perjuangan garuda nusantara - football5star.com · indonesia (timnas indonesia) ... pencetak...

20
TIMNAS ITALIA KRISIS BOMBER ANDAL TIMNAS INGGRIS DISERBU ANAK-ANAK MUDA MOMEN HARU MERTESACKER GARUDA NUSANTARA PERJUANGAN

Upload: vungoc

Post on 24-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TIMNAS ITALIAKRISIS BOMBER ANDAL

TIMNAS INGGRISDISERBU ANAK-ANAK MUDA

MOMEN HARUMERTESACKER

GARUDA NUSANTARAPERJUANGAN

REDAKSIPresident Director

Levin Jackson

Editor-In-ChiefIrawan Dwi Ismunanto

Senior EditorAsep Ginanjar

Daftar isi & redaksi - 1EditorialJangan Pikirkan Piala Dunia! - 2Italia (Timnas Italia)Gli Azzurri Mendamba Bomber Sejati - 11Spanyol (Timnas Spanyol)Memudarnya Aroma Barcelona - 14EntertainmentMomen Haru Mertesacker - 17

DAFTAR ISI

Asisstant EditorIsidorus Rio Turangga Budi Satria

JournalistIndi Hikami

Fajar AbdillahWanda Syafii

Kenza EmeraldyWahyu Prastetyo

Special Content JournalistYosua Eka Putra

Social Media SpecialistAlief Maulana

Video EditorZikry Pradiva

Graphic & Multimedia TeamFaiz Al JabbarErvan SatrioAnik Karlianti

1

INTERNATIONAL(AFC)Tulah Tuan Rumah - 3

INDONESIA (Timnas Indonesia)

Jalan Panjang Indonesia Ke Pentas Dunia - 6INGGRIS (Timnas Inggris)

Geliat Singa Muda - 8

Tepat pada awal bulan ini, sepak bola Indonesia hampir saja menorehkan catatan emas. Sayang, David Maulana

cs. gagal mengalahkan Australia dan menembus semifinal Piala AFC U-16 yang berhadiah tiket lolos ke putaran final Piala Dunia U-17 di Peru.

Sayang, sungguh sayang memang. Padahal, seperti dikatakan pelatih Fakhri Husaini sebelum laga itu, Indonesia hanya “berjarak”90 menit saja dari Piala Dunia, pentas yang didambakan selama ini. Andai saja terwujud, nama mereka akan harum sepanjang masa sebagai pencetak sejarah.

Melihat timnas, baik senior maupun junior, berbicara di pentas dunia memang sudah menjadi ambisi bersama. Asalkan suka sepak bola, siapa pun pasti mendambakan itu. Tak peduli dia berada di barisan cebong atau kampret. Tak peduli dia suka ketua PSSI rangkap jabatan atau tidak.

Kini, impian bersama itu kembali dirajut mulai Kamis (18/10/2018). Itulah saat timnas U-19 berjibaku di Piala AFC U-19. Ini adalah jembatan emas menuju Piala Dunia U-20. Masuk 4-besar, tiket ke Piala Dunia U-20 bakal berada dalam genggaman. Itu akan spesial, terutama bagi Egy Maulana Vikri. Pasalnya, turnamen itu akan digelar di Polandia, tempatnya mengadu nasib saat ini.

Tentu saja, langkah tak akan mudah. Adangan dari tim-tim terbaik Asia akan jadi sandungan. Memang benar, kita saat ini berstatus tuan rumah. Puluhan

Jangan Pikirkan Piala Dunia!Oleh: Asep Ginanjar @SeppGinz

EDITORIAL

ribu pendukung Garuda Nusantara pasti memadati GBK setiap kali anak-anak asuh Indra Sjafri berlaga. Namun, itu bukan jaminan untuk lolos dari semua adangan dan jadi juara.

Catatan sejarah membuktikan, sudah 22 tahun berlalu sejak kali terakhir tuan rumah berhasil menjuarai Piala AFC U-19. Memang benar, Indonesia tak menargetkan juara, cukup 4-besar saja. Namun, sejak milenium baru, hanya Myanmar yang mampu melakukan hal itu pada 2014.

Lalu, apakah ini berarti kita harus pesimistis? Tentu saja tidak. Itu hanyalah fakta yang seharusnya membuat kita tidak terlalu meratap tak berkesudahan andai

Egy dkk. kandas seperti David Maulana cs. pada awal Oktober lalu itu.

Tidak salah menggantung asa tinggi, tapi tetap menjejak bumi pun kiranya sungguh terpuji. Lagi pula, harapan yang terlalu tinggi sering kali jadi bumerang yang membebani langkah kaki para pemain di lapangan. Sudah terlalu sering garuda terjatuh saat ekspektasi untuk meraih trofi kian menggunung.

Ada baiknya, kita bersama-sama mendukung Egy dkk. untuk menikmati bermain bola layaknya bocah-bocah kampung di lapangan berdebu. Sungguh tak perlu menggaungkan soal tiket ke Piala Dunia U-20. Terpenting adalah mereka tampil lepas di setiap laga. Jika nantinya semifinal ditembus dan tiket ke Piala Dunia didapatkan, anggap saja itu bonus dari Sang Mahabaik. (*)

2

INTERNASIONAL

3

Piala AFC U-19 2018 akan berlangsung pada 18 Oktober hingga 4 November mendatang. Indonesia dipercaya untuk

menyelenggarakan edisi ke-40 dari turnamen regional Asia tersebut. Semua kontestan tidak hanya memperebutkan trofi. Empat tim terbaik atau yang lolos ke semifinal bakal mewakili Asia di Piala Dunia U-20 2019.

Tiga stadion dari tiga kota yang berbeda di Pulau Jawa terpilih sebagai venue Piala AFC U-19 2018. Masing-masing adalah Gelora Bung Karno (Jakarta), Pakansari (Cibinong) dan Patriot Chandrabhaga (Bekasi).

Ketiganya mendapat jatah untuk menggelar laga putaran pertama yang menggunakan format grup dan perempat final. Namun, laga-laga semifinal dan partai puncak bakal bertempat di Stadion Gelora Bung Karno.

Tahun ini, merupakan yang ketiga kalinya Indonesia menggelar turnamen tersebut dalam sejarah. Sebelumnya, kesempatan itu pernah datang pada 1990 dan 1994. Status penyelenggara bukan garansi bagi tim tuan rumah keluar sebagai kampiun.

Itu dibuktikan oleh Korea Selatan. Meski

hanya dua kali menghelat Piala AFC U-19, tim beralias Ksatria Taeguk tersebut menjadi yang tersukses dengan 12 gelar juara. Catatan tersebut memunculkan tantangan tersendiri bagi Indonesia selaku host Piala AFC U-19 2018. Garuda Muda tengah merajut asa untuk mengakhiri kemarau prestasi di ajang tersebut.

Selama berpartisipasi, Indonesia hanya pernah tiga kali mencapai final. Dua di antaranya berakhir dengan kegagalan. Garuda Muda hanya pernah mengakhiri turnamen dengan predikat juara pada 1961. Mereka menjadi juara bersama setelah bermain imbang tanpa gol melawan Myanmar.

Pertanyaan lalu muncul. Mampukah Egy Maulana Vikri dan rekan-rekan menorehkan prestasi? Pasalnya, Indonesia dihantui catatan buruk selaku penyelenggara Piala AFC U-19. Dari dua kesempatan sebelumnya, Garuda Muda gagal lolos dari fase grup.

Catatan tersebut tidak mengikis harapan. “Kami sudah memulai program pemusatan latihan di Yogyakarta. Kami juga sudah merancang program uji coba. Jelang Piala AFF U-19 pada Juli mendatang, total ada tiga kali pemusatan,” seru pelatih timnas U-19 Indonesia, Indra Sjafri.

ww

w.th

e-af

c.co

m

TULAH TUAN RUMAHPIALA AFC U-19 2018

Dua NerakaIndonesia tergabung dalam Grup A Piala AFC U-19 2018. Garuda Muda bakal memulai perjuangan saat melawan Cina Taipei pada 18 Oktober nanti di Gelora Bung Karno. Setelah itu, mereka akan bertemu dengan Qatar dan Uni Emirat Arab.

Grup B akan dihiasi dengan persaingan ketat. Jepang, Irak, Korea Utara dan Thailand tergabung dalam grup tersebut. Tiga tim pertama paling diunggulkan dibanding Thailand. Pasalnya, mereka setidaknya sekali menembus semifinal dalam lima edisi terakhir Piala AFC U-19.

Pada edisi dua tahun lalu, Jepang keluar sebagai juara untuk pertama kalinya di Piala AFC U-19. Bahkan, bersama Korsel, Samurai Biru berhasil lolos ke babak 16-Besar Piala Dunia U-20 2017. Mereka tersingkir lantaran kalah 0-1 lewat babak tambahan dari Venezuela.

Kekuatan Irak tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka sempat menembus semifinal Piala Dunia U-20 2013. Begitu pula dengan Korut yang dua kali berlaga di ajang tersebut dalam lima edisi terakhir.

Sama seperti Grup B, Grup C juga bisa dianggap neraka. Vietnam, di luar dugaan,

menjadi satu-satunya wakil Asia Tenggara yang menembus Piala Dunia U-20 2017. Selain itu, ada pula tim kuat seperti Australia dan Korea Selatan yang begitu dominan di Piala AFC U-19 beberapa tahun terakhir.

Pelatih timnas U-19 Vietnam, Hoang Anh Tuan, membenarkan bahwa kualitas timnya masih kalah dibanding para kontestan lain. Namun, itu tidak membuat mereka berkecil hati. “Kami memang tidak sebanding dengan Korea Selatan dan Jepang. Namun, bukan berarti tidak ada kesempatan untuk menang,” ujarnya.

Korsel dan Australia tentu di atas kertas paling difavoritkan untuk menjuarai Grup C. Betapa tidak, kedua negara melaju ke semifinal sebanyak tiga kali dalam lima edisi Piala AFC U-19 terakhir. Australia sempat menjadi runner-up pada 2010, sedangkan Korsel menggondol piala dua tahun berselang.

Arab Saudi berada di urutan terdepan dalam bursa juara Grup D. Maklum, mereka “cuma” akan bersaing dengan Cina, Malaysia dan Tajikistan. Namun, tidak menutup kemungkinan ada kejutan. Dalam satu dekade terakhir, Tajikistan sekali menembus perempat final pada 2016. Cina justru tiga kali mencapai fase itu, yakni pada 2008, 2010 dan 2014. (*)

INTERNASIONAL

4

INTERNASIONAL

5

INDONESIA

6

Genderang perang di Piala AFC U-19 2018 siap ditabuh pekan ini. Per 18 Oktober nanti, Timnas U-19 akan

berjibaku di turnamen akbar ini bersama 15 negara lainnya di seluruh Asia. ASEAN sendiri diwakili oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Sesuai aturan, Indonesia, sebagai tuan rumah, ada di Grup A. Sementara untuk mempertahankan perwakilan ASEAN, ketiga wakil lainnya tersebar di 3 grup lain. Thailand diletakkan di Grup B, Vietnam ada di Grup C, sementara tetangga dekat kita, Malaysia, di Grup D.

Sementara itu, tiga stadion di wilayah Jabodetabek sudah disiapkan oleh Indonesia. Sebagai tuan rumah sekaligus wakil Grup A, Garuda Nusantara akan mendapat keuntungan bertanding di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta. Dua stadion lain yang akan digunakan adalah Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, dan Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor.

Di Grup A, Egy Maulana Vikri dan kolega akan menghadapi tiga lawan tangguh yakni Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan Taiwan.

Indonesia sendiri akan membuka perjuangan pada 18 Oktober 2018 dengan meladeni Taiwan. Tiga hari berselang, Garuda Nusantara akan menantang Qatar pada 21 Oktober 2018. Di laga terakhir, UEA sudah menanti pada 24 Oktober 2018. Kecuali laga terakhir melawan UEA (main pukul 16.00 WIB), Garuda Nusantara akan memainkan laga pada pukul 19.00 WIB.

Untuk target, Garuda Nusantara akan berjuang menembus semifinal demi satu tiket lolos langsung ke Piala U-20 2019 yang akan digelar di Polandia, tempat Egy Maulana Vikri tengah menimba karier bersama Lechia Gdansk.

Meski Indra Sjafri sudah memilih ke-23 nama yang ia bawa untuk turnamen ini, nyatanya, ia masih menyimpan keraguan. Hal itu wajar mengingat lini serang Garuda Nusantara masih saja tumpul.

pssi

.org

JALAN PANJANG INDONESIAKE PENTAS DUNIA

Dari 4 laga uji coba jelang Piala AFC U-19 ini, timnas mencetak 6 gol di mana semuanya tak ada yang dicetak oleh penyerang. 4 gol diukir sektor gelandang, 1 oleh bek, dan 1 sisanya dari bunuh diri lawan.

Terkait ini, pelatih asal Padang ini tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. “Ketajaman lini serang masih menjadi pekerjaan rumah kami. Saya sengaja menurunkan Rafli (Mursalim) dan (Hanis) Saghara secara bergantian. Kami ingin melihat siapa yang akan kami turunkan dalam laga Piala Asia U-19 2018 nanti. Kami akan mendapat masukan dari tim analis timnas U-19 Indonesia tentang siapa pemain yang bagus di antara mereka,” ujar coach Indra dikutip dari Kompas.

Hal tersebut bisa dipahami. Baik Rafli maupun Hanis tak mendapat banyak menit bermain di Mitra Kukar dan Bali United. Hal itu menyebabkan pengalaman bermain keduanya tak cukup banyak di liga. Secara

INDONESIA

7

otomatis, itu membuat insting mereka sebagai pencetak gol sedikit tereduksi karena minimnya menit bermain di usia yang masih sangat muda.

Akan tetapi, di balik sedikit masalah ini, Garuda Nusantara bisa sedikit bernapas lega karena punya barisan gelandang dan bek yang tajam. Tercatat, Witan Sulaeman, Lutfhi Kamal, dan Saddil Ramdani bisa cetak gol. Juga jangan lupakan sosok Firza Andika, bek kiri PSMS, yang kemarin menggetarkar jala gawang Yordania.

Dan satu lagi, Indonesia juga akan diperkuat sang wonderkid, Egy Maulana Vikri. Egy yang sudah rutin dimainkan oleh Lechia Gdansk II memang masih menjadi andalan Garuda Nusantara asuhan Coach Indra. Namanya juga sudah menghiasi skuat Timnas U-19 saat meladeni Yordania. Di laga itu, ia sempat membuat satu assist sebelum ditarik keluar pada menit akhir jelang akhir laga. (*)

INGGRIS

8

GELIAT SINGA MUDA

Gareth Southgate membawa angin perubahan bagi Inggris. Pelatih berusia 48 tahun itu menunjukkan

kepada dunia bahwa The Three Lions tidak kekurangan stok pemain muda bertalenta.

Laga UEFA Nations League melawan Spanyol, Senin (15/10/2018), menjadi bukti sahih. Ketika bertandang ke Stadion Benito Villamarin, Southgate menurunkan beberapa pemain muda minim jam terbang internasional sejak menit awal.

Harry Winks dan Joe Gomez dipasang sebagai starter. Keduanya menggantikan Jordan Henderson dan John Stones yang harus absen karena akumulasi kartu kuniing.

Hal menarik lainnya, Inggris tampil dengan starting XI termuda sejak 1959. Rerata usia mereka yang ketika bertemu Spanyol adalah 23,4 tahun. Kieran Trippier menjadi pemain yang paling senior. Usianya pun baru 28 tahun.

Perjudian Southgate membuahkan hasil positif. The Three Lions sukses membungkam pasukan Luis Enrique dengan skor 3-2. Bahkan, mereka unggul tiga gol lebih dulu sebelum jeda antarbabak.

Secara konsisten, Southgate terus memberi kepercayaan kepada para pemain Inggris untuk menjadi tulang punggung tim. Keyakinan itu telah ditunjukkannya sejak memilih skuat Piala Dunia 2018. Inggris akhirnya finis di posisi keempat.

Beberapa kalangan menganggap pencapaian Inggris berbau keberuntungan. Mereka relatif melangkah ke semifinal dengan mudah. Hanya Belgia yang bisa dikategorikan lawan berat.

Pandangan miring tersebut tidak mengubah pendirian Southgate. Dia tetap menaruh keyakinan yang besar dengan para pemain muda. Eksperimen demi eksperimen pun dilakukan terkait pemanggilan pemain ke skuat.

Eks manajer Middlesbrough itu juga memanggil tiga pemain baru ke skuatnya untuk dua laga terakhir. Mereka adalah Jadon Sancho (Borussia Dortmund), James Maddison (Leicester City) dan Mason Mount (Derby County).

Kemenangan atas Spanyol semakin membuat Southgate yakin dengan kualitas skuat mudanya. Hasil tersebut menjadi

kora

.com

INGGRIS

9

suntikan kepercayaan diri bagi para pemain dia.

Masih tersisa waktu hingga Euro 2020 dimulai. Ada peluang bibit-bibit muda yang selama ini diberi kesempatan bermain bakal menjadi tulang punggung tim. Untuk itu, Southgate meminta para pemainnya untuk tidak cepat puas dan terus mengembangkan kemampuan.

“Mereka masuk ke skuat dan melakukan hal yang brilian, tetapi apa yang Anda inginkan adalah kompetisi nyata yang membuat itu sangat sulit dicapai,” tegasnya.

Ruang Gerak SempitDalam beberapa tahun terakhir, Inggris panen trofi dari beberapa turnamen usia muda. Pada 2017, mereka menjuarai Piala Dunia U-17, Piala Eropa U-19 dan Piala Dunia U-20.

Ironisnya, para pemain muda ini minim kesempatan bermain di Premier League. Itu tidak lepas dari kebijakan transfer klub-klub raksasa. Mereka lebih mengandalkan pemain-pemain asing. Tak jarang dana fantastis dikucurkan untuk biaya transfer.

Kondisi serupa dialami para pemain senior. Southgate pun mencemaskan hal tersebut.Beberapa waktu lalu, dia mengeluhkan minimnya jam bermain bagi pemain Inggris yang memperkuat klub Premier League.

Oleh sebab itu, Southgate membuka kemungkinan untuk memanggil pemain dari klub kasta kedua. Itu dilakukannya ketika mencantumkan nama Mount yang bermain bagi Derby. “Saya tidak bisa mengabaikan para pemain di Divisi Championship karena kolam kami semakin sempit saat ini,” katanya.

Pernyataan itu merujuk kepada penurunan statistik menit bermain para penggawa asal Inggris di Premier League pada musim 2018-19. Pada September lalu, jumlahnya hanya 30 persen atau lebih rendah dibanding

musim sebelumnya (33 persen).

Tidak heran jika para pemain muda Inggris ramai-ramai mencari peruntungan di liga negara lain. Salah satunya adalah Jadon Sancho yang bergabung dengan Borussia Dortmund pada musim panas lalu.

Dortmund merekrut winger belia itu dari Manchester City dengan banderol 10 juta pounds. Kini, dia menjadi pencetak assist terbanyak di lima liga top Eropa bersama penggawa AC Milan, Suso, dengan enam assist.

Premier League memang bukan kompetisi yang ramah bagi para pemain lokal Inggris. Jumlah pemain home-grown yang telah mendapatkan menit bermain di sana paling rendah apabila dibandingkan liga-liga top lainnya pada musim 2018-19.

Pelatih Belgia, Roberto Martinez, pernah menyoroti fenomena itu pada 2013. Dia menilai, program perkembangan pemain muda di Inggris jauh tertinggal dari Spanyol. “Kita harus lebih bertanggung jawab atas para pemain berusia 18 hingga 20 tahun (di Inggris) yang tidak mendapat edukasi sebaik di Prancis, Spanyol atau Italia,” jelasnya.

Memiliki pemain muda berbakat adalah sebuah anugerah. Namun, tanpa adanya pembinaan yang tepat serta kesempatan bermain reguler dari klub, talenta mereka bakal sia-sia. Hal ini pulalah yang menjadi beban bagi Southgate dalam membangun proyek jangka panjang bersama timnas Inggris. (*)

INGGRIS

10

DEBUTAN INGGRIS ERA SOUTHGATEUsia >= 23 tahun

ITALIA

11

Kelegaan tak bisa disembunyikan Roberto Mancini begitu timnas Italia memetik kemenangan 1-0 di kandang

Polandia, Senin (15/10/2018) dini hari WIB. Kemenangan itu memutus rangkaian lima laga tanpa kemenangan yang dituai Gli Azzurri di bawah asuhannya.

“Kami mendominasi dan seharusnya mencetak gol lebih cepat. Sungguh tak adil jika pertandingan ini berakhir 0-0,” ungkap Mancini selepas pertadingan kepada Rai Sport. “Semua pemain mencoba melakukan yang terbaik. Kami tahu ini memerlukan waktu, tapi kemenangan ini bagus.”

Mancini memang tak akan bisa menerima hasil imbang pada laga itu. Seperti laga sebelumnya melawan Ukraina, dia melihat Gli Azzurri tampil impresif dan menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Namun, mereka seperti tak dinaungi Fortuna, sang dewi keberuntungan. Berkali-kali upaya mencetak gol kandas begitu saja.

Meskipun demikian, kemenangan atas Polandia tak serta-merta membuat Mancini benar-benar bahagia. Pasalnya, gol tunggal

dilesakkan bek Cristiano Biraghi. Untuk kesekian kalinya, para penyerang yang diturunkannya mandul.

Hal lain yang menjadi beban Mancini, Gli Azzurri belum mampu mencetak banyak gol. Sejak ditangani mantan pelatih Inter Milan dan Manchester City tersebut, Italia baru sekali mencetak lebih dari satu gol. Itu terjadi saat mereka menang 2-1 atas Arab Saudi pada debut sang allenatore.

Menanti SchillaciDi tengah situasi ini, ingatan Mancini mungkin melayang jauh ke 1990. Saat itu, dirinya menjadi bagian dari timnas Italia yang berlaga di Piala Dunia. Di sana ada nama-nama striker apik: Aldo Serena, Gianluca Vialli, dan Andrea Carnevale. Sisanya, ada Roberto Baggio dan Salvatore Schillaci.

Awalnya, allenatore Azeglio Vicini mengandalkan Vialli dan Carnevale di lini depan.Namun, keduanya majal. Bahkan, Vialli gagal mengeksekusi penalti saat melawan Amerika Serikat. Di tengah situasi itu, Schillaci menjadi sosok penyelamat. Dari sekadar pemain cadangan, dia lantas menjadi andalan bersama Baggio.

GLI AZZURRI MENDAMBA BOMBER SEJATI

zim

bio.

com

Bisa jadi, Mancini tengah menanti sosok seperti Schillaci itu. Pasalnya, ada banyak pemain yang tampil apik di klub, tapi tak bersinar saat berseragam Gli Azzurri. Sebut saja Ciro Immobile dan Andrea Belotti. Juga Mario Balotelli yang kembali ke timnas Italia setelah sekian lama ditepikan.

Immobile punya catatan luar biasa di Serie A. dalam 160 laga, dia menjejalkan 89 gol. Rasio golnya mencapai 55,63%. Namun, di timnas Italia, dia baru mencetak 6 gol dalam 18 laga atau hanya 33,33%. Bahkan, dia tak mencetak gol dalam delapan laga terakhirnya.

Belotti pun setali tiga uang. Dia hingga saat ini mengemas 56 gol dalam 148 pertandingan di Serie A. Namun, baru lima gol yang dibuatnya dalam 20 laga bersama Gli Azzurri. Dalam sebelas pertandingan terakhir, dia hanya mampu membuat satu gol.

Bagaimana dengan Balotelli? Catatan

pemain keturunan Ghana ini lebih baik dari Immobile dan Belotti. Dalam 340 laga bersama Inter Milan, Manchester City, AC Milan, OGC Nice, dan Liverpool, dia sanggup menjejalkan 138 gol. Artinya, dia mencetak gol dalam setiap 2,5 laga.

Di timnas italia pun catatannya tidak buruk. Sebanyak 14 gol telah dibuatnya dalam 36 laga. Namun, inkonsistensi dan ulah miring membuat dirinya sukar diandalkan. Sejak dipanggil kembali setelah diasingkan selama empat tahun, dia pun hanya membuat satu gol dalam tiga laga.

Harapan sempat muncul ketika Lorenzo Insigne tampil cemerlang bersama Napoli. Namun, Mancini harus kecewa karena ketajaman di klub tak bisa dibawa sang pemain ke timnas Italia. Tak pelak, sang allenatore pun harus kembali menanti kehadiran sosok seperti Schillaci. Entah sampai kapan. (*)

Gli Azzurri dari penyisihan grup hingga final dijaringkan oleh sepuluh pemain! Hanya Toni dan bek Marco Materazzi yang berhasil mencetak dua gol. Inzaghi, Totti, dan Del Piero sama-sama hanya mengemas satu gol.

Terlepas dari fakta tersebut, lini depan yang tumpul tetap saja masalah. Sinisa Mihajlovic, sahabat Mancini, mengungkapkan hal tersebut. “Adalah striker yang jadi andalan mencetak gol dan membuat perbedaan,” kata dia.

Toh, dia menilai langkah Mancini yang belakangan memasang tridente Federico Bernardeschi, Lorenzo Insigne, dan Federico Chiesa tidaklah keliru. “Mancio tahu lebih baik apa yang harus dilakukan. Mereka telah main bagus lawan Ukraina dan bisa mengesankan di Polandia, tapi tak mencetak cukup banyak gol,” kata Mihajlovic lagi.

Meskipun demikian, dia menegaskan, publik sepak bola Italia harus bersabar. Menurut dia, entah itu tampil dengan striker utama atau false nine, Gli Azzurri tetap bisa berharap banyak untuk lolos ke Piala Eropa 2020. (*)

ITALIA

12

Fenomena yang terjadi di timnas Italia saat ini sebenarnya bukan hal baru. Setidaknya, dua

kali hal ini pernah terjadi di Piala Dunia. Selain di Italia 1990, hal serupa juga dialami timnas Italia kala juara di Piala Dunia 2006.

Kejadian di Jerman 2006 bahkan bisa dikatakan sangat aneh. Di skuat Gli Azzurri kala itu terdapat nama-nama striker haus gol. Sebut saja Francesco Totti, Alessandro Del Piero, Filippo Inzaghi, dan Luca Toni. Ada pula Alberto Gilardino dan Vincenzo Iaquinta.

Akan tetapi, tak satu pun yang menunjukkan ketajaman secara luar biasa. Dua belas gol

Bukan Hal Aneh

goal

dent

imes

.org

ITALIA

13

Sejak menangani timnas Italia pada 14 Mei 2018, Roberto Mancini telah

menurunkan enam kombinasi berbeda di lini depan dalam tujuh pertandingan. Hanya pada dua laga terakhir dia tak mengubah trisula di lini depan. Hasilnya, hanya dua gol yang dibuat tridente yang dipasang sebagai starter. (*)

7 Laga, 6 Kombinasi, 2 Gol

SPANYOL

14

Pada 2008 hingga 2012, timnas Spanyol berada di puncak kejayaannya. Dua trofi Piala Eropa dan satu trofi Piala Dunia

mampu diraih. Gaya bermain atraktif ala tiki-taka menjadi jargon La Furia Roja dalam kurun waktu tersebut.

Secara mengejutkan, Spanyol gagal lolos dari fase grup Piala Dunia 2014. Kendati demikian, Vicente Del Bosque selaku pelatih, enggan mengubah identitas permainan timnya. Hingga akhirnya, Andres Iniesta dkk tersingkir di Piala Eropa 2016.

Dua tahun berlalu, masa sulit itu tak kunjung pergi. Spanyol kembali menelan pil pahit di Piala Dunia 2018. Pasukan Fernando Hierro terpaksa angkat koper lebih awal lantaran kalah dari tuan rumah Rusia di babak 16-Besar.

Kegagalan tersebut menjadi penanda dimulainya era baru La Furia Roja. Fenomena paliing mencolok yang terjadi adalah memudarnya aroma Barcelona di skuat.

Itu bermula dari keputusan Andres Iniesta dan Gerard Pique pensiun. Disusul dengan kehadiran Luis Enrique di kursi pelatih. Sejak awal, Enrique menegaskan tidak akan menerapkan filosofi

tiki-taka. Meski menyukai permainan ofensif, dia cenderung mengandalkan umpan-umpan direct.

Hal itu telah diterapkannya sejak menukangi Barcelona pada 2014 hingga 2017. Padahal, El Barca merupakan klub yang punya corak bermain identik dengan Spanyol ketika mencapai masa kejayaan beberapa tahun lalu.

Dari empat laga, Enrique hanya memanggil dua pemain Barcelona. Mereka adalah Sergi Roberto dan Sergio Busquets. Dia juga memarkir bek kiri El Barca, Jordi Alba, yang menjadi andalan Spanyol dalam beberapa tahun terakhir.

Hasil yang diraih cukup memuaskan. Setelah menekuk Inggris 2-1, Spanyol menghajar Kroasia enam gol tanpa balas dan Wales dengan skor 4-1. Tren apik La Furia Roja di tangan Enrique terhenti saat kalah 2-3 dari The Three Lions pada Senin (15/10/2018).

Busquets menjadi perwakilan tunggal Barcelona di skuat Spanyol era Enrique. Bahkan, La Furia Roja bermain tanpa penggawa Barcelona saat menghantam Wales.Enrique seolah tidak peduli. Fokusnya hanya menemukan identitas baru dan formula terbaik

MEMUDARNYA AROMA BARCELONA

rona

ldo.

com

SPANYOL

15

bagi timnya. “Mereka bermaiin untuk tim nasional Spanyol, itu saja.Mereka tidak bermaiin untuk satu klub atau lainnya,” tegasnya. “Tidak ada pemain Barcelona? Saya hanya melihat satu kostum, yakni tim nasional.”

Dosa ManajemenBarcelona sangat produktif menelurkan pemain berbakat dari tim akademi saat diasuh Pep Guardiola pada 2008 hingga 2012. Jebolan akademi banyak bermunculan, seperti Pedro Rodriguez, Sergio Busquets hingga Thiago Alcantara.

Kini, situasinya berubah drastis. Tak banyak pemain La Masia yang berhasil menembus skuat inti.Paling sukses hanya Sergi Roberto yang masih diandalkan oleh pelatih Ernesto Valverde. Dia juga terbantu kemampuannya dalam bermain di beberapa posisi, seperti bek kanan dan gelandang tengah.

Perubahan terjadi sejak Josep Maria Bartomeu terpilih sebagai presiden El Barca pada Januari 2014. Bartomeu lebih gemar berbelanja pemain sehingga menghimpit pemain-pemain akademi untuk bisa masuk ke skuat senior.

Selain itu, Barcelona terus diinvasi para pemain asing. Kucuran dana transfer era Bartomeu terbilang fantastis dibanding beberapa presiden sebelumnya.

Dalam empat musim terakhir, Blaugrana empat kali memecahkan rekor pembelian termahal saat mendatangkan Luis Suarez, Neymar, Ousmane Dembele dan Philippe Coutinho. Untuk memboyong empat pemain tersebut ke Camp Nou, Bartomeu rela mengucurkan dana senilai hampir 415 juta euro.

Ironisnya, tidak satu pun dari mereka merupakan pemain asal Spanyol. Tercatat, sejak 2013, Barcelona hanya pernah merekrut lima pemain Spanyol dari total 28 pemain. Hanya satu di antaranya yang kini masih bertahan di Camp Nou, yakni Denis Suarez.

Melihat situasi ini, tak heran jika Barcelona bukan salah satu penyumbang pemain

terbanyak di timnas Spanyol. Semata-mata bukan karena filosofi Enrique, tetapi juga stok pemain Spanyol berkualitas di skuat El Barca saat ini.

Apabila dibandingkan dengan klub-klub Divisi Primera lain, Barcelona dan Atletico Madrid merupakan yang terminim untuk jumlah pemain Spanyol di skuat musim ini. Tercatat, hanya ada tujuh pemain asal Negeri Matador di skuat Valverde. Itu jumlah terendah dalam satu dekade terakhir.

Walaupun belum dipanggil Enrique, Jordi Alba tetap berpeluang untuk kembali membela La Furia Roja. Mengingat performanya cukup apik selama memperkuat timnas dan Barcelona dalam beberapa tahun belakangan.

Satu hal yang mengganjal adalah hubungannya dengan Enrique yang kurang harmonis. Dia pernah mengkritik kebijakan Enrique yang kerap mencadangkannya pada musim 2016-17. Saat itu, sang pelatih mengubah formasi dari 4-3-3 menjadi 3-4-3. Lucas Digne dan Andres Iniesta lebih sering mengisi pos sayap kiri ketimbang Alba.

Bukan mustahil, Barcelona bakal terus tertinggal dari klub-klub lain untuk urusan suplai pemain ke skuat Spanyol. Apalagi, rival abadinya, Real Madrid, memiliki pemain-pemain muda berbakat. Sebut saja, Alvaro Odriozola, Jesus Vallejo dan Marcos Llorente. Striker anyar El Real, Mariano Diaz pun mengakui putusannya kembali ke Santiago Bernabeu pada musim lalu dipengaruhi motivasinya untuk membela Spanyol. (*)

SPANYOL

16

PENYUMBANG PEMAIN TERBANYAK ERA ENRIQUE

ENTERTAINMENT

17

Per Mertesacker telah resmi menyatakan gantung sepatu pada akhir musim 2017-18. Arsenal merupakan klub

terakhir yang dibela mantan palang pintu tim nasional Jerman tersebut.

Akan tetapi, Mertesacker mendapat kehormatan dari Hannover 96. Klub Bundesliga 1 Jerman tersebut menggelar pertandingan testimonial untuknya di Stadion HDI Arena pada Sabtu (13/10/2018).

Hannover memang punya tempat spesial di hati Mertesacker. Bersama klub beralias Die Roten tersebut, dia mengawali karier dari level junior hingga melakoni debut profesional 15 tahun silam.

Dua tim yang bertanding saat itu adalah Mertesacker and Friends dan World XI. Kubu terakhir ditangani oleh mantan manajer Arsenal, Arsene Wenger, yang mundur dari jabatannya pada musim panas lalu.

Beberapa mantan penggawa Hannover serta teman-teman Mertesacker turut meramaikan laga tersebut. Di antaranya Claudio Pizarro, Torsten Frings, Kieran Gibbs dan Ivan Klasnic.

Ada 19 gol menghiasi laga testimonial Mertesacker. World XI keluar sebagai pemenang dengan skor 10-9. Mertesacker bermain untuk kedua kubu dalam balutan seragam bernomor punggung 29. Itu

ww

w.th

esun

.co.

ukMOMEN HARUMERTESACKER

ww

w.th

esun

.co.

uk

ww

w.sp

ortb

uzze

r.de

ENTERTAINMENT

18

merupakan nomor punggungnya selama membela Hannover.

Mertesacker ditarik keluar pada pengujung pertandingan. Dia digantikan oleh ayahnya sendiri, Stefan Mertesacker, yang terdaftar dalam jajaran direksi Hannover.

Momen tersebut begitu emosional. Mertesacker memeluk erat sang ayah dan tak kuasa menahan tangis. Tepuk tangan para suporter mengiringi pergantian pria berumur 34 tahun itu.

Setelah laga usai, Mertesacker menyampaikan pidato dengan menggunakan mikrofon di tengah lapangan. Itu disaksikan oleh

40.000 suporter yang memadati HDI Arena.

“Itu penutupan yang hebat. Saya tidak bisa bermimpi untuk kembali bermain di depan banyak penonton yang luar biasa di Hannover. Terima kasih banyak. Itu sangat berarti bagi saya untuk bisa mengucapkan salam perpisahan di sini,” tuturnya.

Setelah berkostum Hannover pada 2003-2006, Mertesacker hijrah ke Werder Bremen. Di sana, dia bermain selama lima tahun hingga akhirnya pindah ke Arsenal. Setelah pension, dia langsung menjabat pelatih tim akademi The Gunners. (*)

GALERI LAGA TESTIMONIAL MERTESACKER

ww

w.sp

ortb

uzze

r.de

ww

w.th

esun

.co.

ukw

ww.

spor

tbuz

zer.d

e

ww

w.sp

ortb

uzze

r.de

ww

w.sp

ortb

uzze

r.de

ww

w.sp

ortb

uzze

r.de