perilaku merokok

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat Timur (Eastern Societies) menggunakan air untuk mengurangi asap tembakau sebelum diinhalasi. Pada tahun 1840-an barulah dikenal rokok, tetapi belum memiliki dampak dalam pemasaran tembakau. Mendekati tahun 1881 mulai terjadi produksi rokok secara besar-besaran dengan bantuan mesin. Melalui reklame, rokok menjadi terkenal dan pada tahun 1920 sudah tersebar ke seluruh dunia. Maka merokok saat ini merupakan suatu kebiasaan yang dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan mampu memberikan kenikmatan bagi si perokok. Bila telah kecanduan, sangatlah susah untuk menghentikan kebiasaan merokok (Perwitasari,2006). Pada hakekatnya merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus oleh daun nipah atau kertas (Poerwadarminta, 1983). Sedangkan menurut Aritonang (dalam Perwitasari, 2006) merokok adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis. Perilaku sendiri adalah setiap tindakan manusia yang dapat dilihat (Kartono, 2003). Sedangkan pengertian perilaku dalam arti luas adalah mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Dalam pengertian sempit, perilaku dapat dirumuskan hanya mencakup reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif (Chaplin, 2002). 10

Upload: ibhe-putra-amungkamo

Post on 01-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bla

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Perilaku Merokok

    1. Pengertian Perilaku Merokok

    Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya

    kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat

    Timur (Eastern Societies) menggunakan air untuk mengurangi asap tembakau

    sebelum diinhalasi. Pada tahun 1840-an barulah dikenal rokok, tetapi belum memiliki

    dampak dalam pemasaran tembakau. Mendekati tahun 1881 mulai terjadi produksi

    rokok secara besar-besaran dengan bantuan mesin. Melalui reklame, rokok menjadi

    terkenal dan pada tahun 1920 sudah tersebar ke seluruh dunia. Maka merokok saat ini

    merupakan suatu kebiasaan yang dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan mampu

    memberikan kenikmatan bagi si perokok. Bila telah kecanduan, sangatlah susah untuk

    menghentikan kebiasaan merokok (Perwitasari,2006).

    Pada hakekatnya merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah

    gulungan tembakau yang dibungkus oleh daun nipah atau kertas (Poerwadarminta,

    1983). Sedangkan menurut Aritonang (dalam Perwitasari, 2006) merokok adalah

    perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, kondisi

    psikologis, dan keadaan fisiologis.

    Perilaku sendiri adalah setiap tindakan manusia yang dapat dilihat (Kartono,

    2003). Sedangkan pengertian perilaku dalam arti luas adalah mencakup segala sesuatu

    yang dilakukan atau dialami seseorang. Dalam pengertian sempit, perilaku dapat

    dirumuskan hanya mencakup reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif

    (Chaplin, 2002).

    10

  • Perilaku merokok seseorang secara keseluruhan dapat dilihat dari jumlah

    rokok yang dihisapnya. Seberapa banyak seseorang merokok dapat diketahui melalui

    intensitasnya, dimana menurut Kartono (2003) intensitas adalah besar atau kekuatan

    untuk suatu tingkah laku. Maka perilaku merokok seseorang dapat dikatakan tinggi

    maupun rendah yang dapat diketahui dari intensitas merokoknya yaitu banyaknya

    seseorang dalam merokok.

    Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok

    adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya

    dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh

    orang-orang disekitarnya.

    2. Tipe-tipe Perokok

    Menurut Mutadin (dalam www.e-psikologi.com) tipe-tipe perokok yaitu:

    a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari

    dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.

    b. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak

    bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit.

    c. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 21 batang dengan selang waktu 31-60

    menit setelah bangun pagi.

    d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60

    menit dari bangun pagi.

    Tipe perokok (Sitepoe dalam Perwitasari, 2006) yaitu :

    a. Perokok ringan, merokok 1-10 batang sehari.

    b. Perokok sedang, merokok 11-20 batang sehari.

    c. Perokok berat, merokok lebih dari 24 batang sehari.

  • Tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory (Tomkins dikutip

    Mutadin dalam www.e-psikologi.com) adalah:

    a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Menurut Green tiga sub tipe ini

    adalah:

    1) Pleasure relaxation, adalah perilaku merokok untuk menambah atau

    meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah

    minum kopi atau makan.

    2) Stimulation to pick them up adalah perilaku merokok yang dilakukan

    sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

    3) Pleasure of handling the cigarette adalah kenikmatan yang diperoleh dengan

    memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan

    menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk

    menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok

    lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya

    lama sebelum ia nyalakan dengan api.

    b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif, misalnya bila ia

    marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.

    c. Perilaku merokok yang adiktif (psychological addiction) adalah perilaku dengan

    menambahkan dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok

    yang dihisapnya berkurang.

    d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok

    sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena

    benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin atau tanpa dipikirkan dan tanpa

    disadari.

  • Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan tipe perokok dapat

    dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan intensitas merokok yang dilihat dari

    banyaknya jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari dan berdasarkan keadaan yang

    dialami perokok.

    3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

    Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya, namun masih banyak

    orang yang melakukannya termasuk wanita. Menurut Levy (dalam Nasution, 2007)

    setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya

    disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Lewin (dalam Komasari dan Helmi,

    2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya

    perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh

    faktor lingkungan.

    Mutadin (dalam Aula, 2010) mengemukakan alasan seseorang merokok,

    diantaranya:

    a. Pengaruh orang tua

    Menurut Baer dan Corado, individu perokok adalah individu yang berasal dari

    keluarga tidak bahagia, dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya

    dibandingkan dengan individu yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang

    bahagia. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal dengan

    satu orang tua (Single Parent). Individu berperilaku merokok apabila ibu mereka

    merokok dibandingkan ayah mereka yang merokok. Hal ini terlihat pada wanita.

    b. Pengaruh teman

    Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu merokok maka semakin

    banyak teman-teman individu itu yang merokok, begitu pula sebaliknya.

    c. Faktor kepribadian

  • Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan

    dari rasa sakit atau kebosanan.

    d. Pengaruh iklan

    Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa

    perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat seseorang seringkali

    terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan tersebut.

    Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (dalam Nasution, 2007) tentang

    faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :

    a. Faktor Biologis

    Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah

    satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Pendapat

    ini didukung Aditama (1992) yang mengatakn nikotin dalam darah perokok

    cukup tinggi.

    b. Faktor Psikologis

    Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa

    kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat

    memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering

    bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit dihindari.

    c. Faktor Lingkungan Sosial

    Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian

    individu pada perokok. Seseorang berperilaku merokok dengan memperhatikan

    lingkungan sosialnya.

    d. Faktor Demografis

    Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia

    dewasa semakin banyak (Smet, 1994) akan tetapi pengaruh jenis kelamin zaman

  • sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sekarang

    sudah merokok.

    e. Faktor Sosial Kultural

    Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, dna gengsi pekerjaan akan

    mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994).

    f. Faktor Sosial Politik

    Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang

    bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan

    kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

    Merokok menjadi masalah yang bertambah besar bagi negara-negara berkembang

    termasuk Indonesia (Smet, 1994).

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-

    faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok yaitu faktor dari dalam diri

    individu dan juga dari lingkungan.

    4. Dampak Merokok

    a. Dampak merokok bagi kesehatan

    Menurut studi prospektif yang dilakukan Rosenman timbulnya penyakit

    jantung koroner lebih tinggi 50 % bagi individu yang merokok kira-kira 12

    batang sehari dan 200 % bagi individu yang merokok lebih dari 12 batang sehari

    (Sarafino dalam Perwitasari, 2006).

    Asap rokok mengandung nikotin yang merupakan salah satu bahan kimia

    berminyak yang tidak berwarna dan salah satu racun yang cukup keras. Selain itu

    di dalam asap rokok terdapat karbon monoksida, amonia, dan butan (Amstrong,

    1992). Efek toleran yang disebabkan oleh nikotin sesungguhnya relatif ringan,

    tetapi sifat adiktifnya dapat menyebabkan tubuh tergantung dan termanifestasi

  • dalam bentuk pusing-pusing, mudah gugup, lesu, sakit kepala, dan perasaan

    cemas (Theodorus dalam Perwitasari, 2006).

    Berdasarkan Teori Dampak Merokok, nikotin dapat memacu jantung

    menyebabkan relaksasi pada otot-otot skeleton. Secara subyektif, nikotin

    memiliki kapasitas berlawanan untuk memproduksi rasa ketergantungan dan

    relaksasi serentak (Taylor, 1995).

    Merokok memiliki efek sinergis pada faktor beresiko kesehatan lainnya,

    yaitu memperluas dampak faktor resiko lainnya yang berkenaan dengan

    kesehatan (Dembroski & Mac Dougal dalam Shelly, 1995). Nikotin

    menghasilkan efek rangsang pada sistem jantung pada orang yang memiliki

    kerusakan jantung maupun yang tidak memiliki kerusakan jantung. Kematian

    mendadak pada perokok, dapat diakibatkan dari kurang baiknya aliran darah

    karena pembuluh darah yang berkerut dan terhalangi pada detak jantung yang

    dihasilkan oleh naiknya sirkulasi catecholamine (Benowitz dalam Shelly, 1995).

    Nikotin dapat juga menyebabkan kekejangan pembuluh arteri (vasopasm) pada

    orang yang menderita penyakit atherosclerotic (Pomerlau dalam Shelly, 1995).

    Merokok dapat menyebabkan penyakit jantung koroner karena ketika

    seseorang merokok denyut jantungnya semakin cepat, sedangkan pemasokan zat

    asam yang diperlukan oleh jantung kurang dari normal. Merokok dapat memicu

    terjadinya trombosis koroner atau serangan jantung karena bekuan darah yang

    menutup salah satu pembuluh darah utama yang memasok jantung, hal ini

    disebabkan oleh nikotin yang mengganggu irama jantung yang teratur dan

    membuat darah dalam tubuh menjadi lengket. Asap rokok ketika merokok dapat

    menyebabkan bronkitis (Amstrong, 1992).

  • Merokok dapat memicu berbagai macam penyakit lainnya yang

    digolongkan bersama sebagai penyakit paru-paru kronis yang merintangi lebih 80

    % kasus penyakit paru-paru di Amerika Serikat (Oskamp et al dalam Smet,

    1994).

    Bahaya merokok tidak dibatasi hanya pada perokok saja. Penelitian pada

    perokok pasif yang berhubungan langsung dengan perokok menunjukkan bahwa

    pasangan perokok, anggota keluarga perokok, dan rekan kerja memiliki resiko

    terkena berbagai gangguan kesehatan (Marshal dalam Shelly, 1995)

    b. Dampak merokok secara psikologis

    Dalam (Sarafino, 1990) mengatakan akibat dari merokok adalah agar

    seseorang dapat :

    1) Memperoleh perasaan positif seperti rasa santai, rasa senang, atau sebagai

    penambah semangat.

    2) Mengurangi perasaan yang negatif seperti rasa cemas atau rasa tegang.

    3) Sudah menjadi suatu kebiasaan.

    4) Sebagai obat dari ketergantungannya secara psikologis yang mengatur keadaan

    emosional, baik yang positif maupun yang negatif.

    Seseorang merokok karena ketagihan nikotin dan tanpa nikotin hidupnya

    terasa hampa. Mereka menjadi terbiasa untuk merokok agar dapat merasa santai

    dan mereka menikmatinya sewaktu merokok. Perilaku merokok telah menjadi

    bagian dari perilaku sosial mereka, secara tidak langsung tanpa merokok mereka

    akan terasa hampa dan merokok merupakan penopang bermasyarakat. Mereka

    yang pemalu perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan

    malunya di hadapan orang lain dengan merokok (Amstrong, 1992).

  • Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, merokok berdampak pada

    kesehatan dan psikologis seseorang. Merokok bagi kesehatan dapat menyebabkan

    kanker paru-paru, bronkitis, penyakit jantung, sedangkan dampak psikologis

    merokok dapat menyebabkan ketergantungan secara psikis.

    5. Tempat Merokok

    Menurut Mu`tadin (2002) tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku

    perokok. Berdasarkan tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat

    digolongkan atas :

    a. Merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik

    1) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka

    menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain,

    karena itu mereka menempatkan diri di smooking area.

    2) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak

    merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan lain-lain). Mereka yang

    berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak

    berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang

    terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar racun

    kepada orang lain yang tidak bersalah.

    b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi.

    1) Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat

    seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang

    menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.

  • 2) Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka

    berfantasi.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tempat

    merokok dibedakan menjadi dua yaitu merokok di tempat umum dan tempat

    pribadi.

    6. Aspek-Aspek Perilaku Merokok

    Menurut Kumalasari (dalam Triyono,2004) ada empat prediktor dalam

    mengukur perilaku merokok seseorang, yaitu :

    a. Aktivitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas yang

    berhubungan dengan perilaku merokoknya (menghisap asap rokok, merasakan

    dan menikmatinya)

    b. Tempat merokok adalah dimana individu melakukan aktivitas merokoknya

    (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain).

    c. Waktu merokok adalah kapan (pada momen-momen apa saja) individu

    melakukan aktivitas merokoknya.

    d. Fungsi merokok, yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi diri si perokok

    dalam kehidupannya sehari-hari dan makna merokok itu sendiri bagi individu

    yang bersangkutan.

    Menurut Rasmiyati (dalam Triyono, 2004) aspek-aspek perilaku merokok antara

    lain :

    a. Aktivitas individu yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, diukur

    melalui intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok dan fungsi merokok

    dalam kehidupan sehari-hari.

    b. Sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok yaitu bagaimana penerimaan

    keluarga terhadap perilaku merokok.

  • c. Lingkungan teman sebaya, yatu sejauh mana individu mempunyai teman sebaya

    yang merokok dan memiliki penerimaan positif terhadap perilaku merokok.

    d. Kepuasan psikologis, yaitu efek yang diperoleh dari merokok yang berupa

    keyakinan dan perasaan yang menyenangkan.

    Senada dengan pendapat diatas, menurut Aritonang (dalam Nasution, 2007)

    perilaku merokok memiliki beberapa aspek sebagai berikut :

    a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

    Erickson mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri

    pada diri remaja. Silvans & Tomkins mengatakan bahwa fungsi merokok

    ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang

    positif maupun perasaan negatif.

    b. Intensitas merokok

    Smet mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap,

    yaitu :

    1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

    2) Perokok sedang yang menghisap 5 14 batang rokok dalam sehari.

    3) Perokok ringan yang menghisap 1 4 batang rokok dalam sehari.

    c. Tempat merokok

    Menurut Mu`tadin tipe perokok berdasarkan tempat ada dua yaitu :

    1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik.

    2) Merokok di tempat-tempat pribadi

    d. Waktu merokok

    Menurut Presty individu yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang

    dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca

    yang dingin, setelah dimarahi orangtua, dll.

  • Berdasarkan uraian di atas, maka hasil analisis penulis menyimpulkan bahwa

    aspek perilaku merokok dalam penelitian ini yaitu a) Fungsi merokok menyatakan

    perasaaan yang dialami perokok seperti perasaan positif. Hal ini merupakan gabungan

    dari pendapat Kumalasari, Rasmiyati dan Aritonang. b) Intensitas merokok yaitu

    seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Rasmiyati dan Aritonang. c) Tempat merokok, yaitu dimana saja individu melakukan

    aktivitas merokoknya. Ini merupakan pendapat Kumalasari dan Aritonang. d) Waktu

    merokok yaitu kapan saja individu melakukan aktivitas merokoknya. Keempat aspek

    tersebut merupakan gabungan antara pendapat Kumalasari, Rasmiyati dan Aritonang,

    namun saya lebih menitikberatkan pada pendapat Aritonang karena aspek-aspeknya

    lebih tepat untuk pengukuran skala psikologinya.

    B. Citra Diri

    1. Pengertian Citra Diri

    Pengertian citra diri (self-image) menurut Chaplin (1999) yaitu apa yang

    digambarkan atau dibayangkan akan menjadi di kemudian hari. Gambaran diri ini bisa

    sangat berbeda dengan diri sendiri yang sebenarnya. Pengertian tentang citra diri

    tersebut hampir sama dengan makna gambaran kesan diri (idealized image), yaitu

    kesan yang diidealkan. Pengertian yang lebih rinci adalah satu gagasan atau konsepsi

    ideasional mengenai diri sendiri, yang menyajikan kesatuan, daya juang dan daya

    usaha pada manusia serta benda-benda. Gambaran yang diidealkan itu merupakan

    satu perkiraan yang palsu dan berlebihan atau dibesar-besarkan mengenai

    potensialitas dan kemampuan diri yang sebenarnya, dan lebih banyak dijabarkan dari

    fantasi serta harapan dari pada realitas sebenarnya (Chaplin,1999). Diri atau self yang

    ada dalam gambaran seseorang merupakan suatu inner world manusia termasuk

  • pemikiran dan perasaan, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, juga

    pandangan tentang apa dan siapa dirinya serta bagaimana seseorang tersebut ingin di

    pandang.

    Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki bayangan

    yang membuat jiwanya berada dalam segala kondisi yang diinginkan, sehingga dapat

    tampil dan berhubungan dengan semua orang tanpa ada celah cacatnya. Bayangan ini

    dapat menjadi kenyataan, manakala orang tersebut berusaha sekuat tenaga untuk

    mewujudkannya, kecuali hanya bayangan yang bersifat fantasi atau tidak mendasar.

    Dalam melakukan bayangan tersebut, seorang manusia akan melakukan komunikasi

    interpersonal dalam dirinya untuk mewujudkan citra dirinya.

    Keberadaan citra diri sangat penting bagi setiap individu untuk senantiasa

    tampil percaya diri di manapun berada. Menurut Wolman (Kumalasari,2001) citra diri

    adalah gambaran mental diri seorang yang berasal dari sensasi internal. Emosi-emosi,

    fantasi serta pengalaman sehubungan dengan obyek-obyek luar serta orang lain.

    Malik (2009), citra diri adalah anggapan yang tertanam di dalam fikiran bawah sadar

    seseorang tentang dirinya sendiri. Citra diri bisa tertanam dalam fikiran bawah sadar

    oleh pengaruh orang lain, pengaruh lingkungan, pengalaman masa lalu atau sengaja

    ditanamkan oleh fikiran sadar.

    Susanto (dalam Lulusiana, 2008) menyebutkan bahwa citra diri merupakan

    konsep yang kompleks meliputi kepribadian, karakter, tubuh dan penampilan

    individu. Sedangkan Kartono (2003) dalam kamus psikologi mengatakan bahwa self

    image adalah bayangan atau keadaan diri yang ingin dicapai seseorang.

    Menurut Mahali, 2005 (dalam http://ronawajah.wordpress.com) menunjukan

    bahwa kepribadian kita merupakan manifestasi sisi luar dari citra diri kita. Citra diri

  • sangat dipengaruhi oleh performa kita sendiri. Sementara citra diri memengaruhi

    perilaku dan perilaku mempengaruhi performa.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa citra diri

    adalah bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri serta bagaimana orang tersebut

    ingin di pandang, gambaran tersebut meliputi keadaan fisik dan psikologis.

    2. Aspek-Aspek Citra Diri

    Menurut Mappiare (1982) aspek citra diri sebagai berikut :

    a. Penampilan menyeluruh, fisik dan psikis mempengaruhui pembentukan pribadi.

    Hambatan fisik seperti sakit dan badan lemah atau hambatan psikis misalnya

    adanya rasa malu yang berlebihan, ataupun lemah pikir. Keadaan yang demikian

    itu seringkali diperbandingkan dengan keadaan teman-teman sebaya sehingga

    dapat menimbulkan penilai diri kurang dan adanya rasa rendah diri.

    b. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja akhir. Keadaan pakaian

    yang tidak memuaskan seringkali membuat mereka menghindarkan diri dari

    pergaulan kelompok teman sebaya atau peer group.

    c. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap citra diri dan

    ada atau tidak adanya penilaian diri yang positif. Penerimaan kelompok terhadap

    diri seseorang, rasa ikut serta dalam kelompok, memperkuat citra diri dan

    penilaian diri yang positif, sebaliknya adanya penolakan peer group mengurangi

    penilaian diri positif.

    d. Selain itu gambaran pengaruh dari keadaan keluarga, situasi rumah-tangga, sikap

    mendidik orangtua, pergaulan dan pola hubungan inter anggota keluarga

    merupakan seperangkat hal lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap

    perkembangan pribadi, citra diri yang sehat dan adanya rasa percaya diri.

    Menurut James (Lulusiana, 2008) ada tiga dasar komponen citra diri, yaitu :

  • 1. Material self. Terdiri dari material possession, dimana tubuh menjadi bagian

    tertentu dalam diri individu sedangkan pakaian menjadi nomor dua.

    2. Social self. Bagaimana pengenalan atau tanggapan yang didapatkan individu dari

    teman atau orang lain.

    3. Spritual self. Lebih mengarah kepada bagian terdalam dari diri individu sebagai

    subjek, dimana kemampuan-kemampuan serta kecakapan-kecakapan psikologis

    merupakan bagian yang paling menentukan dari diri individu.

    Menurut Jersild (1961) terdapat 3 komponen dalam citra diri seseorang yaitu :

    a. Perceptual Component

    Komponen ini merupakan image yang dimiliki seseorang mengenai penampilan

    dirinya, terutama tubuh dan ekspresi yang diberikan pada orang lain. Tercakup

    didalamnya Attractiviness dan Appropriatiness yang berhubungan dengan daya

    tarik seseorang bagi orang lain. Hal ini dapat dicontohkan oleh seseorang yang

    memiliki wajah cantik atau tampan sehingga ia disukai oleh orang lain.

    Komponen ini disebut sebagai Physical Self Image.

    b. Conceptual Component

    Merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya

    kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Hal ini dapat dicontohkan

    dengan pernyataan Saya pintar dalam bidang akademik, saya tidak bisa dalam

    bidang seni. Komponen ini disebut Psychological Self Image.

    c. Attitudional Component

    Merupakan pikiranan perasaan seseorang mengenai dirinya, status, dan

    pandangan terhadap orang lain. Hal ini dapat dicontohkan dengan pernyataan

    Saya orangnya supel dan mudah bergaul dengan orang lain. Saya seorang

  • mahasiswa sehingga harus bisa berbicara dengan orang banyak. Komponen ini

    disebut sebagai Social Self Image.

    Sedangkan menurut Rosen, dkk (Lulusiana,2008) citra diri terdiri dari dua

    aspek yaitu tubuh dan psikologis. Rincian tubuh citra diri antara lain bagian tubuh dan

    keseluruhan tubuh, sedangkan aspek psikologis terdiri dari lingkungan dan dalam diri

    sendiri.

    Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa aspek

    citra diri dalam penelitian ini dibagi menjadi: a) Perceptual component yaitu segala

    hal yang meliputi keadaan fisik dan psikis seseorang. Hal tersebut merupakan

    perpaduan antara pendapat Mappiere, James, Jersild dan Rosen dimana keadaan fisik

    dan pakaian berpengaruh terhadap citra diri seseorang. b) Conceptual component

    yaitu merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya

    kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat

    James dan Jersild. c) Attitudional component yaitu hal-hal yang berhubungan dengan

    keadaan sosial/lingkungan individu. Hubungan sosial itu misalnya hubungan dengan

    teman sebaya seperti penerimaan kelompok, rasa ikut serta dalam kelompok. Keadaan

    keluarga dan sikap mendidik juga termasuk dalam sosial self. Hal ini merupakan

    perpaduan antara pendapat Mappiere, James, Jersild dan Rosen.

    C. Perilaku Merokok Pada Wanita

    Rokok tidak hanya digandrungi kaum pria saja, kaum wanita juga turut menikmati

    rokok. Sehingga tidak heran apabila saat ini mudah untuk menemukan wanita merokok di

    depan umum. Latar belakang fenomena tersebut ialah pola hidup yang mulai bergeser.

    Selain itu wanita yang merokok dianggap wanita yang modern, seksi, glamor, matang dan

    mandiri. Selain itu, wanita memilih untuk merokok yang kemudian menjadi kebiasaan

  • disebabkan lingkungan. Biasanya wanita yang banyak memiliki masalah yang pelik lebih

    memilih merokok sebagai tempat pelarian dan beralibi sebagai penghilangan stres.

    Namun, perlu ditilik lagi dari segi aspek sosialnya. Masyarakat berparadigma bahwa

    wanita perokok bukanlah wanita baik-baik (http://forum.um.ac.id).

    Beberapa negera maju melarang warganya merokok, tapi larangan tersebut tidak

    seseanter iklan rokok yang beredar. Ironisnya lagi, iklan rokok tersebut menyatakan kalau

    rokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kehamilan, kelainan janin dan impotensi.

    Namun, itu dianggap masyarakat sebagai gertak sambal (http://forum.um.ac.id).

    Rokok di tahun 2020 diperkiraan penyumbang angka kematian paling besar di

    samping penyebab lainnya. Sebagian besar wanita tahu merokok merupakan kebiasaan

    yang merugikan kesehatan. Malahan adan wanita yang anti dengan perokok aktif. Akan

    tetapi, bagi wanita yang merokok itu bukanlah suatu masalah yang patut diperdebatkan.

    Wanita yang memiliki kebiasaan merokok sangat rentan terhadap osteoporosis dan

    kesehatan reproduksi. Wanita perokok akan menghadapi masalah kecantikan dan

    kesehatan tulang. Wanita perokok lebih berisiko osteoporis dan lebih cepat tua ketimbang

    umurnya. Menurut Profesor Antony Young dari Guys, Kings and St. Thomas School of

    Medicin, London, Inggris, wanita perokok lebih banyak kerutan terutama di sekitar mulut

    dan mata. Kulitnya terlihat lebih keabu-abuan. Penyebabnya ialah nikotin mengaktifkan

    enzim yang membunuh kolagen yaitu sebuah zat yang berfungsi untuk menjaga elastisitas

    kulit (http://forum.um.ac.id).

    Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat mempercepat osteoporosis. Nikotin

    dapat mengurangi kadar estrogen dalam tubuh wanita. Oleh sebab itu wanita yang suka

    merokok mengalami inhibisi estrogen sehingga massa tulangnya lebih ringan daripada

    wanita tidak perokok. Untuk diketahui estrogen juga berfungsi membantu metabolisme

    tulang.

  • Menurut Joseph (dalam Fakhrurrozi, 2005) dalam sebuah penelitian

    mengemukakan bahwa kaum remaja termasuk golongan yang paling mudah ketagihan

    rokok. Subjek penelitian ini adalah remaja putri berusia 11 tahun sampai 24 tahun dan

    yang sudah menjadi pecandu rokok. Subjek berjumlah 1 orang yakni remaja putri

    pecandu rokok. Dalam penelitian ini juga terungkap, remaja wanita lebih potensial

    menjadi pecandu rokok. Joseph mengatakan bahwa seorang wanita hanya memerlukan

    waktu selama tiga minggu untuk membuat wanita ketagihan merokok. Sedangkan, pria

    membutuhkan sedikitnya enam bulan sejak mereka mulai menghisap batang tembakau

    ini.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri menurut Wirawan (dalam Rombe,

    1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial

    ekonomi, ras dan kebangsaan dan urutan kelahiran. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    individu menjadi pecandu rokok adalah faktor kepribadian baik internal maupun

    eksternal. Dimensi internal adalah diri pelaku, yaitu pelaku takut dalam menghadapi

    suatu kegagalan dan susah keluar dari kegagalan yang sedang dihadapi. Sedangkan,

    dimensi eksternal adalah diri fisik, dimana individu kurang percaya diri dengan bentuk

    tubuh; diri moral, individu jarang beribadah, diri personal; dimana individu tidak

    menyukai dirinya sendiri dan diri keluarga. Berdasarkan faktor-faktor citra diri di atas,

    dapat ketahui bahwa citra diri yang mempengaruhi seseorang menjadi seorang perokok

    lebih menekankan pada aspek psikologis wanita dimana seseorang mencoba rokok

    sebagai pelarian dari suatu masalah. Takut akan kegagalan, rasa tidak percaya diri dengan

    bentuk fisik menyebabkan seseorang memiliki citra diri yang rendah sehingga merokok

    dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan citra diri karena dengan merokok wanita

    beranggapan akan terlihat keren, gaul, cantik, modern dan bisa menarik perhatian orang.

  • Wanita selalu terlambangkan dengan kelembutan dan keanggunan. Kesan ini tidak

    akan pernah hilang pada setiap fase kehidupan wanita. Namun pada tahun 1920-an,

    wanita sudah mulai berani menampakan dirinya bersama rokok dimuka umum. Hal ini

    dilakukan sebagai lambang persamaan hak dan emansipasi (Aditama, 1997). Sesuai

    dengan berkembangnya jaman maka kebiasaan merokok pada wanita terus berkembang.

    Sebelumnya promosi rokok lebih menitik beratkan pada pria, tapi saat ini promosi rokok

    mulai merambah target baru untuk memperluas pemasarannya, maka wanita adalah

    sasaran selanjutnya untuk mengkonsumsi rokok. Wanita yang merokok selalu

    digambarkan sebagai lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, kecantikan, sexy

    dan feminisme oleh promosi perusahaan rokok (Aditama, 1997).

    Berbagai alasan dikemukakan wanita untuk merokok. Menurut WHO (1992),

    banyak remaja putri memulai merokok akibat pengaruh teman. Ketakutan bila ditolak

    keberadaannya, akan diisolasi dan diabaikan oleh teman-temannya membuat remaja ikut-

    ikutan merokok. Selain itu adanya pengaruh image-image yang dipaparkan oleh

    perusahaan rokok, dimana perusahaan rokok menekankan bahwa wanita merokok akan

    lebih sexy, cantik, feminisme dan terlihat lebih dewasa. Hal lain yang mendorong remaja

    puteri untuk merokok yaitu mereka menganggap bahwa dengan merokok dapat menekan

    rasa gelisah dan stress misalnya saat mereka ada masalah dengan teman sebaya atau

    keluarga, rokok menjadi teman agar mereka melupakan masalahnya. (Aditama, 1997).

    Banyak wanita berpendapat bahwa rokok dapat membuat tubuh mereka lebih

    langsing sehingga akan merasa lebih percaya diri. Rokok membuat mereka langsing

    karena merokok sendiri dapat menekan nafsu makan. Dewasa ini semakin sering didapati

    wanita yang bekerja diluar rumah juga merokok. Wanita menjadi lebih banyak tekanan

    baik dirumah maupun di lingkungan pekerjaan. Akibatnya membuat wanita mudah stress,

    cemas dan tegang. Tidak jarang, wanita sulit mengungkapkan masalah yang dihadapinya

  • sehingga sering terlarut dalam kesendirian dan merasa rendah diri. Hal inilah yang

    membuat wanita mencoba untuk merokok dengan anggapan rokok dapat digunakan

    sebagai penangkal stress, meredakan perasaan cemas dan dapat menenangkan jiwa saat

    sedang banyak masalah (http://aria.blogdetik.com).

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada wanita

    didasari oleh berbagai alasan, antara lain karena pengaruh teman, pengaruh iklan rokok,

    membuat tubuh lebih langsing sehingga menjadi percaya diri dan sebagai pelarian ketika

    menghadapi masalah. Saat mengalami tekanan wanita akan merasa rendah diri, di saat

    itulah wanita memerlukan solusi, salah satunya dengan merokok. Rokok dianggap

    sebagai penangkal stres, meredakan perasaan cemas, tegang dan adanya kesan cantik,

    sexy, populer, dewasa merupakan alasan wanita untuk merokok.

    D. Hubungan Citra Diri dengan Perilaku Merokok Pada Wanita

    Citra diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang

    karena pada dasarnya citra diri merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat

    fisik. Citra diri dianggap sebagai fokus pembentukan kepribadian yang selalu dipelihara

    dan mengalami perubahan. Setinggi apapun penilaian orang lain akan menjadi kurang

    berarti apabila citra dirinya berbeda dengan penilaian tersebut (Clore, dalam Putriana,

    2004).

    Berbagai harapan tentang citra yang serba baik terkadang menjadikan konflik

    tersendiri bagi sebagian individu termasuk wanita. Bagi wanita hal tersebut kadang

    disikapi dengan berbagai macam cara. Ada yang menyikapinya dengan tenang, dimana

    mereka menganggap semua masalah dapat diatasi tanpa dirisaukan, tetapi di sisi lain ada

    juga yang menyikapinya dengan serius dan bahkan cenderung menimbulkan tertekanan

    (under pressure). Perasaan tertekan yang alami oleh individu ini pada akhirnya

  • membutuhkan adanya suatu solusi atau pemecahan (Triyono, 2006). Tekanan-tekanan

    dari luar jika terlalu hebat pengaruhnya pada individu maka pada akhirnya akan

    mendorong individu melakukan berbagai cara untuk meningkatkan citra dirinya, salah

    satunya dengan merokok.

    Fenomena merokok pada wanita adalah suatu peristiwa yang sering kita jumpai

    dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kita menganggap perilaku mereka itu adalah

    suatu tindakan yang kurang pantas dilakukan oleh wanita. Seandainya kita mau menggali

    atau melihat lebih dalam mengenai perilaku tersebut kita akan menjumpai berbagai

    macam penjelasan mengenai tindakan mereka tersebut. (Locken dalam Triyono, 2006)

    menyatakan bahwa keputusan seseorang merokok atau tidak secara keseluruhan dapat

    merupakan fungsi dari kombinasi berbagai keyakinanakan akibat-akibat tingkah laku

    merokok yang bersifat positif. Akibat positif tersebut dapat berupa mengurangi stress,

    memudahkan dalam berinteraksi, membawa kearah penerimaan kelompok teman sebaya,

    memberikan kesibukan, relaksasi, berkontrasi, dan sebagainya. Gunbreg (Triyono, 2006)

    menerangkan bahwa nikotin yang terkandung dalam tembakau sangat cepat

    mempengaruhi jumlah accetyl choline neurotransmitter yang bisa menyebabkan seorang

    perokok merasa lebih baik.

    Perilaku merokok juga dipengaruhi oleh lifestyle yang dipengaruhi oleh pergaulan

    dengan sesama perokok. Perilaku merokok pada wanita selain disebabkan oleh faktor-

    faktor dari dalam, juga disebabkan oleh faktor dari luar. Faktor dari dalam yaitu berupa

    kepribadian sedangkan salah satu faktor dari luar yang mempengaruhi individu adalah

    lingkungan dan budaya. Sejalan dengan yang dikemukakan Lewin (dalam Condro, 2004)

    yang berpendapat bahwa perilaku seseorang itu sendiri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

    faktor yang pribadi dan faktor sosial atau lingkungan (http:// groups.yahoo.com/

    group/wanita-muslimah/message/49718).

    E. Hipotesis

  • Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis yaitu ada hubungan

    antara citra diri dengan perilaku merokok pada wanita di Purwokerto. Semakin rendah

    citra diri seseorang maka semakin tinggi perilaku merokoknya, begitu juga sebaliknya

    semakin tinggi citra diri seseorang maka semakin rendah perilaku merokoknya.