirannya sebagai badan hukum, mutlak didasarkan pada
keputusan pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada Pasal 7 ayat
(2) UUPT yang menyatakan :
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.
Keberadaannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta
Pendirian yang di dalamnya tercantum AD perseroan. Apabila AD telah
55
mendapat pengesahan Menteri, perseroan menjadi subjek hukum korporasi
(subject to corporation law). Pada dasarnya, sifat eksistensinya sebagai
subjek hukum perseroan, adalah terus menerus atau abadi, terutama
apabila jangka waktunya dalam AD tidak ditentukan batasnya (indefinitive),
boleh dikatakan keberadaannya abadi. Bahkan sekiranya pun dalam AD
ditentukan jangka waktu berdirinya hal itu tidak mengurangi keabadiannya
untuk jangka waktu tersebut. Kematian, pengalihan dan berhentinya
pemegang saham dan diberhentikan atau diganti anggota direksi maupun
karyawan perseroan, semua peristiwa itu tidak mempengaruhi dan tidak
menimbulkan akibat terhadap kelanjutan hidup dan eksistensi perseroan64.
Perseroan sebagai mahkluk atau subjek hukum artifisial disahkan
oleh negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan
tidak dapat diraba (invicible and intangible). Akan tetapi, eksistensinya riil
ada sebagai subjek hukum yang terpisah (separate) dan bebas
(independent) dari pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun dari
pengurus dalam hal ini direksi perseroan. Secara terpisah independen
perseroan melalui pengurus dapat melakukan perbuatan hukum
(rechtshandeling,legal act), seperti melakukan kegiatan untuk dan atas
nama perseroan membuat perjanjian, transaksi, menjual aset dan
menggugat atau digugat serta dapat hidup dan bernafas sebagaimana
layaknya manusia selama jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam
AD belum berakhir. Membayar pajak atas namanya sendiri, namun tidak
64
Rutzel MSJD cs, Conteraporary Business Law, Fourth Edition, Mc Graw Hill, Publishing Company, 1990, hal. 821.
56
bisa dipenjarakan, akan tetapi dapat menjadi subjek perdata maupun
tuntutan pidana dalam bentuk hukuman denda. Utang perseroan menjadi
tanggung jawab dan kewajiban perseroan, dalam kedudukan dan
kapasitasnya sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah (separate
entity)dan independen dari tanggung jawab pemegang saham65.
4. Ketentuan Hukum yang Berlaku Bagi Perseroan
Mengenai ketentuan hukum yang berlaku bagi perseroan, di atur
pada Pasal 4 UUPT 2007,yaitu :
“Terhadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan” Selain dari UUPT 2007, AD dan ketentuan perundang-undangan lain
tidak mengurangi kewajiban setiap perseroan untuk menaati asas iktikad
baik, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola perseroan yan baik (good
corporate governance) dalam menjalankan perseroan. Sedangkan yang
dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya,
meliputi semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
keberadaan dan jalannya perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya,
antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian, peraturan
lembaga keuangan.
Bertitik dari ketentuan Pasal 4 UUPT 2007 dan penjelasan pasal
tersebut, dapat dikemukakan hal-hal berikut :
65
Ibid, hal. 825. (dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011, hal. 37-38.
57
1. Ketentuan hukum yang mengikat terhadap perseroan
Apabila ketentuan Pasal 4 UUPT dihubungkan dengan penjelasan
pasal tersebut dapat dideskripsi urutan hukum yang berlaku dan mengikat
kepada perseroan, yang terdiri atas :
1. UUPT 2007 (UU No. 40 Tahun 2007) sebagai ketentuan dan sekaligus
aturan pokok perseroan.
2. Anggaran Dasar Perseroan (AD).
3. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jalannya
perseroan, meliputi :
a. Peraturan Pelaksanaan UUPT 2007
Jika diteliti UUPT 2007, peraturan pelaksanaan yang mesti
diterbitkan terdiri dari :
1. PP tentang tata cara pengajuan dan pemakaian nama perseroan (Pasal
9 ayat (4)).
2. PERMEN tentang tata cara pengajuan permohonan keputusan
pengesahan perseroan memperoleh status badan hukum (Pasal 11).
3. PERMEN tentang ketentuan daftar perseroan (Pasal 29 ayat (5)).
4. PP tentang perubahan besarnya modal perseroan (Pasal 32 ayat (3).
5. PP tentang besarnya jumlah nilai keuangan perseroan yang wajib
diserahkan laporan oleh direksi kepada akuntan publik (Pasal 68 ayat
(1)).
6. PP tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat (4)).
58
7. PP tentang penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan (Pasal
134).
8. PP tentang pemisahan perseroan (Pasal 136).
9. PP tentang memperoleh salinan (Pasal 156 ayat (2)).
10.PERMEN tentang kewenangan susunan organisasi dan tata cara kerja
tim ahli Pasal 156 ayat (4).
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan jalannya
Perseroan di luar Peraturan Pelaksanaan.
1. Peraturan perundang-undangan perbankan.
2. Peraturan perundang-undangan perasuransian.
3. Peraturan perundang-undangan lembaga keuangan.
C. Asas-Asas Hukum
Menurut penjelasan Pasal 4 selain dari pada peraturan perundang
undangan yang disebut di atas, setiap perseroan harus menaati asas-asas
hukum yang terdiri atas :
1. asas iktikad baik
2. asas kepantasan.
3. Prinsip tata kelola perseroan yang baik (good corporate governance).
Gambaran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan mengikat kepada perseroan. Akan tetapi, tidak hanya meliputi
ketentuan hukum positif yang diuraikan di atas, tetapi juga diberlakukan dan
59
diterapkan asas-asas hukum iktikad baik, kepantasan kepatutan, dan tata
kelola yang baik.
Perlu diketahui, tidak semua ketentuan UUPT 2007 bersifat
memaksa. Meskipun UUPT 2007 digolongkan sebagai bagian hukum
ekonomi yang khusus mengatur bidang hukum perseroan (corporate law),
tidak semua ketentuan yang terdapat di dalamnya bersifat hukum
memaksa. Banyak di antara substansinya yang bersifat hukum mengatur66.
5. Eksistensi Hukum Perseroan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 160 yang berbunyi :
“Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.
a. Alasan Penggantian
Dasar alasan penggantian UUPT 1995 dengan UUPT 2007 yang
dikemukakan dalam konsideran maupun dalam Penjelasan Umum, antara
lain :
1. Perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasar asas
demokrasi ekonomi sesuai dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
dan kesatuan ekonomi nasional.
66
Op.cit, 83-86
60
2. Semua prinsip itu, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian
yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dalam rangka lebih meningkatkan perkembangan perekonomian
nasional sekaligus member landasan yang kokoh bagi dunia dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada
masa mendatang.
3. Perlu diadakan undang-undang yang mengatur tentang Perseroan
terbatas yang dapat mendukung terselenggaranya iklim dunia usaha
yang kondusif.
4. Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan
perekonomian nasional, perlu diberi landasan hukum untuk lebih
memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha
bersama atas dasar kekeluargaan.
UUPT 1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, perlu
diganti dengan undang-undang yang baru. Dasar alasan yang disebut pada
konsideran dimaksud, diperjelas lagi dalam Penjelasan Umum, yaitu :
1. Selama ini hukum perseroan telah diatur dalam UUPT 1995 sebagai
pengganti peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman
kolonial Belanda.
2. Namun dalam perkembangannya, ketentuan dalam UUPT 1995,
tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu
61
pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu
pesat, khususnya pada era globalisasi.
Selain dari pada itu, perlu diakomodasi tuntutan masyarakat akan
layanan yang cepat, kepastian hukum dan tuntutan pengembangan dunia
usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance). Semua hal itu menuntut perlunya dilakukan
penyempurnaan UUPT 1995. .
b. Pembaruan yang diakomodasi dalam UUPT 2007
Demikian keadaan objektif yang akan dihadapi UUPT 2007, yang
akan berhadapan dengan berbagai masalah dalam penerapan, baik
disebabkan adanya kekosongan atau celah hukum yang terbuka, rumusan
yang terlampau luas (broad term), kekeliruan perumusan atau pendefinisian
(ill defined) maupun kata atau rumusan yang mengandung ambiguitas
(ambiguity). Bila dihubungkan dengan realitas perubahan masyarakat yang
sangat cepat (speedy social change) pada saat sekarang, semakin
membuat UUPT 2007 menjadi rumusan kalimat mati yang ditinggalkan oleh
perubahan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, umur UUPT 2007 ini
kemungkinan besar tidak mampu bertahan lama seperti yang dialami UUPT
1995, hanya bertahan 12 (dua belas) tahun saja.
Pada saat teknologi dan informatika sekarang, secara objektif dan
universal, tidak mungkin mneciptakan undang-undang yang bisa bertahan
hidup selama ratusan tahun. Bahkan sukit untuk mempertahankan undang-
undang yang mampu bertahan puluhan tahun, jika tidak diikuti dengan
62
perubahan atau revisi yang terus menerus tanpa henti. Apabila dikehendaki
UUPT 2007 bisa bertahan lama, harus tetap diikuti dengan langkah-langkah
yang siap dan waspada melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan
perkembangan dan perubahan nilai-nilai social (the development and social
change values). Terlepas dari ungkapan dan adagium yang dikemukakan di
atas, secara objektif ada beberapa perubahan substansi yang terkandung
dalam UUPT 2007 :
1. Permohonan melalui jasa teknologi secara elektronik untuk
memperoleh Keputusan Menteri atas pengesahan akta pendirian
Perseroan sebagai badan hukum (Pasal 9 ayat (1).
2. Secara elektronikn Menteri dapat langsung menyatakan tidak
keberatan atas permohonan pengesahan akta pendirian (Pasal 10
ayat (3).
3. Memperkenalkan dan membolehkan pembagian dividen interim
(Pasal 72).
4. Penyusunan rencana kerja tahunan (Pasal 63-65).
5. Tanggung jawab social dan lingkungan (Pasal 74).
6. RUPS melalui media elektronik dalam bentuk telekonferensi, video
konferensi atau sarana media elektronik lain (Pasal 77 ayat (1).
7. Pengambilan keputusan di luar RUPS dalam bentuk
circularresolution (Pasal 91).
8. Pengangkatan direksi yang tidak memenuhi syarat (Pasal 95).
63
9. Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kesalahan yang dilakukan direksi lain apabila anggota direksi lebih
satu orang (Pasal 97 ayat (4).
10. Adanya Dewan Pengawasan Syariah (DPS) di samping Dewan
Komisaris bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah (Pasal 109 ayat (1).
11. Memperkenalkan Komisaris Independen dan Komisaris Utusan
(Pasal 120).
12. Pembentukan Komisi oleh Dewan Komisaris (Pasal 121).
13. Pengambilalihan saham dalam portepel (Pasal 125 ayat (1).
14. Pengaturan tentang pemisahan perseroan (Spin Off) (Pasal 135).
15. Pengaturan tentang biaya (Pasal 153).
16. Tanggung jawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris atas
kesalahan perdata, tidak mengurangi tanggung jawab pidana (Pasal
155).
17. Pembentukan Tim Ahli Pemantauan Hukum Perseroan (Pasal 156).
c. Perluasan atau Perbaikan yang Signifikan
UUPT 2007 memperkenalkan hal-hal yang bersifat baru, terdapat
juga beberapa perluasan atau perbaikan ketentuan yang telah diatur
sebelumnya dalam UUPT 1995, yang penting dicatat antara lain sebagai
berikut :
64
1. Klasifikasi Perseroan yang terdiri atas :
a. Perseroan Terbatas (Pasal 1 angka 1)
b. Perseroan Publik (Pasal 1 angka 8)
c. Perseroan Terbuks (Pasal 1 angka 7).
2. Memperluas kebolehan mendirikan perseroan kurang dari 2 (dua)
orang hal ini diatur pada Pasal 7 ayat (7), meliputi :
a. Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
b. Perseroan yang mengellola bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan, dan lembaga lain
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pasar
Modal.
3. Pengesahan Menteri, menjadi Keputusan Pengesahan Menteri
(Pasal 9 ayat (1).
4. Penentuan batas waktu permohonan Keputusan Pengesahan
kepada Menteri :
a. paling lambat 60 (enam puluh) hari dari Akta Pendirian
ditandatangani (Pasal 10 ayat (1).
b. apabila tidak diajukan dalam jangka waktu tersebut akta
Pendirian menjadi batal (Pasal 10 ayat (9).
5. Memperjelas secara sistematik tanggung jawab pendiri atas
perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan
perseroan yang belum memperoleh status badan hukum (Pasal 13).
65
6. Menambah jumlah nama perseroan yang tidak boleh dipakai dari 2
(dua) pada UUPT 1995, menjadi a s.d f pada UUPT (Pasal16).
7. Membolehkan tempat kedudukan Kantor Pusat di Desa, sepanjang
AD mencantumkan nama kota atau Kabupaten dari Desa tersebut
(Penjelasan Pasal 17 ayat (1).
8 Memperbaiki dan memperjelas system dan jangka waktu pengajuan
permohonan persertujuan perubahan AD (Pasal 21).
9. Kewajiban mengubah AD apabila Perseroan telah memenuhi modal
dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai
Perseroan Publik (Pasal 24 ayat (1).
10. Daftar Perseroan diselenggarakan MENHUK & HAM (Pasal 29).
11. Ketentuan mengenai pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
oleh Menteri (Pasal 30).
12. Perubahan jumlah modal dasar dari Rp. 20.000.000,- (UUPT 1995),
menjadi Rp. 50.000.000,- (Pasal 32 ayat (1).
13. Memperbaiki system kewajiban penyetoran modal yang ditempatkan
(Pasal 34 ayat (1) :
a. modal ditempatkan paling sedikit 25 % dari modal dasar.
b. keseluruhan modal ditempatkan wajib disetor seluruhnya,
sebelum Perseroan disahkan menjadi badan hukum.
14. Memperjelas aturan tata cara dan syarat pembelian kembali saham
yang telah dikeluarkan (Pasal37).
66
15. Memperjelas ketentuan dan syarat penguranga modal (Pasal 44).
16. Memperjelas dan memperluas ketentuan mengenai saham (Pasal
48-Pasal 62).
17. Menambah ketentuan tentang Rencana Kerja di samping Laporan
Tahunan dan Penggunaan Laba (Pasal 63-Pasal 65).
18. Mengatur lebih sistematik syarat kuorum dan tata cara pelaksanaan
RUPS pertama, dan kedua apabila rapat pertama tidak mencapai
kuorum (Pasal 79-Pasal 82).
19. Memperluas dan memperjelas fungsi, pembagian fungsi dan
tanggung jawab Direksi (Pasa 72-Pasal75).
20. Penegasan mengenai sistem kologial Direksi (Pasal 98).
21. Mengatur lebih jelas apa saja kewajiban Direksi (Pasal 100-Pasal
102).
22. Mengatur pelepasan tanggung jawab Direksi apabila dapat
membuktikan hal-hal yang disebut (Pasal 104).
23. Mengatur lebih luas klasifikasi tata cara pemberhentian anggota
Direksi (Pasal105).
24. Penegasan bahwa Dewan Komisaris, tidak bersifat kolegial, tetap
majelis (Pasal 108).
25. Mengatur tata cata pembatalan pengangkatan anggota Dewan
Komisaris yang tidak memenuhi sayarat (Pasal 112).
26. Mengatur lebih jelas mekanisme pemberian persertujuan dan
bantuan Dewan Komisaris kepada Direksi (Pasal 117).
67
27. Mengatur lebih jelas dan pasti tata cara Penggabungan,
Pengambilalihan, Peleburan dan Pemisahan (Pasal 122-Pasal 137).
28. Penambahan dasar alasan pembubaran Perseroan (Pasal 142).
29. Mengatur lebih sempurna tata cara pembubaran Perseroan untuk
setiap alasan (Pasal 143-Pasal 150).
d. Peraturan pelaksanaan Pendukung UUPT 2007
Kesempurnaan pelaksanaan UUPT 2007, dalam operasional, masih
membutuhkan beberapa peraturan pemerintah (selanjutnya PP)
maupun Peraturan Menteri (selanjutnya PERMEN). Hal itu
disebutkan dalam pasal-pasal tertentu seperti :
1. PP tentang tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan
(Pasal 9 ayat (14).
2. PERMEN tentang tata cara pengajuan Permohonan Keputusan
Pengesahan Perseroan memperoleh status badan hukum (Pasal 5
ayat (1).
3. PERMEN tentang aturan Daftar Perseroan (Pasal 29 ayat (5).
4. PP tentang perubahan Besarnya Modal Dasar (Pasal 32 ayat (3).
5. PP tentang besarnya jumlah nilai keuangan Perseroan yang wajib
diserahkan laporannya oleh Direksi kepada akuntan Publik (Pasal 68
ayat (6).
6. PP tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (Pasal 74 ayat (4).
68
7. PP tentang Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan (Pasal
134).67.
D. Tinjauan Umum tentang Saham
1. Klasifikasi Saham
Dalam praktik, terdapat beberapa jenis saham yang dapat dibedakan
menurut cara peralihan dan manfaat yang diperoleh para pamegang
saham. Ditinjau cara peralihannya, saham dibedakan menjadi saham atas
unjuk dan saham atas nama :
a. Saham Atas Unjuk (bearer stocks)
Di atas sertifikat saham atas unjuk adalah saham yang tidak ditulis
namapenulisnya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke
investor lain tidak dituliskan nama pemilikinya. Jadi wujudnya mirip dengan
uang. Dengan memiliki saham atas unjuk, seseorang pemilik sangat mudah
mengalihkan atau memindahkannya kepada orang lain. Untuk itu, siapa
saja yang memegang sertifikat saham atas unjuk, maka dialah secara
hukum dianggap sebagai pemiliki dan berhak untuk ikut hadir dan
mengeluarkan suara dalam rapat umum para pemegang saham
(RUPS).Oleh karena sifatnya mirip dengan uang, maka sertifikat saham ini
tentunya dibuat dengan kertas berkualitas tinggi sebagaimana pada uang
kertas untuk menghindari terjadinya pemalsuan.Pemilik saham atas unjuk
harus hati-hati membawa dan menyimpannya, karena kalau kecurian atau
kehilangan, maka pemilik yang bersangkutan tidak dapat
67
Loc.cit, hal. 26-32. (M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2011).
69
memintakanduplikat/penggantinya (PT Zebra Taxi yang berkedudukan di
Surabaya adalah salah satu contoh perusahaan yang menerbitkan saham
atas unjuk dengan nilai nominal yang didaftarkan di Bursa Paralel (kini telah
bergabung dengan BES).
b. Saham Atas Nama (registered stocks)
Saham atas nama adalah saham yang ditulis dengan jelas siapa
nama pemiliknya, yang cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
Cara peralihannya harus memenuhi suatu prosedur tertentu yaitu dengan
dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku
perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham, Apabila
sertifikat saham ini hilang, maka pemilik dapat memintakan penggantian
karena namanya sudah ada di dalam buku perusahaan.
Di Indonesia, di luar PT Zebra Taxi, semua perusahaan yang
menerbitkan saham adala saham atas nama. Apabila ditinjau dari segi
manfaat saham, maka pada dasarnya saham dapat digolongkan menjadi
saham biasa dan saham preferensi :
a. Saham Biasa
Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling
yunior terhadap pembagian deviden, dan hak atas harta kekayaan
perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham jenis ini paling
banyak dikenal masyarakat. Saham biasa ini mempunyai harga nominal,
yang nilainya ditetapkan oleh emiten (perusahaan yang menerbitkan
saham).Harga saham ini sering disebut dengan nilai par (par value).
70
Besarnya harga nominal saham tergantung pada keinginaan emiten.Harga
nominal yang ditentukan oleh Emiten ini berbeda dengan harga perdana
(primary price) dari suatu saham. Harga perdana adalah harga sebelum
suatu saham dicatatkan (listed) di bursa efek. Jika suatu saham terjual
dengan harga perdana yang lebih tinggi dari harga nominalmya, maka
selisih itu disebut agiosaham.
b. Saham Preferensi (preferred stocks)
Saham preferensi adalah saham yang berbentuk gabungan antara
obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap
(seperti bunga obllgasi), tetapi bisa juga tidak mendatangkan hasil seperti
yang dikehendaki investor. Saham preferensi serupa dengan saham biasa
karena dua faktor, yakni : mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan
tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut
dan membayar dividen. Sedangkan persamaan antara saham preferensi
dengan obligasi terletak pada tiga faktor meliputi : a. ada klaim atas laba
dan aktiva sebelumnya. b. dividennya tetap selama masa berlaku (hidup)
dari saham. c. memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible)
dengan saham biasa.
Oleh karena saham preferensi diperdagangkan berdasarkan hasil
yang ditawarkan kepada investor, maka secara prkatis saham preferensi
dipandang sebagai surat berharga pendapatan tetap dan karena itu akan
bersaing dengan obligasi di dalam pasar. Walaupun demikian, obligasi
perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding dengan saham
71
preferensi memilki tiga keunggulan di mata investor karena tiga alasan
berikut :
(i) Pendapatan lancar yang tinggi dan dapat diprediksi.
(ii) Memiliki keamanan.
(iii) Biaya per unit yang rendah.
Tetapi saham preferensi juga memilki dua jenis kerugian, yakni
rentan terhadap inflasi dan tingkat bunga yang tinggi, dan sangat kurang
berpotensi untuk peralihan modal68. Mengenai status modal saham, dalam
anggaran dasar perseroan dijumpai tiga tingkat status modal saham, yakni
modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
1. Modal Dasar
Dalam ketentuan perundang-undangan, modal dasar harus
dicantumkan dalam setiap anggaran dasar perusahaan yang
mencerminkan perkiraan modal yang diperlukan oleh perusahaan. Pada
saat pendirian perseroan, paling sedikit 25 persen dari modal dasar harus
telah ditempatkan.Undang-Undang PT (Pasal 32) mensyaratkan besarnya
modal dasar tersebut adalah minimal Rp. 50 juta. Setiap penempatan
modal harus telah disetor paling sedikit 50 persen dari nilai nominal setiap
saham yang dikeluarkan. Modal dasar ini dibagi dalam sejumlah saham
dengan nilai nominal tertentu misalnya PT X mempunyai modal dasar Rp.
10.000.000.000,- terbagi menjadi 10 juta saham dengan nilai nominal
masing-masing Rp. 1000,-. Penggunaan nilai nominal ini tidak selalu sama
68
Budi Untung, Hukum Bisnis Pasar Modal, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2011, hal. 139.
72
antara satu Negara dengan Negara lainnya, ada yang menggunakan nilai
nominal (seperti Indonesia), ada yang dimungkinkan untuk tidak
menggunakan nilai nominal. Dalam praktik di Amerika, dimungkinkan bagi
perusahaan untuk menerbitkan saham biasa dengan tanpa nilai
nominal.Namun akuntan harus mencantumlan nilai dari saham itu dalam
rangka mempersiapkan Laporan Keuangan.Nilai tersebut dapat dikaitkan
dengan jumlah uang yang diterima perusahaan pada waktu dididrikan atau
dikaitkan dengan harga pasar (market price).Walaupun demikian, pada
dasarnya berbedanya saham biasa dengan nilai nominal atau tanpa nilai
nominal tidak berpengaruh besar bagi para pemegangnya, karena mereka
hanya mempunyai hak yang paling yunior terhadap dividen atau kekayaan
perusahaan pada waktu perusahaan dilikuidasi. Berbeda dengan saham
biasa, nilai nominal sangat penting artinya bagi saham preferensi karena 2
(dua) pertimbangan berikut :
a. Dividen tetap bagi saham preferensi sering dinyatakan dalam
persentase tertentu dari nilai nominal, misalnya 10 persen dividen dari
nilai nominal saham preferen Rp. 1000,- atau dividen Rp. 100,- untuk
setiap saham preferensi dengan nilai nominal Rp. 1000,- .
b. Tuntutan terhadap sisa hasil pelelangan harta kekayaan perusahaan
setelah dikurangi dengan hutang dan kewajiban-kewajiban lainnya
pada waktu perusahaan dilikuidasi sering dikaitkan dengan nilai
nominal, ditambah dengan kekurangan pembayaran dividen
perusahaan, atau dividen yang dihitung untuk tahun terakhir. Di
73
Indonesia, berbeda dengan di Amerika, semua saham perseroan
terbatas (PT) mempunyai nilai nominal. Kewajiban untuk
mencantumkan nilai nominal ini dimaksudkan agar pemegang saham
bertanggung jawab terhadap pemenuhan saham yang dimiliki.
Jumlah yang harus dipenuhi adalah sejumlah nilai nominalnya. Hal ini
nampak jelas pada waktu pendirian suatu perusahaan, dimana
harganya lebih besar dari nilai nominalnya apabila para investor
melihat prospek perusahaan tersebut akan cerah di masa
mendatang.
2. Modal ditempatkan
Walaupun para pendiri perusahaan (PT) diizinkan untuk mengambil
sebagian saja dari modal dasar PT dengan ketentuan tidak lebih kecil dari
25 persen, tetapi apabila pendiri mempunyai modal dasar sebesar 10 juta
saham, maka pendirian tersebut diperkenankan hanya boleh mengambil
paling sedikit 25 persen x 10 juta atau sebanyak 2,5 juta saham.
Dengan demikian, maka modal ditempatkan adalah 2,5 juta x Rp.
1.000,- = Rp. 2,5 miliar. Sedangkan 7,5 juta saham yang tidak diambil
tersebut merupakan saham yang masih dalam simpanan di perusahaan
yang bersangkutan. Kontrol pemerintah adalah pada nilai nominal 25
persen tersebut. Apabila modal ditempatkan ternyata kurang dari 25
persen, maka konsekuensinya Anggaran Dasar PT tidak akan dapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman (Hukum dan HAM). Ini berarti PT
tersebut tidak bisa berstatus sebagai perusahaan yang berbadan
74
hukum.Kalau suatu PT berstatus tidak berbadan hukum, maka PT tersebut
tidak mempunyai kekayaan sendiri dan para pendiri bertanggung jawab
penuh terhadap kondidi PT tersebut.
3. Modal Disetor
Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain maka
penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang terikat pada perseroan. Dengan
mengambil contoh PT X di atas, para pendiri paling sedikit harus menyetor
50 persen dari setiap saham yang ditempatkan. Ini berarti kalau saham
yang ditemaptkan adalah 2 juta saham, maka jumlah seluruh saham yang
harus disetor pertama kali agar PT tersebut bisa berjalan adalah 50 persen
x 2 juta saham x Rp. 1000 = Rp. 1 miliar. Kekurangannya harus disetor
menurut batas waktu yang ditentukan masing-masing anggaran dasar PT.
Namun sebelum sisa modal ini disetor, pemegang saham berhutang
kepada PT yang bersangkutan.
Batas waktu penyetoran penuh tidak seragam antara PT yang satu
dengan PT yang lain. Ada yang mengaitkannya dengan tanggal
pengesahan dan ada pula PT yang mengaitkannya dengan tanggal
pengumuman dalam Berita Negara RI. Untuk PT yang Go public, seluruh
modal yang ditempatkan harus sudah disetor penuh. Kebijakan ini
merupakan tindakan preventive dan pemerintah supaya tidak menimbulkan
kesulitan dalam pelaksanaan perdagangannya, karena dalam perdagangan
saham, kemungkinan sekali suatu saham akan berpindah dengan cepat
dari satu investor ke investor yang lain. Sehingga kalau sebagian saja yang
75
disetor di suatu perusahaan yang go public maka akan sulit untuk menuntut
siapa yang seharusnya menyetor kekurangannya. Di dalam praktik,
dimungkinkan pula bagi suatu PT untuk membeli kembali saham yang
sudah dikeluarkan.Saham yang dibeli kembali tersebut disebut dengan
Treasury Stocks.Peraturan pasar modal memberi kesempatan ini apabila
kurs saham PT yang bersangkutan mengalami penurunan sedemikian rupa
hingga mencapai 60 persen selama 10 hari bursa atau lebih secara
berturut-turut.Saham yang telah dibeli kembali oleh PT tidak memberikan
dividen atau hak untuk mengeluarkan suara. Menjadi tidak rasional dan
tidak efisien bagi PT tersebut untuk membayar dividen bagi saham ini,
karena sebenarnya dividen ini akan masuk kembali ke kas PT. Selain itu,
apabila suatu PT dimungkinkan maka akan mendorong Direksi PT untuk
menggunakan uang PT untuk membeli sahamnya dalam jumlah yang besar
sehingga dapat mendominasi hak suara dalam rangka menguatkan
kedudukan sebagai Direksi baik pada saat tahun berjalan maupun pada
masa-masa mendatang.
Pembelian kembali saham-saham yang terlalu rendah juga dapat
dimanfaatkan untuk beberapa tujuan seperti : (i) saham ini dapat ditukar
dengan saham perusahaan lain untuk keperluan penggabungan
usaha/perusahaan (merger), (ii) saham ini dapat digunakan dalam rangka
perencanaan pensiun (pensiun plain) atau kontrak kerja dengan pegawai
yang mempunyai kedudukan kunci69.
69
Ibid, hal. 134.
76
2. Hak - Hak Para Pemegang Saham
Hak-hak para pemegang saham pada dasarnya adalah :
1. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara pada RUPS berdasarkan
prinsip satu saham satu suara. RUPS tahunan harus diadakan pada
waktunya setiap tahun serta sesuai dengan ketentuan dalam UUPT.
Adapun RUPS Luar Biasa juga harus diadakan secara sah setiap kali
diperlukan. Segala persyaratan untuk memanggil RUPS Tahunan dan
membahas hal-hal yang tertera dalam Laporan tahunan perseroan
harus dipenuhi. Standar anggaran dasar telah memuat ketentuan-
ketentuan mengenai hal ini. Namun, pelaksanaan ketentuan –ketentuan
tersebut harus lebih transparan, seperti pengungkapan gaji komisaris
dan para anggota direksi dalam lapran tahunan, serta transaksi dengan
pihak terkait. Dalam suatu RUPS, para pemegang saham harus
menetapkan sistem mengenai (a) pengangkatan komisaris dan anggota
direksi perseroan, (b) penetapan gaji komisaris dan anggota direksi
perseroan, dan (c) penilaiankinerja mereka. Komisaris harus
menyiapkan sistem tersebut untuk disetujui oleh para pemegang saham
dalam RUPS.
2. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan secara tepat
waktu dan teratur yang memungkinkan seorang pemegang saham
membuat keputusan yang baik mengenai investasi yang berkaitan
dengan sahamnya dalam perusahaan.
3. Hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan.
77
Para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan
prinsip kesetaraan. Dengan demikian, para pemegang saham harus
mempunyai hak penuh yang tidak dilanggar untuk memberikan satu suara
setiap saham. Pelaksanaan perseroan harus memberikan kepada para
pemegang saham informasi yang diperlukan mengenai perseroan sehingga
memungkinkan pemberian suara yang bermanfaat, perseroan tidak boleh
berpihak.
Investor-investor pemegang hak berbentuk ekuitas memiliki
beberapa hak kebendaan. Contohnya sebuah ekuitas berbentuk saham
dapat diperjualbelikan atau dialihkan. Sebuah ekuitas berbentuk saham
juga memberikan hak kepada investor yang memilikinya atas profit dari
perusahaan, dengan tanggung jawab yang terbatas sejumlah nilai
investasinya. Sebagai tambahan, kepemilikan atas ekuitas berbentuk
saham memberikan hak atas informasi tentang perusahaan dan hak untuk
mengarahkan perusahaan, yang pada umumnya melalui keikutsertaan
pada rapat-rapat para pemegang saham dan melalui voting.
Sebagai sebuah alasan praktis, perusahaan tidak dapat dikelola
hanya dengan persetujuan pemegang saham. Lembaga pemegang saham
terbentuk dan terdiri atas individu-individu serta badan-badan yang
mempunyai kepentingan, tujuan, pandangan investasi, dan kemampuan
yang berbeda-beda. Lebih jauh, manajemen perusahaan harus mampu
untuk mengambil keputusan bisnis secara cepat. Berdasarkan kenyataan
tersebut dan kompleksitas permasalahan dalam pengelolaan perusahaan di
78
dalam pasar yang bergerak dan berubah dengan cepat, pemegang saham
tidaklah dimaksudkan sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengelola
aktivitas usaha perseroan. Tanggung jawab atas operasional dan strategi
perusahaan secara khusus diserahkan di tangan Dewan Direksi dengan tim
pengelola dipilih yang memiliki motivasi dan jika perlu diganti oleh Dewan
Direksi.
Hak-hak pemegang saham untuk memengaruhi operasional
perusahaan terpusat pada beberapa isu-isu dasar yang penting, seperti
misalnya pemilihan anggota Dewan Direksi dan Komisaris. Atau, hal lain
yang dimaksudkan untuk mengubah komposisi Dewan Komisaris dan
Direksi, perubahan-perubahan atas dokumen-dokumen penting
perusahaan, persertujuan atas transaksi-transaksi yang tidak lazim, dan
isu-isu dasar lainnya sebagaimana disebutkan di dalam hukum perusahaan
dan anggaran dasar perusahaaan. Bagian ini dapat dipandang sebagai
hak-hak pemegang saham yang paling mendasar, sebagaimana telah
diakui melalui kekuatan hukum di seluruh negara-negara anggota
OECD(Organization for Economic Cooperation and Development). Hak-hak
tambahan seperti memberikan persetujuan untuk memilih auditor,
pencalonan langsung anggota-anggota Dewan Komisaris dan Direksi, hak
untuk menggadaikan saham, persetujuan tentang penggunaaan dan
pembagian laba, dan lain-lain dapat ditemukan pada banyak negara.
Hak-hak dasar pemegang saham meliputi hak atas 1) metode dan
cara yang aman dalam pendaftaran kepemilikan saham, 2) membawa dan
79
atau mengalihkan saham, 3) mendapatkan informasi yang relevan tentang
perusahaan secara berkala dan tepat waktu, 4) berpartisipasi dan
memberikan suara di dalam Rapat Umum Pemegang Saham, 5) memilih
dam mengangkat anggota-anggota dewan komisaris dan direksi, dan 6)
bagian dari laba perusahaan.
Pemegang saham memiiki hak untuk berpartisipasi di dalam
menentukan, dan secara layak telah mendapatkan informasi yang cukup
terhadap keputusan-keputusan yang berkaitan denagan perubahan-
perubahan mendasar pada perseroan, 1) perubahan-perubahan anggaran
dasar/akta pendirian atau dokumen-dokumen perusahaan sejenis, 2)
memberikan persetujuan atas penambahan jumlahsaham perseroan, 3)
transaksi-transaksi di luar kebiasaan yang dapat memengaruhi hasil
penjualan perusahaan.
Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk secara efektif
berpartisipasi dan memberikan suaranya dalam Rapat Umum pemegang
Saham dan harus telah mendapatkan informasi tentang aturan RUPS,
termasuk aturan tentang pengambilan suara yang akan digunakan dalam
RUPS, yaitu dengan :
a. Pemegang saham harus diberikan informasi yang cukup dan tepat
waktu berkaitan dengan tanggal, tempat, dan agenda acara RUPS,
termasuk juga informasi yang utuh dan tepat waktu berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan yang akan diputuskan dalam RUPS.
80
b. Kesempatan harus diberikan kepada pemegang saham untuk
mengajukan pertanyaaan-pertanyaan kepada dewan direksi dan
untuk mengajukan hal-hal yang dianggap penting ke dalam agenda
acara RUPS dengan tetap tunduk pada batasan-batasan yang
rasional70.
Dalam PT, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan
kedaulatan tertinggi. Pemegang saham mempunyai kekuatan untuk
memengaruhi kebijakan perseroan melalui mekanisme rapat umum antara
pemegang saham. Konsekuensinya, keputusan tersebut mengikat para
pihak yang berkepentingan dan tidak dapat ditentang oleh siapa pun,
kecuali olen undang-undang atau bertentangan dengan maksud dan tujuan
perseroan sebagaimana yang diatur dalam AD/ART71.
Kesakralan RUPS juga terlihat dari proses penyelenggaraan RUPS
yang wajib didahului dengan adanya pemanggilan kepada seluruh
pemegang saham. Ketentuan ini bersifat memaksa. Oleh karena itu,
apabila hal ini tidak terpenuhi dalam konteks tidak dilakukan pemanggilan
sebelum RUPS diselenggaraka atau tidak memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan dalam akta pendirian/Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
yang bersangkutan, akan berakibat hukum pada dapat dibatalkannya
RUPS oleh Pengadilan72.
70
Op.cit, hal. 151- 154. 71
Absori, Hukum Ekonomi Indonesia, Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2006, hal. 43.
72 Putusan Mahkamah Agung RI No. 878/K/SIP/174 dalam C, Ali, “Yurisprudensi
Hukum Dagang”, (dalam Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan
81
Dalam usaha untuk memberikan kesempatan yang lebih besar
kepada investor berpartisipasi di dalam RUPS, beberapa perusahaan telah
memberikan kesempatan yang lebih kepada pemegang saham untuk
mengajukan hal-hal tertentu ke dalam agenda RUPS. Salah satunya,
menyederhanakan proses pengajuan rencana perubahan-perubahan
anggaran dasar dan proses pengambilan keputusan.
Kemudahan bagi pemegang saham untuk mengajukan pertanyaan
sebelum RUPS dan mendapatkan jawabannya saat RUPS dari direksi dan
komisaris telah pula semakin banyak dipergunakan. Perusahaan
selanjutnya akan menilai dan memastikan bahwa percobaan yang gegabah
atau keinginan mengacaukan dengan memasukkan hal-hal tertentu ke
dalam agenda acara RUPS tidak timbul. Hal tersebut adalah sangat
beralasan. Sebagai contoh, dengan memberikan syarat apabila pemegang
saham mengajukan hal-hal tertentu kedalam agenda acara RUPS untuk
diputuskan, pemegang saham tersebut harus didukung oleh pemegang
saham lainnya yang memegang saham dalam jumlah tertentu.
Pemegang saham harus dapat memberikan suaranya secara hadir
langsung ataupun secara in absentia. Perlakuan ayang sama harus
diberikan terhadap suara yang diberikan secara langsung ataupun secara
in absentia. Prinsip-prinsip OECD merekomendasikan bahwa pemberian
suara melalui perwakilan (proxy) secara umum dapat diterima. Lebih lanjut,
keinginan untuk memperluas partisipasi pemegang saham mengusulkan
Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996).
82
bahwa perusahaan selayaknya mempertimbangkan penggunaan yang lebih
luas atas teknologi pada proses pengambilan suara, termasuk penggunaan
telepon dan pengambilan suara secara elektronik. Dengan semakin
meningkatnya nilai penting dari pemegang saham asing, diusulkan secara
seimbang perusahaan seharusnya melakukan usaha-usaha untuk
mempermudah pemegang saham berpartisipasi melalui penggunaan
teknologi modern. Partisipasi secara efektif dari pemegang saham pada
RUPS dapat ditingkatkan dengan merancang peraltan komunikasi yang
aman dan mempermudah pemegang saham untuk berkomunikasi dengan
pemegang saham lainnya tanpa harus memenuhi persyaratan-persyaratan
dan formalitas pada pemebrian suara melalui pengumpulan perwakilan
(proxy). Terhadap permasalahan transparansi, harus dipastikan bahwa
dalam prosedur RUPS jumlah suara secara layak telah dihitung dan dicatat,
dan harus dibuatkan pengumuman hasil pengambilan suara tersebut
secara tepat waktu73.
3. Perlindungan dan Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Perseroan
Kepentingan pemegang saham minoritas mendapatkan perhatian
dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pasal 62 menyebutkan bahwa
setiap pemegang saham berhak meminta perseroan untuk membeli
sahamnya dengan harga wajar jika tidak menyetujui tindakan direksi
perseroan yang dinilianya merugikan pemegang saham atau perseroan.
Jika tindakan direksi tersebut berdasarkan arahan atau kebijakan yang
73
Loc.cit, 155-156.
83
diputuskan dalam RUPS yang didukung oleh pemegang saham mayoritas,
Pasal 97 (6) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mencantumkan adanya
hak pemegang saham atas 10% atau lebih dari total keseluruhan saham
untuk menggugat atas nama perseroan dengan biaya perseroan (derivative
action) kepada dan dari perseroan untuk menggugat anggota direksi.
Sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
undang-undang kepada para pemegang saham, para pemegang saham
perseroan tersebut, baik pemegang saham publik dari suatu perseroan
yang telah mendaftrakan sahamnya di bursa efek maupun pemegang
saham dari perseroan yang tidak terdaftar sahamnya di bursa efek, yang
mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara yang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap
anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian kepada perseroan. Ketentuan yang serupa berlaku juga terhadap
komisaris sebagai ditentukan dalam dari undang-undang tersebut. Pihak
lain yang dapat mengajukan gugatan adalah kreditor, karyawan, atau pihak-
pihak lain yang dirugikan sebagai akibat kesalahan anggota direksi atau
komisaris.
Mengacu pada sistem hukum di Indonesia, perseroan di Indonesia
menganut sistem dual board, yaitu perseroan yang memakai dua dewan
yang termasuk dan merupakan organ dalam perseroan untuk menjalankan
kegiatan operasionalnya. Direksi sebagai pengurus yang mengelola
84
perusahaan sehari-hari, sedangkan dewan komisaris yang melakukan
pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi.
Mengenai sistem penggajian (remunerasi) bagi direksi dan dewan
komisaris, haruslah berdasarkan jenis pekerjaan, tanggung jawab,
kompetensi, dan komitmen waktu yang diberikan oleh masing-masing
direktur dan komisaris dalam perseroan tersebut. Selain itu, tujuan dari
pemisahan kepengurusan perusahaan dalam dual board tersebut adalah
untuk menciptakan mekanisme check and balance agar dapat dilaksanakan
secara efektif. Dengan demikian, perlu dihindari pemilihan sistem yang
tidak dapat menciptakan mekanisme check and balance.
Sistem renumerasi bagi direktur dan komisaris harus tetap
didasarkan pada profesionalisme dan target prestasi yang dicapai oleh
mereka. Target prestasi dari direktur dan komisaris akan jelas berbeda.
Target prestasi dari direksi dinilai dari pencapaian prestasi dalam
mengahsilkan keuntungan dan berlanjutnya kelangsungaan usaha
perseroan, sedangkan target prestasi dari dewan komisaris adalah prestasi
mengawasi dan mengantisipasi resiko dalam perseroan, membuat
rekomendasi untuk pembenahan, dan koreksi atas pengurusan perseroan
oleh direksi, sehubungan dengan komitmen akan waktu yang diberikan
bagi perseroan, semu anggota direksi harus memberikan komitmen waktu
penuh untuk bisa mengurus perseroaan dengan baik sesuai dengan yang
diamanatkan oleh anggaran dasar perseroan, serta undang-undang.
Sementara itu, dewan komisaris dalam perseroan pada umumnya
85
memberikan komitmen untuk bekerja paruh waktu. Keduanya dalam
menjalankan fungsinya merupakan satu keastuan yang tidak terpisahkan
sebagai satu tim yang harus selalu membina komunikasi dengan baik. Jika
direksi melaukan perbuatan yang tidak layak, tetapi lolos dari pengawasan
dewan komisaris, keduanya bertanggung jawab secara renteng.
Sistem renumersi bagi direksi dan komisaris harus dibangun dengan
penuh pertimbangan untuk tujuan dan fungsi check and balance dalam
perseroan. Faktor pertama adalah imbalan jasa untuk menutupi biaya-biaya
yang diperlukan dalam menjalankan tugas. Faktor kedua adalah yang
terkait dengan komitmen penuh waktu atau paruh waktu. Faktor ketiga
adalah yang terkait dengan pencapaian target sesuai dengan tolok ukur
pencapaian dari masing-masing direksi dan komisaris. Faktor keempat
adalah imbal jasa yang terkait dengan tanggung jawab renteng, yaitu
adanya kemingkinan resiko yang ditimbulkan bisa mengurangi atau
menghilangkan harta kekayaan pribadi direksi dan komisaris. Faktor kelima
adalah imbal jasa yang dipengaruhi faktor kompetensi dan pengalaman
yang dibutuhkan oleh perusahaan. Imbal jasa yang dipengaruhi oleh faktor
pertama sampai dengan faktor ketiga bersifat variabel, sedangkan imbal
jasa yang dipengaruhi faktor keempat dan kelima besifat biaya tetap, yang
besarnya sesuai dengan kesepakatan. Jika resiko yang disebabkan karena
86
tanggung jawab renteng sudah ditutup dengan asuransi, dalam hal ini bisa
dikeluarkan dari perhitungan sistem renumerasi74.
Pada dasarnya pemegang saham berhak mempertahankan haknya
sehubungan dengan saham yang dimilikinya dengan cara menggugat
segala tindakan perseroan yang merugikan kepentingannya dalam
perseroan yang bersangkutan. Tindakan perseroan tersebut dapat berupa
tindakan RUPS, Komisaris, dan atau Direksi (Pasal 60 (1) UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas).
Perlu diperhatikan bahwa perseroan didirikan dan dijalankan atas
dasar anggaran dasar yang dibuat di antara para pemegang
saham.Dengan begitu, segala hak dan kewajibannya pun harus dituangkan
sejelas mungkin di dalam anggaran dasar tersebut, yang dapat dikatakan
sebagai “perjanjian” di antara mereka. Oleh karena dianggap sebagai
“perjanjian”, anggaran dasar harus tunduk pada UUPT, undang-undang,
dan peraturan lain yang terkait dengan hak dan kewajiban pemegang
saham.
Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah
terciptanya struktur pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pada
dasarnya masing-masing mempunyai hak yang sama. Terutama terhadap
74
Franssatrio, Wicaksono,Tanggung Jawab Pemegang Saham Direksi, dan Kominsaris Perseroan Terbatas( PT), Transmedia Pustaka, Jakarta,2009, hal.116-118.
87
hak suara, yaitu 1 saham 1 suara.Ketentuan tambahan terhadap hak suara
dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi saham.
Dengan mekanisme pemilikan yang demikian, pemegang saham
mayoritas menjadi pihak yang “diuntungkan” dengan sendirinya. Semakin
banyak saham yang dimilikinya, semakin dapat berkuasa ia dalam
menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu persroan
terbatas. persoalannya adalah bagaimana melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas yang berisiko “dirugikan” oleh kekuasaan
pemegang saham mayoritas.
Perlindungan atas hak-hak pemegang saham minoritas dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 di bidang Pasar Modal mengatur
tentang pelaporan dan keterbukaan informasi (Ps. 85, 86 (1), 87 (1) (2) (3).
Dalam peraturan Bapepam menegaskan kewajiban pengungkapan
laporan (laporan tahunan emiten atau perusahaan publik) mengenai
kewajiban pengungkapan identitas pemegang saham utama atau
pengendali hingga lapis individu tertentu dalam laporan keuangan tahunan,
pengungkapan tersebut disajikan dalam bentuk skema atau diagram.
Meskipun peraturan ini tidak mewajibkan pengungkapan hingga beneficial
ultimate owner, namun setidaknya dengan ketentuan ini para pengguna
laporan keuangan dapat mengetahui transaksi afiliasidan melakukan
penelusuran ultimate owner secara mandiri.Regulasi seperti hal ini sangat
vital untuk kondisi perusahaan seperti di Indonesia dimana struktur
kepemilikan berbentuk piramida dan terdapat cross-shareholding.
88
Peraturan Bapepam-LK lainnya adalah terkait keterbukaan informasi
yang harus segera diumumkan kepada publik. Informasi yang dimaksud
berupa fakta material yang dapat mempengaruhi harga saham dan
keputusan investor seperti : penggabungan usaha, pembelian saham,
peleburan usaha, pemecahan saham, pembagian dividen, dan lain-lain.
E. Perlindungan dan Pertanggung Jawaban Terhadap Pihak Ketiga
Guna melindungi kepentingan seluruh pemegang saham (termasuk
pemegang saham minoritas), setiap laporan tahunan dan perhitungan
tahunan harus disampaikan kepada tiap pemegang saham perseroan untuk
disahkan dalam RUPS.
Dalam hal yang demikian, para pemegang saham berhak dengan
berbagai alasan dan argumentasi tertentu, untuk tidak mengesahkan
laporan tahunan dan atau perhitungan tahunan. Bagi perseroan yang
dikelola secara kekeluargaan, pengesahan laporan tahunan dan
perhitungan tahunan tidak akan menjadi masalah berarti, dan pada
umumnya hal tersebut hanya dilakukan untuk memenuhi formalitas hukum
saja.
Untuk itulah, guna melindungi kepentingan pihak ketiga yang
beritikad baik, yang (ingin) melakukan hubungan dengan perseroan, maka
undang-undang mewajibkan pengumuman atas perhitungan tahunan
tersebut segera setelah memperoleh pengesahan RUPS dalam dua surat
kabar harian. Selanjutnya dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang
disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, maka anggota
89
direksi dan komisaris dinyatakan secara tanggung renteng bertanggung
jawab terhadap pihak yang dirugikan, dengan kewajiban untuk melakukan
pembuktian terbalik, jika memang keadaan tersebut terjadi bukan karena
kesalahannya.
Pada uraian di atas telah disebutkan bahwa meskipun penilaian dan
pemeriksaan akuntan publik dilakukan berdasarkan kontrak dengan
perusahaan yang diperiksa olehnya, seringkali laporan hasil penilaian
tersebut dipergunakan oleh pihak ketiga yang berkepentingan sebagai
salah satu dasar dalam memutuskan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu hubungan hukum atau transaksi usaha dengan
perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, tidak menutup mata dalam hal-hal
tertentu, adakalanya apa yang disampaikan dalam laporan tersebut kurang
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari perusahaan yang
bersangkutan, hal ini tentunya dapat menerbitkan kerugian bagi pihak yang
mempergunakan hasil atau laporan pemeriksaan akuntan publik. Dari
penilaian tersebut, dalambenak kita semua mempertanyakan satu
pertanyaan besar; hingga seberapa jauhkah akuntan publik dapat
dipertanggungjawabkan oleh pihak ketiga akan kebenaran dan keakuratan
hasil yang disampaikan dalam laporan pemeriksaan dengan keadaan
(finansial) sebenarnya dari perusahaan yang dinilai75.
75
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.2000, hal. 90.
90
1. Pengelolaan Perseroan dalam Hukum Perseroan
Pengelolaan perusahaan (corporate governance) pada suatu
korpoasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk teori korporasi
yang dianut, budaya, dan sistem hukum yang berlaku.Tarik menarik di
antara faktor-faktor ini menghasilkan struktur corporate governance yang
berbeda-beda pada perusahaan di berbagai negara76. Sistem corporate
governance juga tergantung pada latar belakang budaya masyarakat yang
ada dan juga sejarah ekonomi dan politik pada suatu negara77.
Dengan demikian, istilah corporate governance yang dipakai dalam
pengelolaan perusahaan antar suatu negara dengan negara lain berbeda-
beda. Walaupun berbeda, tetapi dari ke semua istilah yang dipakai di dalam
pengelolaan perusahaan tersebut memiliki inti pengertian yang sama.
Struktur pengelolaan perusahaan di Indonesia dipengaruhi oleh Belanda
yang menganut teo-tier board system yang merupakan salah satu negara
civil law. Indonesia mengadopsi istilah dalam pengelolaan perusahaan ini
(corporate governance) dari Belanda, dan Belanda sendiri dikenal dua jenis
perseroan, yaitu Naamloze Vennotschap (NV) dan Besloten Vennotschap
met Beperkte Aanspraklijkheid (BV). NV maupun BV di Belanda,
merupakan badan hukum yang terpisah dari pemegang sahamnya, dapat
memiliki dan mengalihkan kekayaannya, dapat menjalankan bisnis yang
sama, dapat meminjam uang, membeli dan menjual efek-efeknya,
mempunyai buruh, dan dapat menuntut ataupun dituntut. Dalam
76
Loc.cit, hal 2. 77
Antonelia Schiavon, “Debt as a Device for Corporate Control the Case of Countries in Translation”, Journal of Interntional Banking Law, 2001, hal. 48.
91
mengalihkan aset-asetnya, BV merupakan perseroan tertutup mempunyai
batasan untuk melakukan pengalihan sampai pada batas-batas yang diatur
dalam anggaran dasar perseroan. Wakaupun hukum perseroan Indonesia
mengadopsi organ atau struktur pengelolaan perseroan Belanda, namun
terdapat beberapa perbedaan yang signifikan menyangkut struktur tersebut,
perbedaannya adalah antara lain berkenaan fungsi dan kewenangan
RUPS. Keberadaan dewan komisaris dalam perseroan juga memiliki
perbedaan yang signifikan.Dalam sistem hukum perseroan Belanda, RUPS
bukan merupakan forum untuk mengangkat dan mengusulkan penggantian
anggota direksi atau dewan komisaris, tetapi lebih banyak untuk
menentukan pembagian deviden dan pembagian laba. Apabila pemegang
saham tidak puas dengan kebijakan perseroan yang dilakukan oleh dewan
komisaris, maka mereka dapat melakukan gugatan atau memilih jalan
keluar terakhir dengan menjual saham perusahaan yang
dimilikinya.Selanjutnya, RUPS di Belanda, komisaris ataupun direksi
memiliki kedudukan yang sejajar. Di Indonesia, RUPS merupakan badan
tertinggi di dalam suatu perseroan. RUPS memiliki wewenang untuk
menyetujui atau menolak antara lain konsolidasi, merger, akuisisi,
kepailitan, dan pembubaran perseroan, serta pengangkatan dan
pemberhentian komisaris dan direksi. Sebagian besar kewenangan RUPS
didelegasikan kepada organ perseroan yang lain. Dalam perusahaan yang
92
besar, RUPS hanya mempunyai hak untuk menyetujui laporan keuangan
tahunan yang telah disetujui oleh dewan komisaris78.
RUPS berhak mengubah anggaran dasar, menetukan susunan
modal, menentukan hak dan kewajiban perseroan, mempunyai hak untuk
meminta penjelasan pengurus dan dewan komisaris.Para pihak yang
memanggil RUPS ditentukan dalam akta pendirian.Pada umumnya direksi
dan komisaris berhak memanggil RUPS.Setipa pemegang saham berhak
menghadiri RUPS, dan mengeluarklan suaranya.
Dalam KUHPerdata Belanda ditentukan bahwa jumlah suara adalah
sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.Sistem ini dikenal dengan
istilah “one share one vote”. Bila dalam RUPS tidak dapat dicapai
kesepakatan, maka yang memutus adalah suara terbanyak atau menurut
cara yang telah ditentukan dalam akta pendirian. Untuk perseroan yang
tidak termasuk perseroan besar, RUPS memiliki kekuasaan yang penting,
seperti memilih, menangguhkan dan memberhentikan direksi dan
komisaris, serta menyetujui laporan keuangan tahunan perseroan.Hak
untuk menyetujui laporan ini, terkait dengan kemungkinan diubahnya
laporan tersebut.Jika perseroan kecil tersebut dalam anggaran dasarnya
menyatakan bahwa perseroan tersebut memiliki dewan komisaris
(walaupun tidak diwajibkan oleh undang-undang), maka RUPS tidak
memberikan kewenangannya kepada dewan komisaris. Dalam perseroan
besar, dereksi wajib dipilih, ditangguhkan dan diberhentikan oleh dewan
78
H.C.S. Warendrof dan R.L. Thomas, Companies and Other Legal Persons under Netherland and Netherlands Antilles Law and Taxation Publisher, Deventer, Boston, 1994, hal. 16.
93
direksi, ditangguhkan berarti direksi tetap berada di kantor, tetapi dia tidak
memiliki kekuasaan apapun untuk menjalankan perusahaan. Dewan
komisaris memiliki hak untuk menangguhkan direksi kecuali jika telah diatur
sebelumnya dalam anggaran dasar.Dewan komisaris merupakan organ
perseroan yang bertugas untuk mengawasi kebijakan yang dibuat oleh
direksi dan juga mengawasi urusan perseroan secara umum.Komisaris juga
membantu direksi dengan memberikan saran atau nasehat pada direksi
dalam mengelola perseroan.Fungsi pengawasan komisaris termasuk juga
di dalamnya kewenangan dan tugas untuk melakukan intervensi dalam
pengelolaan perusahaan ketika dipandang perlu dan mengambil tindakan-
tindakan perbaikan yang dibutuhkan demi kepentingan perseroan semata
sesuai dengan aturan yang ada dalam anggaran dasar dan undang-
undang, serta mengawasi pembukuan perseroan dan memiliki akses yang
tidak terbatas dalam perseroan.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.Atau
dengan formulasi kalimat yang lain, didefinisikan PT adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian79.
79
Pasal 1 Angka 1 UUPT.
94
2. Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)
Tata kelola perusahaan yang baik merupakan esensi yang
mendasar.melalui pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip dasar
pengelolaan perusahaan yang baik diharapkan dapat tercapai, baik oleh
pemerintah selaku pembuat kebijakan maupun oleh para pelaku usaha
sebagai pihak yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Tata kelola perusahaan yang baik yang dimaksud tersebut di atas
mengacu pada suatu prosedur yang dibuat dalam perusahaan yang
memberikan kewenangan pada Direksi untuk memberitahukan tentang
fakta-fakta material keadaan investor dan stakeholders lain dan membuat
keputusan yang efisien dan akurat dalam perusahaan. Dengan kata lain,
pengelolaan perusahaan yang baik disini menggambarkan tentang
serangkaian aturan hukum yang mengatur tentang kewenangan dan
kewajiban direksi, officer, dan pemegang saham. Prinsip-prinsip dalam
pengelolaan perusahaan (corporate governance) yang perlu diperhatikan
untuk terselenggaranya praktik tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) adanya keadilan (fairness) transparansi
(transparency), akuntabilitas (accountability), reponsibilitas (responsibility).
Prinsip dasar tersebut sifatnya tidak mengikat dan memberikan pedoman
kepada negara-negara untuk memperbaiki pengelolaan perusahaan di
negara mereka.Prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
95
1. Keadilan (Fairness)
Kerangka pengelolaan perusahaan harus melindungi hak-hak
pemegang saham, secara umum, dalam prinsip mengakui adanya hak
kepemilikan dari pemegang saham.Para pemegang saham tersebut
memiliki hak untuk mengikutsertakan kepentingan mereka dalam
perusahaan tersebut. Dan juga mengakui hak pemegang saham untuk ikut
serta dalam pengambilan keputusan penting yang dibuat perusahaan,
seperti pemilihan direksi dan persetujuan atas proses merger ataupun
akuisisi.
Pengelolaan perusahaan pemegang saham dalam perusahaan juga
berkaitan dengan hak untuk turut serta dalam prosedur voting dalam
pemilihan direksi, penggunaan perwakilan dalam proses voting, dan
kemampuan pemegang saham untuk memberikan gagasan-gagasan dalam
rapat pemegang saham dan untuk mengadakan RUPS luar biasa.
Kerangka pengelolaan perusahaan lainnya, yaitu harus dapat
memastikan perlakuan yang setara bagi para pemegang saham, termasuk
pemegang saham minoritas dan asing. Semua pemegang saham memiliki
kesempatan untuk memperoleh ganti rugi atas pelanggaran hak-hak
mereka.Prinsip pengelolaan perusahaan ini, mengandung makna bahwa
hukum harus melindungi hak pemegang saham minoritas dari penggunaan
aset yang tidak sesuai dan transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham
mayoritas.
96
2. Transparansi atau Keterbukaan (Transparency)
Prinsip keterbukaan merupakan prinsip yang penting untuk
mencegah terjadinya tindakan penipuan (fraud). Dengan pemberian
informasi berdasarkan prinsip keterbukaan ini, maka dapat diantisipasi
terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor, atau stakeholder tidak
memperoleh informasi atau fakta material yang ada. Prinsip transparansi
atau keterbukaan merupakan salah satu unsur pokok dalam penerapannya
dalam suatu perusahaan, dan penerapan prinsip tersebut dalam suatu
perusahaan sudah merupakan kebutuhan mutlak dalam suatu praktik
korporasi yang modern. Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban
bagi perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum,
tetapi juga merupakan hak investor. Hanya dengan keterbukaan
perlindungan terhadap investor dapat dilakukan. Keterbukaan merupakan
kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik.
Dengan adanya keterbukaan, maka investor dapat mengambil keputusan
untuk melakukan investasi atas efek perusahaan, baik untuk membeli,
menjual, atau menahan efek tersebut. Oleh karena itu, sebelum emiten
melakukan penawaran umum. Maka emiten harus melakukan keterbukaan
kepada publik menyangkut segala sesuatu mengenai dirinya.
Standar yang dipakai dalam keterbukaan informasi dalam perseroan
terbatas adalah bagaimana menerjemahkan dan mengakselerasi mitos
informed laymen ke dalam prinsip keterbukaan dalam perseroan. Doktrin
informed laymen yang berasal dari dunia pasar modal mengajarkan bahwa
97
standar utama tentang keterbukaan informasi adalah informasi yang
tersedia harus jelas dan dapat dibaca serta dimengeti oleh orang biasa
(laymen). Prinsip ini bahwa pemegang saham mempunyai untuk
mendapatkan informasi yang benar, akurat dan tepat pada waktunya
mengenai perusahaan, mengenai kerja suatu perusahaan, hasil keuangan
dan opersionalnya, dan informasi mengenai tujuan perusahaan, pemegang
saham juga dapat ikut berperan serta dalam pengambil keputusan
mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan
turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan80.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas menyatakan bahwa kerangka pengelolaan
perusahaan harus memastikan pedoman strategis suatu perusahaan,
pengawasan seefektif atas pengelolaan dewan pertanggungjawaban
kepada perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini berimplikasi pada
kewajiban hukum para direksi, yakni diisyaratkan untuk menjalin hubungan
yang berbasiskan kepercayaan dengan pemegang saham dan perusahaan.
Direksi tidak boleh memiliki kepntingan pribadi dalam mengambil keputusan
dan bertindak secara aktif, baik dan berdasarkan pada informasi yang
diperoleh secara menyeluruh. Prinsip akuntabilitas juga terdiri dari aspek
yang menegaskan bahwa ada jaminan dihormatinyasegala hak para
stakeholder, adanya kesempatan para stakeholder untuk mendapatkan
ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka, dibukanya
80
Bismar Nasution, Prinsip keterbukaan dalam Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 6, 2003, hal. 6.
98
pengembangan mekanisme pengembangan prestasi bagi pihak stakeholder
yang berkepentingan, dan adanya akses bagi semua pihak untuk informasi
yang relevan.
Prinsip akuntabilitas diwujudkan antara lain dengan menyiapkan
laporan keuangan (financial statement) dengan akurat, tepat pada
waktuntya, dan dengan cara yang tepat pula, mengembangkan komite audit
dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit
sebagai mitra bisnis strategis berdasarkan best price (dan bukan hanya
sekedar audit), menangani segala bentuk perselisihan, penegakan hukum
dalam perusahaan (melalui sistem penghargaan dan sanksi), penggunaan
eksternal auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesionalisme).
Dalam prinsip akuntabilitas, terkandung kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatan perusahaan di bidang
administrasi keuangan bukan hanya kepada pemegang saham saja, tetapi
kepada semua pihak yang berkepentingan.Akuntabilitas juga menyangkut
perlindungan dan jaminan kepada setiap pemegang saham, agar dapat
menyampaikan hak suaranya untuk berpartisipasi dalam RUPS Tahunan
maupun RUPS lainnya.
Berkaitan dengan hal itu, maka kehadiran anggota direksi dan
anggota komisaris independen diperlukan agar dapat menghasilkan
pengelolaan perusahaan yang lebih obyektif dan bertanggung jawab.
Melalui prinsip akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan yang baik, maka
99
pemisahan antara pemilik atau pemegang saham dan pengurus dalam
rangka pengelolaan perusahaan menjadi jelas dan tegas81.
4. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip ini menyangkut hal-hal yang terkait dengan pemenuhan
kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian dari masyarakat. Perusahaan
dalam memenuhi pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan
stakeholders harus sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam prinsip responsibilitas, seorang direksi perusahaan tidak
hanya bertugas semata-mata untuk menjalankan bisnis perusahaan sehari-
hari, membuat laporan keuangan, mengikuti seluruh aturan hukum yang
berlaku, tetapi juga mengharapkan direksi dapat memenuhi kehendak
masyarakat di lingkungannya, dan memenuhi kepentingan seluruh
stakeholder.
Banyak negara, perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya
diwajibkan untuk menyediakan jasa kesehatan dan pensiun, mendorong
keberagaman ras dan gender dalam penggunaan tenaga kerja dan praktik
promosi jabatan, memberi dukungan finansial untuk pendidikan untuk
memformulasi serta mengadopsi teknologi yang ramah terhadap
lingkungan. Harus dipahami bahwa prinsip responsibilitas merupakan istilah
yang berbeda dengan prinsip akuntabilitas.Prinsip responsibilitas lebih
dikaitkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
81
Loc.cit, hal. 82-84.
100
responsibility) dimana perusahaan sebagai suatu institusi sosial yang
berada di tengah-tengah masyarakat.
Dalam prinsip responsibilitas yang ditekankan adalah perusahaan
harus berpegang kepada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan
dengan bertanggung Jawab kepada seluruh stakeholder dan juga kepada
masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
para stakeholder maupun masyarakat.Selain itu, perusahaan dalam
memenuhi pertanggungjawabannya kepada para pemegang saham dan
stakeholder harus sesuai hukum dan perundang-undangan yang berrlaku.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan harus menyediakan
jasa kesehatan, pendidikan, tunjangan kesejahteraan, dan pensiun bagi
para karyawan.Peusahaan juga dituntut untuk tidak hanya tunduk kepada
UUPT saja, tetapi juga tunduk pada undang-undang yang lain, seperti
undang-undang ketenagakerjaan, undang-undang lingkungan hidup, dan
undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat82.
3. Penegakan Hukum
Inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap
dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-
82
Op.cit, hal. 84.
101
nilai tersebut masih perlu diserasikan, perlu penyerasian antara nilai
ketrtiban dengan nilai ketentraman83.
Masih Soejono Soekanto mengemukakan bahwa :
Oleh sebab itu, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan,
sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan. Dalam
kehidupan manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam
wujud yang serasi. Pasangan nilai-nilaiyang telah diserasikan, memerlukan
penjabaran secara lebih konkrit, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat
abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk kaidah-
kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisikan
suruhan, larangan, atau kebolehan. Kaidah-kaidah tersebut kemudian
menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang
dianggap pantas, atau yang seharusnya.Perilaku atau sikap tindak tersebut
bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan
yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai
unsur penilaian pribadi (LaFavre dalam Soekanto 2002 :4), dengan
mengutip pendapat Roscoe Pound, LaFavre dalam Soekanto 2002 : 4)
menyatakan bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan
moral84.
83
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 3.
84 Ibid, hal. 3.
102
Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-
faktor yang mungkin mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut mempunyai
arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi
faktor-faktor tersebut, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini undang-undang.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Lima faktor ini saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur
efektivitas penegakan hukum. Sehubungan dengan halpenegakan hukum
tersebut di atas yang tidak terlepas dari penerapan hukum itu sendiri85.
Hukum yang hidup adalah hukum yang masih hidup dalam sistem
hukum dan membagi sistem hukum ke dalam 3 (tiga) unsur/komponen :
1. Struktur hukum, pertama-tama siatem hukum mempunyai struktur.
Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah
dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak
secepat bagian tertentu lainnya.Inilah struktur sistem hukum, kerangka
85
Ibid, hal. 5.
103
atau kerangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang semacam
bentuk dan batasan terhadap keseluruhan.
2. Substansi Hukum, substansi adalah aturan, norma, dan pola prilaku
nyata manusia yang berada dalam sistem itu.
3. Budaya Hukum, budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Dengan kata lain, bagian dari budaya umum itulah yang menyangkut
sistem hukum86.
F. Kerangka Pikir
UUD NRI Tahun 1945 Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.Ayat (4)
Perekonomian nasional diselengagarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ini diatur
dalam undang-undang Implementasi Pasal 33 ayat (1), (4), dan (5) UUD 45
tersebut antara lain dengan diberlakukannya UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
Hakikat perlindungan hukum pada suatu PT dalam implementasinya
adalah merupakan pengejawantahan UUPT. Dalam filosofinya
mengembangkan dan menghidupkan sektor perekonomian nasional, yang
86 Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika Sebuah Pengantar (Terjemahan Wisnu
Basuki), PT Tatanusa, Jakarta, 200, hal. 6.
104
tidak terlepas dari pada tata kelola perusahaan yang baik dan benar, dan
fokus pada efektivitas jalannya pengelolaan perusahaan secara
berkeadilan, transparan dan akuntabilitas, serta memiliki tanggung jawab
sosial terhadap lingkungan sekitar (responsibilitas) yang berlandaskan atas
dukungan teori-teori yang relevan.
Alat-alat perlengkapan suatu PT yang lazim dikenal dengan sebutan
organ-organ perseroan yang terdiri atas RUPS, Direksi, dan Komisaris, dan
para pemegang saham (shareholder atau stockholder), menjalankan
perusahaan dengan bekerja mengikuti sistematika yang tertuang sesuai
Anggaran Dasar (AD) perseroan yang seharusnya sejalan dengan apa
yang telah diamanatkan oleh UUPT No. 40 Tahun 2007.
Tujuan atau visi yang ingin dicapai pada PT adalah selain dari misi
mengembangkan usaha untuk menjadi perusahaan yang lebih maju,perlu
memperhatikan dan menjalankan hal-hal yang telah digariskan oleh UUPT
dengan memberikanhak-hak atas perlindungan kepada pemegang saham,
khususnya pemegang saham minoritas yang terkadang di dalam
kedudukannya terabaikan.
Hal yang sangat mempengaruhi kelangsungan jalannya PT
keharmonisan hubungan dan kebijakan-kebijakan dalam mengambil
keputusan yang merupakan kunci di dalam menjalankan perseroan atas
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dalam terwujudnya perlindungan hukum sesuai harapan.
105
Untuk lebih jelasnya kerangka pikir tersebut di atas, dapat diihat
pada skema (bagan) berikut :
106
G. Skema (Bagan) Kerangka Pikir
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Perseroan Terbatas
UUD 1945 UUPT No.40/2007
Anggaran Dasar (AD) Prinsip-Prinsip (Good Corporate
Governance (GCG)
1.Teori keseimbangan
2.Teori Agensi
3.Teori Pengawasan
Hak-Hak Pemegang
Saham Minoritas
Kewajiban Perusahaan
Faktor-Faktor
Berpengaruh
-Hak atas Jalannya - Perseroan
-Hak atas Akses - Informasi Perseroan
-Hak atas Perlakuan - Wajar
-Prinsip Keadilan (Fairness) -Prinsip Transparansi (Transparency)
-Prinsip Akuntabilitas (Accountability)
-Faktor Kebijakan -Faktor Pengawasan
Terwujudnya Perlindungan Hukum Bagi Pemegang SahamMinoritas
107
H. Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini, antara
lain :
1. Hak-hak pemegang saham minoritas adalah hak-hak yang diberikan
oleh undang-undang dan mempertahankan haknya atas saham yang
dimilikinya.
2. Hak atas jalannya perseroan adalah hak untuk dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan perseroan.
3. Hak atas akses informasi perseroan adalah hak memperoleh segala
keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi
dan komisaris.
4. Hak atas perlakuan wajar adalah hak mendapatkan perlakuan wajar
dalam jalannya perseroan.
5. Kewajiban perusahaan merupakan kewajiban dalam menerapkan
prinsip –prinsip tata kelola perusahaan yang baik sejalan dengan hak-
hak pemegang saham minoritas.
6. Keadilan (Fairness) adalah hak memperoleh perlindungan dalam
bekerjanya fungsi hukum.
7. Transparansi (Transparency) adalah prinsip keterbukaan perseroan
dalam memberikan informasi yang benar, akurat dan tepat pada
waktunya mengenai perusahaan.
8. Akuntabilitas (Accountability) adalah prinsip yang dikandung dalam
perseroan sebagai kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala
108
tindak tanduk dan kegiatan perusahaan di bidang administrasi
keuangan.
9. Faktor berpengaruh adalah faktor yang berimplikasi terhadap hak-hak
pemegang saham minoritas dalam hal perlindungan hukum.
10. Kebijakan adalah tindakan atas keputusan yang diambil perseroan.
11. Pengawasan adalah tugas dan wewenang melakukan kontrol kinerja
perusahaan yang diemban perseroan dalam mewujudkan perlindungan
hukum terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.