pergolakan dalam tubuh nkri

4
Penjelasan Pergolakan Dalam Tubuh NKRI Peristiwa Pertama : Peristiwa Madiun (September-Desember 1948) Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948 antara pemberontak komunis PKI dan TNI. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948 diMadiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin. Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI Madiun. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama). Peristiwa Kedua : DI/TII di Jawa Barat-Kartosuwiryo (17 Agustus 1949) Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962. Peristiwa Ketiga : DI/TII di Jawa Tengah-Amir Fatah (Agustus 1949-Januari 1950) Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan

Upload: dhiyaa-putri-kaniawati

Post on 27-Jun-2015

218 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pergolakan Dalam Tubuh NKRI

Penjelasan Pergolakan Dalam Tubuh NKRI

Peristiwa Pertama : Peristiwa Madiun (September-Desember 1948)

Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948 antara pemberontak komunis PKI dan TNI. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948 diMadiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin.

Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI Madiun.

Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).

Peristiwa Kedua : DI/TII di Jawa Barat-Kartosuwiryo (17 Agustus 1949)

Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.

Peristiwa Ketiga : DI/TII di Jawa Tengah-Amir Fatah (Agustus 1949-Januari 1950)

Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.

Peristiwa Keempat : Angkatan Perang Ratu Adil-APRA (23 Januari 1950)

Gerakan teror Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung, Jawa Barat, dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling yang menolak pembubaran Negara Pasundan, walaupun menggunakan APRA sebagai mitos untuk mempengaruhi opini masyarakat Jawa Barat, namun karena tidak mendapatkan kepercayaan dari rakyat, maka gebrakan operasi militernya hanya berlangsung beberapa hari dan pada akhirnya dengan mudah dapat ditumpas oleh aparat keamanan Negara Indonesia.

Peristiwa Kelima : Pemberontakan Andi Azis (5 April 1950)

Page 2: Pergolakan Dalam Tubuh NKRI

Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau Ujung Pandang.

Peristiwa Keenam : Republik Maluku Selatan (3 November 1950)

Gerakan Republik Maluku Selatan yang dipimpin oleh MR. Dr. Robert Steven Soumokil, yang bertujuan ingin mendirikan Negara Republik Maluku Selatan yang terpisah dari Negara Indonesia Serikat. Gerakan RMS mulai bergolak hampir bersamaan dengan pemberontakan Andi Azis di Makasar, Ujung Pandang. Kota Ambon dapat dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat pada tanggal 3 November 1950.

Peristiwa Ketujuh : DI/TII di Sulawesi Selatan-Kahar Muzakar (7 Agustus 1953)

Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.

Peristiwa Kedelapan : DI/TII di Aceh-Daud Beureuh (20 September 1953)

Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.

Peristiwa Kesembilan : Perdjuangan Rakyat Semesta-Permesta dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia-PPRI (15 Februari 1958)

Gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang diproklamasikan oleh Letnan

Kolonel Achmad Husein sebagai Ketua Dewan Perjuangan pada tanggal 15 Februari 1958 di Sumatera Barat dan

Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual yang

semula menjabat KSAD PRRI/Permesta.

Penumpasan PRRI di Sumatera dilakukan dengan operasi gabungan yang terdiri dari unsur-unsur kekuatan

Tentara Angkatan Darat, Laut dan Udara dari dua jurusan, melalui pendaratan diPadang dan penerjunan

pasukan para komando di Pekanbaru dan Tabing. Pada tanggal 29 Mei 1961, Achmad Husein bersama

pasukannya secara rasmi melaporkan diri kepada Brigadir Jeneral GPH Djatikusumo, Deputi Wilayah Sumatera

Barat.

Page 3: Pergolakan Dalam Tubuh NKRI

Disamping itu, perpecahan yang terjadi diantara para pimpinan Permesta telah melemahkan kekuatan militer

Permesta, sehingga pada akhirnya pada tanggal 4 April 1961 antara Sombadari pihak Permesta dan Pangdam

XIII Merdeka Kolonel Sunandar Priyosudarmo dilangsungkan penandatanganan naskah penyelesaian Permesta.

Peristiwa Kesepuluh : DI/TII di Kalimantan-Ibnu Hajar (Oktober 1950)

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pospos kesatuan TNI. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan.

Peristiwa Terakhir : Gerakan 30 September PKI-G 30/SPKI (30 September 1965)

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha Kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.