perilaku konsumtif terhadap fashion pada pria...

67
Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria Metroseksual yang Berpenghasilan Pas-pasan Stepfanie Shinta Petova Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Fenomena pria metroseksual kian menggejala di tengah masyarakat kota besar. Pria metroseksual biasanya identik dengan pekerjaan sebagai eksekutif muda dengan penghasilan yang besar. Namun disisi lain, ada beberapa pria yang berpenampilan metroseksual tetapi tidak didukung oleh kondisi keuangan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku konsumtif terhadap fashion pada pria metroseksual yang berpenghasilan pas-pasan, serta untuk mengetahui aspek-aspek perilaku konsumtif dan faktor penyebab yang dialami pria metroseksual. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dan observasi non partisipan. Dalam penelitian ini, subjek berjumlah satu orang dengan karakteristik pria metroseksual dengan penghasilan yang pas-pasan dan berperilaku konsumtif. Hasil menunjukkan bahwa perilaku konsumtif yang dimiliki oleh subjek dapat dilihat dari aspek pembelian impulsif, dimana subjek sering membeli suatu barang berdasarkan keinginannya semata dan tidak pernah merencanakannya, aspek pembelian tidak rasional dan demi status, dimana subjek membeli barang karena gengsinya terhadap barang-barang bermerk agar dapat dikesankan sebagai orang yang modern, aspek pembelian boros atau berlebihan, dimana subjek boros sekali dalam membelanjakan uangnya, dan aspek pembelian diluar jangkauan, dimana subjek sering memaksakan membeli suatu barang dengan harga mahal walaupun keuangannya tidak mencukupi yang mengakibatkan subjek berhutang. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek berperilaku konsumtif adalah modelling orangtua dimana subjek mengikuti perilaku ibu yang juga konsumtif, faktor lingkungan dimana tempat subjek bekerja sangat menuntut subjek untuk berperilaku konsumtif, dan tuntutan pekerjaan serta gaya hidup subjek dimana subjek harus selalu menjaga penampilan sebaik mungkin, dan hal ini sudah menjadi gaya hidup yang dijalani subjek. Kata kunci : Perilaku konsumtif, pria metroseksual 1

Upload: vunga

Post on 04-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria Metroseksual yang Berpenghasilan Pas-pasan

Stepfanie Shinta Petova

Fakultas Psikologi

Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Fenomena pria metroseksual kian menggejala di tengah masyarakat kota besar. Pria metroseksual biasanya identik dengan pekerjaan sebagai eksekutif muda dengan penghasilan yang besar. Namun disisi lain, ada beberapa pria yang berpenampilan metroseksual tetapi tidak didukung oleh kondisi keuangan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku konsumtif terhadap fashion pada pria metroseksual yang berpenghasilan pas-pasan, serta untuk mengetahui aspek-aspek perilaku konsumtif dan faktor penyebab yang dialami pria metroseksual. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dan observasi non partisipan. Dalam penelitian ini, subjek berjumlah satu orang dengan karakteristik pria metroseksual dengan penghasilan yang pas-pasan dan berperilaku konsumtif. Hasil menunjukkan bahwa perilaku konsumtif yang dimiliki oleh subjek dapat dilihat dari aspek pembelian impulsif, dimana subjek sering membeli suatu barang berdasarkan keinginannya semata dan tidak pernah merencanakannya, aspek pembelian tidak rasional dan demi status, dimana subjek membeli barang karena gengsinya terhadap barang-barang bermerk agar dapat dikesankan sebagai orang yang modern, aspek pembelian boros atau berlebihan, dimana subjek boros sekali dalam membelanjakan uangnya, dan aspek pembelian diluar jangkauan, dimana subjek sering memaksakan membeli suatu barang dengan harga mahal walaupun keuangannya tidak mencukupi yang mengakibatkan subjek berhutang. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek berperilaku konsumtif adalah modelling orangtua dimana subjek mengikuti perilaku ibu yang juga konsumtif, faktor lingkungan dimana tempat subjek bekerja sangat menuntut subjek untuk berperilaku konsumtif, dan tuntutan pekerjaan serta gaya hidup subjek dimana subjek harus selalu menjaga penampilan sebaik mungkin, dan hal ini sudah menjadi gaya hidup yang dijalani subjek. Kata kunci : Perilaku konsumtif, pria metroseksual

1

Page 2: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

I. PENDAHULUAN 

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, pria metroseksual

kian menggejala dihampir seluruh

kota besar, pria metroseksual lebih

dari sekedar fakta melainkan juga

sebuah fenomena. Keberadaan pria

metroseksual adalah suatu fenomena

yang sering disebut women-oriented

men yang kini telah berkembang

secara global dan kian nyata

(Kartajaya, H., Yuswohady,

Madyani, D., Christynar, M. &

Indrio, B.D., 2004).

Beberapa tahun terakhir ini

muncul fenomena baru yaitu

fenomena pria metroseksual yang

kini melanda seluruh dunia, termasuk

kota-kota besar di Indonesia. Istilah

“metroseksual” muncul dengan

definisi pria normal yang segi

emosionalnya semakin berkembang,

pria yang semakin mampu

mengekspresikan emosi dan

perasaannya secara lembut

(Kartajaya, 2006). Pria metroseksual

lebih senang mengobrol dan

memiliki kemampuan berkomunikasi

lebih baik daripada pria kebanyakan,

dan yang paling nyata terlihat, pria

metroseksual sangat fashionable

(mengikuti perkembangan tren) serta

sangat memperhatikan penampilan

diri. Dalam berbusana pria

metroseksual pun lebih berani. Pria

metroseksual tidak lagi terikat pada

kemeja dan celana panjang yang

merupakan “seragam” bagi para pria.

Pria metroseksual pun lebih berani

mengenakan pernak-pernik seperti

gelang atau kalung yang dulu hanya

di pakai wanita.

Berdasarkan Indonesian

Metrosexual Survei yang dilakukan

Mark Plus & Co pada tahun 2003,

yang dilakukan di Jakarta Raya

(Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang

dan Bekasi), hasil riset menunjukkan

pria metroseksual kini sudah

mencapai 15% dari populasi pria di

Jakarta. Hasil ini mirip dengan survei

serupa di Amerika Serikat. Disana,

pria metroseksual berjumlah sekitar

20% dari jumlah responden.

Dari hasil survei terungkap pria

kalangan atas di Jakarta ternyata

mulai melihat bahwa dalam dunia

bisnis berdandan secara menarik

adalah hal penting saat ini. Di

kalangan pebisnis juga mulai muncul

anggapan bahwa pria yang

berpenampilan menarik dinilai akan

2

Page 3: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

lebih berhasil daripada pria yang

ceroboh pada penampilannya.

Globalisasi membawa

perubahan yang bisa tampak dalam

banyak hal, dimana salah satunya

adalah gaya hidup. Sebagai suatu

fenomena baru yang berkembang

pesat dan kian lazim dijumpai di

banyak kota besar, pria metroseksual

menciptakan gaya hidup dengan

karakteristik yang khas. Kemunculan

pria metroseksual identik dengan

adanya usaha perbaikan penampilan

secara tangible tanpa menghilangkan

preferensi utama seks pria

metroseksual melalui gaya hidup

yang juga secara jelas terlihat dalam

kehidupan sehari-hari (Coda, 2004).

Pria metroseksual memiliki

karakteristik yang unik seperti narsis

dan sangat merawat dirinya bahkan

bisa melebihi yang dilakukan oleh

seorang wanita sekalipun. Pada

umumnya pria metroseksual

memiliki pendapatan yang cukup

besar, sehingga pria metroseksual

bisa membeli apa saja yang

diinginkan untuk memenuhi

kebutuhan dan sekaligus untuk

menunjang panampilan (Kartajaya,

H., Yuswohady, Madyani, D.,

Christynar, M. & Indrio, B.D.,

2004). Hal ini menyebabkan adanya

perilaku konsumtif yang sedikit

terlihat berbeda dengan orang

kebanyakan.

Istilah konsumtif biasa

digunakan pada masalah yang

berkaitan dengan perilaku konsumen

dalam kehidupannya. Salah satu gaya

hidup konsumen yang cenderung

terjadi di dalam masyarakat adalah

gaya hidup yang mengganggap

materi sebagai sesuatu yang bisa

mendatangkan kepuasan, gaya hidup

seperti ini dapat menimbulkan

adanya gejala konsumtivisme.

Konsumtivisme didefinisikan

sebagai pola hidup individu atau

masyarakat yang mempunyai

keinginan untuk membeli barang

yang kurang atau tidak diperlukan

(Nissa, 2003).

Perilaku konsumtif cenderung

bersifat boros dengan

membelanjakan suatu barang bukan

semata-mata karena kebutuhan,

namun mempunyai orientasi dasar

yang lain, tidak melihat pada segi

kegunaan dan manfaat barang

tersebut, namun lebih didorong oleh

nafsu ingin membelanjakan tanpa

3

Page 4: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

batasan dan tujuan yang jelas (Lina

& Rasyid, 1997).

Tambunan (2001) mengatakan

bahwa perilaku konsumtif menunjuk

pada perilaku konsumen yang

memanfaatkan nilai uang lebih besar

dari nilai produksinya untuk barang

dan jasa yang bukan menjadi

kebutuhan pokok.

Menurut Assuari (1987) tingkat

keinginan seseorang meliputi tingkat

yang paling tinggi dalam pembelian.

Keinginan untuk mengkonsumsi

barang bisa terjadi karena pembeli

ingin tampak berbeda dari yang lain

(distinctiveness), kebanggaan karena

penampilan pribadinya (pride of

personal appearance), dan

pencapaian status sosial.

Perilaku konsumtif pada pria

metroseksual nyaris sama dengan

yang dilakukan oleh kaum wanita

yang berasal dari kalangan atas.

Penggunaan kosmetik, pakaian,

segala asesoris, dan kebutuhan

perawatan diri menjadi hal yang

lazim dilakukan oleh pria

metroseksual. Banyak produk-

produk yang dahulunya menjadi khas

konsumsi, wanita kini menjadi

bagian dari produk yang dikonsumsi

oleh pria metroseksual.

Pria metroseksual dikatakan

sebagai individu yang sangat

mencintai diri sendiri dan tergolong

narsis (perhatian yang sangat

berlebihan terhadap diri sendiri).

Jones (2003) mengatakan, bahwa

pria metroseksual akan melakukan,

membeli, dan menikmati apa saja

yang diinginkannya. Sebagai

seseorang yang berasal dari kalangan

berpendapatan besar, pria

metroseksual mampu memuaskan

keinginannya dan mendapatkan apa

saja yang terlintas dalam pikirannya

(Katona, 1951). Oleh karena itu,

keberadaan pria metroseksual telah

menciptakan segmen baru dalam

dunia bisnis dan industri dan menjadi

target market yang potensial bagi

produser. Sekarang ini, banyak

majalah-majalah khusus pria yang

bermunculan, terlebih lagi

munculnya produk-produk khusus

pria yang berkaitan langsung dengan

tubuh dan penampilan fisik, juga

bisnis spa dan salon serta klub fitnes

yang menjadikan mereka sebagai

target market.

4

Page 5: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Sebagai contoh, fenomena

pria metroseksual dahulunya muncul

di Amerika dan Inggris dengan ikon-

ikonnya seperti David Beckham,

Leonardo DiCaprio, Robbie

Williams, dan sebagainya hingga

sekarang ini juga menjadi bagian dari

gaya hidup masyarakat kota yang

berpikiran ala luar negeri dan

memang hedonis. Ikon lokal

kemudian bermunculan di Indonesia,

seperti Fery Salim, Ferdy Hasan dan

Tantowi Yahya.

Kemunculan pria

metroseksual identik dengan adanya

usaha perbaikan penampilan secara

tangible tanpa menghilangkan

preferensi utama seks pria

metroseksual melalui gaya hidup

yang juga secara jelas terlihat dalam

kehidupan sehari-hari (Coda, 2004).

Kecintaan terhadap diri

memberikan dampak yang berbeda

terhadap hal-hal yang mengikuti

dibelakang, seperti perilaku

konsumtif. Pada tahap selanjutnya

bahwa perilaku konsumtif pria

metroseksual juga menjadi berbeda

dari golongan orang kebanyakan.

Namun di sisi lain, ada

sebagian masyarakat (pria

metroseksual) yang bersifat

konsumtif tetapi tidak didukung oleh

kondisi keuangan atau penghasilan

yang memadai. Pria metroseksual

dengan kondisi keuangan atau

penghasilan yang bisa dikatakan

“pas-pasan”, memiliki

kecenderungan untuk mengkonsumsi

barang atau jasa yang nominalnya di

luar batas penghasilannya.

Keinginannya untuk menjadi

konsumtif biasanya dipengaruhi oleh

gaya hidup masyarakat di kota-kota

besar. Perilaku konsumtif pria

metroseksual biasanya terhadap

barang-barang atau produk untuk

menunjang penampilan didepan

umum dan juga terhadap kebutuhan

interaksi yang bebas, khas, dan

melapangkan akses bagi sifat

hedonis yang dikedepankan dengan

melakukan aktivitas-aktivitas seperti

pergi ke salon, butik, klub fitnes,

sampai nongkrong di cafe-cafe. Pria

metroseksual dengan penghasilan

yang pas-pasan rela mengeluarkan

uang yang cukup besar untuk barang

atau jasa yang dikonsumsinya,

bahkan ada saja yang memilih untuk

berhutang agar dapat terpenuhi

keinginan untuk mengkonsumsi

5

Page 6: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

barang-barang yang dapat

membuatnya terlihat trendi dan

menarik. Hal ini sungguh berbanding

terbalik dengan penghasilannya yang

terkadang tidak cukup untuk

memenuhi hasrat konsumtifnya

terhadap barang atau jasa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Konsumtif merupakan kata

sifat yang berasal dari kata

konsumsi, konsumsi berarti pemakai

barang-barang hasil industri, bahan

makanan dan sebagainya

(Wojowasito, dalam Lina & Rasyid,

1997).

Istilah konsumtif biasanya

digunakan pada masalah yang

berkaitan dengan perilaku konsumen

dalam kehidupannya. Dewasa ini

salah satu gaya hidup konsumen

yang cenderung terjadi di dalam

masyarakat adalah gaya hidup yang

mengganggap materi sebagai sesuatu

yang bisa mendatangkan kepuasan,

gaya hidup seperti ini dapat

menimbulkan adanya gejala

konsumtivisme, sedangkan

konsumtivisme didefinisikan sebagai

pola hidup individu atau masyarakat

yang mempunyai keinginan untuk

membeli barang yang kurang atau

tidak diperlukan (Nissa, 2003).

Perilaku konsumtif dapat

diartikan cenderung bersifat boros

dengan membelanjakan suatu barang

bukan semata-mata karena

kebutuhan, namun mempunyai

orientasi dasar yang lain, tidak

melihat pada segi kegunaan dan

manfaat barang tersebut, namun

lebih didorong oleh nafsu ingin

membelanjakan tanpa batasan dan

tujuan yang jelas (Lina & Rasyid,

1997).

Cahyana (1995), memberikan

definisi perilaku konsumtif sebagai

tindakan yang dilakukan dalam

mengkonsumsi berbagai macam

barang kebutuhan. Tinjauan

mengenai perilaku konsumtif,

menurut Lina & Rasyid (1997), bisa

ditelusuri melalui pemahaman

mengenai perilaku konsumen.

Kottler dan Amstrong (dalam

Simamora, 2002) mengartikan

perilaku konsumtif sebagai perilaku

pembelian konsumen akhir, baik

individu maupun rumah tangga, yang

6

Page 7: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

membeli produk untuk konsumsi

personal.

Menurut Fromm (1998),

keinginan untuk mengkonsumsi

sesuatu secara berlebihan dapat

membuat seseorang menjadi

konsumtif. Jika manusia menjadi

konsumtif, tindakan konsumsinya

menjadi kompulsif dan tidak

rasional. Pengkonsumsian yang

berlebihan itu sering dikaitkan

dengan status individu dalam

lingkungannya, dan individu sudah

tidak lagi melihat sebagai suatu

kebutuhan melainkan keinginan

semata. Jadi pengertian konsumtif

disini adalah penggunaan uang

secara berlebihan untuk penampilan

semata yang bukan merupakan

kebutuhan tetapi lebih didasarkan

pada keinginan yang dilakukan

hanya untuk menaikkan status.

Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (dalam Lina & Rasyid,

1997) mendefinisikan batasan

konsumtif sebagai kecenderungan

manusia untuk menggunakan

konsumsi tanpa batas, dan manusia

lebih mementingkan faktor keinginan

daripada kebutuhan. Oleh karena itu,

predikat konsumtif menurut Lina &

Rasyid (1997) biasanya melekat pada

seseorang apabila orang tersebut

membeli sesuatu di luar kebutuhan,

tetapi sudah pada taraf keinginan

yang berlebihan.

Selanjutnya menurut

Sarwono (1994), mengatakan bahwa

perilaku konsumtif biasanya lebih

dipengaruhi oleh faktor emosi

daripada rasio, karena pertimbangan-

pertimbangan dalam membuat

keputusan untuk membeli suatu

produk lebih menitikberatkan pada

status sosial, mode, dan kemudahan

daripada pertimbangan ekonomis.

Sarwono menambahkan bahwa

perilaku konsumtif berkaitan dengan

proses belajar. Artinya, dalam

perkembangan individu akan belajar

bahwa memperoleh suatu barang

atau melakukan perbuatan tertentu

dapat memberikan kesenangan atau

justru perasaan tidak enak.

Berdasarkan uraian diatas,

dapat disimpulkan bahwa perilaku

konsumtif adalah tindakan yang

dilakukan dalam mengkonsumsi

berbagai macam barang kebutuhan.

Perilaku konsumtif bersifat boros

dalam hal membelanjakan suatu

barang bukan semata-mata karena

7

Page 8: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

kebutuhan, namun mempunyai

orientasi dasar yang lain, tidak

melihat segi kegunaan dan manfaat

dari barang tersebut, namun lebih

didorong oleh nafsu.

2. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Perilaku

Konsumtif

Stanton (1996) mengatakan

bahwa ada kekuatan-kekuatan

psikologis yang mempengaruhi

perilaku konsumtif :

a. Pengalaman belajar (Learning

Experience)

Sebagai faktor yang

mempengaruhi persepsi

seseorang, balajar dapat

didefinisikan sebagai perubahan-

perubahan perilaku yang

disebabkan oleh pengalaman-

pengalaman masa lalu. Meskipun

begitu, belajar dapat juga

didefinisikan sebagai kegiatan

yang tidak mencakup perubahan-

perubahan perilaku yang

disebabkan oleh respon instinktif,

pertumbuhan atau keadaan

temporer organisasi tubuh seperti

lapar, lelah atau tidur. Kunci

untuk memahami perilaku

membeli pada konsumen terletak

pada kemampuan

menginterpretasikan dan

meramalkan proses belajar

konsumen, dimana belajar adalah

perubahan-perubahan perilaku

yang disebabkan oleh

pengalaman-pengalaman masa

lalu.

b. Kepribadian (Personality)

Kepribadian didefinisikan sebagai

pola ciri-ciri seseorang yang

menjadi faktor penentu dalam

perilaku responnya. Secara

umum, ciri-ciri kepribadian

(personality traits) konsumen

mempengaruhi persepsi dan

perilaku membeli. Sayangnya,

sampai sekarang belum ada titik

temu bersama tentang bagaimana

kepribadian mempengaruhi

perilaku. Ada dua pendapat

mengenai hal ini. Pertama,

barpendapat bahwa ciri-ciri

kepribadian mempunyai pengaruh

di dalam menentukan perilaku,

mengalahkan setiap pengaruh dari

luar. Pendapat yang lain, dianut

oleh para ilmuwan sosial dan

psikologi sosial yang mengatakan

bahwa lingkungan situasional

8

Page 9: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

merupakan faktor penentu kunci.

Mungkin jawabannya terletak

didalam ancangan yang mewakili

interaksi antara kedua pendapat,

artinya perpaduan antara (1)

pengalaman masa lalu, faktor

perbedaan perorangan dan (2)

situasi eksternal.

c. Sikap dan keyakinan

Sikap dapat didefinisikan sebagai

evaluasi kognitif seseorang yang

berlangsung terus menerus,

perasaan emosionalnya, atau

kecondongannya bertindak

(action tendencies) ke arah

sasaran atau gagasan tertentu.

Sikap mencakup sekaligus proses

berpikir dan perasaan emosi,

masing-masing memiliki

bobotnya sendiri. Sikap dan

keyakinan saling mempengaruhi

satu sama lain. Keduanya

merefleksikan pertimbangan nilai

dan perasaan negatif atau positif

terhadap suatu produk, jasa atau

merk. Sikap dan keyakinan

merupakan daya yang kuat dan

langsung mempengaruhi persepsi

serta perilaku membeli konsumen.

Sikap mempunyai pengaruh

penting terhadap persepsi

konsumen melalui penyaringan

ketat pada setiap rangsangan

(stimuli) yang bertentangan

dengan sikap. Sikap juga dapat

menyimpangkan persepsi

terhadap pesan dan

mempengaruhi kadar

penyimpangannya.

Berbagai studi sependapat

bahwa ada suatu hubungan erat

antara sikap dan keputusan

membeli konsumen, khususnya

dalam hal penyeleksian merk dan

jenis produk. Jadi sudah

sewajarnya apabila pemasar perlu

memahami bagaimana sikap

dibentuk, diukur dan diubah.

Secara umum sikap dibentuk oleh

informasi yang diperoleh oleh

seseorang (1) melalui pengalaman

masa lalunya dengan produk atau

gagasan, atau (2) melalui

hubungan dengan kelompok

acuan mereka (keluarga,

kelompok sosial, kerabat kerja

dan lain sebagainya). Persepsi

terhadap informasi ini

dipengaruhi oleh ciri-ciri

kepribadian mereka (Stanton,

1996).

9

Page 10: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Perubahan sikap (attitude

change) yang mempengaruhi

pemasaran berarti: bagaimana

sebuah perusahaan menciptakan

suatu situasi dimana para

konsumen mempunyai persepsi

bahwa kebutuhan-kebutuhan

mereka dapat dipenuhi oleh merk

atau produknya. Seorang pemasar

mempunyai dua pilihan yaitu: (1)

mengubah sikap konsumen agar

bisa sesuai dengan produknya,

atau (2) menentukan apakah sikap

para konsumen dan kemudian

mengubah produknya agar sesuai

dengan sikap itu. Biasanya lebih

mudah mengubah produk

daripada mengubah sikap

konsumen.

Para pemasar harus

menghadapi kenyataan bahwa

benar-benar sangat sukar untuk

mengubah sikap konsumen ;

berlawanan dengan pendapat para

pengritik pemasaran yang

mengatakan bahwa mengubah

sikap konsumen bukan hal yang

sukar. Jika mereka benar-benar

berharap untuk mengubah sikap

pembeli mereka harus

mendayagunakan komunikasi

yang benar-benar meyakinkan.

Komunikasi ini (iklan, bujukan

penjualan perorangan, pesan-

pesan yang lain) harus benar-

benar berusaha mengubah satu

atau lebih dari ketiga faktor yang

tercakup dalam definisi sikap-

evaluasi, perasaan, dan

kecenderungan bertindak (action

tendencies). Misalnya, dengan

menyediakan informasi yang

efektif tentang merk produknya,

seorang pemasar bisa mengubah

evaluasi kognitif konsumen

terhadap merk produknya.

Dengan iklan yang kuat dan yang

memikat emosi, seorang pemasar

bisa mengubah perasaan-perasaan

emosional konsumen. Sedangkan

kecenderungan bertindak (action

tendencies) ke arah merk tertentu

bisa diubah melalui usaha

membujuk pembeli berbuat

sesuatu yang berlawanan dengan

pilihan mereka saat ini.

d. Konsep diri atau citra diri (Self

Concept)

Konsep diri bisa dikatakan juga

sebagai citra diri (self image).

Citra diri (Self image) adalah cara

seseorang memandang dirinya

10

Page 11: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

sendiri. Pada waktu yang

bersamaan, ia juga menganggap

orang lain mempunyai gambaran

yang sama tentang dirinya.

Beberapa psikolog membedakan

antara konsep diri yang aktual

(cara kita melihat diri kita

sejujurnya) dan konsep diri yang

ideal (cara kita ingin dilihat atau

berharap melihat diri kita sendiri).

Citra diri dipengaruhi oleh

kebutuhan psikologis dan fisik

yang dibawa sejak lahir dan

dipelajari selama proses

perkembangan diri. Biasanya

orang memilih suatu produk dan

merk sesuai dengan konsep

dirinya.

Sarwono (1994), mengatakan

bahwa perilaku konsumtif biasanya

lebih dipengaruhi oleh faktor emosi

daripada rasio, karena pertimbangan-

pertimbangan dalam membuat

keputusan untuk membeli suatu

produk lebih menitikberatkan pada

status sosial, mode, dan kemudahan

daripada pertimbangan ekonomis. Ia

menambahkan bahwa perilaku

konsumtif berkaitan dengan proses

belajar. Artinya, dalam

perkembangan individu akan belajar

bahwa memperoleh suatu barang

atau melakukan perbuatan tertentu

dapat memberikan kesenangan atau

justru perasaan tidak enak.

Menurut Widada (1994)

penyebab suburnya perilaku

konsumtif adalah semakin

membaiknya keadaan sosial ekonomi

sebagian masyarakat, membanjirnya

barang-barang produksi,

berkembangnya gaya hidup dan

mode, masih tebalnya sikap gengsi,

status sosial dan sebagainya. Ia

menambahkan bahwa keinginan-

keinginan seseorang untuk membeli

barang-barang yang sebenarnya tidak

dibutuhkan. Perilaku semacam inilah

yang dikategorikan sebagai perilaku

konsumtif.

Tiga faktor yang

mempengaruhi pilihan konsumen

(Sutisna, 2003) :

a. Faktor Pertama adalah konsumen

individual.

Artinya, pilihan untuk membeli

suatu produk dengan merk

tertentu dipengaruhi oleh hal-hal

yang ada pada diri konsumen.

11

Page 12: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

b. Faktor Kedua yaitu lingkungan

yang mempengaruhi konsumen.

Pilihan-pilihan konsumen

terhadap merk dipengaruhi oleh

lingkungan yang mengitarinya.

c. Faktor Ketiga yaitu stimuli

pemasaran atau juga disebut

strategi pemasaran.

Strategi pemasaran yang banyak

dibahas adalah satu-satunya

variabel dalam model ini yang

dikendalikan oleh pemasar.

Dalam hal ini, pemasar berusaha

mempengaruhi konsumen dengan

menggunakan stimuli-stimuli

pemasaran seperti iklan dan

sejenisnya agar konsumen

bersedia memilih merk produk

yang ditawarkan.

3. Aspek-aspek Perilaku

Konsumtif

Menurut Lina & Rasyid (1997),

ada tiga aspek perilaku konsumtif

yaitu:

a. Aspek Pembelian Impulsif

Aspek pembelian ini adalah

pembelian yang didasarkan pada

dorongan dalam diri individu

yang muncul tiba-tiba.

b. Aspek Pembelian tidak Rasional

Aspek pembelian tidak rasional

adalah pembelian yang dilakukan

bukan karena kebutuhan, tetapi

karena gengsi agar dapat

dikesankan sebagai orang yang

modern.

c. Aspek Pembelian Boros atau

Berlebihan

Aspek pembelian ini adalah

pembelian suatu produk secara

berlebihan yang dilakukan oleh

konsumen.

Adapun Fromm (dalam

Wibowo, 2004) memberikan empat

aspek perilaku konsumtif, yaitu

aspek mengkonsumsi barang bukan

untuk mencukupi kebutuhan

melainkan pemenuhan keinginan,

mengkonsumsi barang diluar

jangkauan, mengkonsumsi barang

yang tidak produktif, dan

mengkonsumsi barang status.

a. Aspek mengkonsumsi barang

bukan untuk mencukupi

kebutuhan melainkan pemenuhan

keinginan.

Adalah membeli produk barang

yang model terbaru hanya

berdasarkan keinginan semata.

12

Page 13: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

b. Aspek mengkonsumsi barang

diluar jangkauan.

Membeli produk atau barang yang

harganya mahal walaupun kondisi

keuangan terbatas.

c. Aspek mengkonsumsi barang-

barang yang tidak produktif.

Membeli barang hanya untuk

suatu kebanggaan dan mendapat

penghargaan dari orang lain.

d. Aspek mengkonsumsi barang

status

Pembelian dilakukan bukan

karena kebutuhan tetapi karena

gengsi agar dapat dikesankan

sebagai orang modern, sehingga

merupakan kebanggaan bagi

konsumen.

Dengan demikian secara garis

besar dapat disimpulkan uraian

aspek-aspek perilaku konsumtif dari

kedua tokoh tersebut diatas, yang

pada dasarnya memiliki kesamaan

satu sama lain. Aspek-aspek tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Aspek pembelian barang yang

impulsif dan bukan untuk

mencukupi kebutuhan melainkan

pemenuhan keinginan.

Adalah pembelian yang

didasarkan pada dorongan dalam

diri individu yang muncul tiba-

tiba, tanpa direncanakan dan pada

umumnya membeli produk yang

terbaru hanya berdasarkan

keinginan semata.

b. Aspek pembelian barang yang

tidak rasional dan demi status.

Adalah pembelian yang tidak lagi

rasional, pembelian dilakukan

bukan karena kebutuhan tetapi

karena gengsi agar dapat

dikesankan sebagai orang modern,

sehingga merupakan kebanggaan

bagi konsumen.

c. Aspek pembelian barang yang

boros dan tidak produktif

Adalah pembelian suatu produk

secara berlebihan dan hanya untuk

melepas waktu luang yang

dilakukan oleh konsumen.

d. Aspek pembelian diluar

jangkauan

Membeli produk atau barang yang

harganya mahal walau kondisi

keuangan terbatas.

13

Page 14: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

4. Tipe-tipe Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen dalam

pembeliannya dapat dikelompokkan

kedalam empat tipe (Sutisna, 2003) :

a. Pertama, adalah konsumen yang

melakukan pembeliannya dengan

pembuatan keputusan (timbul

kebutuhan, mencari informasi dan

mengevaluasi merk serta

memutuskan pembelian), dan

dalam pembeliannya memerlukan

keterlibatan tinggi. Dua interaksi

ini menghasilkan tipe perilaku

pembelian yang kompleks

(Complex Decision Making).

b. Kedua, perilaku konsumen yang

melakukan pembelian terhadap

satu merk tertentu secara

berulang-ulang dan konsumen

mempunyai keterlibatan tinggi

dalam proses pembeliannya.

Perilaku konsumen seperti itu

menghasilkan tipe perilaku

konsumen yang loyal terhadap

merk (Brand Loyality).

c. Ketiga, perilaku konsumen yang

melakukan pembeliannya dengan

pembuatan keputusan, dan pada

proses pembeliannya konsumen

merasa kurang terlibat. Perilaku

pembelian seperti ini

menghasilkan tipe perilaku

konsumen Limited Decision

Making.

d. Keempat, perilaku konsumen

yang dalam pembelian yang atas

suatu merk produk berdasarkan

kebiasaan, dan pada saat

melakukan pembelian, konsumen

merasa kurang terlibat. Perilaku

seperti itu menghasilkan perilaku

konsumen tipe inertia.

Inertia merupakan perilaku

konsumen yang berulangkali

dilakukan, tetapi sebenarnya

konsumen itu tidak loyal karena

mudah mengubah pilihan merknya

jika ada stimulus yang menarik.

Misalnya orang akan mengubah

pilihan merknya jika merk lain

melakukan potongan harga atau

memberikan kupon belanja.

5. Aspek Positif dan Negatif

Perilaku Konsumtif

Kegiatan mengkonsumsi

yang berlebihan dapat menimbulkan

perilaku konsumtif masyarakat.

Perilaku konsumtif adalah perilaku

manusia yang melakukan kegiatan

konsumsi yang berlebihan (www.e‐

dukasi.net). Aspek positif yang

14

Page 15: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

ditimbulkan dari perilaku konsumtif

adalah :

a. Membuka dan menambah

lapangan pekerjaan, karena akan

membutuhkan tenaga kerja yang

lebih banyak untuk memproduksi

barang dalam jumlah besar.

b. Meningkatkan motivasi konsumen

untuk menambah jumlah

penghasilan, karena konsumen

akan berusaha menambah

penghasilan agar bisa membeli

barang yang diinginkan dalam

jumlah dan jenis yang beraneka

ragam.

c. Menciptakan pasaar bagi

produsen, karena bertambahnya

jumlah barang yang dikonsumsi

masyarakat maka produsen akan

menambah pasar-pasar baru guna

mempermudah memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Bila dilihat dari sisi

negatifnya, maka perilaku konsumtif

akan menimbulkan dampak antara

lain sebagai berikut :

a. Pola hidup yang boros dan akan

menimbulkan kecemburuan

sosial, karena orang akan

membeli semua barang yang

diinginkan tanpa memikirkan

harga barang tersebut murah atau

mahal, barang tersebut diperlukan

atau tidak, sehingga bagi orang

yang tidak mampu mereka tidak

akan sanggup untuk mengikuti

pola kehidupan yang seperti itu.

b. Mengurangi kesempatan untuk

menabung, karena orang akan

lebih banyak membelanjakan

uangnya dibandingkan

menyisihkan untuk ditabung.

c. Cenderung tidak memikirkan

kebutuhan yang akan datang,

orang akan mengkonsumsi lebih

banyak barang pada saat sekarang

tanpa berpikir kebutuhannya di

masa datang.

6. Perilaku Konsumtif Pria

Metroseksual

Perilaku konsumtif pada pria

metroseksual bersifat overt atau

terlihat. Perilaku konsumtif yang

sifatnya overt tampak dari begitu

jelas dan nyatanya perilaku yang

dilakukan oleh individu yang

bersangkutan (Peter & Olson, 2005).

Perilaku ini bisa dilihat dari

bagaimana mereka berusaha merawat

diri dan mempercantik penampilan

15

Page 16: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

mereka agar tampak trendy, klimis

dan dandy dengan melakukan

aktivitas-aktivitas seperti pergi ke

salon, butik, klub fitnes sampai cafe-

cafe untuk kebutuhan interaksi yang

bebas, khas dan melapangkan akses

bagi sifat hedonis yang mereka

kedepankan.

Menurut Kottler &

Armstrong (1997) ada beberapa

faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumen dalam proses perilaku

pembelian. Berdasarkan konteks pria

metroseksual maka berikut ini adalah

penjelasannya, yaitu :

a. Kelas sosial atau divisi

masyarakat yang relatif permanen

dan teratur dengan para

anggotanya yang menganut nilai-

nilai, minat dan tingkah laku yang

serupa dan diukur sebagai

kombinasi dari pekerjaan,

pendapatan, pendidikan,

kekayaan, dan lain-lain. Dalam

hal ini pria metroseksual sudah

seperti kelas sosial baru dalam

struktur sosial yang ada dalam

masyarakat modern yang berbasis

kapitalis. Oleh karena itu wajar

jika mereka memiliki perilaku

konsumtif yang berbeda dan khas

dibandingkan dengan yang lain.

b. Peran dan status sosial.

Kebanyakan pria metroseksual

adalah individu-individu dengan

posisi yang baik, bagus, dan

“berkelas” dalam masyarakat.

Peran dan status sosial tersebut

secara tidak langsung menuntut

mereka untuk memiliki

penampilan yang sangat

menunjang keberadaan mereka.

c. Pekerjaan. Pria metroseksual

kebanyakan adalah eksekutif

muda. Masalah penampilan jelas

terlihat dari pakaian dengan

segala atributnya seperti dasi,

sepatu sampai parfum dan

sebagainya. Faktor yang relevan

dengan sisi penampilan juga

ditambah dengan perawatan tubuh

mulai dari salon, spa dan klub

fitnes.

d. Situasi ekonomi. Seperti yang

telah dikemukakan oleh

Kartajaya, H., Yuswohady,

Madyani, D., Christynar, M. &

Indrio, B.D., (2004), bahwa pria

metorseksual biasanya berasal

dari kalangan dengan penghasilan

ekonomi yang besar. Oleh karena

16

Page 17: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

itu besarnya materi yang

dikeluarkan untuk menunjang

perilaku konsumtif yang mereka

lakukan bukan menjadi masalah.

e. Gaya hidup. Gaya hidup pria

metroseksual jelas berbeda

dibandingkan dengan pria

kebanyakan. Mereka biasa

melakukan pleasure shopping

dibandingkan purpose shopping,

mereka biasa berinteraksi dari

cafe ke cafe (social butterflies)

yang jelas tidak mungkin hanya

menghabiskan biaya yang sedikit

dan masih banyak gaya hidup

yang lainnya (Kartajaya, H.,

Yuswohady, Madyani, D.,

Christynar, M. & Indrio, B.D.,

2004)

f. Gabungan antara motivasi,

persepsi, pengetahuan, keyakinan,

dan sikap dari pria metroseksual

itu sendiri. Semua hal ini

dipengaruhi iklan, pergaulan,

keadaan dan suasana lingkungan

kerja, respon klien, konsumsi

dunia hiburan dan masih banyak

hal lainnya. Gabungan fakrot-

faktor ini semakin memperjelas

betapa pria metroseksual benar-

benar target market yang

potensial.

7. Pendekatan untuk

Mempengaruhi Perilaku

Konsumtif Pria Metroseksual

Menurut Peter & Olson

(2005), pendekatan yang digunakan

dan disandingkan dengan perilaku

konsumtif pria metroseksual, yaitu :

a. Mengetahui segala informasi

tentang bagaimana sesungguhnya

itu dengan segala karakteristiknya

melalui perasaan, kognisi dan

perilakunya adalah sesuatu yang

penting untuk dilakukan.

b. Segala informasi yang disuguhkan

oleh pihak produsen melalui

beberapa media spesial seperti

majalah khusus pria maupun dari

majalah-majalah biasa dan media

massa lainnya tersebut kemudian

dicampur menjadi suatu kesatuan

iklan dan pemasaran.

c. Semua hal tersebut akan

mempengaruhi perasaan dan

kognisi pria metroseksual. Mereka

akan menjadi semakin tertarik

secara lebih jauh. Mereka akan

merasakan mana yang cocok

untuk memenuhi kebutuhan gaya

17

Page 18: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

hidupnya dan mereka berpikir

apakah pantas produk tersebut

kemudian mereka konsumsi.

d. Pengaruh berikutnya kemudian

akan terasa pada perilaku

konsumtif yang ditunjukkan

secara tampak dan jelas oleh pria

metroseksual yang sangat

mencintai diri sendiri. Mereka

akan lebih mudah dipengaruhi

sehingga perilaku konsumtifnya

lebih mudah pula untuk dibentuk.

Biasanya perilaku konsumtif

mereka akan menjadi lebih

ekstrim dalam menikmati gaya

hidup dibandingkan pria yang

biasa.

e. Pengaruh terhadap perasaan,

kognisi dan perilaku konsumtif

pria metroseksual tersebut harus

tetap didukung secara kontinu

oleh data-data penelitian

konsumen serta data-data

penjualan dan pembagian pasar.

Hal ini penting untuk dilakukan

mengingat perubahan bisa saja

terjadi setiap saat terhadap apa-

apa saja yang menjadi daya tarik

dan prioritas kebutuhan hidup pria

metroseksual.

f. Data-data tersebut juga digunakan

sebagai informasi dasar yang

selalu dijadikan pedoman dan

mudah direvisi sesuai dengan

perkembangan terkini dari pria

metroseksual, terutama tentang

apa yang dirasakan, dipikirkan

dan apa yang akan menjadi bagian

perilaku konsumtifnya.

B. Pria Metroseksual

1. Pengertian Pria

Pria atau laki-laki dalam

bahasa indonesia dapat diartikan

sebagai lawan jenis perempuan atau

wanita. Pria atau laki-laki identik

dengan gaya maskulin dengan

bersuara besar dan bertubuh tegap.

Bentuk tubuh pria atau laki-laki

sangat berbeda dengan perempuan

atau wanita (Wojowasito, dalam

Kamus Bahasa Indonesia, 1972).

2. Pengertian Metroseksual

Istilah ‘metroseksual”

muncul denga definisi pria normal

yang segi emosionalnya semakin

berkembang, pria yang semakin

mampu mengekspresikan emosi dan

perasaannya secara lembut

(Kartajaya, 2006).

18

Page 19: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Metroseksual didefinisikan

sebagai pria yang memiliki suatu

perasaan estetik yang kuat, minat

yang cukup besar dalam bergaya dan

menjaga penampilan

(www.newyork.com).

Selain itu, Yuswohady (2003)

mendefinisikan metroseksual adalah

sosok narsistik dengan penampilan

dandy, yang jatuh cinta tidak hanya

terhadap diri sendiri tetapi juga gaya

hidup urban.

Pria metroseksual adalah

women-oriented men (Kartajaya, H.,

Yuswohady, Madyani, D.,

Christynar, M. & Indrio, B.D.,

2004). Secara lebih jauh pria

metroseksual dideskripsikan sebagai

laki-laki yang cinta setengah mati

tidak hanya terhadap dirinya, tetapi

juga gaya hidup kota besar yang

dijalaninya (Simpson, dalam

Kartajaya dkk,. 2004).

Berdasarkan definisi diatas,

maka dapat disimpulakan bahwa

metroseksual adalah pria yang

mampu mengekspresikan emosi dan

perasaannya serta sangat

mempertahankan penampilan diri.

3. Ciri-ciri Pria Metroseksual

Menurut Supriyono (2005)

ciri-ciri pria metroseksual adalah

wangi, trendy, dandy, dan

fashionable.

Menurut Sinaulan (2004) ciri-

ciri pria metroseksual antara lain

adalah senang berdandan, merawat

rambut, wajah, tubuh, dan selalu

mengikuti tren yang sedang

berkembang.

Selain itu, menurut Iskandar

(2005) ciri-ciri pria metroseksual

bisa dilihat dari penampilan yang

rapi, rambut klimis, dan sangat

menghargai persamaan gender. Ciri

pria metroseksual adalah pria

heteroseksual, tidak malu

menunjukkan sisi feminimnya, lebih

sensitif, lebih lembut, sangat

memperhatikan perawatan diri dan

mengikuti perkembanga fashion

(www.doktertomi.com).

Berdasarkan uraian diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa pria

metroseksual memiliki ciri-ciri

antara lain adalah trendy, dandy,

tidak malu menunjukkan sisi

feminimnya, sensitif, lebih lembut,

dan fashionable.

19

Page 20: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

4. Sifat Pria Metroseksual

Pria metroseksual pada

umumnya memiliki sifat antara lain

romantis, realistis, loyal, open

minded, dan easy going. Mereka

adalah pekerja keras, tetapi juga

tidak melupakan kesenangan hidup

(www.nofieiman.com).

Menurut Faraa 2005 (dalam

www.xfresh.com) sifat pria

metroseksual antara lain adalah

charming, romantis, mempunyai cita

rasa tinggi dalam fashion, sensitif

dan peka pada keadaan sekitarnya.

5. Faktor-faktor Penyebab

Metroseksual

Menurut Arifin 2004 (dalam

http://lautan.blogspot.com/)

mengemukakan beberapa faktor

penyebab metroseksual antara lain :

a. Lingkungan

Dalam teori nativisme,

perkembangan perilaku semata-

mata hanya tergantung pada

faktor lingkungan dan tidak

mengakui adanya pembawaan

yang dibawa lahir. John Locke,

tokoh empirisme mengungkapkan

teori yang disebut tabularasa yaitu

jiwa manusia yang baru lahir itu

adalah seperti meja atau papan

lilin yang belum tergores. Akan

menjadi apa bayi itu kelak

sepenuhnya tergantung pada

pengalaman-pengalaman apa yang

memenuhi jiwa anak tersebut.

Aliran ini disebut juga aliran

optimisme. Lingkungan sering

disebut miliu, environment, atau

juga disebut nurture. Lingkungan

dalam pengertian psikologi adalah

segala apa yang berpengaruh

dalam diri individu dalam

berperilaku. Lingkungan turut

berpengaruh terhadap

perkembangan pembawaan dan

kehidupan manusia. Lingkungan

dapat digolongkan menjadi :

1) Lingkungan manusia : yang

termasuk ke dalam lingkungan ini

adalah keluarga, sekolah dan

masyarakat termasuk didalamnya

kebudayaan, agama, taraf

kehidupan dan sebagainya.

2) Lingkungan benda : yaitu benda

yang terdapat disekitar manusia

yang turut memberi warna pada

jiwa manusia.

3) Lingkungan geografis : latar

geografis turut mempengaruhi

corak kehidupan manusia.

20

Page 21: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Masyarakat yang tinggal didaerah

pantai mempunyai keahlian,

kegemaran dan kebudayaan yang

berbeda dengan manusia yang

tinggal di daerah yang gersang.

Kebanyakan orang-orang

metroseksual adalah orang-orang

yang dituntut oleh lingkungan

untuk dapat selalu tampil prima

dan penuh percaya diri. Maka dari

itulah mereka harus bisa

mencerminkan karakteristik yang

penuh dengan kharisma karena

mereka adalah para eksekutif

muda yang harus memiliki

hubungan interpersonal dan

jaringan atau networking yang

baik, atau mereka mungkin adalah

para entertainment yang harus

memiliki penampilan yang

“menjual”. Jadi dapat dikatakan

bahwa lingkungan telah

membentuk kepribadian mereka

terutama lingkungan sosial, para

penggemar, sutradara, ataupun

relasi bisnis.

b. Persepsi

Dalam teori Health Belief Model,

seseorang akan berperilaku

tergantung pada percaya bahwa

mereka rentan terhadap masalah

kesehatan tertentu, menganggap

bahwa masalah ini serius,

meyakini efektivitas tujuan

pengobatan dan pencegahan tidak

mahal, menerima anjuran untuk

mengambil tindakan kesehatan.

Kayakinan atau kepercayaan

(belief) yang ada pada diri mereka

lah yang menggerakkan mereka

untuk berperilaku. Dengan

berperilaku seperti itu, mereka

yakin bahwa hal tersebut akan

banyak membantu mereka dalam

pekerjaan ataupun dalam bidang

lainnya.

C. Perilaku Konsumtif terhadap

Fashion pada Pria

Metroseksual dengan

Penghasilan yang Pas-pasan.

Keberadaan pria

metroseksual adalah suatu fenomena

yang kian menggejala di masyarakat

kota-kota besar. Fenomena yang

sering disebut women-oriented men

ini telah berkembang secara global

dan kian nyata (Kartajaya, H.,

Yuswohady, Madyani, D.,

Christynar, M. & Indrio, B.D.,

21

Page 22: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

2004). Secara lebih jauh, pria

metroseksual didefinisikan sebagai

lelaki yang cinta setengah mati tidak

hanya terhadap dirinya, tetapi juga

terhadap gaya hidup kota besar yang

dijalaninya (Simpson, dalam

Kartajaya, H., Yuswohady, Madyani,

D., Christynar, M. & Indrio, B.D.,

2004). Pria metroseksual juga

digambarkan sebagai sosok yang

normal atau straight, sensitif dan

terdidik, hanya saja pria

metroseksual lebih mengedepankan

sisi feminim yang dimilikinya

(Jones, 2003).

Kemunculan pria

metroseksual identik dengan adanya

usaha perbaikan penampilan secara

tangible tanpa menghilangkan

preferensi utama seks pria

metroseksual melalui gaya hidup

yang juga secara jelas terlihat dalam

kehidupan sehari-hari (Coda, 2004).

Pria metroseksual memiliki

karakteristik yang unik seperti narsis

dan sangat merawat dirinya bahkan

bisa melebihi yang dilakukan oleh

seorang wanita sekalipun. Pada

umumnya pria metroseksual

memiliki pendapatan yang cukup

besar, sehingga pria metroseksual

bisa membeli apa saja yang

diinginkan untuk memenuhi

kebutuhan dan sekaligus untuk

menunjang panampilan (Kartajaya,

H., Yuswohady, Madyani, D.,

Christynar, M. & Indrio, B.D.,

2004). Hal ini menyebabkan adanya

perilaku konsumtif yang sedikit

terlihat berbeda dengan orang

kebanyakan.

Perilaku konsumtif pada pria

metroseksual nyaris sama dengan

yang dilakukan oleh kaum wanita

yang berasal dari kalangan atas.

Penggunaan kosmetik, pakaian,

segala aksesoris, dan kebutuhan

perawatan diri menjadi hal yang

lazim dilakukan oleh pria

metroseksual. Banyak produk-

produk yang dahulunya menjadi khas

konsumsi wanita, kini menjadi

bagian dari produk yang dikonsumsi

oleh pria metroseksual.

Menurut Fromm (1998),

keinginan untuk mengkonsumsi

sesuatu secara berlebihan dapat

membuat seseorang menjadi

konsumtif. Jika manusia menjadi

konsumtif, maka tindakan

konsumsinya menjadi kompulsif dan

tidak rasional. Pengkonsumsian yang

22

Page 23: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

berlebihan itu sering dikaitkan

dengan status individu dalam

lingkungannya, dan individu sudah

tidak lagi melihat sebagai suatu

kebutuhan melainkan keinginan

semata.

Kebanyakan dari pria

metroseksual bekerja sebagai

eksekutif muda atau sebagai

seseorang yang berpenghasilan

besar. Hal ini membuat seorang pria

metroseksual dapat memenuhi apa

saja keinginannya untuk sekedar

menunjang penampilan di depan

umum.

Namun disisi lain, ada

sebagian dari pria metroseksual di

kota besar tidak berasal dari

kalangan berpendapatan besar, ada

juga yang memiliki pendapatan pas-

pasan. Subjek dalam penelitian ini

adalah seorang pria metroseksual

yang sangat konsumtif terhadap

barang-barang untuk menunjang

penampilan (fashion) dan perawatan

terhadap tubuhnya, akan tetapi tidak

didukung oleh kondisi keuangan

yang memadai. Bisa dibilang

penghasilan yang dihasilkan subjek

tergolong pas-pasan. Sebagian pria

metroseksual yang berpenghasilan

pas-pasan juga sangat konsumtif

terhadap barang-barang yang bagus

dengan harga mahal untuk

menunjang penampilannya.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti

mneggunakan pendekatan kualitatif,

berupa studi kasus. Menurut Nawawi

(2003), studi kasus adalah penelitian

yang memusatkan diri terhadap 1

(satu) objek tertentu, dengan

mempelajari sebagai suatu kasus.

Menurut Heru Basuki (2006),

studi kasus adalah suatu bentuk

penelitian (inquiry) atau studi

tentang suatu masalah yang memiliki

sifat kekhususan (particulary), dapat

dilakukan baik dengan pendekatan

kualitatif maupun kuantitatif, dengan

sasaran perorangan (individual)

maupun kelompok, bahkan

masyarakat luas.

Sedangkan menurut Stake

(dalam Heru Basuki, 2006), studi

kasus menekankan pada pendekatan

23

Page 24: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

kualitatif, bersifat naturalistik,

berbasis budaya dan minat

fenomenologi. Studi kasus bukan

merupakan pilihan metodologi, tetapi

pilihan masalah yang bersifat khusus

untuk dipelajari. Selain itu menurut

Moleong (2004), penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang

memanfaatkan wawancara terbuka

untuk menelaah dan memahami

sikap, pandangan, perasaan dan

perilaku individu atau sekelompok

orang. Penelitian kualitatif juga

merupakan penelitian yang

menggunakan pendekatan

naturalistik untuk mencari dan

menemukan pengertin atau

pemahaman tentang fenomena dalam

suatu latar yang berkonteks khusus.

Pengertian ini hanya mempersoalkan

dua aspek yaitu pendekatan

penelitian yang digunakan adalah

naturalistik, sedangakan upaya dan

tujuan adalah suatu fenomena dalam

suatu konteks khusus.

Selanjutnya, menurut

Surachmad (dalam Achmadi &

Narbuko, 2003), penelitian studi

kasus bertujuan untuk mempelajari

secara intensif tentang latar belakang

keadaan sekarang, dan interaksi

lingkungan sesuatu unit sosial,

individu, kelompok, lembaga atau

masyarakat.

Disamping itu, studi kasus

yang baik harus dilakukan secara

langsung dalam kehidupan

sebenarnya dari kasus yang

diselidiki. Untuk itu data studi kasus

dapat diperoleh tidak saja dari kasus

yang bersangkutan, tetapi dapat juga

diperoleh dari semua pihak yang

mengetahui dan mengenalnya secara

baik. Dengan kata lain, data dalam

studi ini dapat dikumpulkan dari

beberapa sumber (Moleong, 1997).

Dari uraian di atas dapat

diketahui tentang metode-metode

penelitian yang ada. Peneliti memilih

studi kasus karena studi kasus

meneliti sesuatu hal yang bersifat

spesifik, unik dan mendetil yang

tidak dapat diungkap oleh studi yang

lain, dengan tujuan agar peneliti

mendapatkan pemahaman yang lebih

mendalam secara langsung dan juga

mendapat data yang akurat dengan

melakukan observasi dan wawancara

dalam kondisi apa adanya.

5

Page 25: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

B. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek

Subjek adalah seorang

pria metroseksual berusia 27

tahun yang termasuk kedalam

golongan dewasa awal (Papalia,

dkk., 2008) yang bekerja sebagai

seorang wartawan sebuah

majalah fashion terkemuka

khusus untuk pria. Subjek

berperilaku konsumtif terhadap

fashion sejak subjek masih

duduk dibangku kuliah sampai

sekarang, tetapi setelah bekerja

subjek memiliki penghasilan

yang pas-pasan. Penghasilan

subjek dalam sebulan sebesar

2,5 juta rupiah.

2. Jumlah Subjek

Jumlah subjek sangat

tergantung pada apa yang ingin

diketahui oleh peneliti, tujuan

peneliti, konteks saat itu, apa

yang dianggap bermanfaat dan

dapat dilakukan dengan waktu

dan sumber daya yang tersedia

(Patton dalam Poerwandari,

1998). Jumlah subjek dalam

penelitian ini adalah 1 (satu)

orang subjek penelitian dan 1

(satu) orang significant other.

C. Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan

penelitian studi kasus ini,

peneliti melakukan persiapan

dengan cara membaca literatur-

literatur dan artikel-artikel yang

berhubungan dengan

pembahasan atau topik

penelitian, peneliti juga

melakukan observasi terhadap

masalah yang akan diteliti dan

mencari apa saja masalah yang

dihadapinya tersebut dan

kemudian peneliti menyusun

pedoman wawancara dan

panduan observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Penelitian

Dalam tahap ini, peneliti

terlebih dahulu mencari dan

meminta kesediaan seorang pria

metroseksual yang berperilaku

konsumtif kemudian peneliti

melakuakan observasi dan

wawancara.

3. Tahap Penyelesaian

Penelitian

6

Page 26: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Pada tahap ini, peneliti

memulai dari perumusan

masalah sampai langkah di tahap

pelaksanaan yaitu memindahkan

hasil wawancara dengan subjek

peneliti kedalam verbatim dan

kemudian membuat kesimpulan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode

pengambilan data yang akan

digunakan adalah sebagai berikut :

1. Metode Wawancara

Basuki (2006)

menyatakan bahwa wawancara

adalah suatu kegiatan tanya

jawab dengan tatap muka (face

to face) antara pewawancara

(interviewer) dengan yang

diwawanara (interviewee)

tentang masalah yang diteliti,

dimana pewawancara

bermaksud memperoleh

persepsi, sikap dan pola piker

dari yang diwawancarai yang

relevan dengan masalah yang

diteliti. Karena wawancara itu

dirancang oleh pewawancara,

maka hasil pun dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi

pewawancara.

Wawancara adalah

proses tanya jawab dalam

penelitian yang berlangsung

secara lisan dimana 2 (dua)

orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung

informasi-informasi atau

keterangan-keterangan

(Achmadi dan Narbuko, 2003).

Pendapat lain dikemukakan oleh

Banister dkk (1994) (dalam

Poerwandari, 1998), wawancara

adalah percakapan dan tanya

jawab yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu.

Wawancara dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu

wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur yaitu

apabila pertanyaan yang

diajukan pewawancara

dilakukan secara ketat sesuai

daftar pertanyaan yang telah

disiapkan, sedangkan

wawancara tidak terstruktur

yaitu apabila pertanyaan yang

diajukan bersifat fleksibel tetapi

tidak menyimpang dari tujuan

wawancara yang ditetapkan

(Basuki, 2006).

7

Page 27: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan metode

wawancara terstruktur, dimana

pertanyaan yang diajukan

pewawancara dilakukan secara

ketat sesuai daftar pertanyaan

yang telah disiapkan.

2. Metode Observasi

Selain wawancara,

penelitian ini juga menggunakan

observasi, dimana peneliti juga

memperhatikan dan mencatat

aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, serta orang-orang

yang terlibat dalam kejadian

aktivitas tersebut. Observasi

dibutuhkan untuk dapat

memahami proses terjadinya

wawancara dan hasil wawancara

dapat dipahami konteksnya.

Observasi yang akan dilakukan

adalah observasi terhadap subjek

penelitian, perilaku selama

wawancara, interaksi subjek

penelitian dengan peneliti dan

hal-hal lain yang dianggap

relevan sehingga dapat

memberikan data tambahan

terhadap hasil wawancara.

Menurut Banister dkk,

1994 (dalam Poerwandari, 2001)

menyatakan bahwa observasi

menjadi metode yang paling

dasar dan paling tua dari ilmu-

ilmu sosial, karena dalam cara-

cara tertentu kita selalu terlibat

dalam proses mengamati. Semua

bentuk penelitian psikologis,

baik itu kualitatif maupun

kuantitatif mengandung aspek

observasi di dalamnya. Istilah

observasi diturunkan dari bahasa

Latin yang berarti “melihat” dan

“memperhatikan”. Istilah

observasi diarahkan pada

kegiatan memperhatikan secara

akurat, mencatat fenomena yang

muncul, dan mempertimbangkan

hubungan antar aspek dalam

fenomena tersebut. Kartono,

1980 (dalam Basuki, 2006)

pengertian observasi adalah

studi yang disengaja dan

sistematis tentang fenomena

sosial dan gejala-gejala psikis

dengan jalan pengamatan dan

pencatatan.

Dalam melakukan

pengamatan, terdapat

pengamatan langsung dan

pengamatan tidak langsung.

Menurut Nawawi (2003),

8

Page 28: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

pengamatan langsung adalah

pengamatan yang dilakukan

terhadap objek penelitian di

tempat berlangsunganya

peristiwa, sehingga pengamat

berada bersama objek yang

diamati. Sedangkan pengamatan

tidak langsung adalah

pengamatan yang dilakukan

tidak pada saat berlangsungnya

suatu peristiwa yang diamati,

misalnya mengamati melalui

film atau foto.

Poerwandari (2001)

mengemukakan beberapa jenis

observasi, antara lain:

a. Pengamatan melalui cara

berperan serta (partisipan)

Dalam penelitian ini peneliti

mempunyai dua fungsi

sekaligus artinya dapat

secara mudah langsung

mengamati fenomena yang

ada dan masuk kedalam

kelompok subjek yang

diteliti.

b. Pengamatan tanpa berperan

serta (non partisipan)

Dalam penelitian ini peneliti

hanya mempunyai satu fungsi

yaitu peneliti dapat

mengamati dan mendata

secara langsung tentang

subjek.

Berdasarkan uraian diatas

dapat disimpulkan, bahwa observasi

adalah suatu studi yang disengaja

dan dilakukan secara sistematis,

terencana dan terarah pada suatu

tujuan dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan

fenomena atau perilaku pada satu

atau sekelompok orang. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan

pengamatan tanpa melalui berperan

serta (non partisipan), dimana

peneliti dapat mengamati dan

mendata secara langsung tentang

subjek.

E. Keakuratan Penelitian

Salah satu proses

pengumpulan data yang tepat adalah

dengan proses triangulasi. Menurut

Moleong (2002), triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keakuratan data

yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data itu, untuk keperluan

atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Patton (dalam Poerwandari,

1998), membedakan 4 (empat)

macam triangulasi sebagai teknik

9

Page 29: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

pemeriksaan untuk mencapai

keakuratan, yaitu :

1. Triangulasi Data

Peneliti menggunakan

berbagai sumber data, seperti

hasil wawancara dan hasil

observasi dari subjek, significant

other serta pelaksanaan

wawancara lebih dari satu kali.

2. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar

penelitian yang turut memeriksa

hasil pengumpulan data. Dalam

penelititan ini, dosen tidak

bertindak sebagai pengamat

(expert judgement) yang

memberikan hasil pengumpulan

data.

3. Triangulasi Teori

Untuk penggunaan

berbagai teori yang berlainan,

untuk memastikan bahwa yang

dikumpulkan sudah memenuhi

syarat. Pada penelitian ini,

berbagai teori telah dijelaskan

dalam bab II untuk digunakan

dan menguji terkumpulnya data

tersebut.

4. Triangulasi Metode

Yaitu digunakan beberapa

metode yang berbeda yaitu

metode observasi dan

wawancara, untuk meneliti suatu

hal yang sama.

Bila berbagai macam triangulasi

tersebut di atas dapat diterapkan,

penelitian akan menampilkan temuan

yang akurat. Meski demikian, Patton

(dalam Poerwandari, 1998),

mengingatkan bahwa triangulasi

merupakan suatu konsep ideal yang

kadang kala atau bahkan sekarang

tidak dapat sepenuhnya dicapai

karena berbagai hambatan.

F. Alat Bantu Penelitian

Menurut Poerwandari (2001)

penulis sangat berperan dalam

seluruh proses penelitian, mulai dari

memilih topik, mendekati topik

tersebut, mengumpulkan data, hingga

menganalisis, menginterpretasikan

dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data,

penulis membutuhkan alat bantu

(instrumen penelitian). Dalam

penelitian ini menggunakan tiga

instrumen, yaitu :

1. Pedoman Wawancara

10

Page 30: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Pedoman wawancara

digunakan agar wawancara

dilakukan tidak menyimpang

dari tujuan penelitian. Pedoman

ini disusun berdasarkan ciri-ciri

kecemasan yang dialami pada

subjek, faktor-faktor yang

menyebabkan kecemasan pada

subjek, dan bagaimana cara

mengatasi kecemasan pada

subjek.

2. Pedoman Observasi

Dalam lembaran ini

dicatat hal-hal penting yang

terjadi selama wawancara.

Catatan ini berisikan deskripsi

tentang hal-hal yang diamati,

yang dianggap penting oleh

peneliti, misalnya: penampilan

dan gerak-gerik responden

selama wawancara yang

dirasakan penting, gangguan-

gangguan yang dialami saat

wawancara, dan lain-lain.

3. Alat Tulis dan Alat Perekam

Alat bantu yang

digunakan oleh peneliti pada

saat melakukan observasi dan

wawancara adalah menggunakan

alat tulis dan perekam. Alat

perekam yang dimiliki peneliti

dapat digunakan apabila telah

mendapatkan izin dan

diperbolehkan oleh subjek

selama proses wawancara

berlangsung. Alat perekam ini

digunakan agar peneliti dapat

benar-benar berkonsentrasi pada

saat proses pengambilan data-

data penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Adapun dalam proses analisis

data yang dilakukan dalam penelitian

ini akan dianalisa dengan teknik

analisa data kulitatif yang dilakukan

terdiri dari tiga alur kegiatan yang

terjadi bersamaan, yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan

kesimpulan atau verivikasi (Miles &

Huberman, 1992).

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang

tidak perlu dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian rupa

sehingga kesimpulan-kesimpulan

akhir dapat ditarik dan

verivikasikan (Miles &

Huberman, 1992). Pilihan peneliti

11

Page 31: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

tentang bagian mana yang dikode,

bagian mana yang harus dibuang,

pola-pola mana yang meringkas

sejumlah bagian yang tersebar dan

cerita apa saja yang sedang

berkembang, merupakan pilihan–

pilihan analisis.

Koding atau membubuhkan

kode-kode pada materi yang

diperoleh dimaksudkan untuk

dapat mengorganisasikan data dan

mensistematisasi data secara

lengkap dan mendetail sehingga

data dapat memunculkan

gambaran tentang topik yang

dipelajari. Dengan demikian,

peneliti akan dapat menemukan

makna dari data yang

dikumpulkannya (Poerwandari,

2005). Secara praktis dan efektif

efektif, langkah awal koding dapat

dilakukan melalui :

a. Peneliti menyusun transkip

verbatim (kata demi kata) atau

catatan lapangannya

b. Peneliti secara urut dan

bersambung melakukan

penomoran pada respon

transkip atau catatan lapangan.

c. Peneliti memberikan nama

dengan kode-kode tertentu dan

membubuhkan tanggal. Setelah

langkah awal ini dilakukan,

maka langkah selanjutnya

yaitu:

1) Membaca transkip untuk

mengidentifikasikan

kemungkinan tema-tema

yang muncul.

2) Membaca transkip secara

berulang untuk menentuka

tema yang sesuai dengan

respon subjek sebelum

dilakukannnya kodiing. Hal

ini dilakukan untuk

menghindari kesulitan

mengambil kesimpulan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan

sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan (Miles &

Huberman, 1992). Data-data yang

diperoleh ini berdasarkan

wawancara dengan pedoman

umum, sehingga pertanyaan dapat

berkembang dan jawaban subjek

akan semakin jelas tanpa harus

menyimpang dari pertanyaan yang

yang diajukan. Setelah dilakukan

wawancara, peneliti membuat

12

Page 32: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

verbatim dan melakukan koding

agar penulis tidak mengalami

kesulitan dalam penarikan

kesimpulan. Peneliti juga

melakukan catatan perbandingan

pada kedua subjek agar terlihat

perbedaan dan persamaan dalam

setiap jawaban. Hal ini dilakukan

untuk memudahkan subjek dalam

menarik kesimpulan dalam setiap

pertanyaan penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis

data yaitu mencari makna dari

data yang dikumpulkan dan

mencari sebab akibat dari suatu

permasalahan, maka langkah yang

terakhir adalah dilakukan

penarikan kesimpulan. Menurut

Glaser dan Strauss mula-mula

belum jelas, namun kemudian

meningkat menjadi lebih rinci dan

mengakar dengan kokoh (dalam

Miles & Huberman, 1992).

Kesimpulan-kesimpulan yang

muncul merupakan hasil dari

keterkaitan antara satu data

dengan data yang lain.

IV. HASIL DAN ANALISIS

A. Hasil penelitian

1. Subjek

a. Identitas subjek

Nama : Y

Jenis kelamin : Pria

TTL : Bali, Sept 1982

Usia : 27 Tahun

Status : Belum menikah

Pendidikan : S1 Jurnalistik

Pekerjaan : Wartawan / reporter

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat : Jakarta

b. Gambaran umum subjek

Subjek adalah seorang pria

metroseksual yang memiliki postur

tubuh yang sangat ideal dengan

tinggi 175 cm dan berat badan 63 kg.

Subjek memiliki warna kulit yang

tidak terlalu gelap dan juga tidak

terlalu putih tetapi tampak sangat

bersih terawat dan juga harum.

Penampilan subjek pun sangat

menarik, dengan gaya yang santai

dan casual dipadukan dengan

13

Page 33: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

tampilan rambut yang agak sedikit

berantakan namun begitu subjek

masih terlihat sangat menarik.

Subjek berasal dari keluarga yang

biasa-biasa saja, bisa dibilang tidak

terlalu kaya dan juga tidak terlalu

miskin. Namun sampai sekarang,

kebutuhan keluarganya masih bisa

dipenuhi oleh ayahnya yang bekerja

sebagai pegawai negeri sipil. Subjek

adalah seorang wartawan yang

bekerja di salah satu perusahaan

media terbesar di Jakarta yang

bergerak dibidang media cetak

(majalah).

c. Pelaksanaan observasi

1) Observasi

Hari / tanggal : Sabtu, 21 November

2009

Waktu : Pukul 13.30 sampai

17.00 WIB

Tempat : Di sebuah mall, di

toko pakaian

d. Hasil observasi

1) Observasi terhadap setting

Peneliti melakukan observasi

terhadap subjek sebanyak satu kali,

pada hari sabtu 21 November 2009

pukul 13.30 sampai 17.00 WIB.

Penelitian dilakukan di sebuah pusat

perbelanjaan tepatnya di sebuah toko

yang menjual pakaian untuk pria di

daerah Jakarta. Sebuah mall (Plaza

Indonesia) yang terletak di pusat kota

itu terdiri dari lima lantai. Ditiap-tiap

lantai terdapat banyak toko yang

menjual kebutuhan pria khususnya

pakaian, sepatu dan lain-lain. Toko

yang dipilih subjek untuk berbelanja,

terletak di lantai 2 ini memiliki luas

kira-kira sekitar 250 meter. Toko

yang kental dengan nuansa biru tua

dan beberapa perabot yang terbuat

dari kayu sangat mencirikan

kekhasan seorang pria.

Pada saat observasi keadaan

toko tersebut sedang ramai

dikunjungi oleh pembeli, karena

sedang diadakan diskon untuk item

tertentu yang mencapai 70%. Subjek

terlihat begitu antusias sekali saat

melihat toko yang sering

dikunjunginya itu sedang

mengadakan diskon. Toko yang

mayoritas dikunjungi pria ini

menjual berbagai macam pakaian

dan segala aksesoris untuk pria,

mulai dari kameja, celana panjang,

jas, kaos, ikat pinggang, kaos kaki,

sampai aksesoris-aksesoris kecil

14

Page 34: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

untuk menghiasi tangan dan leher

kaum pria. Subjek pun langsung

melihat kesana-kemari untuk

menemukan beberapa pakaian yang

cocok untuk dirinya. Subjek sangat

tidak merasa terganggu dengan

kehadiran peneliti yang terus

mengikutinya.

2) Observasi terhadap subjek

Peneliti membuat janji

dengan subjek untuk melakukan

observasi pada hari sabtu tanggal 21

November 2009 di sebuah mall yang

letaknya tidak begitu jauh dari kantor

dan tempat tinggal subjek saat ini.

Peneliti dan subjek membuat

janji untuk betemu di mall tersebut

pada pukul 13.00 WIB. Subjek

datang pada pukul 13.10 WIB

dengan mengenakan kaos oblong

berwarna hijau menyala dan celana

jeans belel yang dipadukan dengan

sendal jepit dan tas yang berukuran

agak besar berwarna hijau muda.

Subjek memiliki postur tubuh

yang sangat ideal dengan tinggi 175

cm dan berat badan 63 kg. Subjek

memiliki warna kulit yang tidak

terlalu gelap dan juga tidak terlalu

putih tetapi tampak sangat bersih

terawat dan juga harum. Penampilan

subjek pun sangat menarik, dengan

gaya yang santai dan casual

dipadukan dengan tampilan rambut

yang agak sedikit berantakan namun

begitu subjek masih terlihat sangat

menarik.

Setelah peneliti bertemu

dengan subjek, subjek pun langsung

mengajak peneliti menuju toko

pakaian yang sering sekali

dikunjungi oleh subjek. Didalam

perjalanan menuju toko tersebut,

subjek pun bercerita tentang

pengalamannya berbelanja baik yang

di mall atau di pasar uler sekalipun.

Ternyata subjek tidak sungkan untuk

berbelanja di pasar, meskipun tidak

terlalu sering dan hanya beberapa

kali saja.

Setelah sampai di toko,

subjek pun langsung tersenyum

senang saat melihat ada beberapa

barang yang didiskon sampai dengan

70%. Subjek pun langsung mengitari

toko untuk melihat-lihat semua

barang-barang yang dijual toko

tersebut dan mendapatkan yang

subjek inginkan. Subjek juga sesekali

mencoba berbagai macam pakaian

yang sekiranya menarik

15

Page 35: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

perhatiannya, mulai dari kemeja,

kaos, dan celana jeans. Subjek sangat

tidak terganggu dengan kehadiran

peneliti yang terus mengikutinya

untuk mengobservasi.

3) Obervasi terhadap perilaku

konsumtif

Selama observasi

berlangsung, terlihat subjek sangat

antusias dan senang melihat banyak

barang-barang yang berlabelkan

diskon. Subjek tampak mengambil

beberapa item barang untuk dicoba

di fitting room.

Selama berbelanja, subjek

sering sekali menanyakan pendapat

temannya terhadap barang yang

sedang dipegangnya atau yang ingin

dibelinya. Subjek asyik mengelilingi

seluruh sudut toko tersebut untuk

mencari barang yang sesuai dengan

keinginannya. Tampak sekali subjek

membeli beberapa barang yaitu

kemeja, kaos sejenis kaos oblong,

rompi (vest), dan empat pasang tali

sepatu kets hanya karena barang

tersebut menarik perhatiannya dan

memiliki fungsi yang tidak terlalu

penting untuk dirinya pada saat itu.

Subjek membeli empat pasang tali

sepatu karena subjek menyukai

warna dan motifnya sedangkan

subjek tidak terlalu sering

menggunakan tali sepatu tersebut,

karena subjek hanya mempunyai satu

pasang sepatu kets.

Subjek banyak membeli

barang yang mahal dan bermerk,

yang memang sudah menjadi

kebiasaan subjek dari dulu. Rata-rata

harga barang yang dibeli subjek

berkisar antara 300.000 – 900.000

rupiah. Saat berbelanja subjek

membeli kemeja bermerk

Debenhams dengan harga sekitar

450.000 rupiah untuk satu pasang

dan sebuah kaos sejenis kaos oblong

tetapi terlihat lebih eksklusif bermerk

sama dengan kemeja yang dibelinya

dengan harga 380.000 rupiah.

Subjek terkesan berlebihan

dan boros dalam membelanjakan

uangnya. Subjek bisa membeli

sebuah barang dengan jumlah

banyak, misalnya membeli tali untuk

sepatu kets. Warna dan motif yang

menarik membuat subjek tertarik dan

langsung membeli sebanyak 4

pasang dengan total harga sebesar

160.000 rupiah.

16

Page 36: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Ditengah subjek asyik

berbelanja, subjek menemukan

sebuah vest (rompi) bergaya tahun

70-an dengan warna cokelat tua yang

sangat elegan dengan harga 259.000

rupiah. Subjek pun langsung tertarik

dan ada keinginan untuk

membelinya, namun subjek telah

banyak membeli barang lain

sehingga uangnya tidak cukup untuk

membeli baju tersebut. Akhirnya

subjek pun memutuskan untuk

menarik seluruh uang di atmnya

untuk membeli baju tersebut. Subjek

rela menghabiskan uangnya untuk

sebuah barang yang mahal dan untuk

menunjang penampilannya. Setiap

berbelanja, subjek menggunakan

kartu debit untuk melakukan

pembayaran. Subjek tidak pernah

mau untuk menggunakan kartu kredit

karena subjek beranggapan hal itu

akan menyulitkannya di kemudian

hari.

2. Hasil wawancara subjek

a. Pelaksanaan wawancara

Hari/Tanggal : Minggu, 22

November 2009

Waktu : Pukul 11.00 sampai

14.15 WIB

Tempat : Di kostan subjek

1) Setting

Wawancara dilakukan di

tempat tinggal subjek. Saat ini subjek

tinggal disebuah rumah kost yang

hanya satu lantai dan didalamnya

terdiri dari satu kamar tidur, satu

kamar mandi dan satu ruang yang

digunakan untuk bersantai dan

menonton televisi. Ruang tamu yang

dipakai untuk santai dan menonton

televisi dilengkapi dengan karpet

merah marun yang berukuran besar

dan diatasnya terdapat sofa-bed

dengan warna senada bercorak bunga

matahari, terdapat dua kursi bantal

yang berukuran agak besar, dan

televisi yang berukuran tidak terlalu

besar. Di dinding diatas sofa-bed

terdapat foto keluarga yang

digantung dengan bingkai berwarna

emas. Difoto itu ada kedua orangtua

subjek dan dua adik perempuannya.

Keadaan tempat tinggal

subjek sangat nyaman, karena tidak

banyak cahaya dari luar yang masuk

sehingga membuat rumah tersebut

sangat redup, adem dan sejuk,

ditambah dengan adanya penyejuk

ruangan (air conditioner) yang

diletakkan di ruang tamu. Disudut

17

Page 37: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

ruangan dekat pintu kamar tidur

subjek terdapat meja yang berukuran

tidak terlalu besar yang digunakan

sebagai meja makan dan dilengkapi

dua buah kursi, dan disebelahnya

terdapat lemari es yang berukuran

sedang. Disebelah kamar tidur subjek

terdapat kamar mandi yang ukuran

ruangannya tidak terlalu besar,

didalamnya terdapat kloset duduk,

wastafel, dan ruang tembus pandang

untuk mandi yang hanya dilengkapi

shower (pancuran air). Di dalam

kamar tidur subjek terdapat satu

tempat tidur berukuran sedang,

dilengkapi dengan bed cover dan

disampingnya ada meja kecil untuk

meletakkan lampu tidur dan barang

yang kecil seperti handphone, jam

tangan dan lain-lain. Berhadapan

dengan tempat tidur terdapat meja

rias dan lemari yang berukuran

lumayan besar. Disudut dekat pintu

kamar tidur terdapat rak sepatu yang

sangat rapih.

Pada saat wawancara

dilakukan yang ada di dalam rumah

tersebut hanya subjek, significant

others, dan peneliti. Subjek

mengenakan kaos oblong berwarna

abu-abu dengan celana jeans panjang

berwarna agak terang. Saat itu subjek

terlihat senang menerima kedatangan

peneliti dan subjek sangat ramah.

Wawancara belangsung sangat

nyaman dan proses tanya jawabnya

pun berjalan lancar.

b. Hasil wawancara

1) Latar belakang subjek

Subjek adalah anak pertama

dari tiga bersaudara. Subjek memiliki

dua adik perempuan yang masih

duduk dibangku sekolah. Hubungan

subjek dengan kedua adiknya sangat

dekat.

“Saya deket sama dua adik

perempuan saya. Mereka suka jadi

tempat curhat buat saya.” (Respon

ke 25)

Hubungan subjek dengan

kedua orangtuanya baik, tetapi

subjek lebih dekat dengan ibunya

karena subjek memiliki banyak

kesamaan dengan ibunya sedangkan

kedua adiknya dekat dengan ayah

subjek.

“Baik. Sama-sama baik sama

keduanya. Tapi saya lebih deket

sama ibu, nah kalau adik-adik saya

deketnya sama ayah saya.” (Respon

ke 54)

18

Page 38: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Saat ini hanya subjek dan

ayah subjek yang bekerja untuk

menghidupi semua anggota keluarga

dan keperluan keluarga. Sedangkan

ibu subjek hanya seorang ibu rumah

tangga.

“Ayah saya bekerja sebagai

pegawai negeri sipil di Departemen

Agama, dan ibu saya manajer rumah

tangga alias ibu rumah tangga.

He..he.” (Respon ke 43)

Kondisi perekonomian

keluarga subjek menengah dan masih

kecukupan untuk memenuhi semua

keperluan keluarga, baik untuk

kebutuhan rumah tangga maupun

kebutuhan anggota keluarga.

Walaupun sesekali subjek ikut

membantu jika ayah subjek sedang

kesulitan.

“Sampai saat ini kebutuhan

rumah tangga dan biaya adik-adik

saya masih bisa ditanggung sama

ayah saya. Walaupun kadang uang

ayah saya juga gak mulus yah ?.”

(Respon ke 34)

Subjek bekerja sebagai

wartawan di salah satu perusahaan

media (majalah fashion untuk pria).

Subjek sudah bekerja selama kurang

lebih 3 tahun sejak lulus kuliah.

“Saya kerja di majalah

fashion buat pria. Majalah khusus

untuk pria.” (Respon ke 47)

Penghasilan subjek dalam

sebulan sebesar Rp 2.500.000 per

bulan. Sebagian dari penghasilan

subjek digunakan untuk membayar

kostan dan keperluan hidup subjek.

“Gaji saya gak banyak.

Cuma 2,5 juta per bulan.” (Respon

ke 45)

Subjek memilih untuk tinggal

di rumah kost karena jarak tempuh

yang lumayan jauh antara rumah

tinggal orangtua subjek dengan

tempat kerja subjek.

“Sejak saya kerja, saya

memutuskan untuk ngekost aja.”

(Respon ke 65)

Sejak subjek mulai bekerja,

subjek tinggal di sebuah rumah kost

dan hanya seminggu sekali pulang ke

rumah orangtua subjek. Rumah

orangtua subjek di daerah Bekasi dan

letaknya bukan di sebuah komplek

perumahan tetapi di daerah

perkampungan yang kondisi

lingkungan sekitarnya sangat biasa-

biasa saja. Rumah orangtua subjek

juga tidak terlalu besar dan tidak

19

Page 39: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

terlalu kecil. Lingkungan di rumah

orangtua subjek sangat kekeluargaan.

“Yaa. Begitulah, rumahnya

biasa aja. Tetangga saya juga

begitu, yang rumahnya besar banget

juga ga ada, semuanya standar kok.

Orang-orangnya juga pada ramah

semua, rata-rata sih ga ada yang

sombong.” (Respon ke 31)

Didalam keluarga subjek

ternyata tidak hanya subjek yang

gemar sekali berbelanja, ibu subjek

pun sangat gemar berbelanja. Subjek

mengakui, bahwa kecintaannya

terhadap belanja didapat dari ibunya.

Sejak kecil subjek sangat dekat

dengan ibunya, sehingga subjek

meniru kegemaran ibunya yaitu

berbelanja.

“Karena saya deket sekali

sama ibu saya sejak kecil, beliau

suka ajak saya kalau mau belanja.

Nah, dari situ saya jadi suka belanja

juga. Saya ngikutin beliau.” (Respon

ke 26)

2) Aspek-aspek perilaku

konsumtif

a) Pembelian impulsif

Subjek membeli suatu barang

atau produk kerena ketertarikannya

dan keinginannya untuk memiliki

barang tersebut secara tiba-tiba.

Selain karena untuk kebutuhan, yang

terpenting adalah subjek sangat

menyukai barang tersebut.

“Butuh juga sih. Tapi kadang

ya karena saya suka aja sama

barang itu.” (Respon ke 9)

Subjek juga tidak pernah

merencanakan terlebih dahulu

sebelum belanja, baik waktu untuk

berbelanja ataupun barang-

barangnya, karena setiap subjek

merinci barang-barang yang harus

dibeli, subjek tidak pernah

mendapatkannya.

“Gak pernah direncanain,

kalo direncanain suka gak

kesampaian.” (Respon ke 10)

b) Pembelian tidak rasional dan demi

status

Subjek merasa berbeda dari

orang kebanyakan jika subjek bisa

memiliki suatu barang yang

sebelumnya tidak banyak orang

pakai. Terkadang subjek berbelanja

hanya untuk menunjukkan bahwa

dirinya berbeda dari orang lain,

karena akan ada kepuasan dan rasa

20

Page 40: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

bangga yang timbul di dalam diri

subjek.

“Pokoknya saya merasa

senang bisa terlihat berbeda dari

orang lain, saya juga merasa puas,

merasa lebih aja didepan orang.”

(Respon ke 6)

Subjek berbelanja karena

ingin menutupi gengsi diantara

teman-temannya, karena lingkungan

tempat subjek bekerja sangat

mendorong subjek untuk mengikuti

segala perubahan tren yang terjadi.

Gengsi yang lebih ditonjolkan ialah

terhadap barang-barang bermerk dan

mahal (brand-oriented). Subjek

sering membeli barang-barang

bermerk dengan harga yang mahal

dan bervariasi seperti barang-barang

merk Debenhams, Zara, Hammer,

Levi’s, Kickers dan lain sebagainya.

Barang bermerk yang dibeli subjek

berkisar seharga 300.00 rupiah

sampai 900.000 rupiah untuk satu

barang (item).

“Soalnya semua orang-orang

di lingkungan tempat saya bekerja,

semuanya brand-oriented. Membeli

sesuatu barang yang bermerk dan

mahal itu bisa dijadikan sebagai

posisi kita di situ.” (Respon ke 12)

c) Pembelian boros atau berlebihan

Subjek terkesan boros dalam

membelanjakan uangnya untuk

sesuatu yang tidak terlalu penting.

Subjek bisa saja membeli suatu

barang secara berlebihan dengan

jumlah yang banyak dan hanya

berdasarkan hasratnya akan barang

tersebut.

“Iya, kadang-kadang. Saya

suka beli satu item dalam jumlah

banyak, tapi sebenernya gak terlalu

butuh juga. Yang pasti saya suka

sama barangnya.” (Respon ke 7)

Pemborosan subjek terhadap

uangnya dilakukan selain untuk

memenuhi hasratnya akan berbelanja

dan juga untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari dan untuk menunjang

penampilannya.

“Karena ya balik lagi ke

kebutuhan yah? Dimana saya kerja

dan tinggal pasti menuntut saya

untuk jadi boros.” (Respon ke 8)

d) Pembelian diluar jangkauan

Jika subjek dihadapkan pada

saat subjek sangat menginginkan

suatu barang yang harganya mahal,

tetapi pada saat yang bersamaan

21

Page 41: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

uang yang subjek miliki tidak

mencukupi atau kurang, maka subjek

rela untuk menghabiskan berapa pun

uang yang tersisa di atmnya. Apabila

uangnya juga tidak cukup, subjek

akan meminjam uang kepada

temannya untuk membeli barang

yang diinginkannya tersebut. Hal ini

sering sekali terjadi pada subjek.

“Ya, saya rela abisin uang di

atm saya. Tapi kalo emang bener-

bener pas-pasan uang saya, terpaksa

harus pinjam sama teman buat

nambahin.” (Respon ke 5)

3) Penyebab subjek menjadi

konsumtif

a) Modelling orangtua

Di dalam keluarga, hanya

subjek dan ibunya yang gemar

berbelanja. Ibu subjek juga

berperilaku sama, yaitu sangat

komsumtif terhadap barang-barang

bermerk. Subjek mengaku, bahwa

dari ibunya lah subjek menjadi

konsumtif. Awalnya karena sejak

kecil subjek sangat dekat dengan

ibunya, dan ibunya sering membawa

subjek kemanapun, termasuk

berbelanja. Ibunya pula yang

mengenalkan subjek pada barang-

barang bagus dan bermerk walaupun

kehidupan dan kondisi keuangan

keluarga subjek biasa-biasa saja.

“Sejak kecil yang saya tahu

ibu saya memang sudah konsumtif,

suka banget belanja. Walaupun

cuma seorang ibu rumah tangga,

tapi gayanya tetep up to date.”

(Respon ke 26)

b) Faktor lingkungan

Saat ini subjek bekerja pada

sebuah perusahaan media terbesar di

Jakarta yang memiliki banyak anak

perusahaan salah satunya adalah

tempat subjek bekerja, yaitu sebuah

majalah fashion khusus untuk pria.

Kantornya berada ditengah kota dan

juga dikelilingi banyak kantor-kantor

lain. Subjek berada di lingkungan

pekerjaan yang sangat menuntut

subjek untuk selalu berpenampilan

baik, bagus, dan menarik. Hal ini lah

yang membuat subjek semakin

konsumtif, terlebih lagi dengan

barang-barang yang bagus dan

bernilai mahal. Selain karena ingin

menjaga dan mengikuti image

perusahaan tempat subjek bekerja,

semua karyawan dan teman-teman

subjek terlihat sangat fashionable

22

Page 42: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

dan up to date terhadap

perkembangan fashion yang terjadi.

“Image dari perusahaannya

udah fashionable dan stylish,

otomatis kita semua pun terbawa

untu seperti itu. Temen-temen saya

into fashion semua lho.” (Respon ke

21)

c) Tuntutan pekerjaan

Subjek berprofesi sebagai

wartawan sebuah majalah fashion

khusus untuk pria. Dalam hal ini

subjek sangat dituntut untu selalu

berpenampilan sebaik dan semenarik

mungkin. Subjek selalu menjaga

penampilannya agar selalu terlihat

trendy, modern, dan modis. Hal ini

dilakukan untuk menunjang

profesinya yang selalu mendatangi

acara-acara fashion dan bertemu

dengan banyak orang dari kalangan

menengah ke atas.

“Biar gak dibilang jadul lah,

dan mau gak mau saya selalu

menjaga penampilan saya supaya

terlihat menarik terus. Namanya

juga wartawan fashion.” (Respon ke

23)

3. Significant others (SO)

a. Identitas significant others

Nama : D

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 25 Tahun

Pendidikan : S1 Public Relation

Pekerjaan : Account Executive

Hubungan dengan subjek :

Sahabat dekat

b. Pelaksanaan wawancara

Hari / Tanggal : Minggu, 22

November 2009

Waktu : Pukul 15.00

– 17.00 WIB

Tempat : Di kostan

subjek

c. Hasil Observasi

1) Observasi terhadap setting

Wawancara dilakukan di

kostan subjek pada pukul 15.00 –

17.00 WIB. Pada saat wawancara

berlangsung subjek sedang

mengerjakan pekerjaannya yang

belum selesai di kamar tidurnya.

Wawancara dilakukan di ruang tamu

kostan subjek dan berlangsung

sangat nyaman. SO tidak sungkan

23

Page 43: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

terhadap peneliti dan bisa menjawab

bahkan menceritakan segala sesuatu

yang diketahui oleh SO terhadap

subjek.

2) Observasi terhadap significant

others (SO)

Pada saat wawancara

berlangsung, SO mengenakan

pakaian casual yaitu kaos berwarna

hitam dengan dipadukan celana jeans

pendek selutut. SO adalah sahabat

dekat subjek sejak masih di

perkuliahan. Hubungan mereka

sangat dekat sehingga subjek sangat

nyaman untuk bercerita tentang

apapun kepada SO. Saat ini SO

bekerja sebagai account executive di

sebuah perusahaan swata yang

letaknya tidak jauh dari tempat

subjek bekerja. Jadi walaupun SO

dan subjek sudah tidak satu kantor,

tetapi masih tetap bersahabat dan

dekat.

d. Hasil wawancara

1) Latar belakang subjek

Hubungan SO dan subjek

adalah sahabat dekat sejak masih di

perkuliahan. SO menganggap subjek

adalah seorang yang sangat

menyenangkan, baik dan keren

dalam berpenampilan. SO sangat

nyaman bersahabat dengan subjek

begitu pula sebaliknya. SO dan

subjek saling berbagi cerita

mengenai masalah apapun, dari

urusan pekerjaan sampai tentang

fashion.

“Kita sahabatan udah lama.

Saling berbagi cerita, mau tentang

kerjaan atau ngomongin fashion.”

(Respon ke 19)

Subjek adalah anak pertama

dari tiga bersaudara. Kedua adiknya

ialah perempuan dan masih duduk di

bangku sekolah. Hubungan subjek

dengan adiknya sangat dekat.

“Y tiga bersaudara, adiknya

dua cewek semua.” (Respon ke 43)

Subjek sangat dekat sekali

dengan ibunya. Sejak kecil subjek

selalu ikut dengan ibunya kalau

ibunya sedang berbelanja.

“Menurut cerita Y, hubungan

mereka sangat dekat dan akrab. Y

dari kecil deket sama ibunya, suka

ikutan belanja.” (Respon ke 27)

Saat ini subjek bekerja di

salah satu majalah terkemuka di

Jakarta. Subjek bekerja sudah 3

tahun sejak subjek lulus kuliah.

24

Page 44: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

“Kerjanya di majalah

fashion.” (Respon ke 39)

Subjek memilih untuk tinggal

di rumah kost karena jarak tempuh

yang lumayan jauh antara rumah

tinggal orangtua subjek dengan

tempat kerja subjek.

“Y ngekost di deket

kantornya sejak mulai kerja.”

(Respon ke 54)

Hubungan significant other

(SO) dengan subjek adalah sahabat

dekat. Subjek sering sekali mengajak

SO untuk pergi berbelanja atau

hanya sekedar bertemu dengan

teman-temannya di cafe dan klab.

“Y sering ajak saya belanja.

Kalo lagi ngumpul sama temennya

juga kadang suka ajak saya.”

(Respon ke 20)

2) Aspek-aspek perilaku

konsumtif

a) Pembelian impulsif

Subjek membeli suatu barang

atau produk kerena ketertarikannya

dan keinginannya untuk memiliki

barang tersebut secara tiba-tiba.

Namun subjek juga mengatakan

bahwa subjek membutuhkan barang

yang dibelinya tersebut.

“Hal pertama yang membuat

Y beli suatu barang karena dia suka

atau tertarik karena corak ataupun

motif sama barang itu.” (Respon ke

11)

Setiap kali berbelanja, subjek

tidak pernah merencanakan

sebelumnya untuk membeli suatu

barang, karena setiap direncanakan

subjek tidak pernah mendapatkan

barang yang dicarinya.

“Gak pernah sih kayaknya.

Pernah Y bilang kalo belanjanya

direncanain mau beli ini itu, tapi

akhirnya gak pernah dapet.”

(Respon ke 10)

b) Pembelian tidak rasional dan demi

status

Subjek adalah seseorang yang

sangat menyukai barang-barang

bermerk dan mahal. Setiap

berbelanja, subjek selalu membeli

barang-barang yang bermerk dan

mahal. Subjek merasa sangat bangga

jika memakai barang-barang yang

bermerk.

“Y suka banget beli barang

bermerk dan mahal, sepertinya ada

perasaan bangga pake barang yang

ada merknya.” (Respon ke 5)

25

Page 45: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Subjek merasa berbeda dari

orang kebanyakan jika subjek bisa

memiliki suatu barang yang

sebelumnya tidak banyak orang

pakai. Terkadang subjek berbelanja

hanya untuk menunjukkan bahwa

dirinya berbeda dari orang lain,

karena akan ada kepuasan dan rasa

bangga yang timbul didiri subjek.

“Y itu senang kalo dia

terlihat beda dari orang lain,

kayaknya ada perasaan bangga dan

puas di dalam dirinya. Y juga

bangga kalo ada orang yang puji

dia.” (Respon ke 7)

Terkadang subjek berbelanja

juga karena ingin menutupi

gengsinya diantara teman-teman

subjek. Lingkungan tempat subjek

bekerja menuntut subjek untuk selalu

mengikuti segala perubahan tren

yang terjadi. Biasanya tren terhadap

barang-barang bagus, bermerk, dan

mahal yang selalu diikuti subjek.

“Iya kadang-kadang.”

“Y suka iri kalo ada

temennya yang punya barang tapi

dia gak pernah punya, dia rela lho

cari barang yang lebih bagus atau

bahkan sama cuma kerena gengsinya

sama temennya itu.” (Respon ke 6)

c) Pembelian boros atau berlebihan

Subjek adalah seseorang yang

boros. Subjek bisa saja membeli

barang yang mahal sekalipun

uangnya akan habis hanya untuk

memamerkan bahwa dirinya mampu

membeli barang tersebut.

“Y bisa lho beli satu barang

mahal, bis itu uangnya habis.”

“Itu karena dia gak mau

kalah sama temen-temennya menurut

saya. Boros sih udah pasti.” (Respon

ke 9)

Subjek juga pernah membeli

barang yang tidak terlalu penting

untuknya dalam jumlah yang banyak.

Seperti pada saat observasi

berlangsung, subjek membeli 4

pasang tali sepatu yang bermacam-

macam warna dan motifnya hanya

karena ketertarikan dan keinginannya

semata.

“Kayak waktu kita belanja

kemaren aja kan, dia beli tali sepatu

sebanyak itu, padahal mah dipake

juga engga tuh kayaknya.” (Respon

ke 8)

d) Pembelian diluar jangkauan

26

Page 46: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Jika subjek dihadapkan pada

saat subjek sangat menginginkan

suatu barang yang harganya mahal,

tetapi pada saat yang bersamaan

uang yang subjek miliki tidak

mencukupi, maka subjek rela untuk

menghabiskan berapa pun uang yang

tersisa di atmnya. Apabila uangnya

juga tidak cukup, subjek akan

meminjam uang kepada temannya

untuk membeli barang yang

diinginkannya.

“Y sering banget uangnya

suka kurang kalo belanja.”

“Saking keseringannya

belanja ya begitu deh, abis

uangnya.”

“Biasanya sih dia pinjem

sama temennya dulu, sama saya juga

pernah.” (Respon ke 4)

3) Penyebab subjek menjadi

konsumtif

a) Modelling orangtua

Di dalam keluarga, hanya

subjek dan ibunya yang memang

gemar berbelanja. Ibu subjek juga

berperilaku sama, yaitu sangat

komsumtif terhadap barang-barang

untuk menjaga penampilan. Subjek

mengaku, bahwa dari ibunya lah

subjek menjadi konsumtif. Awalnya

karena sejak kecil subjek sangat

dekat dengan ibunya, dan ibunya

sering membawa subjek kemana

ibunya pergi termasuk pada saat

berbelanja.

“Setau saya sih, Y itu

mencontoh ibunya, yang memang

gemar belanja dari dulu. Y lebih

deket sama ibunya, jadi kemana-

mana ya sama ibunya dari kecil.

Mungkin dikenalin sama belanja

juga dari ibunya.” (Respon ke 14)

b) Faktor lingkungan

Saat ini subjek bekerja pada

sebuah perusahaan media terbesar di

Jakarta yang memiliki banyak anak

perusahaan salah satunya adalah

tempat subjek bekerja, yaitu sebuah

majalah fashion khusus untuk pria.

Kantornya berada ditengah kota dan

juga dikelilingi banyak kantor-kantor

lain. Subjek berada di lingkungan

pekerjaan yang sangat menuntut

subjek untuk selalu berpenampilan

baik, bagus, dan menarik. Hal ini lah

yang membuat subjek semakin

konsumtif, terlebih lagi dengan

barang-barang yang bagus dan

bernilai mahal. Selain karena ingin

27

Page 47: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

menjaga dan mengikuti image

perusahaan tempat subjek bekerja,

semua karyawan dan teman-teman

subjek terlihat sangat fashionable

dan up to date terhadap

perkembangan fashion yang terjadi.

“Menurut saya lingkungan

kantornya bener-bener

mempengaruhi Y buat tambah makin

konsumtif yah. Orang-orangnya aja

begitu, fashionista semua, dan saya

tau image kantornya dia juga begitu.

Jadi menurut saya ya mau gak mau Y

pasti akan seperti itu.” (Respon ke

30)

c) Tuntutan pekerjaan

Pekerjaan sebagai seorang

wartawan sebuah majalah fashion

sangat menuntut subjek untuk

berperilaku konsumtif. Perilaku

konsumtif disini ialah konsumtif

terhadap barang-barang untuk

menunjang penampilan dan

konsuntif terhadap gaya hidup kaum

hedonis. Subjek sangat

memperhatikan penampilannya agar

tidak terlihat membosankan dan

selalu up to date, karena subjek

sering sekali menghadiri undangan

ataupun liputan tentang fashion.

“Menurut saya karena

tuntutan profesinya dia jadi

konsumtif. Kan mau gak mau dia

harus tampil fashionable karena

ketemu klien terus kan. Apalagi

kliennya high class semua.” (Respon

ke 45)

B. Analisis Penelitian

1. Gambaran subjek

2. Rangkuman biografi subjek

3. Triangulasi data

a. latar belakang subjek

Dari uraian diatas

dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat kesesuaian

antara yang dikatakan subjek

dengan yang dikatakan oleh

significant others (SO) yaitu

pada hal subjek adalah anak

pertama dari tiga bersaudara,

subjek tinggal disebuah

rumah kost yang letaknya

dekat dengan kantornya, dan

hubungan subjek dengan

orangtua dan kedua adiknya

sangat baik dan juga sangat

dekat, namun subjek lebih

dekat dengan ibunya daripada

ayahnya. Sujek juga

menjadikan orangtuanya

28

Page 48: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

yaitu ibunya sebagai role-

model untuk berperilaku

konsumtif. hubungan subjek

dengan ibunya memang

sangat dekat sejak subjek

kecil. Subjek sering diajak

ibunya pada saat berbelanja.

Ibunya juga mengenalkan

subjek pada barang-barang

bagus dan mahal sejak subjek

kecil. Maka dari itu subjek

jadi suka dengan barang-

barang bagus, mahal dan

bermerk dan suka sekali

berbelanja.

Selain subjek adalah

seorang pria metroseksual

yang memang sangat

memperhatikan

penampilannya, pekerjaannya

sebagai seorang wartawan

majalah fashion terkemuka di

Jakarta pun membuatnya

semakin konsumtif terhadap

segala jenis barang-barang

atau produk untuk menunjang

penampilannya di depan

umum dan konsumtif

terhadap akses untuk kaum

hedonis seperti pergi ke cafe

atau klab hanya untuk

bergaul dengan teman-

temannya.

Tujuan subjek

menjadi konsumtif adalah

karena gaya hidup subjek

yang memang sudah

dijalaninya sejak subjek

kuliah, sejak subjek sudah

mempunyai uang jajan yang

lumayan banyak. Gaya hidup

subjek sebagai pria

metroseksual membuat

subjek mampu melakukan

pleasure shopping

dibandingkan dengan

purpose shopping. Ada tiga

hal yang membuat subjek

menjadi konsumtif yaitu

karena kebutuhan, tuntutan

pekerjaannya sebagai

wartawan majalah fashion

dan juga karena gaya

hidupnya sebagai seorang

pria metroseksual.

b. Aspek-aspek perilaku

konsumtif

Keterangan atau

pernyataan subjek dan

significant others (SO)

tentang aspek-aspek perilaku

29

Page 49: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

konsumtif sesuai. Menurut

significant others (SO),

subjek sering sekali membeli

suatu barang atau produk

hanya berdasarkan

keinginannya semata. Subjek

adalah seseorang yang mudah

tertarik terhadap barang yang

bagus dan menarik. Subjek

pernah mengatakan bahwa

subjek pernah

membelanjakan uangnya

untuk suatu barang dalam

jumlah banyak dan setelah itu

subjek agak sedikit menyesal

dengan apa yang telah

dibelinya. Akhirnya barang

tersebut jarang sekali dipakai.

Menurut significant

others, subjek tidak pernah

merencanakan jika ingin

berbelanja. Subjek juga tidak

pernah merinci terhadap

barang-barang yang akan

dibelinya, karena jika subjek

merencanakan akan membeli

atau mencari suatu barang

tidak pernah tercapai. Untuk

waktu berbelanja juga tidak

pernah direncanakan oleh

subjek. Biasanya jika subjek

ada waktu luang, selalu

disempatkan mengunjungi

mall untuk melihat-lihat.

Pekerjaan subjek sebagai

wartawan fashion pun mebuat

subjek sering mengunjungi

mall atau butik-butik terkenal

dan mahal untuk meliput

(liputan) acara atau event

tentang fashion yang sedang

diselenggarakan. Oleh karena

itu subjek suka

menyempatkan untuk

berbelanja setelah selesai

liputan.

Subjek membeli

barang berdasarkan

gengsinya semata. Membeli

suatu barang yang mahal dan

bermerk membuat subjek

tampil berbeda dan ada

perasaan bangga dan puas di

dalam diri subjek. Subjek

sering sekali membeli suatu

barang hanya karena tidak

ingin kalah saing dengan

teman-teman atau orang

disekitarnya, karena subjek

beranggapan bahwa jika

subjek bisa membeli barang

yang mahal dan mempunyai

30

Page 50: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

merk terkenal, maka hal itu

membuat subjek memiliki

posisi di dalam kelompok

tersebut (orang-orang yang

berada dilingkungan subjek

bekerja).

Subjek termasuk

orang yang lumayan boros

dalam membelanjakan

uangnya, maka dari itu

sampai saat ini subjek belum

juga mempunyai tabungan

untuk hari depannya. Subjek

rela menghabiskan uangnya

untuk sesuatu yang sangat

disukainya dan tidak terlalu

memikirkan bagaimana

selanjutnya. Subjek juga

pernah membeli barang

secara berlebihan.

Dalam berbelanja,

subjek sangat menyukai

barang-barang yang bermerk

dan otomatis harganya pun

mahal. Sering sekali subjek

membeli barang yang mahal

sehingga menghabiskan

uangnya. Tidak kalah sering

juga, subjek meminjam uang

kepada teman-temannya

untuk membeli barang yang

diinginkannya jika uangnya

sudah habis terkuras, alhasil

subjek sering berhutang

hanya untuk memenuhi

hasratnya berbelanja. Tetapi

sejauh ini, subjek

menjelaskan tidak pernah ada

kesulitan untuk membayar

hutangnya kepada teman-

teman. Menurut significant

others (SO), subjek sering

meminjam uang kepada

teman-temannya bahkan

meminjam kepada SO.

Biasanya subjek meminjam

uang untuk berbelanja atau

untuk kebutuhannya sehari-

hari di kostan. Tetapi subjek

tidak pernah meminjam

kepada orangtua ataupun

saudara-saudaranya.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Bagaimana gambaran

perilaku konsumtif subjek

terhadap fashion sebagai

pria metroseksual ?

Subjek adalah seorang

pria metroseksual yang

memang sangat trendi dan

sangat memperhatikan

31

Page 51: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

penampilan diri agar selalu

terlihat bagus dan menarik.

Hal ini membuat subjek

menjadi konsumtif terhadap

segala macam barang atau

produk untuk menunjang dan

memperindah penampilannya

didepan umum. Menurut

Assuari (1987) tingkat

keinginan seseorang meliputi

tingkat yang paling tinggi

dalam pembelian. Keinginan

untuk mengkonsumsi barang

bisa terjadi karena pembeli

ingin tampak berbeda dari

yang lain (distinctiveness),

kebanggaan karena

penampilan pribadinya (pride

of personal appearance), dan

pencapaian status sosial.

Perilaku konsumtif subjek

sangat didorong karena

keinginannya untuk tampil

berbeda dari orang lain atau

orang disekelilingnya dan

juga karena pencapaian status

sosial dimana subjek sudah

mendapatkan pekerjaan dan

memiliki uang hasil kerja

keras selama bekerja. Subjek

sangat suka berbelanja

barang-barang seperti baju,

kemeja, sepatu, aksesoris dan

sebagainya untuk menunjang

penampilan subjek didepan

umum. Subjek sangat

menyukai barang-barang

bagus dengan merk ternama

dan harganya mahal.

Perilaku konsumtif

pada pria metroseksual nyaris

sama dengan yang dilakukan

oleh kaum wanita.

Penggunaan kosmetik,

pakaian, segala aksesoris, dan

kebutuhan perawatan diri

menjadi hal yang lazim

dilakukan oleh mereka.

Banyak produk yang

dahulunya menjadi khas

konsumsi wanita kini menjadi

bagian dari produk yang

dikonsumsi oleh pria

metroseksual misalnya facial

foam, obat-obat khusus untuk

membersihkan wajah dan

sebagainya. Dalam hal ini,

subjek juga melakukan

perawatan wajah ke dokter

kecantikan yang ada di Skin

Care Centre, yang biasanya

dikunjungi oleh kaum wanita.

32

Page 52: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Subjek melakukan perawatan

wajah dikarenakan banyak

sekali noda bekas jerawat

yang sejak dulu sulit untuk

hilang. Subjek memutuskan

untuk melakukan perawatan

di dokter kecantikan karena

rekomendasi dari beberapa

teman wanitanya.

Perilaku konsumtif

subjek tidak hanya kepada

berbelanja barang-barang

mahal dan perawatan dokter

kecantikan wajah tetapi juga

kepada interaksi dari cafe ke

cafe (social butterflies).

Subjek sering sekali

meluangkan waktunya untuk

berkumpul bersama teman-

temannya di sebuah cafe atau

coffee shop hanya untuk

mengobrol ataupun bertemu

klien. Hal ini adalah bagian

dari gaya hidup subjek

sebagai seorang pria

metroseksual yang konsumtif.

Berdasarkan data yang

telah dikumpulkan peneliti

dari hasil wawancara dengan

subjek dan significant others

(SO) serta observasi yang

dilakukan peneliti selama

wawancara, maka

pembahasan dengan teori dari

kasus yang membahas aspek-

aspek perilaku konsumitf

terdiri atas, yaitu :

a. Pembelian Impulsif

Subjek sering

membeli barang secara tiba-

tiba, hanya karena ingin

tampil berbeda dan tidak

ingin kalah saing dengan

teman-temannya. Subjek

sering membeli barang yang

tidak terlalu penting dan

hanya berdasarkan

ketertarikannya terhadap

barang tersebut, entah dari

corak ataupun dari motif

barang tersebut. Hal ini

diungkapkan Lina & Rasyid

(1997) yang mengartikan

pembelian impulsif adalah

pembelian yang didasarkan

pada dorongan dalam diri

individu yang muncul tiba-

tiba, maka dari itu subjek

membeli suatu barang

berdasarkan dorongan yang

muncul secara tiba-tiba.

33

Page 53: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Subjek membeli

barang tanpa direncanakan

terlebih dahulu baik terhadap

rincian barang-barang yang

ingin dibeli maupun

waktunya untuk berbelanja.

Setiap ada waktu luang

subjek selalu menyempatkan

pergi ke mall untuk

berbelanja atau bahkan hanya

sekedar melihat-lihat saja.

Setiap berbelanja subjek tidak

pernah niat untuk membeli

suatu barang terlebih dahulu,

namun seringnya subjek

membeli.

Subjek juga sangat

suka membeli barang

keluaran terbaru dan

bermerk. Biasanya subjek

membeli barang tersebut

karena keinginan semata

akibat terpengaruh oleh

teman-temannya yang lebih

dulu mempunyai barang

keluaran terbaru tersebut.

b. Pembelian tidak rasional

dan demi status

Subjek membeli

barang atau produk karena

gengsi dan tidak ingin kalah

saing dengan teman-teman di

lingkungan kantornya. Subjek

sering sekali membeli

barang-barang mahal dan

bermerk hanya karena

gengsinya untuk

memperlihatkan bahwa

dirinya berbeda dan

dikesankan sebagai seseorang

yang modern. Menurut

Fromm (dalam Wibowo,

2004), aspek mengkonsumsi

barang-barang yang tidak

produktif adalah membeli

barang hanya untuk suatu

kebanggaan dan mendapat

penghargaan dari orang lain.

Faktor lingkungan

sangat berpengaruh terhadap

perilaku konsumtif subjek.

Dalam penelitian ini, subjek

membenarkan bahwa

lingkungan pekerjaannya lah

yang sangat berpengaruh

terhadap perilaku

konsumtifnya, karena jika

subjek bisa membeli dan

memiliki suatu barang yang

bagus, bermerk dan mahal

maka bisa dijadikan sebagai

34

Page 54: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

simbol keberadaan atau posisi

subjek di lingkungan

pekerjaannya. Hal ini untuk

menutupi gengsi terhadap

orang-orang yang berada di

lingkungan pekerjaannya

yang bersifat brand-oriented

(orientasi terhadap barang

bermerk) dan subjek akan

merasa puas, bangga dan

terlihat berbeda dari orang

lain. Maka dari itu, Lina &

Rasyid (1997)

mengungkapkan bahwa

perilaku seperti itu masuk

kedalam aspek pembelian

tidak rasional yaitu,

pembelian yang dilakukan

bukan karena kebutuhan,

tetapi karena gengsi agar

dapat dikesankan sebagai

orang yang modern.

Menurut Assuari

(1987), tingkat keinginan

seseorang meliputi tingkat

yang paling tinggi dalam

pembelian. Keinginan untuk

mengkonsumsi barang bisa

terjadi karena pembeli ingin

tampak berbeda dari yang

lain (distinctiveness),

kebanggaan terhadap

penampilan pribadinya (pride

of personal appearance), dan

pencapaian status sosial.

Fromm (1998) juga

mengatakan bahwa keinginan

untuk mengkonsumsi sesuatu

secara berlebihan dapat

membuat seseorang menjadi

konsumtif. Jika manusia

menjadi konsumtif, tindakan

konsumsinya menjadi

kompulsif dan tidak rasional.

c. Pembelian boros atau

berlebihan

Dalam penelitian ini,

bisa dikatakan subjek adalah

seseorang yang sangat boros

dalam membelanjakan

uangnya. Subjek bisa

membeli apa saja yang

diinginkannya tanpa

mempedulikan harga dan

kegunaannya. Subjek juga

suka berlebihan dalam

berbelanja. Membeli barang

lebih dari satu akan membuat

subjek merasa puas. Lina &

Rasyid (1997) mengatakan

bahwa aspek pembelian boros

35

Page 55: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

atau berlebihan adalah

pembelian suatu produk

secara berlebihan yang

dilakukan oleh konsumen dan

hanya untuk melepas waktu

luang yang dilakukan oleh

konsumen. Subjek juga sering

mengisi waktu luangnya

untuk jalan-jalan di mall dan

berbelanja.

Intensitas subjek

dalam berbelanja juga cukup

sering, hal inilah yang

membuat subjek terkesan

boros dan berlebihan dalam

berbelanja. Subjek suka

membeli barang-barang

seperti baju, kaos, celana

jeans, kemeja, dan semua

yang berhubungan untuk

menunjang penampilan diri

sebagai seorang pria

metroseksual dan wartawan

dari majalah fashion

terkemuka di Jakarta. Subjek

juga sangat suka mengkoleksi

sepatu. Sampai saat ini sudah

banyak sepatu yang dikoleksi

sejak subjek mulai hobi

berbelanja. Hal ini

diungkapkan pula oleh Lina

& rasyid (1997) yaitu

perilaku konsumtif cenderung

bersifat boros dengan

membelanjakan suatu barang

bukan semata-mata karena

kebutuhan, namun

mempunyai orientasi dasar

yang lain, tidak melihat pada

segi kegunaan dan manfaat

barang tersebut, namun lebih

didorong oleh nafsu ingin

membelanjakan tanpa batasan

dan tujuan yang jelas.

Jones (2003) juga

mengatakan bahwa pria

metroseksual akan

melakukan, membeli, dan

menikmati apa saja yang

mereka inginkan.

d. Pembelian diluar

jangkauan

Subjek dalam

penelitian ini sering sekali

dihadapkan pada situasi

dimana subjek sangat

menginginkan membeli suatu

barang tetapi uang yang

dimiliki subjek tidak

mencukupi atau sudah habis

karena sudah membeli

36

Page 56: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

barang-barang yang lain. Jika

hal ini terjadi, yang subjek

lakukan adalah meminjam

uang kepada teman-teman

subjek untuk membeli barang

yang diinginkannya tersebut,

atau subjek rela

menghabiskan berapapun

uang yang tersisa di mesin

anjungan tunai mandirinya

(ATM).

Fromm (dalam

Wibowo, 2004) mengatakan

bahwa seseorang membeli

produk atau barang yang

harganya mahal walaupun

kondisi keuangan terbatas

termasuk kedalam aspek

pembelian diluar jangkauan.

Dalam penelitian ini, subjek

sampai rela berhutang kepada

temannya karena

keinginannya terhadap suatu

barang.

2. Mengapa subjek yang

seorang pria metroseksual

berperilaku konsumtif

meskipun penghasilannya

pas-pasan ?

Dalam penelitian ini,

subjek adalah seorang pria

metroseksual yang sangat

memperhatikan penampilan

diri tetapi memiliki

penghasilan yang tidak terlalu

besar. Bisa dibilang subjek

penelitian ini memiliki

penghasilan yang pas-pasan.

Subjek adalah seorang

wartawan sebuah majalah

fashion khusus untuk pria

terkemuka di Jakarta.

Perusahaan yang menaungi

majalah tempat subjek

bekerja adalah sebuah

perusahaan yang sudah

memiliki nama besar. Image

dari perusahaan itu tentunya

lain dari perusahaan majalah

lainnya. Semua karyawan

dari seluruh cabang majalah

di perusahaan tempat subjek

bekerja adalah orang-orang

yang memang juga sangat

memperhatikan penampilan

diri dan memiliki sifat brand-

oriented. Maka dari itu,

image yang ditampilkan ialah

trendy (fashionable) dan

stylish. Hal ini sangat

37

Page 57: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

mendorong subjek untuk

lebih memperhatikan

penampilan dirinya dan juga

mendorongnya untuk menjadi

semakin konsumtif terhadap

barang-barang bermerk.

Kedua sifat inilah yang

membuat subjek tampil

sebagai seorang pria

metroseksual, dimana

menurut Faraa 2005 (dalam

www.xfresh.com) sifat seorang

pria metroseksual antara lain

adalah charming, romantis,

mempunyai cita rasa yang

tinggi dalam fashion, sensitif,

dan peka terhadap keadaan

sekitar.

Pria metroseksual

dikatakan sebagai individu

yang sangat mencintai diri

sendiri dan tergolong narsis.

Jones (2003) juga

mengatakan bahwa pria

metroseksual akan

melakukan, membeli, dan

menikmati apa saja yang

mereka inginkan. Kecintaan

terhadap diri sendiri memberi

dampak yang berbeda

terhadap hal-hal yang

mengikuti dibelakang, seperti

perilaku konsumtif. Pada

tahap selanjutnya bahwa

perilaku konsumtif mereka

juga menjadi berbeda dari

golongan orang kebanyakan.

Ada beberapa faktor

yang menjadi penyebab

subjek berperilaku konsumtif,

diantaranya yaitu modelling

orangtua, faktor lingkungan,

serta tuntutan pekerjaan dan

gaya hidup subjek. Berikut

penjelasan dari masing-

masing faktor :

a. Modelling orangtua

Subjek berasal dari

keluarga yang biasa-biasa

saja, namun tidak pernah

kekurangan. Hal ini

dikarenakan ayah subjek

masih bekerja dan masih

mampu menghidupi segala

kebutuhan subjek dan

keluarga.

Saat ini ayah subjek

bekerja sebagai pegawai

negeri sipil dan ibu subjek

hanya sebagai ibu rumah

tangga. Di dalam keluarga

ternyata bukan hanya subjek

38

Page 58: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

yang konsumtif terhadap

barang-barang untuk

menunjang penampilan, ibu

subjek juga sangat konsumtif.

Subjek mengakui bahwa

kebiasaan yang sudah

menjadi gaya hidupnya ini

diturunkan oleh ibunya,

karena sejak kecil subjek

selalu ikut kemana saja

ibunya pergi berbelanja.

Subjek berpendapat

bahwa kecintaannya terhadap

barang-barang bagus

diajarkan oleh ibu subjek. Ibu

subjek sangat suka membeli

barang-barang bagus

terutama yang bermerk. Hal

ini diturunkan kepada subjek

yang sampai saat ini sangat

menyukai barang bermerk.

Walaupun kondisi

keuangan keluarga subjek

biasa-biasa saja, namun

orangtua subjek tidak pernah

menemukan kesulitan yang

besar mengenai keuangan, ini

dikarenakan ayah subjek

pintar sekali menabung.

Namun hal ini berbanding

terbalik dengan subjek dan

ibu subjek yang sama-sama

tidak bisa menabung.

Sampai saat ini,

subjek mengikuti jejak

ibunya yang akhirnya

menjadi gemar berbelanja.

Subjek bisa berbelanja apa

saja yang diinginkannya

tanpa memikirkan kondisi

keuangannya dikemudian

hari. Hal ini menyebabkan

subjek suka berhutang kepada

teman-temannya.

Waktu subjek kuliah,

subjek juga sudah mulai suka

belanja, namum pada saat itu

uang jajan subjek tidak

terlalu besar tetapi cukup

untuk membeli produk atau

barang-barang pria pada saat

itu. Sejak subjek mulai

bekerja, subjek dengan

leluasa membelanjakan

uangnya untuk barang-barang

tersebut karena sudah punya

penghasilan sendiri.

Sejak subjek bekerja,

subjek memutuskan untuk

tinggal terpisah dari

orangtuanya, karena alasan

jarak tempuh yang cukup

39

Page 59: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

jauh untuk mencapai tempat

kerja. Penghasilan subjek

sebagai seorang wartawan

tidaklah besar. Semua

penghasilannya dibagi dua

yaitu untuk biaya kost, makan

dan hidupnya sehari, dan juga

untuk berbelanja. Menurut

peneliti, hal ini sangat

berbanding terbalik, karena

penghasilan subjek yang

tidak terlalu besar harus

menutupi biaya

pengeluarannya yang

lumayan besar atau banyak.

Oleh karena itu, tidak jarang

pula akhirnya subjek

memutuskan untuk

meminjam uang kepada

teman-temannya.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan

tempat subjek bekerja dan

juga faktor tuntutan pekerjaan

sebagai seorang wartawan

majalah fashion sangat

mendorong subjek untuk

berperilaku konsumtif apalagi

terhadap barang-barang

bermerk dengan harga yang

mahal. Subjek berpendapat

jika bisa membeli barang

dengan merk ternama dan

harga yang mahal, hal itu

akan menentukan posisi

subjek di dalam lingkungan

pekerjaan yang memang

memiliki sifat brand-oriented

(berorientasi terhadap merk).

Hal inilah yang mendorong

subjek berperilaku konsumtif

meskipun penghasilan pas-

pasan.

Lingkungan tempat

subjek bekerja sangat

mendorong dan mendukung

subjek untuk menjadi

semakin konsumtif. Hal ini

dikarenakan orang-orang

disekitar subjek juga sangat

trendy dan sangat menjaga

penampilannya agar tetap

terlihat menarik, dan juga

karena menjaga image

perusahaan subjek yang

memang semua karyawannya

berpenampilan trendy

(fashionable) dan stylish.

Oleh karena itu, naluri subjek

sebagai pria metroseksual

yang selalu berpenampilan

40

Page 60: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

trendi semakin menjadi dan

juga konsumtif sudah

menjadi gaya hidup dan hobi

subjek.

Subjek mampu

membelanjakan sisa uangnya

yang tersisa untuk suatu

barang yang diinginkan

dengan harga yang relatif

mahal. Jika pada saat

berbelanja uang subjek

kurang, maka subjek tidak

sungkan untuk meminjam

uang kepada teman untuk

menambahi uangnya yang

kurang dan membeli produk

atau barang yang sangat

diinginkannya tersebut.

Subjek rela mebelanjakan

uangnya dengan jumlah yang

banyak tanpa peduli

bagaimana selanjutnya.

Ternyata menurut pengakuan

subjek, apabila subjek

meminjam uang kepada

temannya tidak hanya untuk

berbelanja, tetapi kadang-

kadang juga untuk biaya

hidup subjek sehari-hari

(untuk makan, bayar kostan,

laundy, dan sebagainya) yang

tinggal jauh dari orangtua.

c. Tuntutan pekerjaan dan

gaya hidup

Pria metroseksual

kebanyakan adalah eksekutif

muda. Masalah penampilan

jelas terlihat dari pakaian

dengan segala atributnya.

Faktor yang relevan dengan

sisi penampilan juga

ditambah dengan perawatan

tubuh mulai dari salon, spa,

dan klub fitnes.

Dalam hal ini subjek

bukanlah seorang eksekutif

muda yang berpenghasilan

sangat besar, tetapi subjek

adalah seorang pria

metroseksual dan hanya

seorang wartawan majalah

fashion untuk pria dengan

penghasilan yang tidak begitu

besar, bisa dibilang

kehidupan subjek pas-pasan.

Penampilan subjek

sangat berbeda dibandingkan

dengan pria-pria kebanyakan.

Mulai dari atas kepala sampai

ujung kaki penampilan subjek

41

Page 61: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

bisa dibilang sempurna,

trendy, dan menarik. Selain

penampilan, subjek juga

sangat memperhatikan

kesehatan untuk tubuhnya.

Subjek mengikuti fitnes yang

rutin dilakukan satu minggu

sekali dan perawatan wajah

pada dokter kecantikan untuk

membuat wajahnya lebih

bersih dan lebih putih. Hal ini

dikarenakan tuntutan

pekerjaannya sebagai

wartawan majalah fashion

dan juga sebagai seorang pria

metroseksual.

Pekerjaannya sebagai

wartawan menuntutnya untuk

selalu berpenampilan sebaik

mungkin dan semenarik

mungkin karena subjek sering

bertemu dengan banyak

orang diri kalangan atas dan

menghadiri acara-acara yang

berhubungan dengan fashion.

Gaya hidup pria

metroseksual jelas berbeda

dibandingkan dengan pria

kebanyakan. Mereka biasa

melakukan pleasure shopping

dibandingkan purpose

shopping, mereka

berinteraksi dari cafe ke cafe

(social butterflies) yang jelas

tidak mungkin hanya

menghabiskan biaya yang

sedikit dan masih banyak

gaya hidup yang lainnya

(Kartajaya dkk., 2004).

Ketiga faktor inilah

yang melatarbelakangi subjek

untuk berperilaku konsumtif

sebagai seorang pria

metroseksual dan wartawan

majalah fashion meskipun

penghasilan yang didapat

subjek dalam sebulan adalah

pas-pasan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini,

dapat ditarik kesimpulan bahwa

subjek adalah seorang pria

metroseksual yang memang

berperilaku konsumtif terhadap

fashion tetapi penghasilan yang

dimiliki pas-pasan.

Subjek adalah seorang pria

metroseksual yang sangat

memperhatikan penampilan diri baik

dari segi penampilan fisik sampai

perawatan untuk tubuh. Subjek juga

42

Page 62: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

gemar sekali berbelanja. Saat ini

subjek bekerja sebagai seorang

wartawan dari sebuah majalah

fashion terkemuka khusus untuk pria

di Jakarta. Subjek sudah bekerja

selama kurang lebih tiga tahun sejak

subjek lulus kuliah. Penghasilan

subjek adalah 2,5 juta perbulan, hal

ini berbanding terbalik dengan

pengeluaran subjek yang suka

melebihi pendapatan. Subjek sangat

suka berbelanja barang yang bagus

dengan harga yang mahal untuk

menunjang penampilannya sebagai

seorang pria metroseksual dan juga

sebagai wartawan sebuah majalah

fashion khusus untuk pria.

Aspek pembelian impulsif,

dimana subjek sering membeli suatu

barang secara tiba-tiba berdasarkan

keinginannya semata dan hanya

karena ingin tampil berbeda dan

tidak ingin kalah saing dengan

teman-temannya. Subjek juga

membeli suatu barang tanpa

direncanakan terlebih dahulu, baik

untuk rincian barang-barang yang

ingin dibeli maupun waktu untuk

berbelanja. Jika subjek ada liputan ke

sebuah mall, subjek selalu

menyempatkan untuk berbelanja atau

hanya sekedar melihat-lihat.

Aspek pembelian tidak

rasional dan demi status, dimana

subjek sering sekali membeli barang

bermerk dan mahal hanya karena

gengsinya untuk memperlihatkan

bahwa dirinya berbeda dan

dikesankan sebagai seseorang yang

modern. Faktor lingkungan sangat

mendorong subjek untuk lebih

semakin konsumtif. Subjek

beranggapan bahwa jika bisa

membeli atau memiliki suatu barang

yang bermerk dan mahal maka bisa

dijadikan simbol keberadaan atau

posisi subjek di lingkungan

pekerjaannya.

Aspek pembelian boros

atau berlebihan, dimana subjek bisa

membeli apa saja yang diinginkan

tanpa mempedulikan harga dan

kegunaannya. Bisa dikatakan subjek

seseorang yang sangat boros dalam

membelanjakan uangnya dan juga

berlebihan dalam berbelanja.

Membeli barang lebih dari satu akan

membuat subjek merasa puas.

Aspek pembelian diluar

jangkauan, dimana subjek sering

memaksakan membeli suatu barang

43

Page 63: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

yang sangat diinginkannya tetapi

pada saat yang bersamaan keuangan

subjek tidak mencukupi atau sudah

habis karena sudah membeli barang

yang lain. Dalam hal ini, subjek tidak

sungkan untuk meminjam uang

(berhutang) kepada temannya atau

bahkan subjek rela menghabiskan

berapapun sisa uang yang berada di

ATM.

Dalam penelitian ini, ada tiga

faktor yang menjadi penyebab subjek

menjadi sangat konsumtif meskipun

penghasilannya pas-pasan. Ketiga

faktor tersebut adalah modelling

orangtua, dimana subjek mengikuti

jejak ibunya yang juga sangat

konsumtif terhadap barang-barang

bagus. Ibu subjek hanyalah seorang

ibu rumah tangga yang sangat

memperhatikan penampilan. Sejak

kecil, subjek yang adalah anak

pertama dari tiga bersaudara, selalu

diajak ibunya untuk berbelanja dan

subjek selalu dibelikan suatu barang

yang diinginkannya. Subjek juga

dikenalkan pada barang-barang

bagus dengan harga yang pada saat

itu juga mahal. Subjek berpendapat

bahwa kecintaannya terhadap

barang-barang bagus diajarkan oleh

ibunya. Oleh karena ibu, perilaku

konsumtif ibunya menurun pada

subjek sampai sekarang. Subjek bisa

berbelanja apa saja yang

diinginkannya tanpa memikirkan

kondisi keuangannya dikemudian

hari. Hal ini menyebabkan subjek

suka berhutang kepada teman-

temannya.

Faktor lingkungan, dimana

faktor lingkungan tempat subjek

bekerja lah yang sangat mendorong

subjek untuk berperilaku konsumtif.

Hal ini dikarenakan orang-orang

disekitar subjek juga sangat trendy

dan sangat menjaga penampilannya

agar tetap terlihat menarik, karena

untuk menjaga image perusahaan

subjek yang memang trendy

(fashionable) dan stylish. Subjek

berpendapat jika bisa membeli

barang dengan merk ternama dan

harga yang mahal, hal itu akan

menentukan posisi subjek di dalam

lingkungan pekerjaan yang memang

memiliki sifat brand-oriented

(berorientasi terhadap merk). Hal

inilah yang mendorong subjek

berperilaku konsumtif meskipun

penghasilan pas-pasan.

44

Page 64: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Tuntutan pekerjaan dan

gaya hidup, dimana pekerjaan

subjek sebagai wartawan,

menuntutnya untuk selalu

berpenampilan sebaik mungkin dan

semenarik mungkin karena subjek

sering bertemu dengan banyak orang

diri kalangan atas dan menghadiri

acara-acara yang berhubungan

dengan fashion. Gaya hidup pria

metroseksual jelas berbeda

dibandingkan dengan pria

kebanyakan. Mereka biasa

melakukan pleasure shopping

dibandingkan purpose shopping,

mereka berinteraksi dari cafe ke cafe

(social butterflies) yang jelas tidak

mungkin hanya menghabiskan biaya

yang sedikit dan masih banyak gaya

hidup yang lainnya.

Dari hasil penelitian

mengenai perilaku konsumtif

terhadap fashion pada pria

metroseksual yang memiliki

penghasilan pas-pasan ini, maka

saran yang diajukan peneliti terhadap

penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk subjek penelitian.

Sebagai seorang pria

metroseksual yang memang

selalu memperhatikan

penampilan diri baiknya

diseimbangkan dengan

pendapatannya yang tidak

terlalu besar sebagai seorang

wartawan. Subjek dianjurkan

untuk biasakan menabung

dan mengontrol

pengeluarannya dalam

berbelanja sehingga subjek

tidak perlu lagi berhutang

kepada teman-temannya.

Subjek juga dianjurkan untuk

mengontrol keinginannya

membeli suatu barang dengan

harga yang mahal jika uang

yang dimiliki sekiranya tidak

mencukupi.

2. Untuk pria metroseksual lain

yang juga berpenghasilan

pas-pasan, disarankan untuk

tidak boros dalam berbelanja

dan biasakan untuk

menabung. Menjadi

seseorang yang trendy dan

stylish tidak selalu memakai

barang baru dan bermerk, hal

ini dapat disiasati dengan

pintar memadu padankan

pakaian dan selalu percaya

diri.

45

Page 65: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

3. Untuk penelitian selanjutnya,

agar dapat mengembangkan

penelitian mengenai perilaku

konsumtif pada pria

metroseksual, aspek-aspek

perilaku konsumtif dan faktor

penyebab perilaku konsumtif

pada pria metroseksual

seperti, faktor lingkungan

atau tuntutan pekerjaan yang

dapat menuntut seorang pria

metroseksual untuk

berperilaku sangat konsumtif,

gaya hidup dan lain

sebagainya. Peneliti

selanjutnya diharapkan dapat

mengembangkan penelitian

mengenai perilaku konsumtif

pada kasus atau tema yang

lebih menarik seperti perilaku

konsumtif terhadap fashion

pada remaja putri yang sering

terjadi di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, S.B. (2001). Perilaku konsumen dalam pemilihan merk sepeda motor di DKI Jakarta. Tesis. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Arifin, S. (2004). Metroseksual.

http://lautan.blogspot.com.

Tanggal akses 13 Juli 2009.

Assuari, A. (1987). Manajemen

pemasaran. Jakarta :

Rajawali.

Coda, P. (2004). A new style for men: metroseksual (it is not just about looking clean and handsome: it is the change in attitude that is critical). http://www.mynippon.com/MYNIPPON0707/story126.htm. Tanggal akses 13 Juli 2009.

Cahyana, Y.Y. (1995). Iklan telivisi dan perilaku konsumtif remaja di perkotaan. Hasil Penelitian. Surabaya : Universitas Airlangga.

Engel, James F, Blackwell R.D & Miniard P.W. (1994). Perilaku konsumen (Edisi Keenam); Alih Bahasa : FX. Budiyono. Jakarta : Binapura Aksara.

Faraa, R. (2005). Metroseksual vs uberseksual perseteruan baru trend pria. http://www.xfresh.com. Tanggal akses: 20 Agustus 2009.

Fromm, E. (1998). To have or to be.

New York : The Chaucer

Press, Ltd.

46

Page 66: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Kartajaya, H. (2006). Hermawan kartajaya on marketing mix. Jakarta : PT Mizan Pustaka.

Kartajaya, H., Yuswohady, Madyani, D., Christynar, M. & Indrio, B.D. (2004). Metrosexual in venus: pahami perilakunya, bidik hatinya, menangkan pasarnya. Jakarta: MarkPlus&Co.

Lina & Rasyid, H.F. (1997). Perilaku konsumtif berdasarkan locus of control pada remaja putra. Psikologika No. 4 Tahun II. Jakarta.

Miles, M.B & Huberman, A.M (1992). Analisis data kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, L. J. (1997). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Narbuko & Achmadi. (2003).

Metode penelitian. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Nawawi, H. (2003). Metode penelitian bidang sosial. Jogjakarta: Gadjah mada University Press.

Nissa, A. (2003). Hubungan antara konsep diri dan sikap terhadap diskon dengan perilaku konsumtif. Skripsi. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Papalia, D. E., Sally, W. O., Ruth, D. F. (2008). Human development. The McGraw Hill Companies.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi – Fakultas Universitas Indonesia.

Poerwandari, K. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi – Fakultas Universitas Indonesia.

Riyanto, Y. 1996. Metodologi

penelitian. Surabaya :

Penerbit SIC.

47

Page 67: Perilaku Konsumtif terhadap Fashion pada Pria …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3519/1/JURNAL_2.pdf · sebagai individu yang sangat mencintai diri sendiri dan tergolong

Sarwono. (1994). Iklan telivisi dan perilaku konsumtif remaja di perkotaan. www.suarapembaharuan.com/news.

Sarwono, S. W. (1994). Iklan televisi dan perilaku konsumtif remaja di perkotaan. www.suarapembaharuan.com/news.

Simamora, B. (2002). Panduan riset perilaku konsumen. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Sinaulan, B. D (2004). Senang berdandan dan merawat tubuh. http://www.suaramerdeka.com.

Supriyono, D. S. (2005). Ciri-ciri pria metroseksual. http://www.deepblue.indika.net.id. Tanggal akses 22 Agustus 2009.

Sutisna. (2003). Perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosda Karya.

Stanton, W. J. (1996). Prinsip pemasaran jilid I (Terjemahan; Yayasan Lamanta). Jakarta : Erlangga.

Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. www.e-psikologi.com.

Usman, H & Akbar, P. S. (2008). Metode penelitian sosial. Jakarta : Bumi aksara.

Wibowo, E. T. (2003). Hubungan antara harga diri dengan perilaku konsumtif terhadap handphone pada mahasiswa pria. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Widada, Y. S. (1994). Pola hidup sederhana kontra konsumerisme. Majalah Krida. Edisi XI. Jakarta.

Wojowasito. (1972). Kamus bahasa indonesia, dengan ejaan yang disempurnakan menurut pedoman lembaha bahasa nasional. Bandung: Shinta Dharma.

Yuswohady. (2003). Dunia masa kini: Metroseksual. http://www.suaramerdeka.com/harian/0407/24/nas07.htm. Tanggal akses 22 Agustus 2009.

48