perka nomor 23 tahun 2011 tentang pedoman penyelesaian ganti kerugian negara
DESCRIPTION
PERKA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARATRANSCRIPT
BADAN PUSAT STATISTIK
PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA
DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK,
Menimbang : bahwa untuk menyelesaikan kerugian negara yang diakibatkan oleh
perbuatan melanggar hukum dan/atau kelalaian oleh Pegawai Negeri
Sipil bukan Bendahara dan Pihak Ketiga, perlu menetapkan Pedoman
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Lingkungan Badan Pusat Statistik
dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3687);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3854);
- 2 -
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1998
tentang Sekolah Tinggi Ilmu Statistik;
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2007
tentang Badan Pusat Statistik;
9. Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 101 Tahun 1998
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tiggi Ilmu Statistik;
10. Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 121 Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan BPS di Daerah;
11. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Organisasi Tata Kerja Badan Pusat Statistik;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK TENTANG
PEDOMAN PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA DI
LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah PNS
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo. Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
2. Pihak Ketiga adalah orang bukan PNS atau badan hukum yang
mempunyai hubungan kerja dengan kegiatan Pemerintah di
lingkungan Badan Pusat Statistik.
3. Tanggung Jawab Renteng Kerugian Negara adalah tanggung jawab
terhadap kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum,
kesalahan, dan/atau kelalaian yang melibatkan oleh 2 (dua) orang
atau lebih PNS bukan bendahara atau Pihak Ketiga.
4. Tim Penyelesaian Kerugian Negara yang selanjutnya disebut TPKN,
adalah Tim yang menangani penyelesaian Kerugian Negara di
lingkungan Badan Pusat Statistik yang diangkat oleh Kepala Badan
Pusat Statistik.
- 3 -
5. Tuntutan Ganti Kerugian Negara yang selanjutnya disebut TGR
adalah suatu proses yang dilakukan terhadap PNS di lingkungan
Badan Pusat Statistik bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga untuk
menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan
melanggar hukum atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas
kewajibannya yang dilakukan oleh PNS bukan Bendahara dan atau
Pihak Ketiga.
6. Pelaku Kerugian Negara, yang selanjutnya disebut Pelaku, adalah
PNS bukan Bendahara dan/atau Pihak Ketiga yang menurut hasil
penelitian TPKN terbukti telah ditetapkan merugikan negara.
7. Pembebasan Piutang/Tagihan Negara adalah meniadakan kewajiban
seseorang untuk membayar hutang kepada negara yang menurut
hukum menjadi tanggungannya tetapi atas dasar pertimbangan
keadilan atau alasan penting tidak layak ditagih dari Pelaku.
8. Penghapusan Piutang/Tagihan Negara adalah penghapusan suatu
piutang/tagihan negara dari administrasi piutang dan dilakukan karena
piutang/tagihan negara itu berdasarkan alasan-alasan tertentu tidak
dapat ditagih, namun dengan dilakukannya penghapusan itu hak tagih
negara masih tetap ada.
9. Kerugian Negara adalah berkurangnya kekayaan negara yang
disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum, kelalaian, atau
disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan
manusia (force majeure).
10. Kekayaan Negara adalah aset negara berupa uang, barang bergerak
maupun barang tidak bergerak, surat-surat berharga atau hak-hak
negara yang dapat dinilai dengan uang.
11. Lalai/alpa adalah mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan
atau tidak melakukan kewajiban kehati-hatian yang mempunyai
hubungan sebab akibat antara perbuatan.
12. Ingkar janji (wanprestasi) adalah keadaan dimana pihak yang
berkewajiban melakukan sesuatu dengan surat perintah atau dengan
suatu akte sejenis, telah dinyatakan lalai atau jika perikatannya sendiri
menetapkan bahwa pihak yang berkewajiban itu harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
- 4 -
13. Bentuk Kerugian Negara adalah uang, surat berharga, dan barang
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan
hukum baik disengaja maupun lalai.
14. Mengganti Kerugian Negara adalah PNS bukan bendahara dan/atau
Pihak Ketiga yang karena perbuatannya melanggar hukum atau
melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
15. Surat Pemberitahuan Ganti Kerugian yang selanjutnya disebut SPGR
adalah surat yang dikeluarkan oleh TPKN kepada PNS bukan
Bendahara dan atau Pihak Ketiga yang diduga merugikan negara,
untuk memberitahukan adanya kewajiban ganti rugi dan memberi
kesempatan menjawab/menyanggah dalam batas waktu tertentu.
16. Penyelesaian Secara Damai adalah penyelesaian kerugian negara
yang dilakukan secara sukarela oleh pelaku yang dilakukan sekaligus
atau dengan mengangsur dalam jangka waktu paling lama 24 bulan
yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak.
17. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disebut
SKTJM adalah surat keterangan yang tidak dapat ditarik kembali dan
memuat pengakuan atas kerugian negara yang menjadi tanggung
jawabnya dan kesanggupan untuk mengganti kerugian negara itu
dengan menyebutkan jumlah uang, cara, dan waktu pembayarannya.
18. Surat Pemberitahuan Tuntutan Ganti Kerugian yang selanjutnya
disebut SPTGR adalah surat yang dikeluarkan oleh TPKN kepada
PNS yang diduga merugikan negara apabila PNS tersebut menolak
menandatangani SKTJM.
19. Surat Keputusan Pembebanan adalah Surat Keputusan yang di
keluarkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik yang mempunyai
kekuatan hukum final tentang pembebanan penggantian kerugian
negara apabila PNS tersebut menolak menandatangani SKTJM.
20. Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih yang selanjutnya
disebut PSBDT adalah suatu tahap dalam pengurusan piutang negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang dilakukan oleh instansi yang berwenang menangani
kerugian negara.
- 5 -
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik ini mengatur tata cara
penyelesaian ganti kerugian negara terhadap PNS bukan Bendahara
dan/atau Pihak Ketiga di lingkungan Badan Pusat Statistik.
BAB III
INFORMASI DAN VERIFIKASI KERUGIAN NEGARA
Pasal 3
(1) Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari:
a. pengawasan aparat pengawasan fungsional;
b. pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung atau
Kepala Kantor/Satuan Kerja;
c. pengakuan pelaku/penanggung jawab; atau
d. keterangan/laporan dari masyarakat/mass media.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai
dasar bagi Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam melakukan tindak lanjut
ganti kerugian negara.
Pasal 4
(1) Untuk menyelesaikan ganti kerugian negara, maka Kepala Badan
Pusat Statistik membentuk TPKN.
(2) TPKN bertugas membantu Kepala Badan Pusat Statistik dalam
memproses penyelesaian kerugian negara.
(3) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), TPKN menyelenggarakan fungsi untuk:
a. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;
b. menghitung jumlah kerugian negara;
c. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung
bahwa PNS bukan bendahara atau Pihak Ketiga telah melakukan
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga
mengakibatkan terjadinya kerugian negara;
d. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
- 6 -
e. memberikan pertimbangan kepada Kepala Badan Pusat Statistik
tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan
dalam menetapkan keputusan pembebanan;
f. menatausahakan penyelesaian kerugian negara; dan
g. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian
negara kepada Kepala Badan Pusat Statistik dengan tembusan
disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 5
(1) TPKN melakukan penelitian terhadap informasi kerugian negara.
(2) Hasil penelitian TPKN dapat membebaskan atau membebankan PNS
bukan bendahara atau Pihak Ketiga dari kewajiban ganti kerugian.
Pasal 6
Penetapan jumlah kerugian negara ditentukan oleh TPKN sebagai
berikut:
a. Barang Milik Negara yang berupa Kendaraan bermotor, penetapan
besarnya kerugian negara sebesar harga standar terakhir yang
ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yaitu berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor;
b. Barang Milik Negara yang berupa barang inventaris seperti komputer,
laptop, dan lain-lain, penetapan besarnya kerugian negara ditetapkan
oleh Biro Umum dengan mempertimbangkan pihak yang berwenang;
c. khusus barang yang pengadaannya dengan menggunakan mata uang
asing, penetapan besarnya kerugian negara menggunakan harga nilai
tukar (kurs) yang berlaku pada saat barang itu hilang;
d. pegawai Ikatan Dinas Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang wanprestasi,
penetapan besarnya kerugian negara ditetapkan berdasarkan
perhitungan dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik;
e. pegawai tugas belajar di dalam dan luar negeri, penetapan besarnya
kerugian negara ditetapkan berdasarkan perhitungan dari Pusat
Pendidikan dan Pelatihan; dan
f. Pegawai tugas belajar luar negeri dalam pembayarannya dapat
menggunakan nilai tukar (kurs) pada saat yang bersangkutan
melakukan wanprestasi.
- 7 -
Pasal 7
(1) Apabila diperlukan, Kepala Kantor/Satuan Kerja dapat membentuk tim
ad hoc untuk menyelesaikan kerugian negara yang terjadi pada
satuan kerja yang bersangkutan.
(2) Tim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
pengumpulan data/informasi dan verifikasi kerugian negara
berdasarkan penugasan dari kepala satuan kerja.
(3) Kepala Kantor/Satuan Kerja melaporkan pelaksanaan tugas tim ad
hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Badan
Pusat Statistik dengan tembusan kepada TPKN untuk diproses lebih
lanjut.
BAB IV
PENYELESAIAN MELALUI TANGGUNG JAWAB MUTLAK
Pasal 8
Dalam hal TPKN membebankan PNS bukan Bendahara dan atau Pihak
Ketiga untuk mengganti kerugian negara, maka diusahakan diselesaikan
secara damai melalui pengiriman SPGR dan SKTJM.
Pasal 9
(1) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman dokumen yang terkait dengan
kerugian negara ke alamat Pelaku, maka TPKN bersama pihak terkait
menelusuri alamat Pelaku.
(2) Apabila penelusuran alamat tidak berhasil, maka TPKN membuat
Berita Acara Penelusuran yang memuat kronologis pencarian Pelaku.
(3) Berdasarkan Berita Acara Penelusuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah
pembuatan Berita Acara Penelusuran, TPKN melimpahkan berkas
kerugian negara kepada instansi yang berwenang menangani
kerugian negara.
Pasal 10
Syarat-syarat dalam penyelesaian kerugian negara melalui penerbitan
SKTJM yaitu:
a. nilai kerugian negara telah ditetapkan dengan pasti dengan
mempertimbangkan kepatutan dan kewajaran;
- 8 -
b. terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum;
c. dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun, pelaku
mengakui kesalahannya;
d. pelaku sanggup membayar dengan jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun; dan
e. para pihak menyetujui.
Pasal 11
(1) SKTJM berisi:
a. pengakuan bahwa Pelaku bertanggung jawab atas kerugian
negara;
b. nilai kerugian negara;
c. kesanggupan membayar/mengganti kerugian negara secara tunai
ataupun dengan cara mengangsur dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun; dan
d. pernyataan bahwa Pelaku tidak akan menarik kembali apa yang
telah dinyatakan dalam SKTJM.
(2) Dalam hal kerugian negara menjadi tanggung jawab renteng, maka
SKTJM menjelaskan jumlah kerugian negara berdasarkan pada besar
kecilnya kesalahan/kelalaian masing-masing Pelaku.
Pasal 12
(1) Pelaku yang mengakui dan menyanggupi pembayaran kerugian
negara, menandatangani SKTJM dengan diketahui oleh Ketua TPKN
dan para saksi.
(2) Para saksi dalam penandatangananan SKTJM, sebagai berikut:
a. jika kerugian negara terjadi di Badan Pusat Statistik
Kabupaten/Kota, maka saksi adalah Kepala Kantor/Satuan Kerja
dan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi yang bersangkutan;
b. jika kerugian negara terjadi di Badan Pusat Statistik Provinsi,
maka saksi adalah Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi dan
Kepala Bagian Tata Usaha Provinsi yang bersangkutan; dan
c. jika kerugian negara terjadi di Badan Pusat Statistik, maka saksi
adalah Kepala Biro Umum dan Eselon II di unit Pelaku bekerja.
(3) SKTJM dibuat dalam 2 (dua) rangkap bermaterai cukup untuk
diberikan kepada Pelaku dan disimpan oleh Biro Keuangan.
- 9 -
Pasal 13
(1) Pelaku dapat mengajukan Sanggahan terhadap SKTJM dalam waktu
14 (empat belas) hari sejak Pelaku menerima SPGR dan SKTJM.
(2) TPKN melakukan peninjauan terhadap Sanggahan dan mengeluarkan
keputusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah TPKN menerima
Sanggahan, untuk:
a. menerima sebagian atau seluruh Sanggahan Pelaku, dan
memberitahukan Pelaku bahwa kewajiban membayar kerugian
negara tersebut dikurangi atau dibebaskan; atau
b. menolak Sanggahan Pelaku, sehingga dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari Pelaku harus menandatangani SKTJM.
Pasal 14
(1) Pelaku yang telah menandatangani SKTJM, melakukan pembayaran
ke Kas Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
mengirimkan bukti pembayaran kepada TPKN.
(2) Apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran sesuai SKTJM, maka
TPKN mengirimkan Surat Tagihan paling banyak tiga kali.
(3) Apabila TPKN telah mengirimkan Surat Tagihan sebanyak tiga kali
kepada Pelaku, TPKN melimpahkan penanganan kerugian negara
tersebut kepada instansi yang berwenang menangani kerugian
negara dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pengiriman
Surat Tagihan ke-tiga.
BAB V
PENYELESAIAN MELALUI TGR
Pasal 15
(1) Dalam hal TPKN tidak memperoleh SKTJM dari Pelaku, maka TPKN
menyelesaikan kerugian negara secara TGR, dengan mengirimkan
SPTGR dan Surat Keputusan Pembebanan kepada Pelaku.
(2) TPKN mengirimkan SPTGR dan Surat Keputusan Pembebanan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah SKTJM diterima
oleh Pelaku, namun tidak ada Sanggahan ataupun Tanggapan.
(3) TPKN membuat SPTGR dan SK Pembebanan Individual dalam hal
terjadi tanggung jawab renteng terhadap kerugian negara.
- 10 -
Pasal 16
(1) TPKN dapat mengirimkan Surat Tagihan setiap 30 (tiga puluh) hari
untuk paling banyak 3 (tiga) kali kepada Pelaku yang tidak membayar
TGR.
(2) Pembayaran TGR dikategorikan:
a. lancar, apabila Pelaku dapat melunasi TGR sebelum tanggal jatuh
tempo yang ditetapkan;
b. kurang lancar, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Pertama
diterima;
c. diragukan, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Kedua
diterima; dan
d. macet, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Ketiga diterima.
BAB VI
PENYERAHAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Dalam hal kerugian negara macet atau tidak dapat ditagih, maka
TPKN menyerahkan penyelesaiannya kepada instansi yang
berwenang dalam menyelesaikan masalah piutang dan lelang negara.
(2) Instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menindaklanjuti
pelimpahan kerugian negara dan mengeluarkan PSBDT kepada
TPKN.
(3) TPKN mengajukan usul penghapusan piutang kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari setelah menerima Surat PSBDT.
BAB VII
PENYELESAIAN ADMINISTRASI
Pasal 18
Administrasi penyelesaian kerugian negara diselenggarakan oleh Tim
Peneliti TPKN.
- 11 -
Pasal 19
Administrasi penyelesaian kerugian negara melalui penerbitan SKTJM
diselenggarakan sebagai berikut:
a. mencatat penyelesaian kasus-kasus kerugian negara;
b. menyiapkan surat-surat yang terkait dengan penyelesaian kerugian
negara, termasuk surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor/Satuan
Kerja yang belum menyampaikan laporan/data atas penyelesaian
kerugian negara;
c. mengadministrasikan pembayaran angsuran;
d. memonitor penyelesaian kerugian negara berdasarkan laporan yang
diterima dari Kepala Kantor/Satuan Kerja; dan
e. menyiapkan laporan periodik perkembangan penyelesaian kerugian
negara.
Pasal 20
Administrasi penyelesaian kerugian negara melalui TGR diselenggarakan
sebagai berikut:
a. melakukan pemberkasan kasus kerugian negara;
b. menyiapkan surat-menyurat yang berkaitan dengan penyelesaian
kerugian negara, termasuk surat pemberitahuan kepada Kepala
Kantor/Satuan Kerja yang belum menyampaikan laporan atas
penyelesaian kerugian negara;
c. mengadministrasikan pembayaran angsuran;
d. memonitor penyelesaian kerugian negara berdasarkan hasil laporan
yang diterima dari Kepala Kantor/Satuan Kerja;
e. menyiapkan surat pelimpahan kepada Kementerian Keuangan melalui
instansi yang berwenang dalam menyelesaikan masalah piutang dan
lelang negara;
f. menyiapkan surat permohonan tentang penghapusan kerugian
negara kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Menteri Keuangan
jika upaya penagihan dari yang besangkutan tidak membawa hasil
karena Pelaku tidak mampu, meninggal dunia dengan tidak
meninggalkan harta warisan, atau tidak dapat diketahui lagi
alamatnya; dan
g. menyiapkan laporan periodik yang akan disampaikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan mengenai penyelesaian kerugian negara.
- 12 -
BAB VIII
PEMBEBASAN PIUTANG/TAGIHAN NEGARA
Pasal 21
(1) Pelaku dapat mengajukan permohonan disertai dengan bukti-bukti
baru kepada Kepala Badan Pusat Statistik untuk dibebaskan dari
piutang/tagihan negara.
(2) Kepala Badan Pusat Statistik dapat memberikan pembebasan
piutang/tagihan negara berdasarkan bukti-bukti baru yang ditemukan
jika tidak dipenuhi unsur perbuatan melawan hukum, setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
(3) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam
Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik melalui Ketua TPKN tentang
Pembebasan Kerugian Negara.
BAB IX
PENGHAPUSAN PIUTANG/TAGIHAN NEGARA
Pasal 22
(1) Piutang/tagihan negara dapat dihapuskan karena:
a. pelaku meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta benda,
ahli waris, dan tidak ada penjamin atau pihak yang turut berhutang;
dan
b. pelaku tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
kerugian negara berdasarkan hasil penilaian TPKN.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
penyesuaian pembukuan, agar nilai piutang negara tercatat sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
(3) Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Piutang/Tagihan Negara
dilakukan oleh Kepala Badan Pusat Statistik melalui Ketua TPKN
setelah mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan
dan persetujuan Menteri Keuangan.
- 13 -
BAB X
KEDALUWARSA
Pasal 23
Kewajiban PNS bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga untuk
membayar kerugian negara, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu lima
tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu delapan
tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan TGR terhadap yang
bersangkutan.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 24
Penyelesaian ganti kerugian negara dilaksanakan sesuai dengan
Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara yang merupakan
Lampiran yang tidak terpisahakan dari Peraturan ini.
Pasal 25
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 7 Oktober 2011
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK,
Dr. RUSMAN HERIAWAN
NIP. 195111041974031001