perkembangan hukum pidana indonesiamagisterhukum.fh.unsri.ac.id/userfiles/file/matrikulasi s2...

17
Perkembangan/Pembaharuan HUKUM PIDANA INDONESIA Dr. Hj.Nashriana, SH.M.Hum.

Upload: lyquynh

Post on 08-Sep-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perkembangan/Pembaharuan HUKUM PIDANA INDONESIA

Dr. Hj.Nashriana, SH.M.Hum.

Apa itu Pembaharuan?

Sangat terkait dg Pembangunan Hukum Indonesia

Membangun hukum berarti membentuk suatu tata hukum beserta perangkatnya

Menunjukkan Perubahan : Ius Constitutum --- Ius Constituendum

Pembaharuan HP melalui:

LEGISLATOR

Putusah Mahkamah Konstitusi

Putusan Pengadilan

LEGISLATOR

Sistem Hukum Pidana

Fungsional Substantif

Aturan Umum

Aturan Khusus

HP Materiil HP Formil H Pelaksan

Pidana

Ruang Lingkup Sistem Hukum Pidana

Statutory Rules

General

Rules Buku I

KUHP

Special Rules

Buku II

KUHP Buku III

KUHP

UU Khusus (Di Luar KUHP)

Sistem Hukum Pidana Substantif

PEMBAHARUAN PARSIAL KUHP (WvS)

NO UU M A T E R I

1. UU No. 1/1946 - Mengubah nama “WvS voor Ned. Indie” menjadi “WvS” dan

disebut dgn. nama KUHP (Psl. VI);

-Menghapus Pasal 94 Bab IX Buku I KUHP tentang pe-

ngertian istilah “kapal Belanda” (“Nederlandsche schepen”) ;

- mengubah & mencabut beberapa pasal Buku II (Psl. VIII);

2. UU No. 20/1946

(Pasal 1)

Menambah pidana pokok baru dalam Pasal 10 sub a KUHP

dengan pidana tutupan;

3 UU No. 8/1951 menambah Psl. 512a (menjalankan pekerjaan dokter/dokter

gigi tanpa surat izin);

4. UU No. 73/1958

(Pasal II)

• Menambah Pasal 52a (pemberatan pidana karena

melakukan kejahatan dengan menggunakan bendera

kebangsaan);

• Menambah Psl. 142a (menodai bendera kebangsa-an

negara sahabat);

• Menambah Psl. 154a ( menodai bendera kebang-saan &

lambang negara RI)

NO UU M A T E R I

5 UU No. 1/1960 mengubah ancaman pidana utk. delik-delik culpa dlm.

Psl. 188, 359, 360 (menjadi maksium 5 th penjara

atau 1 th. kurungan)

6 UU No. 16 Prp.

1960

mengubah kata-kata “vijf en twintig gulden” dalam Psl.

364, 373, 379, 384, 407:1 menjadi Rp. 250,-

7 UU No. 18 Prp.

1960

melipatgandakan 15 x denda dlm. KUHP dan

ketentuan lainnya sebelum tgbl. 17-8-1945 dan dibaca

dalam rupiah;

8 UU No. 1 Pnps.

1965

memasukkan Psl. 156a ttg. delik penodaan agama;

9 UU NO. 7/1974 Mengubah ancaman pidana delik perjudian dlm. Psl.

303 dan 542;

Mengubah sebutan Psl. 542 menjadi Psl. 303 bis.

PEMBAHARUAN PARSIAL KUHP (WvS)

10. UU No. 4/1976 Mengubah :

•Pasal 3 KUHP (perluasan asas

teritorial ke pesawat udara) dan

•Pasal 4 ke-4 KUHP (perluasan asas

universal ke beberapa kejahatan

penerbangan);

Menambah :

•Pasal 95a (tentang pengertian

“pesawat udara Indonesia”),

•Pasal 95b (tentang pengertian “dalam

penerbangan”), dan

•Pasal 95c (tentang pengertian “dalam

dinas”);

•Bab XXIX A (Psl. 479 a s/d r) ttg.

kejahatan penerbangan.

UU Khusus

(Di Luar KUHP)

Hukum Pidana Khusus

Administrative Penal Law

Hukum Pidana Khusus

• Hukum Pidana Materiel, Formiel,

pelaksanaan pidana

• Tindak Pidana Korupsi

• Tindak Pidana Oleh Anak

• Tindak Pidana Narkotika

Administrative Penal Law

Hukum Pidana Materiel/ Subtantif

UU Perasuransian

UU Perdagangan

UU Pencegahan dan Pemberantasan Dan Perusakan Hutan

UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Formulasi • Pasal 75 - 82 • Pasal 73 : • (1) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha

asuransi,usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud datam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.OO0.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

• (2) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

• (3) Setiap Orang yang menjalankaa kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi tarpa iarr usaha sebagaimana rlimaksud dalam Pasal 8 ayat (l) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Karakteristik • Penanggungjawab : pribadi dan

koorporasi (P. 81-82) • Menggunakan ancaman kumulatif

(P. 75-80) • Pidana untuk korporasi

dirumuskan secara tunggal (Denda)

• Diatur Sanksi Administrasi dalam Bab XV Pasal 70-72

• Karena itu sanksi pidana sbg ultimum remedium

• Sanksi administrasi terkesan sebagai sanksi tindakan

UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Formulasi • Pasal 104 : Setiap Pelaku Usaha yang tidak

menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

• Pasal 105 : Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

• Hanya merumuskan ketentuan pidana (P. 104 - 116)

• Menggunakan rumusan alternatif kumulatif, kecuali P. 106 yang menggunakan rumusan alternatif

• Tidak mengatur pasal tersendiri tentang pertanggungjawaban korporasi,sementara pelaku usaha juga dimaksudkan perorangan dan badan hukum

• Tidak ada sanksi admnistrasi

Karakteristik Formulasi

UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Formulasi • Pasal 91 : • (1) Orang perseorangan yang dengan sengaja: • a. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil

tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d; dan/atau

• b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e

• dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

• (2) Korporasi yang: • a. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil

tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d; dan/atau

• b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e

• dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

• Mengatur sarana penal dan non penal • Hanya merumuskan ketentuan pidana (P. 82 -

109) • Mengatur tentang pertanggungjawaban

korporasi, karena setiap orang juga dimaksudkan perorangan dan korporasi badan hukum dan bukan

• Setiap pasal ketentuan pidana merumuskan ancaman pidana baik bagi orang perorangan dan korporasi, yang diatur ayat tentang perorangan dan dilanjutkan ayat tentang korporasi

• Mengenal pertanggungjawaban dalam jabatan (P. 107)

• Diatur pertanggungjawaban korporasi (P. 109)

• Diatur tentang sanksi uang pengganti (P. 108) • Tidak ada sanksi admnistrasi

Karakteristik Formulasi

Putusan Mahkamah Konstitusi

Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 terkait tafsir objek praperadilan yang diatur Pasal 77 huruf a KUHAP yang dibatasi pada sah-tidaknya penangkapan, penahanan,

penghentian penyidikan, penghentian penunutan lebih diperluas termasuk penetapan tersangka, penggeledehan, dan penyitaan.

Putusan MK Nomor 21/PUU-XIV/2016, MK mengabulkan seluruh gugatan terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang diajukan Setya Novanto. MK menyatakan khusus istilah

"pemufakatan jahat" dalam Pasal 88 KUHP tidak dapat dipakai dalam perundang-undangan pidana lainnya.

Putusan MK No. 98/PUU-X/2012 yang memutuskan bahwa Pasal 80 KUHAP Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingankepada ketua pengadilan, Pasal 80 bertentang dg UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai dan termasuk saksi korban ataupelapor, LSM atau Organisasi Kemasyarakatan