perda no. 8. rencana tata ruang wilayah kabupaten bombana tahun 2008 2027 finis ok

88
ERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2008 – 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan kemudahan dalam melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk memanfaatkan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan pengelolaan dan pemanfaatannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang di wilayah Kabupaten Bombana dapat terjaga keberlanjutannya demi tercapainya masyarakat adil dan makmur serta berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka strategi dan arahan kebijaksanaan Pemanfaatan Ruang wilayah Nasional perlu dijabarkan ke dalam strategi dan struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Bombana; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bombana Tahun 2008 – 2027; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Pembentukan Daerah Tingkat 1

Upload: noeing

Post on 07-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kab

TRANSCRIPT

ERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA

NOMOR 8 TAHUN 2008

T E N T A N G

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOMBANA

TAHUN 2008 2027

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOMBANA,Menimbang:a.bahwa untuk menciptakan kemudahan dalam melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk memanfaatkan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan pengelolaan dan pemanfaatannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang di wilayah Kabupaten Bombana dapat terjaga keberlanjutannya demi tercapainya masyarakat adil dan makmur serta berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka strategi dan arahan kebijaksanaan Pemanfaatan Ruang wilayah Nasional perlu dijabarkan ke dalam strategi dan struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Bombana;

c.bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bombana Tahun 2008 2027;

Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);

2.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

4.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215);

5.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368);

6.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik. Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

7.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

8.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1982 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215);

9.Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

10.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Propinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Negara Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339);

11.Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

12.Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53 ,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

13.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4411);

14.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4421);

15.UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

16.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

17.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

18.Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982, tentang Irigasi (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 30, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);

19.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);

20.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Udang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374);

21.Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

22.Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

23.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

24.Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, tentang Jalan (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4655);

25.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737

26.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kewasan Industri;

27.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengeloaan Kawasan Lindung;

28.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

29.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;

30.Peraturan Menteri Daam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOMBANA

dan

BUPATI BOMBANA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2008 2027.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Kabupaten adalah Kabupaten Bombana.2. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara.3. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Bombana yang terdiri dari Bupati beserta perangkat daerah kabupaten lainnya sebagai badan eksekutif kabupaten.4. Pemerintah propinsi adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari Gubernur beserta perangkat daerah provinsi lainnya sebagai badan eksekutif provinsi.5. Bupati adalah Bupati Bombana.6. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara.7. Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bombana.8. Kecamatan adalah wilayah yang merupakan bagian dari Kabupaten Bombana yang dikepalai oleh seorang Camat.9. Desa adalah kesatuan masyarakat masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.11. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.12. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendudkung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.13. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.14. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 15. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah daerah kabupaten dan masyarakat dalam penataan ruang.16. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan keinerja penataan tuang yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan masyarakat.17. Pelakasanaan Penataan Ruang adalah uapa pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.18. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.19. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.20. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.21. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.22. Pola Pemanfaatan Ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam.23. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.24. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek fungsional.25. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.26. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi keletarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.27. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.28. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.29. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.30. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.31. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.32. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.33. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang diprioritaskan pembangunannya dalam rangka mendorong pertumbuhan wilayah kabupaten ke arah yang direncanakan dan/atau menanggulangi masalah-masalah yang mendesak.34. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang perkembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.35. Ruang terbuka hijau adalah adalah areal memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupu yang sengaja ditanam.36. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona dalam Rencana Rinci Tata Ruang.37. Visi Pembangunan adalah suatu pandangan ke depan yang menggambarkan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta akan menyatukan komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan kabupaten.

38. ujuan Pembangunan adalah nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan wilayah kabupaten dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.39. Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan wilayah kabupaten yang perlu dilakukan untuk mencapai visi pembangunan wilayah yang telah ditetapkan.BAB IITUJUAN, SASARAN, FUNGSI, DAN MANFAAT TATA RUANG WILAYAH KABUPATENTujuanPasal 2(1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 2027 disusun dengan tujuan untuk mewujudkan:

a. ruang wilayah Kabupaten Bombana yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

b. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

c. keterpaduan perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional, Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, dan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara;

d. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah Pulau Sulawesi, ruang wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara, dan ruang wilayah Kabupaten Bombana dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

f. pemanfaatan sumber daya alam Kabupaten Bombana secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; g. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah.

(2) RTRW Kabupaten Bombana menjadi pedoman untuk:a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;

d. pewujudan keterpadauan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten;

g. dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.Pasal 3Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 disusun dengan tujuan untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan, dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.SasaranPasal 4Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 disusun dengan sasaran untuk :a. menghasilkan produk hukum tentang penataan ruang wilayah kabupaten;b. mengendalikan pembangunan di wilayah kabupaten baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat;c. menciptakan keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;d. menyusun rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah kabupaten;e. mendorong minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah Kabupaten Bombana;f. mengkoordinasikan pembangunan antarwilayah dan antarsektor pembangunan.FungsiPasal 5Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008- 2027 adalah :a. matra keruangan dari pembangunan daerah;b. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan;

c. dasar kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;d. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang;

e. alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten dan antarkawasan serta keserasian antarsektor;f. alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, swasta, dan masyarakat;g. alat pengendalian pemanfaatan ruang.

Manfaat

Pasal 6

Manfaat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 adalah :

a. kabupaten bombana memiliki salah satu acuan dalam pelaksanaan pembangunannya dalam bentuk RTRW yang merupakan penjabaran dari kebijakan penataan ruang wilayah provinsi;b. pemanfaatan ruang Kabupaten Bombana dapat diarahkan dan dikendalikan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan potensi dan kendala yang ada.

c. pemanfaatan kawasan budidaya dan pelestarian Kawasan Lindung dapat diserasikan untuk meningkatkan perekonomian wilayah di satu sisi dan keberlanjutan pembangunan di sisi yang lain;

d. calon investor memiliki dasar untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Bombana karena dapat memperkirakan prospek pengembangan daerah atas dasar rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten untuk masa 20 (dua puluh) tahun ke depan;e. menjadi alat untuk mengoptimalkan kerjasama pembangunan dengan wilayah sekitar, dan alat koordinasi pembangunan antarkawasan dan antarsektor pembangunan.

BAB III

LINGKUP PERENCANAAN

Pasal 7

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 memiliki kedalaman sebagai rencana umum (master plan).(2) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 disusun untuk jangka waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun.

(3) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008-20027 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 8

(1) Dalam kondisi strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam yang ditetapkan dengan perundang-undangan dan/atau perubahan batas wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan, maka Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.(2) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bombana seluas 2.929,71 km2 yang terdiri atas 22 (dua puluh dua) wilayah kecamatan.(3) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2008 - 2027 disusun berdasarkan pedoman penyusunan rencana tata ruang kabupaten yang ada.

BAB IV

ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN

Pasal 9(1)Arah pengembangan Kabupaten Bombana memperhatikan :

a. kabupaten bombana sebagai bagian dari wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara;b. letak geografis yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah dan Perairan Laut Sulawesi bagian Tenggara;c. keberadaan Kabupaten Bombana sebagai bagian dari KAPET BUKARI;d. kondisi fisik dasar, penggunaan lahan dan kecenderungan perkembangannya, daya dukung lahan dan daya dukung lingkungan;e. kecenderungan perkembangan fisik kawasan terbangun, perkembangan pembangunan jaringan jalan, dan perkembangan pembangunan jaringan prasarana wilayah;f. kecenderungan tumbuhnya pusat-pusat pelayanan/aktifitas baru;g. kebijakan pembangunan yang ada.

(2)Perkembangan Kabupaten Bombana diarahkan ke :

a. kawasan budidaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, kehutanan, serta industri kecil dan menengah.

b. kawasan yang masih terbatas aksesnya ke pusat-pusat aktifitas ekonomi.

c. kawasan yang masih terbatas ketersediaan sarana dan prasarana pelayanannya.

d. kawasan yang potensial untuk membuka akses ke kabupaten sekitar.

Pasal 10

Fungsi Utama Kabupaten Bombana ditetapkan sebagai :

a. pusat pengembangan dan koneksitas perekonomian yang berada dalam simpul pengembangan ekonomi Sulawesi Tenggara;b. pusat pengembangan kegiatan agrobisnis dan agroindustri.

BAB V

VISI, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Pasal 11(1) Visi jangka panjang Kabupaten Bombana adalah Terwujudnya Kabupaten Bombana Sebagai Sentra Produksi Unggulan Berbasis Agrobisnis Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Madani (Maju, Aman, Damai, Adil, Nyaman Dan Indah) Tahun 2020.(2) Visi Jangka pendek Kabupaten Bombana adalah Menjadikan Kabupaten Bombana sebagai Pusat Pengembangan dan Koneksitas Perekonomian antar Wilayah(Simpul Pengembangan Ekonomi Menuju Sultra Raya 2020).

Pasal 12Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang.

Pasal S13(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 meliputi :

a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan

b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana wilayah yang meliputi jaringan transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah kabupaten.

(2) Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah sekitarnya;

b. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan;

c. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

(3) Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan serta keterpaduan prasarana transportasi darat dan laut;

b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan yang terisolasi;

c. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan listrik, yang dikembangkan secara terpadu antara Perusahaan Listrik Negara dan pemerintah daerah, baik yang bersumber dari energi yang terbarukan maupun tidak terbarukan secara berkelanjutan;

d. menigkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan serta keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;

e. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan bahan bakar minyak dan gas;

f. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan serta keterpaduan sistem jaringan air limbah;

g. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan serta keterpaduan sistem pengelolaan sampah.

Pasal 14Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 meliputi:

a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;

b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya;

c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis daerah.

Pasal 15(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi:

a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup;

(2) Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. menetapan kawasan lindung;

b. mewujudkan kawasan lindung dalam wilayah kabupaten minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kabupaten sesuai dengan kondisi ekosistemnya;

c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.

(3) Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;

b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;

d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang;

f. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;

g. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.

Pasal 16(1) Kebijakan pengembangan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi:

a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya;

b. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

(2) Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis bagi daerah untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;

b. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;

c. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk memujudkan ketahanan pangan daerah dan nasional;

d. mengembangkan wilayah kepulauan termasuk pulau-pulau kecil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

e. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di alur laut Kabupaten Bombana untuk meningkatkan perekonomian daerah.

(3) Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana;

b. mengembangkan ibukota kabupaten dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak;

c. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% ( tiga puluh persen ) dari luas kawasan perkotaan;

d. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya;

e. mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil.

Pasal 17(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi:

a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya lokal;

b. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional, dan internasional;

c. Pemanfaatan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

d. pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya daerah;

e. pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung nasional; f. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarwilyah.

(2) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. menetapkan kawasan strategis daerah berfungsi lindung;

b. mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis daerah yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

c. membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis daerah yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

d. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan sekitar kawasan strategis daerah yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;

e. mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis daerah yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun;

f. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan sekitar kawasan strategis daerah.

(3) Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budidaya unggulan sebagai penggerak utama perekonomian wilayah;

b. menciptakan iklim investasi yang kondusif;

c. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;

d. mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;

e. mengintensifkan promosi peluang investasi;

f. meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.

(4) Strategi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau kegiatan turunan dari pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi;

b. meningkatkan keterkaitan pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan penunjang dan/atau turunannya;

c. mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.

(5) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional dan dunia sebagai cerminan jatidiri bangsa yang berbudi luhur;

b. mengembangkan penerapan nilai budaya daerah dalam kehidupan masyarakat;

c. melestarikan situs warisan budaya daerah.

(6) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan ekosistemnya;

b. meningkatkan kepariwisataan lokal dan nasional;

c. mendorong kegiatan penelitian;

d. melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup.

(7) Strategi untuk pengembangan kawasan tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan;

b. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dengan pusat pertumbuhan wilayah;

c. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat;

d. menigkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan;

e. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.

BAB VI

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 18(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:

a. sistem perkotaan yang terkait dengan kawasan perdesaan;

b. sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Rencana struktur ruang terdapat dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana, digambarkan dalam bentuk peta, dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Rencana Sistem Perkotaan Yang Terkait dengan Kawasan Perdesaan

Paragraf 1

Umum

Pasal 19(1) Struktur ruang wilayah kabupaten dikembangkan secara terpadu antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan.

(2) Struktur pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan didukung oleh Pusat - Pusat Pelayanan dan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah.(3) Pusat-Pusat Pelayanan kabupaten terdiri dari Pusat Pelayanan Pemerintahan, Pusat Pelayanan Perekonomian, dan Pusat Pelayanan Sosial.

(4) Pusat Pelayanan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpusat di Kota Rumbia sebagai ibukota kabupaten.

(5) Pusat Pelayanan Perekonomian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi atas beberapa pusat kegiatan, yaitu:

a. pusat kegiatan perkebunan, yakni: Kota Boepinang, Kota Rakadua, Kota Lantari Jaya, Kota Bambaea, dan Kota Dongkala;

b. pusat kegiatan pertanian, yakni: Lantari Jaya, Toburi, dan Taubonto;

c. pusat kegiatan wisata laut di Kota Sikeli (Pulau Sagori dan Pulau Motaha) dan Wisata Alam di Taubonto (Air Panas Tahiite);

d. pusat kegiatan budaya di Taubonto dan Teomokole;

e. pusat kegiatan industri di Kota Rumbia dan Kota Boepinang.(6) Pusat Pelayanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipusatkan di Kota Rumbia untuk wilayah daratan serta Kota Dongkala dan Kota Teomokole untuk wilayah Pulau Kabaena.(7) Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi atas 6 (enam) wilayah pengembangan (WP).(8) WP I berpusat di Kota Rumbia, mencakup wilayah Kecamatan Rarowatu, Kecamatan Rumbia, Kecamatan Rumbia Tengah, Kecamatan Masaloka Raya, dan Kecamatan Mataoleo.(9) WP II berpusat di Bambaea, mencakup wilayah Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang Selatan, Kecamatan Poleang Tenggara, dan Kecamatan Poleang Utara.(10) WP III berpusat di Boepinang, mencakup wilayah Kecamatan Poleang, Kecamatan Poleang Barat, Kecamatan Poleang Tengah, dan Kecamatan Tontonunu.(11) WP IV berpusat di Lantari Jaya, mencakup Wilayah Kecamatan Lantari Jaya, Kecamatan Rarowatu Utara, dan Kecamatan Mata Usu.(12) WP V berpusat di Teomokole, mencakup wilayah Kecamatan Kabaena, Kecamatan Kabaena Barat, Kecamatan Kabaena Utara, dan Kecamatan Kabaena Selatan.(13) WP VI berpusat di Dongkala, mencakup wilayah Kecamatan Kabaena Timur dan Kabaena Tengah.

Pasal 20(1) Arahan dan strategi pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan dan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah sebagaimana dimaksud pada pasal (18) adalah :

a. mengukuhkan Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten Bombana sebagaimana telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara;

b. membangun sarana dan prasarana pelayanan untuk mendukung pengembangan Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten;

c. menetapkan 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), ayat (11), dan ayat (12);

d. membangun sarana dan prasarana pelayanan pada keenam Pusat Pengembangan dengan skala pelayanan Kabupaten Bombana dan sekaligus dapat memberikan pelayanan bagi kabupaten lain yang berbatasan di sekitarnya; dan

e. menyusun rencana tata ruang kawasan untuk masing-masing Wilayah Pengembangan yang memuat: (1) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah pengembangan; (2) rencana struktur ruang; (3) rencana pola ruang; (4) arahan pemanfaatan ruang wilayah pengembangan yang berisi indikasi program pembangunan jangka menengah lima tahunan; dan (5) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pengembangan.

(2) Rencana tata ruang Wilayah Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan rencana rinci RTRW Kabupaten.

(3) Pemanfaatan ruang Wilayah Pengembangan merupakan bagian dari pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(4) Pengendalian pemanfaatan ruang Wilayah Pengembangan merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(5) Antar Pusat-Pusat Pelayanan dan antar Pusat-Pusat Pengembangan diintegrasikan oleh sistem jaringan transportasi.

Paragraf 2

Rencana Penataan Kawasan Perkotaan

Pasal 21(1) Wilayah Kabupaten Bombana yang dikategorikan sebagai kawasan perkotaan dalam Peraturan Daerah ini adalah:

a. ibu kota kabupaten;

b. pusat-pusat pelayanan dan pusat-pusat pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

(2) Rencana tata ruang kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.

(3) Pemanfaatan ruang wilayah perkotaan merupakan bagian dari pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(4) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah perkotaan merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

Pasal 22(1) Penataan kawasan perkotaan memperhatikan rencana fungsi Pusat-Pusat Pelayanan dan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal 18.

(2) Kawasan Perkotaan diharapkan mampu memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memadai.

(3) Pemerintah Kabupaten harus mendorong dan membuka peluang bagi pihak swasta untuk menanamkan investasinya dalam pengembangan kawasan perkotaan.

Pasal 23Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) harus menyediakan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau.

Pasal 24(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka privat.

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota atau perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota atau perkotaan.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota atau perkotaan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah kota atau perkotaan.

Pasal 25Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diatur dengan Peraturan daerah tersendiri.

Paragraf 3

Rencana Penataan Ruang Kawasan PerdesaanPasal 26(1) Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:

a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;

b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

c. konservasi sumber daya alam;

d. pelestarian warisan budaya lokal;

e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan

f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.

(2) Penataan ruang kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk Kawasan Agropolitan.

(3) Penetapan kawasan lahan abadi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

(4) Penetapan dan penataan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 27(1) Penataan Ruang kawasan perdesaan akan dilakukan pada tingkat wilayah kecamatan yang merupakan bentuk detail dari Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.

(2) Rencana Tata Ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

Pasal 28(1) Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan secara terintegrasi dengan kawasan perkotaan sebagai satu kesatuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Penataan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui peningkatan aksesibilitas kawasan perdesaan ke pusat pertumbuhan wilayah dan pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan melalui peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan transportasi dan telekomunikasi.

Bagian Ketiga

Rencana Sistem Prasarana Wilayah Kabupaten

Paragraf 1

U m u m

Pasal 29(1) Rencana sistem prasarana wilayah disusun untuk mendukung rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Rencana sistem prasarana wilayah merupakan bagian integral dari sistem prasarana wilayah provinsi dan sistem prasarana wilayah sekitar.

(3) Rencana sistem prasarana wilayah meliputi :

a. rencana sistem jaringan transportasi;b. rencana sistem jaringan sumber daya air;c. rencana sistem jaringan telekomunikasi;d. rencana sistem jaringan energi; e. rencana sistem pengelolaan lingkungan.

Paragraf 2

Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 30(1) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a disusun dalam rangka meningkatkan pelayanan ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan keamanan melalui peningkatan aksesibilitas dan mobilitas antarwilayah kabupaten, antara wilayah Kabupaten Bombana dengan Kabupaten/kota lain dalam wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara, maupun antara wilayah Kabupaten Bombana dengan wilayah propinsi lain.

(2) Rencana sistem jaringan transportasi di Kabupaten Bombana mencakup:

a. sistem jaringan transportasi darat;b. sistem jaringan transportasi laut; c. sistem jaringan transportasi udara.

(3) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas jaringan jalan nasional, jaringan jalan propinsi, jaringan jalan kabupaten, serta jaringan jalan penyeberangan.

(4) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas pelabuhan dan alur pelayaran.

(5) Sistem transportasi udara di Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diarahkan untuk mengantisipasi perkembangan wilayah Kepulauan Kabaena.

Pasal 31(1) Jaringan jalan nasional, jaringan jalan propinsi dan jaringan jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) terdiri atas jaringan jalan arteri, jaringan jalan kolektor, dan jaringan jalan lokal.

(2) Jaringan jalan arteri, jaringan jalan kolektor, dan jaringan jalan lokal dikembangan secara menerus dan berhierarki berdasarkan sistem orientasi pelayanan.

(3) Jaringan transportasi darat dikembangkan melalui:

a. penetapan hierarki jalan berdasarkan fungsi jalan;b. peningkatan jaringan jalan;c. pembangunan jalan dan jembatan;d. penetapan lokasi terminal, pembangunan terminal baru dan pengembangan terminal yang telah ada.(4) Jaringan jalan arteri dikembangkan untuk menghubungkan wilayah Kabupaten Bombana dengan:

a. Kota Kendari sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN);

b. Tinanggea dan Andoolo (wilayah Kabupaten Konawe Selatan); dan

c. Pomalaa dan Kota Kolaka (Wilayah Kabupaten Kolaka).

(5) Jaringan jalan kolektor dikembangan untuk menghubungkan antarwilayah kecamatan.

(6) Jaringan jalan lokal dikembangan untuk menghubungkan wilayah permukiman dengan pusat-pusat pelayanan.

Pasal 32(1) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (3) terdiri atas pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan.

(2) Jaringan transportasi penyeberangan di Kabupaten Bombana dikembangkan melalui:

a. pemeliharaan dan peningkatan fasilitas pelabuhan penyeberangan yang telah ada;

b. pembangunan pelabuhan penyeberangan feri di Teluk Pising (Kecamatan Kabaena Utara) untuk menghubungkan Wilayah Pengembangan (WP) V dengan Kota Bambaea sebagai pusat kegiatan dari Wilayah Pengembangan (WP) II.

Pasal 33(1) Jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) dikembangkan melalui pengembangan dan pembangunan dermaga dan penetapan alur pelayaran.

(2) Jaringan transportasi laut dikembangkan untuk mendukung:

a. kegiatan transportasi pada skala lokal, regional dan nasional;

b. kegiatan perdagangan lokal, regional dan nasional; dan

c. pertumbuhan ekonomi di daerah yang belum berkembang.

(3) Jaringan transportasi laut di Kabupaten Bombana meliputi:

a. pembangunan pelabuhan di Tanjung Paria (Kecamatan Poleang Selatan) untuk melayani angkutan penumpang dan barang dari wilayah Kabupaten Bombana ke Kota Makassar (Provinsi Sulawesi Selatan), Kota Surabaya (Provinsi Jawa Timur), dan Bajoe (Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan);

b. pengembangan pelabuhan rakyat untuk mendukung kegiatan perdagangan lokal dan regional; dan

c. pengembangan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) untuk meningkatkan nilai jual hasil perikanan.

(4) Rencana pengembangan jaringan transportasi laut di Kabupaten Bombana digambarkan dalam bentuk peta yang dimuat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.Pasal 34Jaringan transportasi udara di Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5) dikembangkan melalui pembangunan Bandar Udara Perintis di Pulau Kabaena untuk mendukung pengembangan industri pariwisata dan kegiatan pertambangan yang ada di Kepulauan Kabaena.Paragraf 3Sistem Jaringan Sumber Daya AirPasal 35(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah, dikelola dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan kebutuhan pengembangan wilayah kabupaten.(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan, pendayagunaan, dan konservasi sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air.(3) Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan secara terpadu dan bersinergi dengan upaya pelestarian sumber daya hutan, tanah, dan lingkungan hidup.

(4) Sistem jaringan sumber daya air yang dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. sistem penyediaan air baku;b. jaringan irigasi;c. jaringan drainase; d. sistem pengendalian banjir.; Pasal 36(1) Sistem penyediaan air baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) huruf a dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan pengairan, meliputi :a. perlindungan sumber-sumber air;b. pembangunan waduk dan atau embung; c. pembangunan dan peningkatan jaringan distribusi air baku. (2) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) huruf b dikembangkan untuk mendukung kegiatan budidaya pertanian dalam arti luas pada wilayah kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian, perkebunan, dan perikanan darat, meliputi: a. jaringan irigasi tekni; b. jaringan irigasi semi teknis;c. jaringan irigasi nonteknis.(3) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) huruf c dikembangkan secara berhierarki, meliputi:a. sistem primer;b. sistem sekunder; ;c. sistem tersier.(4) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) huruf d dikembangkan untuk mencegah terjadinya banjir pada suatu kawasan sesuai dengan banjir rencana, yang meliputi bangunan-bangunan pengendali banjir.Pasal 37(1) Penyediaan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih domestik dan nondomestik.(2) Pemenuhan air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui:a. peningkatan kualitas dan layanan air bersih perpipaan yang memenuhi standar mutu baku air minum, terutama pada kawasan perumahan padat penduduk, kawasan industri, dan kawasan wisata; b. pembangunan hidran umum pada kawasan yang belum atau tidak dapat dilayani oleh jaringan air bersih perpipaan;c. pembangunan dan penyediaan fasilitas-fasilitas air bersih lainnya, sesuai dengan kondisi hidrologi dan keadaan sosial masyarakat setempat.(3) Cakupan pelayanan air bersih perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b meliputi semua wilayah kecamatan dengan tingkat pelayanan sampai akhir tahun perencanaan mencapai 80% (delapan puluh persen).Pasal 38(1) Kebijakan pemenuhan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah mendorong peranserta masyarakat dan menarik investasi swasta dalam bidang layanan air bersih.(2) Strategi untuk menarik investasi swasta dalam bidang air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui mekanisme insentif kepada calon investor.Paragraf 4Sistem Jaringan TelekomunikasiPasal 39Rencana sistem jaringan telekomunikasi disusun untuk meningkatkan kemudahan pelayanan telekomunikasi bagi dunia usaha dan masyarakat.Pasal 40Sistem jaringan telekomunikasi di Kabupaten Bombana merupakan hasil pemaduserasian antara jaringan pelayanan komunikasi yang disiapkan oleh pemerintah dan yang dibangun oleh swasta.Pasal 41Kawasan prioritas pengembangan dan peningkatan pelayanan sistem jaringan telekomunikasi Kabupaten adalah: a. pusat-pusat pelayanan pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya;b. pusat-pusat pengembangan wilayah;c. sub-sub pusat pengembangan wilayah;d. kawasan permukiman;e. kawasan industri, perdagangan, dan jasa.Paragraf 5Sistem Jaringan EnergiPasal 42(1) Sistem jaringan energi yang dikembangkan di Kabupaten Bombana terdiri atas:a. pelabuhan dan tempat penyimpanan minyak dan gasb. pembangkit tenaga listrik;c. jaringan transmisi tenaga listrik.(2) Kawasan prioritas pengembangan dan peningkatan pelayanan energi adalah:a. pusat-pusat pelayanan pemerintahan, ekonomi dan sosial budaya;b. pusat-pusat pengembangan wilayah;c. kawasan permukiman;d. kawasan industri, perdagangan, dan jasa.Pasal 43Pelabuhan dan tempat penyimpanan minyak dan gas dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minyak dan gas untuk mendukung perekonomian wilayah.

Pembangunan pelabuhan dan tempat penyimpanan minyak dan gas ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang gas dan minyak bumi.Pasal 44(1) Pembangkit tenaga listrik dikembangkan untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik sesuai dengan kebutuhan yang mampu mendukung kegiatan perekonomian.(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dikembangkan melalui penganekaragaman pemanfaatan energi, baik energi terbarukan maupun energi tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan energi di wilayah Kabupaten Bombana.(3) Pembangunan dan peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Bombana tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Bombana dan pihak swasta.

(4) Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah melalui investasi pemerintah daerah kabupaten dalam pembangunan dan/atau peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik, dan penerapan kebijakan yang mendorong minat investor swasta dalam pembangunan dan/atau peningkatan kapasitas pembangkit listrik melalui mekanisme insentif.Paragraf 6Sistem Prasarana Pengelolaan LingkunganPasal 45Rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan meliputi :

a. rencana pengelolaan sampah;b. rencana pengelolaan air limbah.Pasal 46Rencana pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a meliputi:a. pusat-pusat pelayanan pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya;b. pusat-pusat pengembangan wilayah;c. kawasan permukiman; d. kawasan industri, perdagangan, dan jasa.Pasal 47Rencana pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 butir b meliputi:a. pusat-pusat pelayanan pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya;b. pusat-pusat pengembangan wilayahKawasan permukiman Kawasan industri, perdagangan dan jasa.BAB VII RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATENBagian KesatuUmumPasal 48Pola pemanfaatan ruang Kabupaten membagi habis wilayah Kabupaten menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya.Pasal 49Jangka waktu alokasi peruntukan lahan untuk mendukung rencana pola pemanfaatan ruang Kabupaten Bombana sampai akhir tahun perencanaan adalah 2008-2027.Bagian KeduaKawasan LindungPasal 50Kawasan lindung terdiri atas:kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;kawasan perlindungan setempat;kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;kawasan rawan bencana alam;kawasan lindung geologi, dankawasan lindung lainnya.Pasal 51(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas:a. kawasan hutan lindung;b. kawasan bergambut; c. kawasan resapan air.

(2) Kawasan perlindungan setempat terdiri atas:

a. sempadan sungai;b. sempadan pantai; c. kawasan sekitar danau atau waduk; dand. ruang terbuka hijau kota.

(3) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya terdiri atas:

a. kawasan suaka alam;

b. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya;c. suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut;d. cagar alam dan cagar alam laut;e. kawasan pantai berhutan bakau;f. taman nasional dan taman nasional laut;g. taman hutan raya;h. taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dani. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

(4) Kawasan rawan bencana alam terdiri atas:

a. kawasan rawan tanah longsor;b. kawasan rawan gelombang pasang; dan c. kawasan rawan banjir.

(5) Kawasan lindung geologi terdiri atas:

a. kawasan cagar alam geologi;b. kawasan rawan bencana geologi; danc. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(6) Kawasan lindung lainnya terdiri atas:

a. cagar biosfer;b. ramsar;c. taman buru;d. kawasan perlindungan plasma nutfah;e. kawasan pengungsian satwa;f. terumbu karang; dan g. kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

Pasal 52(1) Wilayah yang dikategorikan sebagai kawasan lindung di Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 meliputi:

a. areal seluas 21.180,76 hektar yang menjadi bagian dari Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai;

b. taman wisata buru padang Matausu;

c. kawasan taman Hutan Raya di Poleang Timur seluas 100 (seratus) hektar;

d. kawasan Hutan Lindung sebagaimana yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;

e. kawasan sempadan sungai;

f. Kawasan sempadan pantai;

g. kawasan sekitar waduk/danau;

h. kawasan sekitar mata air;

i. ruang terbuka hijau kota;j. kawasan hutan mangrove seluas 9.047,78 hektar yang meliputi Kecamatan Lantari Jaya (3.758,93 hektar), Kabaena Utara (1.070,90 hektar), Rarowatu Utara (783,61 hektar), Kabaena Barat (674,51 hektar), Poleang (494,66 hektar), Kabaena Timur (377,11 hektar), Poleang Selatan (374,04 hektar), Poleang Barat (363,43 hektar), Poleang Tenggara (351,42 hektar), Kabaena Selatan (261,82 hektar), Kabaena Tengah (249,89 hektar), Mataoleo (176,06 hektar), Poleang Timur (132,80 hektar), dan Kabaena (5,59 hektar).

k. kawasan rawa seluas 336,63 hektar yang meliputi Kecamatan Kabaena Utara (103,05 hektar), Mataoleo (88,62 hektar), Kabaena Barat (47,23 hektar), Kabaena Timur (25,07 hektar) dan Kabaena Selatan (9,70 hektar).

l. kawasan terumbu karang.(2) Letak dan luasan masing-masing kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf j, dan huruf k digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 53(1) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e ditetapkan dengan kriteria:

a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; danc. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f ditetapkan dengan kriteria:

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; ataub. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(3) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g ditetapkan dengan kriteria: daratan dengan jarak 100 (seratus) meter dari titik pasang air atau waduk tertinggi.

(4) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf h adalah kawasan sempadan mata air, yaitu wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.

Bagian Ketiga

Kawasan Budidaya

Pasal 54Kawasan budidaya Kabupaten Bombana terdiri atas:

a. kawasan peruntukan hutan produksi;b. kawasan peruntukan hutan rakyat;c. kawasan peruntukan pertanian;d. kawasan peruntukan perikanan;e. kawasan peruntukan pertambangan;f. kawasan peruntukan industri;g. kawasan peruntukan pariwisata;h. kawasan peruntukan permukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.Pasal 55(1) Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas:

a. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas;b. kawasan peruntukan hutan produksi tetap; danc. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.

(2) Kriteria teknis kawasan peruntukan hutan produksi terbatas, kawasan peruntukan hutan produksi tetap, dan kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kehutanan.

(3) Wilayah Kabupaten Bombana yang ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat di Kecamatan Kabaena Selatan, Kecamatan Kabaena Utara, Kecamatan Kabaena Tengah, Kecamatan Mata Usu, Kecamatan Poleang Utara, dan Kecamatan Poleang Barat.

(4) Letak, jenis, dan luasan masing-masing jenis hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 56(1) Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada lahan yang dibebani hak milik.

(2) Kebijakan terhadap pengelolaan hutan rakyat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk keperluan perumahan, industri , dan kegiatan lainnya secara berkelanjutan.

(3) Kebijakan terhadap pengelolaan hutan rakyat diharapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan lindung.

(4) Pemerintah Kabupaten Bombana menetapkan kebijakan yang dapat mendorong masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang mencakup kegiatan pembinaan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemanfaatan, pemasaran, dan pengembangannya.

Pasal 57(1) Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria:

a. memiliki kesesuaian lahan untuk kawasan pertanian;

b. ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi;

c. mendukung ketahanan pangan;

d. dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.

(2) Kawasan pertanian yang dikembangkan di Kabupaten Bombana dapat dibagi atas kawasan pertanian lahan basah dan kawasan pertanian lahan kering.

(3) Kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Bombana meliputi lahan sawah dan lahan tambak yang tersebar di 20 (dua puluh) kecamatan untuk lahan sawah dan 16 (enam belas) kecamatan untuk lahan tambak.

(4) Kawasan pertanian lahan kering di Kabupaten Bombana meliputi lahan pertanian tanaman pangan dan holtikultura, lahan perkebunan, dan lahan untuk peternakan hewan besar.

(5) Lahan pertanian pangan abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) poin b merupakan kawasan pertanian yang ditetapkan untuk mendukung ketahanan pangan daerah sehingga tidak dapat dialihfungsikan, meliputi wilayah pertanian yang memilki irigasi teknis.

(6) Letak dan luasan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 58(1) Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:

a. wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya, dan industri pengolahan hasil perikanan; dan / atau

b. tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.

(2) Kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Bombana meliputi:

a. budidaya perikanan tambak yang sangat potensial dikembangkan pada daerah pesisir Kabupaten Bombana, terutama di Kecamatan Rarowatu Utara, Kecamatan Lantari Jaya, Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan Poleang;

b. perikanan tangkap pada wilayah perairan laut Kabupaten Bombana, baik berupa ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, dan hasil laut lainnya;

c. budidaya perairan meliputi budidaya rumput laut, budidaya kerang, keramba jaring apung, dan sejenisnya.

(3) Lokasi dan luasan kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 59(1) Kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan dengan kriteria:

a. memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi;

b. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan / atau

c. merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil.

(2) Kriteria teknis kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan.

(3) Wilayah Kabupaten Bombana yang ditetapkan sebagai kawasan peruntukan pertambangan digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 60(1) Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria:

a. berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri;b. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan / atauc. tidak mengubah lahan produktif.

(2) Pengembangan kegiatan industri di kabupaten Bombana diarahkan pada industri lanjutan dari kegiatan perikanan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

(3) Alokasi kawasan industri di Kabupaten Bombana mencapai luas total 489,53 hektar yang tersebar di Kecamatan Poleang Selatan, Kabaena Utara, Kabaena Timur, Kabaena Barat, Rumbia, Poleang Timur, Poleang Utara, Mataoleo, Poleang, dan Rarowatu Utara.

(4) Lokasi dan luasan kawasanindustri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 61(1) Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan kriteria:

a. memiliki objek dengan dengan daya tarik wisata; dan / atau

b. mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan.

(2) Kawasan yang dikembangkan untuk tujuan wisata di Kabupaten Bombana meliputi:

a. wisata alam, seperti: Gunung Batu Sangia, Gua Batuburi yang menyimpan peninggalan raja-raja Suku Moronene;

b. wisata budaya, seperti: Perkampungan Suku Bajo, rumah-rumah asli Suku Moronene di Pulau Kabaena;

c. wisata bahari, seperti: Pulau Sagori, Pulau Mataha, dan tempat lainnya yang potensial dikembangkan menjadi tempat wisata bahari.

Pasal 62(1) Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan kriteria:

a. berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan bencana;b. memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan / atauc. memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.

(2) Kawasan peruntukan permukiman di Kabupaten Bombana tersebar di seluruh wilayah kecamatan.

(3) Sebaran dan luasan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam bentuk peta yang terdapat dalam Dokumen RTRW Kabupaten Bombana yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat

Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis Kabupaten

Pasal 63(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang memiliki nilai strategis daerah ditetapkan sebagai kawasan andalan.

(2) Kawasan andalan diharapkan dapat berperan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah.

Pasal 64(1) Kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) terdiri atas kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut.

(2) Kawasan andalan darat terdiri atas kawasan andalan berkembang dan kawasan andalan prospektif berkembang.

Pasal 65(1) Wilayah Kabupaten Bombana yang ditetapkan sebagai kawasan andalan berkembang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) adalah Kawasan Poleang, Poleang Timur dan sekitarnya.

(2) Wilayah Kabupaten Bombana yang ditetapkan sebagai kawasan andalan prospektif berkembang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) adalah Kawasan Rarowatu Utara, Lantari Jaya, dan sekitarnya.

(3) Wilayah Kabupaten Bombana yang ditetapkan sebagai kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) adalah Kepulauan Masaloka Raya, Pulau Kabaena, dan wilayah Pesisir Poleang, Poleang Barat, Poleang Timur, Poleang Tengah, Poleang Selatan, dan Poleang Tenggara.

BAB VIII

KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Pasal 66Penetapan kawasan strategis kabupaten dilakukan berdasarkan kepentingan:

a. pertumbuhan ekonomi;

b. sosial dan budaya;

c. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi.

Pasal 67(1) Kawasan strategis Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 meliputi:

a. areal seluas 21.180,76 hektar yang menjadi bagian dari Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai;

b. kawasan Poleang, Poleang Timur, Poleang Barat, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara dan sekitarnya; dan

c. kawasan Pulau Kabaena.

(2) Penetapan areal seluas 21.180,76 hektar wilayah Kabupaten Bombana yang menjadi bagian dari Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada Lampiran X dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, yang menyebutkan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai kawasan strategis nasional.

(3) Penetapan Poleang, Poleang Timur, Poleang Barat, Poleang Utara, Poleang Selatan, dan Poleang Tenggara sebagai kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka, dan Kendari (Kapet BUKARI) yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai dengan Lampiran X dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional.

(4) Penetapan Pulau Kabaena sebagai kawasan strategis kabupaten didasarkan pada pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi mineral logam (seperti nikel, tembaga, marmer, dan permata) dan potensi wisata bahari sehingga memiliki potensi ekonomi tinggi dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

BAB IX

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

U m u m

Pasal 68(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten.

(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang berserta perkiraan pendanaannya.

(3) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten.

(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Bombana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan ruang wilayah administratif sekitarnya.

(5) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

Bagian Kedua

Indikasi Program Utama

Pasal 69(1) Program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama menengah (lima tahunan) dan jangka panjang (dua puluh tahun) yang ditetapkan dalam Bab VI Laporan Akhir Revisi RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007 (Dokumen RTRW Kabupaten Bombana Tahun 2007) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Indikasi program utama pembangunan menengah dan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. indikasi kawasan prioritas pembangunan; dan

b. indikasi program pembangunan.

(3) Kawasan prioritas pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. kawasan yang dikendalikan perkembangannya;

b. kawasan potensial cepat tumbuh;

c. kawasan andalan kabupaten;

d. kawasan strategis kabupaten.

(4) Kawasan yang dikendalikan perkembangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah kawasan yang perkebunan dan pertanian yang berada di sekitar kawasan lindung dan/atau daerah resapan air.

(5) Kawasan potensial cepat tumbuh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah:

a. kawasan pengembangan wilayah di Boepinang; dan

b. kawasan pengembangan wilayah di Rumbia.

(6) Kawasan andalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c adalah:

a. kawasan Poleang-Poleang Timur dan sekitarnya;

b. kawasan Rarowatu Utara-Lantari Jaya dan sekitarnya; dan

c. kepulauan Masaloka dan sekitarnya.

(7) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d adalah:

a. kawasan Pesisir Poleang - Poleang Timur - Poleang Barat - Poleang Utara - Poleang Selatan - Poleang Tenggara dan sekitarnya;

b. pulau Kabaena dan sekitarnya.

(8) Indikasi program pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. program pengembangan struktur pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan ruang;

b. program pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya;

c. program optimalisasi pengelolaan kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan;

d. program pengembangan prasarana wilayah;

e. program penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya; dan

f. program pengembangan kelembagaan penataan ruang wilayah kabupaten.

(9) Pendanaan program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bombana, investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan.

(10) Kerjasama pendanaan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Penatagunaan Tanah, Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara,

dan Penatagunaan Sumber Daya Alam Lain

Pasal 70(1) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya.

(2) Dalam rangka penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain meliputi:

a. penyajian neraca perubahan penggunan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam lain pada RTRW Kabupaten;

b. penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfatan tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam lain pada RTRW Kabupaten;

c. penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara, dan sumber daya alam lain dan penetapan prioritas penyediaannya pada RTRW Kabupaten.

(3) Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain disusun dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhi ketersediaannya dalam rangka menjaga keberlangsungan pembangunan dalam jangka panjang.

(4) Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dan pemegang hak atas tanah.

(5) Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

BAB XHAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 71Dalam kegiatan penataan ruang wilayah kabupaten, setiap orang berhak :

a. mengetahui rencana tata ruang;b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayahnya;e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; danf. mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila ada kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang menimbulkan kerugian.

Pasal 72Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dand. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 73(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 72, dikenai sanksi administratif.

(2) sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:a. peringatan tertulis;b. penghentian sementara kegiatan;c. penghentian sementara pelayanan umum;d. penutupan lokasi;e. pencabutan izin;f. pembatalan izin;g. pembongkaran bangunan;h. pemulihan fungsi ruang; dan / ataui. denda administratif.Pasal 74Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 75(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat.

(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain melalui:

a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 76(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.

(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

BAB XIPENGAWASAN PENATAAN RUANG

Pasal 77(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten.

(4) Pengawasan Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.

(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten.

Pasal 78(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara peyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan administrastif dalam penyelenggaraan penataan ruang, Bupati mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.

(3) Dalam hal Bupati tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan oleh Bupati.(4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan oleh Gubernur.

Pasal 79Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2), pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 80(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dilakukan pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang dan kinerja pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang Kabupaten.

(2) Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal bidang penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 81(1) Pengawasan terhadap penataan ruang wilayah Kabupaten dilakukan dengan menggunakan pedoman bidang penataan ruang yang berlaku.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang wilayah Kabupaten.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap pengaturan, pembinaan, dan pengaturan penataan ruang Kabupaten diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

BAB XIIKETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

U m u m

Pasal 82(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan intensif dan disintensif; dan

d. ketentuan pengenaan sanksi.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 83(1) Peraturan zonasi meliputi peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri atas:

a. peraturan zonasi sistem perkotaan;

b. peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;

c. peraturan zonasi sistem jaringan energi;

d. peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;

e. peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air;

f. peraturan zonasi kawasan lindung; dan

g. peraturan zonasi kawasan budidaya.

(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

(3) Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan.

(4) Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang terdiri atas:

a. ketentuan amplop ruang (Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), Ketinggian Bangunan, dan Garis Sempadan);

b. ketentuan penyediaan sarana dan prasarana; dan

c. ketentuan lain yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar telekomunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi;

(5) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(6) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Bagian Ketiga

Ketentuan Perizinan

Pasal 84(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf b diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten menurut kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten menurut kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dibatalkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah kabupaten dapat dibatalkan oleh pemerintah daerah kabupaten dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

(7) Setiap pejabat pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

(9) Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan dengan Menteri terkait.

Bagian Keempat

Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 85(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah Daerah.

(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur Peraturan Daerah ini.

(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 86(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten kepada masyarakat.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 87Pemberian insentif kepada masyarakat diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten, antara lain dalam bentuk:

a. keringanan pajak, pemberian konpensasi, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

b. penyediaan infrastruktur;

c. kemudahan prosedur perizinan ;

d. penghargaan.

Pasal 88Pengenaan disinsentif kepada masyarakat oleh pemerintah kabupaten, antara lain dalam bentuk:

a. pengenaan pajak yang tinggi;

b. pembatasan penyediaan infrastruktur;

c. penalti.

Bagian Kelima

Ketentuan Sanksi

Pasal 89Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten apabila ada:

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten;

b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem wilayah Kabupaten;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;

d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;

f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang dalam peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;

g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Pasal 90(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;b. penghentian sementara kegiatan;c. penghentian sementara pelayanan umum;d. penutupan lokasi;e. pencabutan izin;f. pembatalan izin;g. pembongkaran bangunan;h. pemulihan fungsi ruang; dan / ataui. denda administratif.

(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 huruf c dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum.

Pasal 91Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.

BAB XIIIPENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 92(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 93

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, pasal 82 ayat (2), pasal 89 huruf a, b dan c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000., (lima puluh juta rupiah).(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, adalah pelanggaran.BAB XV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 94

(1) Penyidikan tindak Pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti kekurangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran peraturan daerah ini.

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan daerah ini, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti serta pembukuan, pencatatan dan dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan daerah ini;

g. mengusulkan berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemerintahan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran peraturan daerah ini;i. memanggil orang untuk didengar kekurangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. memerlukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bombana Tahun 2008 2027 menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.(3) Dalam melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 95

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan Peraturan Daerah ini.