perkembangan permukiman pinggiran kota di …lib.unnes.ac.id/27417/1/3211411039.pdf · luas lahan...

53
PERKEMBANGAN PERMUKIMAN PINGGIRAN KOTA DI KELURAHAN PESANTREN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN 2010-2015 SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografi Oleh: Ester Gita Kartika NIM 3211411039 JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

Upload: dotu

Post on 04-Jul-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERKEMBANGAN PERMUKIMAN PINGGIRAN KOTA

DI KELURAHAN PESANTREN KECAMATAN MIJEN

KOTA SEMARANG TAHUN 2010-2015

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografi

Oleh:

Ester Gita Kartika

NIM 3211411039

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

ii

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu

Sosial, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 24 Juni 2016

iv

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Sukses adalah terus melangkah disetiap kegagalan tanpa kehilangan semangat

(Winston Churchill)

“I'm a success today because I had a friend who believed in me and I didn't have the

heart to let him down.” (Abraham Lincoln)

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Bapak Amos Musadi dan Ibu Hani Falyanti

tercinta, yang selalu mendukung, memberi

semangat dan doa tanpa henti demi

keberhasilanku.

2. Mba Rian, Mba Tiwik, Natalia Pitricia dan

Hayuning Santa Asisi yang selalu memberikan

semangat dan doa demi keberhasilanku.

3. Seseorang yang ada dihatiku dan memberi

semangat, serta rekan-rekan Geografi angkatan

2011 terima kasih untuk semua yang sangat

indah.

4. Almamaterku Universitas Negeri Semarang.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Disusun sebagai salah

satu syarat dalam menempuh studi Strata satu (S1) untuk memperoleh gelar Sarjana

Geografi di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari sepenuhnya betapa besar bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fatur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang atas

kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa

UNNES.

2. Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

UNNES, terimakasih atas ijin penelitian yang bapak berikan.

3. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., Ketua Jurusan Geografi FIS UNNES

yang telah menyetujui skripsi ini.

4. Drs. Sriyono, M.Si., dan Drs. Hariyanto, M.Si., dosen pembimbing yang telah

sabar membimbing, memberi motivasi dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

5. Camat dan seluruh keluarga besar Kelurahan Pesantren Kecamatan Mijen

Kota Semarang yang telah membantu dalam penelitian ini.

6. Seluruh penduduk Kelurahan Pesantren yang telah membantu dalam

penelitian.

vii

viii

SARI

Kartika, Ester Gita.2016. “Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota di

Kelurahan Pesantren Kecamatan Mijen Kota Semarang Tahun 2010-2015”.

Skripsi.Geografi Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Sriyono, M.Si.

Pembimbing II Drs. Hariyanto, M.Si.

Kata Kunci: Perkembangan Permukiman, Pinggiran Kota, Pola Penggunaan Lahan.

Perkembangan permukiman terjadi karena adanya kebutuhan manusia untuk

menempati suatu ruang sebagai tempat tinggal sementara lahan yang disediakan

sedikit. Kelurahan Pesantren yang memiliki luas 805,25 hektar digunakan untuk

lahan permukiman pada tahun 2010 yaitu 14,91 hektar menjadi 64,33 hektar pada

tahun 2015. Selama jangka waktu 5 tahun di Kelurahan Pesantren nampak sekali

terjadi perubahan alih fungsi lahan. Area hutan karet, sawah tadah hujan, tanah

kosong kini berubah menjadi daerah yang diperuntukkan umtuk penyediaan

permukiman. Rumah-rumah tinggal penduduk lengkap beserta fasilitasnya yang

menunjang sebagai satu kesatuan yang utuh antara manusia dengan lingkungannya.

Tujuan khusus dari penelitian ini: (1) Mengetahui perubahan luas penggunaan

lahan permukiman penduduk di Kelurahan Pesantren tahun 2010-2015 (2)

Mengetahui pertumbuhan pola permukiman dan pada koridor jalan raya Semarang-

Boja di Kelurahan Pesantren (3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

tipologi perkembangan kelompok permukiman pada koridor jalan raya Semarang-

Boja

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pesantren, Kecamatan Mijen, Kota

Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara non propability

sampling (sampling sistematis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan

luas lahan permukiman dari 14,91 hektar pada tahun 2010 bertambah menjadi 64,33

hektar pada tahun 2015 atau naik sekitar 331,45% / 5 tahun. Pola persebaran

permukiman penduduk di Kelurahan Pesantren menggunakan perhitungan analisis

tetangga terdekat, sehingga diperoleh hasil nilai T = 0,21 pada tahun 2010 dan T =

0,091 pada tahun 2015 disimpulkan bahwa termasuk dalam klasifikasi pola

persebaran mengelompok. Kelurahan Pesantren merupakan kelurahan dengan

persebaran pola permukiman penduduk mengelompok mengikuti alur jalan raya

Semarang-Boja, sedangkan permukiman yang dekat dengan Kantor Kelurahan

Pesantren juga termasuk ke dalam pola permukiman penduduk mengelompok

mengikuti alur jalan perkebunan.

Simpulan yang didapatkan adalah Kelurahan Pesantren mengalami perubahan

permukiman sekitar 331,45 % / 5 tahun dan pola persebaran permukiman termasuk

mengelompok. Saran agar pemerintah daerah memperhatikan penyediaan data supaya

memudahkan peneliti memperoleh informasi, Pengembang maupun penduduk

individu diharapkan membangun rumah sesuai RTRW BWK IX yang berlaku.

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................................. iii

PERNYATAAN .......................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v

PRAKATA .................................................................................................................. vi

SARI .......................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

DARTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7

E. Penegasan Istilah ............................................................................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ............................................................................................... 11

1. Perkembangan Pinggiran Kota ................................................................. 11

2. Perubahan Penggunaan Lahan ................................................................. 17

3. Pola Permukiman Pinggiran Kota ............................................................ 19

4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang

Tahun 2011-2031 ..................................................................................... 21

B. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 25

x

C. Kerangka Berfikir........................................................................................... 32

D. Tahap Penulisan Alur Penelitian .................................................................... 33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Dasar Penelitian ............................................................................................. 34

B. Variabel Penelitian ........................................................................................ 35

C. Sumber Data ................................................................................................... 36

D. Populasi ......................................................................................................... 37

E. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................................... 37

F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 39

1. Dokumentasi ............................................................................................ 39

2. Observasi Lapangan ................................................................................. 40

3. Wawancara ............................................................................................... 40

G. Teknik Analisis Data. ..................................................................................... 41

1. Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2010-2015. .................................... 41

2. Pola Permukiman Penduduk. ................................................................... 43

3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang

Tahun 2011-2031. .................................................................................... 42

H. Prosedur Penelitian......................................................................................... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 48

1. Letak dan Batas ........................................................................................ 48

2. Hidrologi .................................................................................................. 53

3. Kepadatan Permukiman ........................................................................... 53

a. Tingkat Kepadatan Bruto ................................................................... 54

1) Jumlah Penduduk ......................................................................... 54

2) Distribusi Penduduk ..................................................................... 55

3) Kepadatan Penduduk .................................................................... 56

4) Pertumbuhan Penduduk ............................................................... 57

xi

5) Luas .............................................................................................. 58

b. Kondisi Sosial Ekonomi ..................................................................... 58

1) Sosial Ekonomi Penduduk ........................................................... 58

a) Jumlah Pendapatan Rumah Tangga ....................................... 59

b) Jumlah Anggota Keluarga ...................................................... 60

c) Jumlah Kepala Keluarga ........................................................ 62

d) Tingkat Pendidikan ................................................................ 62

e) Mata Pencaharian ................................................................... 64

f) Lama Tinggal di Permukiman ................................................ 66

4. Komposisi Penduduk ............................................................................... 67

a. Menurut Umur .................................................................................... 67

b. Menurut Mata Pencaharian ................................................................ 70

c. Menurut Tingkat Pendidikan.............................................................. 72

B. Pembahasan .................................................................................................... 73

1. Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman ............................................ 73

a. Penggunaan Lahan Tahun 2010 ......................................................... 74

b. Penggunaan Lahan Tahun 2015 ......................................................... 77

c. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2010-2015 .............................. 79

2. Pola Persebaran Permukiman Penduduk .................................................. 83

a. Citra Quickbird Tahun 2010 .............................................................. 84

b. Citra Quickbird Tahun 2015 .............................................................. 84

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Permukiman.................................................................... 85

a. Faktor Fisik Alamiah ...................................................................... 85

1) Lokasi dan jarak ........................................................................ 85

2) Sumber air bersih ...................................................................... 86

b. Faktor Sosial Budaya ...................................................................... 87

1) Letak rumah tinggal ................................................................... 87

2) Ketersediaan Fasilitas ................................................................ 88

xii

a) Ketersediaan Fasilitas Penduduk Lama

Tahun 2016 .......................................................................... 88

b) Ketersediaan Fasilitas Penduduk Baru

Tahun 2016 .......................................................................... 89

3) Mendekati Tempat Bekerja ....................................................... 90

a) Mendekati Tempat Bekerja Penduduk Lama

Tahun 2016 .......................................................................... 91

b) Mendekati Tempat Bekerja Penduduk Baru

Tahun 2016 ......................................................................... 93

c. Masih tersedianya Lahan yang Luas .............................................. 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 96

B. Saran ............................................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 98

LAMPIRAN .......................................................................................................... 100

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian .....................................................32

2.2 Alur Penelitian ......................................................................................33

3.1 Pengambilan Sampel Penelitian ............................................................39

4.1 Peta Administrasi Kecamatan Mijen Tahun 2015 ................................51

4.2 Peta Administrasi Kelurahan PesantrenTahun 2015 .............................52

4.3 Peta Penggunaan Lahan Kelurahan Pesantren Tahun 2010 ..................76

4.4 Peta Penggunaan Lahan Kelurahan Pesantren Tahun 2015 ..................78

4.5 Hutan Karet Kelurahan Pesantren .........................................................81

4.6 Permukiman Cluster Graha Taman Pelangi dan Beranda Bali. ............82

4.7 Permukiman Penduduk RW 1 dan RW 2 ..............................................82

xiv

DAFTAR TABEL

Gambar Halaman

2.1 Penelitian Terkait ..................................................................................24

3.1 Jenis Data Sekunder ..............................................................................37

3.2 Penggunaan Lahan Kecamatan Mijen ...................................................42

3.3 Pembagian Wilayah Pengembangan Kota Semarang ...........................43

4.1 Penggunaan Lahan Kecamatan Mijen 2010 ..........................................49

4.2 Sebaran Lahan Permukiman di Kelurahan Pesantren

Tahun 2010-2015 dirinci per RW .........................................................53

4.3 Distribusi Penduduk ..............................................................................56

4.4 Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kelurahan Pesantren

Tahun 2010 ...........................................................................................57

4.5 Jumlah Pendapatan Penduduk Lama Tahun 2016 ................................59

4.6 Jumlah Pendapatan Penduduk Baru Tahun 2016 ..................................60

4.7 Jumlah Anggota Keluarga Penduduk Lama Tahun 2016 .....................61

4.8 Jumlah Anggota Keluarga Penduduk Baru Tahun 2016 .......................62

4.9 Tingkat Pendidikan Penduduk Lama Tahun 2016 ................................63

4.10 Tingkat Pendidikan Penduduk Lama Tahun 2016 ................................63

4.11 Mata Pencaharian Penduduk Lama Tahun 2016 ...................................65

4.12 Mata Pencaharian Penduduk Baru Tahun 2016 ....................................65

4.13 Lama Tinggal Penduduk Lama Tahun 2016 .........................................66

4.14 Lama Tinggal Penduduk Baru Tahun 2016 ..........................................67

4.15 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2015 ...............68

4.16 Penduduk Kelurahan Pesantren menurut

Jenis Kelamin tahun 2015 .....................................................................69

4.17 Penduduk Kelurahan Pesantren menurut Usia tahun 2015 ...................70

4.18 Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2015 ..............................72

4.19 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2015 ...........................73

xv

4.20 Penggunaan Lahan di Kelurahan Pesantren Tahun 2010 ......................74

4.21 Penggunaan Lahan di Kelurahan Pesantren Tahun 2015 ......................77

4.22 Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2010-2015 ........................80

4.23 Sumber Air Bersih ................................................................................86

4.24 Letak Rumah Tinggal ............................................................................87

4.25 Ketersediaan Fasilitas Penduduk Lama Tahun 2016 ............................88

4.26 Ketersediaan Fasilitas Penduduk Baru Tahun 2016..............................89

4.27 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal

dengan Tempat Bekerja (Penduduk Lama) ...........................................91

4.28 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal

dengan Tempat Bekerja (Penduduk Baru) ............................................93

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pola Persebaran Permukiman Penduduk ........................................107

2. Instrumen Penelitian .......................................................................112

3. Tabel Hasil Wawancara .................................................................114

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permukiman yang menjadi cikal-bakal kota telah ada sejak ribuan

tahun lalu yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih kuat

kepada sejumlah besar penduduk dari berbagai kelompok masyarakat, dan

mereka yang memiliki hubungan keluarga untuk mengabadikan garis

keturunannya. Pada awal mulanya permukiman merupakan tempat sementara

untuk tinggal, yang ditempati selama lingkungan sekitar permukiman tersebut

dapat menyediakan kebutuhan akan air dan makanan. Kemajuan dalam

bidang pertanian dan peternakan memberikan kemungkinan tergesernya cara

hidup mengembara dan berpindah-pindah (nomadis) oleh kehidupan yang

lebih bersifat menetap dan akhirnya sistem masyarakat yang mapan

terbentuk. Pola kehidupan yang bersifat menetap tersebut meningkat baik

jumlah maupun besarannya sejalan dengan berkembangnya pertanian dengan

penanaman secara selektif, bahasa tertulis, spesialisasi tenaga kerja dan

kepemimpinan yang memberikan peluang akan meluasnya kegiatan

komersial, kerajinan dan fabrikasi. Branch, 1995 (Nia K. Pontoh dkk, 2009 :

39)

Kecamatan Mijen terdiri dari 14 kelurahan, diantaranya: Kelurahan

Cangkiran, Kelurahan Bubakan, Kelurahan Karangmalang, Kelurahan

Polaman, Kelurahan Tambangan, Kelurahan Jatisari, Kelurahan Mijen,

2

Kelurahan Jatibarang, Kelurahan Kedungpani, Kelurahan Pesantren,

Kelurahan Ngadirgo, Kelurahan Wonolopo, Kelurahan Wonoplumbon

(sumber: Statistik Kecamatan Mijen 2014). Kelurahan Pesantren memiliki

luas sebesar 805,245 Ha. Kelurahan Pesantren memiliki lahan berupa tanah

kosong seluas 98,499 , sesuai dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan No.

1200 dan Surat Ukur No. 00021/PESANTREN/2013 terdaftar atas nama PT.

Karyadeka Alam Lestari. Lokasi aset berada di Jalan Kebun Pesantren,

Kelurahan Pesantren, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Provinsi Jawa

Tengah, disisi barat Kota Semarang. PT. Karyadeka Alam Lestari berencana

akan mengembangkan lahan tersebut menjadi komplek perumahan untuk

mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal. Sekitar lokasi aset tersebut

sudah banyak berdiri komplek perumahan menengah dan mewah, seperti

perumahan Graha Taman Pelangi, Plaza Danau BSB, Graha Taman Bunga,

dan lain-lain (RTDR Kecamatan Mijen 2011-2031)

Kota merupakan permukiman yang berpenduduk relatif besar, luas

areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris, kepadatan penduduk relatif

tinggi, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal

dalam satu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional,

ekonomis, dan individualistis. Ditjen Cipta Karya, 1997 (Nia K. Pontoh dkk,

2009:12)

Perubahan penggunaan lahan non urban ke arah luar kota terutama

oleh kegiatan manusia untuk bermukim berlangsung secara bertahap seiring

dengan waktu dan berkembangnya kota, proses perubahan sebagai peristiwa

3

perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar tersebut terjadi karena adanya

penetrasi dari suatu kelompok penduduk area terbangun kota (built up area)

kearah luar. Bintarto (1983) bahwa, gejala adanya perembetan kota dapat

terlihat dari kenampakan fisik kota ke arah luar yang ditunjukan oleh

terbentuknya zone-zone meliputi daerah-daerah: pertama, area yang

melingkari sub urban dan merupakan daerah peralihan antara desa kota (sub

urban fringe), kedua area batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip

kota (urban fringe), dan ketiga adalah area terletak antara daerah kota dan

desa yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran (Rural-Urban-

Fringe).

Peristiwa perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar sebagai

bentuk pemekaran kota memiliki karakteristik dengan arah pemekaran yang

beranekaragam, ada yang kuat dan ada pula yang lemah, Bintarto (1989)

bahwa, daerah lemah pemekaran merupakan tempat-tempat dimana proses

pemekaran kota tidak dapat berkembang atau boleh dikatakan berhenti.

Daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang baik akan merupakan

daerah yang mempunyai daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota.

Biasanya daerah tersebut terletak pada daerah pinggiran kota yang

dipengaruhi oleh daya tarik luar kota, disebutkan oleh Bintarto (1989) bahwa,

daya tarik dari luar kota adalah pada daerah-daerah di mana kegiatan

ekonomi banyak menonjol, seperti akses menuju daerah wisata, daerah

industri, pelabuhan ekspor, pelabuhan udara, kota besar dan lain-lain,

sehingga harga tanah di sepanjang jalur jalan yang menghubungkanpusat kota

4

dengan daerah pinggiran kota tersebut akan lebih tinggi. Daerah-daerah

lemah masih dapat menarik beberapa penduduk kota yang berpenghasilan

kecil,sehingga pemekaran kota berjalan ke segala arah. Aspek semacam ini

akan mendorong kota-kota cepat menjadi kota besar atau kota metropolitan,

disana-sini juga dapat timbul kota-kota satelit.

Sehubungan dengan fenomena di atas dan berdasarkan hasil studi

yang pernah dilakukan menyatakan bahwa, di Kota Semarang telah terjadi

pemekaran kawasan perkotaan yang indikator pertumbuhannya meliputi laju

pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, struktur tenaga kerja dan

struktur ekonomi. Adapun kawasan yang semula direncanakan bukan

merupakan kawasan permukiman tetapi saat ini telah berkembang menjadi

kawasan permukiman meliputi: Kelurahan Jatisari dan Kelurahan Tambangan

di Kecamatan Mijen, dengan indikator meliputi: tingkat kepadatan penduduk,

berkembangnya perumahan baru, pelayanan transportasi, dan pariwisata.

Perkembangan kawasan yang mengalami perubahan penggunaan

lahan non urban ke penggunaan lahan urban di Kecamatan Mijen, Kota

Semarang dapat dilihat bahwa karakteristik perkembangan kota-kota di Kota

Semarang adalah cenderung ke arah luar dari pusat pertumbuhan kota

Semarang yaitu mengikuti jalur transportasi jalan, salah satunya adalah Jalan

Raya Semarang-Boja yang akan dijadikan sebagai lokasi studi, dan berada di

Kelurahan Pesantren. Adanya perkembangan pada kawasan koridor Jalan

Raya Semarang-Boja cenderung meningkatkan akses menuju kawasan pada

koridor Jalan Raya Semarang-Boja dari dan ke arah Kota Semarang yang

5

kemudian mendorong pertumbuhan permukiman di Kecamatan Mijen.

(Riptek, Vol.3, No.2, Tahun 2009, Hal.: 41 – 51)

Mijen merupakan wilayah cadangan pengembangan kota yang

berperan sebagai pusat pelayanan dengan skala regional. Termasuk dalam

kategori wilayah perbukitan yang akan diarahkan pengembangannya sesuai

dengan potensi-potensi sumber daya alamnya yaitu untuk pengembangan

pertanian, konservasi, dan permukiman. (RPJMD Kota Semarang tahun

2010-2015, Hal : 19). Berdasarkan perkembangan yang terjadi maka,

kebijakan pemerintah daerah Kota Semarang menetapkan daerah yang

mengalami perkembangan tersebut sebagai kawasan fungsional non pertanian

(sumber hasil analisis: Review RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031, dan

RDTR Kecamatan Mijen tahun 2011-2031)

Sehubungan adanya isu permasalahan berkembangnya permukiman

pinggiran kota, maka perlu ada kebijakan yang mengatur pengembangan

permukiman pada kawasan tersebut. Untuk itu penelitian mengenai

perkembangan permukiman pinggiran kota perlu dikaji lebih mendalam lagi.

Aktivitas bermukim adalah merupakan salah satu elemen dari kebutuhan

sosial ekonomi masyarakat dan berkaitan dengan penggunaan lahan. Dalam

pengelolaan serta pengalokasian penggunaan lahan, hubungannya dengan

penataan/perencanaan ruang untuk meningkatkan daya dukung ruang, yang

merupakan media bagi aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pada hakekatnya

memerlukan penanganan yang komprehensip dan terencana dengan baik. Hal

itu dilakukan dengan mempertimbangkan segala aspek yang mempengaruhi

6

penggunaan lahan, agar ruang kota tersebut mampu mewadahi segala

aktivitas yang dilakukan warga kota, dan mengurangi kesenjangan

pembangunan antar wilayah, maka penelitian ingin meneliti judul

“Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota Pada Jalan Raya di

Kelurahan Pesantren Kecamatan Mijen tahun 2010-2015”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah dapat ditarik

beberapa rumusan masalah di antaranya adalah:

1. Bagaimana perubahan penggunaan luas penggunaan lahan permukiman

penduduk di Kelurahan Pesantren tahun 2010-2015

2. Bagaimana pertumbuhan pola permukiman pada koridor jalan raya

Semarang-Boja di Kelurahan Pesantren tahun 2010-2015?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perkembangan permukiman

pada koridor jalan raya Semarang-Boja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui perubahan luas penggunaan lahan permukiman penduduk di

Kelurahan Pesantren tahun 2010-2015

2. Mengetahui pertumbuhan pola permukiman dan pada koridor jalan raya

Semarang-Boja di Kelurahan Pesantren

7

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kelompok

permukiman pada koridor jalan raya Semarang-Boja

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

beberapa manfaat, diantaranya adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran baik berupa konsep, pemikiran metode, teori, maupun sebagai

media pembelajaran dalam khasanah studi geografi pada umumnya

terutama studi Perencanaan Tata Ruang dan Wilayah.

2. Manfaat Praktis

Untuk penentu penyusunan kebijakan bagi pihak-pihak yang

berkompeten seperti pemerintah.

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk: (1)

membatasi ruang lingkup permasalahan yang diteliti sehingga jelas batas-

batasnya, (2) menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, (3)

memudahkan dalam menangkap isi dan makna serta sebagai pedoman dalam

pelaksanaan penelitian.

8

1. Perkembangan

Permukiman yang menjadi cikal-bakal kota telah ada sejak ribuan

tahun lalu yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih

kuat kepada sejumlah besar penduduk dari berbagai kelompok

masyarakat dan mereka yang memiliki hubungan keluarga untuk

mengabadikan garis keturunannya. Pada awal mulanya permukiman

merupakan tempat sementara untuk tinggal yang ditempati selama

lingkungan sekitar permukiman tersebut dapat menyediakan kebutuhan

akan air dan makanan. Kemajuan dalam bidang pertanian dan

peternakan memberikan kemungkinan tergesernya cara hidup

mengembara dan berpindah-pindah (nomadis) oleh kehidupan yang

lebih bersifat menetap dan akhirnya sistem masyarakat yang mapan

terbentuk. Pola kehidupan yang bersifat menetap tersebut meningkat

baik jumlah maupun besarannya sejalan dengan berkembangnya

pertanian dengan penanaman secara selektif, bahasa tertulis, spesialisasi

tenaga kerja dan kepemimpinan yang memberikan peluang akan

meluasnya kegiatan komersial, kerajinan dan fabrikasi (Branch, 1995)

2. Permukiman

Permukiman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

permukiman yang berada di Kelurahan Pesantren, Kecamatan Mijen.

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lingkungan baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

9

hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

penghidupan (Undang- Undang Republik Indonesia No. 4 Th. 1992

tentang Perumahan dan Permukiman No. 4, Tahun 1992:4).

Menurut Bintarto (1977) permukiman dapat digambarkan sebagai

suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup

bersama dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan-jalan, dan

sebagainya guna kepentingan mereka.

3. Pinggiran Kota

Daerah Pinggiran Kota (urban fringe) adalah suatu wilayah

peluberan kegiatan perkembangan kota telah menjadi perhatian banyak

ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan

sejak tahun 1930 an saat pertama kali istilah urban fringe dikemukakan

dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada

berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke

wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisikal misal

perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta

kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997).

Menurut Howard pada akhir abad ke 19, diantara daerah perkotaan,

daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran

kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif

maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal.

Manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan

adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini

10

mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial,

ekonomi, kultural, dan lain-lain (Daldjoeni, 1987).

4. Pola

Menurut Koestoer (1992) dikatakan bahwa, pola penyebaran

permukiman di wilayah desa kota pembentukannya berakar dari pola

campuran antara ciri perkotaan dan perdesaan. Dimana wilayah

permukiman masyarakat kota banyak berubah sejalan dengan

pembangunan rusun (rumah susun), yang banyak diperuntukan bagi

kelompok ekonomi pas-pasan dan kondominium, untuk kelompok

masyarakat berpendapatan menengah ke atas. Namun dipihak lain ada

bagian dari wilayah perumahan penduduk kota yang termasuk dalam

kelompok “kumis”, dengan karakteristik kawasan permukiman

penduduk pedesaan ditandai terutama oleh ketidakteraturan bentuk fisik

rumah. Pola permukiman cenderung berkelompok membentuk

perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air, biasanya

sungai. Sehingga perkembangan perumahan didaerah pinggiran kota

memiliki dua corak yaitu terdapat corak yang teratur dan corak yang

lain yang tidak teratur.

5. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia,

baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu

kelompok sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang secara

keseluruhan disebut lahan. (Malingreau, 1978:19)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

F. Landasan Teori

Kajian pustaka dalam penelitian ini bertujuan sebagai kerangka acuan

yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara teoritis maupun

empiris, dengan kata lain kajian pustaka ini dimaksudkan untuk

menghubungkan penelitian ini dengan literatur-literatur yang ada.

1. Perkembangan Pinggiran Kota

Kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 24/1992). Kawasan

Pekotaan adalah kawasan perdesaan (rural), yakni kawasan yang

mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya

alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan

ekonomi.

Mengacu pada pengertian Kawasan Perkotaan adalah merupakan

aglomerasi kota (otonom) dengan kota-kota fungsional di wilayah

sekitarnya memiliki sifat kekotaan, dapat melebihi batas wilayah

administrasi dari kota yang bersangkutan. Uraian tentang berbagai

pengertian yang berkaitan dengan kota, maka dapat dibedakan antara

12

pengertian kota fungsional dan kota sebagai daerah otonom. Pengertian

kota yang pertama lebih mengacu pada pengertian fungsional yang terkait

dengan pemenuhan ciri-ciri perkotaan secara fisik, sosial-demografis dan

ekonomi. Sehingga sering dipergunakan atau dipertukarkan dengan istilah

yang lebih luas pengertiannya, yakni kawasan perkotaan. Pengertian yang

kedua lebih terkait dengan salah satu bentuk daerah otonom yang ada

dalam sistem pemerintahan daerah di negara kota, yakni Daerah Kota.

Wilayah administratif pemerintahan kota dikelola oleh pemerintah

kota yang bersifat otonom dan kedudukannya sejajar dengan pemerintah

kabupaten. Pemerintah kota dikepalai oleh walikota, sedangkan

pemerintah kabupaten dikepalai oleh bupati. Tidak semua kota dalam arti

fisik merupakan suatu unit pemerintahan kota yang otonom. Misalnya,

kota-kota ibukota kabupaten atau kota kecamatan tidak mempunyai

struktur pemerintahan sendiri, tetapi merupakan bagian dari pemerintahan

kabupaten. Sehingga di sini ada kerancuan dalam penggunaan kata kota.

Berdasarkan pada berbagai macam unsur morfologi kota yang

dikemukakan di atas, terlihat bahwa secara umum unsur-unsur morfologi

kota berkisar antara karakteristik bangunan, pola jalan dan penggunaan

lahan.Unsur-unsur ini yang paling sering digunakan untuk mengenali

suatu daerah secara, morfologis, kota atau bukan. Secara garis besar ada

tiga macarn proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl) menurut Hadi

Sabari Yunus (1987: 35) yaitu:

13

a. Perembetan konsentris

Tipe pertama ini dikemukakan oleh Haevey Clark dengan jenis

perembetan ini berlangsung paling lambat karena perembetan berjalan

perlahan-lahan terbatas pada semua bagian luar kenampakan fisik

kota. Proses perembetan ini menghasilkan bentuk kota yang relatif

kompak dan peran transportasi tidak begitu besar.

b. Perembetan memanjang

Tipe ini dikenal dengan ribbon development linear yang

menunjukkan, ketidak merataan perembetan areal perkotaan di semua

bagian sisi luar dari kota utama. Perernbetan paling cepat terlihat di

sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat

menjari dari pusat kota.

c. Perembetan yang meloncat

Tipe ini dikenal sebagai leaf frog development dan dianggap

paling merugikan. Hal ini karena perembetan ini tidak efisien dalam

arti ekonorni, tidak mempunyai estetika dan tidak. menarik.

Perkembangan lahan terjadi berpencaran secara sporadis dan

menyulitkan pernerintah kota untuk membangun prasarana fasilitas

kebutuhan hidup penduduknya. Tipe ini sangat cepat menimbulkan

darnpak negatif terhadap kegiatan pertanian, memunculkan kegiatan

spekulasi lahan, dan menyulitkan upaya penataan ruang kota.

14

Aspek perkembangan permukiman menurut Silas (dalam Johan;

1990) adalah:

(1) Apek Fisik, meliputi:

a. letak geografis, yaitu aspek yang menentukan keberhasilan dan

perkembangan dari suatu kawasaan.

b. lingkungan alam dan binaan, yaitu aspek lingkungan alam dan

binaan yang akan sangat mempengaruhi kondisi permukiman serta

kehidupan penghuninya.

c. sarana dan prasarana lingkungan, yaitu penyediaan sarana dan

prasarana akan mendukung kegiatan dan kehidupan masyarakat

dalam permukiman tersebut

(2) Aspek non fisik, meliputi:

a. Aspek politik, yaitu termasuk kebijaksanaan yang mengatur

kawasan permukiman, keberadaan lembaga-lembaga desa dan

sebagainya.

b. aspek ekonomi, yaitu aspek yang meliputi kegiatan yang berkaitan

dengan mata pencaharian masyarakat.

c. aspek sosial, yaitu aspek yang meliputi kehidupan sosial

masyarakat, bertetangga dan sebagainya.

d. Aspek budaya, yaitu aspek yang berkaitan dengan kehidupan adat

istiadat, kehidupan beragama dan kebiasaan bekerja.

http://studyandlearningnow.blogspot.co.id/2013/06/tinjauan-

tentang permukiman.html

15

Aspek perkernbangan dan pengernbangan wilayah tidak dapat

lepas dari adanya ikatan-ikatan ruang perkembangan wilayah secara

geograris. Menurut Yunus (1981) proses perkembang,ini dalam arti luas

tercermin. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2 hal

yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva

menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu: (1) Adanya

perkembangan penduduk dan perekonomian, (2) Pengaruh sisterm

aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.

Variabel yang berpengaruh dalarn proses perkembangan kota

menurut Raharjo (dalam Widyaningsih, 2001), adalah: (1) Penduduk,

keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial penduduk, (2)

Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi, (3) Fungsi kawasan

perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu menimbulkan, (4)

Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama

timbulnya perkembangan dan pertumbuhan pusat kota, (5) Kelengkapan

sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas

penduduk ke segala arah, (6) Faktor kesesuaian lahan, (7) Faktor kemajuan

dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusat kota

mendapatkan perubahan yang lebih maju

Faktor yang berpengaruh terhadap pemukiman dalam melakukan

berbagai kegiatan dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi dan

budayanya. Sehingga dari kedua unsur tersebut yang akan mempengaruhi

16

menjadi faktor-faktor yang menjadi landasan perkembangan pemukiman

(Sumaatmadja, 1993:23) antara lain:

a. Faktor fisik alamiah

Faktor fisik akan mempengaruhi perkembangan pemukiman

karena keberadan rumah dan pemukiman tidak akan lepas dari kondisi

lahan yang ditempatinya, meliputi keadaan tanah, keadaan hidrografi,

iklim, morfologi, sumber daya alam. Faktor-faktor ini membentuk

pola perluasan pemukiman dan bentuk pemukimannya.

b. Faktor sosial

Karakter dan kondisi sosial penduduk dipengaruhi oleh

lingkungan di sekitarnya. Penduduk perkampungan memiliki rasa

kebersamaan cukup tinggi.

c. Faktor budaya

Pola hidup yang menjadi kebiasaan di kampung-kampung yang

masih terbawa dalam lingkungan kehidupan kota diantaranya dalam

menjaga kesehatan lingkungan dan kebersihan.

d. Faktor ekonomi

Kemampuan penduduk untuk memiliki tempat tinggal

dipengaruhi oleh harga lahan, kemampuan daya beli, lapangan

penghidupan dan transportasi.

e. Faktor politis

Kondisi politik suatu negara mempengaruhi pertumbuhan

pemukiman karena keadaan pemerintahan dan kenegaraan yang stabil

17

dilengkapi dengan peraturan serta kebijaksanaan pemerintahnya akan

menciptakan suasana yang aman dan situasi menguntungkan untuk

membangun.

2. Perubahan Penggunaan Lahan

Rumah dan permukiman merupakan suatu hal yang tidak akan

pernah berhenti sebagai sumber masalah dalam sejarah pembangunan

kehidupan manusia. Sejak jaman dahulu hingga masa kini masalah

permukiman selalu muncul bahkan cenderung semakin rumit dan

kompleks. Manusia dengan segala kebutuhannya memanfaatkan lahan

untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, sehingga lahan mempunyai

peranan yang sangat penting. Manusia dengan segala aktivitasnya

memanfaatkan lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

Arsyad (1989: 207). Salah satunya adalah kebutuhan lahan untuk

permukiman atau tempat tinggal. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk di suatu daerah kebutuhan lahan untuk penyediaan permukiman

penduduk akan bertambah dan akan berpengaruh terhadap penggunaan

lahan yang tersedia.

Penggunaan lahan merupakan akibat dari semua tindakan manusia

terhadap lahan. Campur tangan manusia harus diupayakan seefektif

mungkin untuk menjaga kelestariannya. Menurut Arsyad (1989: 207),

dinyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan setiap bentuk investasi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup manusia baik secara materiil maupun spirituil.

18

Penggunaan suatu lahan yang tidak terbatas oleh manusia inilah sehingga

memerlukan suatu alternatif pemecahan agar dapat mencukupi kebutuhan,

hal ini biasa dilakukan dengan kegiatan alih fungsi lahan. Alih fungsi

lahan yang kaitanya dengan kebutuhan manusia akan tempat tinggal atau

permukiman ini sebagai akibat dari semakin bertambah jumlah penduduk

sedangkan lahan yang tersedia bersifat terbatas. Alih fungsi ini misalnya

ditunjukan dengan adanya perubahan suatu areal tegalan menjadi areal

permukiman. Terjadinya hal tersebut yaitu perubahan penggunan lahan

merupakan konsekuensi lahan sehingga akan berkembang permukiman

baru di daerah- daerah pinggiran atau lahan yang masih kosong.

Faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan

penggunaan lahan antara lain pertumbuhan penduduk, perkembangan

kegiatan usaha dan sosial budaya masyarakat termasuk didalamnya

pembangunan. Sedangkan faktor utama yang mendorong perubahan

penggunaan lahan adalah jumlah penduduk yang semakin meningkat.

Tingginya angka kelahiran dan perpindahan penduduk memberikan

pengaruh yang besar terhadap perubahan penggunaan lahan. Perubahan

penggunaan lahan juga banyak terjadi di daerah yang memiliki jaringan

transportasi yang baik. Perkembangan permukiman di sepanjang jalan

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan permukiman yang

berlokasi jauh dari kemudahan jaringan transportasi.

Perubahan penggunaan lahan paling dominan saat ini terjadi di

daerah pinggiran dimana kebanyakan lahan dimanfaatkan untuk

19

permukiman. Hal ini dikarenakan pusat kota sudah tidak dapat lagi

menyediakan areal yang memadahi untuk sarana permukiman karena

terbatasnya lahan. Seiring dengan perkembangan kota perubahan

penggunaan lahan mengharuskan penggunaan lahan khususnya

permukiman diatur dan ditata sebaik mungkin agar tercapai permukiman

yang berwawasan lingkungan.

3. Pola Permukiman Pinggiran Kota

Permukiman menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1992 Tentang

Perumahan dan Permukiman adalah, bagian dari lingkungan hidup diluar

kawasan lindung, baik dalam lingkup perkotaan maupun pedesaan, dan

juga memiliki fungsi sebagai lingkungan tempat hunian serta tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Undang-

undang Nomor 4 tahun 1992, pasal 1 (satu) angka 4 (empat): disebutkan

bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan

dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tertentu, yang dilengkapi

sistem prasarana dan sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dan

dengan penataan ruang terencana dan teratur sehingga memungkinkan

pelayanan dan pengelolaan yang optimal, dengan demikian dapat dipahami

bahwa permukiman terdiri dari komponen: perumahan, jumlah penduduk,

tempat kerja, sarana dan prasarana.

Konsepsi permukiman dalam bentuk kawasan perkotaan dan

perdesaan Lebih lanjut dijelaskan dalam Undang-Undang No 24 Tahun

1992 Tentang Penataan Ruang. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang

20

mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Sedangkan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk

pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

sosial dan kegiatan ekonomi. Sehubungan dengan perkembangan

pinggiran kota, telah memperlihatkan pertumbuhan permukiman menurut

pola-pola tertentu, menurut Koestoer (199 :10-12) dikatakan bahwa, pola

penyebaran permukiman di wilayah desa kota pembentukannya berakar

dari pola campuran antara ciri perkotaan dan perdesaan. Wilayah

permukiman masyarakat kota banyak berubah sejalan dengan

pembangunan rusun (rumah susun), yang banyak diperuntukan bagi

kelompok ekonomi pas-pasan dan kondominium, untuk kelompok

masyarakat berpendapatan menengah ke atas. Namun dipihak lain ada

bagian dari wilayah perumahan penduduk kota yang termasuk dalam

kelompok “kumis”, dengan karakteristik kawasan permukiman penduduk

pedesaan ditandai terutama oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola

permukiman cenderung berkelompok membentuk perkampungan yang

letaknya tidak jauh dari sumber air, biasanya sungai. Sehingga

perkembangan perumahan didaerah pinggiran kota memiliki dua corak

yaitu terdapat corak yang teratur dan corak yang lain yang tidak teratur.

21

Menurut Bintarto, terdapat enam pola pemukiman penduduk desa,

yaitu: (1) Memanjang jalan. Daerah plain (datar) susunan desanya

mengikuti jalur-jalur jalan dan sungai, (2) Memanjang sungai, (3) Radial.

Pola desa ini berbentuk radial terhadap gunung dan memanjang sepanjang

sungai di lereng gunung, (4) Tersebar, pola desa di daerah karst gunung

adalah tersebar atau scattered, merupakan nukleus yang berdiri sendiri, (5)

Memanjang pantai. Daerah pantai susunan desa nelayan berbentuk

memanjang sepanjang pantai. Contoh ini terdapat di daerah

Rengasdengklok Jawa Barat dan di daerah Tegal, (6) Memanjang pantai

dan sejajar dengan kereta api.

4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2011-

2031

Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Semarang Tahun 2011-2031, telah ditetapkan kawasan

yang berfungsi lindung dan kawasan yang berfungsi sebagai budidaya.

Kawasan lindung, meliputi kawasan yang melindungi kawasan di

bawahnya, kawasan lindung setempat dan kawasan rawan bencana.

Kawasan yang melindungi kawasan dibawahnya adalah kawasan-kawasan

dengan kemiringan >40% yang tersebar di wilayah bagian selatan.

Kawasan lindung setempat adalah kawasan sempadan pantai, sempadan

sungai sampai waduk dan sempadan air. Kawasan lindung rawan bencana

merupakan kawasan yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan

22

gerakan tanah. Kegiatan budidaya dikembangkan dalam alokasi

pengembangan fungsi budidaya.

Prioritas pengembangan wilayah Kota Semarang terbagi dalam

empat wilayah pengembangan dan masing-masing dibagi dalam beberapa

bagian wilayah kota. Masing-masing bagian wilayah kota mempunyai

skala prioritas pengembangan. Prioritas pengembangan itu meliputi:

perdagangan, perkantoran, jasa, pendidikan, olahraga, transportasi,

industri, permukiman, pertanian, dan pengembangan Kota Baru di

Wilayah Kecamatan Mijen.

Masing-masing bagian wilayah kota mempunyai prioritas

peruntukan pengembangan. Kecamatan Mijen termasuk ke dalam Wilayah

Pengembangan IV dan termasuk ke dalam Bagian Wilayah Kota IX.

Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Pengembangan Kota Semarang

No Bagian Wilayah

Pengembangan

Bagian Wilayah Kota Prioritas

Peruntukan

1. Wilayah

Pengembangan

Kota I

1. Bagian Wilayah Kota

I: Kec. Semarang

Tengah, Kec.

Semarang Timur, Kec.

Semarang Selatan.

Perkantoran,

Perdagangan,

dan Jasa

2. Bagian Wilayah Kota

II: Kec. Gajah

Mungkur, Kec.

Candisari.

Pendidikan dan

Olah Raga

3. Bagian Wilayah Kota

III: Kec. Semarang

Barat dan Kec.

Semarang Utara

Transportasi

2. Wilayah

Pengembangan

Kota II

1. Bagian Wilayah Kota

IV: Wilayah Genuk

Sub urban,

wilayah industri,

transportasi

23

2. Bagian Wilayah Kota

X: Kec. Tugu dan Kec.

Ngaliyan

Sub urban,

wilayah industry,

dan perumahan

dengan

kepadatan

rendah

3. Wilayah

Pengembangan

Kota III

1. Bagian Wilayah Kota

V: Kec. Gayamsari

dan Kec. Pedurungan

Permukiman dan

Pendidikan

2. Bagian Wilayah Kota

VI: Kec. Tembalang

Pendidikan dan

Permukiman

3. Bagian Wilayah Kota

VIII: Kec.

Banyumanik

Militer dan

Permukiman

4. Wilayah

Pengembangan

Kota IV

1. Bagian Wilayah Kota

VIII: Kec. Gunung

Pati

Wilayah

cadangan:

Pengembangan

dan pendidikan

dan

pengembangan

sektor pertanian,

meliputi:

perkebunan,

peternakan,

kehutanan, dan

perikanan darat.

2. Bagian Wilayah Kota

IX: Kec. Mijen

Wilayah

cadangan

pengembangan:

Kawasan

pertumbuhan

baru sebagai

kota baru:

industri non

polutif dan

teknologi tinggi,

rekreasi, dan

olahraga:

Pengembangan

sektor pertanian

yang meliputi:

perkebunan,

peternakan,

kehutanan, dan

perikanan darat.

24

Kecamatan Mijen termasuk ke dalam Bagian Wilayah Kota IX

(BWK IX). Pemanfaatan ruang BWK IX direncanakan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. BWK IX Mijen merupakan wilayah cadangan pengembangan kota

yang berperan sebagai pusat pelayanan dengan skala regional.

b. BWK IX Mijen termasuk dalam kategori wilayah perbukitan yang

akan diarahkan pengembangannya sesuai dengan potensi-potensi

sumber daya alamnya yaitu untuk pengembangan pertanian dan

konservasi, dan permukiman.

c. Fungsi dari BWK IX yaitu pengembangan permukiman kepadatan

rendah, insutri yang bertumbu pada sumber daya alam, agrobisnis,

agrowisata, dan perlindungan lingkungan.

Adapun rencana pemanfaatan ruang wilayah BWK IX, yaitu:

a. Kawasan Permukiman: Kawasan permukiman pedesaan dialokasikan

di seluruh wilayah lingkungan pedesaan, sedangkan kawasan

permukiman perkotaan dialokasikan disekitar pusat BWK IX Mijen

dan di Kelurahan Pesantren, Jatibarang, dan Kedungpane.

b. Kawasan Perdagangan dan Jasa: berdasarkan kecenderungan yang ada

sekarang dan prediksi perkembangan ruang akibat pertumbuhan

aktivitas dan rencana sistem jaringan jalan, kegiatan perdagangan dan

jasa di BWK IX dialokasikan di Kelurahan Wonolopo, Pesantren dan

Jatibarang.

25

c. Kawasan Campuran Permukiman: perdagangan dan jasa diarahkan di

sepanjang jalan Mijen-Boja (di Kelurahan Cangkiran, Jatisari, Mijen,

dan Wonolopo) dan di sekitar Kelurahan Polaman.

d. Kawasan Pendidikan: dialokasikan di Kelurahan Jatibarang.

e. Kawasan Industri: dialokasikan di sekitar jalan arteri primer di

Kelurahan Jatibarang dan Mijen berupa industri bebas polusi (tecno

park)

f. Kawasan Pertanian: direncanakan di bagian utara wilayah BWK IX di

Kelurahan Cangkiran, Bubakan, Polaman, Purwosari, Tambangan, dan

Karangmalang.

g. Kawasan Rekreasi: kegiatan rekreasi BWK IX berupa kawasan

rekreasi/agrowisata Sodong di Kelurahan Purwosari.

h. Kawasan Konservasi: diarahkan di seluruh wilayah yang memiliki

syarat sebagai kawasan konservasi yaitu: di sekitar sungai, waduk, dan

lahan dengan kelerengan lebih dari 40%.

(Sumber: RDTR Kecamatan Mijen tahun 2011-2031)

G. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dan para

ahli dapat dilihat secara rincinya sebagai berikut:

26

Tabel 2.2 Beberapa Penelitian Terkait

No Judul Variabel dan Teknik Analisis

Data

Hasil

1. Agus Warsono

“Perkembangan

Permukiman Pinggiran

Kota pada Koridor Jalan

Kaliurang Kecamatan

Ngaglik Kabupaten

Sleman” Tesis, 2006.

Variabel :

1. Tipologi perkembangan

kelompok-kelompok

permukiman yang tidak

teratur

2. Tipologi perkembangan

kelompok-kelompok

permukiman yang teratur

Analisis :

1. Analisis Kuantitatif

2. Analisis Kualitatif

3. Analisis Diskriminan

1. gambaran kualitas

lingkungan perumahan

yang memperlihatkan

karakteristik, tipologi

perkembangan

kelompok-kelompok

permukiman

menunjukan, bahwa

74,11% memenuhi

kriteria sebagai

lingkungan perumahan

permukiman kota, serta

terjadi penurunan

dayadukung ruang

lingkungan perumahan

sebesar 25,89%.

2. Terdapat peningkatan

jumlah penduduk karena

adanya pendatang yang

lebih tinggi

dibandingkan dengan

peningkatan jumlah

penduduk alamiah.

Selain itu adalah terjadi

perubahan komposisi

penduduk yang

ditengarai dengan adanya

perubahan kearah

kelompok sosial

menengah bawah

2. M. Rifky Abu Zamroh

“Analisis Perubahan

Penggunaan Lahan

untuk Permukiman di

Kecamatan Kaliwungu

dengan Sistem

Informasi Geografi”

Jurnal Ilmiah

Pendidikan Geografi

IKIP Veteran Semarang,

2014.

Variabel :

1. Luas lahan yang ada di

Kecamatan Kaliwungu

2. Perubahan penggunaan

lahan untuk permukiman

yang terjadi di

Kecamatan Kaliwungu

Analisis :

1. Analisis Kuantitatif

2. Analisis Kualitatif

1. Perubahan penggunaan

lahan di Kecamatan

kaliwungu yang

memiliki luas wilayah

47,73 hektar/km2 atau

4773 hektar/m2 itu akan

di bagi atas penggunaan

lahan yang lain, dalam

penelitian ini akan lebih

membahas akan

penggunaan lahan untuk

permukiman dalam

kurun waktu 6 tahun di

Kecamatan Kaliwungu

antara tahun 2008 dan

tahun 2013, serta melihat

akan bertambah nya

permukiman pada tahun

2013 serta penurangan

luas lahan tiap Desa di

27

kecamatan kaliwungu

2. Hasil analsis

pertumbuhan

permukiman sebesar

46,073 ha/m2 dari luas

permukiman tahun 2008

sebesar 340,436 ha/m2

dan luas permukiman

pada tahun 2013 sebesar

386,509 ha/m2 di

Kecamatan Kaliwungu,

jika dicari rate dari hasil

pertumbuhan

permukiman itu maka

diperoleh: sebesar

13,5%, nantinya hasil

dari rate ini akan

digunakan dalam

perhitungan rumus

Geometrik yang

bertujuan untuk

mengetahui proyeksi

pertumbuhan

permukiman pada tahun

ke-n yang akan

dianalisis. maka akan

diperoleh hasil dari

rumus proyeksi

Geometrik : Dari hasil

perhitungan proyeksi itu

maka 15 tahun kedepan

dapat dipredikiksi

perubahan penggunaan

lahan untuk permukiman

di Kecamatan Kaliwungu

akan mencapai perluasan

sebesar 2274,11 ha/m2.

Jika kita lihat luasan dari

wilayah Kecamatan

Kaliwungu sendiri hanya

sebesar 4773 ha/m2. Jadi

bisa kita prediksikan

pada 15 tahun kedepan

jika pertumbuhan

permukiman ini sebesar

13,5% ini tetap

berlangsung

menyebabkan

penggunaan lahan

permukiman di wilayah

kaliwungu separuh dari

luas wilayah Kecamatan

Kaliwungu akan berubah

menjadi lahan

28

permukiman

3. Sudaryanto “Studi

Penggunaan Lahan di

Kecamatan Umbulharjo

Kota Yogyakarta

berdasarkan Interpretasi

Citra Quickbird” Jurnal

Magistra No. 86, 2013.

Variabel :

1. Penggunaan Lahan

Analisis :

1. Deskriptif Kuantitatif

1. Hasil interpretasi citra

Quickbird memiliki

ketelitian sebesar

90,02%

2. Berdasarkan klasifikasi

penggunaan lahan

menurut Sutanto (1981)

pada level 3 maka jenis

penggunaan lahan dan

luas penggunaan lahan

hasil interpretasi dan cek

lapangan di daerah

penelitian terdiri dari

penggunaan lahan untuk

permukiman sebesar

477, 861 Ha,

Perdagangan (31,092

Ha), Industri (24, 741

Ha), Lahan Transportasi

(40, 364 Ha), Lahan Jasa

( 127, 483 Ha), Lahan

Rekreasi ( 18, 889 Ha),

Lahan Pertania (94, 693

Ha), Lahan untuk Ibadah

( 3, 951 Ha) dan Lahan

untuk lain-lain sebesar

21, 364 Ha.

4. Firman Laiko “Kajian

Pola spasial

Pertumbuhan Kawasan

Perumahan dan

Permukiman di

Kecamatan Limboto

Kabupaten Gorontalo”

Tesis, 2010.

Variabel :

1. Permukiman

2. Kemampuan lahan

3. Aspek fisik (Kemiringan

lereng, curah hujan,

kondisi geologi, jenis

tanah)

Analisis :

1. Analisis kuantitatif

2. Analisis deskriptif

1. Kemampuan lahan

semakin baik, semakin

menunjang untuk

pengembangan bangunan

tingkat. Luas dari setiap

kawasan kelas

kemampuan lahan yang

dapat menunjang untuk

bangunan tingkat pada

daerah studi yaitu:

Kawasan kelas

kemampuan lahan

kemungkinan dengan

luas 9.225,74 ha

(81,95%)

Kawasan kelas

kemampuan lahan

kendala I dengan luas

4.145,53 ha (49,37%)

Kawasan kelas

kemampuan lahan

kendala II dengan

luas 48,39 ha

(4,01%)

29

2. Diperoleh 5 kawasan

yang dapat diprioritaskan

untuk Kasiba dan Lisiba

dengan total luas 936,69

ha dengan maksimal luas

lahan terbangun 542,49

ha.

5. Meifinta Dwi Hapsari

“Perkembangan

Permukiman di Sekitar

Lingkungan Kmapus

Undip Tembalang”

Jurnal Planologi Undip,

2013

Variabel :

1. Keberadaan perguruan

tinggi

2. Perkembangan

permukiman

Analisis :

1. Analisis Kuantitatif

1. keberadaan perguruan

tinggi Undip di

Kelurahan Tembalang

dan Kelurahan

Pedalangan

mempengaruhi

perkembangan

permukimannya. Untuk

keseluruhan wilayah

Kelurahan Tembalang

dipengaruhi oleh

keberadaan perguruan

tinggi Undip. Sedangkan

untuk Kelurahan

Pedalangan

perkembangan

kawasannya dibedakan

menjadi dua bagian,

yakni untuk bagian

sebelah utaranya

perkembangan kawasan

fisik maupun non

fisiknya dipengaruhi oleh

keberadaan kegiatan

pendidikan seperti

keberadaan Undip

utamanya, kemudian

keberadaan Politekkes

maupun kegiatan

pendidikan lainnya. Lain

hal dengan Kelurahan

Pedalangan bagian

selatan yang

perkembangan

kawasannya bagi dari

segi fisik maupun non

fisiknya dipengaruhi oleh

keberadaan Perumnas

sebagai embrio

perumahan di Semarang

Atas dan semakin

berkembangnya kawasan

Banyumanik.

6. Wienty Triyuly “Pola

Perkembangan

Permukiman Kampung

Assegaf Palembang”

Jurnal Teknik Vol. 3

Variabel :

1. Pola permukiman

Analisis :

1. Analisis Kualitatif

1. Permukiman Kampung

Assegaf merupakan

permukiman yang

mengalami

perkembangan secara

30

No. 2, 2013 2. Analisis Deskriptif bertahap dengan bentuk

pola permukiman yang

dipengaruhi oleh Sungai

Musi dan pabrik es.

Adanya perkembangan

jalan memberikan

pengaruh cukup besar

terhadap perkembangan

pola permukiman

terutama memberikan

pengaruh terhadap

pencapaian karena

pencapaian ke Kampung

Assegaf dapat dicapai

dari jalur sungai dan

jalur darat..

7. Sri Firdianti

“Perkembangan

Permukiman Penduduk

di Kecamatan Ngemplak

Kabupaten Boyolali

Tahun 1997-2007”

Analisis :

1. Deskriptif Kualitatif 1. Perubahan Penggunaan

Lahan Permukiman

Tahun 1997-2007

Perkembangan luas lahan

permukiman tersebut

yaitu dari 6,7415 hektar

menjadi 9.2955 hektar

yang berarti seluas 2,554

hektar besar peningkatan

lahan untuk

permukimannya. Desa

Sawahan merupakan

Desa yang paling tinggi

tingkat perkembangan

luas lahan

permukimannya yaitu

seluas 0,4827 hektar

(16,28 %) dan Desa Dibal

merupakan Desa yang

paling sedikit tingkat

perkembangan luas lahan

permukimannya yaitu

seluas 0,0168 hektar

(0,63 %)

2. Pola Persebaran

Permukiman Penduduk

Berdasarkan dari

beberapa langkah

perhitungan dengan

menggunaan

teknik analisis tetangga

terdekat diperoleh nilai T

= 1,6. Nilai tersebut dapat

menunjukan pola

persebaranya berdasarkan

pengelompokanya. T =

1,6 berarti

pola persebaran

permukiman di

31

Kecamatan Ngemplak

termasuk dalam klasifiksi

Random (acak) yang

berarti jarak antara lokasi

satu permukiman dengan

lokasi

permukiman lainya

adalah tidak teratur.

3. Faktor yang

Mempengaruhi

Perkembangan

Permukiman Penduduk

Dari analisis faktor yang

menmpengaruhi

perkembangan

permukiman, faktor yang

paling berpengaruh

adalah faktor lokasi

tempat tinggal yang

mendekati temapat

bekerja sebanyak 44 %,

faktor lainya adalah

faktor lokasi yang

stategis 30 % dan

mencari tempat yang

lebih luas karena harga

tanah yang masih murah

sebanyak 11%, Sarana

fasilitas sosial yang

memadahi dan semakin

tinggi tingkat

aksesibilitasnya Selain

itu pertumbuhan

penduduk juga

berpengaruh terhadap

perkembangan

permukiman di suatu

daerah tetapi bukan

meruupakan

faktor yang paling utama.

Sumber : Agus Warsono (2006), M. Rifky Abu Zamroh (2014), Sudaryanto (2013), Firman

Laiko (2010), Meifinta Dwi Hapsari (2013), Wienty Triyuly (2013), Sri Ferdianti 2010

32

H. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini diawali dengan permasalahan

perkembangan Kota Semarang terutama dalam permasalahan permukiman.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman diantaranya faktor

sosial ekonomi lingkungan. Faktor sosial yaitu mempengaruhi perkembangan

permukiman karena seseorang yang ingin membuat rumah, pasti akan lebih

dahulu melihat keadaan sosial di sekitarnya termasuk lingkungannya. Faktor

ekonomi yaitu faktor yang ada setelah faktor sosial, karena orang yang

mempunyai penghasilan lebih pasti akan memilih permukiman yang berkelas

elit. Faktor yang berpengaruh tersbut, maka terciptalah konsep pengembangan

daerah pinggiran kota.

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

TUJUAN PENELITIAN

Mengkaji karakteristik

perkembangan kelompok-

kelompok permukiman pinggiran

kota

faktor yang berpengaruh

sosial ekonomi lingkungan

perumahan permukiman

aspek yang berpengaruh

KONSEP PENGEMBANGAN DAERAH

PINGGIRAN KOTA

PERMASALAHAN

“Perkembangan kota Semarang”

faktor yang berpengaruh

sosial ekonomi lingkungan

perumahan permukiman

33

D. Tahap Penulisan Alur Penelitian

Alur penelitian dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu

tahap pra penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap pasca

pelaksanaan penelitian. Tahap pra penelitian berisikan rancangan penelitian

antara lain mulai meyusun rencana penelitian, mengumpulkan data

sekunder, menentukan populasi dan sampel, membuat instrumen penelitian,

Tahap pelaksanaan penelitian berisikan melakukan wawancara dan

menyebarkan angket penelitian kepada objek penelitian (sampel penelitian),

Tahap pasca penelitian berisikan analisis data dan pengklasifikasikan data,

pembuatan petawilayah penelitian dan hasil penelitian.alur penelitian

tergambar dalam bagan berikut.

Gambar 2.2 Alur Penelitian

Tahap 1

Pra Penelitian

Tahap 2

Pelaksanaan

Penelitian

Tahap 3

Pasca

Penelitian

Meyusun rencana penelitian

Pengumpulan data sekunder

Penentuan populasi dan sampel

Membuat instrumen penelitian

Melakukan wawancara, menyebarkan

angket atau kuesioner pada responden

dan mengumpulkan data berupa

catatan, transkip (dokumentasi).

(sampel penelitian)

Analisis data dan

pengklasifikasikan data

Pembuatan peta wilayah

penelitian

Penulisan hasil penelitian

115

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tahun 2010-2015

Perkembangan luas lahan permukiman tersebut yaitu dari 14,91

hektar menjadi 64,33 hektar besar peningkatan lahan untuk

permukimannya. Perkembangan luas lahan permukiman 331,45 % / 5

tahun. Area hutan karet, sawah tadah hujan, tanah kosong kini berubah

menjadi daerah yang diperuntukkan umtuk penyediaan permukiman.

Rumah tinggal penduduk lengkap beserta fasilitasnya yang menunjang

sebagai satu kesatuan yang utuh antara manusia dengan lingkungannya.

Permukiman yang menjadi dominan di Kelurahan Pesantren adalah

permukiman cluster milik CitraLand BSB City dalam perkembangannya

permukiman cluster CitraLand BSB City dan Beranda Bali berkembang

dalam penggunaan lahannya. Permukiman baru jauh dari pekerjaan

karena mencari faktor kenyamanan dalam bertempat tinggal, sedangkan

permukiman penduduk di RW 1 dan RW 2 berkembang dalam jumlah

permukimannya, karena permukiman di RW 1 dan RW 2 yang mendiami

permukiman tersebut adalah warga pindahan dari Kelurahan Jatibarang

yang rumahnya digusur untuk pembuatan Waduk Jatibarang

2. Pola Persebaran Permukiman Penduduk

Berdasarkan dari langkah perhitungan dengan menggunakan teknik

analisis tetangga terdekat diperoleh nilai T = 0,21 dan T = 0,091 yang

116

berarti pola persebaran permukiman di Kelurahan Pesantren termasuk

dalam klasifikasi pola mengelompok. Kelurahan Pesantren merupakan

kelurahan dengan persebaran pola permukiman penduduk mengelompok

mengikuti alur jalan raya Semarang-Boja, sedangkan permukiman yang

dekat dengan Kantor Kelurahan Pesantren juga termasuk ke dalam pola

permukiman penduduk mengelompok mengikuti alur jalan perkebunan.

3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman penduduk.

Analisis faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman,

faktor yang paling berpengaruh adalah faktor lokasi tempat tinggal adalah

faktor yang jauh dari tempat bekerja sebanyak 66,66 % karena banyak

penduduk yang bekerja di Kawasan Industri Tambakaji dan Kawasan

Industri Candi. Kedua kawasan ini dibangun lebih awal daripada

Kawasan Industri BSB, untuk itulah kenapa banyak warga di Kelurahan

Pesantren yang bekerja di pabrik. Sumber air bersih merupakan sumber

yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Responden

terbanyak memilih PDAM sebanyak 23 responden dengan presentase

42,6 %. Sebanyak 53 responden di Perumahan Cluster Citra Land BSB

City memilih PDAM sebagai kebutuhan sehari-hari.

B. Saran

Hendaknya pemerintah tidak memberikan ijin mendirikan permukiman

di Kelurahan Pesantren karena sesuai dengan RTRW Kota Semarang Tahun

2011-2031.

117

DAFTAR PUSTAKA

Badan PusatStatistik. 2012. Kecamatan Mijen Dalam Angka. Kota Semarang:

BPS.

Badan Pusat Statistik. 2012. Penggunaan Lahan.Kota Semarang: BPS.

Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang. 2009. Data Kepadatan Bangunan

Tahun2009. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Semarang.

Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan

Wilayah. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Bintarto. 1997. Pengantar Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

Direktorat Pengembangan Permukiman dan Direktorat Jendral Cipta Karya

Kementrian PU, 2014. Panduan Penyusunan Strategi Pembangunan

Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPP) dan Rencana

Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP). Jakarta:

Kementrian PU.

Hayati, Rahma. 2008. Konstelasi dan Orde Kota dalam Perencanaan Wilayah.

Semarang: Unnes Press.

Irawan, Willy; dkk. 2008. Pembangunan Perumahan dan Permukiman di

Indonesia. Jakarta: BAPPENAS.

Pontoh, Nia K. 2008. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: ITB Press.

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Rencana Detail

Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang Bagian Wilayah Kota I

Ratnawati, Alifah, dkk. 2007. Statistika. Semarang: Universitas Islam Sultan

Agung.

118

Sadyohutomo, Mulyono. 2009. Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan

Tantangan. Jakarta: BumiAksara

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :

CV. Alfabeta

Suparmini. 2012. Pola Keruangan Desa dan Kota. Yogyakarta : Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UNY)

Tika Pabundu, Moh. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT BumiAksara.

Yunus, HadiSabari. 1987. Permasalahan Daerah Urban Fringe dan Alternatif

Pemecahannya. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

_______________. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Warpani, Suwardjoko. 1983. Analisis Kota dan Daerah. Bandung: ITB.

Warsono, Agus. 2006. Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota pada Koridor

Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik. Kabupaten Sleman: Tesis Universitas

Diponegoro