perkebunan kopi mangkunegaran dan … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan...

105
i PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT WONOGIRI PADA MASA MANGKUNEGARA IV Oleh : DEVY MARDIATI K4405012 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: nguyendan

Post on 19-May-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

i

PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

WONOGIRI PADA MASA MANGKUNEGARA IV

Oleh :

DEVY MARDIATI

K4405012

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Page 2: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

ii

PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

WONOGIRI PADA MASA MANGKUNEGARA IV

Oleh :

DEVY MARDIATI

K4405012

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

Page 3: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Drs. Leo Agung S, M.Pd Drs. A. Arif Musadad, M.Pd NIP. 19560515 198203 1 005 NIP. 19670507 199203 1 002

Page 4: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Pada Hari : Selasa

Tanggal : 28 Juli 2009

Tim Penguji Skripsi Tanda Tangan Ketua : Drs. Djono, M. Pd

Sekretaris : Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si

Anggota I : Drs. Leo Agung S, M. Pd

Anggota II : Drs. A. Arif Musadad, M. Pd

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

Page 5: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

v

ABSTRAK

Devy Mardiati. PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT WONOGIRI PADA MASA MANGKUNEGARA IV. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2009

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) latar belakang munculnya perkebunan kopi Mangkunegaran, (2) pengelolaan perkebunan kopi Mangkunegaran pada masa Mangkunegara IV, (3) pengaruh perkebunan kopi Mangkunegaran terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Wonogiri pada masa Mangkunegara IV.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode historis meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan oleh penulis terutama adalah sumber sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis historis yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasikan fakta sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: (1) Pembangunan industri perkebunan, terutama perkebunan kopi oleh Mangkunegara IV merupakan pilihan yang rasional karena sejumlah alasan: (a) kopi merupakan produk eksport yang pada waktu itu berkembang pesat di pasaran dalam negeri maupun internasional, (b) tanaman kopi sudah pernah dibudidayakan pada masa Mangkunegara II dengan bibit kopi yang diperoleh dari Kebun Kopi Tua Gondosini, Bulukerto yang diusahakan oleh para penyewa tanah Eropa dan (c) sumber–sumber pendapatan praja secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah tidak mencukupi. Faktor lain yang menyebabkan atau mendorong pembangunan perkebunan Mangkunegaran adalah kepentingan pihak trah Mangkunegaran untuk menunjukkan posisinya yang lebih menonjol dalam bidang ekonomi dibanding dengan ketiga praja kejawen lainnya, yakni Kasunanan, Kasultanan dan Pakualaman. (2) Sistem pengelolaan perkebunan kopi Mangkunegaran diawali dengan usaha Mangkunegara IV untuk menarik tanah-tanah apanage dari para keluarga kerajaan maupun dari para penyewa tanah Eropa. Penanaman kopi di daerah Mangkunegaran ini dimulai pada tahun 1814 dengan bibit kopi yang diperoleh dari Kebun Kopi Tua Gondosini di daerah Bulukerto, Wonogiri. Penanaman kopi di 24 wilayah di Mangkunegaran ini ditangani secara serius, dengan mendatangkan administratur kopi dari Eropa,yaitu Rudolf Kampff. (3) Pengaruh perkebunan kopi Mangkunegaran terhadap kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan sangat besar, baik di bidang sosial maupun ekonomi. Secara sosiologis sistem perkebunan telah merubah hubungan sosial yang sudah ada, yaitu ikatan adat dan ikatan desa yang telah mempererat hubungan individu dalam masyarakat. Bagi masyarakat petani di pedesaan, khususnya di wilayah perkebunan kopi,

Page 6: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

vi

peralihan dari sistem apanage dan perkebunan Eropa ke sistem kerajaan ini membawa konsekuensi yang dilematis. Pada satu sisi beban pajak berkurang dan kesempatan-kesempatan untuk terlibat dalam kerja upah untuk memperoleh tambahan penghasilan telah diberikan, namun di sisi lain semua itu belum sebanding dengan jumlah beban kerja wajib yang lebih tinggi.

Page 7: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

vii

ABSTRACT

Devy Mardiati. MANGKUNEGARAN COFFEE PLANTATION AND ITS INFLUENCE AGAINST SOCIAL ECONOMIC LIVE OF WONOGIRI SOCIETY AT MANGKUNEGARA IV PERIOD. Skripsi, Surakarta: Faculty of Education and Teacher Training, Sebelas Maret University Surakarta, July 2009

The aim of this research is determining: (1) the background of the emergence of Mangkunegaran coffee plantation, (2) the management of Mangkunegaran coffee plantation at the Mangkunegara IV period, (3) the influence of Mangkunegaran coffee plantation against social economic live of Wonogiri society at Mangkunegara IV period.

The research uses historical methods. The steps adopted in historical method include heuristic, criticism, interpretation, and historiography. The data resource used is secondary sources. The technique of collecting data uses literature study. The technique of analysis used is historical analysis technique that is analysis majoring incisive style in interpreting facts of history.

Based on the results of research, it can be concluded that: (1) development of industrial estates, especially coffee plantation by Mangkunegara IV is a rational choice for several reasons: (a) coffee is an export product that was rapidly growing in the market at that time, whether national and international area, (b) the coffee plants have been cultivated at Mangkunegara II period with coffee seedlings obtained from the Old Coffee Garden Gondosini, Bulukerto arranged by the land tenant of Europe and (c) resources of Praja (territory of jurisdiction) revenue traditionally through tax and land lease are not sufficient. Another factor that causes or encourages the development of the Mangkunegaran plantation is self-interest of Trah Mangkunegaran to show a more prominent position in the economic, compared with three other Praja (territory of jurisdiction) kejawen, namely Kasunanan, Kasultanan and Pakualaman. (2) Mangkunegaran Coffee plantation management system begins with Mangkunegara IV business to draw out the apanage lands of the kingdoms and families of the Europe tenant. The coffee cultivation in Mangkunegaran region was starten in 1814 with coffee seeds obtained from the Old Coffee Garden Gondosini area in Bulukerto, Wonogiri. Coffee cultivation in 24 districts in Mangkunegaran was handled seriously by bringing coffee administrator from Europe, Rudolf Kampff. (3) The influence of Mangkunegaran coffee plantation against people living around the plantation is very great, both in the field of social and economic development. Sociologically, the plantation system has been changed the existing social relationships, traditional ties and the bonds of the village that has been strengthen individual relationships within the community. For the farmers in rural communities, particularly in the area of coffee plantations, the transition changed from the apanage system and European plantation system to the kingdom system brings dilemma

Page 8: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

viii

consequences. On the one hand, tax burden is reduced and opportunities to engage in wage labour to obtain additional revenue has been given, but on the order hand, all of them have not been proportionate to the number of high compulsory workload.

Page 9: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

ix

MOTTO

Tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah;

dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.

Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-

orang yang bersyukur.

(Q.S. Al A’ raf: 58)

Keberhasilan seseorang tidak akan diperoleh gratis dari langit, melainkan

karena adanya kristalisasi keringat.

(Bung Karno)

Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia dan hidup berawal dari

mimpi yang harus selalu diperjuangkan.

(Penulis)

Page 10: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

x

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini ku persembahkan untuk :

v Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan

doa restunya kepadaku

v Adikku Abdia tersayang

v Putra tersayang yang selalu setia membimbing,

memberikan dukungan dan semangat padaku

v Teman-teman Sejarah angkatan 2005

v Rekan-rekan pengurus perpustakaan Program Studi

Pendidikan Sejarah

v Almamater

Page 11: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdullah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat penulis

selesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Banyak hambatan yang penulis temui dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-

kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk segala bentuk bantuannya, penulis

sampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang telah memberikan ijin penulisan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah menyetujui

permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah dan Pembimbing Akademik yang

telah memberikan pengarahan dan rekomendasi atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Leo Agung S, M. Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan

masukan dan pengarahan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Drs. A. Arif Musadad, M. Pd selaku pembimbing II yang telah pula

memberikan masukan dan pengarahan sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan.

6. Para Pengageng Reksopustaka Mangkunegaran Surakarta yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada penulis

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi

ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan

pembaca.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

Page 12: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iv

ABSTRAK …..................................................................................... v

ABSTRACT ............................................................................................ vii

HALAMAN MOTTO .......................................................................... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................... x

KATA PENGANTAR .......................................................................... xi

DAFTAR ISI ......................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL .................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8

1. Kebijakan Kolonial ......................................................... 8

2. Perkebunan ................................................................... 13

3. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat.......................... 16

B. Kerangka Berfikir ................................................................ 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 27

B. Metode Penelitian ................................................................. 27

C. Sumber Data ......................................................................... 29

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 31

E. Teknik Analisis Data ............................................................ 31

Page 13: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xiii

F. Prosedur Penelitian ................................................................ 32

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskriptif wilayah Wonogiri ................................................ 37

1. Kondisi Geografis dan Administratif Wonogiri............. 37

2. Kondisi Demografi Wonnogiri ...................................... 41

B. Perkebunan Kopi Mangkunegaran........................................ 43

1. Latar Belakang Munculnya Perkebunan

Kopi Mangkunegaran..................................................... 45

2. Pengelolaan Perkebunan Kopi Mangkunegaran

pada masa Mangkunegara IV…………………............. 50

C. Pengaruh Perkebunan Kopi Mangkunegaran....................... 73

1. Bidang Sosial ................................................................ 74

2. Bidang Ekonomi ........................................................ 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 80

B. Implikasi................................................................................ 81

C. Saran...................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 85

LAMPIRAN

Page 14: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xiv

Daftar Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir........................................................... 24

Gambar 2. Bagan Metode Penelitian Historis.............................................. 33

Gambar 3. Struktur Kelembagaan Desa di Bumi Pakopen pada masa Pemerintahan Mangkunegara IV.............................. 59

Page 15: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xv

Daftar Tabel

Tabel 1. Jadwal Waktu Penelitian................................................................. 28 Tabel 2. Perbandingan Luas Kerajaan

di Wilayah Vorstenlanden tahun 1873 ............................................ 39 Tabel 3. Harga Pembelian Kopi yang Ditetapkan

Gubernemen Tiap Pikul dengan Berat 10 Kati .............................. 56 Tabel 4. Hasil Kopi Mangkunegaran (dalam Kuintal) ................................... 57

Tabel 5. Hasil Kopi di Surakarta (dalam Kuintal) ......................................... 58

Tabel 6. Jumlah Tanaman Kopi di Daerah dalam Lingkungan Mangkunegaran tahun 1863......................................... 65

Tabel 7. Luas Kebun Kopi di Afdeeling Purwantoro tahun 1880................... 66

Tabel 8. Jumlah Pohon Kopi pada tahun 1880 ....................................... ...... 66 Tabel 9. Hasil Produksi Kopi Mangkunegaran Sebelum dan Sesudah Penarikan Tanah Apanage (1852-1880)............................. 67

Page 16: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xvi

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Peta Pembagian Praja Kasunanan menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran......................................................... 89

Lampiran 2. Peta Kabupaten Wonogiri................................................. 90 Lampiran 3. Foto Sri Mangkunegaran IV

(1853-1881)...................................................................... 91

Lampiran 4. Bangsal Tusan dan Lampu Robyong................................ 92

Lampiran 5. Gambar Pohon Kopi......................................................... 93

Lampiran 6. Transkrip tentang peraturan bagi orang yang tinggal di Kawedanan Wonogiri dan Karanganyar boleh mengolah tanah lahan desa dengan ketentuan yang berlaku tahun 1879....................................................................... 94

Lampiran 7. Naskah No. 30 berupa peraturan dari Mangkunegara IV

tentang tugas dan kewajiban para pengelola perkebunan kopi dari Administratur hingga rakyat kecil di desa di wilayah perkebunan kopi Mangkunegaran....................... 96

Lampiran 8. Naskah No. 31 berupa peraturan tentang kewajiban para

Kepala Afdeling di wilayah perkebunan kopi Mangkunegaran................................................................ 103

Lampiran 9. Transkrip Rijksblaad No. 17 tahun 1917 tentang

pengerahan tenaga kerja perkebunan.............................. 104

Lampiran 10. Indonesian Agricultural Research and Development Journal………………………………… 108

Lampiran 11. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi………......... 114

Lampiran 12. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan..................................................... 115

Lampiran 13. Surat Keterangan Pengumpulan Data di Reksopustaka Mangkunegaran................................... 116

Page 17: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perkembangan perkebunan di negara-negara berkembang

seperti halnya Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan

kolonialisme, kapitalisme dan modernisasi. Di negara-negara berkembang

pada umumnya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari perkembangan

kapitalisme agraris Barat, yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian

kolonial.

Gerakan kolonialisme yang didukung oleh perkembangan kapitalisme

agraris Barat, memandang tanah jajahan menjadi sumber kekayaan bagi

negara induk. Tersedianya tanah dan tenaga kerja murah yang melimpah di

tanah jajahan, memungkinkan untuk dilakukan eksploitasi produksi pertanian

yang menguntungkan bagi pasaran dunia. Sistem perkebunan dalam hal ini

dipandang sebagai cara yang tepat untuk diterapkan. Pelaksanaan sistem

perkebunan dimulai melalui pembukaan penanaman modal dan teknologi dari

luar, dan memanfaatkan tanah dan tenaga kerja yang tersedia di daerah jajahan

(Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991: 7).

Perkebunan yang telah diperkenalkan lewat sistem tanam paksa oleh

kolonial Belanda merupakan salah satu sisi sejarah yang mempunyai pengaruh

cukup luas bagi bangsa Indonesia dalam jangka waktu yang sangat panjang,

dan merupakan peletak dasar bagi berkembangnya perusahaan perkebunan di

Indonesia (Mubyarto, 1992: 15).

Munculnya perkebunan di Indonesia dimulai dengan adanya proses

komersialisasi rempah – rempah dalam perdagangan internasional pada abad

ke-16 yang telah membawa dua akibat penting bagi masyarakat Indonesia,

sehingga berdampak pada munculnya perluasan kebun yang hanya

menguntungkan dan mengundang kehadiran kekuasaan pihak asing di

Indonesia. Seperti halnya di negara berkembang bahwa sistem perkebunan di

Indonesia juga diperkenalkan lewat kolonialisme Barat yaitu kolonialisme

Page 18: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xviii

Belanda. Sistem kebun merupakan sistem usaha pertanian yang lebih dulu

dikenal sebelum masuknya sistem perkebunan di Indonesia. Sejak masa

tradisional sampai masa penjajahan Vereeniging Oost Indische Compagnie

(VOC) yaitu pada abad ke-17 dan ke-18, sistem usaha kebun menjadi sumber

produksi komoditi perdagangan untuk pasaran Eropa. Bahkan pada masa VOC

sistem usaha kebun rakyat menjadi sumber eksploitasi komoditi Eropa.

Eksploitasi produksi pertanian yang dilakukan oleh rezim pemerintah

kolonial ini diwujudkan dalam bentuk usaha perkebunan negara. Sistem tanam

paksa adalah salah satu bentuk perwujudannya, perbedaannya adalah apabila

politik eksploitasi VOC dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui kepala-

kepala pemerintahan feodal setempat, maka pada eksploitasi pemerintah

dilakukan secara langsung, dengan menggunakan sistem perkebunan negara.

Pelaksanaan sistem eksploitasi baru ini dilancarkan melalui alat birokrasi

pemerintah, yang berfungsi sebagai pelaksana langsung dalam proses

mobilisasi sumber daya perekonomian agraris tanah jajahan yang berupa tanah

dan tenaga kerja (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991: 10-11).

Perkembangan sistem perkebunan yang terjadi pada abad ke XIX

diikuti dengan proses peningkatan birokrasi pemerintah kolonial Belanda.

Perangkat pemerintahan desa menjadi ujung tombak birokrasi kolonial dan

menjadi alat pelaksana semua kebijaksanaan pemerintah pusat, termasuk

kebijaksanaan pelaksanaan sistem perkebunan (Sartono Kartodirjo dan Djoko

Suryo, 1991:11).

Proses perkembangan sistem perkebunan berlangsung sejajar dengan

fase-fase perkembangan politik kolonial dan sistem kapitalisme kolonial yang

melatarbelakanginya. Secara pokok pertumbuhan sistem perkebunan pada

masa kolonial mengalami dua fase perkembangan, yaitu dari fase industri

perkebunan negara ke fase industri perkebunan swasta. Perkembangan ini

berlangsung sejajar dengan terjadinya perubahan orientasi politik kolonial

yang mendasarinya, yaitu dari orientasi politik konservatif ke politik liberal.

Perubahan orientasi politik itu sendiri terjadi karena adanya perubahan sistem

kapitalisme di negeri Belanda yaitu dari sistem kapitalisme merkantilis ke

Page 19: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xix

sisitem kapitalisme industri, atau kapitalisme agro-industri. Fase awal dari

perkembangan perkebunan ditandai dengan kecenderungan politik

pemerintahan kolonial Belanda untuk meneruskan kebijaksanaan politik

eksploitasi (drainage politiek) yang dijalankan oleh VOC.

Dalam sektor perkebunan khususnya, semasa kolonialisme Belanda di

Indonesia, sejak masa VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) sampai

politik etis di awal abad XX telah menunjukkan betapa pentingnya sektor ini

sebagai tulang punggung kekuatan ekonomi Belanda. Pada abad XIX

perkebunan itu diusahakan secara besar-besaran oleh Belanda. Selama masa

tanam paksa (1830-1870) pengelolaan perkebunan dilakukan menurut model

VOC secara konservatif, hanya ada sedikit perbedaan. Di masa VOC

pengelolaan perkebunan melalui aparat atas birokrasi tradisional pribumi.

Selanjutnya setelah masa liberal (1870-1900) pengelolaan perkebunan

dilakukan oleh pihak swasta yang mempunyai modal besar dari Eropa. Sejak

1870 mulailah babak baru dalam pengusahaan perkebunan, pihak swasta

dengan kekuatan modalnya mulai berkembang. Sejak saat itu perkembangan

perusahaan perkebunan meningkat pesat. Berbagai komoditas perkebunan

yang sangat laku di pasaran dunia berkembang pesat, misalnya gula, kopi,

tembakau, nila dan sebagainya (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991:

80).

Sistem tanam paksa yang diterapkan sejak tahun 1830 pada dasarnya

adalah usaha penghidupan kembali sistem eksploitasi dari masa VOC yang

berupa penyerahan wajib. Dalam perumusannya, sistem tanam paksa pada

dasarnya penyatuan antara sistem penyerahan wajib dengan sistem pajak

tanah. Maka dari itu, ciri pokok dari sistem tanam paksa adalah terletak pada

keharusan rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk barang yaitu berupa

hasil tanaman pertanian mereka yang biasanya berupa tanaman eksport seperti

halnya kopi yang ada di Priyangan yang kemudian berlaku di seluruh Jawa.

Tanam paksa merupakan usaha untuk menanam tanaman eksport secara paksa

kepada penduduk Indonesia. Adapun jenis tanaman yang wajib untuk ditanam

rakyat utamanya adalah kopi, tebu, dan indigo. Tanaman lain yang ikut

Page 20: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xx

ditanam dalam skala kecil antara lain tembakau, lada, teh, dan kayu manis

(Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1987 : 57 ).

Berakhirnya politik tanam paksa pada tahun 1870 membawa babak

baru dalam sejarah perkebunan asing di Indonesia, khususnya di Jawa dengan

diundangkannya Hukum agraria oleh pemerintah kolonial Belanda yang

memungkinkan pemilik modal besar di negara Belanda dan negara – negara

Eropa Barat lainnya menanamkan modalnya di Indonesia. Hak – hak usaha

yang diperoleh para penanam modal tersebut terkenal dengan “Hak Erfpacht”

(Mubyarto, 1987: 21).

Sistem tanam paksa merupakan revolusi industri yang pertama di

bidang pertanian Indonesia. Kebijakan baru ini secara langsung tidak

diberlakukan di beberapa wilayah termasuk wilayah kerajaan (Vorstenlanden),

akan tetapi dampak yang ditimbulkan dari sistem ini sangat besar bagi

kelangsungan kerajaan. Dengan sistem ini diharapkan tanah-tanah di Jawa

mampu menjadi pilar penyangga ekonomi Belanda.

Di wilayah kerajaan Surakarta tidak secara langsung terbebani dengan

pelaksanaan sistem tanam paksa, akan tetapi juga menerima dampak dari

sistem ini. Hal ini jelas karena wilayah kerajaan Surakarta telah dikuasai oleh

pemerintah Kolonial Belanda dan harus tunduk terhadap kebijakannya.

Praja Mangkunegaran termasuk dalam wilayah kerajaan Kasunanan

Surakarta yang kekuasaannya berada di bawah Sunan. Praja Mangkunegaran

khususnya pada masa pemerintahan Mangkunegara IV, merupakan suatu

bagian dari wilayah Governement yaitu wilayah yang diperintah oleh seorang

Gubernur Surakarta yang dulunya disebut Residen. Daerah Mangkunegaran

terletak di tanah swapraja atau Vorstenlanden, di bagian sebelah timur

wilayah Jawa Tengah. Daerah ini jika dilihat dari wilayah Kasunanan

Surakarta terletak di bagian tenggara, meliputi lereng selatan dari gunung

Lawu, meluas sampai daerah hulu sungai Bengawan Solo terus menuju daerah

Gunung Kidul (Rauffaer: 1905: 2)

Praja Mangkunegaran mengalami perubahan dalam bidang politik dan

ekonomi. Hal ini ditandai dengan Mangkunegara I yang mempunyai

Page 21: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxi

kesempatan untuk merebut tahta kerajaan, sedangkan Mangkunegara II

mempunyai kesempatan untuk menambah luas tanah-tanah praja

Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara III kurang berhasil dalam

ekonomi, terbukti sewaktu beliau meninggal dunia mempunyai hutang-hutang

yang banyak. Dalam Geheime Besluit van den 8 en Maart 1853 Na. La. L

disebutkan bahwa Mangkunegara III waktu meninggal mempunyai hutang

sebesar f 46.200. Setelah itu Raden Mas Aria Gondokusuma menggantikan

Mangkunegara III, dengan sebutan Mangkunegara IV.

Pada masa pemerintahan Mangkunegara IV dapat dikatakan

merupakan zaman keemasan praja Mangkunegaran. Mangkunegara IV

membawa praja Mangkunegaran menuju arah kemakmuran rakyat dengan

mengusahakan peningkatan pertanian dan perkebunan. Beliau memajukan

perekonomian kadipatennya melalui pembukaan hutan jati, membuka

perkebunan kopi, tebu, teh, nila, dan mendirikan pabrik-pabrik gula dan teh

serta pembangunan hotel-hotel dan rumah penginapan.

Perkebunan yang diselenggarakan oleh Mangkunegara IV salah

satunya adalah perkebunan kopi. Penanaman kopi di daerah Mangkunegaran

ini telah lama berlangsung sejak zaman dahulu. Kira-kira dalam tahun 1814

dimulai penanaman dalam skala besar, bibit yang digunakan dari kebun kopi

kuno yaitu Gondosini, Bulukerto, Wonogiri (H. R. Soetono, 2000: 15)

Tahun 1833 produk itu diteruskan ke kebun-kebun yang teratur, yang

ditanam dengan kerja rodi, dirawat dan dipetik, pengirimannya pun dilakukan

dengan tanpa upah. Semasa memegang tampuk pimpinan di praja

Mangkunegaran, beliau mengadakan tindakan memperluas secara besar-

besaran penanaman kopi dalam tahun 1853. Perluasan daerah penanaman kopi

tersebut dengan cara mengolah tanah liar, menebangi hutan-hutan dan

meneruskan eksploitasi dari tanah-tanah perkopian yang sudah dikembalikan

oleh pengusaha Eropa.

Mangkunegaran mempunyai 24 tanah perkopian yang dibawahi oleh 2

orang inspektur. Pertanahan kopi tersebut meliputi Karangpandan,

Tawangmangu, Jumapolo, Jumopuro, Jatipuro, Ngadirojo, Sidoharjo,

Page 22: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxii

Girimarto, Jatisrono, Slogohimo, Bulukerto, Purwantoro, Nguntoronadi,

Wuryantoro, Ngeromoko, Pracimantoro, Giritontro, Baturetno, Batuwarno,

Selogiri, Singosari, Gubug dan Ngawen.

Mangkunegara IV berusaha mengelola perkebunan tersebut secara

modern, beliau mengangkat Rudolf Kampf untuk mengorganisasi dan

memperluas budidaya kopi di Mangkunegaran. Dengan demikian hasil kopi

Mangkunegaran menunjukkan tendensi meningkat. Hal ini nantinya

berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar perkebunan kopi,

yaitu dengan adanya perubahan sosial ekonomi pada masyarakat tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis tentang

”Perkebunan Kopi Mangkunegaran dan Pengaruhnya terhadap

Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Wonogiri pada Masa

Mangkunegara IV ”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latar belakang munculnya perkebunan kopi Mangkunegaran ?

2. Bagaimanakah pengelolaan perkebunan kopi Mangkunegaran pada masa

Mangkunegara IV ?

3. Bagaimanakah pengaruh perkebunan kopi Mangkunegaran terhadap

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Wonogiri pada masa

Mangkunegara IV ?

Page 23: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxiii

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya perkebunan kopi

Mangkunegaran.

2. Untuk mengetahui pengelolaan perkebunan kopi Mangkunegaran pada masa

Mangkunegara IV.

3. Untuk mengetahui pengaruh perkebunan kopi Mangkunegaran terhadap

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Wonogiri pada masa

Mangkunegara IV.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk:

a. Menambah ilmu pengetahuan yang berguna dalam rangka pengembangan

ilmu sejarah yang berkaitan dengan tema pembahasan.

b. Menambah pemahaman tentang sejarah agraria, terutama tentang sejarah

perkebunan kopi Mangkunegaran di Wonogiri.

c. Memberikan sumbangan terhadap penelitian dan penulisan sejarah perkebunan

khususnya di praja Mangkunegaran.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Memberikan sumbangan terhadap penelitian selanjutnya, khususnya dalam

sejarah perkebunan yang ada di Indonesia.

c. Digunakan sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung

dengan penelitian ini.

Page 24: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxiv

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebijakan Kolonial

a. Pengertian Kebijakan Kolonial

Kebijakan pada umumnya merupakan suatu tindakan dari kelompok

tertentu maupun sebuah organisasi untuk mengatasi suatu masalah yang

berkembang dalam masyarakat. Menurut Miriam Budiardjo (1982: 12),

kebijakan merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang

pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk

mencapai tujuan tersebut. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu

yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan kebijakannya. Kleijn yang

dikutip oleh Bambang Sunggono (1994: 11), menerangkan kebijakan sebagai

tindakan sadar dan sistematis, dengan memakai sarana-sarana yang cocok,

dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang dilakukan secara

bertahap. James E. Anderson dalam Bambang Sunggono (1994: 11)

menerangkan bahwa kebijakan sebagai rentetan tindakan yang memiliki

tujuan tertentu dan diikuti serta dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau

sekelompok pelaku untuk memecahkan persoalan tertentu.

Kolonialisme dipandang sebagai nafsu, suatu sistem yang merajai atau

mengendalikan ekonomi atas negeri bangsa lain. Nafsu itulah yang kemudian

menjiwai bangsa Eropa untuk keluar dari negerinya, berkelana mengarungi

samudera yang luas untuk mencari daerah-daerah yang akan dijadikan sasaran.

Dalam hal ini Asia menjadi ladang yang sangat subur untuk berbagai

kepentingan mereka dan berkembangnya kolonialisme Eropa (Cahyo Budi

Utomo, 1995: 2).

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Kebijakan kolonial adalah keputusan umum yang dilakukan oleh pejabat

otoritas pemerintahan kolonial untuk mengembangkan kekuasaan negaranya,

Page 25: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxv

dengan cara menaklukkan bangsa lain untuk mencari dominasi ekonomi dari

sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah daerah koloni, yang dituangkan

dalam bentuk peraturan perundangan atau bentuk keputusan formal tertentu.

Kebijakan merupakan suatu upaya dari seseorang atau sekelompok

orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan. Kebijakan yang dijalankan menimbulkan akibat yang

menguntungkan maupun merugikan. Seperti adanya kebijakan pemerintah

kolonial di negara jajahan khususnya Indonesia yang sangat merugikan rakyat.

Kebijakan yang dijalankan hanya menguntungkan pemerintah kolonial saja

seperti halnya, kolonial Belanda. Kebijakan politik kolonial Belanda yang

dijalankan di Indonesia merupakan serangkaian upaya pemerintah kolonial

dalam menaklukkan bangsa Indonesia untuk dapat mencapai tujuan

penjajahan secara maksimal dengan mendapat untung yang berlipat. Usaha

dalam melaksanakan kebijakan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan

kebijakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Di bidang politik

penjajah melakukan dominasi politik, di mana negara jajahan tunduk pada

negara penjajah. Di bidang ekonomi, terjadi eksploitasi ekonomi secara

besar–besaran (drainage ekonomi) untuk kemakmuran pemerintah kolonial.

Di bidang sosial, adanya diskriminasi antara penjajah yang berkedudukan

tinggi sedang rakyat pribumi sebagai golongan rendah. Dalam bidang budaya,

adanya penetrasi budaya Barat (Cahyo Budi Utomo, 1995: 3).

Kebijakan kolonial muncul sebagai akibat adanya sistem kolonialisme

yaitu usaha menguasai bangsa lain dalam segala hal untuk mencapai

kemakmuran. Untuk itu kolonialisme hakikatnya dominasi politik, eksploitasi

ekonomi dan penetrasi kebudayaan serta segresi sosial.

Gerakan kolonialisme yang didukung oleh perkembangan kapitalisme

agraris Barat, memandang tanah jajahan menjadi sumber kekayaan bagi

negara induk. Tersedianya tanah dan tenaga kerja murah yang melimpah di

tanah jajahan, memungkinkan untuk dilakukan eksploitasi produksi pertanian

yang menguntungkan bagi pasaran dunia. Sistem perkebunan dalam hubungan

ini dipandang sebagai cara yang tepat untuk diterapkan. Pelaksanaan sistem

Page 26: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxvi

perkebunan dimulai melalui pembukaan penanaman modal dan teknologi

dari luar, dan memanfaatkan tanah serta tenaga kerja yang tersedia di daerah

jajahan (Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991: 7).

Penetrasi kolonial Belanda dapat dikatakan mulai nampak suatu gejala

yang lebih maju meskipun dalam batas tertentu, seperti didirikannya

perusahaan perkebunan. Kehadirannya mengandung pengaruh bagi penduduk

yang semula mengolah tanah sawah untuk bercocok tanam secara tradisional

mulai bergeser fungsi, tanah dijadikan lahan tanaman eksport sehingga

penduduk menjadi pekerja perkebunan dan mulai mengenal sistem ekonomi

uang sebagai pengganti sistem ekonomi barter.

Kebijakan pemerintah kolonial dalam bidang ekonomi, lahir sebagai

dampak adanya kebutuhan sumber dan kekayaan alam yang mampu

memberikan kemakmuran bagi pemerintah kolonial. Kebijakan pemerintah

kolonial menyebabkan arus modernisasi semakin berkembang. Terutama

dalam prinsip kebijakan ekonomi yang memberi peluang tumbuh dan

berkembangnya perusahaan perkebunan swasta. Akibatnya banyak muncul

perusahaan asing dan perkebunan asing di negara jajahan. Perkebunan –

perkebunan asing dengan tanaman andalan seperti tebu, kopi dan teh dikelola

dengan maksimal karena tanaman tersebut akan diperdagangkan di pasaran

internasional.

Kebijakan kolonial Belanda di Indonesia dalam bidang ekonomi

ditandai dengan adanya pelaksanaan politik kolonial konservatif (1800-1848),

sistem tanam paksa (1830-1870), politik kolonial liberal (1850-1870), politik

etis tahun 1900-an. Serangkaian kebijakan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah kolonial membawa pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat,

khususnya dalam hal kesejahteraan umum; sedangkan dampak penting dari

adanya gerakan kolonialisme adalah timbulnya sistem kolonial dan situasi

kolonial di negara jajahan. Sistem kolonial dan situasi kolonial telah

menciptakan sistem hubungan kolonial antara pihak penguasa kolonial dan

penduduk pribumi yang dikuasai dan antara pihak negara jajahan dengan

negara induknya. Sistem kolonial ditandai dengan empat pokok yaitu:

Page 27: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxvii

dominasi, eksploitasi, diskriminasi dan dependensi. Prinsip dominasi timbul

dari proses ekspansi kekuasaan imperialisme dan kolonialisme suatu bangsa

ke bangsa lain.

b. Ekonomi Liberal

Liberalisme berasal dari kata Latin liberalis, kata yang diturunkan dari

kata ”liber” yang berarti bebas, merdeka, tak terikat, tak tergantung. Dalam

bidang ekonomi, kaum liberalis menuntut kebebasan dan dihilangkannya

segala hambatan, halangan, dan pembatasan yang menghadang kehidupan

ekonomi, dalam bentuk undang-undang atau aturan-aturan. Setiap orang harus

diberi kesempatan untuk berusaha dan maju sesuai dengan kemampuan dan

aspirasinya. Dari usaha masing-masing orang itu akan tercipta pasar yang akan

teratur karena dikendalikan hukum emas ”lakukanlah sesuatu bagi orang lain,

sebagaimana kalian berharap orang lain berbuat bagi kalian”. Dengan cara itu

kemakmuran orang perorangan dan masyarakat serta negara bahkan dunia

akan tercipta (Mangunhardjana, 2001: 149) .

Pelaksanaan cultuurstelsel mendapat kritik yang sangat pedas dari

kaum liberal, namun pada hakikatnya kritik itu didasari oleh pertimbangan

taktis saja. Tanaman wajib adalah pemerasan resmi pemerintah terhadap

rakyat jajahan, yang dikritik bukan pemerasannya melainkan keresmiannya.

Pihak swasta ingin mendapat giliran mengadakan eksploitasi. Hal ini

mengakibatkan adanya pertentangan antara golongan konservatif dan

golongan liberal dalam menentukan kebijakan terhadap daerah koloni.

Soal yang dihadapi golongan liberal adalah bukan bagaimana

mengatur daerah koloni, tetapi bagaimana mengatur daerah koloni untuk

mendapatkan uang. Dengan demikian penghapusan cultuurstelsel tidak

berakhirnya penderitaan rakyat karena penarikan modal swasta. Bahkan

pemasukan modal swasta tidak hanya terbatas pada perkebunan-perkebunan

saja tetapi juga dalam berbagai perusahaan seperti pengangkutan,

pertambangan, dan perkapalan (Cahyo Budi Utomo, 1995: 11).

Page 28: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxviii

Politik ekonomi kaum liberal adalah menganut prinsip “tidak campur

tangan”, berhubung dengan itu negara harus menarik diri dari segala campur

tangan, segala rintangan terhadap inisiatif individu dan kebebasan harus

dihapuskan, dan segala bantuan pemerintah kepada usaha swasta harus lenyap.

Sistem ekonomi liberal mempermudah baik eksport maupun import modal.

Penanaman modal terutama terjadi di Indonesia sebagai daerah tempat mulai

berkembangnya industri gula, timah dan tembakau sejak tahun 1850. Dengan

dihapusnya cultuurstelsel secara berangsur-angsur, maka digantilah tanaman

paksa pemerintah dengan perkebunan-perkebunan yang diusahakan oleh

pengusaha-pengusaha swasta (Sartono Kartodorjo, 1967: XVI)

Kondisi yang menguntungkan bagi penanam modal asing dijamin oleh

pemerintah kolonial, seperti tenaga kerja dan sewa tanah yang murah. Hal itu

dapat dilihat dari isi Undang-undang Agraria tahun 1870, suatu peraturan yang

umumnya dianggap sebagai dimulainya politik kolonial liberal di Hindia

Belanda. Peraturan tersebut pada pokoknya berisi dua hal, yaitu

pengambilalihan tanah milik penduduk tidak diperbolehkan, dan orang Asing

boleh menyewa tanah untuk perkebunan (Cahyo Budi Utomo, 1995: 11).

Kurang lebih tahun 1870 Belanda memasuki periode kapitalisme

modern. Hasil daripada revolusi industri selama dwi dasawarsa sebelumnya

dibuktikan dengan perkembangan industri, perkapalan, perbankan, dan

komunikasi yang modern. Volume perdagangan berkembang dengan pesatnya,

sedangkan perkembangan modal menunjukkan perbandingan jumlah yang

besar. Sistem perdagangan bebas mengatur hubungan ekonomi Belanda

dengan negara-negara tetangga. Politik “pintu terbuka” di Hindia Belanda dan

perkembangan perusahaan-perusahaan swasta mengakibatkan hasil-hasil

daerah koloni lebih banyak mencari pelemparan di negara asing daripada di

Nederland sendiri. Sejumlah besar perkebunan-perkebunan yang didirikan

sesudah tahun 1870 merupakan objek penanaman modal (Sartono Kartodirjo,

1967: XIX)

Tahun 1870 sistem tanam paksa dihapuskan. Hal ini disebabkan di

negeri Belanda telah terjadi pergeseran-pergeseran kekuasaan politik dari

Page 29: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxix

tangan kaum konservatif ke tangan kaum liberal. Kaum liberal menentang

sistem eksploitasi oleh negara atau pemerintah. Mereka mengganti sistem

tanam paksa dengan sistem perusahaan swasta dan sistem kerja paksa dengan

sistem kerja upah bebas. Jadi, dengan demikian terjadi pembukaan tanah

jajahan bagi penanaman modal swasta Belanda dan terjadi pembukaan tanah-

tanah perkebunan swasta di Indonesia (Noer Fauzi, 1999: 32)

Liberalisme memberi dorongan baru terhadap kemajuan ekonomi. Di

dalam sistem baru ini pengusaha-pengusaha swasta mengambilalih prkebunan-

perkebunan yang sebelumnya diurus oleh pemerintah kolonial dan urusannya

berjalan seperti sedia kala, hanya dengan perbedaan bahwa kalau dahulu

hanya ada pemegang saham tunggal tetapi sekarang jumlah pemegang

sahamnya banyak. Perusahaan-perusahaan swasta berusaha lebih menekan

daripada perusahaan pemerintah. Pengusaha-pengusaha dan kaum humaniter

mengumpulkan kekuatan untuk mematahkan cultuurstelsel, yang pertama

didorong oleh kepentingan ekonomi, sedangkan yang akhir oleh kepercayaan

bahwa kebebasan berusaha dan kebebasan bekerja merupakan jaminan yang

paling utama bagi kemajuan dan kesejahteraan. Kaum humaniter percaya

bahwa perusahaan swasta dan modal bebas akan membebaskan daerah-daerah

koloni dari eksploitasi, tetapi kenyataannya hal itu hanya merupakan

pergantian mengenai eksploitornya (Sartono Kartodirjo, 1967: XX).

2. Perkebunan

a. Pengertian Perkebunan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 458), “perkebunan

berhubungan dengan hal berkebun, perusahaan yang mengusahakan kebun-

kebun, dan tanah-tanah yang dijadikan kebun“. Pendapat William J. O’ Malley

seperti dikutip Anne Both (1988: 198) mengenai konsep “perkebunan yang

meliputi komponen seperti tanah, pekerja, modal, teknologi, skala, organisasi,

dan tujuan”.

Pengertian dari perkebunan menurut Sartono Kartodirjo dan Djoko

Suryo (1991: 4), adalah:

Page 30: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxx

Perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial dan kapitalistik, diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian skala besar dan kompleks, bersifat padat modal (capital intensive), penggunaan areal pertanahan luas, organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja secara rinci, penggunaan tenaga kerja upahan (wage labour), struktur hubungan kerja yang rapi dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi, serta penanaman tanaman komersial (commercial corps) yang ditujukan untuk komoditi eksport di pasaran dunia.

b. Sejarah Perkebunan

Sejarah perkebunan tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan

kolonialisme dan kapitalisme. Perkebunan pada awal perkembangannya hadir

sebagai sistem perkembangan baru yang semula belum dikenal, yaitu sistem

perekonomian pertanian komersial yang bercorak kolonial. Sistem perkebunan

yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau yang didirikan oleh korporasi

kapitalis asing pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa. Perkebunan

sebagai sistem perekonomian pertanian baru telah memperkenalkan berbagai

pembaharuan dalam sistem perekonomian pertanian yang membawa dampak

perubahan penting terhadap kehidupan masyarakat tanah jajahan.

Sistem perkebunan di Indonesia diperkenalkan lewat kolonialisme

Barat, dalam hal ini kolonialisme Belanda. Sejarah perkembangan perkebunan

sebagai ekonomi yang menonjol sangat ditentukan oleh politik kolonial yang

dijalankan pemerintah Belanda selaku negeri induk.

Tanaman – tanaman perkebunan yang awalnya di budidayakan di

Indonesia dan menjadi tanaman eksport dunia adalah kopi, yang diusahakan

menjadi tanaman perkebunan di Indonesia sekitar tahun 1700-an, di mana

jenis kopi yang ditanam adalah kopi Arabika. Perkebunan kopi adalah

perkebunan yang tertua pertama di Indonesia, setelah kopi kemudian

muncullah teh pada tahun 1826. Pada awalnya yang dibudidayakan adalah teh

Cina, namun karena hasilnya tidak memuaskan di perdagangan dunia, maka

sekitar tahun 1880-an teh Cina digantikan dengan teh Assam (Haryono

Semangun, 1989 : 1).

Perkembangan sistem ekonomi perkebunan pada mulanya tidak

berlaku di wilayah vorstenlanden. Wilayah vorstenlanden pada mulanya

Page 31: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxi

berlaku hukum yang menyatakan bahwa semua tanah adalah milik raja. Oleh

karena tanah-tanah di kawasan ini subur, mengundang pengusaha swasta

menanamkan modal di bidang pertanian dan perkebunan. Hal ini diperkuat

sejak dikeluarkannya UU Agraria 1870 dengan diizinkannya pengusaha

swasta menyewa tanah dari rakyat, maka segala kekuasaan atas tanah beralih

pada tangan penyewa (Mubyarto, 1992: 41).

Kehadiran sistem perkebunan di lingkungan masyarakat agraris

tradisional di tanah jajahan atau negara-negara berkembang, dianggap telah

menciptakan tipe perekonomian kantong (enclave economics) yang bersifat

“dualistis”. Kehadiran perkebunan digambarkan telah menciptakan komunitas

sektor perekonomian “modern”, yang berorientasi eksport pasaran dunia, di

tengah-tengah lingkungan komunitas sektor perekonomian “tradisional” atau

“subsisten” (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991: 7).

Sistem perkebunan mempunyai dua sisi, di satu pihak, bagaimana

perkebunan itu mengelola manajemen perkebunan agar memperoleh

keuntungan sebesar-besarnya. Di sisi lain, dominasi perkebunan itu mendesak

perekonomian tradisional yang merupakan soko guru kehidupan petani.

Efisiensi manajemen merupakan kunci keberhasilan perkebunan, oleh karena

itu sistem perkebunan menyangkut perluasan areal, produksi dan eksport

(Suhartono, 1995: 61).

c. Jenis Perkebunan

Haryono Semangun (1989: 2) mengklasifikasikan jenis perkebunan

berdasarkan pengelolaannya, terdiri atas tiga bagian yaitu: (1) Perkebunan

negara, (2) Perkebunan Swasta, dan (3) Perkebunan Rakyat.

Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo (1991: 135) menggolongkan jenis

perkebunan berdasarkan tanaman yang diusahakan (ditanam) yaitu: (1)

Perkebunan Tebu, (2) Perkebunan Kopi, (3) Perkebunan Teh, (4) Perkebunan

Coklat, Perkebunan rempah-rempah, seperti: perkebunan pala, perkebunan

lada, dan lain-lain, (5) Perkebunan Karet, (6) Perkebunan Kelapa Sawit, (7)

Perkebunan Kina, (8) Perkebunan Tembakau, dan (10) Perkebunan Kapas.

Page 32: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxii

3. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat

Kelompok manusia yang hidup bersama disebut masyarakat. Dalam

kehidupan ini menunjukkan adanya keterikatan dan perasaan saling

membutuhkan satu sama lain. J. L. Gillin dan J. P. Gillin dalam Abu Ahmadi

(1990: 220) menyatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang

terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang

sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih

kecil.

Menurut Ralp Linton dalam Abu Ahmadi (1990: 220), masyarakat

adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Berdasarkan definisi

Ralp Linton tersebut, maka masyarakat timbul dari setiap kumpulan individu,

yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama.

Kelompok manusia yang dimaksud di atas yang belum terorganisasikan

mengalami proses yang fundamental yaitu:

1) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota

2) Timbul perasaan berkelompok secara lambat laun

Adanya sarana untuk berinteraksi menyebabkan suatu kolektif manusia

itu akan berinteraksi. Tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau

berinteraksi merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus

mempunyai suatu ikatan lain yang khusus, yaitu tingkah laku yang khas.

Ikatan khusus yang membuat satu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat

yaitu:

1) Pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam

batas kesatuan itu

2) Pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu, atau dengan kata lain pola

khas itu sudah menjadi adat istiadat yang khas

Page 33: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxiii

3) Adanya satu rasa identitas di antara para warga atau anggotanya bahwa

mereka memang merupakan satu kesatuan khusus yang berbeda dari

kesatuan-kesatuan yang lain (Koentjaraningrat, 1983: 147).

Pengertian masyarakat menurut KBBI adalah sejumlah manusia dalam

arti yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka

anggap sama, sedangkan dalam bahasa Inggris masyarakat disebut dengan

community, Soerjono Soekanto (2006: 27) mengatakan bahwa community

adalah masyarakat yang tinggal di suatu wilayah (geografis) dengan batas-

batas tertentu, di mana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi

yang lebih besar di antara anggota dibandingkan dengan interaksi dengan

penduduk di luar batas wilayahnya.

Roucek dan Warren dalam Jefta Leibo (1995: 7), menyatakan bahwa

secara umum dalam kehidupan masyarakat di pedesaan mempunyai beberapa

karakteristik, antara lain:

1) Mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal (mata pencaharian, nilai-

nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku)

2) Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit

ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat

dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi

kebutuhan ekonomi rumah tangga. Selain itu juga sangat ditentukan oleh

kelompok primer, yakni dalam memecahkan suatu masalah, keluarga

cukup memainkan peranan dalam pengambilan keputusan final

3) Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada (misalnya

keterikatan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya)

4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di

kota, serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar atau

banyak.

Karakteristik yang dikemukakan oleh Roucek dan Warren ini, tidak

semuanya berlaku di setiap desa, karena setiap desa itu memiliki karakteristik

yang berbeda-beda, tergantung pada seberapa jauh tingkat perubahan

(kemajuan) yang telah dicapai oleh masyarakat desa tertentu.

Page 34: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxiv

Masyarakat merupakan obyek studi dari disiplin ilmu sosiologi, oleh

karena itu masyarakat tidak hanya dipandang sebagai suatu kumpulan individu

semata-mata, melainkan suatu pergaulan hidup karena mereka cenderung

hidup bersama-sama dalam jangka waktu yang cukup lama. Beberapa ahli

sependapat dengan argumen di atas, yang kemudian lebih ditegaskan lagi oleh

Soleman B. Tanako (1993: 11) yaitu sebagai berikut:

Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau penjumlahan dari individu-individu semata-mata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Dengan perkataan lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Emile Durkheim menyatakan bahwa masyarakat merupakan satu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Soleman B. Tanako (1993: 12) menjelaskan bahwa sebagai suatu

pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia maka tentunya

masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yang lebih menegaskan definisi

masyarakat itu sendiri, yaitu:

1) Manusia yang hidup bersama

2) Bergaul selama jangka waktu cukup lama

3) Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari satu

kesatuan

Dari beberapa pendapat para tokoh di atas maka masyarakat dapat

didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang hidup bersama dan saling

berinteraksi karena mereka memiliki kesamaan karakteristik dan kepentingan

ataupun tujuan hidup yang minimal sama.

b. Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial terdiri dari kata perubahan dan sosial. Perubahan

berasal dari kata ubah yang berarti menjadi lain (berbeda) dari semula,

sedangkan perubahan menurut KBBI adalah hal (keadaan) berubah; peralihan;

pertukaran.

Page 35: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxv

Soerjono Soekanto menjelaskannya sebagai berikut:

Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan cepat. Perubahan bisa berkaitan dengan: 1) Nilai-nilai sosial; 2) Pola perilaku; 3) Organisasi; 4) Lembaga kemasyarakatan; 5) Lapisan masyarakat; 6) Kekuasaan, wewenang dll (Soerjono Soekanto, 2006: 261). Perubahan berkaitan dengan banyak hal, salah satunya adalah dalam

kehidupan sosial masyarakat. Istilah sosial dapat diartikan sebagai hal yang

berkenaan dengan masyarakat dan suka memperhatikan kepentingan umum.

Soerjono Soekanto (2006: 13), menjelaskan pengertian sosial sebagai

berikut:

Istilah sosial pada ilmu-ilmu sosial memiliki arti yang berbeda dengan misalnya istilah sosialisme atau istilah sosial pada departemen sosial. Apabila istilah sosial pada ilmu sosial merujuk pada obyeknya, yaitu masyarakat, sosialisme merupakan suatu ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan umum ( atas alat-alat produksi dan jasa dalam bidang ekonomi). Sementara itu, istilah sosial pada departemen sosial menunjuk pada kegiatan–kegiatan di lapangan sosial. Artinya kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susila, orang jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah pekerjaan ataupun kesejahteraan sosial. Dari beberapa pengertian di atas, maka perubahan yang dimaksud di

sini adalah perubahan yang berkenaan dengan tata kehidupan sosial

masyarakat. Perubahan tersebut adalah perubahan sosial, perubahan sosial

juga memiliki beberapa definisi, di antaranya sebagai berikut:

Menurut Selo Soemardjan (1991: 304), perubahan sosial dapat dibagi

dalam dua kategori, perubahan yang disengaja dan yang tidak disengaja

(intended dan unintended change). Yang dimaksud dengan perubahan sosial

yang disengaja adalah perubahan yang telah diketahui dan direncanakan

sebelumnya oleh para anggota masyarakat yang berperan sebagai pelopor

Page 36: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxvi

perubahan. Sedangkan perubahan sosial yang tidak direncanakan ialah

perubahan yang terjadi tanpa diketahui atau direncanakan sebelumnya oleh

anggota masyarakat.

Perubahan sosial tidak hanya diartikan sebagai suatu kemajuan atau

progress tetapi dapat pula berupa suatu kemunduran (regress). Kemudian

Selo Soemarjan mengartikan bahwa perubahan sosial sebagai perubahan yang

terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat

yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap,

pola perilakunya di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan

definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai

himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur

masyarakat lainnya (Soemardjan dalam Soekanto, 2006: 263).

Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi

dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara

keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Jadi perubahan sosial

dapat terjadi karena perbedaan keadaan di antara sistem-sistem sosial dalam

sebuah masyarakat. Kemudian menurutnya konsep dasar perubahan sosial

mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu berbeda; (3) di antara

keadaan sistem sosial yang sama (Piotr Sztompka, 2007: 3).

Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2006: 263) mengatakan perubahan

sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik

karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan, materiil,

komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun

penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Mac Iver dalam Soekanto (2006: 263) mengatakan bahwa perubahan-

perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social

relantionships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)

hubungan sosial.

Dari beberapa pengertian mengenai perubahan sosial di atas maka

dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang

Page 37: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxvii

terjadi dalam lembaga masyarakat atau masyarakat itu sendiri baik bersifat

progress ataupun regress yang disebabkan karena adanya tekanan dari luar.

Penyebab Perubahan Sosial

Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketahui sebab-

sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Soerjono Soekanto

(2005: 318) menyatakan bahwa penyebab perubahan sosial sumbernya terletak

di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar.

1. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain:

a. Bertambah atau berkurangnya penduduk

Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya

perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga

kemasyarakatannya, sedangkan berkurangnya penduduk mungkin

disebabkan berpindahnya penduduk akibat urbanisasi maupun

transmigrasi. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan,

misalnya dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang

mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.

b. Penemuan-penemuan baru

Penemuan-penemuan baru yang menyebabkan terjadinya perubahan-

perubahan terdiri dari penemuan baru dalam kebudayaan jasmaniah

maupun rohaniah. Misalnya, dalam kebudayaan jasmaniah yaitu dengan

ditemukannya radio menyebabkan perubahan-perubahan dalam lembaga

kemasyarakatan seperti pendidikan agama, pemerintahan, rekreasi dan

lain-lain. Penemuan dalam kebudayaan rohaniah misalnya, adanya

ideologi baru, aliran kepercayaan baru, sistem hukum yang baru dan lain-

lain.

c. Pertentangan (conflict) masyarakat

Pertentangan-pertentangan antara individu dengan kelompok atau

perantara kelompok dengan kelompok menyebabkan terjadinya perubahan

sosial dan kebudayaan.

Page 38: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxviii

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Revolusi yang meletus di sebuah negara mengakibatkan terjadinya

perubahan-perubahan besar dalam negara tersebut, yang dapat merubah

segenap lembaga kemasyarakatan.

2. Sebab-sebab yang bersumber dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain:

a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar

manusia seperti terjadinya bencana alam yang menyebabkan masyarakat

yang mendiami suatu daerah tertentu terpaksa harus menyesuaikan diri

dengan keadaan alam yang baru.

b. Peperangan

Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan karena biasanya negara yang menang akan

memaksakan kebudayaannya pada negara yang kalah.

c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Penyebab perubahan sosial juga bisa datang dari faktor pribadi

masyarakat, misalnya keinginan dari setiap individu yang ada dalam

masyarakat untuk merubah kehidupannya, sehingga mau tidak mau struktur

masyarakat tersebut berubah pula. Pendapat ini diperkuat oleh Morris

Ginsberg sebagaimana dikutip dalam Tilaar sebagai berikut;

Moris Ginsberg dalam Tilaar (2002: 7) menelaah mengenai faktor-faktor penyebab perubahan. Dari beberapa faktor yang dikemukakannya dapat kita catat tiga faktor yang bertumpu pada pribadi seseorang. Sebab-sebab tersebut ialah: 1) Keinginan-keinginan dan keputusan yang sadar dari pribadi-pribadi untuk mengadakan perubahan, 2) sikap pribadi tertentu karena kondisi sosial yang telah berubah, dan 3) pribadi atau kelompok yang menonjol di dalam suatu masyarakat yang menginginkan perubahan”.

c. Perubahan Ekonomi

Perubahan-perubahan dan pergerakan-pergerakan yang relatif dari

penduduk menjadi indikator yang penting mengenai tekanan-tekanan sosial

ekonomi yang lebih besar di karesidenan Semarang, itulah sebabnya maka

pergerakan yang penting dari penduduk pedesaan akan dapat diduga hanya

Page 39: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xxxix

akan terjadi sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang berarti (Djoko

Suryo, 1989: 10).

Perubahan penduduk dipergunakan sebagai indikator bagi perbedaan

sosial dan perubahan ekonomi. Pertumbuhan atau pergerakan penduduk

pedesaan biasanya disebabkan oleh 3 faktor penting, yaitu kelahiran, kematian

dan perpindahan penduduk (Djoko Suryo, 1989: 11).

Semakin meluasnya usaha perkebunan dengan modal asing telah

membawa dampak pada perubahan sistem perekonomian yang tadinya sistem

ekonomi tradisional berubah menjadi sistem perekonomian pertanian

komersial. Pada sistem perekonomian komersial yang mengutamakan sistem

perkebunan dengan bersifat padat modal, lahan luas, tenaga kerja banyak,

pembagian kerja jelas, struktur tenaga kerja yang rapi, menggunakan teknologi

modern, sistem administrasi yang rapi serta tanaman yang ditujukan untuk

kepentingan ekspor di pasar dunia, sangat bertolak belakang dengan sistem

perekonomian tradisional (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991: 4).

Dalam struktur ekonomi pertanian tradisional, usaha perkebunan

merupakan usaha tambahan atau pelengkap dari kegiatan kehidupan pertanian

pokok, terutama pertanian pangan secara keseluruhan. Sistem kebun biasanya

diwujudkan dalam bentuk usaha kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan

terbatas, sumber tenaga kerja berpusat pada anggota keluarga, kurang

berorientasi pada kebutuhan sendiri.

Pada masa berkembangnya sistem ekonomi liberal, memberikan

kebebasan kepada petani untuk menyewakan tanahnya dan sekaligus

menyediakan tenaganya bagi penyelenggaraan perusahaan perkebunan. Tanah

dan tenaga kerja tersebut dimanfaatkan secara bebas dalam proses produksi

pertanian.

Dalam masyarakat selain terjadi perubahan dalam sistem pertanian

juga munculnya sistem ekonomi uang. Masuknya sistem ekonomi uang dalam

kehidupan masyarakat menambah beban bagi masyarakat. Sistem ekonomi

uang akan memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, lahirnya buruh

upahan, dan sistem penyewaan tanah.

Page 40: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xl

d. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat

Perubahan masyarakat pada umumnya merupakan suatu proses yang

terus menerus, artinya bahwa setiap masyarakat akan mengalami perubahan.

Perubahan antara masyarakat satu dengan yang lain berbeda, ada yang cepat

dan ada yang lambat.

Perubahan tidak selalu membawa dampak kemajuan, bahkan yang

terjadi sebaliknya, yaitu kekacauan. Apalagi perubahan tersebut kurang

memperhatikan terhadap sistem nilai yang berlaku sebelumnya, maka yang

terjadi adalah keresahan.

Perubahan sosial ekonomi masyarakat dapat diartikan sebagai bentuk

perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang membawa pengaruh terhadap

kehidupan sosial ekonomi pada masyarakat tersebut.

4. Kerangka Berpikir

Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Perkebunan Kopi

Mangkunegaran dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat Wonogiri pada Masa Mangkunegara IV, maka dapat

digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Page 41: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xli

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

Keterangan :

Kolonialisme Belanda di Indonesia dimulai sejak berlangsungnya

ekspansi kekuasaan bangsa Eropa yaitu abad XVI. Kebijakan kolonial muncul

sebagai akibat adanya sistem kolonialisme yaitu usaha menguasai bangsa lain

dalam segala hal untuk mencapai kemakmuran. Ekspansi kekuasaan kolonial

Belanda meningkat pada abad ke XIX telah membawa pengaruh atas

terjadinya perubahan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan di Indonesia.

Dalam mengolah daerah jajahan, perkebunan menjadi salah satu sumber

komersial yang potensial bahkan menjadi basis perekonomian Belanda.

Sistem ekonomi liberal mempermudah baik eksport maupun import

modal. Penanaman modal terutama terjadi di Indonesia sebagai daerah tempat

mulai berkembangnya industri gula, timah dan tembakau sejak tahun 1950.

Dengan dihapusnya cultuurstelsel secara berangsur-angsur, maka digantilah

tanaman paksa pemerintah dengan perkebunan-perkebunan yang diusahakan

oleh pengusaha-pengusaha swasta.

Ekonomi Liberal

Mangkunegaran

Perkebunan Kopi

Perubahan Masyarakat

Bidang Sosial

Bidang Ekonomi

Kebijakan Kolonial

Page 42: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlii

Keberhasilan golongan liberal mendapat kursi mayoritas dalam

parlemen Belanda tahun 1870 menyebabkan semakin luasnya kekuasaan

liberal tanah jajahan. Oleh karena itu dalam penguasaan tanah jajahan,

golongan liberal memberlakukan sistem politik kolonial baru yang dikenal

dengan sistem politik pintu terbuka. Politik ”pintu terbuka” sebenarnya

dilakukan atas desakan golongan menengah yang menghendaki tempat dalam

proses eksploitasi tanah jajahan. Kebanyakan dari mereka adalah golongan

pengusaha atau kaum pemilik modal, yang menjadi golongan borjuis dan

pendukung aliran politik liberal. Golongan kapitalis industri ini pada dasarnya

menghendaki perubahan politik kolonial yang dapat mengikutsertakan mereka

dalam proses eksploitasi tanah jajahan. Mereka mendesak pemerintah untuk

membuka pintu tanah jajahan bagi penanaman modal mereka, terutama dalam

perusahaan agribisnis, terutama bagi modal para pengusaha swasta.

Kebijakan kolonial Belanda dengan politik ekonomi liberal ini

memberikan pengaruh terhadap daerah – daerah di tanah jajahan. Dengan

adanya kebijakan kolonial tersebut, mendorong pemerintah Praja

Mangkunegaran untuk menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi guna

meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu Mangkunegara IV (1853–1881)

membuka perkebunan kopi di Wonogiri dengan harapan agar mampu

mengatasi masalah keuangan dan ekonomi di praja Mangkunegaran.

Dengan adanya perkebunan kopi Mangkunegaran di Wonogiri ini

membawa dampak perubahan sosial ekonomi pada masyarakat. Perubahan

tersebut di antaranya adalah terjadinya perubahan cara hidup dari pertanian

menjadi pekerja buruh upahan. Selain itu status sosial para bekel menjadi

semakin meningkat yang semula hanya sebagai pemungut pajak kemudian

menjadi semacam ”mandor” dan juga sekaligus sebagai pengerah tenaga kerja

dan organisator penanaman. Secara umum memang beban kerja masyarakat

desa menjadi meningkat, tetapi juga terbuka kesempatan kerja bebas untuk

meningkatkan penghasilan.

Page 43: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xliii

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penulis dalam melakukan penelitian yang berjudul “Perkebunan Kopi

Mangkunegaran dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat Wonogiri pada masa Mangkunegara IV” memanfaatkan fasilitas

perpustakaan sebagai sarana untuk memperoleh data dalam penelitian. Untuk

memperoleh data penelitian ini, penulis mencari sumber tertulis di

perpustakaan. Adapun perpustakaan yang dipergunakan sebagai tempat

penelitian adalah:

a. Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran

b. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

c. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Maret Surakarta

d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

e. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta

f. Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Wonogiri

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah sejak pengajuan judul

skripsi yaitu bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009. Adapun kegiatan

yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut adalah mengumpulkan

sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber, menetapkan

makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan terakhir

menyusun laporan hasil penelitian. Secara rinci jadwal kegiatan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Page 44: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xliv

Tabel 1. Jadwal Penelitian

Bulan No Jenis

Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

1. Pengajuan

judul

2. Proposal

3. Perijinan

4. Pengumpulan

data

5. Analisis data

6. Penulisan

laporan

B. Metode penelitian

Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena

keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode

yang tepat. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti

cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut

masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1983: 7). Penelitian ini

merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan mengenai

”Perkebunan Kopi Mangkunegaran dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan

Sosial Ekonomi Masyarakat Wonogiri pada Masa Mangkunegara IV”.

Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa

lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah atau metode

historis.

Hadari Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode

penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan

data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian

atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan

Page 45: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlv

masa sekarang. Gilbert J. Garraghan yang dikutip Dudung Abdurrahman

(1999: 43) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah

seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-

sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan

sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44)

menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis

kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya,

serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat

dipercaya. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang

dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran

rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis

secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian

dan cerita sejarah yang dapat dipercaya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan

mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan

yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji

dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai

dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita

sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

C. Sumber Data

Sumber data sering disebut juga “data sejarah”. Menurut Kuntowijoyo

yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 30) perkataan ”data” merupakan

bentuk jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti

“pemberitaan”. Menurut Dudung Abdurrachman (1999: 30) data sejarah

merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan

pengkategorian. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61) sumber

sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Page 46: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlvi

Helius Syamsuddin (1996: 73) mengemukakan tentang pengertian

sumber sejarah, yaitu: segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung

menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia

pada masa lalu (past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan

mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti)

yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas

mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang

diucapkan (lisan).

Sumber sejarah dapat dibedakan menjadi sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang

disampaikan langsung oleh saksi mata. Dikatakan sebagai sumber sekunder

karena tidak disampaikan langsung oleh saksi mata dan bentuknya dapat

berupa buku-buku, artikel, koran, majalah (Dudung Abdurrahman, 1999: 56).

Sumadi Suryabrata (1994: 17) berpendapat bahwa penelitian historis

tergantung kepada dua macam data, yaitu data primer dan sekunder. Data

primer diperoleh dari sumber primer, yaitu peneliti secara langsung

melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan. Data

sekunder diperoleh dari sumber sekunder, yaitu penulis melaporkan hasil

observasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari kejadian aslinya.

Di antara kedua sumber tersebut, sumber primer dipandang memiliki otoritas

sebagai bukti tangan pertama, dan diberi prioritas dalam pengumpulan data.

Menurut Nugroho Notosusanto (1971: 35), sumber primer adalah

kesaksian dengan mata kepala sendiri atau panca indera lainnya atau dengan

alat mekanis yang ada pada saat peristiwa itu terjadi. Sedangkan menurut John

W. Best dalam Louis Gottschalk (1986: 35) sumber primer sebagai cerita atau

catatan para saksi mata, pengamat atau partisipan dan juga berisi catatan-

catatan para saksi mata yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sumber sekunder adalah informasi yang diberikan oleh orang yang

tidak langsung mengamati atau orang yang tidak terlibat langsung dalam suatu

kejadian, keadaan tertentu atau tidak langsung mengamati objek tertentu.

Sumber sekunder biasanya dicatat dan ditulis setelah peristiwanya terjadi,

Page 47: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlvii

tetapi sumber sekunder dapat dijadikan sebagai sumber utama apabila sumber

utama sulit didapat (Nugroho Notosusanto,1971: 35).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer tersebut di antaranya

Monographie van Onderafdeling Wonogiri karangan Muhlenfeld.

Selain itu juga diperlukan sumber sekunder yang dinilai relevan dan

mendukung penelitian ini antara lain Timbulnya Kepentingan Tanam

Perkebunan di Mangkunegaran Terjemahan Hoofdstuk II Opkmmst der

Mangkoenegorosche Cultuurbelangen karangan H. R. Soetono, Sejarah Milik

Praja Mangkunegaran Terjemahan R. T. Moehammad Hoesodo

Pringgokoesoemo karangan S. Mansfeld, Kapitalisme Pribumi dan Sistem

Agraria Tradisional: Perkebunan Kopi di Mangkunegaran 1853-1881

karangan S. Margana dan Sri Mangkunegara IV sebagai Penguasa dan

Pujangga karangan W. E. Soetomo Siswokartono.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian,

karena merupakan langkah untuk memudahkan dalam menyusun kisah sejarah

yang benar-benar sistematis. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data

ditempuh dengan studi kepustakaan. Studi pustaka berperan penting sebagai

proses bahan penelitian, tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh

tentang topik permasalahan yang sedang dikaji. Studi pustaka adalah suatu

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

data atau fakta sejarah, dengan cara membaca buku-buku literatur, majalah,

dokumen atau arsip, surat kabar atau brosur yang tersimpan di dalam

perpustakaan (Koentjaraningrat, 1983: 3).

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan studi pustaka menurut

Koentjaraningrat (1986: 18) ada 4 yaitu:

(1) Memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan teori

pemikiran

Page 48: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlviii

(2) Memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti

(3) Mempertajam konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam

perumusannya

(4) Menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai

berikut:

(1) Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber data yang dibutuhkan baik itu

sumber primer maupun sumber sekunder

(2) Membaca dan mencatat sumber primer maupun sekunder

(3) Penggalian terhadap bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, majalah,

artikel, yang dilakukan di perpustakaan yang dianggap penting dan relevan

dengan masalah yang diteliti

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah

teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung

Abdurrahman (1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali

disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan

secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis

dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi.

Menurut Helius Syamsuddin (1994: 89) teknik analisis data historis adalah

analisis data sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk

menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah.

Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999:

64), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang

diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori

disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.

Analisis data merupakan langkah yang penting dimulai dari melakukan

kegiatan mengumpulkan data kemudian melakukan kritik ekstern dan intern

untuk mencari otentisitas dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dari

langkah ini dapat diketahui sumber yang benar-benar dibutuhkan dan relevan

Page 49: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xlix

dengan materi penelitian. Selain itu, membandingkan data dari sumber sejarah

tersebut dengan bantuan seperangkat kerangka teori dan metode penelitian

sejarah, kemudian menjadi fakta sejarah. Agar memiliki makna yang jelas dan

dapat dipahami, fakta tersebut ditafsirkan dengan cara merangkaikan fakta

menjadi karya yang menyeluruh dan masuk akal.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu

persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Adapun

prosedur penelitian ini adalah melalui empat tahap yang merupakan proses

metode sejarah. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi,

dan historiografi. Langkah-langkah prosedur penelitian tersebut dapat

digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Gambar 2. Bagan Metode Penelitian Historis

1. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan jejak-jejak peristiwa sejarah

atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber sejarah. Heuristik berasal dari

kata Yunani ”heurischein” artinya memperoleh (Dudung Abdurrahman, 1999:

55). Menurut Sidi Gazalba (1981: 115) heuristik adalah mencari bahan atau

menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan bahan penelitian. Nugroho

Notosusanto (1971: 17) mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan

menghimpun jejak-jejak masa lalu. Heuristik berarti mencari data dengan

Kritik Interpretasi Historiografi

Heuristik

Fakta Sejarah

Page 50: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

l

mengumpulkan sumber-sumber. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan

mengadakan riset di perpustakaan atau lembaga kearsipan.

Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data

yang relevan dengan penelitian melalui teknik studi pustaka. Dalam hal ini

penulis melakukan pengumpulan data dan sumber di beberapa perpustakaan

seperti Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran, Perpustakaan Program

Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat

Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Perpustakaan Umum Daerah

Kabupaten Wonogiri. Sumber tertulis yang digunakan berupa arsip, majalah,

jurnal dan buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji.

2. Kritik

Setelah data-data yang berkaitan dengan penelitian berhasil

dikumpulkan, maka tahap berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga

dengan kritik untuk memperoleh keabsahan sumber.

Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah

itu sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik

sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik

ekstern menguji suatu keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas)

sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang kesahihan sumber

(kredibilitas).

Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segi-

segi fisik dari sumber yang ditemukan dengan meneliti dari kertasnya,

tintanya, gaya penulisannya, bahasanya, kalimatnya, dan lain sebagainya.

Kritik ekstern dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan pengujian fisik

misalnya pada Monographie van Onderafdeling Wonogiri karangan

Muhlenfeld pada tahun 1914, yang kemudian diterjemahkan oleh R. Tg.

Page 51: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

li

Muhammad Husodo Pringgokusumo dengan menggunakan bahasa Indonesia

yang telah disempurnakan ejaannya.

Kritik intern digunakan untuk memastikan kebenaran isi sumber

dengan cara membandingkan isi antara sumber yang satu dengan isi sumber

yang lain, yaitu apakah sumber-sumber tersebut sesuai dengan fakta yang ada,

banyak dipengaruhi oleh subyektifitas pengarangnya atau tidak, dan sumber

tersebut sesuai dengan tema penelitian atau tidak. Sumber yang dibandingkan

di antaranya adalah karangan S. Margana yang secara umum mengkaji tentang

perkembangan dan perubahan sosial ekonomi di wilayah kerajaan, dan secara

khusus memfokuskan pada implikasi-implikasi sosial ekonomi dari kebijakan

ekonomi Mangkunegaran selama masa pemerintahan Mangkunegara IV dan

kemudian dibandingkan dengan buku karangan Soetomo Siswokartono yang

mengkaji tentang lahirnya kadipaten Mangkunegaran, biografi Mangkunegara

IV dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Mangkunegara IV sebagai

penguasa dan pujangga. Berdasarkan dua informasi di atas, maka dapat

diperoleh suatu kesimpulan bahwa selama masa pemerintahan Mangkunegara

IV, Mangkunegaran mengalami masa kejayaan. Di masa pemerintahannya,

beliau telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru misalnya dalam

restrukturisasi birokrasi, pembangunan ekonomi, hukum serta kebudayaan.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sejarah juga disebut dengan analisis

sejarah. Sumber-sumber yang telah melalui proses kritik intern dan kritik

ekstern akan menghasilkan fakta sejarah yang berdiri sendiri-sendiri. Oleh

karena itu perlu dilakukan analisis terhadap fakta-fakta tersebut yang

bertujuan untuk menyatukan fakta-fakta itu menjadi satu kesatuan yang

harmonis dan menyeluruh. Interpretasi dapat dilakukan dengan cara

memperbandingkan data guna menyingkap peristiwa-peristiwa mana yang

terjadi dalam waktu yang sama. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap

keseluruhan konteks peristiwa, sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama

Page 52: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lii

lainnya dapat disusun dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk

akal (Kuntowijoyo, 1995: 100).

Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan menyeleksi dan menafsirkan

tulisan buku dengan penentuan periodisasi, merangkaikan data secara

berkesinambungan, misalnya dengan merangkaikan periode sejarah dan

menghubungkan sumber data sejarah yang ada hingga menjadi kesatuan yang

harmonis dan masuk akal melalui interpretasi. Dalam kegiatan interpretasi ini

penelitian yang dilakukan berusaha bersikap obyektif yang disebabkan

keanekaragaman data yang diperoleh.

4. Historiografi

Tahap historiografi ialah langkah terakhir dalam metodologi atau

prosedur penelitian historis. Historiografi merupakan cara penulisan,

pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan

(Dudung Abdurrahman, 1999: 67). Dalam tahap ini seorang penulis harus

dapat mengungkapkan hasil penelitiannya dengan bahasa yang baik dan benar,

menyajikan data-data yang akurat dan membuat garis-garis umum yang akan

diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca. Selain itu penulis harus

mengungkapkan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Dalam

proses historiografi ini diperlukan imajinasi dari penulis agar fakta-fakta yang

diperoleh dapat dirangkaikan menjadi sebuah kisah yang menarik untuk

dibaca. Dalam penelitian yang berjudul “Perkebunan Kopi Mangkunegaran

dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Wonogiri

pada Masa Mangkunegara IV”, penulis berusaha menghasilkan suatu cerita

sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya sekaligus menarik untuk dibaca.

Page 53: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

liii

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskriptif Wilayah Wonogiri

1. Kondisi Geografis dan Administratif Wonogiri

Sebutan Mangkunegaran menunjuk pada sebuah ”pura” atau kerajaan

kecil yang terletak di Karesidenan Surakarta. Pura atau kerajaan ini dahulu

merupakan pecahan dari kerajaan Mataram. Mangkunegaran merupakan

bagian dari vorstenlanden. Istilah vorstenlanden digunakan untuk menyebut

kerajaan-kerajaan yang berada di wilayah Yogyakarta dan Surakarta.

Vorstenlanden ini berasal dari kata vorsten: raja dan landen: tanah, yang

kemudian diartikan sebagai tanah milik raja. Sebenarnya istilah ini telah

muncul sejak perjanjian Giyanti (1755), tetapi baru digunakan secara resmi

tahun 1800. Sebelumnya orang Belanda menyebut bovenlanden, yang artinya

tanah pedalaman (Rouffaer, 1983: 2).

Menurut Rouffaer yang dikutip kembali oleh Suhartono (1991: 37),

apanage Mangkunegara I (Raden Mas Said) meliputi desa seluas 979,5 jung

yang terbagi dalam beberapa distrik: Keduwang 141 jung, Laroh 115,25 jung,

Matesih 218 jung, Wiroko 60,5 jung, Hariboyo 82,5 jung, Honggobayan 25

jung, Sembuyan 133 jung, Gunung Kidul 71,5 jung, Pajang sebelah selatan

jalan pos Kartosuro- Surakarta 58,5 jung dan Pajang sebelah utara jalan pos

Kartosuro- Surakarta 64,75 jung, Mataram (Yogyakarta- pusat) 1 jung dan

Kedu 8,5 jung.

Pada waktu perjanjian Giyanti (1755), yaitu pembagian kerajaan

Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, daerah

yang kemudian disebut Wonogiri menjadi bagian (masuk) wilayah Kasunanan

Surakarta. Akan tetapi, dalam perjanjian Salatiga (1757) daerah itu diberikan

oleh Susuhunan kepada Raden Mas Said sebagai lungguhnya seluas 474,75

jung, yang meliputi: Keduwang 141,00 jung, Nglaroh 115,25 jung, Wiroko

60,50 jung, Sembuyan 133,00 jung, dan Honggobayan 25,00 jung (Pemda

Wonogiri: 1991: 9).

Page 54: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

liv

Berdasarkan data dari Pemda Wonogiri (1991: 19), pada tahun 1847,

Residen Surakarta Baron de Geer mengusulkan kepada Mangkunegara III

supaya wilayah Mangkunegaran dibagi menjadi 3 daerah Onderregent

(Kawedanan), supaya ”tatanan kados adeging Praja Sejati” (agar menjadi

aturan negara yang sesungguhnya). Daerah Onderregent (Kawedanan)

tersebut meliputi:

1. Onderregent Wonogiri, meliputi bagian tengah wilayah Mangkunegaran,

Nglaroh, Sembuyan, Keduwang, Honggobayan, dan Wiroko

2. Onderregent Karanganyar, meliputi daerah timur laut yaitu sebagian dari

Sukowati, Matesih, dan Haribaya

3. Onderregent Malangjiwan, meliputi bagian barat yaitu bagian dari daerah

Pajang Lama. Tahun 1875 Onderregent Malangjiwan diganti Baturetno,

daerahnya meliputi Wiroko, Sembuyan dan Ngawen.

Daerah Mangkunegaran terletak di tanah swapraja (vorstenlanden)

yang terletak di wilayah Jawa Tengah bagian timur. Wilayah Mangkunegaran

meliputi lereng barat dan selatan Gunung Lawu yang meluas sampai daerah

hulu Sungai Bengawan Solo, yang terus menuju daerah Gunung Kidul (Metz,

1986: 14). Di tanah-tanah kerajaan ini para raja memiliki otonomi (zelfbestuur

atau pemerintahan sendiri) di bawah kedaulatan pemerintahan Hindia Belanda,

sedangkan di luar daerah vorstenlanden rakyat langsung diperintah oleh

pemerintah Hindia Belanda (Rouffaer, 1983: 2).

Luas wilayah Mangkunegaran hampir sama dengan luas wilayah

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Wilayah Mangkunegaran

seluruhnya 2.815,14 km2, sudah termasuk di dalamnya tanah enclave di

Ngawen yang terletak di wilayah Kasultanan Yogyakarta. Luas wilayah

Mangkunegaran lebih kecil jika dibandingkan dengan luas wilayah Kasultanan

dan Kasunanan, tetapi jauh lebih luas dibanding Pakualaman. Perbandingan

luas wilayah dari keempat kerajaan yang ada di vorstenlanden ini adalah

sebagai berikut:

Page 55: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lv

Tabel 2. Perbandingan Luas Kerajaan di Wilayah Vorstenlanden tahun 1873

Daerah Luas Wilayah (km2) Pulau Jawa 126.803,00 Kasunanan 3.237,50 Kasultanan 3.049,81

Mangkunegaran 2.815,14 Pakualaman 122,50

Sumber: Metz. 1986. Mangkunegaran Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksopustaka Mangkunegaran, hal: 15

Dari luas wilayah itu, kurang lebih 1.922,65 km2 atau hampir dua

pertiga dari wilayah Mangkunegaran terletak di suatu wilayah yang sering

dikenal dengan Wonogiri. Wilayah ini meliputi lereng barat Gunung Sewu, di

mana tanahnya berbukit-bukit dan relatif kurang subur. Di sebelah timur

tanahnya lebih tinggi karena adanya jalur-jalur Gunung Lawu yang mengarah

ke segala penjuru. Di sebelah selatan, tanahnya ditebari dengan ribuan bukit

yang membentuk setengah lingkaran, yang tingginya mencapai 60 m, oleh

karena itu disebut dengan Gunung Sewu.

a. Letak dan Batas

Menurut Muhlenfeld (1914: 4), Onder-afdeling Wonogiri letaknya di

bagian selatan dari residentie Surakarta, dan meliputi bagian selatan dari

afdeling yang sama namanya.

Batas-batasnya adalah:

Utara : onder-regentschap Sukoharjo dari afdeling Surakarta dan

afdeling Sragen dari residentie yang sama

Timur : afdeling Magetan, Ponorogo dan Pacitan dari residentie Madiun

Selatan : afdeling Pacitan dan Samudra Hindia

Barat : afdeling Gunung Kidul dari residentie Yogyakarta

b. Luas

Luas Wonogiri secara global adalah 210.000 ha (kira-kira sama dengan

luas provinsi Limburg di Belanda) dan kira-kira 1/3 dari seluruh residentie

Surakarta.

Page 56: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lvi

c. Kondisi Alam

Wilayah Wonogiri terbagi oleh lembah-lembah sungai yang cukup

subur. Sungai Semangir setelah melewati sela-sela gunung di perbatasan

Madiun memasuki lembah sawah yang luas, yang kemudian namanya berubah

menjadi Sungai Wayang. Sungai ini kemudian bersatu dengan Sungai Pidekso

yang mengalir melalui tanah pegunungan yang berpenduduk jarang sebelum

masuk ke desa Pidekso, dan setelah bertemu dengan Sungai Pidekso kemudian

berganti nama menjadi Sungai Sembuyan. Di dekat Desa Kakap, sungai

tersebut kemudian mengalir di lembah Baturetno yang cukup luas. Di sebelah

barat daya Wonogiri mengalir Sungai Rawan dengan cabangnya, yaitu Sungai

Kebonagung. Di sebelah utaranya dari sebelah timur mengalir cabang sungai

pertama yang penting di dekat desa Baturetno dari Bengawan Solo, yakni

Sungai Janglot. Di sebelah utaranya Sungai Janglot mengalir Sungai Kulur

atau Sungai Wiroko yang berasal dari perbatasan Madiun ke dalam Bengawan

Solo. Sungai Kulur, mengalir sejajar dengan Sungai Keduwang, yang hampir

terus menerus melewati lembah-lembah yang sempit yang sering kali meluap

airnya, sehingga Bengawan Solo mulai desa Somoulun (tempat Sungai

Keduwang bermuara di Bengawan Solo) dapat dilayari oleh perahu-perahu,

terutama pada musim hujan (Muhlenfeld, 1914: 5-6).

Wilayah Wonogiri curah hujannya cukup tinggi yaitu mencapai rata-

rata antara 56 – 135 mm dalam 24 jam. Di wilayah ini juga terdapat 5 pos

pengamat curah hujan. Di sebelah barat laut, letaknya di Wonogiri yaitu di

halaman kontrolir, sebelah barat daya terletak di halaman rumah mantri

penjual candu Baturetno, sebelah timur laut terletak di halaman rumah penjual

candu Purwantoro, dan sebelah timur di halaman rumah mantri gunung

Jatisrono (Muhlenfeld, 1914).

Secara umum, keadaan tanah di wilayah Wonogiri memang relatif

kurang subur, tanah-tanah itu terdiri dari tanah-tanah ladang sehingga sangat

cocok ditanami dengan tanaman keras. Pada masa pemerintahan

Mangkunegara IV di wilayah ini dimanfaatkan untuk penanaman kopi dan

untuk percobaan penanaman tanaman keras, seperti nila. Sebagian kecil

Page 57: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lvii

daerah ini adalah daerah yang berada di sebelah timur antara lain: Keduwang

(yaitu daerah Jatisrono, daerah Ngadirojo, daerah Girimarta), dan daerah

Honggobayan (yaitu daerah Jatipurna dan Jumapala). Tanah-tanah di daerah

ini bersifat aluvial dan lotosal yang cocok untuk daerah pertanian

(Muhlenfeld, 1914: 8).

Berbeda halnya dengan Wonogiri, kondisi tanah di wilayah

Kawedanan kota Mangkunegaran yang meliputi wilayah Pajang, Haribaya dan

sebagian wilayah Sukowati Barat dan Timur, yang tanahnya relatif subur.

Daerah-daerah ini merupakan dataran rendah dengan lembah yang sangat

subur karena adanya pertemuan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Di

daerah-daerah ini banyak ditemukan sumber mata air, sehingga cocok untuk

tanaman pangan seperti padi dan palawija. Pada masa pemerintahan

Mangkunegara IV di wilayah ini juga dimanfaatkan untuk penanaman tebu,

sehingga di daerah ini dapat ditemukan 2 pabrik gula Colomadu dan

Tasikmadu, yang keduanya adalah milik praja Mangkunegaran.

2. Kondisi Demografi Wonogiri

Sistem pelapisan sosial di pedesaan menurut Jaarlijksch Verslag tahun

1852 yang dikutip oleh Dwi Ratna Nurhajarini (2006: 60), pada umumnya

dibedakan atas 4 golongan. Keempat golongan itu adalah:

1. Kuli kenceng atau kuli kuwat, yaitu warga masyarakat desa yang memiliki

rumah, tanah pekarangan dan sawah. Golongan ini memiliki hak dan

kewajiban penuh atas segala kegiatan desa dan pemerintahan yang ada di

atasnya dan memiliki kedudukan sosial paling tinggi di masyarakat. Bekel dan

kepala-kepala rendahan lainnya berasal dari lapisan sosial ini. Untuk

memperkuat kedudukan, mereka menjalin hubungan perkawinan agar tetap

mengontrol perkembangan politik di pedesaan

2. Kuli setengah kenceng atau kuli kendho, yakni mereka yang memiliki

pekarangan dan rumah tetapi tidak memiliki sawah. Golongan ini sering

menjadi petani penggarap, penyewa atau penyakap. Kelompok ini

Page 58: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lviii

kedudukannya lebih rendah dari kuli kenceng. Oleh karena itu, hak dan

kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya juga lebih sedikit

3. Golongan tumpang atau indhung adalah mereka yang hanya memiliki rumah

yang didirikan di atas pekarangan orang lain. Kebanyakan mereka hidup

sebagai pekerja atau buruh tani pada petani yang lebih kaya

4. Golongan tumpang tlosor, mereka tidak memiliki rumah, pekarangan atau

sawah dan tinggal bersama dengan keluarga lain. Kedua golongan terakhir

merupakan lapisan masyarakat yang paling rendah kedudukannya. Di samping

itu, hak dan kewajiban di lingkungan masyarakat juga paling sedikit, mereka

tidak dipungut pajak, tetapi tenaga kerjanya dimanfaatkan oleh yang

menanggung makan dan tempat tinggal mereka.

Pelapisan sosial juga terjadi pada tataran kehidupan yang lebih sempit.

Pada organisasi perkebunan misalnya, juga telah terjadi pelapisan sosial di

dalamnya yang terdiri atas:

1. Lapisan paling atas adalah mereka yang termasuk pengambil prakarsa

produksi, pemilik modal, dan para pengusaha; golongan ini ditempati oleh

orang-orang kulit putih (Belanda)

2. Lapisan kedua merupakan lapisan menengah, tugasnya sebagai perantara

pengelola dengan tenaga kerja perkebunan. Pada lapisan kedua ini, terpilahkan

menjadi tiga, yaitu:

a. Lapisan menengah atas terdiri atas para administratur

b. Lapisan menengah tengah terdiri atas para pengawas

c. Lapisan menengah bawah terdiri atas para pembantu dan mandor

3. Lapisan paling bawah adalah para tenaga buruh sebagai pekerja perkebunan

Mangkunegara I membagi wilayah Wonogiri menjadi 5 daerah yang

masing-masing memiliki ciri khas atau karakteristik yang digunakan sebagai

metode dalam menyusun strategi kepemimpinan. Kelima daerah tersebut

adalah:

1. Nglaroh yaitu wilayah Wonogiri bagian utara (sekarang merupakan daerah

Selogiri). Sifat rakyatnya bandol ngrompol yang berarti kuat dari segi rohani

dan jasmani, memiliki sifat bergerombol, pemberani, suka berkelahi, segi

Page 59: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lix

positifnya hal ini dapat digunakan sebagai landasan untuk menggalang

persatuan dan kesatuan.

2. Sembuyan yaitu wilayah Wonogiri bagian selatan (Baturetno dan

Wuryantoro). Sifat rakyatnya kutuk kalung kendho yang berarti penurut,

mudah diperintah pimpinan atau paternalistik.

3. Wiroko yaitu wilayah sepanjang kali Wiroko atau bagian tenggara wilayah

Wonogiri (Tirtomoyo). Sifat rakyatnya kethek saranggon yang berarti suka

hidup bergerombol, sulit diatur, mudah tersinggung, kurang sopan santun.

4. Keduwang yaitu wilayah Wonogiri bagian timur. Sifat rakyatnya lemah bang

gineblegan bagai tanah liat yang bisa padat dan dapat dibentuk jika ditepuk-

tepuk, yang berarti suka foya-foya, boros, sulit melaksanakan perintah, namun

jika pemimpin tersebut bisa memahami mereka maka mereka akan mudah

diarahkan.

5. Honggobayan yaitu daerah timur laut Wonogiri yang berbatasan daerah

Jatipurno dan Jumapolo. Sifat rakyatnya asu galak ora nyathek yang berarti

terkesan kasar dan menakutkan tapi sebenarnya baik hati dan tanggungjawab.

(Pemda Wonogiri: 1991: 9).

B. Perkebunan Kopi Mangkunegaran

Dalam paruh kedua abad XIX pertumbuhan ekonomi Belanda

menginjak proses industrialisasi bersamaan dengan munculnya modal di satu

pihak dan kelas menengah di pihak lain. Proses itu kesemuanya

melatarbelakangi munculnya liberalisme sebagai ideologi yang dominan di

negeri Belanda, maka dampaknya dalam politik kolonial mengarah ke proses

liberalisasi sehingga sistem monopoli pemerintah secara bertahap mengalami

likuidasi.

Pada hakekatnya ekonomi politik pemerintah kolonial masih

melaksanakan prinsip eksploitasi, namun tidak lagi berdasarkan sistem

tradisional atau feodal, tetapi selaras dengan prinsip liberal. Prinsip liberal

pada dasarnya memberi kekuasaan kepada golongan swasta untuk melakukan

kegiatan kewiraswastaan. Oleh karena struktur agraris di Jawa masih terikat

Page 60: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lx

pada struktur tradisional, maka diciptakanlah seperangkat aturan yang

memungkinkan pihak swasta bisa berusaha secara bebas dan maksimal.

Dalam prinsip-prinsip ekonomi liberal secara formal memberi

kebebasan kepada petani untuk menyewakan tanahnya di satu pihak dan di

pihak lain menyediakan tenaganya bagi penyelenggaraan perkebunan. Tanah

dan tenaga kerja, dua faktor produksi tersebut dipakai secara maksimal oleh

pemerintah (Dwi Ratna N, 2006: 80).

Para pengusaha swasta menyewa tanah dari para abdi dalem, sentana

dalem, dan raja sendiri untuk ditanami berbagai tanaman komersial yang sama

dengan yang diperintahkan oleh Pemerintah Kolonial kepada penduduk

bumiputera dalam sistem tanam paksa. Hasilnya: kopi, nila, dan gula mulai

menjadi komoditas penting yang dihasilkan tanah-tanah apanage yang

sebelumnya lebih banyak ditanami tanaman pangan, khususnya padi. Kondisi

ini tentu saja telah “mengubah cara pemanfaatan faktor-faktor produksi tanah

dan tenaga kerja” serta stratifikasi sosial di praja Kejawen (Houben, 2002:

xi).

Kurang lebih tahun 1870 Belanda memasuki periode kapitalisme

modern. Hasil daripada revolusi industri selama dwi dasawarsa sebelumnya

dibuktikan dengan perkembangan industri, perkapalan, perbankan, dan

komunikasi yang modern. Volume perdagangan berkembang dengan pesatnya,

sedangkan perkembangan modal menunjukkan perbandingan jumlah yang

besar. Sistem perdagangan bebas mengatur hubungan ekonomi Belanda

dengan negara-negara tetangga. Politik “pintu terbuka” di Hindia Belanda dan

perkembangan perusahaan-perusahaan swasta mengakibatkan hasil-hasil

daerah koloni lebih banyak mencari pelemparan di negara asing daripada di

Netherland sendiri. Sejumlah besar perkebunan-perkebunan yang didirikan

sesudah tahun 1870 merupakan objek penanaman modal (Sartono Kartodirjo,

1967: 19).

Tahun 1870 pada umumnya dianggap sebagai titik balik di dalam

sejarah politik kolonial Belanda dengan satu-satunya alasan karena pada tahun

tersebut Undang-undang Agraria disahkan dan dijalankan. Pengambilan alih

Page 61: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxi

tanah penduduk pribumi dilarang. Orang-orang asing diperbolehkan menyewa

tanah perkebunan dalam jangka waktu 5 tahun.

Peraturan yang pertama dimaksudkan sebagai cara untuk mencegah

segala kejahatan-kejahatan dari kekuasaan yang tidak terkendali untuk

mengambil alih hak milik atas tanah. Di sini ide humaniter tampak jelas

sekali. Tetapi peraturan yang kedua dihubungkan dengan kepentingan

perusahaan yang akan memberi jalan kepada pengusaha-pengusaha swasta

untuk memakai tanah penduduk. Akan tetapi tanah dan tenaga kerja

merupakan satu kesatuan dan kedua-duanya begitu terikat di dalam organisasi

politik penduduk pribumi sehingga orang yang mengambil tanah itu dapat

menyelewengkan hasil-hasilnya sebanyak yang dikehendakinya. Meskipun

tenaga kerja harus diperoleh berdasarkan kontrak, namun permintaan yang

melampaui batas tidak dapat dicegah, karena rakyat kecil tidak berdaya

menghadapi kepala-kepala mereka atau pengusaha-pengusaha perkebunan

Belanda. Sistem yang baru itu mempunyai akibat yang menguntungkan, akan

tetapi hampir tidak dapat menduga konsekwensi-konsekwensi lainnya, di

mana akhirnya “kebebasan berusaha” sebagai cita-cita sosial dan ekonomi

hampir menjadi kata-kata lain dari eksploitasi kapitalis. Kenyataannya,

undang-undang agraria memberi jaminan modal Eropa yang ditanam di

berbagai perkebunan. Lagipula undang-undang ini menciptakan kondisi-

kondisi yang menguntungkan, seperti tenaga kerja yang murah dan jaminan

atas hak-hak (Sartono Kartodirjo, 1967: 21-22).

1. Latar Belakang Munculnya Perkebunan Kopi Mangkunegaran

Kedua kerajaan (Kasunanan dan Kasultanan) secara nominal masih

tetap independent setelah tahun 1830, keduanya tidak bisa lolos dari

pemberlakuan sebuah peraturan yang mempunyai sejumlah kemiripan dengan

aturan-aturan Belanda di dalam kerangka sistem tanam paksa. Peraturan

tersebut, yaitu kesepakatan bahwa oleh raja-raja Jawa, pemerintah akan

dipasoki kopi yang dipanen oleh penduduk Jawa dengan imbalan sejumlah

remunerasi untuk pemasoknya sendiri dan sejumlah tertentu lainnya untuk

Page 62: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxii

raja Jawa yang bersangkutan. Hal ini memang benar-benar menyerupai aturan-

aturan yang ada dalam struktur sistem tanam paksa, kendati dengan perbedaan

mendasar, yaitu dalam hal ini, tidak adanya tekanan atau paksaan untuk

berproduksi (Houben, 2002: 551-552).

Menurut Suhartono (1991: 16-18), di Kerajaan Surakarta dan

Yogyakarta tidak diberlakukan tanam paksa, justru yang berkembang di

daerah ini adalah sewa lahan oleh pihak swasta. Persewaan tanah ini

berhubungan erat dengan kebijakan yang digariskan oleh Keraton. Sebagai

kerajaan agraris, Mataram mempunyai sistem pemerintahan yang relatif

teratur berdasarkan pada mekanisme tanah kerajaan. Dalam konsep ini, pada

dasarnya seluruh tanah kerajaan adalah milik raja. Karena status dan perannya,

maka famili dan birokrat kerajaan mendapatkan lungguh atau sebidang tanah

untuk dikelola yang dimaksudkan sebagai balas jasa karena telah mengabdi

kepada Kerajaan. Abdi Kerajaan yang mendapatkan lungguh itu disebut

sebagai patuh. Lungguh ini dapat diasosiasikan sebagai upah seorang abdi

kepada Kerajaan.

Mangkunegara IV sebagai seorang penguasa di Mangkunegaran

berusaha untuk merubah struktur perekonomian dalam wilayahnya. Beliau

tertarik dengan sistem pertanian komersial atau perusahaan perkebunan yang

dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Terlebih lagi dengan sistem

cultuurstelsel yang banyak mendatangkan keuntungan. Dari situ muncullah

gagasan Mangkunegara IV untuk menerapkan metode dan teknologi

pengelolaan pertanian dan perkebunan komersial dengan mendirikan dan

menanamkan modal pada usaha-usaha kopi dan tebu. Adapun faktor-faktor

yang mendorong Mangkunegara IV untuk mengembangkan perkebunan kopi

di wilayah Mangkunegaran yaitu antara lain:

a. Kondisi Geografis

Dilihat dari kondisi alamnya, wilayah swapraja Mangkunegaran

sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan, misalnya di daerah Wonogiri

dan sebagian Karanganyar, dan Karangpandan. Bagian selatan dari daerah

Mangkunegaran mencapai bagian timur dari Gunung Sewu dan sampai pada

Page 63: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxiii

Samudera Hindia. Pengaruh pegunungan Sewu di bagian selatan dan Lawu di

sebelah timur besar sekali. Dataran rendah yang membentang di bagian

tengah, berupa tanah persawahan dapat dialiri sungai – sungai yang bersumber

dari pegunungan tersebut. Wilayah barat merupakan daerah tersubur di antara

seluruh daerah Mangkunegaran, yaitu Malangjiwan dan Kartosuro. Di daerah

barat merupakan daerah subur, karena termasuk dataran rendah yang

terpengaruh zat – zat vulkanis (Metz, 1986: 14).

Sebagian besar perkebunan kopi yang ada terletak di wilayah Surakarta

dan kemudian di dataran tinggi lereng-lereng timur Gunung Merapi dan

lereng-lereng barat Gunung Lawu. Umumnya daerah-daerah ini (khususnya

setelah Perang Jawa) merupakan areal yang sangat jarang penduduknya

(Houben, 2002: 559).

Penanaman kopi dilakukan di wilayah-wilayah dataran tinggi, terutama

di Wonogiri dan Tawangmangu, sedangkan di wilayah dataran rendah

dimanfaatkan untuk membudidayakan tanaman tebu. Pada awalnya

Mangkunegara IV hanya tertarik untuk membudidayakan kopi karena telah

mempunyai pengalaman sendiri dalam pembudidayaan tanaman kopi di tanah

lungguhnya di Baturetno yaitu saat masih menjabat sebagai patih pada masa

pemerintahan Mangkunegara III (S. Margana, 1997: 73).

b. Ekonomi

Houben dalam S. Margana (1997: 76), menyebutkan bahwa total

hutang yang menjadi tanggungan dari kedua kalangan istana Surakarta,

Kasunanan dan Mangkunegaran sampai tahun 1830 mencapai 1,6 juta gulden.

Jumlah ini sedikit lebih besar dari yang dinyatakan oleh Gubernur Jenderal

pada tanggal 13 November 1830, di mana dalam keputusan itu jumlah hutang

kalangan istana Surakarta hanya 1,2 juta gulden. Sebagian besar dari hutang-

hutang itu merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh para

bangsawan sebagai akibat pelarangan persewaan tanah apanage pada tahun

1823. Sebagian besar dari hutang-hutang itu (diperkirakan oleh Nahuys 1,1

juta gulden) merupakan hutang-hutang perseorangan dan hutang atas nama

Page 64: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxiv

pemerintah. Dari jumlah itu yang telah dibayarkan kembali baru f 650.000,

yaitu dari Susuhunan Pakubuwono IV dan Mangkunegara II.

Untuk mengatasi masalah hutang dari pejabat Mangkunegaran ini

pemerintah berjanji akan membantu untuk meringankan beban hutang di

kalangan para bangsawan Surakarta. Pada tanggal 13 November 1830,

pemerintah mengeluarkan sebuah dekrit yang berisi pemberian keringanan

pengembalian hutang-hutang kalangan istana dengan bunga 6 % per tahun,

dan boleh dibayar dalam jangka waktu 15 tahun. Hingga tahun 1843, hanya

Sunan dan Mangkunegara yang dapat mengangsur hutang-hutangnya. Setiap

tahun Mangkunegara III mengangsur hutangnya sejumlah f 12.500. Angsuran

ini dapat dibayarkan dari hasil penjualan kopi yang dibudidayakan di

wilayahnya. Hingga meninggalnya, Mangkunegara III masih mewariskan

hutang kepada penerusnya sejumlah f 46.000.00. Jika hutang itu dijumlahkan

dengan hutang-hutang yang masih menjadi tanggungan para bangsawan

Mangkunegaran yang lain, maka jumlah hutang keseluruhan dari kalangan

istana Mangkunegaran sendiri mencapai f 100.000,00 (S. Margana, 1997: 76).

Pembangunan industri perkebunan, terutama perkebunan kopi oleh

Mangkunegara IV merupakan pilihan yang rasional karena sejumlah alasan.

Pertama, kopi merupakan produk eksport yang pada waktu itu berkembang

pesat di pasaran dalam negeri maupun internasional. Kedua, tanaman kopi

sudah pernah dibudidayakan pada masa Mangkunegara II dengan bibit kopi

yang diperoleh dari Kebun Kopi Tua Gondosini, Bulukerto yang diusahakan

oleh para penyewa tanah Eropa. Ketiga, sumber – sumber pendapatan praja

secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah tidak mencukupi.

c. Politik

Menurut W. E. Soetomo Siswokartono (2006: 111), dasar pemahaman

bahwa Mangkunegaran menamakan diri ”nagari”, karena secara historis sejak

kelahiran Kadipaten Mangkunegaran itu, berbeda dari kadipaten-kadipaten

yang lain. Kadipaten-kadipaten yang lain adalah bagian dan bawahan Sri

Susuhunan, sedangkan Kadipaten Mangkunegaran adalah vasal Kompeni

seperti halnya nagari Kasunanan Surakarta. Dengan demikian kedudukan Sri

Page 65: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxv

Mangkunegara bukan bawahan Sri Susuhunan, melainkan sejajar dengan Sri

Susuhunan. Dengan pemahaman ini, maka hubungan Mangkunegaran dengan

Kasunanan Surakarta seperti koalisi (coalition government).

Secara politik kekuasaan Mangkunegaran hanya sebagai Adipati, jauh

lebih lemah dibandingkan dengan Kasunanan. Di sinilah sikap akomodatif

Mangkunegaran dapat dipahami. Bahkan pada tahun 1808 atas perintah

Gubernur Jenderal Daendels, Mangkunegara II membentuk ”Legiun

Mangkunegaran” yakni 1150 orang prajurit yang terdiri atas pasukan infanteri,

kavaleri dan artileri yang dibiayai oleh Pemerintah Belanda. Legiun ini

nantinya melaksanakan tugas untuk membantu Belanda, antara lain dalam

penyerangan Yogyakarta (1812), Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang

Aceh (1873-1874). Keterlibatan Mangkunegaran membantu Pemerintah

Belanda dalam perang-perang tersebut, menyebabkan posisi tawar politik

Mangkunegaran menjadi semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan

Mangkunegaran merasa tidak lebih rendah daripada Kasunanan, kecuali dalam

hal gelar (http://www.duto.wordpress.com).

Menurut Wasino (2008: 40), secara politik posisi Kasunanan lebih

diakui oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pewaris Kerajaan Mataram

yang paling senior, namun dari sudut lain yaitu dalam pengembangan bisnis,

Mangkunegaran jauh lebih maju. Dengan berkembangnya bisnis

Mangkunegaran, maka Mangkunegaran mempunyai kontribusi besar bagi

perkembangan ekonomi kota Surakarta dan sekitarnya. Perkebunan

Mangkunegaran ini membentang di wilayah seperti Karanganyar, Sukowati

(Sragen) dan Wonogiri.

Berkat pergaulan Mangkunegara IV dengan bangsa Barat, khususnya

dengan orang-orang Belanda, serta kejelian pengamatannya baik selama masih

di medan perang sebagai prajurit maupun setelah menjadi pepatih Dalem,

menyadarkannya bahwa pemerintah Hindia Belanda memperoleh keuntungan

akibat monopoli. Pemahamannya itu telah membuka mata dan pikirannya

untuk meniru pemerintah Hindia Belanda, walau dalam skala kecil. Hal itu

dilakukan karena ia adalah seorang intrepeneur yang mampu menerjemahkan

Page 66: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxvi

kondisi yang dihadapi dan kondisi yang dimiliki, untuk mengambil langkah-

langkah inovatif, yang pada waktu itu belum dilakukan baik oleh para

pendahulunya. Jiwa intrepreneurship Mangkunegara IV itulah yang telah

mendorong lahirnya kebijakan menarik tanah-tanah yang disewakan, dan

menggarap tanah-tanahnya sendiri. Dukungan residen Surakarta

Neuwenhuyzen membuktikan betapa baiknya hubungan antara dirinya dengan

pemerintah Hindia Belanda yang diwakili residen Surakarta (W. E. Soetomo

Siswokartono, 2006: 127).

Faktor lain yang menyebabkan atau mendorong pembangunan

perkebunan Mangkunegaran adalah kepentingan pihak trah Mangkunegaran

untuk menunjukkan posisinya yang lebih menonjol dalam bidang ekonomi

dibanding dengan ketiga praja kejawen lainnya, yakni Kasunanan, Kasultanan

dan Pakualaman. Strategi ini sebagai kelanjutan dari strategi lain seperti

pembangunan korp militer dengan nama Legiun Mangkunegaran, dan politik

perkawinan dengan keluarga Kasunanan.

2. Pengelolaan Perkebunan Kopi Mangkunegaran pada masa

Mangkunegara IV

Kopi memiliki istilah yang berbeda-beda, masyarakat Indonesia

menyebutnya dengan istilah kopi, sedangkan di negara lain dilafalkan menjadi

coffee (Inggris), cafe (Prancis), kaffee (Jerman) dan quahwa (Arab). Sejarah

kopi dapat ditelusuri jejaknya dari sekitar abad 9, di dataran tinggi Ethiopia.

Dari sana lalu menyebar ke Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad 15

menjangkau lebih luas ke Persia , Mesir, Turki dan Afrika Utara. Dari dunia

Muslim, kopi menyebar ke Eropa, di mana minuman ini menjadi populer

selama abad ke-17. Orang Belanda adalah yang pertama kali mengimpor kopi

dalam skala besar ke Eropa, sedangkan penyebaran tumbuhan kopi ke

Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 (sekitar

tahun 1646) yang mendapatkan biji Arabika Mocca dari Arabia ke Jakarta.

Kopi Arabika pertama kali ditanam dan dikembangkan di timur Jatinegara,

dengan menggunakan tanah partikelir Kesawung, kemudian kopi Arabika

Page 67: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxvii

menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten,

dan Priangan melalui sistem tanam paksa (www.google.co.id).

Mangkunegara IV mulai merintis jalan untuk membangun

perekonomian kerajaan berdasarkan sistem ekonomi perkebunan, yaitu dengan

menarik tanah-tanah apanage dari para keluarga kerajaan maupun dari para

penyewa tanah Eropa. Setelah tanah-tanah apanage itu ditarik kembali, maka

selanjutnya akan dimanfaatkan sendiri untuk pembudidayaan tanaman

perkebunan. Tanaman perkebunan yang diujicobakan di tanah-tanah bekas

apanage itu seperti: kopi, tembakau, tebu, indigo dan kina. Dari beberapa

ujicoba tanaman itu, kopi dan tebu merupakan tanaman yang paling luas

dibudidayakan (S. Margana, 1997: 87). Tanaman seperti tebu, indigo, dan

tembakau ditanam di sawah secara bergantian dengan padi, sedangkan

tanaman lainnya seperti kopi, teh, lada, kina dan kayu manis tidak dapat

ditanam di sawah, melainkan banyak ditanam di tanah yang tanpa irigasi atau

disebut waste land (tanah yang tidak ditanami). Kopi dapat ditanam pada

tanah yang lebih tinggi (Djoko Suryo, 1989: 18).

Penanaman kopi di daerah Mangkunegaran telah cukup lama

berlangsung. Pada tahun 1814, telah dimulai penanaman kopi secara besar-

besaran. Bibit kopi yang diperlukan pada waktu itu diperoleh dari Kebun Kopi

Tua Gondosini di daerah Bulukerto, Wonogiri. Pangeran Ario Gondokusumo

(Mangkunegara IV) sangat memperhatikan komoditi kopi. Karena

perhatiannya yang besar terhadap usaha perkebunan itu, ia turut serta dalam

pengelolaannya. Pada waktu itu, penanaman kopi selain diusahakan oleh pihak

Mangkunegaran, juga diusahakan oleh para pemegang apanage di tanah-

tanahnya sendiri (W. E. Soetomo Siswokartono, 2006: 169).

Pada tahun 1833 dapat diberitahukan, bahwa produk itu diteruskan ke

kebun-kebun yang teratur, yang ditanam dengan kerja rodi, dirawat dan

dipetik serta pengirimannya dilakukan dengan kerja tanpa upah. Dengan

adanya Perang Jawa (1825-1830) maka tanaman itu terabaikan, dan hasilnya

berkurang sampai kira-kira 750-950 kuintal per tahun (H. R. Soetono, 2000:

15).

Page 68: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxviii

Tidak lama setelah dinobatkan, Mangkunegara IV mulai memperluas

tanaman kopi ke wilayah Honggobayan, Keduwang dan Karangpandan. Hal

ini dikarenakan beberapa tempat yang cocok untuk penanaman kopi ini masih

berada di tangan para penyewa, seperti wilayah Manggis dan Asinan, maka

untuk memperluas pembudidayaan kopi, Mangkunegara IV melakukan

pembabatan hutan di wilayah Wonogiri (S. Margana, 1997: 87).

Semula perkebunan kopi ditanam di pekarangan yang dikenal dengan

nama pagerkoffic atau pakopen atau di kebun-kebun lingkungan desa

(kampongkoffic). Desa di wilayah Mangkunegaran bukanlah suatu lembaga

otonom yang merupakan lembaga terpisah dari pemerintah pusat melainkan

sebuah komunitas yang memiliki hubungan dengan kekuasaan supradesa

yakni praja Mangkunegaran (Wasino, 2008: 39). Dilaksanakannya tanam

paksa di daerah Mangkunegaran, maka berkembang pulalah perusahaan

perkebunan atau pengusaha swasta Barat. Konsekuensi dari mekanisme ini

menjadikan semakin terbukanya kesempatan bagi perusahaan perkebunan

swasta untuk menyewa tanah-tanah apanage (lungguh) di Mangkunegaran.

Di mata orang-orang Jawa, orang-orang Eropa penyewa tanah tidak

lebih dari seorang bekel biasa. Pertama-tama penyewa tanah orang Eropa

menciptakan hubungan dengan para pemegang apanage (lungguh), sehingga

mendapatkan tanah yang cukup berdekatan. Lalu mereka melakukan negoisasi

mengenai besarnya sewa dengan masing-masing pemegang tanah apanage

(lungguh) itu, sebelum akhirnya sampai pada kesepakatan untuk mengikatkan

diri dengan membayar sejumlah tertentu setiap tahunnya dalam bentuk uang

kepada pemegang tanah apanage (lungguh) yang bersangkutan. Mereka juga

harus membayar pajak sewa yang disebut bekti kepada pemegang tanah

apanage (lungguh). Bekti bisa berupa uang atau semacam hadiah (biasanya

berupa barang-barang mewah dari Eropa).

Selanjutnya berkembang dua macam hubungan antara orang Eropa

dengan orang Jawa. Bentuk pertama yang disebut sistem bengkok. Sistem ini

memberi kebebasan kepada petani untuk menanami separo tanah yang

menjadi haknya. Untuk separo tanah yang lain, petani harus menyediakan

Page 69: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxix

tenaganya bagi tuan tanah bangsa Eropa, dalam arti bahwa mereka harus

mengerjakan tanah sebagai ganti pembayaran uang sewa serta dalam

mengerjakan tanahnya mereka harus bekerja sesuai petunjuk-petunjuk

penyewa tanah tersebut. Sistem ini digunakan untuk perkebunan kopi dan

coklat. Bentuk yang kedua adalah sistem glebagan, sistem ini lebih sering

dipilih karena pada sistem glebagan tanah digarap berganti-ganti. Untuk

daerah swapraja, hal ini sering tampak pada lahan tebu dan tembakau. Sistem

penanaman secara bergantian lebih banyak menguntungkan perusahaan-

perusahaan perkebunan bangsa Eropa sehingga sistem ini sering dipraktekkan

oleh perusahaan perkebunan swasta (Rouffaer: 1983: 49).

Sejak dekade pertama perluasan penanaman kopi telah memperoleh

peningkatan hasil yang cukup baik. Dari 1.208 kwintal pada tahun 1842 telah

meningkat menjadi 11.145 kwintal pada tahun 1857. Namun demikian, hasil

ini baru 5 % dari jumlah keseluruhan produksi kopi di wilayah Surakarta pada

tahun yang sama. Oleh karena itu, pada tahun 1857 Mangkunegara IV

bersikeras untuk mencoba mengakhiri persewaan tanah apanage di

wilayahnya agar ia dapat mengambilalih pembudidayaan kopi di

Mangkunegaran dari para pengusaha Eropa (S. Margana, 1997: 87).

Dalam praja Mangkunegaran sendiri terdapat pergeseran sebagai

akibat pengembalian tanah-tanah sewa, yaitu selain kopi yang awalnya

dikelola oleh pihak perkebunan swasta (kopi onderneming) menjadi ”kopi

desa”, ada juga perubahan lain menyusul penarikan apanage oleh

Mangkunegara IV, dari kopi apanage menjadi kopi negara. Pendapatan yang

diterima praja dari kopi tergantung pada jumlah dan harga, jadi tidak dapat

dipastikan seluruhnya (H. R. Soetono, 2000: 17).

Pada tahun 1850-an baru ada empat wilayah penting bagi penanaman

kopi di Mangkunegaran, tetapi sejak pembebasan tanah-tanah apanage telah

berkembang menjadi 24 wilayah penting. Penanaman kopi di 24 wilayah di

Mangkunegaran ini ditangani secara serius, dengan mendatangkan

administratur kopi dari Eropa, Rudolf Kampff untuk mengorganisir

pananaman kopi. Dari 24 wilayah itu, masing-masing dikepalai oleh seorang

Page 70: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxx

administratur, yang bergelar panewu kopi dan mantri kopi. Di setiap daerah

didirikan sebuah gudang untuk penampungan kopi dan sebuah

”pesanggrahan” atau pos sebagai tempat tinggal para administratur itu. Ke-24

administratur kopi itu berada di bawah kendali dua orang penilik atau

inspektur Eropa, yaitu L. J. Jeanty dan J. B. Vogel yang masing-masing

berkedudukan di Tawangmangu dan Nguntoronadi. Masing-masing penilik itu

membawahi 12 wilayah. J. B. Vogel membawahi wilayah-wilayah:

Karangpandan, Tawangmangu, Jumapolo, Jumapuro, Jatipuro, Ngadirojo,

Sidoarjo, Girimarto, Jatisrono, Slogohimo, Bulukerto dan Purwantoro.

Sedangkan L. J. Jeanty membawahi wilayah-wilayah: Nguntoronadi,

Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Giritontro, Baturetno, Batuwarno,

Selogiri, Singosari dan Ngawen. Kedua inspekstur itu bertanggungjawab

terhadap seorang superindentent dari Kawedanan Kartoprojo. Vogel

membawahi 9 administratur Eropa dan 3 orang panewu kopi Jawa, sedangkan

Jeanty membawahi 7 orang administratur Eropa dan 3 mantri kopi Jawa.

Pejabat superindentent pada saat itu adalah Raden Mas Wirohasmoro (W. E.

Soetomo Siswokartono, 2006: 175).

Sejak diadakan reorganisasi dalam penanaman kopi pada tahun 1863,

maka jumlah keseluruhan tanaman kopi di Mangkunegaran menjadi 6.056.203

pohon. Dari jumlah itu, 5.037.356 pohon di antaranya telah berbuah. Untuk

pemasarannya pemerintah Mangkunegaran tidak dapat menjual hasil produksi

ke pasaran bebas. Berdasarkan resolusi tanggal 31 Maret 1833 No. 18 yang

merupakan kesepakatan pemerintah Belanda dengan Mangkunegara II, bahwa

semua hasil produksi kopi Mangkunegaran harus dijual kepada pemerintah

kolonial. Berdasarkan resolusi itu, hasil produksi kopi Mangkunegaran harus

dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga f 25,- per pikul, dipotong f 3,-

per pikul untuk biaya angkutan (S. Margana, 1997: 88).

Menurut Muhlenfeld (1914: 54), Gubernemen memborong kopi

Mangkunegaran, walaupun Mangkunegaran tidak diwajibkan menyerahkan

kopi, mula-mula dengan harga f 25,- per pikul, kemudian naik menjadi f 26,

Page 71: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxi

66,- per pikul. Segala sesuatu didasarkan pada keputusan tanggal 31 Maret

1833 No.18. Alenia ketiga dari keputusan tersebut berbunyi:

“Sri Mangkunegara diizinkan untuk menyerahkan kopi di gudang-gudang Gubernemen dengan harga f 25,- tiap pikul, asalkan kopi itu keadaannya seperti yang diuraikan di dalam Reglement/peraturan, uang tersebut dikurangi f 3 per pikul untuk biaya pengangkutan”.

Pada tahun 1835, ada perundingan tentang pengaturan hutang-hutang

Mangkunegaran kepada Gubernemen. Atas usul Residen Surakarta, disepakati

untuk tidak menahan semua uang tiap-tiap kali penerimaan Mangkunegaran

dari Gubernemen. Dengan peraturan yang disusulkan dalam resolusi atau

ketetapan tanggal 26 Januari 1836 No 14, atau pada awal pemerintahan

Mangkunegara III, disetujui usul tersebut. Dalam peraturan tersebut ditetapkan

bahwa apabila Mangkunegaran menyerahkan hasil panen kopi kurang dari

1.000 pikul, atau sekitar 617,16 kuintal, maka Gubernemen akan memotong

uangnya 50 %. Sebaliknya, jika Mangkunegaran mampu menyerahkan hasil

panen kopi lebih dari 1.000 pikul, yang dipotong Gubernemen sebagai

angsuran hutang-hutangnya hanya 1/3 nya saja (W. E. Soetomo Siswokartono,

2006: 171).

Dari pandangan di atas, dapat diketahui bahwa pada mulanya tidak ada

keharusan bagi Mangkunegaran untuk menjual hasil panen kopinya kepada

Gubernemen, akan tetapi hanya diberi kesempatan untuk menjualnya kepada

gudang-gudang milik Gubernemen. Pada tahun 1833, dan seterusnya mulai

ada penjualan hasil kopi dengan harga yang sama, yang juga berlaku di luar

Jawa. Bagi Mangkunegaran, penjualan hasil panen kopi dijadikan salah satu

angsuran hutang-hutangnya.

Di bawah ini disajikan daftar harga kopi yang biasanya selalu di bawah

harga pasaran bebas. Bagi Mangkunegaran, meskipun menjual dengan harga

yang sama, namun menerima lebih banyak, karena tidak dipotong untuk

membayar pajak tanah (landrent) kerajaan.

Page 72: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxii

Tabel 3. Harga Pembelian Kopi yang Ditetapkan Gubernemen Tiap Pikul dengan Berat 10 Kati *)

Perincian Masa Bruto Pajak

Tanah Angkutan Netto

Stbl. 1883 No. 7 jo

Stbl. 1834

1833-1857 f. 25 (f. 40,47)

f. 10,- (f. 16,19)

f. 3,- (f.4,86)

f. 12,- (f. 19,42)

Stbl. 1858 No. 20

1858 f. 19,53 (f. 31,40)

f. 7,93 (f. 4,05)

f. 2,60 (f. 4,05)

f. 9,20 (f. 14,84)

Stbl. 1858 No. 129

1859 f. 18,34 (f. 29,60)

f. 8,34 (f. 13,41)

_ f. 10,- (f. 16,19)

Stbl. 1860 No. 13

1860 f. 19,16 (f. 30,90)

f. 8,66 (f. 13,84)

_ f. 10,50 (f. 16,87)

Stbl. 1860 No. 109 a

1861 f. 20,- (f. 32,30)

f. 9,- (f. 14,57)

_ f. 11,- (f. 17,81)

Stbl. 1861 No. 122

1861-1873 f. 20,84 (f. 33,52)

f. 9,34 (f.15,03)

_ f. 11,50 (f. 18,49)

Stbl. 1861 No. 122

1861-1873 f. 20,84 (f. 33,52)

f. 9,34 (f.15,03)

_ f. 11,50 (f. 18,49)

Stbl. 1873 No. 273

jo Sbl. 1877 No. 257

1874-1888

f. 25,-

(f. 40,47)

f. 11,-

(f. 17,81)

_

f. 14,-

(f. 22,67)

Stbl. 1889 No. 22 jo Stbl. 1889

No. 57

1889-1895

f. 26,66

(f. 42,99)

f. 11,66

(f. 18,70)

_

f. 15,-

(f. 24,29)

*) Angka-angka yang dikurung ( ), menunjukkan harga dalam kuintal. Sumber: Soetomo Siswokartono, W. E. 2006. Sri Mangkunegara IV sebagai

Penguasa dan Pujangga. Surakarta: Aneka Ilmu, hal: 172

Sebenarnya harga kopi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk hasil

kopi Mangkunegaran ini sudah sama dengan harga pasaran bebas, tetapi

Mangkunegara IV masih berusaha untuk meminta kepada pemerintah kolonial

menaikkan harga kopinya. Usaha ini tidak sia-sia karena Residen Jeekel

memutuskan untuk menaikkan harga kopi Mangkunegaran menjadi f 26,66

per pikul.

Sesaat setelah Mangkunegara IV dinobatkan, maka dia segera

mengadakan perluasan penanaman kopi secara besar-besaran. Langkah awal

Page 73: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxiii

yang ditempuh, adalah: memanfaatkan tanah-tanah yang belum dikerjakan,

menebang hutan-hutan milik Mangkunegaran dan meneruskan usaha para

pengusaha Eropa, yang karena habis masa kontraknya telah dikembalikan.

Akibat langkah inilah maka hasil panen kopi Mangkunegaran mengalami

kenaikan seperti di bawah ini:

Tabel 4. Hasil Kopi Mangkunegaran (dalam Kuintal)

Tahun Hasil Tahun Hasil Tahun Hasil

1842 2,208 1856 2,787 1871 24,210

1843 2,775 1857 11,145 1872 29,236

1844 2,622 1858 6,352 1873 33,543

1845 2,033 1859 13,457 1874 43,959

1846 2,375 1860 8,361 1875 34,203

1847 2,075 1861 15,375 1876 32,491

1848 2,519 1862 10,009 1877 43,442

1849 1,747 1863 10,957 1878 9,441

1879 34,988

1880 36,112

1881 40,575

Rata-rata 2,169 9,811 32,925

1842-1849 1856-1863 1871-1881

Sumber: Soetomo Siswokartono, W. E. 2006. Sri Mangkunegara IV sebagai Penguasa dan Pujangga. Surakarta: Aneka Ilmu, hal: 173

Dari angka di atas jelas bahwa perkebunan kopi di era Mangkunegara

III, produknya jauh lebih kecil dibandingkan di era Mangkunegara IV. Dengan

demikian Mangkunegara IV telah membuktikan bahwa strategi ekonominya

dalam usaha membangun Mangkunegaran melalui kebun kopi cukup berhasil.

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai perbandingan produk kopi non

Mangkunegaran dengan produk kopi Mangkunegaran.

Page 74: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxiv

Tabel 5. Hasil Kopi di Surakarta (dalam Kuintal)

Masa rata-rata

(tiap tahun)

Mangkunegaran (tidak termasuk

tanah yang disewakan)

Sisa dari seluruh

Surakarta non M. N.

Jumlah

Persentase hasil kopi

Mangkunegaran

1842-1849 2,169 39,262 41,431 5,23 1861-1863 12,127 38,020 50,203 24,12

Sumber: Soetomo Siswokartono, W. E. 2006. Sri Mangkunegara IV sebagai Penguasa dan Pujangga. Surakarta: Aneka Ilmu, hal: 174

Dari angka di atas terlihat betapa besar hasil tanaman kopi di era

Mangkunegara IV. Walaupun tidak termasuk tanah-tanah yang disewakan,

jumlahnya sudah 24,12 % hasil kopi seluruh Surakarta.

Setelah ditariknya kembali tanah-tanah apanage kemudian dikelola

menjadi lahan perkebunan kerajaan. Sejak tahun 1867, mulai dilakukan

restrukturisasi dan reformasi fungsi kelembagaan desa di wilayah perkebunan

kerajaan ini. Reformasi ini dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu

restrukturisasi di bumi pakopen dan bumi patebon. Jika dalam sistem apanage

kelembagaan desa berfungsi untuk mengorganisir penyaluran sumber-sumber

ekonomi desa secara vertikal, dari rakyat desa kepada para patuh, maka dalam

kelembagaan desa yang baru di wilayah perkebunan kerajaan, kelembagaan

desa berfungsi sebagai alat kerajaan untuk mengorganisir eksploitasi atas

sumber-sumber ekonomi desa. Secara fungsional kelembagaan desa yang baru

di bumi perkebunan kerajaan ini mirip dengan fungsi kelembagaan desa di

wilayah gouvernement pada periode Tanam Paksa di Jawa.

Setelah selesai melaksanakan pembangunan pabrik gula yang pertama

di Malangjiwan. Atas saran Residen Nieuwehuijzen, Mangkunegara IV

kembali meminta Rudolf Kampff untuk mengorganisir perluasan

pembudidayaan kopi. Pada tahun 1867 ia mulai melakukan reorganisasi

penanaman kopi di Mangkunegaran (S. Margana, 1997: 93).

Sejak dimulainya reorganisasi ini jumlah tanaman kopi di

Mangkunegaran telah mencapai 6.056.203 pohon yang dibudidayakan di tiga

wilayah penting yaitu Malangjiwan, Wonogiri, dan Tawangmangu. Dari tiga

Page 75: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxv

wilayah itu pengelolaannya dibagi dalam 24 distrik yang masing-masing

dikepalai oleh seorang administratur atau opsiner. Setiap opsiner membawahi

beberapa kademangan, setiap kademangan dibagi dalam beberapa kabekelan

dan setiap kabekelan sedikitnya membawahi lima pedukuhan. Di atas

administratur duduk dua orang superintendent atau inspektur yang masing-

masing mengawasi 12 distrik yang bertanggungjawab langsung terhadap raja.

Secara hierarkis struktur kelembagaan di bumi pakopen itu dapat dilihat dalam

skema di bawah ini:

Gambar 3. Struktur Kelembagaan Desa di Bumi Pakopen pada masa Pemerintahan Mangkunegara IV

Sumber: S. Margana. 1997. Lembaran Sejarah volume 1 no 2: Kapitalisme Pribumi dan Sistem Agraria Tradisional: Perkebunan Kopi di Mangkunegaran, 1853-1881. Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Budaya UGM, hal: 94

Raja

Ngabehi Pulisi

Superintendent Inspektur/Pengawas

Boekhourder/Sekretaris

Administratur/Opsiner

Kebayan Kajinemen Pakhuis Meester Ronggo-Demang Mandor Kopi/Memean

Mandor Bekel

Narakarya

Page 76: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxvi

Dari ke-24 administratur, 16 orang di antaranya adalah orang Eropa,

yang kesemuanya dipilih sendiri oleh R. Kampff. Mengenai sepak terjang

Kampff, Muhlenfeld (1914: 51) mengutip laporan A. J Spaan sebagai berikut:

”Semenjak itu (tahun 1867) dapat dikatakan bahwa suatu sistem budidaya telah dijalankan. Dengan cara bagaimana? Kecuali bahwa tuan Kampff pergi ke sana ke mari dengan kemegahan seorang raja, maka semua kepala dari mulai yang tertinggi sampai yang terendah- jika tidak dengan cepat atau tidak cukup baik melaksanakan perintahnya- dipecat atas anjurannya, dan dengan diganti orang lain pilihannya sendiri. Semenjak itu, kedudukan pegawai budidaya perkebunan perusahaan lebih tinggi dari pada pegawai kepulisian.... takutnya para kepala itu terhadapnya dilanjutkan sampai kepada pengganti-penggantinya. Betapa besar energinya dan pengaruhnya terhadap raja, namun bukan apa-apa jika dibandingkan dengan tuan Kampff”.

a. Ngabehi Polisi

Tugasnya adalah mengatur keamanan desa, memproses perkara yang

terjadi di wilayah desa tersebut maupun membuat peraturan-peraturan agar

tidak terjadi kekacauan di desa (lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran naskah

No. 30, pasal 5).

b. Inspektur

Tugasnya adalah melakukan peninjauan di kebun-kebun kopi di

wilayah masing-masing, memeriksa dan melaporkan tugas-tugas yang

dilakukan oleh para administratur, yang dilakukan sebulan sekali. Jabatan ini

tidak terlalu dominan peranannya karena sebenarnya para administratur

berhak berhubungan langsung dengan raja (lebih jelasnya dapat dilihat di

lampiran naskah No. 30, pasal 4).

c. Sekretaris

Tugasnya adalah mengerjakan semua pekerjaan yang berhubungan

dengan tulis menulis dan berhubungna dengan perkopian, membantu di kantor

Kaprangwadanan dan memegang biaya perkopian (lebih jelasnya dapat dilihat

di lampiran naskah No.30, pasal 7).

Page 77: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxvii

d. Administratur dan Opsiner

Dalam struktur kelembagaan ini, administratur atau opsiner memegang

peranan paling dominan. Tugasnya adalah melakukan pepriksan atau tinjauan

di wilayah administrasinya masing-masing, yang dilakukan dua kali dalam

sebulan. Hasil peninjauannya itu dilaporkan langsung kepada raja sebulan

sekali. Seorang administratur bertugas pula mengatur tugas-tugas budidaya,

dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan hingga pengangkutan. Di samping

itu seorang administratur juga berhak mengatur penempatan rodi, pemberian

pekarangan bagi para penghuni baru, bahkan ia berhak dimintai pertimbangan

urusan keamanan atau kepolisian di wilayah administrasinya. Dengan seizin

raja seorang administratur dapat mengangkat dan memberhentikan seorang

bekel, dan jika dianggap penting seorang administratur juga boleh membuat

peraturan-peraturan bagi bawahannya. Mengenai peran dominan para

administratur ini dapat dilihat dari laporan Spaan dalam Muhlenfeld (1914:

53), yaitu sebagai berikut:

”Mereka itu semuanya orang Belanda kecuali 3 orang. Tiga orang itu adalah orang Jawa. Masing-masing mengepalai suatu bagian atau afdeling, dengan demikian mereka lebih penting dan lebih berpengaruh daripada Bupati-Anom, padahal mereka menerima perintah lewat Bupati-Anom, tetapi Bupati-Anom tidak langsung berpengaruh kepada rakyat, sebab setelah mereka meneruskan perintah, mereka tidak ada urusan lagi dengan pekerjaan administratur”.

Seorang administratur berhak mengangkat seorang kebayan, seorang

mandor memean, seorang mandor pakopen dan juga beberapa orang

kajineman, untuk membantu tugas-tugasnya. Seorang kebayan ditugaskan

untuk membantu administrasi, mandor memean untuk mengawasi penjemuran

kopi dan mandor pakopen mengawasi penanaman dan pemeliharaan kopi,

sedangkan fungsi kajineman adalah untuk menjaga keamanan. Untuk

pekerjaannya membantu administratur ini, seorang kebayan mendapat lungguh

sawah atau tegalan yang luasnya 2 bahu, mandor 1 bahu dan seorang

kajineman 2 lupit (lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran naskah No. 30,

pasal 3 bab 5).

Page 78: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxviii

e. Kepala Gudang (Pakhuis Mester)

Di setiap distrik terdapat sebuah gudang penampungan kopi yang

dikepalai oleh seorang Pakhuis Mester, yang dibantu beberapa mandor

pengawas, yang masing-masing mendapat gaji f 2, 50,- setiap bulannya. Tugas

seorang Pakhuis Mester adalah menerima dan memasok kopi ke gudang-

gudang kopi gouvenerment. Selama memasukkan ke gudang-gudang

gouvenerment, Pakhuis Mester harus menunggui sampai selesai penimbangan.

Setelah itu ia akan membuat layang kitir, yang memuat tentang keterangan

besar kecilnya jumlah kopi yang telah masuk ke gudang pemerintah. Layang

kitir itu kemudian diserahkan kepada orang desa yang menyerahkan kopi itu

yang kemudian diserahkan kepada administratur masing-masing, melalui

bekel atau demang (lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran naskah No. 30,

pasal 6 bab 1).

f. Rangga dan Demang

Fungsi Rangga dan Demang yakni sebagai kontrol terhadap wilayah-

wilayah yang berada di bawahnya, utamanya terhadap jalannya aktifitas

produksi di masing-masing kabekelan di wilayah kademangan-nya. Setiap

bulan rangga dan demang melakukan 4 kali peninjauan di kebun-kebun kopi

di wilayah masing-masing. Seminggu sekali mereka berkumpul di wilayah

administratur atau opsiner untuk melaporkan hasil peninjauannya. Selain itu

rangga dan demang juga diberi tanggungjawab terhadap tugas-tugas

keamanan di tingkat kademangan-nya. Mereka harus mengatur tugas-tugas

kemit (jaga malam) di rumah-rumah para administratur dan opsiner (lebih

jelasnya dapat dilihat di lampiran naskah No. 30, Pasal 2 bab 1).

g. Bekel

Fungsi bekel sebagai seorang mandor, karena tugas-tugas utama bekel

adalah mengawasi dan menjaga pemeliharaan tanaman kopi di wilayah

kabekelannya. Pada setiap akhir bulan, di mana saatnya para administratur

melakukan peninjauan, kebun-kebun kopi di wilayah kabekelannya harus

sudah bersih. Seorang bekel juga diberi tugas mengurusi urusan sipil, seperti

misalnya masalah penduduk yang melakukan eksodus yang sering terjadi pada

Page 79: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxix

saat itu. Di bumi pakopen beban kerja wajib bagi rakyat kecil memang amat

berat. Oleh sebab itu, tidak jarang penduduk melakukan eksodus ke luar

wilayah perkebunan. Seorang bekel sedapat mungkin harus tetap

mempertahankan rakyat di wilayahnya agar tidak melakukan eksodus ke

daerah lain. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kelancaran proses

produksi di wilayahnya (S. Margana, 1997: 96).

Untuk tanah para patuh yang disewa oleh perusahaan perkebunan

swasta, para pengusaha asing juga memperkuat peranan bekel untuk

mengawasi proses produksi di kabekelan-nya termasuk mengawasi keamanan

terhadap desa-desa, sehingga jelas bahwa perusahaan perkebunan swasta

memanfaatkan kekuasaan bekel sebagai pemimpin desa untuk mengerahkan

tenaga petani dan melaksanakan segala peraturan, pungutan ataupun

pengerahan tenaga kerja. Para bekel tersebut juga mempunyai kewajiban

untuk memberikan laporan mengenai kelakuan buruh dan bertanggungjawab

atas tindak tanduknya selama bekerja (Suhartono, 1991: 2).

h. Sikep

Di bawah sistem apanage, rakyat masih memiliki kebebasan untuk

memanfaatkan lahan sawahnya dengan ditanami berbagai macam tanaman

atau budidaya yang mereka sukai. Setelah tanah-tanah apanage ini dikuasai

oleh kerajaan, maka kini rakyat wajib membudidayakan tanaman yang telah

ditentukan oleh para sikep ini, hanya di wilayah pakopen yang dapat diketahui.

Di bumi pakopen, setiap petani yang memiliki tanah sanggan, baik

sawah maupun tegalan, diwajibkan untuk menanam kopi, yang jumlahnya

tidak sama di setiap wilayah. Di wilayah Gemawang, Keduwang dan

Honggobayan, setiap sikep masing-masing diwajibkan untuk menanam 500

pohon kopi dan 500 pohon dhadhap di sawahnya. Di wilayah Tawangmangu,

setiap sikep masing-masing diwajibkan menanam 800 pohon kopi dan 800

pohon dhadhap. Sementara itu di wilayah Gunung Kulon, setiap sikep wajib

menanam 1200 pohon kopi dan 1200 pohon dhadhap. Untuk rakyat desa yang

tidak memperoleh sanggan sawah ataupun tegalan, mereka juga tetap

diwajibkan menanam kopi dan dhadhap, yang jumlahnya separo dari jumlah

Page 80: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxx

pohon yang ditanam oleh para sikep (lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran

naskah No. 30, Pasal 1 bab 3).

Dua jenis kopi yang dibudidayakan pada saat itu, yakni jenis Liberia

coffee dan Java coffee. Untuk tanah-tanah yang digunakan menanam kopi,

tidak dikenakan pajak. Untuk tugas-tugas penanaman dan pemeliharaan

dilakukan dengan kerja wajib, sedangkan untuk tugas-tugas pemetikan dan

pengangkutan dilakukan dengan kerja bebas. Untuk tugas-tugas penanaman

dan pemeliharaan, setiap sikep diperbolehkan untuk menggunakan 10 bahu.

Untuk tanaman yang masih muda, pembersihan tanaman kopi dilakukan setiap

sebulan sekali, sedangkan untuk kebun-kebun kopi yang telah berbuah hanya

dilakukan tiga kali setahun (S. Margana, 1997: 98).

Pada pokoknya kerja membangun kebun kopi baru terdiri dari

persiapan lahan untuk kebun kopi dan persemaian bibit, proses penanaman,

pemeliharaan, dan pemetikan buah. Pekerjaan paling berat adalah

mempersiapkan lahan baru untuk lahan kopi dan lahan persemaian. Oleh

sebab itu pekerjaan ini biasanya dikerjakan oleh seluruh petani di desa-desa

secara bersama-sama. Selanjutnya proses penanaman, pemeliharaan, dan

panen kopi diserahkan pemerintah kepada keluarga petani secara individual

dengan tugas memelihara sejumlah pohon kopi (Djuliati Suroyo, 2000: 165).

Usaha-usaha untuk membudidayakan tanamam kopi dapat dilakukan

melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Peremajaan

Peremajaan adalah usaha menggantikan tanaman yang secara

ekonomis tidak menguntungkan lagi karena produktivitasnya rendah sehingga

perlu diganti dengan yang baru dan dapat menghasilkan produktivitas yang

tinggi.

2. Perluasan

Kegiatan perluasan adalah menanam tanaman kopi di areal baru yang

lingkungannya sesuai dengan persyaratan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kopi.

Page 81: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxi

3. Rehabilitasi

Rehabilitasi kebun adalah kegiatan untuk memulihkan kondisi kebun

ke keadaan yang lebih baik, sehingga produktivitasnya meningkat.

Rehabilitasi tanaman ditujukan pada populasi tanaman yang telah berkurang

karena kesalahan kultur teknis, serangan hama dan penyakit serta kekeringan

yang akan mengakibatkan produktivitas tanaman per hektar rendah atau tidak

menguntungkan untuk diusahakan (http://asmacs.wordpress.com).

Kebijakan pemerintah menghargai perkembangan hasil tanaman

komoditi perdagangan pada umumnya dan tanamam kopi pada khususnya,

dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan eksport yang lebih tinggi

melalui peningkatan hasil produksi dan dapat mengubah kehidupan sosial

ekonomi petani kecil menjadi lebih baik. Untuk mencapai proyek produksi

kopi yang baik tersebut, dilakukan sebuah program intensifikasi, peremajaan,

penanaman baru, perbaikan cara pemanenan dan proses pembukaan lahan.

Program ini termasuk penanaman hasil cangkokan, pencangkokan, membuat

jarak tanaman, perawatan intensif, drainase, fertilisasi, pemberantasan hama

dan penyakit, pemanenan yang selektif dan peningkatan pengolahan (lebih

jelasnya dapat dilihat dalam jurnal pada lampiran 5).

Dengan melihat bahwa struktur organisasi penanaman kopi

Mangkunegara IV melibatkan bangsa Eropa sebagai pegawai, maka jelas

betapa jauhnya pemikiran raja ini dalam menata ekonomi Mangkunegaran

untuk menatap masa depannya. Sampai tahun 1863, jumlah tanaman kopi di

tanah-tanah Mangkunegaran yang tidak disewakan, adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Jumlah Tanaman Kopi di Daerah dalam Lingkungan Mangkunegaran tahun 1863

Daerah Tanaman Muda Tanaman

Berbuah Jumlah

Malangjiwan 342, 487 759,798 1,082,285 Karangpandan 345,460 1,877,500 2,222,960 Wonogiri 330,900 2,420,058 2,750,950

Jumlah 1,018,847 5,057,356 6,056,195 Sumber: Soetomo Siswokartono, W. E. 2006. Sri Mangkunegara IV sebagai

Penguasa dan Pujangga. Surakarta: Aneka Ilmu, hal: 176

Page 82: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxii

Dari ketiga kabupaten tersebut, kabupaten Wonogiri mempunyai

tanaman pohon kopi yang paling banyak. Di samping kopi, kebun-kebun

tersebut juga menghasilkan cokelat, lada atau merica, pala, panili dan karet.

Berdasarkan Laporan Inspekstur 3 Juni 1880, hasil kopi

Mangkunegaran di wilayah Afdeeling Purwantoro adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Luas Kebun Kopi di Afdeeling Purwantoro tahun 1880

No Gudang Luas Kebun (bau) 1. Purwantoro 235 2. Balemasan 270 3. Nglulin 240 4. Ngropoh 134

Total 879 Sumber: Laporan Inspekstur 3 Juni 1880, Surakarta: Reksopustoko

Mangkunegaran

Dilihat dari tabel di atas, Mangkunegara IV membuka 4 lahan

perkebunan kopi yang masing-masing diberi gudang dan berada di bawah

pengawasan inspektur Voegel. Kebun kopi yang paling luas berada di

Balemasan dengan ukuran 270 bau. Jumlah yang paling sedikit adalah

Ngropoh dengan ukuran 134 bau. Total perkebunan kopi di wilayah Afdeeling

Purwantoro yaitu 879 bau. Ini amat luas mengingat daerah Afdeeling

Purwantoro merupakan dataran tinggi yang sebelumnya berupa hutan jati,

kemudian dibabat oleh Mangkunegara IV untuk usaha pelebaran perkebunan

kopi.

Tabel 8. Jumlah Pohon Kopi pada tahun 1880

No Gudang Dalam 2 tahun Dalam 1 tahun 1. Purwantoro 23.350 11.140 2. Balemasan 18.500 6.450 3. Nglulin 16.500 6.000 4. Ngropoh 12.350 9.000 5. Gunggung 70.700 32.590

Sumber: Laporan Inspekstur 3 Juni 1880, Surakarta: Reksopustoko Mangkunegaran

Menurut tabel di atas, gudang kopi yang menyumbang hasil produksi

kopi terbanyak ke kas praja Mangkunegaran berdasarkan dari jumlah

Page 83: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxiii

pohonnya adalah gudang Gunggung, sedangkan jumlah pohon yang paling

sedikit adalah Ngropoh.

Selama periode antara 1871-1881, Mangkunegara IV berhasil

menambah kas kerajaan sebesar f. 13.873.149,97 atau rata-rata f 1.261.195,45

per tahu dari hasil produksi kopinya. Jika dilihat dari hasil produksinya,

memang terjadi peningkatan yang sangat tajam dari sebelum dan sesudah

penarikan tanah apanage. Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan hasil

produksi kopi Mangkunegaran sebelum dan sesudah penarikan tanah apanage

(S. Margana, 1997: 88).

Tabel 9. Hasil Produksi Kopi Mangkunegaran Sebelum dan Sesudah Penarikan Tanah Apanage (1852-1880)

Sebelum penarikan apanage Sesudah penarikan apanage

Tahun Hasil (pikul) Tahun Hasil (pikul) 1852 10.394.00 1863 16.338.50 1853 5.287.00 1871 36.693.93 1854 9.288.00 1872 44.433.33 1855 12.442.00 1873 50.822.72 1856 4.513.00 1874 66.604.54 1857 18.045.00 1875 51.822.72 1858 10.285.00 1876 49.228.78 1859 21.759.00 1877 65.821.21 1860 13.538.00 1878 14.259.09 1861 24.426.00 1879 53.012.12 1862 19.745.25 1880 54.715.15

Sumber: S. Margana. 1997. Lembaran Sejarah volume 1 no 2: Kapitalisme Pribumi dan Sistem Agraria Tradisional: Perkebunan Kopi di Mangkunegaran, 1853-1881. Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Budaya UGM, hal: 89

Dari tabel di atas terlihat hasil produksi kopi tahun 1878 mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan sekitar tahun itu hama Hemilia vestatrix mulai

berjangkit di pulau Jawa, akan tetapi karena sebelum itu sudah pernah muncul,

pemerintah kolonial mulanya tidak menganggap serius. Dalam jangka waktu 2

tahun, hasil dari produksi kopi mengalami penurunan di seluruh wilayah

pembudidayaan kopi dan Cirebon termasuk wilayah yang mendapat kerugian

yang paling besar. Para pejabat pribumi berusaha mencegah perluasan

penyakit ini serta membatasi akibatnya dengan jalan mendorong para petani

Page 84: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxiv

untuk menggarap tanah dengan seksama, menggunakan pupuk buatan yang

tepat serta memperbaiki sistem drainase perkebunan (Anne Booth, 1988: 255).

Pada tahun 1880 terjadi krisis besar yang mempengaruhi rakyat

pribumi Jawa maupun orang-orang yang berhasil mengeksploitasi mereka.

Dari tahun 1870, penyakit daun kopi mulai menyebar dan produksi kopi jatuh

sehingga boleh dikatakan penyakit ini menghentikan perkembangan

perkebunan kopi di Hindia Belanda sampai antara tahun 1896 dan 1900

produksi kopi di Indonesia merosot menjadi 25 % dari semula. Hemilia

menyerang jenis kopi yang dibudidayakan pada waktu itu yaitu kopi Arabika,

yang di luar negeri terkenal dengan sebutan kopi Jawa (Haryono Semangun,

1989: 237). Di abad-19, jenis kopi Liberika didatangkan ke Indonesia untuk

menggantikan kopi Arabika yang terserang oleh hama penyakit. Jenis kopi ini

berasal dari Liberia, Afrika Barat. Kopi ini dapat tumbuh setinggi 9 meter dari

tanah (http://ipoenkz.files.wordpress.com).

Di wilayah Mangkunegaran perkebunan kopi terkena imbasnya baik

yang berada di daerah Karanganyar maupun daerah Wonogiri yang membuat

penderitaan bagi petani kopi karena gagalnya panen dari tahun 1879 sampai

tahun 1900. Hal ini yang menentukan hancurnya keuangan praja

Mangkunegaran akibat situasi keuangan tersebut, pengelolaan keuangan praja

kemudian diambilalih oleh Residen Surakarta. Harga barang-barang

perkebunan menjadi menurun drastis padahal praja Mangkunegaran selama 2

dasawarsa hingga saat itu keuangannya erat sekali dengan industri

perkebunan. Dampak dari depresi dan resesi yang berkepanjangan sangat

berpengaruh buruk terhadap keuangan praja Mangkunegaran.

Tenaga Kerja dan Tenaga Upah Perkebunan

Masuk dan berkembangnya perkebunan membawa pengaruh terhadap

kehidupan petani. Pengaruh tersebut antara lain masuknya sistem glebagan,

adanya kerja wajib di perkebunan, sistem upah, dan kasepan. Implikasi lain

dari berkembangnya perkebunan adalah munculnya kebutuhan dari pihak

perkebunan tentang tenaga kerja. Perekrutan tenaga kerja dilakukan oleh

Page 85: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxv

perkebunan dengan bantuan para petinggi desa. Sebagian besar kebutuhan

tenaga kerja itu dipenuhi melalui kerja wajib seperti kerigan, gugur gunung

dan tugas jaga.

Kerigan adalah perintah untuk bekerja bersama-sama. Kerigan di tanah

kerajaan lain dengan daerah yang dikuasai oleh orang Eropa, karena di

wilayah kerajaan petani masih dikenakan pundhutan. Kerigan di daerah

perkebunan tidak ada pundhutan, tetapi kerjanya lebih berat. Gugur gunung

tidak dapat dipastikan kapan dilakukannya, tetapi sekurang-kurangnya

dilakukan sebulan sekali. Gugur gunung merupakan kerja wajib yang

melibatkan penduduk dalam jumlah yang banyak. Biasanya kerja wajib ini

dikerahkan apabila ada bencana alam. Setelah muncul persewaan tanah, jenis

kerja ini juga diberlakukan oleh perkebunan.

Cara-cara penggunaan kerja wajib dikenal dua macam yakni kroyokan

dan blabag. Sistem kroyokan pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama

dalam satu kompleks, semua mengerjakan pekerjaan yang ada dan diawasi

oleh seorang mandor, sedangkan pada blabag terdapat pembagian baik tempat,

jenis pekerjaan maupun waktu pelaksanaan, semua disesuaikan dengan

kepentingan pihak perkebunan dan kesempatan yang dimiliki oleh penduduk

(Dwi Ratna N, 2006: 83).

Penggunaan tenaga kerja “bebas” atau kerja upahan merupakan isu

penting pada tahun-tahun 1850-an dan 1860-an. Para pengusaha Eropa yang

bekerja di bidang penanaman ekspor di Jawa mulai memuji efisiensi biaya

tenaga kerja bebas dibanding tenaga kerja paksa yang disediakan oleh

pemerintah (yang juga harus mereka bayar). Creutzberg belum lama ini

mengajukan beberapa pertimbangan menarik mengenai gejala itu didasarkan

pada data yang meski bersifat sementara, tampaknya menunjukkan hakikat

tenaga kerja dalam praktik. Pertama, diperkenalkannya mata uang secara

besar-besaran sampai lapisan terbawah masyarakat Jawa dan diperluasnya

pembangunan jaringan jalan telah menciptakan kegiatan-kegiatan ekonomi

baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke

dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang. Kedua, jumlah

Page 86: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxvi

penduduk yang bertambah pesat pada abad ke 19 mendorong pembukaan

lahan-lahan baru dan membentuk desa-desa baru yang menjadi tempat

pemukiman penduduk. Pertumbuhan perkebunan swasta setelah tahun 1850,

khususnya yang terletak di daerah dataran tinggi, memberi kemungkinan bagi

pemukiman kembali penduduk desa sekaligus penghasilan uang bagi orang

Jawa yang semakin banyak jumlahnya (Niel, 2003: 189).

Pengerahan tenaga kerja di areal perkebunan swasta di wilayah

Mangkunegaran tercantum dalam Rijkblad Mangkunegaran No 11 tahun

1917, dijelaskan bahwa pengadaan tenaga kerja untuk perusahaan perkebunan

swasta di bawah koordinasi para bekel, pengerahan tenaga kerja tersebut

diambilkan dari penduduk desa sekitarnya yang disebut mancapat atau

mancalima. Para bekel tersebut dipercaya oleh pengusaha asing untuk

menyalurkan ketentuan-ketentuannya kepada buruh upahan yang bekerja di

perkebunan swasta, antara lain bekel harus mengetahui berbagai macam jenis

pekerjaan yang wajib diselesaikan oleh para buruh upahan tersebut. Dalam hal

inipun, bekel juga bertugas memberikan upah atau bayaran kepada buruh

upahan tersebut. Tindakan mengenai pembayaran upah buruh harus diketahui

oleh tuan yang menguasai perkebunan karena pada dasarnya bekel mempunyai

kewajiban untuk membayar terlebih dahulu upah buruh dengan ”dana” nya

sendiri, baru kemudian meminta ganti pada tuan yang menguasai perusahaan

perkebunan swasta tersebut.

Upah Rakyat

Sejak perluasan perkebunan pada pertengahan abad XIX, banyak

diperlukan tenaga kerja baik laki-laki, wanita maupun anak-anak. Wanita dan

anak-anak dipekerjakan di gudang-gudang, kebun kopi dan tembakau,

sedangkan laki-laki di pabrik dan kebun tebu. Upah yang mereka terima

tergantung dari berat ringannya pekerjaan. Upah harian mengalami kenaikan

beberapa sen, yaitu 10 sen pada thun 1832 menjadi 12,5 sen pada tahun 1864

ditambah makan sekali. Pada tahun 1865 upah itu naik menjadi antara 20-50

sen (Suhartono, 1991: 47).

Page 87: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxvii

Pada tahun 1874 rakyat menerima untuk tiap pikul f 3,- buat upah

memetik, f 0, 50,- buat upah membawa atau menggendong, dan f 0, 50,- buat

upah menumbuk dan memilih, jadi seluruhnya f 4,- akan tetapi sebagai

ganjaran buat pemberian jasa kepada budidaya kopi dibebaskan dari sewa

tanah, pajak tanah (landrent) dan pajak tanah lainnya. Tugas-tugas yang harus

dilakukan oleh para narakarya untuk budidaya kopi di zaman itu adalah

menanam 250 pohon kopi sampai satu bau ditanami 1200 pohon, yang untuk

selanjutnya dia yang bertugas memeliharanya. Untuk pekerjaan-pekerjaan itu

sang narakarya menerima tanah dengan hak gaduh kecuali halaman rumahnya

juga kurang lebih ½ bau sawah dan ¾ bau tegal, yang setahunnya bisa

menghasilkan f 40,- (Muhlenfeld, 1914: 52).

Pada tahun 1883, untuk pemetikan upahnya telah dinaikkan menjadi f 8,-

dalam setiap pikulnya. Secara kuantitas, jumlah pendapatan petani untuk kerja

bebas di wilayah perkebunan kopi ini lebih besar jika dibandingkan dengan

pendapatan yang diperoleh oleh petani di wilayah persewaan tanah. Sebagai

contoh di wilayah Manggis, Wonogiri, yang masih berada di tangan penyewa

tanah, semua pembudidayaan kopi di wilayah ini dilakukan dengan kerja

bebas. Untuk penanaman buruh laki-laki memperoleh bayaran f 0,25,- dan

untuk buruh perempuan f 0,12,-; sedangkan untuk pemetikan rata-rata

memperoleh f 0,04,- setiap pikulnya dan untuk pengangkutan rata-rata

memperoleh f 0,07,- setiap pikulnya. Untuk jumlah jam kerja yang dituntut, di

wilayah persewaan ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan di bumi

pakopen. Di wilayah ini jumlah jam kerja yang dituntut dari para petani rata-

rata hanya 4.914 hingga 407.087 jam kerja (S. Margana, 1997: 98).

Dari gambaran di atas nampak bahwa di wilayah perkebunan kopi

Mangkunegaran, secara kuantitas rakyat memiliki pendapatan yang lebih besar

jika dibandingkan dengan di wilayah persewaan. Akan tetapi dilihat dari

beban kerja wajib yang harus mereka lakukan ternyata lebih besar jika

dibandingkan dengan di wilayah lain.

Data tertulis tentang upah buruh perkebunan kopi Mangkunegaran di

Wonogiri pada masa Mangkunegara IV tidak ditemukan, yang masih

Page 88: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxviii

tersimpan adalah Surat Patih Mangkunegaran tanggal 25 Februari 1901 No.

274/C yang termuat dalam Koleksi Arsip MN VI No. 354, sebagaimana telah

dikutip oleh Muhlenfeld (1914: 55) yaitu sebagai berikut:

Surat Patih Mangkunegaran tanggal 25 Februari 1901 No. 274/C menguraikan lebih lanjut mengenai pemeliharaan kebun dan tentang upah memetik, yaitu:

1. rakyat sebulan sekali harus bertugas memelihara: 10 orang tiap bau 2. tiap kebun hanya 3 kali dalam setahun dibersihkan, sehingga tiap regu harus

memelihara 4 kebun 3. para pegawai kopi dipecat atau dilepas. Para panewu dan mantri

Martonimpuno diberi tugas mengawasi pemeliharaan. Jika ada yang mengabaikan tugasnya harus dilaporkan kepada Panewu dan Mantri Gunung.

4. kedua golongan pegawai tersebut akan menerima tunjangan yang banyaknya masih akan ditetapkan

5. pasanggrahan-pasanggrahan (semula rumah dinas para administratur) dijadikan rumah para Panewu dan Mantri Gunung dengan kewajiban membayar pajak bumi dan sejumlah uang sewa, atau dijual kepada mereka, akan tetapi sebagian masih dijadikan cadangan pasanggrahan

6. gudang-gudang yang berlebih akan ditutup atau dipindah 7. upah memetik menjadi: JAVA KOFFIE LIBERIA KOFFIE

Tiap pikul f 6,- f 6,20,- Memasok f 1, 20,- f 1, 20,- COKLAT LADA Tiap 3000 buah f 6,- tiap pikul f 6,20,- Memasok f 0, 50,- memasok f 1,-

8. upah transport produk-produk tersebut di atas f 0,40 tiap paal (1 paal = 1 ½ km)

9. para mantri Martonimpuno bertugas mengawasi caranya memasak produk-produk tersebut, penimbangannya dan transportnya

10. pembayaran dari semua biaya tersebut dilakukan oleh para pengumpul pajak dengan menunjukkan bukti pelunasan landrent atau dengan uang yang diminta dari kas di Surakarta

11. dari semua pengeluaran itu harus dilakukan pembukuan yang teliti, dan kepada Wedana Gunung diberikan rekapitulasi, demikian pula dari hasil panenan

12. tiap bulan buku kas harus ditutup, dan salinannya disampaikan kepada Kantor Pusat, denga diberi tandatangan atau pengesahan

13. transport dilakukan dengan Pos yang ditandatangani oleh pengumpul pajak dan Pemerintah District

Peraturan-peraturan tersebut walaupun masih berlaku, tetapi secara

praktis sudah jarang dilakukan di daerah Wonogiri, sebab hanya dijalankan di

Page 89: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

lxxxix

onderdistrict Bulukerto di mana masih terdapat kebun-kebun yang kurus, yang

hasilnya hanya beberapa pikul tiap tahun.

Budidaya kopi di Wonogiri hampir hilang sama sekali, akan tetapi di

bagian lain dari wilayah Mangkunegaran, yaitu di Karanganyar tepatnya di

Mojogedang, tanaman kopi mengalami perkembangan baik setelah ditanam

jenis Robusta. Perkebunan ini diurus oleh seorang mantri ”panggaotan”

dengan gaji f 75,- tiap bulan (Muhlenfeld, 1914: 56).

Luasnya tanaman pada tahun 1909 masih 2.145 bau dengan 852.370

pohon yang sedang berbuah. Pada tahun 1910 berkurang menjadi 628 bau

dengan 126.710 pohon berbuah, dan tahun 1914 tinggal 4 bau dengan 1000

pohon berbuah, dan hanya di onderdistrict Bulukerto. Gedung-gedung di

Wuryorejo, Ngadirojo, Tirtomoyo, Jatisrono, Sidoharjo, Slogohimo,

Purwantoro, Bulukerto, Girimarto, Jatipuro, dan Jumapolo dihapuskan pada

tahun 1911. Semenjak itu sebagian dibongkar, dan sebagian dijadikan

perumahan sementara bagi para Mantri Martonimpuno (Muhlenfeld, 1914:

56).

C. Pengaruh Perkebunan Kopi Mangkunegaran

Dengan diterapkannya liberalisasi ekonomi, produksi tanaman eksport

perlahan-lahan mengalami perkembangan yang progresif. Terjadinya

perluasan dalam produksi tanaman eksport tersebut merupakan suatu proses

penting awal mula timbulnya perubahan dalam kehidupan sosial ekonomi

petani dan masyarakat di pedesaan, karena semakin intensifnya pengaruh

Barat ke pedesaan. Seperti perkembangan sewa menyewa tanah, sistem upah,

monetisasi, industrialisasi dan transportasi di pedesaan semakin membawa

petani lebih jauh masuk ke dalam arus komersialisasi.

Seperti halnya sistem tanam paksa, pembaharuan khususnya di bidang

perekonomian yang dilakukan oleh Mangkunegara IV di praja

Mangkunegaran juga menimbulkan dampak di bidang sosial, ekonomi, dan

budaya. Sebagai masyarakat agraris yang mempunyai sifat yang sulit untuk

menerima sebuah perubahan, apa yang dilakukan oleh Mangkunegara IV

tidak begitu saja berjalan sesuai dengan keinginannya. Sistem perkebunan

Page 90: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xc

yang dilakukan oleh Mangkunegara IV, telah mengubah tradisi yang telah

berlangsung sejak zaman nenek moyang. Hal ini berimplikasi pada seluruh

bidang kehidupan rakyat di praja Mangkunegaran.

Secara sosiologis sistem perkebunan telah merubah hubungan sosial

yang sudah ada, yaitu ikatan adat dan ikatan desa yang telah mempererat

hubungan individu dalam masyarakat. Masuknya sistem pembayaran dengan

uang telah menggeser sistem barter (tukar-menukar) barang, di samping juga

merubah pemberian tanah sebagai gaji bagi para narapraja dan sentana

dalem. Hal ini jelas sebagai dampak dari penarikan tanah apanage dari

mereka. Dampak yang ditimbulkan dari adanya pabrik dan perkebunan

sebagai usaha untuk meningkatkan taraf perekonomian di praja

Mangkunegaran.

Dengan adanya perkebunan kopi Mangkunegaran di wilayah Wonogiri

ini membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan,

baik di bidang sosial maupun bidang ekonomi, yaitu sebagai berikut:

1. Bidang Sosial

Perkembangan ekonomi liberal berdampak pada perubahan sistem

ekonomi dan munculnya kelas-kelas baru dalam lapisan masyarakat. Selain itu

masuknya paham Barat serta budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan

budaya Jawa merupakan akibat dari paham liberal. Para penyewa tanah, yang

pada umumnya orang Eropa tersebut membawa budaya dari Eropa yang tidak

sesuai dengan budaya Jawa, misalnya perjudian, manipulasi dan peredaran

candu.

G. Gonggrijp dan J. H. Boeke dalam (Djoko Suryo, 1989: 1),

menjelaskan bahwa proses mundurnya kemakmuran penduduk Jawa

berhubungan erat dengan pengaruh kebijaksanaan pemerintah dalam bidang

sosial ekonomi pada abad ke-19. Burger dalam (Djoko Suryo, 1989: 1),

menjelaskan adanya perubahan yang cepat pada abad ke-19 di pedesaan Jawa

adalah merupakan akibat dari semakin dalamnya penetrasi Barat. Perubahan

yang cepat ini diikuti oleh hilangnya ikatan-ikatan tradisional desa dan

terbukanya masyarakat desa dari pengaruh luar.

Page 91: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xci

Houben (1994: 667), menjelaskan masuknya metode-metode produksi

kapitalis ke dalam masyarakat yang relatif tradisional di Jawa Tengah

menyebabkan proses perubahan sosial secara radikal. Masyarakat Jawa tidak

mempunyai karakteristik ekonomi produksi yang bisa mencukupi dirinya

sendiri, tetapi masyarakat Jawa memiliki produksi yang berorientasi pada

pasar dan sebuah perdagangan yang menggunakan uang.

Margana (2004: xxiii), menyatakan bahwa di tingkat desa

pengembangan perkebunan kerajaan membawa dampak sosial ekonomi yang

luas. Peranan para bekel yang semula sebagai pemungut pajak menjadi

semacam “mandor” dan juga sekaligus pengerah tenaga kerja dan organisator

penanaman di level paling bawah. Para pejabat afdeeling dan desa yang lain

juga terutama di wilayah perkebunan juga memperoleh fungsi-fungsi ekstra

sebagai pengaman dan penjamin jalannya pengelolaan perkebunan. Secara

umum beban kerja masyarakat desa menjadi meningkat tetapi juga terbuka

kesempatan kerja bebas untuk meningkatkan penghasilan.

Adanya paksaan budidaya kopi dari Mangkunegaran dalam tahun

1870-an dari Wonogiri dapat menyumbang uang sekitar f. 1.000.000 ke dalam

kas Praja (70.000 pikul setahun), akan tetapi budidaya kopi itu menghabiskan

tenaga dan waktu dari penduduk, sehingga penggarapan tanahnya di musim

kemarau menjadi terlantar (Muhlenfeld, 1914: 39).

Menurut R. Z. Leirrisa (1985: 35), akibat timbulnya sistem perkebunan

swasta bagi masyarakat pedesaan pada umumnya ada tiga hal penting, yaitu:

1. Masyarakat pedesaan yang tadinya tertutup (self suficient), makin dipengaruhi

oleh sistem ekonomi dunia. Ekonomi uang menembus ke dalam kehidupan

pedesaan, barang-barang baru masuk ke dalam rumah tangga-rumah tangga

desa (pakaian, minyak tanah, sepeda, sabun, dan lain-lain)

2. Politik kolonial mempengaruhi perubahan-perubahan desa, misalnya dengan

dikeluarkannya Undang-undang Agraria yang menjamin hak atas tanah pada

petani dan melarang kaum pengusaha membeli tanah pedesaan

3. Pertambahan penduduk yang sangat pesat, ini disebabkan menurunnya angka

kematian oleh karena perluasan pemeliharaan kesehatan.

Page 92: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcii

2. Bidang Ekonomi

Dilihat dari aspek ekonomi, perkebunan merupakan suatu bentuk usaha

jangka panjang yang mampu membawa tanaman Indonesia memasuki dunia

modern, sedangkan masyarakatnya tetap sebagai masyarakat yang bersifat

tradisional. Dalam hal ini pemerintah kolonial berusaha agar masyarakat

pedesaan dapat menghasilkan produk untuk pasaran dunia (Eropa). Tingkat

ekonomi masyarakat tradisional ynag masih sulit berkembang, karena

ekonominya didasarkan untuk mencukupi kebutuhan sendiri, mengakibatkan

tingkat hidup yang masih sangat rendah.

Kesejahteraan pada intinya adalah suatu keadaan di mana seseorang

memiliki taraf hidup yang baik di mana semua hal yang menjadi kebutuhan

hidupnya dapat tercukupi tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Kesejahteraan dapat dikaitkan dengan keadaan ekonomi setiap individu, atau

dengan kata lain kesejahteraan dapat berarti welfare economics. Sen (2002: 8)

mengatakan bahwa welfare economics merupakan suatu proses rasional ke

arah melepaskan masyarakat dari hambatan untuk memperoleh kemajuan.

Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat

kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs

fulfillment), kualitas hidup (quality of life) dan pembangunan manusia (human

development).

Ekonomi pedesaan di wilayah perkebunan Mangkunegaran ini terkait

erat dengan ekonomi perkebunan kopi dan tebu. Pembangunan infrastruktur di

perkebunan, seperti sarana transportasi (jalan raya dan rel kereta api),

mempengaruhi dinamika ekonomi pedesaan. Sebaliknya, industri perkebunan

juga terkait dengan ekonomi pedesaan, terutama yang terkait dengan

pemenuhan tenaga kerja, tanah, jasa dan kebutuhan bahan pangan. Sektor-

sektor ekonomi pedesaan yang hidup di wilayah Mangkunegaran meliputi

sektor pertanian pangan, perdagangan dan tranportasi, serta keuangan dan

perbankan.

Jaringan transportasi dan perdagangan di wilayah perkotaan dan

pedesaan berupa kereta api untuk keperluan mengangkut hasil gula dan kopi

Page 93: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xciii

ternyata membuka isolasi desa-desa di sekitar perkebunan. Demikian pula

perkembangan jalan raya Surakarta-Semarang, Surakarta-Yogyakarta,

Surakarta-Sragen, Surakarta-Tawangmangu, serta Surakarta-Wonogiri

membuka peluang kerja di sektor jasa transportasi, mulai dari gerobak, pedati,

andong dan bus. Sejak dilakukannya perluasan perkebunan pada awal abad

XIX, karesidenan Surakarta sudah mengkoordinasikan seluruh kegiatannya

yang meliputi daerah Klaten, Boyolali, Kartosuro, Sragen, Karanganyar dan

Wonogiri. Letak karesidenan Surakarta sangat strategis dan mudah dijangkau

dari berbagai penjuru. Sepanjang jalan besar dari Semarang dan Yogyakarta

banyak didirikan pos dan benteng untuk memudahkan pengawasan dan

komunikasi. Demikian pula jalan kereta api Semarang-Vorstenlanden yang

dipasang sejak tahun 1864 dan jalan trem yang menghubungkan pusat-pusat

perkebunan di pedalaman sudah membentuk jaringan transportasi yang efektif

dengan kota-kota pada akhir abad XIX (Suhartono, 1991: 24).

Selama tiga dasawarsa budidaya kopi memberi keuntungan rata-rata f

1 juta tiap tahun kepada kas Mangkunegaran, dan hampir 90.000 pikul kopi

yang dihasilkan (pada tahun 1893 sebanyak 89.481 pikul), tanpa ada

manfaatnya bagi rakyat. Berjuta-juta gulden telah diperoleh pada zaman

pemerintahan Mangkunegara IV, akan tetapi hilang semuanya pada zaman

Mangkunegara V (Muhlenfeld, 1914: 51).

Keuntungan yang besar dari hasil penjualan gula dan kopi mula-mula

dimanfaatkan untuk memperindah dan memperbesar Pendapa Ageng, dengan

memasang lampu robyong (1862), dan membangun Bangsal Tosan (1875).

Bangsal Tosan ini terasnya berasal dari besi, yang seluruh materialnya dipesan

dari Jerman. Pada saat itulah orang Jawa pertama kali melihat tiang-tiang dari

besi. Di belakang pura Mangkunegaran dibangun taman yang indah dengan

patung-patung yang dipesan dari Eropa. Di lingkungan pura Mangkunegaran

didirikan bangunan-bangunan baru seperti Gedung Puwasana (1858),

Dirgasana (1864) dan Kavaleri (1874). Dengan banyaknya pembangunan yang

dilaksanakan, maka pada masa pemerintahan Mangkunegara IV adalah zaman

pembangunan (Koleksi Arsip MN. IV, 2002: xviii).

Page 94: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xciv

Daerah kopi memiliki ekosistem yang berbeda dengan tebu. Kopi tidak

ditanam di tanah sawah, melainkan di tanah yang belum dibudayakan (woeste

gronden) atau tanah tegal di pegunungan pada ketinggian tertentu. Dengan

demikian pada prinsipnya tanaman kopi tidak mengancam subsistensi petani.

Meskipun demikian, pemakaian tanah yang belum dibudidayakan untuk kopi

akan mengurangi ekspansi tanah tegal guna menampung pertumbuhan

penduduk pedesaan. Demikian pula faktor ekstraksi tenaga kerja akan berbeda

antara tebu dan kopi. Budidaya kopi dan pengolahannya relatif lebih ringan

daripada tebu. Involusi pertanian tidak terjadi di daerah penanaman kopi.

Selain penyerapan tenaga kerja yang relatif lebih kecil dan lebih ringan, petani

masih dapat memanfaatkan tenaga secara produktif untuk menanam berbagai

jenis tanaman perdagangan, baik di sawah, tegal maupun di pekarangan

(Djuliati Suroyo, 2000: 20).

Faktor-faktor yang meringankan pembudidayaan tanaman kopi ini

antara lain: pertama, faktor ekologis yaitu keadaan ekologis kopi yang

menyebabkan penanaman dan pengolahan kopi lebih ringan daripada tebu,

apabila kebun kopi tidak jauh dari rumah petani; kedua, kepadatan penduduk.

Penduduk yang padat dengan wilayah yang kecil menyebabkan beban kerja

wajib dapat dipikul oleh lebih banyak orang dan dengan jarak tempat kerja

yang relatif lebih dekat. Faktor yang memberatkan adalah apabila kerja wajib

dilakukan di tempat yang jauh, apabila pekerjaan dilaksanakan secara

stimulan, atau apabila manfaat yang diperoleh petani tidak sesuai dengan

pengorbanan yang diberikannya (Djuliati Suroyo, 2000: 309).

Bagi para elit desa perubahan ini memang tidak begitu menguntungkan

secara ekonomis. Dalam sistem ekonomi perkebunan kerajaan ini, fungsi-

fungsi administratif dan keamanan dari para elit desa lebih menonjol

dibandingkan dengan sistem sebelumnya. Keleluasaan elit desa untuk

menuntut pelayanan yang berlebihan dari rakyat kecil semakin dibatasi.

Struktur kelembagaan desa khususnya di wilayah perkebunan kopi, lebih

merepresentasikan suatu sistem yang dibangun untuk kelancaran dan

keamanan produksi.

Page 95: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcv

Bagi masyarakat petani di pedesaan, khususnya di wilayah perkebunan

kopi, peralihan dari sistem apanage dan perkebunan Eropa ke sistem kerajaan

ini juga membawa konsekuensi yang dilematis. Pada satu sisi beban pajak

berkurang dan kesempatan-kesempatan untuk terlibat dalam kerja upah untuk

memperoleh tambahan penghasilan memang telah diberikan, walaupun masih

sangat kecil, seperti dalam pemetikan dan pengangkutan. Penerimaan upah

yang lebih besar dalam pemetikan dan pengangkutan di wilayah perkebunan

milik kerajaan memang cukup berarti jika dibandingkan dengan yang mereka

dapat dari perkebunan milik pengusaha Eropa, sehingga penghasilan petani

secara kuantitas lebih tinggi pula. Namun di sisi lain, semua itu belum

sebanding dengan jumlah beban kerja wajib yang lebih tinggi (S. Margana,

1997: 101).

Page 96: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcvi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Latar belakang munculnya perkebunan kopi Mangkunegaran disebabkan oleh

keadaan geografis wilayah Mangkunegaran yang sebagian besar terdiri dari

tanah pegunungan, misalnya di daerah Wonogiri, sebagian Karanganyar, dan

Karangpandan. Sebagian besar perkebunan kopi yang ada terletak di wilayah

Surakarta dan kemudian di dataran tinggi lereng-lereng timur Gunung Merapi

dan lereng-lereng barat Gunung Lawu. Perkebunan kopi yang dibudidayakan

pada masa Mangkunegara IV khususnya berada di wilayah Wonogiri dan

Tawangmangu. Pembangunan industri perkebunan, terutama perkebunan kopi

oleh Mangkunegara IV merupakan pilihan yang rasional karena sejumlah

alasan. Pertama, kopi merupakan produk eksport yang pada waktu itu

berkembang pesat di pasaran dalam negeri maupun internasional. Kedua,

tanaman kopi sudah pernah dibudidayakan pada masa Mangkunegara II

dengan bibit kopi yang diperoleh dari Kebun Kopi Tua Gondosini, Bulukerto

yang diusahakan oleh para penyewa tanah Eropa. Ketiga, sumber-sumber

pendapatan praja secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah tidak

mencukupi. Faktor lain yang mendorong pembangunan perkebunan

Mangkunegaran adalah kepentingan pihak trah Mangkunegaran untuk

menunjukkan posisinya yang lebih menonjol dalam bidang ekonomi

dibanding dengan ketiga praja kejawen lainnya, yakni Kasunanan, Kasultanan

dan Pakualaman.

2. Sistem pengelolaan perkebunan kopi Mangkunegaran diawali dengan usaha

Mangkunegara IV untuk menarik tanah-tanah apanage dari para keluarga

kerajaan maupun dari para penyewa tanah Eropa, setelah tanah-tanah apanage

itu ditarik kembali, maka selanjutnya akan dimanfaatkan sendiri untuk

pembudidayaan tanaman perkebunan seperti: kopi, tembakau, tebu, indigo dan

kina. Penanaman kopi di daerah Mangkunegaran ini dimulai pada tahun 1814

Page 97: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcvii

dengan bibit kopi yang diperoleh dari Kebun Kopi Tua Gondosini di daerah

Bulukerto, Wonogiri. Penanaman kopi di 24 wilayah di Mangkunegaran ini

ditangani secara serius, dengan mendatangkan administratur kopi dari Eropa.

Pertanahan kopi tersebut meliputi Karangpandan, Tawangmangu, Jumapolo,

Jumopuro, Jatipuro, Ngadirojo, Sidoharjo, Girimarto, Jatisrono, Slogohimo,

Bulukerto, Purwantoro, Nguntoronadi, Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro,

Giritontro, Baturetno, Batuwarno, Selogiri, Singosari, Gubug dan Ngawen.

3. Pengaruh perkebunan kopi Mangkunegaran terhadap kehidupan masyarakat di

sekitar perkebunan sangat besar, baik di bidang sosial maupun ekonomi.

Secara sosiologis sistem perkebunan telah merubah hubungan sosial yang

sudah ada, yaitu ikatan adat dan ikatan desa yang telah mempererat hubungan

individu dalam masyarakat. Masuknya sistem pembayaran dengan uang telah

menggeser sistem barter (tukar-menukar) barang, di samping itu juga

merubah pemberian tanah sebagai gaji bagi para narapraja dan sentana

dalem. Bagi masyarakat petani di pedesaan, khususnya di wilayah perkebunan

kopi, peralihan dari sistem apanage dan perkebunan Eropa ke sistem kerajaan

ini juga membawa konsekuensi yang dilematis. Pada satu sisi beban pajak

berkurang dan kesempatan-kesempatan untuk terlibat dalam kerja upah untuk

memperoleh tambahan penghasilan telah diberikan, namun di sisi lain semua

itu belum sebanding dengan jumlah beban kerja wajib yang lebih tinggi.

B. Implikasi

1. Teoritis

Kebijakan kolonial muncul sebagai akibat adanya sistem kolonialisme

yaitu usaha menguasai bangsa lain dalam segala hal untuk mencapai

kemakmuran. Gerakan kolonialisme yang didukung oleh perkembangan

kapitalisme agraris Barat, memandang tanah jajahan menjadi sumber

kekayaan bagi negara induk. Tersedianya tanah dan tenaga kerja murah yang

melimpah di tanah jajahan, memungkinkan untuk dilakukan eksploitasi

produksi pertanian yang menguntungkan bagi pasaran dunia. Sistem

Page 98: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcviii

perkebunan dalam hubungan ini dipandang sebagai cara yang tepat untuk

diterapkan.

Kebijakan kolonial Belanda dengan politik ekonomi liberal ini

memberikan pengaruh terhadap daerah-daerah di tanah jajahan. Dengan

adanya kebijakan kolonial tersebut, mendorong pemerintah Praja

Mangkunegaran untuk menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi guna

meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu Mangkunegara IV membuka

perkebunan kopi di Wonogiri dengan harapan agar mampu mengatasi masalah

keuangan dan ekonomi di praja Mangkunegaran.

Secara teoritis, implikasi pada penelitian ini adalah pada masalah

sosial-ekonomi. Perkebunan ini dapat merugikan kelompok tertentu, dan juga

sebaliknya bisa menguntungkan kelompok yang lain. Secara sosial ekonomi,

perkebunan kopi Mangkunegaran ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan

penduduk di sekitar perkebunan, meskipun berdasarkan data-data yang

diperoleh tidak sampai menimbulkan gerakan sosial.

2. Praktis

Penelitian ini berupaya menggali suatu wacana baru dalam penulisan

sejarah. Wacana baru yang dimaksud adalah sisi lain dari pelaksanaan politik

kolonial di Jawa khususnya daerah Swapraja Mangkunegaran dalam bidang

perekonomian. Pendirian perkebunan kopi di wilayah Mangkunegaran pada

awalnya terbentuk karena kebijakan dari pemerintah kolonial yang kemudian

dikembangkan oleh praja Mangkunegaran. Adanya perkebunan kopi

Mangkunegaran tersebut mendatangkan keuntungan bagi praja

Mangkunegaran maupun terhadap perekonomian pedesaan di sekitar

perkebunan.

Kontribusi penelitian ini dalam dunia pendidikan adalah pengayaan

terhadap materi pelajaran bagi para siswa di sekolah tingkat menengah.

Penelitian seperti ini untuk memperluas pengetahuan siswa tentang sejarah

perkebunan yang ada di daerah vorstenlanden dan mampu mendukung

pemahaman dalam mata kuliah Sejarah Agraria maupun Sejarah Sosial.

Page 99: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

xcix

3. Metodologis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis.

Pemilihan metode ini didasarkan pada kegiatan pemecahan masalah dengan

mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan

yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji

dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai

dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita

sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya. Pengumpulan data

dilakukan melalui teknik studi pustaka dengan mengadakan riset di

perpustakaan terhadap sumber-sumber seperti arsip atau dokumen, buku,

jurnal dan majalah.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian sumber arsip

atau dokumen tertulis tidak secara lengkap. Hal ini dikarenakan sumber arsip

dan dokumen yang memuat tentang perkebunan kopi Mangkunegaran

sebagian ada yang hilang. Oleh karena itu penulis tidak mampu menemukan

sumber primer secara lengkap dan menyeluruh.

C. Saran

1. Bagi Mangkunegaran

Mangkunegaran sebagai penyelenggara perkebunan kopi seharusnya

membuat kebijakan – kebijakan yang mampu menjamin kesejahteraan para

penduduk di sekitar perkebunan. Secara sosiologis, harus mampu membawa

perbaikan mengenai hubungan sosial masyarakat, dalam artian rakyat tidak

seharusnya hanya dijadikan sebagai pekerja dalam perkebunan, namun hak-

hak sebagai rakyat harus dijamin, baik dalam hal kesejahteraan maupun

jaminan keamanan.

2. Bagi Masyarakat

Dalam struktur ekonomi pertanian tradisional, usaha perkebunan

merupakan usaha tambahan atau pelengkap dari kegiatan kehidupan pertanian

pokok, terutama pertanian pangan secara keseluruhan. Dengan masuknya

sistem perkebunan telah mengenalkan sistem ekonomi uang dalam masyarakat

Page 100: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

c

desa. Oleh karena itu, dengan adanya sistem perkebunan di lingkungan desa

jangan sampai menghapus nilai-nilai budaya maupun tradisi yang telah ada

dalam masyarakat.

3. Bagi Mahasiswa

Bagi para mahasiswa, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan

referensi untuk menambah pemahaman tentang Sejarah Agraria, terutama

tentang sejarah perkebunan kopi Mangkunegaran yang ada di daerah Wonogiri

pada masa pemerintahan Mangkunegara IV.

Page 101: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

ci

DAFTAR PUSTAKA

ARSIP MANGKUNEGARAN

Laporan Inspekstur tentang tanaman kopi dan padi pada 3 Juni 1880. Koleksi Arsip Reksopustoko Mangkunegaran kode MN IV No. 92

Transkrip Rijkblad Mangkunegaran No. 11 tahun 1917. Koleksi Arsip

Reksopustoko Mangkunegaran kode 1194

BUKU

Abu Ahmadi. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Politik. Bandung: Sinar Grafika

Booth, Anne & William J. O’ Malley. 1988. Sejarah Ekonomi Indonesia.

Jakarta: LP3ES Cahyo Budi Utomo. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari

Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang Press

Djoko Suryo. 1989. Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-

1900. Yogyakarta: UGM Press

Djuliati Suroyo. 2000. Eksploitasi Kolonial Abad XIX: Kerja Wajib di Karesidenan Kedu 1800-1890. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia

Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Logos

Wacana

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia

Hadari Nawawi. 1995. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press

Haryono Semangun. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di

Indonesia. Yogyakarta: UGM Press Helius Syamsuddin dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta:

Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Houben J. H. Vincent. 1994. Keraton dan Kompeni Surakarta dan Yogyakarta

1830-1870. Yogyakarta: Bentang Budaya

Page 102: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

cii

Koentjaraningrat. 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

______________. 1983. Pengantar Ilmu Antropolgi. Jakarta: Aksara Baru

Kuntowijoyo. 1995. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana

Leibo, Jefta. 1995. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset Leirrisa R. Z. 1985. Terwujudnya Suatu Gagasan Sejarah Masyarakat

Indonesia 1900- 1950. Jakarta: Akademika Pressindo Mangunhardjana. 2001. Isme-isme: dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius

Margana. S. 2004. Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mansfeld, S. 1986. Sejarah Milik Praja Mangkunegaran. Terjemahan R. T.

Moehammad Hoesodo Pringgokoesoemo. Surakarta: Rekso Pustaka Miriam Budiardjo. 1982. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Mubyarto. 1992. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial

Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media Muhlenfeld. 1914. Monographie van Onderafdeling Wonogiri. Terjemahan R.

Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo. Surakarta: Rekso Pustoko

Noer Fauzi. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-norma Penelitian dan Penulisan Sejarah.

Jakarta: Dephankam

Pringgodigdo. A. K. 1950. Geschiedenis des Ondernemingen van het Mangkoenegorosche Rijk (’s Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1950) Terjemahan Marjono Taroeno, Lahir serta Timbulnya Kerajaan Mangkunegaran. Surakarta: Reksopustoko

_____________. 1950. Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan

Mangkunegaran. Surakarta: Reksopustoko

Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta

Rouffaer, G. P. 1905. Swapraja. Terjemahan R. Tg. Muhammad Husodo

Pringgokusumo. Surakarta: Rekso Pustoko

Page 103: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

ciii

Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media

Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama Selo Soemardjan. 1991. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: UGM

Press Sen, Amartya. 2002. Rationality and Freedom. Cambridge: Belknap of

Havard University Press Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah sebagai Ilmu. Jakarta: Bharata Karya

Aksara Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Soetomo Siswokartono, W. E. 2006. Sri Mangkunegara IV sebagai Penguasa dan Pujangga. Surakarta: Aneka Ilmu

Soetono. H. R. 2000. Timbulnya Kepentingan Tanam Perkebunan Di

Mangkunegaran. Terjemahan Hoofdstuk II Opkmmst der Mangkoenegorosche Cultuurbelangen Surakarta: Reksopustoko

Soleman B. Taneko. 1993. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar

Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920. Yogyakarta: PT Tiara Wacana

Sumadi Suryabrata. 1994. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Tilaar. H. A. R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar

Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo Van Niel, Robert. 2003. Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: Pustaka

LP3ES Indonesia Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat

Mangkunegaran. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara

Page 104: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

civ

JURNAL DAN MAJALAH

Dwi Ratna Nurhajarini. 2006. “Petani versus Perkebunan pada masa Reorganisai Agraria: Studi Kasus di Klaten”. Patra–Widya volume 7 No. 1 Maret: 49-68

Margana. S. 1997. “Kapitalisme Pribumi dan Sistem Agraria Tradisional:

Perkebunan Kopi di Mangkunegaran 1853-1881”. Lembaran Sejarah volume 1 No. 2: 72-103

Sartono Kartodirjo. 1967. ”Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia abad

XIX-XX: Politik Kolonial Belanda abad XIX” Lembaran Sejarah No.1 Desember: v-xxxii

Sidarto Wardojo. 1980. “Research to Support the Development Small-Scale

Crop Farming, with Special Reference to Coffee”. Indonesian Agricultural Research and Development Journal volume 2 No. 4 June: 95-99

INTERNET http://asmacs.wordpress.com, 26 Februari 2009// Budidaya Tanaman Kopi.

http://perkebunan.kaltimprov.go.id, 26 Februari 2009//Komoditi Kopi

http://rudi.site50.net, 1 Agustus 2009//Peta Wonogiri

http://sekararum.com, 1 Agustus 2009//Kopi Arabika

Page 105: PERKEBUNAN KOPI MANGKUNEGARAN DAN … filev abstrak devy mardiati. perkebunan kopi mangkunegaran dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat wonogiri pada masa mangkunegara

cv